BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penggunaan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Mengurangi Penggunaan Bahan Bakar Kayu Karet Pada Proses Pengasapan Sebagai Produk Ribbed Smoke Sheet (RSS) Di PT. Perkebuanan Nusantara III

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Karet

  Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan berguna untuk kehidupan manusia.

  Pada tahun 1493 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika yang dahulu dikenal sebagai “Benua Baru”. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung getah. Pohon-pohon itu hidup secara liar di hutan-hutan pedalaman Amerika yang lebat. Orang-orang Amerika Asli mengambil getah dari tanaman tersebut dengan cara menebangnya. Getah yang didapat kemudian dijadikan bola yang dipantul-pantulkan. Bola ini disukai penduduk asli sebagai alat permainan. Penduduk Indian Amerika juga membuat alas kaki dan tempat air dari getah tersebut.

  Tanaman yang dilukai batangnya ini diperkenalkan sebgai tanaman Hevea. Hasil laporan Ekspedisi Peru ditulis dalam buku oleh Freshneau tahun 1749 dengan menyebut nama tersebut, Freshneau juga menyertakan gambar dari tanaman tersebut. Dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1751, De La Condomine membuat usulan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai tanaman ini.

  Havea

  Pengenalan pohon Hevea membuka langkah awal yang sangat pesat kearah zaman penggunaan karet untuk berbagai keperluan. Cara pelukaan untuk memperoleh getah karet memang jauh lebih efisien dari pada cara tebang langsung. Lagipula dengan cara ini tanaman karet bisa diambil getahnya berkali- kali.

  Pengetahuan di bidang botani tanaman karet juga berkembang. Pada tahun 1825 diterbitkan sebuah buku mengenai botani tanaman karet atau Hevea . Nama ini diperkenakan karena tanaman Hevea yang

  Brasiliensis Muell Erg didapat berasal dari Brazil, tepatnya di daerah Amazon.

  Setelah tahun 1839 dicapailah babak baru yang membuat karet sempat menjadi primadona daerah-daerah perkebunan di beberapa Negara tropis. Pada tahun itu Charles Goodyear menemukan cara vulkanisir karet. Goodyear

  o

  • mencampur karet dengan belerang dan kemudian dipanaskan pada suhu 120

  o

  130

  C. Dengan cara vulkanisir ini semakin banyak sifat karet yang dapt diketahui dapat dimanfaatkan.

  Berawal dari penemuan Charles Goodyear, karet mulai banyak dicari orang untuk dibuat aneka barang keperluan. Cara vulkanisasi memungkinkan orang untuk mengolah karet menjadi ban. Menurut beberapa literature, Alexander Parkes ikut pula mengembangkan cara vulkanisasi. Sedangkan yang memiliki ide atau pencetus gagasan dibuatnya ban adalah Dunlop pada tahun 1888 dan kemudian dikembangkan oleh Goldrich. (Tim Penulis PS, 1992).

2.2 Perkembangan Industri Karet Indonesia

  Indonesia yang sejak sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1965 merupakan negara penghasil karet alam terbesar, pernah menganggap bahwa : “Rubber is de ” (karet adalah gabus dimana kita berapung). Walaupun

  kruk waarop wij drijven

  sejak tahun 1957 kedudukan kita sebagai produsen nomor wahid direbut oleh Malaysia hingga sekarang, predikat pentingnya karet bagi perekonomian Indonesia masih tetap menonjol setelah komoditi migas dan kayu.

  Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya beberapa puluh atau ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi.

  Secara umum pengusahaan perkebunan karet di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kelompok seperti dibawah ini :

  1. Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan).

  2. Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta.

  3. Perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.

  Kendatipun demikian, karet yang mampu menghidupi hampir 1,5 juta penduduk ini boleh dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80% areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

  Selain industri karet alam, belakangan ini karet Indonesia mulai mengacu pada karet sintetis. Meskipun sebenarnya Indonesia bukan negara penghasil minyak bumi terpaksa mencoba mengembangkan produk karet sintetis, terutama untuk jenis Syrene Butadien Rubber (SBR). Jenis ini dikembangkan untuk mengimbangi peningkatan impor. SBR digunakan untuk industri ban, terutama untuk lapisan luarnya. Produksi karet sintetis Indonesia masih berskala kecil.

  Walaupun masih berskala kecil, tetapi industri perkaretan Indonesia saat ini sudah semakin maju dan diproduksinya dua jenis karet yang laris di pasaran. (Spillane J.J., 1989).

  Pada tahun 2005 perdagangan karet Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 2,9 juta dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi mengingat kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila di dukung pengurangan volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri. (Pusdatin, 2007).

2.3 Karet Alam

  Karet alam merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung atom karbon (C) dan atom hydrogen (H) dan merupakan senyawa polimer dengan isoprene sebagai monomernya.

  Berdasarkan strukturnya karet alam dapat dibagi dua yaitu : karet hevea dan gutta percha yang hanya berbeda pada susunan atomnya sebelum dan sesudah ikatan rangkap. Pada karet, ditemukan susunan cis, mendekati dan menyambung dengan rantai molecular pada sisi yang sama pada ikatan rangkap, dimana gutta

  

percha terdapat susunan trans mendekati dan menyambung pada sisi yang

  berlawanan dapat dilihat pada gambar berikut :

  H C H H C CH

  3

  3

  2 C = C C = C

  H C CH H C H

  2

  2

  2

  a b

Gambar 2.2 Struktur molekul dari a. karet havea, b.gutta percha

  Sesuai dengan namanya karet alam berasal dari alam yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficus elatica maupun Hevea brasiliensis. Sifat- sifat atau kelebihan karet alam diantaranya memiliki daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna dan sangat plastis sehingga mudah diolah, karet alam juga tidak mudah panas dan tidak mudah retak. Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi. (Setiawan & Agus, 2008)

  Walaupun memiliki beberapa kelemahan, akan tetapi karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik karena kelebihan karet alam itu sendiri tidak dapat digantikan oleh karet sintetis. Beberapa indusri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Sifat fisika dari karet alam dapat dilihat dari tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat fisika dari karet alam

  Sifat Fisika Ukuran

  3 Densitas pada 20 C 0,906-0,916 g/cm

  Nilai pembiasan 1,591 Pembakaran panas 45,2 KJ/kg

  • 15 -13

  Konduktifitas listrik 2 x 10 – 1 x10 Sumber : Bhatnagar, 2004

2.3.1 Manfaat Karet Alam

  Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang digunakan dari karet alam sangat berugana bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti mesin-mesin penggerak.

  Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam. Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti : sekat, atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran. Karet bisa juga dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat – alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan pada getaran serta tidak tembus air.

  Bahan karet yang diperbuat dengan benang-benang sehingga cukup kuat, elastis, dan tidak menimbulkan suara yang berisik dapat dipakai sebagai tali kipas mesin, sambungan pipa minyak dan lain sebagainya. ( Suparto. 2002).

2.3.2 Jenis-jenis Karet Alam

  Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah (Tim Penulis PS, 2004)

  Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angina, slab tipis, dan lump segar)

  • Karet konvensional (ribbed smoke sheet, white crepe dan pale crepe,
  • estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket

  dan off crepe)

  crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe,

  Lateks pekat

  • Karet bongkah atau block rubber
  • Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
  • Karet siap olah atau tyre rubber
  • Karet reklim atau reclaimed rubber
  • 2.4 Karet Sintetis

  Jika karet alam dibuat dari getah pohon karet, karet sintetis atau karet buatan dibuat dari bahan baku minyak bumi. Karet sintetis pertama kali diproduksi setelah Perang Dunia II berakhir, sebagai reaksi Negara-negara industry yang menganggap kebutuhan karet tidak bisa terpenuhi dengan hanya mengandalkan karet alam. Hal ini disebabkan produksi karet alam sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi alam lainnya.

  Sama dengan karet alam, karet sintetis juga terdiri dari beberapa jenis dengan sifat-sifat yang khas dari setiap jenisnya. Ada yang tahan terhadap panas, suhu tinggi, minyak, pengaruh udara dan ada pula kedap terhadap gas. . (Setiawan & Agus, 2008)

  2.4.1 Manfaat Karet Sintetis

  Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Pengembangan karet sintetis secara besar-besaran dilakukan sejak zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan sesudah perang bahwa kenyataannya jumlah suplai karet alam tidak akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Umumnya karet sintetik diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama yaitu:

  1. Kegunaan Umum Karet jenis ini sebanyak persen untuk keperluan pembuatan. Contoh: karet SBR, poliisoprena, polibutadiena, EPDM.

  2. Kegunaan khusus Karet jenis ini untuk keperluan pembuatan produk-produk karet yang tahan terhadap aksi bahan kimia. Contoh: Karet-karet IIR, polikloroprena, NBR.

  (Surya,2006)

  2.4.2 Jenis Karet Sintetis

  1. Untuk Keperluan Umum Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, bahkan banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya.

  a) SBR (Styrena Butadiene Rubber)

  Jenis SBR merupakan jenis karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisat karet alam.

  b) BR (Butadiene Rubber)

  Dibandingkan dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah, daya lekat lebih rendah, dan penggolongannya juga tergolong sulit. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.

  c)

  IR (Isoprene Rubber) atau polyisoprene rubber Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan karet alam, yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

  2. Untuk Keperluan Khusus Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibandingkan karet sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet jenis pertama, yaitu tahan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas.

  a)

  IIR (Isobutene Isoprene Rubber)

  IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam. b) NBR (Nytrile Butadien Rubber)

  NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak di butuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril didalamnya. Kelemahan NBR adalah sulit untuk plastisasi.

  c) CR ( Clhoroprene Rubber)

  CR memiliki ketahanan terhadap minyak, tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah. CR juga memiliki daya tahan terhadap oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas nyala api.

  d) EPR (Ethylene Propylene Rubber)

  EPR sering disebut EPDM karena tidak hanya menggukan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

  Selain jenis yang telah disebutkan, ada juga beberapa jenis karet sintetis yang jarang digunakan. Jenis ini antara lain karet akrilat, karet polisulfida, karet poliuretan, karet flour, karet epikhloridrin, dan karet silicon. Harga jenis karet ini tergolong mahal.

2.5. Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis

  Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun keunggulan yang dimiliki oleh karet alam sulit ditandingi oleh karet sentetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan karet sintetis adalah :

  a) Memiliki daya elastisitas dan daya lenting sempurna.

  b) Memiliki plastisasi yang baik sehingga pengolahannya mudah.

  c) Mempunyai daya aus yang tinggi.

  d) Tidak mudah panas (low heat bid up), dan

  e) Memiliki daya tahan tinggi terhadap keretakan

  Sedangkan karet sintetis memiliki kelebihan untuk beberapa keadaan :

  a) Tahan terhadap berbagai zat kimia.

  b) Harga cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.

  c) Pengiriman atau suplai karet sintetis jarang mengalami kesulitan yang sulit diharapkan dari pengiriman atau suplai karet alam. (Wulandari, 2010)

2.6 Peroses Pengolahan RSS (Ribbed Smoke Sheet)

  

Sheet adalah salah satu produk karet alam yang telah sejak lama dikenal di

  pasaran. Pada masa sebelum perang dunia kedua, dalam perdagangan sheet dikenal “Java Standard Sheet”, yaitu berupa lembaran-lembaran sheet yang telah diasap, bersih dan liat, bebas dari buluk (jamur), tidak saling melekat, warna jernih, tidak bergelembung udara dan bebas dari akibat pengolahan yang kurang sempurna. Standard tesebut sampai sekarang masih dipertahankan sehingga perdagangan sheet masih mampu bertahan sampai saat ini.

  Adapun cara pengolahan sheet secara garis besar terdiri dari proses berikut : 1)

  Penerimaan lateks 2)

  Pengenceran

  3) Pembekuan

  4) Penggilingan

  5) Pengasapan dan pengeringan

  6) Sortasi

  7) Pengepakan (Setyamidjaja, 1982).

2.7 Pengolahan Karet Alam

  Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik, apabila tidak diolah dengan optimal akan mendapatkan harga yang rendah. Oleh karena itu pengolahan karet harus diperhatikan dengan baik, sehingga diperoleh hasil olahan karet yang bermutu dan berharga jual tinggi.

2.7.1 Alat Dan Bahan

  Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat – alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja. Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam. Berikut ini adalah alat dan bahan yang banyak ditemui dalam pengolahan karet.

2.7.1.1 Mesin Penggiling

  Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, mesin ini sering disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri dari 4,5, atau 6 gilingan beroda dua.

  Baterai sheet yang memiliki 4 gilingan beroda dua contohnya adalah merek cadet. Sedangkan yang memiliki 5 dan 6 gilingan beroda dua masing – masing contohnya adalah merek Aristo dan Six in One. Kapasitas setiap jenis baterai sheet berbeda dan tergantung pada ketebalan sheet yang akan dibuat.

  Ada mesin yang semi otomatis dan ada juga yang seluruhnya otomatis. Mesin otomatis lebih melancarkan pekerjaan penggilingan, tetapi harganya sangat mahal.perkebunan – perkebunan kecil serta petani karet yang mengerjakan sendiri pengolahan lateksnya menggunakan mesin yang digerakkan oleh tangan.

  Sewaktu penggilingan, mesin – mesin berjalan terus menerus. Pada gilingan terakhir selalu terdapat patron yang disebut printer. Bentuk patron adalah spiral. Diantara jurusan spiral dan sumbu terdapat sudut kira-kira 65 .patronlah yang memperbesar permukaan sheet serta bias mempercepat jalannya pengeringan. Lebar dan dalam alur – alur patron menentukan besarnya ukuran patron. Hal ini harus disesuaikan dengan ketebalan sheet yang dihasilkan.

  Kebalikannya bila ukuran patron telah ditentukan maka ketebalan sheet yang telah ditentukan maka ketebalan sheet yang dibuat harus disesuaikan dengan patronnya.

2.7.1.2 Bejana Koagulasi

  Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum Perang Dunia II terbuat dari arnit atau ebonite, sesudahnya digunakan bejana yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya (10 x 3 x 16) kaki. Tangki yang berukuran besar ini disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat – pelat aluminium.

  Ada juga yang menggunakan bejana dengan ukuran ( 300 x 70 x 40 ) cm. tangki ini disekat lagi menjadi ruang – ruang kecil sejumlah 75 – 90 dengan pelat – pelat aluminium.

  Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi bejana digantikan oleh Loyang – Loyang yang mempunyai kapasitas olah antar 10 – 15 liter.

2.7.1.3 Rumah Pengeringan

  Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6m. untuk rumah pengeringan bertingkat tingginya hanya antara 3 – 4 m. Di dalam rumah pengeringan terdapat gantar – gantar dari kayu jati dengan tebal 4 – 5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan dikeringkan. Gantar dari bamboo kurang baik kareta licin.

  Rata – rata jumlah pengeringan menggunakan alat pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemanasan yang paling banyak dipakai adalah thermosifon atau pemanasan dengan air panas serta menggunakan uap air bertekana rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara 2 – 4 minggu. Sedangkan dengan pemanas waktunya bias dipersingkat menjadi 5 – 7 hari. Dinding rumah pengeringan sebaiknya dibuat dari batu atau kayu. Bahan seng kurang baik digunakan. Atap dan dinding harus rapat agar tidak ada udara dari luar yang merembes masuk.

  2.7.1.4 Rumah Pengasapan

  Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang baik, suhu dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah, ventilasi dari ruang – ruangnya dapat diatur sesuai kebutuhan, serta penambahan asap dan pemanasan dapat terjamin.

  Suhu dan ventilasi di dalam ruang pengasapan dan pengeringan harus dijaga agar sesuai dengan kebutuhan, oleh karena itu, di dalam ruangan perlu dipasang temograf, bias juga digunakan thermometer maksimum minimum. Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Hal ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat.misalnya waktu pengeringan 5 – 5,5 hari maka ruang yang dibutuhkan adalah 6 buah. Namun, bila produksi harian tinggi dan setiap hari membutuhkan lebih dari satu ruangan maka jumlah ruangan yang diperlukan dikalikan jumlah ruangan yang dipakai per hari. Karet tidak boleh dicampur aduk dalam satu ruangan karena hasil karet dari hari yang tidak sama tidak boleh digabungkan.

  Selain alat – alat yang telah disebutkan di atas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, seperti alat penyaring, gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak dan lain – lain.

  2.7.1.5 Kayu Bakar Untuk Rumah Pengasapan

  Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorogung, dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata – rata mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm.

  Kayu bakar digunakan untuk mengasapi dan membentuk warna coklat (kuning keemasan). Kayu tersebut adalah kayu karet yang dihasilkan dari peremajaan karet yang sudah tidak produktif. Komposisizat dalam kayu bakar ditampilkan pada Tabel 2.

  Tabel 2. Komposisi kayu bakar

  3 Komponen Kadar (mg/m asap)

  Formaldehyde 30-50 Macam-macam Aldehyde 180-230

  Keton 190-200 Asam Formiat 115-160

  Asam Asetat 600 Tar 1295

  Phenol 25-40 (Widyatmoko, 1979).

2.7.1.6 Air

  Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu, air meupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas oleh suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang diperlukan. Air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat, dan untuk mendinginkan mesin.

2.7.2. Bahan – Bahan Kimia Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan – bahan kimia.

  Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu yang berfungsi sebagai bahan pokok, yaitu sebagai bahan pembeku, pengelantang, vulkanisasi, pemercepat reaksi, penggiat, antioksidan dan antiozonan, pengisi, pelunak, pewarna, peniup, pencegah pravulkanisasi, dan bahan pewangi.

  2.7.2.1 Bahan Pembeku

  Untuk proses pembekuan lateks ada beberapa macam bahan kimia yang bias digunakan. Biasanya adalah jenis – jenis asam, seperti asam format atau asam semut dan asam asetat atau asam cuka.

  2.7.2.2 Bahan Pegelantang Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet.

  Biasanya warna lateks agak kekuningan sampai kuning. Bahkan, beberapa klon karet tertentu seperti ciranji 1 lateksnya berwarna terlalu kuning. Bahan pengelentang seperti RPA-3 dapat menguranginya hingga sesuai dengan yang diinginkan pasar.

  2.7.2.3 Bahan Vulkanisasi

  Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat matang. Yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah belerang. Selain untuk vulkanisasi karet alam, belerang juga digunakan untuk vulkanisasi karet sintesis. Selain belerang bahan – bahan seperti dammar fenolik, peroksida organik, radiasi sinar gamma, serta uretan, juga dapat digunakan.

  2.7.2.4 Bahan Pencepat Reaksi

  Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tidak langsung juga menambah biaya. Bahan pencepat reaksi digunakan untuk mengatasi kelambatan ini. Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan pencepat reaksi. Dari golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS. Dari golongan guanidin contohnya DPG dan DOTG. Satu atau beberapa kombinasi bahan pencepat tersebut bias dipilih untuk digunakan.

  2.7.2.5 Bahan Penggiat

  Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerjabahan pencepat reaksi. Jadi, meskipun bahan ini tidak termasuk vital, tetapi cukup menentukan dalam proses pengolahan karet. Seng oksida dan asam stearat adalah contoh bahan penggiat yang paling banyak dipakai.

  2.7.2.6 Bahan Antioksidan dan Antiozonan

  Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara. Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap pengaruh ion – ion tembaga, mangan, dan besi. Selain itu, juga mampu melindungi terhadap suhu tinggi, retak – retak, dan lentur. Golongan antioksidan turunan difenil amina contohnya nonox OD. Dari golongan fenil neftilamin contohnya PAN dan PBN. Golongan kondensat keton amina contohnya flectol H. golongan kondensat aldehid amina contohnya agerite resin. Dari golongan fenil sulfida contohnya santowhite crystals. Dari turunan fenol contohnya montaclere dan lonol. Adapun antiozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilendiamina seperti santoflex 13, nonox DPPD, dan UOP 88. Jenis wax atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis terhadap ozon.

  2.7.2.7 Bahan Pelunak Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk.

  Karet yang diberi bahan pelunak bisa menjadi empuk. Penambahan bahan pengisi yang cukup banyak perlu diimbangi dengan penambahan bahan ini. Bahan pelunak yang banyak digunakan antara lain minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, ter pinus, lilin paraffin, faktis, dammar, dan bitumen.

  2.7.2.8 Bahan Pengisi

  Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama, bahan pengisi yang tidak aktif. Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan. Yang pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit. Bahan pengisi atau penguat contohnya karbon hitam, silicaaluminium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan, serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang – kadang bahan pengisi aktif dan tidak aktif diberikan dalam campuran sebagai alternatif penghematan biaya.

  2.7.2.9 Bahan Pencegah Pravulkanisasi

  Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan pada bagian ekstruder mesin acuan injeksi. Biasanya bahan ini ditambahkan pada kompon karet tertentu, misalnya kompon karet untuk acuan injeksi. Contohnya adalah santogard PVI dan Vulcalent A.

  2.7.2.10 Bahan Pewangi

  Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan menambahakan bahan pewangi. Walaupun tidak semua jenis karet menggunakan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang menggunakannya. Contohnya bahan pewangi antara lain Rodo 10.(Tim Penulis PS,2011)

2.8 Antioksidan

  Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi (mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Zat – zat tersebut mempunyai tujuan untuk mencegah barang – barang karet menjadi usang atau dengan perkataan lain untuk memperpanjang daya tahan dari barang – barang tersebut. Keusangan barang – barang karet dapat dilihat pada robekan – robekannya dan retakan – retakannya yang kecil benar ke berbagai jurusan, satu peristiwa yang berhubungan dengan oksidasi dari karet (Yayasan Karet. 1983.).

  Untuk melindungi barang dari karet terhadap oksidasi, maka hampir selalu ditambahkan antioksidan – antioksidan. Antiooksidan dibagi menjadi dua golongan :

  a. Yang menyebabkan perubahan warna dari barang karet. Ini hanya dapat dipakai dalam campuran – campuran yang berwarna tua atau hitam.

  b. Yang tidak menyebabkan perubahan warna dan dapat dipakai untuk barang- barang yang berwarna muda atau putih.

  Faktor-faktor lingkungan seperti panas, sinar ultra violet, ozon, kelembaban udara dan bahan-bahan kimia berdampak pada awet tidaknya lateks karet alami dapat digunakan serta lamanya dapat disimpan. Antioksidan membantu stabilitas sarung tangan selama dalam penyimpanan.

  Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif (Yayasan Karet. 1983.).

  Komposisi antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik, yang termasuk antioksidan alam antara lain turunan fenol, koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, kathekin, dan asam askorbat. Antioksidan sintetik antara lain butyl hidroksianisol, butyl hidroksitoluen, propil gallat dan etoksiquin. ( Goran P. Kjallstrand J. 2001).

2.9 Fenol

  Fenol adalah suatu hidroksi benzen yang merupakan senyawa aromatik jenuh. Pada proses klorinasi, fenol dapat berubah menjadi klorofenol yang menyebabkan bau dan rasa air minum tidak enak. ( Franson Mary A. H. 1998).

  Untuk dapat mendeteksi jumlah yang relatif kecil ini didalam suatu contoh diperlukan suatu metode analisa yang valid. Fenol total dapat ditentukan dengan metode kolorimetri atau fluorometri. Metode kolorimeri diperlukan suatu pereaksi yang dapat membentuk warna dengan fenol dan warna yang terbentuk langsung diukur absorbansinya apabila kandungan fenol relatif besar. Apabila kandungan fenol dalam tingkat ppb, maka senyawa komplek yang terbentuk diekstraksi dengan pelarut organik sebelum diukur absorbansinya. (Ruchhoft and Lishka R. J. 1951 ).