LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN LUKA

LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA ABDOMEN (LUKA TEMBAK)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara
diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma abdomen
adalah suatu kerusakan pada daerah abdomen yang dapat disebabkan oleh benda
tumpul atau benda yang menusuk yang dapat menyebabkan cidera baik psikologis
ataupun emosional.
2. Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah :
a. Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan

2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan

b. Penyebab trauma non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
3. Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera
intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2005) terdiri
dari :
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau
sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
4. Tanda dan Gejala
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan

oleh

kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik
c. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah
5. Anatomi fisiologi
Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas dari
atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi dua
bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar,
dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan kecil.

Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk panggul
dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang
illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan
quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus
halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan
menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah
hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian ujung
pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior abdomen.
Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior,
reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen.

Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai
dalam rongga ini.
6. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor –
faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan

untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan
untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah
posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera
organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :

a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.

7. Patoflow
Luka tusuk / luka tembak

Trauma tembus

Perdarahan pada
rongga peritonium

Ledakan, benturan,
pukulan

Hipovolumia

Trauma tumpul

Luka terbuka

Resiko
perdarahan

Kerusakan
intergritas kulit

Kerusakan pada organ
cidera

Hipermetabolik
Distensi abdomen

Gangguan sistem
imun

Tindakan

laparatomi

Respon
metabolik
terhadap trauma

Luka post
laparatomi
Bedrest
total

Tidak adekuatnya
pertahanan
primer dan
sekunder akibat
gangguan
gastrointestinal

Defisit
perawatan

diri

Penurunan masukan
seluler oleh gangguan
integritas saluran
gastrointestinal
Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi
Aspirasi isi lambung

Tindakan intubasi

Resiko infeksi

Motalitas usus

Disfungsi usus
Refluks usus cairan
berlebih

Resiko kekurangan
volume cairan

Peningkatan tekanan
diafragmatik
Ketidakefektifan pola
nafas

Kerusakan sel / jejas
jaringan
Pengeluaran media kimia
oleh sel mast
Stimulasi serabut saraf

Masuknya isi lambung
kedalam esofagus
Penumpukan cairan atau
sekret
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas


Merangsang hormon BPH
(Bradikinin,
Prostaglandin dan
Histamin)

Proses transduksi,
transmisi dan persepsi

Nyeri akut

8. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan
diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,
takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
a. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
1) Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
2) Terjadi perdarahan intra abdominal.
3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,

muntah, dan BAB hitam (melena).
4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
1) Terdapat luka robekan pada abdomen.
2) Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.
4) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan dan dapat
memperburuk keadaan
9. Komplikasi
a. Segera : hemoragik, syok, dan cedera.
b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena

d. Emboli Pulmonar
e. Stress Ulserasi dan perdarahan
f. Pneumonia
g. Tekanan ulserasi
h. Atelektasis
i. Sepsis
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Musliha, 2010, pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen, yaitu:
a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine
yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). Indikasi untuk melakukan DPL
sebagai berikut:
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
g. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

Menurut Musliha (2011), pemeriksaan khusus untuk trauma abdomen, yaitu:
a. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
11. Penatalaksanaan Medis
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
e. Pemberian antibiotic
Untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Laparotomi

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A(Airway),
B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap
sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya
saja.
a) Anamnesa
1) Biodata
Biasanya bisa menimpa siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.
2) Keluhan Utama
Biasanya mengeluh nyeri hebat.
3) Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya
saat jatuh.
Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada
Kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
4) Riwayat Penyakit yang lalu
Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan
gangguan faal hemostasis.

5) Riwayat psikososial spiritual
Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
b) Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada
serta jalan napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan
tertinggal.
Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
abdominal dan adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana
suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradoks.
3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS)

4) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi :
 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
 Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum
abdomen.
 Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
 Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan
adanya abdomen iritasi.
Pada palpasi :
 Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
 Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi :
 Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
 Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum
abdomen.
Pada Auskultasi :
 Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau
menghilang.
Pada rectal toucher :
 Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
 Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.

5) Sistem Urologi (B5 = bladder)
Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi
pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6) Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah
pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
Aktifitas/istirahat
2. Data lain yang sering muncul
a) Aktivitas
1) Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)
b) Sirkulasi
1) Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c) Integritas ego
1) Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
2) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

d) Eliminasi
1) Data Objektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
e) Makanan dan cairan
1) Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
2) Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f) Neurosensori.
1) Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g) Nyeri dan kenyamanan
1) Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
2) Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h) Pernafasan
1) Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
i) Keamanan
1) Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
2) Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif atau gangguan rentang gerak.
3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a) Nyeri
b) Resiko infeksi
c) Resiko kekeurangan volume cairan

d) Ketidakefektifan pola nafas
e) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
f) Kerusakan integritas kulit
g) Resiko ketidakseimbangan nutrisi
h) Resiko perdarahan
i) Defisit perawatan diri

4. Nurse Care Planning

No Diagnosa Keperawatan
1.

2.

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Kerusakan integritas kulit
Definition :
Perubahan / gangguan epidermis dan /
atau dermis
Batasan karakteristik :
 Kerusakan lapisan kulit
 Gangguan permukaan kulit
 Invasi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan
Eksternal
 zat kimia
 usia yang ekstrem
 kelembapan
 hipertermia
 hipotermia
 imobilisasi fisik
Internal
 perubahan status cairan
 perubahan turgor
 perubahan pigmentasi
 penurunan imunologis

NOC : Tissue integrity : Skin & Mucous Membranes

NIC : Incission Site Care

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit dengan kriteria
hasil :

1. Kaji luka insisi ( kemerahan dan pemasangan
selang drainase )
2. monitor luka insisi untuk menemukan tanda dan
gejala infeksi
3. lakukan perawatan luka steril
4. gunakan antiseptik sesuai indikasi
5. anjurkan klien cara untuk meminimalisasi stress /
tekanan dari luka insisi
6. ajarkan klien / keluarga cara merawat luka post
operasi
7. jelaskan kepada klien / keluaraga tanda dan gejala
infeksi
8. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi farmakologis

Nyeri akut

NOC : Pain Level

No
1
2
3
4
5

Indikator
Perfusi jaringan normal
Tidak ada tanda infeksi
Tekstur jaringan normal
Proses penyembuhan luka
Jaringan kulit kering

Indikator
1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan ekstrem
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada gangguan

Awal

Tujuan
5
5
5
5
5

NIC : Pain Management

Definition : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa ( international
Association for study of pain ) : awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung < 6 bulan
Batasan karakteristik :
 Perubahan selera makan
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernafasan
 Laporan isyarat
 Diaforesis
 Mengekspresikan perilaku ( mis :
gelisah,
merengek,
menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah )
 Masker wajah ( mis : mata kurang
bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu
fokus, meringis )
 Sikap melindungi area nyeri
 Fokus menyempit ( miss : gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan )
 Indikasi nyeri yang dapat diamati
 Perubahan posisi untuk menghindari
nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, klien
menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria hasil :
No
1
2
3
4
5

Indikator
Melaporkan nyeri berkurang
Ekspresi wajah saat nyeri
Gelisah
Mengerang / merintih
TTV

Indikator
1.
2.
3.
4.
5.

Gangguan ekstrem
Berat
Sedang
Ringan
Tidak ada gangguan

Awal

Tujuan
5
5
5
5
5

1. Mengkaji lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
secara komfrehensif
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri
3. Ajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam
4. Ajarkan prinsip dari manajemen nyeri
5. Monitor TTV
6. Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum nyeri
menjadi berat
7. Pastikan klien menerima pemberian analgetik
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat golongan analgetik

 Melaporkan nyeri secara verbal
 Fokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
Agens cedera ( mis : biologis, zat kimia,
fisik, psikologis )
3.

Resiko Infeksi
Defenition :
Mengalami peningkatan risiko terserang
organisme patogenik
Faktor Resiko
 Penyakit kronis
 diabete militus
 obesitas
 Pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemajanan patogen
 pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat
 gangguan peristaltik
 kerusaskan integritas kulit
 perubahan sekresi PH
 trauma jaringan

NOC : Risk Control : Infectious Process
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan terbebas dari infeksi, dengan
kriteria hasil :
No Kriteria

Awal

Tujuan

1

Mengakui resiko diri untuk
infeksi

5

2

Menggunakan tekhnik
desinfektan

5

3

Identifikasi diri dari tanda dan
gejala yang potensial

5

4

Mempertahankan lingkungan
bersih

5

5

Menggunakan pelayanan
kesehatan

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan

NIC : Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan klien
2. pertahankan tekhnik isolasi
3. batasi jumlah pengunjung
4. ajarkan untuk meningkatkan mencuci tangan
untuk setiap tindakan
5. instruksikan klien untuk hand hygiene
6. instruksikan pengunjung untuk hand hygiene
sebelum dan sesudah memasuki ruangan klien
7. gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
tangan
8. cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
9. gunakan sarung tangan steril
10. pastikan penanganan aseptik dari semua IV line
11. Anjurkan istirahat
12. dorong untuk memenuhi intake cairan
13. pertahankan lingkungan aseptik
14. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
antibiotic

4.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

5. Tidak ada gangguan
NOC : Respiratory Status : Ventilation

Definition : Ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, klien
menunjukan perbaikan bersihan jalan nafas dengan kriteria
hasil:

Batasan Karakteristik
 Tidak ada batuk
 Suara nafas tambahan
 Perubahan frekuensi napas
 Perubahan irama napas
 Sianosis
 Keslutian berbicara/mengeluarkan
suara
 Penurunan bunyi nafas
 Dispnea
 Sputum dalam jumlah yang
berlebihan
 Batuk yang tidak efektif
 Ortopnea
 Gelisah
 Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan
Lingkungan
 Perokok fasif
 Menghisap asap
 Merokok
Obstruksi jalan nafas
 Spasme jalan nafas

No Kriteria

Awal

NIC : Airway Suction

Tujuan

1

Tingkat pernafasan

5

2

Irama pernafasan

5

3

Akumulasi sputum

5

4

Retraksi dada

5

5

Kedalaman inspirasi

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

1. pastikan kebutuhan oral
2. auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
suctioning
3. informasikan kepada keluarga dan klien tentang
suction
4. minta klien nafas dalam sebelum dan sesudah
suction
5. gunakan alat steril untul setiap tindakan
6. Monitor status oksigen pasien
7. buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift / jaw
trust
8. keluarkan cairan / secret dengan batuk efektif /
suction
9. monitor respirasi dan status oksigen

 Mukus dalam jumlah berlebihan
 Eksudat dalam alveoli
 Materi asing dalam jalan nafas
 Adanya jalan nafas buatan
 Sekresi yang tertahan/sisa sekresi
 Sekresi dalam bronki
Fisiologis






Jalan nafas alergik
Asma
Penyakit paru obstruksi kronis
Hiperplasia dinding bronkial
Infeksi

Disfungsi neuromuskular
5.

Risiko kekurangan volume cairan
Definisi :beresiko mengalami dehidrasi
vaskuler, seluler, atau intraseluler.

NOC : Hydration

NIC : Fluid Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 defisit

1.

Monitor status hidrasi

volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

2.

Monitor vital sign

3.

Monitor intake output

4.

Monitor status nutrisi

5.

Anjurkan keluarga untuk

Faktor risiko :
 Kehilangan volume cairan aktif
 Kurang pengetahuan
 Penyimpangan yang mempengaruhi
absorpsi cairan

No
1
2

 Penyimpangan yang mempengaruhi
akses cairan
 Penyimpangan yang mempengaruhi
asupan cairan
 Kehilangan berlebihan melalui rute

3
4

Indikator
Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran
Mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
Ferfusi jaringan
Intake oral dan intravena
adekuat

Awal

Tujuan
5

memberikan masukan nutrien dan cairan
5

6.

Monitor berat badan

7.

Kolaborasi

dengan

tim

medis dalam pemberian cairan intravena
5
5

8.

Monitor
respon pasien terhadap cairan.

status

cairan,

normal ( mis : diare )
 Usia lanjut

Skala Indikator
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

 Berat bdan ekstrem
 Faktor yang mempengaruhi
kebutuhan cairan ( mis : status
hipermetabolik )
 Kegagalan fungsi regulator
 Kehilangan cairan melalui rute
abnormal : mis : slang menetap )
 Agens farmaseutikal
6.

( mis : diuretik)
Ketidakefektifan pola nafas
Definition : inspirasi atau ekspirasi yang
tidak memberi ventilasi adekuat.
Batasan Karakteristik :
 Perubahan kedalaman pernafasan
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik
 Bradipnea
 Penurunan tekanan ekspirasi
 Penurunan tekanan inspirasi
 Penurunan ventilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Dispnea
 Peningkatan diameter anterior
posterior
 Pernafasan cuping hidung
 Ortopnea

NOC : Respiratory Status : Airway Patency
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan jalan nafas patent, dengan
kriteria hasil :

No Kriteria



Awal

Tujuan

1

Kecepatan pernafasan

5

2

Irama pernafasan

5

3

Kedalaman inspirasi

5

4

Cemas / kegelisahan

5

5

Terengah – engah

5

NIC :
Respiratory Monitoring
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
untuk inspirasi
2. Monitor pola bernafas, bradypnea, tachypnea,
dyspnea
3. Monitor terjadinya dyspne, dan peristiwa yang
dapat memperburuk keadaan
4. Perhatikan lokasi trakea
5. Buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift
6. Membaca mekanisme ventilator
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi farmakologi

Fase ekspirasi memanjang
Pernafasan bibir
Takipnea
Penggunaan otot aksesorius untuk
bernafas
Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Keletihan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Kerusakan neurologis
 Disfungsi neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Keletihan otot pernafsan
Cedera medula spinalis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebeutuhan tubuh
Definition : asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik
Batasan karakteristik :
 Kram abdomen
 Nyeri abdomen
 Menghindari makan
 Berat badan 20% atau lebih di bawah
berat badan ideal
 Kerapuhan kapiler
 Diare
 Bising usus hiperaktif
 Kurang makanan





7.

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

NOC : Nutritional status

NIC : Nutrition Management

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
pasien menunjukkan perubahan status nutrisi seimbang, dengan
indikator :

1.
2.
3.
4.
5.

No
1
2
3
4
5
6

Indikator
BB meningkat
IMT
Mal nutrisi
Mampu menelan makanan
Turgor kulit
Hb, Ht

Awal

Tujuan
5
5
5
5
5
5

6.
7.
8.
9.

Kaji adanya alergi makanan
Monitor adanya penurunan BB
Monitor Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Kolaborasi dengan ahli gizi
 Pemberian diet
 Pemberian suplemen makanan
Dorong asupan oral
Anjurkan makan sedikit tapi sering
Monitor intake nutrisi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi cairan IV line

8.

 Kurang informasi
 Kurang minat pada makanan
 Membran mukosa pucat
 Ketidakmampuan memakan makanan
 Mengeluh gangguan sensai rasa
Faktor yang berhubungan :
 Faktor biologis
 Faktor ekonomi
 Ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrien
 Ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
 Faktor psikologis
Resiko Perdarahan
Defenition :
Beresiko mengalami penurunan volume
darah yang dapat mengganggu kesehata

Indikator
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

NOC : Blood Koagulation ( kougulasi darah )

NIC : Bleeding Percoution ( pencegahan
perdarahan)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan status koagulasi
darah, Dengan kriteria hasil :

Faktor resiko

No Kriteria

 aneurisme
 sirkumsisi
 Trauma

1

Hematokrit

5

2

Trombosit

5

3

Petekie

5

4

Hemoglobin

5

5

Perdarahan

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan

Awal

Tujuan

1.
2.
3.
4.
5.

monitor tanda-tanda perdarahan
catat nilai hemoglobin
catat nilai hematokrit
monitor nilai laboratorium (koagulasi) trombosit
lindungi klien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
6. anjurkan klien untuk meningkatkan intake
makanan yang banyak mengandung vitamin K
7. hindari terjadinya konstipasi dengan
menganjurkan mempertahankakn intake cairan
yang adekuat dan pelembut feses

5.
9.

Defisit perawatan diri

Tidak ada gangguan

NOC : Activity Intolerance

NIC : Self Care Assistance

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, klien
menunjukkan status perbaikan perawatan diri secara mandiri,
dengan kriteria hasil :

1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman selama waktu
makan
3. Tempatkan pasien dalam posisi yang nyaman
untuk makan
4. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas
5. Pertahankan posisi dan privasi pasien saat
berpakaian
6. Sediakan artikel pribadi pasien (sabun mandi,
shampo dll)

No Kriteria

Awal

Tujuan

1

Makan

5

2

Berbaju

5

3

Mandi

5

4

Kebersihan

5

Indikator :
1. Gangguan ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan