2.1.1.1 Labu kuning - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstak Etanol Pucuk daun Labu Kunig (Cucurbita moschata Duch.) dan Herba Peleng (Spinacia oleracea L.) serta Herba Sabi (Brassica rapa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

2.1.1 Daerah tumbuh

  2.1.1.1 Labu kuning

  Tanaman labu kuning banyak dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina, dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi.

  Labu kuning adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnyapun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan (Sinaga, 2011).

  2.1.1.2 Peleng

  dataran tinggi yang beriklim sejuk, yaitu pada ketinggian 3000 kaki di atas permukaan laut dan lebih tinggi dapat tumbuh dengan baik. Tanah yang disenangi adalah tanah gembur yang mengandung tanah endapan (Heyne, 1987)

  2.1.1.3 Sabi

  Sabi mula-mula dibudidayakan di Eropa, namun sekarang sudah tersebar di seluruh dunia, termasuk daerah yang tropis. Sabi merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada iklim dingin dan merupakan tumbuhan dengan masa tumbuh yang singkat yaitu 45 hari. Sabi tumbuh dengan baik di tanah yang gembur dengan pH 5,5-6,8 (Duke, 1983).

2.1.2 Nama daerah

  2.1.2.1 Labu kuning

  Sumatera (Melayu) : Labu Parang Jawa Barat (Sunda) : Waluh Jawa Tengah : Waluh Tanah Karo : Tarok

  2.1.2.2 Peleng

  Karo : Peleng Jawa : Bayam Jepang

  2.1.2.3 Sabi

  Jawa Barat : ansabi

2.1.3 Nama asing

2.1.3.1 Labu kuning

  Inggris : pumpkin Inggris : Spinach Cina : Bo cai Jepang : Horenzo Perancis : Epinard India : Pinni Jerman : Spinat

2.1.3.3 Sabi

  Inggris : False pakchoi, Mock pakchoi Thailand : Phakkat kheo kwangtung Cina : Cai xin

2.1.4 Sistematika tumbuhan

  2.1.4.1 Labu kuning

  Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae Genus : Cucurbita Spesies : Cucurbita moschata Duch. (LIPI, 2012)

  2.1.4.2 Peleng

  Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Chenopodiacea Genus : Spinacia Spesies : Spinacia oleracea Linn. (LIPI, 2007)

2.1.4.3 Sabi

  Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Capparales Famili : Genus : Spesies : Brassica rapa L. (LIPI, 2012)

2.1.5 Morfologi tumbuhan

  2.1.5.1 Labu kuning

  Tumbuhan labu kuning merupakan jenis tanaman yang merambat. Batang berkayu lunak, segi lima, berambut, berbuku-buku panjang 25 cm hijau muda.

  Daunnya tunggal, bulat bertangkai, tangkai berlubang, ujung runcing tepi berombak, pangkal membulat, berbula panjang 7-35 cm, lebar 6-30 cm, beralur pertulangan menyirip, hjau. Buahnya bulat, berdaging tebal, diameter 25-35 cm, gundul dan berwarna kuning muda (Sinaga, 2011).

  2.1.5.2 Peleng tersebar, dengan bentuk daun pipih dan menyirip, bagian atasnya melebar.

  Daunnya berwarna hijau, lebar daun bervariasi antara 7-9 cm. Batangnya lunak, berwarna hijau, bersusun, dengan panjang antara 10-30 cm, tidak berumbi dan pohon berumpun tunggal (Subhash, 2010).

2.1.5.3 Sabi

  Sabi merupakan tumbuhan dengan bunga kuning, dengan batang berdaging 0.5-1 cm dan panjangnya 15-20 cm. Daun hijau terang atau gelap dan umumnya oval, dengan tepi daun sedikit bergerigi (Tenora, 2010).

2.1.6 Kandungan Kimia

  2.1.6.1 Labu Kuning

  Bagian tumbuhan yang sering digunakan adalah buah, biji dan daun. Labu kuning mengandung β-karoten, α-karoten dan lutein sedangkan daunnya mengandung asam lemak tak jenuh (Anonim, 2010).

  2.1.6.2 Peleng

  Peleng memiliki kandungan flavonoid yang tinggi seperti mirisetin, kuersetin dan kaempferol, senyawa fenol seperti asam ferulat, mengandung vitamin seperti vitamin A, C, E dan K, serta mineral seperti magnesium, mangan, kalsium, posfor dan besi (Subhash, 2010).

  2.1.6.3 Sabi

  Sabi memiliki kandungan kimia seperti lemak, protein, karbohidrat, serat, kalsium, besi, posfor, natrium, kalsium, β-karoten, tiamin, riboflavin, niasin dan

2.1.7 Kegunaan

2.1.7.1 Labu Kuning

  Daun labu kuning sering dijadikan sayur dan dibeberapa negara daun labu kuning digunakan untuk pengobatan ulser dan sakit kuning (Anonim, 2010).

  2.1.7.2 Peleng

  Kegunaan secara tradisional, daun peleng dapat digunakan sebagai antipiretik, diuretik, obat cacing, laxantif, nyeri di persendian, radang paru-paru, demam, pilek, sakit tenggorokan, infeksi cacing, perut kembung dan mual (Subhash, 2010).

  2.1.7.3 Sabi

  Sabi sering dikonsumsi sebagai sayuran. Daun nya juga dapat berkhasiat untuk terapi kanker, memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba (Tenore, 2012; Duke, 1983).

2.2 Ekstraksi

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes RI, 2000). yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

  A. Cara dingin

  1. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu.

  Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya.

  2. Perkolasi Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) yang terus- menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

  B. Cara panas

  1. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  2. Digesti Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

  Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  4. Infundasi Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

  5. Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Radikal Bebas

  Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan.

  Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). Radikal bebas dapat masuk dan terbentuk dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan

  Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam

  makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH ), superoksida (O

  2 ),

  nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO

  2 ), peroksinitrit (ONOO ), asam

  hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H

  2 O 2 ) (Silalahi, 2006).

2.4 Antioksidan

  Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

  Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 5 yakni: a.

  Antioksidan primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.

  b.

  Antioksidan sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap kerusakan yang lebih besar. Contohnya adalah vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

  c.

  Antioksidan tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel- sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.

  d.

   Oxygen scavanger

  Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

  e.

   Chelators atau sequesstrants

  Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino. Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya akan antioksidan dari berbagai jenis daripada menggunakan antioksidan tunggal. Efek antioksidan dari sayur-sayuran dan buah-buahan lebih efektif daripada suplemen antioksidan yang diisolasi (Silalahi, 2006).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah-buahan, sayuran dan biji-bijian adalah sumber antioksidan yang baik dan bisa meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh, yang pada akhirnya dapat menekan proses penuaan dini (Kosasih, 2004).

  Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan, antibakteri serta efek antivirus (Silalahi, 2006).

  Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006).

2.4.2 Vitamin C

  Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C

6 H

  8 O 6 . Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0%

  C

  6 H

  8 O 6. Pemerian vitamin C adalah hablur atau serbuk putih atau agak kuning.

  Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih

  o

  kurang 190 . Kelarutan vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Ditjen POM, 1995). Vitamin C merupakan salah satu senyawa kimia yang mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen dari gugus penyakit jantung koroner, mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus serta dalam regenerasi vitamin E (Silalahi, 2006). Rumus bangun Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006).

2.4.3 Betakaroten

  Betakaroten merupakan salah satu provitamin A yang berperan sebagai antioksidan dan dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker.

  Betakaroten terdapat pada aprikot, wortel dan mangga dan dengan mengkonsumsi 50 mg betakaroten tiap hari dalam menu makanan dapat mengurangi risiko terkena penyakit jantung (Kosasih, 2004).

  Betakaroten bekerja sebagai antioksidan dengan cara memperlambat fase inisiasi. Pemberian vitamin A dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan tetapi, betakaroten dalam jumlah banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dan selebihnya tetap sebagai betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan (Silalahi, 2006). Rumus bangun betakaroten dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rumus bangun betakaroten (Silalahi, 2006).

  2.4.4 Vitamin E

  Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, bersifat tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak atau minyak.

Gambar 2.3 Rumus bangun vitamin E (Silalahi, 2006).

  Struktur molekul vitamin E di atas menunjukkan bahwa vitamin E merupakan suatu antioksidan yang efektif, yang dengan mudah menyumbangkan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH) dari struktur cincin ke radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi tidak reaktif. Dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi suatu radikal, tetapi lebih stabil karena elektron yang tidak berpasangan pada atom oksigen mengalami delokalisasi ke dalam struktur cincin aromatik (Silalahi, 2006).

  2.4.5 Polifenol

  Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.

  Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiler, 2000). Struktur dasar polifenol dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur dasar polifenol (Hattenschwiler, 2000).

2.5 Spektrofotometri UV-Visible

  Prinsip kerja Spektrofotometer Visible adalah sinar/cahaya dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai acuan (Ewing, 1975).

  Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day, 1994).

  Spektrofotometer UV/Visibel pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau pencatat. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm (Rohman, 2007).

2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

  Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu:

  (1). BCB Method ( β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan β-

karoten, (2). DPPH (1,1-difenil-2- picrylhydrazil) Radical Scavenging Method

  (Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric Acid-

  

Reactive Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical

Absorbance Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant

Capacity), (6). FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7).

Determination of Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid

Hydroperoxides (De la Rosa, 2010).

  Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO

  4 dan

  bentuk tereduksinya yaitu 1,1-difenil-2- picrylhydrazine (DPPH-H) yang DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

  Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan.

  Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

  Molyneux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC yang diperoleh

  50

  50

  berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. Rumus molekul DPPH dapat dilihat pada Gambar 2.5. a b

Gambar 2.5 Rumus Bangun DPPH (Molyneux, 2004) Keterangan:

  a. bentuk radikal (DPPH)

  b. bentuk nonradikal (DPPH-H) DPPH merupakan radikal bebas yang stabil karena resonansi yang dialaminya. Resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.

Gambar 2.6 Resonansi DPPH (Molyneux, 2004)Gambar 2.7 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).

  Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC

  50 ) atau Inhibition Concentration (IC 50 ) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

  menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC

  50 atau IC 50 yang rendah (Molyneux, 2004).

  2.6.1 Pelarut

  Metode ini akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

  2.6.2 Pengukuran absorbansi

  • – panjang gelombang

  Panjang gelomb maks ) yang digunakan dalam pengukuran ang maksimum (λ sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).

  2.6.3 Waktu pengukuran

  Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 60 yang pernah digunakan adalah 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang tepat adalah ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004).

Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-Heksana Etilasetat dan Air Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

1 75 100

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstak Etanol Pucuk daun Labu Kunig (Cucurbita moschata Duch.) dan Herba Peleng (Spinacia oleracea L.) serta Herba Sabi (Brassica rapa L.)

1 95 102

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Pucuk Daun Labu Kuning (Cucurbita moschata Duch.) Dan Herba Peleng (Spinacia oleracea L.) Serta Herba Sabi (Brassica rapa L.)

3 78 102

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Hidrilla (Hydrilla verticillata (L.f.) Royle)

14 95 83

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata var. laurentii)

11 99 95

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Tumbuhan Pare (Momordica charantia L.)

14 120 84

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ekstrak Etanol Herba Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.).

37 149 78

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dari Beberapa Jenis Kulit Jeruk

0 3 66

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-Heksana Etilasetat dan Air Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

0 0 38

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol serta Fraksi n-Heksana Etilasetat dan Air Herba Kurmak Mbelin (Enydra fluctuans Lour.)

0 0 15