BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan tersebut sesuai dengan bab IV pasal 47 undang- undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2010).

  Untuk dapat melakukan upaya kesehatan, salah satu hal yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azwar, 1996).

  Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia disebutkan bahwa tempat-tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan/klinik, praktek dokter, praktek pengobatan tradisional, praktek tenaga kesehatan, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, toko obat dan pos UKK (Unit Kesehatan Kerja) (Depkes RI, 2010).

  Berdasarkan data BPS yang diolah oleh Depkes RI dan dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2010 diketahui bahwa jumlah sarana kesehatan di Indonesia berjumlah 329.460 unit yang terdiri dari 1.632 unit rumah sakit, 9.005 unit puskesmas, dengan rincian jumlah puskesmas perawatan 2.920 unit dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.085 unit, didukung oleh puskesmas pembantu (pustu) sebanyak 23.049 unit serta 318.823 unit sarana kesehatan lainnya yang terdiri dari posyandu dan poskesdes (Depkes RI, 2010).

  Puskesmas adalah unit kesehatan yang mempunyai tugas pokok pembinaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar. Setiap puskesmas melayani 30.000-50.000 penduduk atau sekurang-kurangnya 1 kecamatan mempunyai 1 puskesmas. Untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan setiap puskesmas dibantu oleh 3-4 puskesmas pembantu dan 1 puskesmas keliling (Nusantara-21, 2000).

  Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terdepan memberikan pelayanan primer. Selain memberikan pelayanan kesehatan juga membina masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sendiri. Puskesmas memberikan pelayanan dan pembinaan kesehatan pada suatu wilayah dengan jumlah penduduk tertentu kurang lebih 50.000 penduduk, sekarang keadaannya telah bertambah baik dengan melayani 30.000 penduduk (Depkes, 1999).

  Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Puskesmas dalam perkembangannya dari tahun ke tahun terus meningkat yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil.

  Menurut Depkes RI (2004), pada tahun 1996 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.177 unit. Jika dilihat dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 terlihat adanya peningkatan. Peningkatan yang cukup besar (16,37%) terjadi pada tahun 1993 sedangkan pada tahun selanjutnya peningkatannya kecil (tahun 1994 meningkat 0,43% , tahun 1995 meningkat 1,70% dan tahun 1996 meningkat 1,01%).

  Jumlah puskesmas/100.000 penduduk pada tahun 1996 adalah 3,62. Jika dibandingkan dengan tahun 1995 mengalami sedikit penurunan (0,55 %). Pada tahun 2001 jumlah puskesmas menjadi 7.277, dan meningkat menjadi 7.309 pada tahun 2002, dan pada tahun 2007 jumlah puskesmas di Indonesia menjadi 7.500 unit (Depkes RI, 2008).

  Pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas. Rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas secara nasional adalah 93,57 atau 94 kunjungan per puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 21 (di Propinsi Kalimantan Timur) dan 228 (di Propinsi Jawa Timur). Sementara itu rata- rata frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah 2,27 kali pada tahun 1996 dengan kisaran antara 1,55 (di Propinsi Irian Jaya) dan 3,64 di Propinsi Kalimantan Selatan (Depkes RI, 2004). Menurut BPS (2000), angka kunjungan puskesmas di Indonesia pada tahun 1995 (4,66%), 1997 (4,31%), dan tahun 1998 sebesar 3,25%.

  Pada tahun 2005, AKFKM (Angka Kunjungan Fasilitas Kesehatan Modern) di Indonesia sebesar 9,0%, lebih kecil dibanding tahun sebelumnya (2004) sebesar 9,9%. Sedangkan propinsi yang memiliki AKFKM kurang dari 6,0% antara lain Sumatera Utara (5,8%), Banten (5,7%), Kalimantan Tengah (5,7%) dan Riau (5,5%).

  Banten, Sumatera Utara dan Riau mempunyai wilayah yang luas, kebanyakan penduduk di pedesaan kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan modern yang ada (Depkes RI, 2006).

  Menurut hasil Susenas (2002), dari penduduk yang berobat jalan, sebesar 23,4% memanfaatkan puskesmas, dan dari penduduk yang pernah dirawat inap 9,81% memanfaatkan rawat inap di puskesmas. Rendahnya persentase penduduk yang berobat ke puskesmas diperkirakan karena kualitas pelayanan yang kurang memadai, terbatasnya ketersediaan obat yang dibutuhkan, terbatasnya waktu pelayanan, dan untuk beberapa puskesmas secara geografis masih sulit dijangkau, serta beberapa faktor lainnya.

  Sebesar 23,2% juga masyarakat yang tinggal di pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan. Sesuai dengan hasil survei di atas dapat memberikan gambaran bahwa pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia belum optimal. Ketidakpuasan dari masyarakat di kedua pulau tersebut di dalam menerima pelayanan kesehatan tidak terlepas dari mutu SDM kesehatan yang memberikannya (Depkes RI, 2004).

  Selain itu dapat kita lihat persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas pada tahun 2007, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terbesar adalah Papua sebesar 65,10%, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebesar 65,10% dan Sulawesi Barat 62,75%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 21,93%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,20 dan Bali sebesar 26,25% (Depkes RI, 2008).

  Di Provinsi Sumatera Utara sendiri sampai akhir tahun 2008, jumlah sarana pelayanan kesehatan sebanyak 25.939 unit yang terdiri dari 190 unit rumah sakit, 493 unit puskesmas, 514 unit puskesmas keliling, 1.933 unit puskesmas pembantu, dan 22.809 unit sarana kesehatan lain yakni balai pengobatan/klinik, praktek dokter, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, pos obat desa dan pos UKK (Dinkes Sumut, 2009).

  Data Propinsi Sumatera Utara hasil Susenas tahun 2002 (BPS) juga menunjukkan, dari penduduk yang berobat jalan tercatat 15,17% memanfaatkan puskesmas, 4,79% yang memanfaatkan puskesmas pembantu dan hanya 6,62% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2004).

  Di kota Pematangsiantar, jumlah sarana kesehatan sampai sekarang ini sebanyak 286 unit yang tersebar di 8 kecamatan, yaitu : Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Marimbun, dan Siantar Sitalasari. Terdiri dari 7 unit rumah sakit, 19 unit puskesmas induk, 8 unit puskesmas pembantu, 17 unit Balai Pengobatan Umum (BPU) dan 235 unit posyandu. Dari penduduk yang berobat jalan tercatat 29,59% memanfaatkan puskesmas dan hanya 0,15% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2011).

  Depkes RI dalam Alfred Am Saleh (2007) mengemukakan beberapa masalah kinerja puskesmas yang merupakan kelemahan dan perlu diatasi secara menyeluruh.

  Berdasarkan buku Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi, masalah utama adalah citra puskesmas masih kurang baik, terutama yang berkaitan dengan mutu pelayanan, kelengkapan fasilitas serta ketersediaan obat.

  Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keputusan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan adalah: (a) Semakin tinggi status ekonomi maka semakin besar akan pembelian jasa atau barang, (b) Tuntutan kebutuhan yang spesifik terhadap pelayanan kesehatan individu yang mungkin pelayanan kesehatan tersebut tidak dapat diperoleh di puskesmas, (c) Masyarakat dapat mengenali lebih baik perbedaan di antara tempat pelayanan kesehatan yang ada berdasarkan pengalaman atau pengetahuan seseorang, (d) Pertimbangan akan jarak tempuh yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada, terutama menghadapi kasus-kasus emergensi, (e) Karakteristik penduduk yang mempunyai heterogenitas tinggi terdiri dari suku, etnis dan latar belakang sosial yang berbeda sehingga menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pelayanan kesehatan, (f) Jaminan kesehatan yang dimiliki masyarakat misalnya: Askes, Jamsostek dan lain-lain yang menganjurkan memperoleh fasilitas kesehatan di tempat yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2001).

  Menurut Dever dalam Determinants of Health Services Utilitization, yang dikutip oleh Rochman (1994), ada beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor sosiokultural, faktor organisasi, dan faktor interaksi konsumen dengan petugas kesehatan.

  Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Roberts dan Prevast, mengatakan bahwa pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dan pasien, keprihatinan dan keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.

  Menurut Kusumapradja (2006) sebesar 70% penyebab pelanggan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan adalah karena perilaku manusia, untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam budaya organisasi sehingga setiap tenaga kesehatan mampu melaksanakan pelayanan yang prima. Pelayanan prima adalah memberikan kepada pelanggan apa yang memang mereka harapkan pada saat mereka membutuhkan, dengan cara yang mereka inginkan. Pelayanan prima ini hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang mencakup komponen praktik yang bersifat : disiplin, inisiatif, respons, komunikasi, dan kerjasama serta berlandaskan sikap “caring” yaitu menekankan pada keteguhan hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upaya memberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien (Kozier dalam Kusumapradja, 2006).

  Di Sumatera Utara, penerapan pelayanan prima pada semua instansi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, termasuk puskesmas, sebagai salah satu upaya Badan Diklat Propinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan perintah harian Gubernur Sumatera Utara. Adapun perintah tersebut, salah satunya mengenai penerapan prinsip-prinsip good governance.

  Diklat dirancang bukan hanya untuk mengenalkan konsep pelayanan publik yang mencirikan praktik governance yang baik, tetapi juga memberikan kemampuan teknis kepada para pimpinan instansi pelayanan publik untuk mengelola perubahan menuju praktik governance yang lebih baik. Di samping kegiatan pelatihan di kelas, kelompok peserta yang berasal dari berbagai instansi tersebut juga melakukan kegiatan pasca pelatihan dalam bentuk pengembangan program aksi untuk mewujudkan pelayanan publik yang mencirikan governance yang baik (Agus Dwiyanto, 2006).

  Menurut hasil penelitian Smith dan Metzhier yang dikutip Azwar (1996), bahwa dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan. Kemudian baru disusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien, keterampilan yang dimiliki dokter, serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan pasien.

  Hasil survei awal diketahui bahwa Puskesmas Tomuan terletak di tengah- tengah pemukiman penduduk dan tersedianya alat transportasi yang memadai, sehingga dapat diasumsikan faktor geografis tidak berpengaruh besar dalam pemanfaatan puskesmas. Diduga bahwa faktor eksternal antara lain: faktor sosiokultural, seperti norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat dan teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan; faktor organisosial, seperti ketersediaan sumber daya petugas dan fasilitas kesehatan, serta tersedianya tempat pelayanan kesehatan yang lainnya; faktor perilaku, seperti sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan pertama, memiliki hubungan dengan kunjungan pasien ke puskesmas.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tomuan dari tahun 2009 sampai 2010 mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2010 ke 2011 mengalami kenaikan.

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Tomuan 2009-2011 Bulan / Tahun 2009 2010 2011

  Januari 526 528 691 Februari 553 492 647 Maret 531 543 639 April 517 437 647

  Mei 539 492 676 Juni 574 520 554 Juli 602 442 520 Agustus 723 539 461

  September 537 419 501 Oktober

  625 415 620

  November 479 493 602 Desember 418 494 538 Jumlah 6624 5814 7096

  (Sumber : Puskesmas Tomuan, 2012) Menurut Lee, et al , ada 7 dimensi yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan yaitu jaminan (assurance), empati (empathy), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), tampilan fisik (tangiable), pelayanan medis (core medical service ) dan profesionalisme (professionalism).

  Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 pasien yang berkunjung ke Puskesmas Tomuan, diperoleh enam orang tidak puas dalam hal

  tangible , dua orang tidak puas dalam hal responsiveness, satu orang tidak puas dalam

  hal assurance dan satu orang tidak puas dalam hal professionalism. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variabel tangibility, responsiveness, dan assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung di RSUD Cut Meutia Kabupaten

  Aceh Utara (Martina, 2011), responsiveness dan assurance berpengaruh terhadap pelayanan di Puskesmas Kota Medan (Muli, 2009), dan perilaku petugas berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Binjai Kota (Rifai, 2005).

  Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran perilaku tenaga kesehatan puskesmas terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar.

  1.2. Perumusan Masalah

  Dari urutan-urutan di atas maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar.

  1.3. Tujuan Penelitian

  1.3.1. Tujuan Umum

  Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

  1.3.2. Tujuan Khusus

  Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

  a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012. b. Untuk mengetahui gambaran sikap tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

  c. Untuk mengetahui gambaran tindakan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya.

  2. Sebagai bahan informasi kepada kepala dan staff-staff puskesmas dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas Tomuan.

  3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat setempat mengenai manfaat puskesmas dalam membantu peningkatan derajat kesehatan mereka.

  4. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis tentang bagaimana puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya di Tomuan.

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

8 110 138

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - BAB I PENDAHULUAN

0 3 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Perilaku Pemilik Anjing Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies di Kota Binjai Tahun 2016

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Budaya Organisasi pada BSA Owner Motorcycle’ Siantar di Kota Pematangsiantar

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Perilaku Kader dalam Pemantauan Pertumbuhan Balita di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Aparatur Pemerintah Kota Pematang Siantar Dalam Pelayanan Pengurusan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Studi Pada Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Penerapan E-Procurement Dalam Meningkatkan Transparasi Pelayanan Publik Di Kota Pematangsiantar

0 0 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Peran Serta Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru Kecamatan Kisaran Timur Tahun 2014

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 31