BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekeran (Hardness) pada Proses pembuatan Dock Fender di PT. Industri Karet Nusantara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

  Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

  Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan- hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.

  Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut.

  Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Havea ini.

  Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali-kali.

  Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis

  

Muell Erg . Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang didapat berasal dari

Brazil, tepatnya di daerah Amazon.

  Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet

  o o

  dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120 -130

  C. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang dapt diketahui dapat dimanfaatkan.

  Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).

2.2. Perkembangan Industri Karet Indonesia

  Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk

  

waarop wij drijven ” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun

  1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.

  Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.

  Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :

  1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).

  2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.

  3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.

  Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

  Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis Syrene

  

Butadien Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan

  impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran (Spillane J.J., 1989).

2.3. Karet

  Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervukanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.

  H

3 C H H

  3 C CH 2 n

  C=C C=C H C CH n H C H

  2

  2

  2 Cis – 1,4 Poliisopren (Karet Alam) Trans – 1,4 Poliisopren (Gutta Perca)

  Berat molekul karet alam rata-rata 10.000 – 40.000. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis.

  Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam-asam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.

  Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun (M.A.Cowd.,1991).

2.4. Jenis Karet

2.4.1. Karet Alam

  Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastik.

  Perekatnya yang dibuat dari karet alam ini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan

  o o

  terhadap panas pada suhu 35 -40 C sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan

  o

  terhadap panas 70 C.

  Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna

  2

  untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm pada suhu kamar.

  Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan

  2

  mengelupas sampai 6 kg/m . Salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira-kira 25%.

  Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko,2008).

  Semua jenis karet alam adalah polimer tinggi dan mempunyai sususnan kimia yang berbeda dan kemungkinan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapt digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu : a.

  Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna.

  b.

  Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah.

  c.

  Tidak mudah panas (low heat build up).

  d.

  Mempunyai daya arus yang tinggi.

  e.

  Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence).

  Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended dan heat resistence (tahan terhadap panas). Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintetis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial (Ompusunggu,M.,1987).

2.4.1.1. Jenis-jenis Karet Alam

  Jenis karet alam yang dikenal luas adalah : 1.

  Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar).

  2. Karet bongkah atau block rubber.

  3. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate

  

brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes

ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes dan off crepes ).

  4. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber.

  5. Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban).

  6. Karet reklim.

  7. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya (Ompusunggu,M.,1987).

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering

  Komponen Komponen dalam lateks Komponen dalam lateks segar (%) kering (%) Karet hidrokarbon 36 92 – 94 Protein 1.4 2.5 – 3.5

  1.6 - Karbohidrat Lipida 16 2.5 – 3.2

  0.4 - Persenyawaan organic lain Persenyawaan anorganik 0.5 0.1 – 0.5 Air 58.5 0.3 – 1.0 Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Martono, M. Rubber Technology. Edisi ke-3.

  New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.

  Pada saat penyimpanan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan reaksi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet (Indra Surya,2006).

2.4.1.2. Manfaat Karet Alam

  Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam (Spillane J.J.,1989).

2.4.2. Lateks

  Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefinisikan sebagai system fosfolipida yang terdispersi dalam serum.

  Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdispersi dalam cairan. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks

  No. Parameter Lateks pusingan Lateks dadih (Centifuged Latex) (Creamed Latex)

  1. Jumlah padatan 61,5% 64,0%

  2. Kadar karet kering(KKK) 60,0% 62,0% minimum

  3. Perbedaan angka butir 1 dan 2 2,0% 2,0% maksimum

  4. Kadar amoniak (berdasarkan 1,6% 1,6% jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum

  5. Viskositas maksimum pada suhu

  50

  50

  o

  25 C

  6. Endapan dari berat basah 0,10% 0,10% maksimum

  7. Kadar koagulum dari jumlah 0,08% 0,08% padatan maksimum

  8. Bilangan KOH (bilangan 0,80 0,80 hidroksida) maksimum

  9. Kemantapan mekanik minimum 475 detik 475 detik

  10. Persentase kadar tembaga dari 0,001% 0,001% jumlah padatan maksimum

  11. Persentase kadar mangan dari 0,001% 0,001% jumlah padatan maksimum

  12. Warna Tidak biru, tidak Tidak biru, tidak kelabu kelabu

  13. Bau setelah dinetralkan dengan Tidak boleh berbau Tidak boleh berbau asam borat busuk busuk Sumber : Thio Goan Loo.1980.

2.4.3. Karet Remah

  Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam perdagangan dikenal dengan sebutan “karet sperelatif baru”, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.

  Dengan pengolahn karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya lebih menarik.

  Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet : a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam-macam karakteristik antara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan

  SIR 50.

  3 b.

  atau Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus rapi dengan plastik polietin setebal 0,03 mm dengan titik pelunakan

  o

  108

  C, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam-macam pelapis (coating) .

  Berbagai bahan olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan

  

lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan

dengan bermacam-macam processing.

a. Penentuan Kualitas Karet Remah

  Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur- unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap sifat akhir produk yang dibuat dari karet.

  Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah : 1. Kadar kotoran (dirt content)

  Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet.

  2. Kadar abu (ash content) Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.

  3. Kadar zat menguap (volatile content) Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering.

  Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR).

  b.

   Standar Indonesia Rubber

Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik processing

  ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Ketentuan- ketentuan tentang SIR mulanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan-ketentuan yang menyangkut SIR yang kriterianya tercantum pada tabel.

Tabel 2.3. Standar Spesifikasi SIR

  Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50 Kadar Kotoran 0,05 0,20 0,35 0,50

  Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25 Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1,00 1,00

  Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention

  Index (PRI)-nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H

  menunjukkan nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI-nya antara 60- 79; dan S untuk nilai PRI-nya antara 30- 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR.

  PRI adalah ukuran terhadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter.

  Dengan perkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penetuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.

Tabel 2.4. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No. 230/Kp/X/1972

  Spesifikasi Standar Indonesia Rubber (SIR)

  5 CV

  5 LV

  5 L

  5

  10

  20

  50 Kadar Kotoran (%,maks.) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,10 0,20 0,50 Kadar abu (%,Maks.) 0,05 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 1,50 Kadar zat menguap 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 (%,maks.)

  • PRI (min.)

  60

  60

  50

  40

  30

  • Po (min.)

  30

  30

  30

  30

  30

  6 - - - - - - Indeks warna(Lovibond, maks.)

  8

  8 - - - ASH-T (maks.)

  • Sari aseton 6 - 8 Warna kode Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah Kuning Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut.

  Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik.

  Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dari Negara produsen karet bongkah selain Indonesia yang memiliki standar sendir-sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan sebagainya (Djoehana Setyamidjaja.,1993).

2.5. Compound ( Senyawa )

  Dalam menyusun formula atau rancangan compound yang spesifikasi teknisnya ditentukan oleh konsumen, selain harus memperhatikan sifat-sifat vulkanisat yang harus memenuhi persyaratan juga perlu memperhatikan biaya compound dan tahan pengolahannya.

  Umumnya compound dibuat dari bahan-bahan berikut, karet alam, karet sintetis, atau campuran 2 atau lebih elastomer, bahan pencepat reaksi ikat silang, aktivator dan penghambat vulkanisasi, antidegradasi oksidasi, bahan pengisi, penguat, bahan penolong/processing acid, pengencer, bahan pewarna dan bahan tambahan lain yang khusus, misalnya blowing agent, serat, dan lain-lain (Suharto,H.,1993). Secara umum bahan-bahan compound, terdiri dari :

  1. Karet alam

  Tingkat kualitas karet alam dan beragam jenis masing-masing terdaftar dalam “Green Book Of Rubber ”.

  2. Karet sintetis

  Selama pengembangan karet alam pada perang duni II, sejumlah sistem digunakan pemerintah untuk mengidentifikasi karet Styrena Butadiene Rubber (SBR).

  3. Plasticizer (Pelunak)

  Beberapa karet, khususnya karet alam dan karet sintetis viskositasnya tinggi, memerlukan massa perombakan awal selama pencampuran untuk melunakkan material untuk proses atau meningkatkan kekuatan struktur setelah compounding. Efek pelunakan ini dapat dikatalisis dengan penambahan sejumlah kecil plasticizer yang membantu mengendalikan jumlah dan kecepatan perombakan dan membantu pendispersian bahan-bahan yang lain.

  Plasticizer yang normal digunakan dengan karet alam dan karet Styrene

Butadiene Rubber (SBR) adalah xylil mercaptan, asam sulfonat larut minyak, garam

  seng dari pentaklorotiofenol, pentaklorotiofenol, 2-naftalentiol, dan garam fenilhidrazin.

  4. Vulkanisator

  Seperti yang dinyatakan sebelumnya, zat kimia ini dibutuhkan untuk membentuk ikatan silang pada rantai karet ke dalam jaringan yang memberikan sifat-sifat yang diinginkan pada produk akhir.

  a.

  Sulfur Zat yang paling umum digunakan adalah sulfur, yang terlibat dalam reaksi dengan mayoritas karet tak jenuh untuk membentuk vulkanisat. Sebagai tambahan, dua unsur lain, yaitu selenium dan Tellurium dapat juga digunakan dalam vulkanisasi. b.

  Vulkanisasi Non-Sulfur Vulkanisasi non-sulfur terbagi menjadi tiga golongan yaitu : (1) logam oksidasi, (2) difungsional compound, atau (3) peroksida.

  5. Akselerator

  Sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya, alasan utama menggunakan akselerator adalah untuk membantu mengendalikan waktu atau temperatur yang dibutuhkan untuk vulkanisasi dan dengan demikian meningkatkan sifat dari vulkanisat. Pengurangan waktu vulkanisasi tercapai dengan mengganti jumlah atau jenis akselerator yang digunakan.

  Golongan akselerator antara lain : a. Aldehid-Amin, contohnya : Butiraldehid-Anilin.

  b.

  Amin, contohnya : Heksametilen Tetramin.

  c.

  Guanidin, contohnya : Difenil Guanidin.

  d.

  Tiourea, contohnya : Etilentiourea.

  e.

  Tiazol, contohnya : Benzotiazol Disulfida.

  f.

  Tiuram, contohnya : Tetrametil Tiuram Disulfida.

  g.

  Sulfenamid, contohnya : N-Sikloheksil-2-Benzotiazil-Sulfenamid.

  h.

  Ditiokarbamat, contohnya : Zink Dimetilditiokarbamat. i.

  Xanthate, contohnya : Zink Isopropil Xanthate.

  6. Akselator-Aktivator

  Aktivator digunakan untuk meningkatkan vukanisasi dengan mengaktifkan akselator sehingga berperan lebih efektif. Dipercaya bahwa mereka bereaksi dengan beberapa cara untuk membentuk senyawa kompleks antara dengan akselator. Jadi senyawa kompleks yang dibentuk lebih efektif mengaktifkan sulfur dalam campuran sehingga meningkatkan nilai pematangan.

  Golongan akselator-aktivator antara lain : a. Senyawa organik (terutama logam oksidasi), seperti : Zink Oksida, kapur terhidrasi, timbal magnesium oksida, alkali karbonat, dan hidroksida.

  b.

  Asam-asam organik, seperti asam stearat, oleat, laurat, palmitat, dan miristat, serta minyak terhidrogenasi dari kelapa, ikan, dan biji-bijian.

  c.

  Golongan alkalin, seperti amonia, amin, garam amin dengan asam lemah.

  7. Antidegranat

  Kehilangan sifat-sifat fisika karena proses penuaan disebabkan oleh pemotongan rantai silang, atau perubahan kimia pada rantai polimer. Konsekuensinya, anti- penuaan harus dapat bereaksi dengan zat menyebabkan penuaan (ozon, oksigen, peroksida, panas, cahaya, cuaca, dan radiasi) untuk mencengah atau memperlambat perusakan polimer.

  Golongan antidegranat antara lain : phenol, amino phenol, hidroquinon, phosphit, difenilamin, alkadiamin, phenilendiamin.

  8. Pelunak (Physical Plasticizer)

  Pelunak tidak bereaksi secara kimia dengan karet, tetapi berfungsi merubah sifat-sifat fisik dari compound karet atau vulkanisat. Jenis-jenis dari physical plasticizers ialah :

  

extender oil, naphtenis, aromatic, miniral rubber, castor oil, miniral oil, ester gum

dan lain-lain.

  9. Pengisi (Fillers)

  Dua jenis utama yang digunakan adalah carbon black dan channel black. Sedangkan

  

nonblack fillers terdiri dari clays, kalsium karbonat, presipitatilika, dan titanium

  dioksida. Pemilihan pada filler khusus untuk compound akan berpengaruh pada karakteristik proses dan sifat-sifat fisik yang diinginkan, harga, dan penampilan produk akhir (Morton,M.,1987).

2.6. Proses Vulkanisasi

  Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang antara molekul karet menggunakan bahan kimia pem-vulkanisasi sehingga molekul yang semula panjang berbelit itu menjadi suatu struktur tiga dimensi melalui pembentukan ikatan silang. Vulkanisasi sering disebut juga “cure”, tetapi lebih sering “cure” dipakai untuk menyatakan proses pematangan compound menjadi barang jadi karet.

  2.6.1. Sistem Vulkanisasi

  Vulkanisasi adalah kunci dari keseluruhan teknologi karet, walaupun kadar bahan yang terlibat dalam proses vulkanisasi tidak lebih dari 0,5 – 5 % berat keseluruhan campuran, namun proses ini memegang peranan yang penting dalam pembentukan sifat fisik dan sifat kimia yang dikehendaki. Maka setelah memilih jenis dan sifat elastomer yang digunakan sebagai bahan dasarnya, selanjutnya ditentukan aditif yang diperlukan untu memvulkanisasi elastomer atau karet yang semula bersifat plastis, liat dan tidak mantap terhadap suhu (thermoplastis) berubah menjadi elastis, kuat dan mantap berbentuknya terhdap perubahan suhu (thermoset).

  Sistem vulkanisasi melibatkan bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, dan bila perlu penghambat untuk mengatur waktu pravulkanisasi atau scorch, waktu vulkanisasi dan tingkat kematangan (curing state) serta mengatur processability pada suhu yang diinginkan agar memperoleh sifat fisik vulkanisat yang dikehendaki.

  2.6.2. Bahan Vulkanisasi

  Bahan ini adalah pembentukan ikatan silang pada molekul karet. Sulfur merupakan unsur yang paling tua sebagai bahan pemvulkanisasi dan paling luas penggunaannya (Suharto,H.,1993).

2.6.3. Proses Vulkanisasi Dengan Sulfur

  Penemuan Goodyear tentang reaksi antara karet dan sulfur yang dihasilkan dari suatu campuran keduanya dengan “tidak sengaja” ditujukan untuk panas tinggi pada permukaan tungku. Dari suatu eksperimen ulang, pencampuran karet dan sulfur bukanlah suatu hal yang masih merupakan hal yang baru. Pengaruh panas semata- mata adalah dasar penemuan yang dibuat oleh Goodyear yang belakangan ini disebut proses vulkanisasi yang berkenaan dengan pengaruh panas dari pada kegunaan sulfur.

  Kemudian Alexander Parker menemukan bahwa lapisan tipis karet dapat diubah dari plastis menjadi keadaan elastis oleh penggunaan sulfur monoklorida, dan bahwa perubahan ini dapat dikerjakan tanpa panas. Prosesnya membawa hasil yang kira-kira sama dengan vulkanisasi panas sehingga plastisitas karet berkurang, elastisitas bertambah, dan sifat-sifat fisik karet akan stabil. Proses yang dilakukan pada temperatur kamar ini disebut dengan ‘vulkanisasi dingin’, dan merupakan sebuah pengakuan bahwa panas tidak lebih dari hal yang pokok dalam vulkanisasi.

  Pengertian dasar tambahan dari istilah karet dan vulkanisasi saat ini bergantung pada besarnya sifat-sifat fisik, kesamaan fisik, dan perubahan fisik, dari pada identifikasi material yang hampir terbatas. Masing-masing mewakili perkembangan istilah untuk melindungi perkembangan konsep dari pada perluasan bahasa dengan mengadopsi istilah baru untuk menemukan kebutuhan akan konsep baru. Penghapusan dikembangkan kedalam material elastis tinggi dan perlakuan panas terhadap karet, dengan adanya sulfur dikembangkan kedalam perlakuan terhadap karet yang lain atau material seperti karet supaya membuatnya kurang elastis dan lebih stabil dalam reaksi terhadap temperatur dan pelarut (Pholhamus,Loren,G.,1962).

  Karet alam, jika dipansi, menjadi lunak dan lekat, dan kemudian dapat mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzen. Akan tetapi, bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipansi bersama sedikit sulfur (sekitar 2%), ia menjadi sambung-silang dan menjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang belum divulkanisasi bersifat ‘regas’ ketika diregang, yakni makin melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut.

  Namun, karet tervulkanisai jauh lebih tahan regang. Kelarutannya berkurang dengan makin banyaknya sambung-silang, dan bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. Jika karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar (sekitar 30%), dihasilkan bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia, yang dikenal sebagai ebonit atau karet keras. Ebonit dipakai untuk kotak aki mobil.

  Laju reaksi antara karet alam dengan belerang dapat ditingkatkan dengan penambahan ‘pemercepat’ yang terdiri dari senyawa organik tertentu (Cowd,M.A.,1991).

2.6.4. Parameter Vulkanisasi

  Parameter yang kritis selama vulkanisasi adalah waktu yang diperlukan untuk memulai reaksi, laju dan lamanya proses pembentukan ikat silang. Sebelum bereaksi ikatan silang berlangsung, diperlukan waktu yang cukup pencampuran, mengisi acuan/cetakan dan pengempaan (press) dan lain-lain. Segera reaksi vulkanisasi berlangsung, proses harus berjalan lancar dan cepat tanpa ada hambatan.

  Berlangsungnya proses vulkanisasi ditandai dengan meningkatnya viskositas. Viskositas akan terus meningkat sehingga vulkanisasi sempurna. Alat yang digunakan untuk mencatat parameter vulkanisasi adalah curemeter (curometer atau rheometer).

  Alat tersebut mencatat tahapan compound terhadap gerak osilasi sebagai fungsi waktu dari mulai diuji hingga vulkanisasi sempurna.

2.7. Pengolahan Compound (Senyawa)

  Pada proses pembuatan compound diperlukan beberapa bahan yang harus ditambahkan dengan karet seperti bahan vulkanisasi, anti oksida dan bahan-bahan yang lainnya. Sehingga dapat dilakukan proses pembuatan compound dan vulkanisasinya.

2.7.1. Proses Pengolahan Compound (Senyawa)

a. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

  Karet dimasukkan kedalam mesin penggilingan untuk dihancurkan. Untuk mempermudah proses penggilingan karet menjadi roll, perlu ditambahkan strutrola A-

  86 yang kegunaannya untuk melunakkan karet pada proses penggilingan agar mudah dihancurkan. Dalam proses ini waktu yang dibutuhkan kurang lebih 20 sampai 25 menit.

  b. Proses Pencampuran Dengan Mesin Blumberry

  Pada proses pencampuran ini terjadi dua tahap, yaitu : Step 1 : Pada tahap ini terjadi pencampuran antara karet, carbon black dan Rubber

  

Processing Oil (RPO), proses ini dilakukan selama 2 menit dan pada suhu kurang

o

  lebih 100 C. Step 2 : Step 1 tercampur dengan rata, kemudian dicampurkan bahan pencepat yaitu

  Zinc oxide, Stearic acid, Flexzone 3C dan TQ, proses ini dilakukan selama 2 menit.

  Jadi proses pencampuran ini seluruhnya berlangsung selama kurang lebih 4 menit.

  c. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

  Setelah melalui proses pencampuran atau internal mixer, campuran karet dan bahan kimia dimasukkan kembali ke mesin penggilingan atau open mill untuk dihancurkan kembali, proses ini berlangsung selama kurang lebih 2 menit dan dilakukan pada suhu

  o

  70 C.

  d. Proses Master Batch

  Pada proses ini karet yang sudah digiling, kemudian dibentuk menjadi lembaran- lembaran karet, proses ini dilakukan selama 2 menit. Hasilnya berupa lembaran- lembaran karet yang siap disimpan untuk dilakukan proses selanjutnya.

  e. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

  Pada proses ini lembaran-lembaran karet dihancurkan kembali. Setelah karet dihancurkan kembali, dilakukan pencampuran bahan pemvulkanisasi yaitu sulfur, bahan pencepat yaitu MBS/NOS, dan bahan penghambat yaitu PVI (Prevulcanization

  o Inhibitor) . Proses ini dilakukan selama 2 menit dan suhu lebih kurang 70 C.

  f. Proses Pemberian Bentuk Dengan Mesin Ekstruder

  

Compound karet panjang dengan bentuk tertentu yang dihasilkan mesin ekstruder

  selanjutnya dapat divulkanisasi dalam mesin vulkanisasi. Ukuran mesin ekstruder ditentukan oleh diameter ulirnya dan dinyatakan dalam inci.

  g. Proses Pemberian Bentuk Dengan Mesin Calender

  Dalam proses ini compound karet dimasukkan secara teratur pada celah penerima mesin calender. Lembaran compound yang keluar merupakan lembaran compound yang panjang dengan tebalnya yang disesuaikan dengan tebal produk yang akan dibuat dan memiliki permukaan yang licin.

  h. Proses Pemberian Bentuk Dengan Mesin Press

  Proses pemberian bentuk dengan menggunakan mesin press yaitu memberi bentuk bunga ban pada compound dengan kekuatan 60 ton daya tekan. Proses ini dilakukan untuk memberikan sentuhan akhir pada proses pembentukan compound menjadi ban luar (Suharto,H.,1993).

  2.8. Pemilihan Bahan Pengisi

  Ada 2 macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, alumunium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahana sobek, ketahanan kikis, serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang-kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan pada campuran sebagai alternatif penghemat biaya (Tim Penulis PS.,1992).

  2.9. Klasifikasi Carbon Black

Carbon black adalah suatu produk dengan skala besar. Pada dunia produksi

  dibutuhkan kira-kira 2,5 juta ton per tahun. Carbon black banyak digunakan pada industri ban dan industri karet sebagai bahan pengisi penguat. Menurut proses produksinya carbon blck dapat digolongkan sebagai berikut :

  2.9.1. Furnace Black

  Pada tahun 1943 minyak furnace dari proses gas alam. Furnace black diproduksi dari zat cat aromatik, asalnya dari fraksionasi petroleum, hasil penyulingan aspal cair atau pembakaran etylene. Pada dasarnya, zat tersebut dipanaskan dulu dan dibakar dengan pemasukan udara yang cukup. Temperatur dan kondisi lainnya diatur dengan pembakaran gas. Reaksi dilengkapi dengan suatu air spray dan carbon blacknya terpisah dari campuran gas uap air pada Zyclones atau alat penyaring dan hasilnya didapatkan.

  2.9.2. Thermal Black

Thermal black secara umum diproduksi dari gas alam yang dipanaskan dulu pada

  ruangan hampa udara. Thermal black termasuk zat non aktif, meningkatkan kekuatan tarik dari vulkanisat menjadi lebih kecil, tetapi memberi kekerasan pada penguatan yang tinggi dan pengolahan baik serta sifat yang dinamis. Thermal black baru saja ditemukan dan memiliki kekurangan yaitu harga yang mahal, tetapi baru-baru ini telah meningkat kapasitasnya dengan cepat. Penggunaan thermal black ditujukan untuk suatu aplikasi yang khusus.

  2.9.3. Channel Black

  Hingga akhir perang dunia ke-2 channel black digunakan sebagai bahan penguat yang penting. Channel black telah menggantikan furnace black yang telah dikembangkan sejak beberapa tahun sebelum perang. Furnace black jenis SBR lebih tahan terhadap abrasi jika dibandingkan dengan Channel black. Channel lebih aditif (nilai pH-nya sekitar 5 dibandingkan dengan furnace black 6,5 – 10) dari pada pengisi yang lain.

  Channel black dihasilkan oleh pembakaran parsial dari gas hidrokarbon, kebanyakan gas alam, melalui proses pembakaran dengan menggunakan baja.

  2.9.4. Jenis Carbon Black Lainnya

  Disamping jenis yang utama dari carbon black dapat ditemukan juga jenis lainnya, yaitu :

1. Acetylene Black, yang disiapkan oleh dekomposisi thermal dari acetylene, yang

  diketahui dari konduktivitas elektriknya. Acetylene Black mempunyai keuntungan pada banyak aplikasi dimana diperlukan daya konduktivitas yang tinggi, dan elektrostatik harus dihindari, sebagai contoh pada penggilingan, pipa karet kapal tangki, kontainer. Acetylene balck sering digantikan oleh konduktivitas furnace

  black.

  2. Flame Black, dihasilkan dari pembakaran dari bahan bakar cair dengan proses pengolahan sifat yang menggunakan bahan yang mempunyai sifat dinamik. Flame

  

black sering digantikan oleh furnace black, terutama dengan struktur yang lebih

tinggi.

  3. Electric Arc Carbon Black, adalah hasil sampingan dari produk acetylen pada elektrik Arc. Tapi sekarang ini jenis ini tidak diproduksi lagi (Werner Hofmann,1989).

2.10. Pengaruh dari Bahan Pengisi

  Istilah pengisi mengacu pada zat aditif yang padat yang disatukan dalam matriks plastik. Pengisi secara umum adalah material anorganik dan dapat digolongkan menurut pengaruhnya pada sifat mekanis dari suatu campuran. Bahan pengisi ditambahkan terutama untuk mengurangi biaya dari compound, dimana ketahana pengisi ditambahkan untuk mengurangi sifat mekanis seperti modulus atau kekuatan tarik. Bahan pengisi penguat akan meningkatkan regangan, meningkatkan temperatur panas, mengurangi penyusutan, meningkatkan modulus. Bahan pengisi penguat memperbaiki beberapa sifat mekanis. Dalam beberapa hal, suatu ikatan kimia dibentuk antara pengisi dan polimer, di dalam hal lain volume pengisi mempengaruhi sifat-sifat dari thermoplastic. Sebagai hasilnya, sifat pada permukaan dan interaksi antara pengisi dan termoplastik mempunyai arti yang penting. Suatu bagian dari sifat pengisi meliputi perlakuan. Yang terdiri dari bentuk partikel, ukuran partikel, dan distribusi dari ukuran, dan kimia permukaan dari suatu partikel. Secara umum, semakin kecil partikel, semakin besar peningkatan dari sifat mekanis, seperti kekuatan tarik. Partikel yang lebih besar dapat memberikan sifat reduksi yang dibandingkan ke termoplastik murni. Partikel bentuk dapat juga mempengaruhi sifat. Sebagai contoh seperti partikel yang berserat mungkin diorientasikan selama pengolahan. Ilmu kimia permukaan dari partikel adalah penting untuk diinteraksikan dengan polimer dan untuk memungkinkan interfasial adhesi yang baik. Ilmu tersebut penting untuk permukaan partikel polimer basah dan mempunyai interfasial baik yang mengikat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Carbon black digunakan sebagai suatu pengisi utama pada industri karet, tetapi carbon black dapat juga ditemukan pada aplikasi konduktivitas thermoplastik, perlindungan terhadap UV, dan sebagai pigmen. (Charles A.Harper,2002).

2.11 Rubber Fender (Karet Fender,Dock Bumper)

  Fungsi utama dari Rubber Fender/Karet Fender/Dock Bumper yang umum adalah untuk mencegah kerusakan pada struktur .Jumlah energi yang diserap dan gaya dampak maksimum adalah kriteria utama yang diterapkan dalam praktek desain fender.

  Desain sebuah Karet Fender didasarkan pada hukum kekekalan energi. Jumlah energi yang diperkenalkan ke dalam sistem harus ditentukan, dan kemudian Fender dirancang untuk menyerap energi dari kekerasan dan tekanan lambung kapal.

  Type – Type Karet Fender yaitu : 1. Rubber Fender Type V/Arch Fender umum digunakan untuk pelabuhan atau dermaga. Fender V adalah jenis fender yang telah dioptimalkan untuk peningkatan penyerapan energi untuk gaya reaksi rasio, pemasangan yang mudah.

2. Cylinder Rubber Fender digunakan untuk longitudinal dan melintang di dermaga.

  Fender silinder memiliki gaya reaksi rendah dan penyerapan energi yang bagus.

  3. Rubber Fender Type D memiliki gaya reaksi, dengan penyerapan energi yang lebih tinggi. Biasa digunakan untuk frame dermaga dan kapal-kapal yang lebih kecil karena lebar ke bawah.

  4. Rubber Fender Type Cell kekuatan reaksi rendah dan kemampuan penyerapan energi yang tinggi, karet fender cell dilengkapi dengan frontal frame. Produk tersebut memiliki karakteristik penyerapan tenaga yang lebih tinggi, dan sangat handal untuk penggunaan di dermaga / pelabuhan dengan kapal besar.

  5. Rectangle/Square Rubber Fender mempunyai model sederhana cocok dalam segala medan di lapangan. Karet Fender tipe kotak ini mudah untuk dipasang dan dilepas biasa digunakan untuk warehouse/gudang, pile/tiang pancang, loading

  

dock , kapal, dan lain-lain .

Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekeran (Hardness) pada Proses pembuatan Dock Fender di PT. Industri Karet Nusantara

4 66 54

Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Dock Fender Di PT. Industri Karet Nusantara

1 46 53

Pengaruh Penambahan Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Compound Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Packing Pintu Rebusan Di PT. Industri Karet Nusantara

3 56 38

Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat (CaCO3) Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Produk Karet Flexible Joint Di PT. Industri Karet Nusantara

5 93 38

Pengaruh Berat Arang Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Mutu Karet

4 65 68

Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat (CH3COOH) Terhadap Modulus Green 300% Pada Proses Produksi Benang Karet Di PT. Industri Karet Nusantara

1 28 47

Pengaruh Perbandingan Jumlah Carbon Black Dan Kalsium Karbonat Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Rubber Coupling Dengan Bahan Baku SIR 3 L Di PT. Industri Karet Nusantara

7 52 50

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

6 66 53

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Pemurnian CPO pada Crude Oil Tank (COT) di Stasiun Klarifikasi di PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung

0 1 22