BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Dividen - Pengaruh Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Current Ratio Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Dividen

  Dividen adalah bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang sahamnya. Stice et al. (2010: 787) menyatakan: “Dividends are

  

distributions to the stockholder of a corporation in proportion to the number of

shares held by the respective owners”. Dividen adalah distribusi kepada

  pemegang saham suatu perusahaan secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham. Distribusi tersebut dapat berupa kas, aset lain, notes, dan stock dividends.

2.1.1.1. Bentuk Dividen

  Bentuk paling umum dari dividen adalah dividen kas. Bagi perusahaan, dividen ini akan mengurangi laba ditahan dan kas perusahaan. Bagi investor, dividen kas akan menghasilkan kas yang disebut dengan pendapatan dividen.

  Penggunaan istilah dividen tanpa kualifikasi biasanya menyiratkan pembagian uang tunai (cash). Dividen dalam bentuk selain uang tunai, seperti dividen saham dan dividen properti harus merujuk kepada bentuk khususnya tersebut (Stice et al., 2010: 787).

  Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007: 289-290) dividen saham adalah pembayaran berupa saham biasa tambahan kepada para pemegang saham. Dividen saham hanya sekadar perpindahan catatan pembukuan dalam akun ekuitas pemegang saham di neraca perusahaan. Dividen saham ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Dividen saham kecil Dividen saham kecil adalah dividen saham yang kenaikannya kurang dari 25% saham biasa yang sebelumnya beredar.

  2. Dividen saham besar Dividen saham besar adalah dividen saham yang biasanya adalah 25% atau lebih dari saham biasa sebelumnya.

  Di samping dividen reguler (regular dividend) yang umumnya dibayar secara kuartalan atau setengah tahunan kepada pemegang saham, perusahaan juga dapat meningkatkan distribusi kas ke pemegang saham dalam periode kemakmuran dengan mengumumkan dividen ekstra (dividend extra). Dividen ekstra adalah dividen yang tidak rutin dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham, dividen ekstra hanya diberikan dalam situasi tertentu. Pengumuman dividen ekstra akan sangat sesuai dengan perusahaan yang memiliki laba yang berfluktuasi (Van Horne dan Machowicz, 2007: 288).

2.1.1.2 Prosedur Pembayaran Dividen

  Prosedur pembayaran aktual dividen menurut Brigham dan Houston (2011:227) diurutkan sebagai berikut:

  1. Tanggal deklarasi (Declaration date) Pada tanggal deklarasi maka direksi suatu perusahaan akan mengadakan rapat dan mengumumkan dividen reguler. Untuk tujuan akuntansi maka dividen yang dideklarasikan menjadi kewajiban aktual pada tanggal deklarasi.

  2. Tanggal pemilik tercatat (Holder-of-record date) Pada hari penutupan usaha di tanggal pemilik tercatat, perusahaan menutup buku perpindahan sahamnya dan menyusun suatu daftar pemegang saham per tanggal tersebut, pemegang saham tersebut berhak untuk menerima dividen.

  3. Tanggal eks dividen ( Ex-dividend date) Tanggal ketika hak atas dividen lepas dari saham. Hak atas dividen tetap ada pada saham sampai dua hari kerja sebelum tanggal pemilik tercatat, namun pada hari kedua sebelum tanggal tersebut, hak atas dividen tidak lagi dimiliki oleh saham.

  4. Tanggal pembayaran (Payment date) Tanggal dimana perusahaan akan membayarkan dengan membagikan cek dividen kepada para pemegang sahamnya.

2.1.1.3. Stabilitas Dividen

  Perusahaan yang dapat mempertahankan posisi pembayaran dividen dalam hubungannya dengan garis tren merupakan hal yang menarik banyak investor.

  Untuk dividen yang stabil, investor biasanya bersedia untuk membayar harga premi untuk dividen tersebut. Ada beberapa faktor yang mendukung stabilitas dividen, diantaranya adalah (Van Horne dan Wachowicz 2007: 285):

  1. Kandungan informasi Pasar akan lebih merespon positif perusahaan yang tidak langsung mengurangi dividennya saat laba jatuh. Dengan dividen yang stabil, pihak manajemen berusaha menyampaikan keyakinan atas prospek perusahaan yang lebih baik dimasa depan. Jadi pihak manajemen perusahaan mungkin dapat mempengaruhi harapan pemegang saham melalui kandungan informasi dari dividen.

  2. Keinginan untuk mendapatkan penghasilan Para pemegang saham yang mengharapkan penghasilan periodik tertentu pasti akan lebih memilih menanamkan sahamnya pada perusahaan yang memiliki dividen yang stabil, walaupun jika dibandingkan perusahaan tersebut memiliki kesamaan pola laba dan pembayaran dividen jangka panjang dengan perusahaan yang lain.

  3. Pertimbangan institusional Dividen yang stabil dapat memberikan keuntungan dari sisi hukum bagi investor institusi tertentu untuk memungkinkan membeli saham biasa.

2.1.1.4. Kebijakan Dividen

  Menurut Sitanggang (2012: 5) kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan berapa besarnya bagian laba bersih yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen dan berapa besarnya laba yang ditahan sebagai sumber pembiayaan internal perusahaan. Laba bersih perusahaan sesungguhnya adalah keuntungan yang menjadi milik dari pemegang saham atas investasi pada perusahaan tersebut. Apabila perusahaan menahan sebagian laba bersih, berarti terdapat komitmen manajemen kepada para pemegang saham bahwa manajemen masih mampu menjanjikan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh para pemegang saham.

  2.1.1.5. Pengaruh Kebijakan Dividen Bagi Perusahaan

  Tampubolon (2005: 183) mengungkapkan bahwa kebijakan dividen merupakan salah satu hal yang utama untuk diperhatikan oleh perusahaan karena kebijkan dividen dapat mempengaruhi beberapa hal penting, yaitu: 1. Kebijakan dividen dapat menjaga kepentingan investor dan calon investor.

  Kebijakan keuangan perusahaan dari pihak manajemen harus dapat menjamin akan tercapainya tujuan-tujuan dari para investor, jika tidak maka investor dapat melepas sahamnya dengan menjual sehingga harga saham di pasar bursa akan turun.

  2. Kebijakan dividen mempengaruhi program keuangan dan capital budgeting suatu perusahaan.

  3. Kebijakan dividen mempengaruhi cash flow suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki posisi likuiditas rendah akan dipaksa untuk membatasi pembayaran dividen.

  4. Kebijaksanaan dividen mempengaruhi nilai modal saham suatu perusahaan.

  2.1.1.6. Indikator Kebijakan Dividen Ada dua rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kebijakan dividen.

  Yang pertama adalah dividend yield ratio, yaitu rasio imbal hasil dividen yang menunjukkan tingkat penghasilan yang diperoleh dari investasi perusahaan.

  Dividend Yield Ratio= Dividen Per Share Market Price Per Share x 100%

  Rasio kedua adalah rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio). Rasio ini merupakan rasio yang paling penting diperhatikan dalam penentukan kebijkan dividen perusahaan. Dividend payout ratio (DPR) merupakan proporsi laba bersih yang dibagikan secara kas kepada pemegang saham. Rasio ini adalah perbandingan antara dividen yang dibagikan dengan laba bersih yang diperoleh perusahaan, biasanya disajikan dalam bentuk presentase (Sitanggang 2012: 6).

  Dividend Payout Ratio= Dividend Per Share Earning Per Share x 100%

  Semakin tinggi dividend payout ratio berarti semakin menguntungkan bagi investor, tetapi bagi pihak manajemen, hal tersebut akan mengurangi sumber modal internal perusahaan karena akan mengurangi laba ditahan.

2.1.1.7. Teori Kebijakan Dividen

  Menurut preferensi investor ada tiga teori yang mendasari kebijakan dividen (Brigham dan Houston 2011:211), yaitu:

  1. Dividend Irrelevence Theory Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak berpengaruh pada harga saham maupun terhadap biaya modalnya. Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Teori MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan ditentukan pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, bukan pada bagaimana laba tersebut dibagi menjadi dividen dan laba ditahan. Sehingga kebijakan dividen merupakan suatu yang tidak relevan untuk dipersoalkan. Teori MM menyatakan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan risiko usahanya, dengan asumsi bahwa tidak ada pajak yang dibayarkan atas dividen, saham dapat dibeli dan dijual tanpa adanya biaya transaksi, semua pihak baik manajer maupun pemegang saham memiliki informasi yang sama tentang laba perusahaan di masa yang akan datang.

  2. Bird in the Hand Theory

  Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa para investor lebih menyukai dividen dibandingkan dengan capital gain.

  Dividen memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan capital

  gain , oleh karenanya investor akan merasa lebih aman untuk mengharapkan dividen saat ini dibandingkan menunggu capital gain yang di masa depan.

  3. Tax Differential Theory

  Teori ini didasarkan atas pada perbedaan pajak antara dividen dengan keuntungan modal (capital gain). Pajak atas dividen harus dibayarkan pada tahun saat dividen tersebut diterima, sedangkan pajak atas capital gain tidak dibayarkan sampai saham dijual. Adanya keunggulan pajak tersebut maka membuat investor lebih menyukai capital gain dibandingkan karena dapat menunda pembayaran pajak dibandingkan dengan dividen.

2.1.1.8. Bentuk Kebijakan Dividen

  Menurut Tampubolon (2005:185) ada beberapa bentuk kebijakan dividen yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:

  1. Kebijakan dividen yang stabil Kebijakan dividen yang stabil biasanya dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai tingkat resiko yang rendah. Kebijaksanaan pembayaran dividen yang stabil juga diperlukan untuk perusahaan yang ditempatkan dalam daftar saham-saham, dimana lembaga-lembaga keuangan yang akan menanamkan modalnya.

  2. Rasio konstan pembayaran dividen Dalam kebijakan dividen ini, suatu presentase yang tetap dari pendapatan akan dibayarkan sebagai dividen. Dengan pendekatan ini maka dividen yang akan dibayarkan akan berbeda-beda karena net income yang selalu berbeda.

  3. Kebijakan secara kompromi Dengan pendekatan ini, kebijakan dividen ditentukan dengan cara yang terbaik yang saling menguntungkan baik bagi pihak manajemen perusahaan maupun bagi pemegang saham.

  4. Kebijakan dividen secara residu Dalam kebijakan ini, jumlah penghasilan yang ditahan tergantung pada adanya kesempatan-kesempatan investasi dalam suatu tahun tertentu.

  Dividen yang dibayarkan merupakan jumlah residu dari pendapatan setelah kebutuhan investasi.

2.1.1.9. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

  Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007: 280) ada beberapa faktor yang harus menjadi perhatian penting bagi perusahaan dalam membuat keputusan kebijakan dividen, di antaranya adalah:

  1. Aturan-aturan hukum Hukum badan perusahaan membuat keputusan legalitas distribusi apa pun kepada para pemegang saham biasa suatu perusahaan. Aturan-aturan hukum tersebut berkaitan dengan: 1) Penurunan nilai modal, banyak negara yang melarang pembayaran dividen jika dividen ini akan menurunkan nilai modal. 2) Insolvensi, beberapa negara melarang pembayaran dividen kas jika apabila suatu perusahaan sedang mengalami insolvensi. Insolvensi yang dimaksudkan adalah kewajiban total perusahaan lebih dari aktivanya dalam penilaian wajar dan penahanan laba yang tidak dibenarkan, dan 3) Penahanan laba yang berlebihan, artinya penahanan laba dalam jumlah yang jauh melebihi kebutuhan investasi perusahaan untuk saat ini dan masa yang akan datang. Hukum ini bertujuan untuk menghindari perusahaan menahan laba demi menghindari pajak.

  2. Kebutuhan pendanaan perusahaan Langkah berkutnya adalah melakukan penilaian kebutuhan pendanaan perusahaan, yaitu anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan dana yang diproyeksikan, dan perkiraan laporan arus kas. Kemungkinan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan dividen harus dikaji dalam hubungannya dengan distribusi profitabilitas kemungkinan arus kas masa datang serta saldo kas.

  3. Likuiditas Likuiditas perusahaan adalah pertimbangan penting dalam keputusan dividen perusahaan. Semakin kuat posisi kas dan likuiditas perusahaan maka semakin kuat pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Perusahaan yang sedang bertumbuh mungkin saja tidak likuid karena dananya digunakan untuk aktiva tetap dan modal kerja permanen, maka pihak manajemen mungkin enggan untuk membayar dividen dalam jumlah besar.

  4. Kemampuan untuk meminjam Semakin besar dan kuat suatu perusahaan maka akan semakin kuat aksesnya ke pasar modal. Bila semakin kuat kemampuan perusahaan untuk meminjam maka akan semakin kuat pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai.

  5. Batasan-batasan dalam kontrak utang

  Covenant atau syarat perjanjian utang adalah sebagai pelindung dalam

  kesepakatan obligasi atau perjanjian pinjaman yang biasanya meliputi batasan untuk pembayaran dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman terhadap pihak peminjam dengan tujuan untuk menjaga kemampuan perusahaan dalam membayar utang.

  6. Pengendalian Perusahaan yang membayar dividen dalam jumlah besar mungkin harus mengumpulkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan saham agar dapat membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan. Pihak yang memiliki kendali atas perusahaan dapat terdilusi bila pemengang saham mayoritas tidak dapat memesan saham tambahan. Pengendalian dengan cara lain adalah ketika suatu perusahaan menjadi objek akuisisi oleh perusahaan lain, pembayaran dividen yang rendah mungkin dapat menguntungkan pihak luar yang sedang berusaha mengambil kendali.

  Menurut Brigham dan Houston (2012: 231), ada beberapa faktor lain yang akan mempengaruhi kebijakan dividen, yang dikelompokkan menjadi empat kategori umum, antara lain:

  1. Pembatasan pembayaran dividen a.

  Perjanjian obligasi (bond indenture): Kontrak utang sering membatasi pembayaran dividen atas laba yang dihasilkan setelah pinjaman diberikan.

  b.

  Pembatasan saham preferen: Tunggakan saham preferen harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum dividen saham biasa dapat diteruskan pembayarannya.

  c.

  Aturan penurunan nilai modal (impairment of capital rule). Pembayaran dividen tidak dapat melebihi pos “laba ditahan” neraca.

  d.

  Ketersediaan kas e. Denda pajak atas laba yang terakumulasi secara tidak wajar

  2. Peluang investasi a.

  Jumlah peluang investasi yan menguntungkan b.

  Kemungkinan mempercepat atau menunda proyek

  3. Sumber-sumber modal alternatif a.

  Biaya penjualan saham baru. Apabila perusahaan perlu mendanai investasi dalam tingkat tertentu maka perusahaan dapat menahan laba atau menerbitkan saham biasa baru.

  b.

  Kemampuan untuk mensubstitusi utang dengan ekuitas c. Pengendalian

  4. Dampak kebijakan dividen pada , dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu: a.

  Keinginan pemegang saham untuk mendapatkan laba saat ini atau masa depan b.

  Anggapan tingkat risiko dividen atau capital gain c. Keuntungan pajak atas capital gain dibandingkan dividen d.

  Kandungan informasi dividen

2.1.2. Laba Bersih

  Kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dapat dijadikan indikator bagi investor dan calon investor dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan sehingga diharapkan perusahaan dapat memberikan tingkat pengembalian yang tinggi. Wild et al. (2007: 19) menyatakan bahwa laba bersih sebagaimana tercantum dalam laporan laba rugi megindikasikan profitabilitas suatu perusahaan dan mencerminkan pengembalian ekuitas kepada pemegang saham untuk periode yang dipertimbangkan.

  Menurut Higgins (2007: 11): “Net income records the extent to which net

  

sales generated during the accounting period exceed expenses incurred in

producing the sales.” Laba bersih menyatakan sejauh mana penjualan bersih yang

  dihasilkan selama periode akuntasi melebihi biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi penjualan. Laba bersih dapat dijadikan suatu ukuran seberapa besar harta yang masuk melebihi harta yang keluar.

  Fraser dan Ormiston (2008: 140) mengungkapkan bahwa “laba bersih (net

  

earnings ) atau baris bawah (bottom line) menjelaskan laba perusahaan setelah

  pertimbangan semua pendapatan dan beban yang dilaporkan selama periode akuntansi”. Laba bersih merupakan pendapatan operasi dikurangi dengan beban- beban operasi. Pendapatan maupun beban dicatat atas dasar akrual, yaitu pada saat terjadinya walaupun belum diterima atau dikeluarkan kasnya. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki laba yang tinggi akibat penjualan yang baik belum tentu selalu memiliki penerimaan yang baik, karena piutang yang terjadi dari penjualan kredit belum tentu seluruhnya dapat ditagih dengan tepat waktu (Hery, 2012: 73).

2.1.3. Arus Kas Operasi

  Laporan arus kas merinci sumber penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan berdasarkan aktivitas operasi, investasi dan pembiayaan. Dalam menganalisis laporan arus kas, penting untuk memahami kepentingan arus kas dari aktivitas operasi yang merupakan bagian pertama pada laporan arus kas.

  Berbeda dengan arus kas yang berasal dari aktivitas investasi dan pendanaan yang bersumber dari eksternal, arus kas operasi mencerminkan kas yang diperoleh secara internal. Stice et al. (2004:790) mengemukakan bahwa arus kas operasi dapat memberikan indikasi langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang cukup, sesuai dengan prediksi jumlah kas yang harus dipenuhi.

  Arus kas dari aktivitas operasi terutama berasal dari aktivitas penghasil pendapatan perusahaan yaitu transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih, yang antara lain berkaitan dengan (Mursyidi, 2010: 130):

  a) Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa

  b) Penerimaan kas dari royalti, fee, komisi dan pendapatan lain

  c) Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa

  d) Pembayaran kas kepada karyawan

  e) Penerimaan dan pembayaran kas dari operasi lainnya

  Arus kas dari aktivitas operasi adalah arus kas yang paling umum digunakan sebagai alat analisis dalam menilai kesehatan keuangan suatu perusahaan, Fraser dan Ormiston (2008:180) menyatakan pada masa tingkat bunga tinggi dan inflasi mengharuskan investor dan kreditor memberikan perhatian yang lebih besar kepada arus kas yang dihasilkan. Ketika tingkat bunga tinggi, biaya pinjaman untuk menutup kas jangka pendek tidak terjangkau oleh banyak perusahaan untuk menutupi kekurangan kas temporer. Masa inflasi akan mendistorsi kerberartian laba bersih, melalui beban penyusustan dan beban pokok penjualan yang lebih rendah daripada seharusnya, menjadikan alat ukur kinerja operasi dan keberhasilan keuangan menjadi penting. Sitanggang (2012: 19) menyatakan bahwa arus kas operasi adalah laba bersih operasi setelah pajak ditambah penyusutan dan amortisasi, yang dapat diformulasikan sebagai berikut:

  Arus Kas Operasi= Laba Operasi Bersih Setelah Pajak (NOPAT)

  • Penyusutan+Amortisasi Dalam mengihitung dan melaporkan jumlah arus kas bersih dari aktivitas operasi, ada dua metode yang dapat digunakan yaitu (Hery, 2012: 76):

  1. Metode langsung Pada dasarnya adalah menguji kembali setiap komponen dalam laporan laba rugi, tujuannya adalah untuk melaporkan berapa besar kas yang diterima atau yang dibayarkan berhubungan dengan setiap komponen dari laporan laba rugi tersebut.

  2. Metode tidak langsung Diawali dengan angka laba/rugi bersih yang dilaporkan dalam laporan laba rugi dan menyesuaikan besarnya laba/rugi bersih yang telah diukur atas dasar akrual tersebut dengan komponen-komponen yang tidak mempengaruhi arus kas. Artinya besarnya laba/rugi bersih dari akuntansi akrual akan disesuaikan untuk menentukan jumlah arus kas bersih dari aktivitas operasi.

  Kedua metode tersebut, baik metode langsung maupun metode tidak langsung akan menghasilkan angka arus kas bersih yang sama yang dihasilkan dari aktivitas operasi. Namun metode tidak langsung dianggap relatif lebih mudah di dalam penerapan dan penyusunannya oleh pembuat laporan keuangan.

  Suatu perusahaan yang memiliki laba tinggi belum tentu dapat membayar dividen atau membayar hutang, bahkan perusahaan yang memiliki laba yang tinggi juga mempunyai kemungkinan bangkrut karena kelanjutan operasi perusahaan juga tergantung pada keberhasilannya menghasilkan uang kas dari operasi. Perusahaan membutuhkan kas untuk dapat memuaskan pihak kreditur dan investor. Kekurangan kas untuk sementara dapat diatasi dengan pinjaman atau menjual aktiva berjangka panjang, namun pada akhirnya suatu perusahaan harus dapat menghasilkan kas untuk keberlangsungan usaha jangka panjangnya (Fraser dan Ormiston, 2008: 180).

2.1.4. Current Ratio

  Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Keown et al. (2011:74) menyatakan current ratio (rasio lancar) merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat likuiditas perusahaan secara relatif dengan membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar. Current ratio menurut Fraser dan Ormiston (2008: 223) adalah “ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka pendek, kemampuan perusahaan memenuhi kebutuhan hutang ketika jatuh tempo”.

  Rasio antara harta lancar dengan hutang lancar tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar sebesar rasio tersebut, artinya setiap Rp.1,00 hutang lancar didukung oleh harta lancar sebesar rasio (Sitanggang, 2013:22).

  Current Asset Current Ratio = Current Liabilities

  Aktiva lancar mencakup aset-aset yang mudah dicairkan paling tidak dalam tempo satu tahun. Aset-aset ini secara umum meliputi kas dan yang setara dengan uang kas, surat-suarat berharga yang mudah untuk diperjualbelikan, piutang usaha, dan persediaan barang dan beban dibayar di muka. Sedangkan hutang lancar adalah semua kewajiban yang wajib dilunasi paling tidak dalam tempo satu tahun, kewajiban ini umumnya meliputi hutang usaha, hutang bank jangka pendek, pajak terutang, upah terutang dan wesel bayar.

  Semakin tinggi current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Bagi kreditur semakin tinggi rasio lancar semakin baik, namun bagi perusahaan tertentu hal ini dapat berarti lain. Current ratio yang tinggi dapat diartikan perusahaan kurang produktif.

2.1.5. Debt to Equity Ratio

  Financial leverage meyangkut proporsi atas penggunaan hutang atau dana

  pihak luar untuk membiayai investasinya. Leverage merupakan pinjaman suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk membeli lebih banyak aktiva dibandingkan dengan dana yang disediakan pemegang saham melalui investasi mereka. Menurut Stice et al. (2004: 187) leverage yang lebih tinggi dapat meningkatkan tingkat pengembalian ekuitas yang dapat tergambar melalui kejadian-kejadian berikut:

  1. Perusahaan yang lebih banyak menggunakan dana dari pihak luar berarti lebih banyak aktiva yang dapat dibeli tanpa tambahan investasi ekuitas pemegang saham

  2. Semakin banyak aktiva yang dimiliki perusahaan berarti akan lebih banyak lagi penjualan yang dapat dihasilkan

  3. Semakin banyak penjualan yang dihasilkan berarti laba bersih semakin meningkat

  Financial leverage dapat diukur dengan Debt to equity ratio (rasio utang

  terhadap ekuitas). Debt to Equity Ratio bertujuan untuk menilai sejauh mana suatu perusahaan menggunakan dana yang dipinjam untuk membeli aktiva. Rasio ini dihitung dengan membagi total utang perusahaan dengan ekuitas pemegang saham (Van Horne dan Wachowicz, 2005: 209)

  Total Liabilities

  =

  Debt to Equity Ratio Equity

  Semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi pula tingkat pendanaan yang disediakan oleh para pemegang sahamnya, sebaliknya semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan, karena hal ini menunjukkan struktur modal yang berasal dari utang semakin besar digunakan untuk mendanai ekuitas yang ada, dan para pemegang saham akan mengharapkan tingkat keuntungan yang semakin tinggi pula.

2.2. Penelitian Terdahulu

  Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti dalam melakukan penelitian:

  

Tabel 2.1.

Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian

  

Variabel dependen:

Dividend payout ratio

Variabel independen:

  

2.Debt to equity ratio

3.Return on assets.

  1.Cash position

  

Variabel dependen:

Dividend payout ratio

Variabel independen:

  4 Marlina dan Danica (2009) Analisis pengaruh cash position, debt to equity ratio, dan return on assets terhadap dividend payout ratio.

  Hanya earnings per share dan price earnings ratio yang berpengaruh positif signifikan terhadap dividend payout ratio

  

8.Return on equity

Regresi linier berganda

  

7.Inventory turn over

  

6.Net profit margin

  5.Current ratio

  4.Return on investment

  

3.Price earnings ratio

  

2.Earnings per share

  

1.Debt to equity ratio

  3 Deitiana (2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen kas

  1. Suharli (2007) Pengaruh profitabilitas dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel penguat (studi pada perusahaan yang terdaftar di BEJ periode 2002-2003)

Variabel dependen:

  Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, sedangkan variabel lainnya berpengaruh negatif dan signifikan

  

5.Ukuran perusahaan

Regresi linier berganda

  4.Profitabilitas

  

3.Kebijakan hutang

  2.Kepemilikan institusional

  1.Teori keagenan

  Kebijakan dividen

Variabel independen:

  2 Dewi (2008) Pengaruh kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen

Variabel dependen:

  Return on investment berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen tunai perusahaan dan current ratio dapat digunakan sebagai variabel penguat karena mempunyai pengaruh yang signifikan

  3.Current Ratio Regresi linier berganda

  2.Fixed asset

  1.Return on Investment

  Dividend payout ratio

Variabel independen:

  Regresi linier berganda Cash position dan return on assets berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen

  Lanjutan Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian

6 Darvil et

  2.Laba bersih

  Lintner dalam Darvil et al. (2012) menyatakan bahwa kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba adalah indikator utama dari kemampuan perusahaan

  Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba bersih, arus kas operasi, current ratio, dan return on investment terhadap kebijakan dividen.

  Hanya laba bersih yang berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen

  

2.Arus kas operasi

Regresi linier berganda

  1.Laba bersih

  

Dividen payout ratio

Variabel independen:

  7 Irawan dan Nurdhiana (2012) Pengaruh laba bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2010

Variabel dependen:

  Arus kas operasi, laba bersih dan cash ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas

  3.Cash Ratio Regresi linier berganda

  

1.Arus kas operasi

  5 Rafique (2012) Factors affecting dividend payout: Evidence from listed non- financial firms of Karachi Stock Exchange

Variabel dependen:

  

Variabel dependen:

Dividen kas

Variabel independen:

  al . (2012) Pengaruh arus kas operasional, laba bersih, dan cash ratio terhadap dividen kas perusahaan- perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2010

  Hanya pajak dan ukuran perusahaan yang berpengaruh positif signifikan terhadap pembayaran dividen

  

6.Financial leverage

(Debt to equity ratio) Regresi linier berganda

  5.Corporate tax

  4.Profitability (Return on equity)

  3.Growth,

  2.Firms size

  1.Earnings

  Dividend payout

Variabel independen

2.3. Kerangka Konseptual

  untuk membayar dividen. Semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan berarti menunjukkan kinerja perusahaan yang baik pula sehingga perusahaan tersebut dapat membayar dividen kepada para pemegang saham. Arus kas operasi juga diduga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Kas perusahaan yang dihasilkan melalui aktivitas operasi mengartikan bahwa perusahaan tersebut mampu menghasilkan kas untuk perusahaan sehingga selanjutnya dapat dibagikan kepada pemegang sahamnya. Kas dibutuhkan untuk dapat memuaskan pihak kreditur dan investor sehingga dapat bertahan untuk jangka panjangnya (Fraser dan Ormiston, 2008: 180). Menurut Hery (2012: 75) perusahaan yang sudah mapan, yang telah sampai pada tahap untuk mempertahankan posisinya, maka akan menggunakan arus kas dari aktivitas operasi untuk dapat membiayai penggantian aktiva tetap dan membayar dividen kepada pemegang saham.

  Disamping itu, menurut Van Horne dan Wachowicz (2007: 280) likuiditas perusahaan juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keputusan kebijakan dividen perusahaan. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar keuangan yang segera harus dilunasi. Bagi perusahaan, dividen merupakan kas keluar, semakin tinggi likuiditas perusahaan secara keseluruhan maka diharapkan semakin tinggi kemampuannya dalam membayar dividen. Likuiditas dapat diukur dengan current

  

ratio (rasio lancar) dengan membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban

lancar.

  Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi kebijakan dividen adalah

  

financial leverage . Sartono dalam Marlina dan Danica (2009) menyatakan bahwa

  perusahaan menggunakan financial leverage bertujuan agar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya. Namun sebaliknya penggunaan leverage yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko, karena apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih rendah maka hal tersebut dapat menurunkan pembayaran dividen kepada pemegang saham. Financial leverage dapat diukur dengan debt to equity ratio dengan membandingkan total hutang dengan total ekuitas. Hubungan antara laba bersih, arus kas operasi, current ratio dan debt to equity ratio dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:

  Laba Bersih ( X )

1 Arus Kas Operasi

  ( X )

  2 Kebijakan Dividen

  (Dividend Payout Ratio) Current Ratio

  ( X )

  3 Debt to Equity Ratio

  ( X )

  4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka diajukanlah hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: “Laba bersih, arus kas operasi, current ratio, dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”

Dokumen yang terkait

Pengaruh Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Current Ratio Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

6 137 98

Pengaruh Capital Adequacy Ratio Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 36 81

Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Dan Deviden Kas Terhadap Growth Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 18 73

Pengaruh Dividen Kas, Arus Kas Bersih, Leverage Ratio Dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 40 143

Pengaruh Debt To Equity Ratio (Der) Dan Debt To Asset Ratio (DAR) Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

17 84 71

Pengaruh Laba Akuntansi, Arus Kas Operasi, Kebijakan Hutang Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Jenis Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 31 77

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Dividen Payout Ratio - Analisis Pengaruh Cash Ratio, Return On Assets, Growth Firm Size, Debt To Equity Ratio Dan Net Profit Margin Terhadap Dividen Payout Ratio Pada Perusahaan Lq-45 Yang Ter

0 1 27

Pengaruh Laba Akuntansi Dan Arus Kas Operas Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Jenis Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 2 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Laba Akuntansi 2.1.1 Pengertian Laba akuntansi - Pengaruh Laba Akuntansi Dan Arus Kas Operas Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Jenis Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Dividen - Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 21