LAPORAN PENDAHULUAN INFARK MIOKARD AKUT
LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARD AKUT
I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu.
B. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan
atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih
sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfeks).
Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh
arteri koroner kiri (cabang sirkumfeks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner
kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh
obstruksi arteri koroner kanan.
C. Patogenesis
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner.
Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri
koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil,
juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (5060%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau
sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi
pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial,
nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.
D. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi
juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik,
untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah
yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark
kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang
terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan
remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang
kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahanperubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap
rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan
akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan
perluasan infark.
E. Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri
berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap
nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak
ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak
ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung
koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat
ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi
basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat,
dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA
inferior.
F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan
punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refuks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau
perubahan posisi tubuh)
5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)
G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
H. Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3
faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama
pada luas daerah infark).
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas
atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/
ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi
dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/
kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler
Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
B. Tes Diagnostik
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon
verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada
klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non
verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk
menetukan intervensi yang tepat.
Rasionalisasi :
- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang
terjadi.
- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan
sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.
(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase
akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan
kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di
antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
B. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasionalisasi:
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul
dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
C. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
RASIONALISASI:
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap
ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan
peran sosial dan sebagainya.
- Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
- Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
D. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
INTERVENSI
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila
memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
RASIONALISASI :
- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard
dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah
vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri
yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan
aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum
atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan
fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia
atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut
atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem
konduksi.
E. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
INTERVENSI
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung,
letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi
napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah,
distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
RASIONALISASI :
- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan
oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu
dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis
pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma
ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka
panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat
iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi
miokard.
F. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi
kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
RASIONALISASI
- Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
- Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
- Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/
air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang
gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume
cairan/gagal jantung.
- Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan
adanya dekompensasi jantung.
- Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
- Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
- Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.
G. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar
klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab,
leafet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas,
obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan
aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan,
kerja ringan, kerja sedang)
RASIONALISASI
- Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
- Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
- Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan
ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan
klien.
- Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu
serangan ulang.
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
INFARK MIOKARD AKUT
I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu.
B. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan
atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih
sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfeks).
Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh
arteri koroner kiri (cabang sirkumfeks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner
kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh
obstruksi arteri koroner kanan.
C. Patogenesis
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner.
Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri
koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil,
juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (5060%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau
sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi
pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial,
nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.
D. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi
juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik,
untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah
yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark
kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang
terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan
remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang
kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahanperubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap
rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan
akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan
perluasan infark.
E. Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan
(umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri
berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap
nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak
ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak,
pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak
ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung
koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat
ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi
basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat,
dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA
inferior.
F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan
punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refuks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau
perubahan posisi tubuh)
5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)
G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
H. Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3
faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama
pada luas daerah infark).
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas
atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/
ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas),
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi
dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/
kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler
Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
B. Tes Diagnostik
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon
verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada
klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non
verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk
menetukan intervensi yang tepat.
Rasionalisasi :
- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang
terjadi.
- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan
sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.
(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase
akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan
kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di
antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
B. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasionalisasi:
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul
dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
C. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
RASIONALISASI:
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap
ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan
peran sosial dan sebagainya.
- Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
- Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
D. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
INTERVENSI
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila
memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
RASIONALISASI :
- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard
dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah
vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri
yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan
aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum
atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan
fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia
atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut
atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem
konduksi.
E. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
INTERVENSI
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung,
letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi
napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah,
distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
RASIONALISASI :
- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan
oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu
dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis
pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma
ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka
panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat
iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi
miokard.
F. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi
kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
RASIONALISASI
- Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
- Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
- Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/
air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang
gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume
cairan/gagal jantung.
- Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan
adanya dekompensasi jantung.
- Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
- Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
- Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.
G. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar
klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab,
leafet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas,
obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan
aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan,
kerja ringan, kerja sedang)
RASIONALISASI
- Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
- Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
- Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan
ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan
klien.
- Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu
serangan ulang.
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.