Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Dock Fender Di PT. Industri Karet Nusantara

(1)

PENGARUH VARIASI KARBON SEBAGAI BAHAN PENGISI

PADA PROSES PENGOLAHAN SENYAWA TERHADAP

KEKERASAN (HARDNESS) PADA PROSES

PEMBUATAN DOCK FENDER DI PT.

INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

ERA RAHAYU

092401086

PROGRAM DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENGARUH VARIASI KARBON SEBAGAI BAHAN PENGISI

PADA PROSES PENGOLAHAN SENYAWA TERHADAP

KEKERASAN (HARDNESS) PADA PROSES

PEMBUATAN DOCK FENDER DI PT.

INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Ahli Madya

ERA RAHAYU

092401086

PROGRAM DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH VARIASI KARBONSEBAGAI BAHAN PENGISI PADAPROSES

PENGOLAHAN SENYAWA TERHADAP KEKERASAN (HARDNESS) PADA PROSES PEMBUATAN DOCK FENDER DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA. Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : ERA RAHAYU Nomor Induk Mahasiswa : 092401086

Program Studi : DIPLOMA III (D3) KIMIA INDUSTRI Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2012

Diketahui

Program Studi D III Kimia Dosen Pembimbing Ketua,

Dra. Emma Zaidar Nst, Msi Prof.Dr. Zul Alfian, MSc NIP.195512181987012001 NIP.195504051983031002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH VARIASI KARBONSEBAGAI BAHAN PENGISI PADA PROSES PENGOLAHAN SENYAWA TERHADAP KEKERASAN

(HARDNESS) PADA PROSES PEMBUATAN DOCK FENDER DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

ERA RAHAYU 092401086


(5)

PENGHARGAAN

Bismillaahhirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillaahi Robbil aalamiin Penulis ucapkan sebagai suatu ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha Esa atas kuasanya yang tetap mencurahkan berkah, rahmat, nikmat kesehatan jasmani dan rohani, serta taufiq dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menjalani hidup dengan penuh makna dan insyaallah akan lebih bermakna lagi. Shalawat dan salam Penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengemban risalah dan mengalirkan nilai-nilai islam dalam rangkaian tarbiah kepada seluruh umat. Alhamdulillah tidak habisnya Penulis ucapkan rasa syukur, Atas ridho Allah SWT Penlis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya (AMD) pada program studi Kimia Industri Diploma III di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Karya Ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan dan pengalaman Penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Industri Karet Nusantara- Pabrik Rubber Articles dari tangaal 06 Februari sampai dengan 06 Maret 2012. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa KARYA ILMIAH ini masih jauh dari kesempurnaan karena adanya keterbatasan pada Penulis, baik dari segi pengetahuan, waktu, maupun keterbatasan penulis. Meski demikian Penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang telah membaca karya ilmiah ini serta dapat bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara.

Pada masa penyelesaian karya ilmiah ini, Penulis telah banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan juga dari berbagai pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dengan rasa keikhlasan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Keluarga tercinta, Ayahanda MHD. Syahril dan Ibunda Waspiyatun serta Kakanda Defi Andrealni yang selalu memberikan kasih sayang dan mendo’akan yang terbaik untuk Penulis serta bantuan berupa moril dan materil, tanpa mereka Penulis bukanlah apa-apa.


(6)

2. Bapak Prof. Zul Alfian, MSC, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya kepada penulis dalam penyusunan Karya Ilmiah ini.

3. Bapak Dr. Sutarman, MSc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S, selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Emma Zaidar, MSc, selaku ketua Program Studi D-III Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Phill yang telah banyak membantu penulis. 7. Seluruh staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Khususnya jurusan Kimia yang telah mendidik penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

8. Bapak Mindya Eral,ST, selaku Pembimbing di PT. Industri Karet Nusantara Pabrik Rubber Articles.

9. Teman-teman semasa PKL, Realita Surbakti dan Pipin Sulistiono yang telah banyak memberikan dukungan dan perhatiannya kepada penulis serta bersama-sama berjuang dalam suka dan duka.

10. Sahabat-sahabatku Genk Eight People Creative, Realita Surbakti, Pipin Sulistiono, Ozy Djambak, Badai kekkai, Rizki Ayutami, Hasrul Sanny, Johanes Ivan Dennis Silitonga, abangda R.A.Denni Pohan dan abangda Say.

Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin dalam menyusun dan menyelesaika karya ilmiah ini, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu demi selesainya karya ilmiah ini dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012


(7)

ABSTRAK

Variasi jumlah Karbon dapat mempengaruhi salah satu parameter fisik Dock Fender yaitu kekerasan. Jika jumlah Karbon semakin tinggi maka akan mengakibatkan dock fender yang dihasilkan sangat kekerasan dan jika jumlah Karbonsangat rendah maka kekerasan yang akan dihasilkan sangat rendah tidak sesuai dengan standart kekerasan yang digunakan sehingga tidak memenuhi standar mutu pada produk dock fender yang dihasilkan. Hubungan antara jumlah variasi Karbon dengan kekerasan ialah berbanding lurus.


(8)

EFFECT OF VARIATION OF CARBON AS A CHARGER COMPOUND IN PROCESSING OF HARDNESS MAKING PROCESS IN THE DOCK FENDER

PT. RUBBER INDUSTRY NUSANTARA

ABSTRACT

Variation of the amount of carbon can affect any of the physical parameters Dock Fender is hardness. If the amount of carbon the higher it will lead to dock fenders produced very hardness and if the amount of carbon is very low then the hardness will produce very little violence does not comply with standards that are used so it does not meet the quality standards of the products produced dock fenders. The relationship between the amount carbon with a hardness variation is directly proportional.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Sejarah Perkembangan Karet 4

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia 5

2.3 Karet 6

2.4 Jenis Karet 7

2.4.1 Karet Alam 7

2.4.1.1 Jenis-Jenis Karet Alam 9

2.4.1.2 Manfaat Karet Alam 10

2.4.2 Lateks 10

2.4.3 Karet Remah 12

2.5 Compound (Senyawa) 15

2.6 Proses Vulkanisasi 19

2.6.1 Sistem Vulkanisasi 19

2.6.2 Bahan Vulkanisasi 20

2.6.3 Proses Vulkanisasi Dengan Sulfur 20

2.6.4 Parameter Vulkanisasi 21

2.7 Pengolahan Compound (Senyawa) 21

2.7.1 Proses Pengolahan Compound (Senyawa) 22

2.8 Pemilihan Bahan Pengisi 23

2.9 Klasifikasi Carbon Black 24

2.9.1 Furnace Black 24 2.9.2 Thermal Black 24 2.9.3 Channel Black 24

2.9.4 Jenis Carbon Black Lainnya 25

2.10 Pengaruh Dari Bahan Pengisi 25

2.11 Rubber Fender (Karet Fender,Dock Bumper) 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 28

3.1 Alat-alat 28


(10)

3.3 Prosedur Percobaan 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4.1 Data dan Hasil Percobaan 32

4.2 Pembahasan 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 35

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering 9

Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks 11

Tabel 2.3. Standar Spesifikasi SIR 14

Tabel 2.4. Spesifikasi Karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK

Menperdeg No. 230/Kp/X/1972 14

Tabel 4.1. Analisa Hardness pada Minggu I 33 Tabel 4.1. Analisa Hardness pada Minggu II 33 Tabel 4.1. Analisa Hardness pada Minggu III 34


(12)

ABSTRAK

Variasi jumlah Karbon dapat mempengaruhi salah satu parameter fisik Dock Fender yaitu kekerasan. Jika jumlah Karbon semakin tinggi maka akan mengakibatkan dock fender yang dihasilkan sangat kekerasan dan jika jumlah Karbonsangat rendah maka kekerasan yang akan dihasilkan sangat rendah tidak sesuai dengan standart kekerasan yang digunakan sehingga tidak memenuhi standar mutu pada produk dock fender yang dihasilkan. Hubungan antara jumlah variasi Karbon dengan kekerasan ialah berbanding lurus.


(13)

EFFECT OF VARIATION OF CARBON AS A CHARGER COMPOUND IN PROCESSING OF HARDNESS MAKING PROCESS IN THE DOCK FENDER

PT. RUBBER INDUSTRY NUSANTARA

ABSTRACT

Variation of the amount of carbon can affect any of the physical parameters Dock Fender is hardness. If the amount of carbon the higher it will lead to dock fenders produced very hardness and if the amount of carbon is very low then the hardness will produce very little violence does not comply with standards that are used so it does not meet the quality standards of the products produced dock fenders. The relationship between the amount carbon with a hardness variation is directly proportional.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mengingat perkembangan teknologi yang semakin pesat pada dewasa ini, maka mutu produk yang dihasilkan tentu harus semakin baik pula. Oleh sebab itu setiap perusahaan harus memperhatikan atau meningkatkan mutu barang yang dihasilkan, karena mutu produk merupakan ukuran penting bagi konsumen dan dapat menentukan kemajuan suatu perusahaan. Untuk menghasilkan mutu yang baik, maka perusahaan harus menata diri dan memperhatikan proses pengolahan pada setiap unit operasi sehingga dapat menghasilkan produk yang baik dan dapat juga diterima oleh pasar lokal maupun pasar internasional.

PT. Industri Karet Nusantara pada Unit Pabrik Rubber Articles merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi Dock Fender sejak tahun 2006, bahan baku yang digunakan adalah karet sintesis dengan bahan-bahan kimia pada saat pembuatan compound. Bahan pengisi atau filler sangat penting pada pembuatan dock fender, dimana bahan pengisi yang digunakan adalah carbon black. Carbon black berfungsi sebagai penguat Hardness atau kekerasan. Dimana Standar hardness pada dock fender adalah 74 ±5 Shore A.

Vulkanisasi adalah kunci dari keseluruhan teknologi karet, walaupun kadar bahan yang terlibat dalam proses vulkanisasi tidak lebih dari 0,5 – 5 % dari berat keseluruhan campuran, namun proses ini memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan sifat fisik dan sifat kimia yang dikehendaki. Maka setelah memilih jenis elastomer yang digunakan sebagai bahan dasarnya, selanjutnya ditentukan sistem vulkanisasinya. Sistem vulkanisasi dapat didefinisikan sebagai jumlah aditif yang diperlukan untuk memvulkanisasi elastomer atau karet yang semula bersifat plastis, liat dan tidak mantap terhadap suhu ( thermopastis ) berubah menjadi elastis, kuat dan mantap bentuknya terhadap perubahan suhu ( Thermoset ).


(15)

Sistem vulkanisasi melibatkan bahan pemvulkanisasi, pengisi, pencepat, penggiat dan bila perlu penghambat untuk mengatur waktu pemvulkanisasi, waktu vulkanisasi dan tingkat kematangan ( curing state ) serta mengatur processability pada suhu yang diinginkan agar memperoleh sifat fisik vulkanisat yang dikehendaki.

Pemilihan bahan pengisi merupakan tahap ketiga terpenting dalam penyusunan compound setelah karet dan sistem vulkanisasi. Bahan pengisi penguat sangat berpengaruh terhadap barang jadi karet dan pengolahannya. Ukuran partikel dan struktur carbon black sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik dan pengolahan compound.

Ukuran partikel bahan pengisi memegang peran yang penting pada kuat tarik compound. Carbon black dengan ukuran partikel kecil memberikan kuat tarik tertinggi pada penambahan optimum. Carbon black juga dapat mengaktifkan vulkanisasi.

Modulus merupakan fungsi utama dari ukuran, struktur dan banyaknya penambahan carbon black. Makin meningkat struktur carbon black makin tinggi modulus dan akan meningkat lagi jika pemakaian carbon black bertambah (Suharto H.,1993). Berdasarkan analisa diatas maka penulis mengambil judul karya ilmiah “Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Dock Fender Di Pt. Industri Karet Nusantara.

1.2. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah :

1. Bagaimana hubungan variasi jumlah karbon terhadap kekerasan pada Dock Fender. 2. Berapakah jumlah karbon yang sesuai agar didapat kekerasan pada Dock Fender


(16)

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh penambahan karbon sebagai bahan pengisi dalam proses vulkanisasi agar mengahasilkan kekerasan yang sesuai dengan standar kekerasan Dock Fender.

1.4. Manfaat

1. Memberikan pengetahuan pada penulis bagaimana hubungan antara variasi jumlah karbon dan kekerasan pada Dock Fender.

2. Memberikan pengetahuan pada penulis mengenai berapa jumlah karbon yang sesuai dengan kekerasan pada Dock Fender.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.

Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman Havea ini.

Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali-kali.


(18)

Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea Brasiliensis Muell Erg. Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon.

Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120o-130oC. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang dapt diketahui dapat dimanfaatkan.

Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich (Tim Penulis PS, 1999).

2.2. Perkembangan Industri Karet Indonesia

Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de kruk waarop wij drijven” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.

Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.

Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :


(19)

1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).

2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. 3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.

Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis Syrene Butadien Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil. Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran (Spillane J.J., 1989).

2.3. Karet

Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipanasi sedikit belerang (sekitar 20%) ia menjadi bersambung silang dan terjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang divulkanisasi bersifat “regas” ketika diregang yakni melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet yang tervulkanisasi jauh lebih tahan renggang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan regang. Kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya sambung silang dan bahan tervukanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut.


(20)

H3C H H3C CH2 n

C=C C=C

H2C CH2 n H2C H

Cis – 1,4 Poliisopren (Karet Alam) Trans – 1,4 Poliisopren (Gutta Perca) Berat molekul karet alam rata-rata 10.000 – 40.000. Molekul-molekul polimer karet alam tidak lurus tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –C-C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur. Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis.

Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh berbagai mikroorganisme sehingga setelah penyadapan dan kontak langsung dengan udara terbuka lateks akan segera dicemari oleh berbagai mikroba dan kotoran lain yang berasal dari udara, peralatan, air hujan dan lain-lain. Mikroba akan menguraikan kandungan protein dan karbohidrat lateks akan menjadi asam-asam yang berantai molekul pendek sehingga dapat terjadi penurunan pH. Bila penurunan pH mencapai 4,5 – 5,5 maka akan terjadi proses koagulasi.

Sifat-sifat mekanisme karet alam yang baik dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum, seperti sol sepatu atau bahan kendaraan. Ciri khusus yang membedakan karet alam dengan karet benda lain adalah kelembutan, fleksibel dan elastisitas. Komposisi lateks dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman, sistem deres, musim dan keadaan lingkungan kebun (M.A.Cowd.,1991).

2.4. Jenis Karet 2.4.1. Karet Alam

Karet alam atau karet mentah memiliki sifat fleksibel harganya relative ringan tapi daya sambung atau daya rekatnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan karet sintetis bila dibuat perekat. Karet alam tidak bisa dipakai untuk menyambung plastik.


(21)

Perekatnya yang dibuat dari karet alam ini tidak tahan terhadap bahan pelarut, minyak, bahan oksidasi, dan sinar ultraviolet, mudah sekali rusak bila terkena panas. Tahan terhadap panas pada suhu 35o-40oC sebelum divulkanisir. Jika divulkanisir akan tahan terhadap panas 70oC.

Karet alam larut dengan baik pada pelarut hidrokarbon. Perekat ini berguna untuk benda yang ringan seperti kain, karet busa. Mengelupas pada beban 3 kg/cm2 pada suhu kamar.

Bila karet alam ini divulkanisir ia akan menjadi tahan panas dan kekuatan mengelupas sampai 6 kg/m2. Salah satu keunggulan dari solusi karet alam tidak beracun, pelarut yang dipakai tidak menyengat tajam dihidung dan tidak mudah terbakar, viskositas dari solusi ini kira-kira 25%.

Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung lebih tinggi (Didit Heru Setiawan dan Agus Andoko,2008).

Semua jenis karet alam adalah polimer tinggi dan mempunyai sususnan kimia yang berbeda dan kemungkinan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapt digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu :

a. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna.

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah. c. Tidak mudah panas (low heat build up).

d. Mempunyai daya arus yang tinggi.

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resitence). Penggunaan karet alam dalam pembuatan barang-barang karet “nonban” hanya terbatas pada barang-barang karet yang bukan oil-extended dan heat resistence (tahan


(22)

terhadap panas). Karet alam merupakan “general purpose rubber” sebagaimana halnya karet sintetis jenis SBR (Styrene Butadiena Rubber), lebih banyak digunakan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya ban-ban berat (heavy duty tires) seperti ban pesawat terbang, truk dan bis yang berat serta ban radial (Ompusunggu,M.,1987).

2.4.1.1. Jenis-jenis Karet Alam Jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

1. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar). 2. Karet bongkah atau block rubber.

3. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepes, estate brown crepes, compo crepes, thin brwon crepes remmils, thick blanket crepes ambers, falt bark crepes, pure smoke blanket crepes dan off crepes).

4. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber. 5. Karet siap olah atau tyre rubber (karet ban). 6. Karet reklim.

7. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya (Ompusunggu,M.,1987).

Tabel 2.1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering Komponen Komponen dalam lateks

segar (%)

Komponen dalam lateks kering (%)

Karet hidrokarbon 36 92 – 94

Protein 1.4 2.5 – 3.5

Karbohidrat 1.6 -


(23)

Persenyawaan organic lain

0.4 -

Persenyawaan anorganik 0.5 0.1 – 0.5

Air 58.5 0.3 – 1.0

Sumber : Dipetik dan dikompilasi dari Martono, M. Rubber Technology. Edisi ke-3. New York : Van Nostrand Reinhold, 1987.

Pada saat penyimpanan, kekerasan karet alam bertambah. Penambahan kekerasan diindikasikan oleh nilai viskositas Mooney-nya. Viskositas Mooney merupakan suatu pengujian terhadap viskositas dari karet. Semakin tinggi nilai viskositas Mooney maka semakin tahan karet terhadap regangan (strain). Pengerasan pada saat penyimpanan disebabkan reaksi sambung silang dari jumlah kecil gugus aldehid yang terdapat dalam molekul karet (Indra Surya,2006).

2.4.1.2. Manfaat Karet Alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, rol karet, bantalan karet, karpet berlapis karet, karet spons, benang karet dan bahan-bahan pembungkus logam (Spillane J.J.,1989).

2.4.2. Lateks

Lateks ialah cairan berwarna putih yang keluar dari pembuluh pohon karet bila dilukai. Pembuluh karet adalah suatu sel raksasa yang mempunyai banyak inti sel sehingga lateks ini juga disebut protoplasma. Lateks juga didefinisikan sebagai system fosfolipida yang terdispersi dalam serum.

Lateks merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk pembuatan karet remah. Bahan baku lateks (Havea Brasiliensis) adalah sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan zat lain yang terdispersi dalam cairan. Standar mutu lateks pekat dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(24)

Tabel 2.2. Standar Mutu Lateks

No. Parameter Lateks pusingan

(Centifuged Latex)

Lateks dadih (Creamed Latex)

1. Jumlah padatan 61,5% 64,0%

2. Kadar karet kering(KKK) minimum

60,0% 62,0%

3. Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum

2,0% 2,0%

4. Kadar amoniak (berdasarkan jumlah air yang terdapat dalam lateks pekat) minimum

1,6% 1,6%

5. Viskositas maksimum pada suhu 25oC

50 50

6. Endapan dari berat basah maksimum

0,10% 0,10%

7. Kadar koagulum dari jumlah padatan maksimum

0,08% 0,08%

8. Bilangan KOH (bilangan hidroksida) maksimum

0,80 0,80

9. Kemantapan mekanik minimum 475 detik 475 detik 10. Persentase kadar tembaga dari

jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%

11. Persentase kadar mangan dari jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%


(25)

kelabu kelabu 13. Bau setelah dinetralkan dengan

asam borat

Tidak boleh berbau busuk

Tidak boleh berbau busuk

Sumber : Thio Goan Loo.1980. 2.4.3. Karet Remah

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relative baru. Dalam perdagangan dikenal dengan sebutan “karet sperelatif baru”, karena penentuan kualitas atau penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisa yang teliti di laboratorium dan dengan menggunakan perlengkapan analisis yang mutakhir.

Dengan pengolahn karet remah diperoleh beberapa keuntungan yaitu proses pengolahannya lebih cepat, produk lebih bersih dan lebih seragam dan penyajiannya lebih menarik.

Karet spesifikasi teknis adalah jenis produk karet :

a. Yang diperdagangkan dengan spesifikasi mutu teknis dengan bermacam-macam karakteristik antara lain : SIR 5 CV, SIR 5 LV, SIR 5 L, SIR 5, SIR 10, SIR 20 dan SIR 50.

b. Yang diperdagangkan dengan bentuk bongkah berukuran 28 x 14 x 6,5 inci3 atau 70 cm x 35 x 16,25 cm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg, dan 35 kg per bongkah, terbungkus rapi dengan plastik polietin setebal 0,03 mm dengan titik pelunakan 108oC, berat jenis (specific gravity) 0,92 dan bebas dari macam-macam pelapis (coating).

Berbagai bahan olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet remah digolongkan dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump serta gumpalan mutu rendah. Proses pengolahan karet remah dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam processing.

a. Penentuan Kualitas Karet Remah

Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri


(26)

teknis. Yang menjadi dasar spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam karet yang berpengaruh terhadap sifat akhir produk yang dibuat dari karet.

Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah : 1. Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet.

2. Kadar abu (ash content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan.

3. Kadar zat menguap (volatile content)

Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering.

Selain penentuan ketiga bahan tersebut di atas, masih dianalisis juga kadar tembaga, mangan, dan nitrogen. Pada akhirnya hasil spesifikasi teknis disimpulkan dalam suatu standar yaitu Standar Indonesia Rubber (SIR).

b. Standar Indonesia Rubber

Standar Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik processing ataupun penentuan kualitasnya, dilakukan secara spesifikasi teknis. Ketentuan-ketentuan tentang SIR mulanya didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 147/Kep/V/1969 yang isinya berupa ketentuan-ketentuan yang menyangkut SIR yang kriterianya tercantum pada tabel.

Tabel 2.3. Standar Spesifikasi SIR

Spesifikasi SIR 5 SIR 20 SIR 35 SIR 50


(27)

Kadar Abu 0,50 0,75 1,00 1,25 Kadar Zat Menguap 1,00 1,00 1,00 1,00

Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai Plastisity Retention Index (PRI)-nya dan digolongkan dengan menggunakan symbol huruf H, M, dan S. H menunjukkan nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI-nya antara 60- 79; dan S untuk nilai PRI-nya antara 30- 59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan kedalam anggota golongan SIR.

PRI adalah ukuran terhadap tahan usangnya karet dan juga sebagai penunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plasatemeter.

Dengan perkembangnya penelitian dewasa ini sebagai dasar penetuan SIR dipakai Surat Keputusan Menteri Perdagangan tahun 1972.

Tabel 2.4. Spesifikasi karet SIR yang diubah (revised) sesuai SK Menperdeg No. 230/Kp/X/1972

Spesifikasi Standar Indonesia Rubber (SIR)

5 CV 5 LV 5 L 5 10 20 50

Kadar Kotoran (%,maks.) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,10 0,20 0,50 Kadar abu (%,Maks.) 0,05 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 1,50 Kadar zat menguap

(%,maks.)

1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

PRI (min.) - - 60 60 50 40 30


(28)

Indeks warna(Lovibond, maks.)

- - 6 - - - -

ASH-T (maks.) 8 8 - - - - -

Sari aseton - 6 - 8 - - - - -

Warna kode Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah Kuning

Dengan demikian hingga saat ini, semua karet remah SIR yang diekspor harus memiliki persyaratan mutu seperti yang ditetapkan dalam surat keputusan Menpardag tersebut.

Untuk mengamankan kualitas SIR, suatu produk SIR harus mendapat pengawasan 4 macam laboratorium, yaitu laboratorium standard, laboratorium control, laboratorium komersial, dan laboratorium pabrik.

Semua sarana penentu kualitas ini dimaksudkan agar SIR dapat bersaing dengan produk karet bongkah yang berasal dari Negara produsen karet bongkah selain Indonesia yang memiliki standar sendir-sendiri, seperti Standard Malaysian Rubber (SMR) dari Malaysia, Standard Singapore Rubber (SSR) dari Singapura, dan sebagainya (Djoehana Setyamidjaja.,1993).

2.5. Compound ( Senyawa )

Dalam menyusun formula atau rancangan compound yang spesifikasi teknisnya ditentukan oleh konsumen, selain harus memperhatikan sifat-sifat vulkanisat yang harus memenuhi persyaratan juga perlu memperhatikan biaya compound dan tahan pengolahannya.

Umumnya compound dibuat dari bahan-bahan berikut, karet alam, karet sintetis, atau campuran 2 atau lebih elastomer, bahan pencepat reaksi ikat silang, aktivator dan penghambat vulkanisasi, antidegradasi oksidasi, bahan pengisi, penguat, bahan penolong/processing acid, pengencer, bahan pewarna dan bahan tambahan lain yang khusus, misalnya blowing agent, serat, dan lain-lain (Suharto,H.,1993).


(29)

Secara umum bahan-bahan compound, terdiri dari : 1. Karet alam

Tingkat kualitas karet alam dan beragam jenis masing-masing terdaftar dalam “Green Book Of Rubber”.

2. Karet sintetis

Selama pengembangan karet alam pada perang duni II, sejumlah sistem digunakan pemerintah untuk mengidentifikasi karet Styrena Butadiene Rubber (SBR).

3. Plasticizer (Pelunak)

Beberapa karet, khususnya karet alam dan karet sintetis viskositasnya tinggi, memerlukan massa perombakan awal selama pencampuran untuk melunakkan material untuk proses atau meningkatkan kekuatan struktur setelah compounding. Efek pelunakan ini dapat dikatalisis dengan penambahan sejumlah kecil plasticizer yang membantu mengendalikan jumlah dan kecepatan perombakan dan membantu pendispersian bahan-bahan yang lain.

Plasticizer yang normal digunakan dengan karet alam dan karet Styrene Butadiene Rubber (SBR) adalah xylil mercaptan, asam sulfonat larut minyak, garam seng dari pentaklorotiofenol, pentaklorotiofenol, 2-naftalentiol, dan garam fenilhidrazin.

4. Vulkanisator

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, zat kimia ini dibutuhkan untuk membentuk ikatan silang pada rantai karet ke dalam jaringan yang memberikan sifat-sifat yang diinginkan pada produk akhir.

a. Sulfur

Zat yang paling umum digunakan adalah sulfur, yang terlibat dalam reaksi dengan mayoritas karet tak jenuh untuk membentuk vulkanisat. Sebagai tambahan, dua unsur lain, yaitu selenium dan Tellurium dapat juga digunakan dalam vulkanisasi.


(30)

b. Vulkanisasi Non-Sulfur

Vulkanisasi non-sulfur terbagi menjadi tiga golongan yaitu : (1) logam oksidasi, (2) difungsional compound, atau (3) peroksida.

5. Akselerator

Sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya, alasan utama menggunakan akselerator adalah untuk membantu mengendalikan waktu atau temperatur yang dibutuhkan untuk vulkanisasi dan dengan demikian meningkatkan sifat dari vulkanisat. Pengurangan waktu vulkanisasi tercapai dengan mengganti jumlah atau jenis akselerator yang digunakan.

Golongan akselerator antara lain :

a. Aldehid-Amin, contohnya : Butiraldehid-Anilin. b. Amin, contohnya : Heksametilen Tetramin. c. Guanidin, contohnya : Difenil Guanidin. d. Tiourea, contohnya : Etilentiourea.

e. Tiazol, contohnya : Benzotiazol Disulfida.

f. Tiuram, contohnya : Tetrametil Tiuram Disulfida.

g. Sulfenamid, contohnya : N-Sikloheksil-2-Benzotiazil-Sulfenamid. h. Ditiokarbamat, contohnya : Zink Dimetilditiokarbamat.

i. Xanthate, contohnya : Zink Isopropil Xanthate.

6. Akselator-Aktivator

Aktivator digunakan untuk meningkatkan vukanisasi dengan mengaktifkan akselator sehingga berperan lebih efektif. Dipercaya bahwa mereka bereaksi dengan beberapa cara untuk membentuk senyawa kompleks antara dengan akselator. Jadi senyawa


(31)

kompleks yang dibentuk lebih efektif mengaktifkan sulfur dalam campuran sehingga meningkatkan nilai pematangan.

Golongan akselator-aktivator antara lain :

a. Senyawa organik (terutama logam oksidasi), seperti : Zink Oksida, kapur terhidrasi, timbal magnesium oksida, alkali karbonat, dan hidroksida.

b. Asam-asam organik, seperti asam stearat, oleat, laurat, palmitat, dan miristat, serta minyak terhidrogenasi dari kelapa, ikan, dan biji-bijian.

c. Golongan alkalin, seperti amonia, amin, garam amin dengan asam lemah. 7. Antidegranat

Kehilangan sifat-sifat fisika karena proses penuaan disebabkan oleh pemotongan rantai silang, atau perubahan kimia pada rantai polimer. Konsekuensinya, anti-penuaan harus dapat bereaksi dengan zat menyebabkan anti-penuaan (ozon, oksigen, peroksida, panas, cahaya, cuaca, dan radiasi) untuk mencengah atau memperlambat perusakan polimer.

Golongan antidegranat antara lain : phenol, amino phenol, hidroquinon, phosphit, difenilamin, alkadiamin, phenilendiamin.

8. Pelunak (Physical Plasticizer)

Pelunak tidak bereaksi secara kimia dengan karet, tetapi berfungsi merubah sifat-sifat fisik dari compound karet atau vulkanisat. Jenis-jenis dari physical plasticizers ialah : extender oil, naphtenis, aromatic, miniral rubber, castor oil, miniral oil, ester gum dan lain-lain.

9. Pengisi (Fillers)

Dua jenis utama yang digunakan adalah carbon black dan channel black. Sedangkan nonblack fillers terdiri dari clays, kalsium karbonat, presipitatilika, dan titanium dioksida. Pemilihan pada filler khusus untuk compound akan berpengaruh pada


(32)

karakteristik proses dan sifat-sifat fisik yang diinginkan, harga, dan penampilan produk akhir (Morton,M.,1987).

2.6. Proses Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang antara molekul karet menggunakan bahan kimia pem-vulkanisasi sehingga molekul yang semula panjang berbelit itu menjadi suatu struktur tiga dimensi melalui pembentukan ikatan silang. Vulkanisasi sering disebut juga “cure”, tetapi lebih sering “cure” dipakai untuk menyatakan proses pematangan compound menjadi barang jadi karet.

2.6.1. Sistem Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah kunci dari keseluruhan teknologi karet, walaupun kadar bahan yang terlibat dalam proses vulkanisasi tidak lebih dari 0,5 – 5 % berat keseluruhan campuran, namun proses ini memegang peranan yang penting dalam pembentukan sifat fisik dan sifat kimia yang dikehendaki. Maka setelah memilih jenis dan sifat elastomer yang digunakan sebagai bahan dasarnya, selanjutnya ditentukan aditif yang diperlukan untu memvulkanisasi elastomer atau karet yang semula bersifat plastis, liat dan tidak mantap terhadap suhu (thermoplastis) berubah menjadi elastis, kuat dan mantap berbentuknya terhdap perubahan suhu (thermoset).

Sistem vulkanisasi melibatkan bahan pemvulkanisasi, pencepat, penggiat, dan bila perlu penghambat untuk mengatur waktu pravulkanisasi atau scorch, waktu vulkanisasi dan tingkat kematangan (curing state) serta mengatur processability pada suhu yang diinginkan agar memperoleh sifat fisik vulkanisat yang dikehendaki.

2.6.2. Bahan Vulkanisasi

Bahan ini adalah pembentukan ikatan silang pada molekul karet. Sulfur merupakan unsur yang paling tua sebagai bahan pemvulkanisasi dan paling luas penggunaannya (Suharto,H.,1993).


(33)

2.6.3. Proses Vulkanisasi Dengan Sulfur

Penemuan Goodyear tentang reaksi antara karet dan sulfur yang dihasilkan dari suatu campuran keduanya dengan “tidak sengaja” ditujukan untuk panas tinggi pada permukaan tungku. Dari suatu eksperimen ulang, pencampuran karet dan sulfur bukanlah suatu hal yang masih merupakan hal yang baru. Pengaruh panas semata-mata adalah dasar penemuan yang dibuat oleh Goodyear yang belakangan ini disebut proses vulkanisasi yang berkenaan dengan pengaruh panas dari pada kegunaan sulfur.

Kemudian Alexander Parker menemukan bahwa lapisan tipis karet dapat diubah dari plastis menjadi keadaan elastis oleh penggunaan sulfur monoklorida, dan bahwa perubahan ini dapat dikerjakan tanpa panas. Prosesnya membawa hasil yang kira-kira sama dengan vulkanisasi panas sehingga plastisitas karet berkurang, elastisitas bertambah, dan sifat-sifat fisik karet akan stabil. Proses yang dilakukan pada temperatur kamar ini disebut dengan ‘vulkanisasi dingin’, dan merupakan sebuah pengakuan bahwa panas tidak lebih dari hal yang pokok dalam vulkanisasi.

Pengertian dasar tambahan dari istilah karet dan vulkanisasi saat ini bergantung pada besarnya sifat-sifat fisik, kesamaan fisik, dan perubahan fisik, dari pada identifikasi material yang hampir terbatas. Masing-masing mewakili perkembangan istilah untuk melindungi perkembangan konsep dari pada perluasan bahasa dengan mengadopsi istilah baru untuk menemukan kebutuhan akan konsep baru. Penghapusan dikembangkan kedalam material elastis tinggi dan perlakuan panas terhadap karet, dengan adanya sulfur dikembangkan kedalam perlakuan terhadap karet yang lain atau material seperti karet supaya membuatnya kurang elastis dan lebih stabil dalam reaksi terhadap temperatur dan pelarut (Pholhamus,Loren,G.,1962).

Karet alam, jika dipansi, menjadi lunak dan lekat, dan kemudian dapat mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzen. Akan tetapi, bilamana karet alam divulkanisasi, yakni dipansi bersama sedikit sulfur (sekitar 2%), ia menjadi sambung-silang dan menjadi perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang belum divulkanisasi bersifat ‘regas’ ketika diregang, yakni makin melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut.

Namun, karet tervulkanisai jauh lebih tahan regang. Kelarutannya berkurang dengan makin banyaknya sambung-silang, dan bahan tervulkanisasi hanya


(34)

menggembung sedikit jika disimpan dalam pelarut. Jika karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar (sekitar 30%), dihasilkan bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia, yang dikenal sebagai ebonit atau karet keras. Ebonit dipakai untuk kotak aki mobil.

Laju reaksi antara karet alam dengan belerang dapat ditingkatkan dengan penambahan ‘pemercepat’ yang terdiri dari senyawa organik tertentu (Cowd,M.A.,1991).

2.6.4. Parameter Vulkanisasi

Parameter yang kritis selama vulkanisasi adalah waktu yang diperlukan untuk memulai reaksi, laju dan lamanya proses pembentukan ikat silang. Sebelum bereaksi ikatan silang berlangsung, diperlukan waktu yang cukup pencampuran, mengisi acuan/cetakan dan pengempaan (press) dan lain-lain. Segera reaksi vulkanisasi berlangsung, proses harus berjalan lancar dan cepat tanpa ada hambatan.

Berlangsungnya proses vulkanisasi ditandai dengan meningkatnya viskositas. Viskositas akan terus meningkat sehingga vulkanisasi sempurna. Alat yang digunakan untuk mencatat parameter vulkanisasi adalah curemeter (curometer atau rheometer). Alat tersebut mencatat tahapan compound terhadap gerak osilasi sebagai fungsi waktu dari mulai diuji hingga vulkanisasi sempurna.

2.7. Pengolahan Compound (Senyawa)

Pada proses pembuatan compound diperlukan beberapa bahan yang harus ditambahkan dengan karet seperti bahan vulkanisasi, anti oksida dan bahan-bahan yang lainnya. Sehingga dapat dilakukan proses pembuatan compound dan vulkanisasinya.

2.7.1. Proses Pengolahan Compound (Senyawa) a. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

Karet dimasukkan kedalam mesin penggilingan untuk dihancurkan. Untuk mempermudah proses penggilingan karet menjadi roll, perlu ditambahkan strutrola


(35)

A-86 yang kegunaannya untuk melunakkan karet pada proses penggilingan agar mudah dihancurkan. Dalam proses ini waktu yang dibutuhkan kurang lebih 20 sampai 25 menit.

b. Proses Pencampuran Dengan Mesin Blumberry Pada proses pencampuran ini terjadi dua tahap, yaitu :

Step 1 : Pada tahap ini terjadi pencampuran antara karet, carbon black dan Rubber Processing Oil (RPO), proses ini dilakukan selama 2 menit dan pada suhu kurang lebih 100oC.

Step 2 : Step 1 tercampur dengan rata, kemudian dicampurkan bahan pencepat yaitu Zinc oxide, Stearic acid, Flexzone 3C dan TQ, proses ini dilakukan selama 2 menit. Jadi proses pencampuran ini seluruhnya berlangsung selama kurang lebih 4 menit. c. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

Setelah melalui proses pencampuran atau internal mixer, campuran karet dan bahan kimia dimasukkan kembali ke mesin penggilingan atau open mill untuk dihancurkan kembali, proses ini berlangsung selama kurang lebih 2 menit dan dilakukan pada suhu 70oC.

d. Proses Master Batch

Pada proses ini karet yang sudah digiling, kemudian dibentuk menjadi lembaran karet, proses ini dilakukan selama 2 menit. Hasilnya berupa lembaran-lembaran karet yang siap disimpan untuk dilakukan proses selanjutnya.

e. Proses Penggilingan Dengan Mesin Two Roll Mill

Pada proses ini lembaran-lembaran karet dihancurkan kembali. Setelah karet dihancurkan kembali, dilakukan pencampuran bahan pemvulkanisasi yaitu sulfur, bahan pencepat yaitu MBS/NOS, dan bahan penghambat yaitu PVI (Prevulcanization Inhibitor). Proses ini dilakukan selama 2 menit dan suhu lebih kurang 70oC.


(36)

Compound karet panjang dengan bentuk tertentu yang dihasilkan mesin ekstruder selanjutnya dapat divulkanisasi dalam mesin vulkanisasi. Ukuran mesin ekstruder ditentukan oleh diameter ulirnya dan dinyatakan dalam inci.

g. Proses Pemberian Bentuk Dengan Mesin Calender

Dalam proses ini compound karet dimasukkan secara teratur pada celah penerima mesin calender. Lembaran compound yang keluar merupakan lembaran compound yang panjang dengan tebalnya yang disesuaikan dengan tebal produk yang akan dibuat dan memiliki permukaan yang licin.

h. Proses Pemberian Bentuk Dengan Mesin Press

Proses pemberian bentuk dengan menggunakan mesin press yaitu memberi bentuk bunga ban pada compound dengan kekuatan 60 ton daya tekan. Proses ini dilakukan untuk memberikan sentuhan akhir pada proses pembentukan compound menjadi ban luar (Suharto,H.,1993).

2.8. Pemilihan Bahan Pengisi

Ada 2 macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, alumunium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahana sobek, ketahanan kikis, serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang-kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan pada campuran sebagai alternatif penghemat biaya (Tim Penulis PS.,1992).

2.9. Klasifikasi Carbon Black

Carbon black adalah suatu produk dengan skala besar. Pada dunia produksi dibutuhkan kira-kira 2,5 juta ton per tahun. Carbon black banyak digunakan pada


(37)

industri ban dan industri karet sebagai bahan pengisi penguat. Menurut proses produksinya carbon blck dapat digolongkan sebagai berikut :

2.9.1. Furnace Black

Pada tahun 1943 minyak furnace dari proses gas alam. Furnace black diproduksi dari zat cat aromatik, asalnya dari fraksionasi petroleum, hasil penyulingan aspal cair atau pembakaran etylene. Pada dasarnya, zat tersebut dipanaskan dulu dan dibakar dengan pemasukan udara yang cukup. Temperatur dan kondisi lainnya diatur dengan pembakaran gas. Reaksi dilengkapi dengan suatu air spray dan carbon blacknya terpisah dari campuran gas uap air pada Zyclones atau alat penyaring dan hasilnya didapatkan.

2.9.2. Thermal Black

Thermal black secara umum diproduksi dari gas alam yang dipanaskan dulu pada ruangan hampa udara. Thermal black termasuk zat non aktif, meningkatkan kekuatan tarik dari vulkanisat menjadi lebih kecil, tetapi memberi kekerasan pada penguatan yang tinggi dan pengolahan baik serta sifat yang dinamis. Thermal black baru saja ditemukan dan memiliki kekurangan yaitu harga yang mahal, tetapi baru-baru ini telah meningkat kapasitasnya dengan cepat. Penggunaan thermal black ditujukan untuk suatu aplikasi yang khusus.

2.9.3. Channel Black

Hingga akhir perang dunia ke-2 channel black digunakan sebagai bahan penguat yang penting. Channel black telah menggantikan furnace black yang telah dikembangkan sejak beberapa tahun sebelum perang. Furnace black jenis SBR lebih tahan terhadap abrasi jika dibandingkan dengan Channel black. Channel lebih aditif (nilai pH-nya sekitar 5 dibandingkan dengan furnace black 6,5 – 10) dari pada pengisi yang lain.

Channel black dihasilkan oleh pembakaran parsial dari gas hidrokarbon, kebanyakan gas alam, melalui proses pembakaran dengan menggunakan baja.

2.9.4. Jenis Carbon Black Lainnya

Disamping jenis yang utama dari carbon black dapat ditemukan juga jenis lainnya, yaitu :


(38)

1. Acetylene Black, yang disiapkan oleh dekomposisi thermal dari acetylene, yang diketahui dari konduktivitas elektriknya. Acetylene Black mempunyai keuntungan pada banyak aplikasi dimana diperlukan daya konduktivitas yang tinggi, dan elektrostatik harus dihindari, sebagai contoh pada penggilingan, pipa karet kapal tangki, kontainer. Acetylene balck sering digantikan oleh konduktivitas furnace black.

2. Flame Black, dihasilkan dari pembakaran dari bahan bakar cair dengan proses pengolahan sifat yang menggunakan bahan yang mempunyai sifat dinamik. Flame black sering digantikan oleh furnace black, terutama dengan struktur yang lebih tinggi.

3. Electric Arc Carbon Black, adalah hasil sampingan dari produk acetylen pada elektrik Arc. Tapi sekarang ini jenis ini tidak diproduksi lagi (Werner Hofmann,1989).

2.10. Pengaruh dari Bahan Pengisi

Istilah pengisi mengacu pada zat aditif yang padat yang disatukan dalam matriks plastik. Pengisi secara umum adalah material anorganik dan dapat digolongkan menurut pengaruhnya pada sifat mekanis dari suatu campuran. Bahan pengisi ditambahkan terutama untuk mengurangi biaya dari compound, dimana ketahana pengisi ditambahkan untuk mengurangi sifat mekanis seperti modulus atau kekuatan tarik. Bahan pengisi penguat akan meningkatkan regangan, meningkatkan temperatur panas, mengurangi penyusutan, meningkatkan modulus. Bahan pengisi penguat memperbaiki beberapa sifat mekanis. Dalam beberapa hal, suatu ikatan kimia dibentuk antara pengisi dan polimer, di dalam hal lain volume pengisi mempengaruhi sifat-sifat dari thermoplastic. Sebagai hasilnya, sifat pada permukaan dan interaksi antara pengisi dan termoplastik mempunyai arti yang penting. Suatu bagian dari sifat pengisi meliputi perlakuan. Yang terdiri dari bentuk partikel, ukuran partikel, dan distribusi dari ukuran, dan kimia permukaan dari suatu partikel. Secara umum, semakin kecil partikel, semakin besar peningkatan dari sifat mekanis, seperti kekuatan tarik. Partikel yang lebih besar dapat memberikan sifat reduksi yang dibandingkan ke termoplastik murni. Partikel bentuk dapat juga mempengaruhi sifat. Sebagai contoh


(39)

seperti partikel yang berserat mungkin diorientasikan selama pengolahan. Ilmu kimia permukaan dari partikel adalah penting untuk diinteraksikan dengan polimer dan untuk memungkinkan interfasial adhesi yang baik. Ilmu tersebut penting untuk permukaan partikel polimer basah dan mempunyai interfasial baik yang mengikat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Carbon black digunakan sebagai suatu pengisi utama pada industri karet, tetapi carbon black dapat juga ditemukan pada aplikasi konduktivitas thermoplastik, perlindungan terhadap UV, dan sebagai pigmen. (Charles A.Harper,2002).

2.11 Rubber Fender (Karet Fender,Dock Bumper)

Fungsi utama dari Rubber Fender/Karet Fender/Dock Bumper yang umum adalah untuk mencegah kerusakan pada struktur .Jumlah energi yang diserap dan gaya dampak maksimum adalah kriteria utama yang diterapkan dalam praktek desain fender.

Desain sebuah Karet Fender didasarkan pada hukum kekekalan energi. Jumlah energi yang diperkenalkan ke dalam sistem harus ditentukan, dan kemudian Fender dirancang untuk menyerap energi dari kekerasan dan tekanan lambung kapal.

Type – Type Karet Fender yaitu :

1. Rubber Fender Type V/Arch Fender umum digunakan untuk pelabuhan atau dermaga. Fender V adalah jenis fender yang telah dioptimalkan untuk peningkatan penyerapan energi untuk gaya reaksi rasio, pemasangan yang mudah.

2. Cylinder Rubber Fender digunakan untuk longitudinal dan melintang di dermaga. Fender silinder memiliki gaya reaksi rendah dan penyerapan energi yang bagus. 3. Rubber Fender Type D memiliki gaya reaksi, dengan penyerapan energi yang

lebih tinggi. Biasa digunakan untuk frame dermaga dan kapal-kapal yang lebih kecil karena lebar ke bawah.

4. Rubber Fender Type Cell kekuatan reaksi rendah dan kemampuan penyerapan energi yang tinggi, karet fender cell dilengkapi dengan frontal frame. Produk


(40)

tersebut memiliki karakteristik penyerapan tenaga yang lebih tinggi, dan sangat handal untuk penggunaan di dermaga / pelabuhan dengan kapal besar.

5. Rectangle/Square Rubber Fender mempunyai model sederhana cocok dalam segala medan di lapangan. Karet Fender tipe kotak ini mudah untuk dipasang dan dilepas biasa digunakan untuk warehouse/gudang, pile/tiang pancang, loading dock, kapal, dan lain-lain


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

A.Di Lapangan (Bagian Proses) 1. Ball Cutting

Ball cutting digunakan sebagai pemotong karet. 2. Mix. Mill

Mix. Mill digunakan sebagai mesin pencampur karet dengan bahan kimia secara terbuka.

3. Autoclave

Autoclave digunakan sebagai alat vulkanisasi basah dengan menggunakan pemanas steam uap.

B.Di Laboratorium Fisika 1. Gunting

2. Pena/pulpen

3. Alat uji hardness (Hardness Tester)

3.2. Bahan-bahan 1. RSS-III


(42)

3. Carbon black 4. Kaolin 5. Minarex-B 6. Zinc Oxide (ZnO) 7. Stearic Acid 8. Flextol-H

9. TMTD (Tetrmetiltiuram disulfida) 10. Sulfur

11. CBS (N-Cyclohexyl-2-benzothiazylsulfenamide) 12. 4010Na

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Compound Dock Fender

1. Dimasukkan bahan karet (RSS dan sintesis) sesuai dengan formula kedalam celah Roll Mix.Mill.

2. Digiling selama 10-15 menit dengan jarak Rol Mix.Mill 0.05-0,8 cm. Setelah dimastikasi (pencampuran karet-bahan kimia) tercapai, dimana compound menjadi lunak.

3. Dimasukkan campuran bahan-bahan kimia (zinc oxide, stearic acid, flextol-H, CBS dan TMTD) hingga merata. Proses penggilingan selama 10-15 menit.

4. Dimasukkan carbon black kedalam penggilingan pencampuran berlangsung 15-30 menit.

5. Ditambahkan sulfur sampai merata pada hasil penggilingan akhir selama 5 (lima) menit. Setalah merata, kerapatan Rol Mix.Mill disetel 3-5 mm, untuk ini penggilingan berlangsung selama 5-10 menit.


(43)

6. Disesuaikan kerapatan Roll Mix.Mill (2-7,5 mm) atau menurut spesifikasi ketebalan lembaran compound.

3.3.2 Pengambilan Sampel dan Pengujian Hardness (Kekerasan) 1. Diambil sampel yang sudah dilakukan proses vulkanisasi.

2. Dipotong sampel Dock Fender dengan gunting.

3. Dibawa sampel ke labiratorium fisika untuk pengujian hardness. 4. Diletakkan sampel uji pada plat alat hardness tester.

5. Digeser cover of indentor yang berfungsi untuk melindungi indentor (jarum) pada alat hardness tester.

6. Ditekan alat hardness tester hingga menyentuh sampel uji. 7. Dibaca skala pada alat hardness tester.

8. Dilakukan beberapa kali.

3.3.4 Perakitan dan Pengendalian Dock Fender A.Persiapan compound dalam moulding (Pencetakan)

1. Dibersihkan mould (cetakan) sebelum compound disusun diatas mould (cetakan). 2. Dipersiapan compound yang telah di check physical propertiesnya oleh bagian

laboratorium atau quality control.

3. Compound dari operator Mix.Mill dengan ukuran ketebalan yang ditentukan, lalu dipotong panjang dan lebarnya sesuai dengan ukuran mould (cetakan).

B.Penyusunan Compound ke Moulding

1. Compound yang telah dipotong menurut ukuran mould ditimbang dan dicatat. 2. Setelah compound dirakit pada mould (cetakan), periksa kembali berapa jumlah

keseluruhan berat compound yang telah terpakai, apakah sudah sesuai dengan standard dan apabila belum diadjust sampai sesuai.


(44)

3. Dipasang baut-baut pada mould (cetakan) dan kunci baut-baut dengan kekuatan 400 kg/cm2 fender siap untuk di vulkanisasi.

3.3.5 Proses Vulkanisasi

1. Dibuka kran uap pada Autoclave dengan arah berlawanan dengan jarum jam, sehingga temperatur mencapai 80-100oC selama 60 menit. Kemudian dibuang uap dan dibuka pintu Autoclave, diperiksa keadaan baut pada moulding (cetakan), dikunci bila ada terdapat kelonggaran baut dan pintu Autoclave ditutup kembali. 2. Dilakukan langkah diatas dengan temperatur : 80-100oC.

3. Dilakukan langkah diatas dengan temperatur : 100-120oC. 4. Dilakukan langkah diatas dengan temperatur : 120-130oC. 5. Dilakukan langkah diatas dengan temperatur : 130-140oC. Setelah 5 jam, maka proses vulkanisasi telah selesai.

Catatan :

1. Proses vukanisasi tersebut diatas berlaku untuk dock fender yang beratnya ± 1 ton. 2. Sedangkan untuk dock fender yang lainnya proses vulkanisasi disesuaikan dengan

berat dan ukurannya. 3.3.6 Setelah Vulkanisasi

1. Dilakukan pendinginan selama 30 menit, setelah dingin Dock Fender dikeluarkan dari Autoclave.

2. Dikeluarkan Dock fender dari moulding (cetakan).

3.3.7 Finishing

1. Dipotong sisa west yang terdapat pada Dock Fender dan kemudian membersihkan Dock Fender dengan silikon cair.


(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Hasil Percobaan

Dari pengamatan yang dilakukan pada laboratorium fisika untuk analisa hardness (Kekerasan) pada Dock Fender PT. Industri Karet Nusantara didapat data hasil percobaan sebagai berikut :

a. Analisa Hardness pada Minggu I

Tabel 4.1. Analisa Hardness pada Minggu I

No. Variasi Carbon Black(Kg) Hardness (Shore A)

1 3 62

2 4 66

3 5 70

4 6 74

5 7 78

6 8 82

b. Analisa Hardness pada Minggu II

Tabel 4.2. Analisa Hardness pada Minggu II

No. Variasi Carbon Black(Kg) Hardness (Shore A)

1 3 61

2 4 67


(46)

4 6 74

5 7 79

6 8 83

c. Analisa Hardness pada Minggu III

Tabel 4.3. Analisa Hardness pada Minggu III

No. Variasi Carbon Black(Kg) Hardness (Shore A)

1 3 63

2 4 65

3 5 71

4 6 74

5 7 77

6 8 81

4.2 Pembahasan

Dari data hasil analisa hardness dapat dilihat makin banyak carbon black yang digunakan semakin tinggi kekerasan (hardness) yang dihasilkan. Pada tabel 4.1 analisa hardness minggu pertama carbon black yang digunakan 3 kg maka hardness yang dihasilkan 62 Shore A, carbon black yang digunakan 4 kg maka hardness yang dihasilkan 66 Shore A, carbon black yang digunakan 5 kg maka hardness yang dihasilkan 70 Shore A, carbon black yang digunakan 6 kg maka hardness yang dihasilkan 74 Shore A, carbon black yang digunakan 7 kg maka hardness yang dihasilkan 78 Shore A, dan carbon black yang digunakan 8 kg maka hardness yang dihasilkan 82 Shore A.

Pada tabel 4.2 analisa hardness minggu kedua carbon black yang digunakan 3 kg maka hardness yang dihasilkan 61 Shore A, carbon black yang digunakan 4 kg maka hardness yang dihasilkan 67 Shore A, carbon black yang digunakan 5 kg maka hardness yang dihasilkan 69 Shore A, carbon black yang digunakan 6 kg maka


(47)

hardness yang dihasilkan 74 Shore A, carbon black yang digunakan 7 kg maka hardness yang dihasilkan 79 Shore A, dan carbon black yang digunakan 8 kg maka hardness yang dihasilkan 83 Shore .

Pada tabel 4.3 analisa hardness minggu ketiga carbon black yang digunakan 3 kg maka hardness yang dihasilkan 63 Shore A, carbon black yang digunakan 4 kg maka hardness yang dihasilkan 65 Shore A, carbon black yang digunakan 5 kg maka hardness yang dihasilkan 71 Shore A, carbon black yang digunakan 6 kg maka hardness yang dihasilkan 74 Shore A, carbon black yang digunakan 7 kg maka hardness yang dihasilkan 77 Shore A, dan carbon black yang digunakan 8 kg maka hardness yang dihasilkan 81 Shore A.

Carbon black dikenal sebagai bahan pengisi penguat untuk karet alam dan karet sintetis. Carbon black dihasilkan bermacam-macam tipe dari proses pembakaran yang tidak sempurna atau proses cracking dari gas alam atau hidrokarbon cair. Ukuran partikel dan struktur carbon black sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik dan pengolahan compound. Dimana struktur carbon black tinggi menyebabkan penghamburan yang baik dalam campuran, viskositas compound tinggi, kekerasan tinggi dan ketahanan pakai dari vulkanisat. Struktur carbon black rendah memberikan panas yang rendah, regangan tinggi dan kekuatan sobek, ketahanan pembakaran yang bagus dan nilai ketegangan rendah.

Pada pembuatan compound dock fender, menggunakan bahan pengisi penguat yaitu carbon black. Jenis carbon black yang digunakan yaitu N330 atau HAF (High Abrasion Furnace). Dimana jenis ini termasuk struktur carbon black rendah yang memberikan panas yang rendah, regangan tinggi dan kekuatan sobek, ketahanan pembakaran yang bagus dan nilai ketegangan rendah.

Dari ketiga data analisa hardness dapat disimpulkan variasi carbon black yang sesuai dengan standarisasi hardness pada PT. Industri Karet Nusantara ialah 6 kg dengan hardness 74 Shore A.


(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Semakin banyak jumlah carbon black yang ditambahkan pada pembuatan compound Dock Fender, maka akan semakin keras hardness yang dihasilkan. Sebaliknya semakin sedikit jumlah carbon black yang digunakan pada pembuatan compound Dock Fender, maka hardness yang diperoleh sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Banyaknya jumlah carbon black yang digunakan agar memenuhi standar mutu Dock Fender ialah 6 kg dengan hardness 74 Shore A dalam skala laboratorium.

5.2. Saran

1. Sebaiknya pada saat penggilingan alat yang digunakan tertutup, agar bahan kimia yang digunakan bersifat padat (tepung) tidak berterbangan. Sehingga hasil yang diperoleh maksimal.

2. Sebaiknya pengujian hardness dilakukan setiap kali produksi berlangsung, agar hardness yang dihasilkan sesuai dengan standarisasi perusahan.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.

Harper, C.A. 2002. Handbook Of Plastic, Elastomers & Composites. Fourth Edition, New York : McGraw – Hill.

Hofmann, W. 1989. Technology Rubber Handbook. Jerman : Henser Penerbit.

Morton, Maurice. 1987. Rubber Technology. Third Edition, New York : Van Nostrand Reinhold.

Ompusunggu. M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih : Balai Penelitian Perkebunan.

Polhamus, Lauren, G. 1962. Rubber. New York : Intersciense Publishers, Inc.

Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka.

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Suharto, H. 1993. Rancangan Kompon. Bogor : Balai Penelitian Karet.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tim Penulis PS. 1992. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

WWW.gadabinausaha.wordpress.com/2010/03/08/rubber-fender-karet-fender-dock-bumper diakses pada tanggal 08 April 2012 pukul 21:44.


(50)

(51)

Gambar 2.Rubber Fender Tipe V


(52)

Gambar 4. Rubber Fender Type D


(53)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Semakin banyak jumlah carbon black yang ditambahkan pada pembuatan compound Dock Fender, maka akan semakin keras hardness yang dihasilkan. Sebaliknya semakin sedikit jumlah carbon black yang digunakan pada pembuatan compound Dock Fender, maka hardness yang diperoleh sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Banyaknya jumlah carbon black yang digunakan agar memenuhi standar mutu Dock Fender ialah 6 kg dengan hardness 74 Shore A dalam skala laboratorium.

5.2. Saran

1. Sebaiknya pada saat penggilingan alat yang digunakan tertutup, agar bahan kimia yang digunakan bersifat padat (tepung) tidak berterbangan. Sehingga hasil yang diperoleh maksimal.

2. Sebaiknya pengujian hardness dilakukan setiap kali produksi berlangsung, agar hardness yang dihasilkan sesuai dengan standarisasi perusahan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.

Harper, C.A. 2002. Handbook Of Plastic, Elastomers & Composites. Fourth Edition, New York : McGraw – Hill.

Hofmann, W. 1989. Technology Rubber Handbook. Jerman : Henser Penerbit.

Morton, Maurice. 1987. Rubber Technology. Third Edition, New York : Van Nostrand Reinhold.

Ompusunggu. M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Hevea. Sei Putih : Balai Penelitian Perkebunan.

Polhamus, Lauren, G. 1962. Rubber. New York : Intersciense Publishers, Inc.

Setiawan, D.H. dan Andoko, A. 2008. Budidaya Karet. Cetakan Pertama Revisi. Solo : PT. Agro Media Pustaka.

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budaya Karet. Edisi Ke 13. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Spillane, J.J. 1989. Komoditi Karet. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Suharto, H. 1993. Rancangan Kompon. Bogor : Balai Penelitian Karet.

Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.

Tim Penulis PS. 1992. Karet Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta : Penebar Swadaya.

WWW.gadabinausaha.wordpress.com/2010/03/08/rubber-fender-karet-fender-dock-bumper diakses pada tanggal 08 April 2012 pukul 21:44.


(3)

(4)

Gambar 2.Rubber Fender Tipe V


(5)

Gambar 4. Rubber Fender Type D


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekeran (Hardness) pada Proses pembuatan Dock Fender di PT. Industri Karet Nusantara

4 66 54

Pengaruh Penambahan Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Compound Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Packing Pintu Rebusan Di PT. Industri Karet Nusantara

3 56 38

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

6 66 53

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 1

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 13

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 2

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 3

Pengaruh Carbon Black Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Kekerasan (Hardness) Kompon Pada Proses Pembuatan Ban Berjalan (Conveyor Belt) Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekeran (Hardness) pada Proses pembuatan Dock Fender di PT. Industri Karet Nusantara

0 1 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Karbon Sebagai Bahan Pengisi Pada Proses Pengolahan Senyawa Terhadap Kekerasan (Hardness) Pada Proses Pembuatan Dock Fender Di PT. Industri Karet Nusantara

0 0 24