BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas dan homoseksualitas telah dimulai sejak zaman Yunani kuno pada diskusi filosofis Symposium Plato dengan teori queer kontemporer. Yang timbul dari sejarah ini setidaknya di Barat adalah ide hukum alam dan beberapa interpretasi hukum yang melarang homoseksual. Referensi hukum alam masih berperan penting dalam perdebatan tentang homoseksual baik dalam agama, politik dan sebagainya. Perubahan sosial yang paling signifikan melibatkan homoseksualitas adalah munculnya gerakan pembebasan gay di Barat. Sebuah isu sentral yang diangkat dari teori queer adalah apakah homoseksualitas, heteroseksualitas ataupun biseksualitas secara sosial muncul semata- mata didorong oleh kekuatan biologis (Stanford, 2006).

  Pada zaman yunani kuno jenis kelamin seseorang itu tidaklah penting tapi lebih berat kepada peran aktif atau pasif. Sedangkan pada abad pertengahan “sodomi” adalah orang yang menyerah pada godaan dalam beberapa tindakan seks. Dengan munculnya seksualitas di era modern seseorang ditempatkan dalam kategori tertentu yaitu kedua pasangan tidak bertindak atas kecenderungan baik yang aktif maupun yang pasif. Maka dari itu pemahaman seksualitas tidak dapat ditinjau dari segi natural, semua pemahaman seksualitas dibangun dan dimediasi oleh pemahaman budaya. Akibatnya kaum homoseksual gay ataupun lesbian pada saat ini menganggap diri mereka itu normal dikarenakan mereka menganggap apa yang terjadi pada diri mereka merupakan perkembangan sosial semata (Stanford, 2006).

  Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata bermunculan di tempat-tempat umum. Sangat berbeda dengan tahun-tahun silam dimana para penyuka sesama jenis hanya berani tampil di tempat-tempat tertentu yang diperuntukkan khusus bagi kalangan mereka. Namun kehadiran kaum homoseksual hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian menganggap homoseksual sebagai kelainan sedangkan ada yang menganggap sebagai gaya hidup. Ada dua istilah terdapat pada orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual yaitu lesbian dan gay dan sangat terkenal di lingkungan masyarakat. Lesbian merupakan istilah yang menggambarkan seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama perempuan, sedangkan gay merupakan suatu suatu istilah yang menggambarkan laki-laki yang secara fisik dan emosi tertarik pada orang yang berjenis kelamin sama. Untuk istilah

  gay biasanya ditujukan pada kaum laki-laki saja (Hastaning, 2008).

  Selain faktor hormonal, bisa saja seseorang menjadi homoseksual dikarenakan keluarga yang tidak harmonis, misalnya figur bapak sebagai laki-laki yang kejam membuat seseorang dapat menjadi homoseksual serta faktor lingkungan (konstruksi sosial) sangat mempengaruhi perkembangan seorang anak, termasuk pembentukan atau pemilihan orientasi seksualnya, misalnya bagaimana orang tua mengasuh anak, hubungan antar keluarga, lingkungan pergaulan dan pertemanan. Namun faktor-faktor ini masih perlu dipertanyakan kembali karena ada banyak bukti anak-anak dari keluarga harmonis dan bahagia yang tumbuh secara normal tanpa trauma seksualitas ternyata juga menjadi penyuka sesama jenis. Faktor coba-coba melakukan hubungan dengan sesama jenis, penasaran, mendapatkan attachment dari si sesama jenis dan merasa nyaman dengannya. Atau bisa saja karena interaksi berbagai faktor yaitu faktor lingkungan (sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis). Jadi banyak faktor penyebab, dan harus ditelaah dulu lebih lanjut, apa yang menyebabkan individu tersebut menjadi homoseksual (Clara, 2008).

  Sebenarnya tidak jelas sejak kapan tepatnya penyimpangan gender terjadi, akan tetapi sejak dahulu manusia memang sudah melakukan penyimpangan atau penyeberangan gender serta menjalin hubungan antara sesama jenis. Pada tahun 1869, K.M Kertbeny menciptakan istilah homoseks atau homoseksualitas. Homo sendiri berasal dari kata yunani yang berarti sama dan seks yang berarti jenis kelamin. Istilah ini menunjukkan penyimpangan kebiasaan yang menyukai jenisnya sendiri, misalnya pria menyukai pria atau wanita menyukai wanita. Pada abad ke 20 semakin banyak homoseks yang bermunculan, sehingga munculnya komunitas homoseksual di kota-kota besar. Sekitar tahun 1969 mulai dikenal istilah wadam yang diambil dari kata hawa dan adam. Kata wadam menunjukkan seorang pria yang mempunyai perilaku menyimpang dan bersikap seperti perempuan (Amelia, 2010).

  Ditahun yang sama berlangsung huru-hara Stonewall ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar. Perlawanan ini merupakan langkah awal dari waria dan gay dalam mempublikasikan keberadaan mereka. Munculnya kumpulan gejala penyakit yang kemudian dinamakan AIDS. Kumpulan gejala penyakit ini pertama kali ditemukan di kalangan gay di kota kota besar Amerika Serikat, Kemudian ternyata diketahui bahwa HIV adalah virus penyebab AIDS. Penularan HIV / AIDS pertama kali ditularkan melalui hubungan seks anal antara laki laki. Pada tahun 1982 muncullah Organisasi gay terbuka, yang merupakan organisasi Gay terbuka yang pertama di Indonesia, setelah itu diikuti dengan organisasi lainnya seperti Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) (Indonesian Gay Society (IGS)), dan GAYA NUSANTARA (GN) (Surabaya). Setelah banyaknya kemunculan-kemunculan tersebut, organisasi gay mulai menjamur diberbagai kota besar seperti di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar, Malang dan Ujung padang (Amelia, 2010).

  Homoseksual merupakan perilaku sesama jenis yang hadir dari gangguan orientasi seksual seseorang. Perilaku seksual ini biasanya dikategorikan antara gay (sesama laki-laki) atau lesbian (sesama wanita). Berdasarkan pada pedoman dan penggolongan diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ), perilaku homoseksual merupakan gangguan kejiwaan yang muncul berdasarkan faktor genetik. Tetapi dalam perkembangannya homoseksual bukan lagi dianggap sebagai gangguan kejiwaan yang timbul dari pola asuh orang tua dalam keluarga, namun lebih kepada faktor lingkungan yang mendorong seseorang untuk berperilaku homoseksual. Dalam lima tahun belakangan ini faktor lingkungan sosial lebih mempengaruhi perilaku homoseksual mulai dari karir atau pekerjaan, komunitas orang yang bergabung dalam klub-klub tertentu serta dengan diikuti kejadian-kejadian yang membuat traumatik seseorang (Chaerunnisa, 2008).

  Pada tahun 1980-an, perilaku homoseksual itu masih masuk pada perilaku penyimpangan seksual. Namun dari tahun 2000-an, homoseksual telah masuk pada gaya hidup (lifestyle). Hal ini sudah banyak terdapat di kota-kota besar di Indonesia kaum homoseksual itu sudah terang-terangan memunculkan identitasnya dan melakukan kegiatan-kegiatan rutin.

  Epidemi HIV di Indonesia adalah epidemi terkonsentrasi. Survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) pada tahun 2007 melaporkan prevalensi HIV secara rata-rata di 3 kota yang disurvey, pada waria 24.4% dan pada LSL (Lelaki seks dengan lelaki = gay dan lelaki seks lelaki lainnya) 5.2%. Khusus di Jakarta, prevalensi HIV pada LSL telah meningkat 4 kali lipat dalam kurun waktu 4 tahun, dari 2% di tahun 2003 menjadi 8% di tahun 2007. Sedangkan Prevalensi IMS (Infeksi Menuar Seksual) pada populasi kunci GWL tinggi, terutama IMS di anus dan rektum. STBP 2007 melaporkan bahwa prevalensi IMS di anus dan rektum pada waria di Jakarta 42%, di Surabaya 44% dan di Bandung 55% (anal), untuk Rektum di Jakarta 33%, Surabaya 34%, dan Bandung 29%. Luasnya jejaring hubungan seksual waria dan rendahnya tingkat pemakaian konsistensi kondom meningkatkan risiko penularan HIV pada waria, serta resiko penyebaran HIV di kalangan GWL dan juga pria dan wanita heteroseksual.

  Selain perilaku seksual berisiko, stigma dan diskriminasi merupakan faktor yang meningkatkan kerentanan GWL terhadap penularan HIV. Stigma dan diskriminasi dari keluarga, kerabat, dan masyarakat menyebabkan banyak GWL mengalami krisis identitas dan cenderung menstigma dirinya sendiri. Selanjutnya hal tersebut mengakibatkan rasa percaya diri dan harga diri yang kurang (low self esteem), serta timbulnya perilaku- perilaku yang merusak dan merugikan diri sendiri seperti: penyalahgunaan zat adiktif (terutama alkohol), menjual seks, depresi, isolasi diri, dan kecenderungan bunuh diri.

  Kota Medan yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia sendiri sudah dikatakan kota metropolitan dimana dengan jumlah penduduknya yang sangat banyak tidak jauh dari gaya hidup menyimpang dan perilaku seksual yang menyimpang atau beresiko. Berdasarkan data yang didapat dari KPA Kota Medan pada Tahun 2011 jumlah komunitas GWL (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, Gay sebanyak 1.572 orang serta LSL sebanyak 127 orang.

  Epidemi HIV di Indonesia adalah epidemi terkonsentrasi. Salah satu populasi kunci dengan prevalensi HIV di atas 5% adalah populasi GWL yang terdiri dari populasi waria (prevalensi 24.4%, 2007) serta gay dan lelaki seks lelaki (prevalensi 5,7%, 2007).

  Berdasarkan laporan-laporan penelitian, laporan-laporan program, hasil Mid- Term Review Strategi Nasional 2007-2010, serta hasil analisa situasi; KPA Nasional telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Salah satu dari 7 strategi dalam SRAN tersebut adalah:

  Mengembangkan program yang komprehensif untuk menanggulangi HIV dan AIDS pada GWL / MSM”. Salah satu tujuan dari strategi ini adalah Meningkatkan ketersediaan

  layanan pemeriksaan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS, yang dihubungkan dengan program positive prevention yang kuat, yang berkualitas tinggi, bersahabat, dan mudah dijangkau / diakses bagi komunitas GWL.

  Adapun program positive prevention yang kuat adalah meningkatkan cakupan layanan konseling dan testing HIV pada GWL, meningkatkan kualitas layanan konseling dan testing HIV yang mampu melayani GWL, memastikan bahwa setiap GWL yang terdiagnosis positf HIV mendapat akses ke layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA GWL , serta meningkatkan kualitas layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS.

  Namun dengan adanya stigma dan diskriminasi memperkecil akses GWL terhadap informasi dan berbagai layanan yang dibutuhkan terkait penanggulangan HIV dan AIDS. Stigma dan diskriminasi, secara tidak langsung menimbulkan ketidak seimbangan dalam pengembangan informasi dan layanan bagi GWL. Program yang ada pun banyak menghadapi tantangan. Di lain pihak, internalisasi stigma oleh GWL dan banyaknya tantangan untuk mengakses program yang ada, mengakibatkan populasi ini sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta pelayanan kesehatan yang ada.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) tentang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

2. Untuk mengetahui bagaimana sikap komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki

  Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

3. Untuk mengetahui bagaimana tindakan komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki

  Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Memberikan masukan kepada lembaga-lembaga terkait seperti pemerintah yang membutuhkan informasi tentang gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

  2. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

  3. Sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012

5 89 98

Perilaku Kesehatan Dan Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan Pada Pekerja Seks Komersial Di Kota Belawan Tahun 2004

5 42 101

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karateristik Dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikusertaan Menjadi Peserta JKN Di Kota Medan Tahun 2014

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Identitas PUNK Dengan Konsep Diri Pada Komunitas PUNK Di Kota Medan

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Perilaku Siswa Tentang Seks Pra-nikah di SMA Pencawan Medan Tahun 2014

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Lokasi Dan Kondisi Halte Di Kota Medan

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Potensi Dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

0 0 6

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012

0 0 26