BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uraian Teoritis

2.1.1 Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen
Kepuasan konsumen telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis.
Menurut Kotler dan Keller (2009:139), kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk
yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Sedangkan,
ketidakpuasan adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian
(disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
produk setelah pemakaiannya (Tjiptono, 2008:24). Ketidakpuasan konsumen
terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan persepsi dan harapan
konsumen (Kotler dan Keller, 2008:177).
Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan
harapan. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, konsumen akan merasa tidak
puas. Sebaliknya, jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, konsumen akan merasa

puas. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman
mengkonsumsi produk atau jasa sebelumnya. Ketidakpuasan konsumen pada
pasca pembelian atau pasca konsumsi menyebabkan konsumen mencari alternatif
merek lain untuk mencapai kepuasannya.
Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang
berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain.

Universitas Sumatera Utara

Berkaitan dengan hal ini, ada tiga kategori atau komplain terhadap ketidakpuasan
konsumen (Tjiptono, 2008:22), yaitu:
a.

Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan
atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun
kepada distributornya.

b.


Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu
kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalamannya dengan produk
atau perusahaan yang bersangkutan.

c.

Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum,
mengadu lewat media massa, atau secara langsung mendatangi lembaga
konsumen, instansi hukum, dan sebagainya.
Banyak perusahaan memfokuskan pada kepuasan konsumen karena

konsumen yang puas tidak mudah pilihannya. Kepuasan konsumen yang tinggi
menciptakan keeratan emosional terhadap merek tertentu, bukan hanya kesukaan
atau prefensi rasional. Sebagai hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen
yang tinggi. Keputusan konsumen untuk setia atau beralih ke yang lain berasal
dari penjumlahan banyak pertemuan kecil dengan perusahaan (Kotler dan Keller,
2007:178).
Konsumen memperoleh pengalaman mengenai kinerja suatu produk selama

mengkonsumsi produk tersebut, dan hal ini menimbulkan perasaan puas atau tidak

Universitas Sumatera Utara

puas. Harapan konsumen merupakan perkiraan tentang apa yang akan diterimanya
bila membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang
dirasakan adalah persepsi konsumen terhadap apa yang diterimanya setelah
mengkonsumsi produk yang telah dibeli. Pada akhirnya konsumen yang merasa
terpuaskan kebutuhan dan keinginannya akan menindaklanjutinya dengan
melakukan pembelian ulang dengan merek yang sama. Sedangkan, konsumen
yang mengalami ketidakpuasan cenderung merubah perilaku pembeliannya
dengan melakukan perpindahan pada merek lain.
Menurut Tjiptono (2000:91) model kepuasan/ketidakpuasan konsumen
dapat digambarkan sebagai berikut:
Pemakaian / Konsumsi
Produk

Harapan Kinerja

Konfirmasi/

Diskonfirmasi Harapan

Evaluasi Kinerja

Evaluasi terhadap
Keadilan Perputaran

Respon Emosional

Atribusi Penyebab
Kinerja Produk

Kepuasan / Ketidakpuasan
Konsumenn

Sumber : Tjiptono (2000:91)

Gambar 2.1
Model Kepuasan/Ketidakpuasan Konsumen


Universitas Sumatera Utara

Timbulnya ketidakpuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut, yaitu:
a.

Ketidaksetujuan mereka terhadap produk keseluruhan atau sebagian, karena
mereka tidak mengetahui manfaat dari produk tersebut. Hal ini dikarenakan
kurangnya informasi yang diberikan oleh produsen kepada konsumen.

b.

Ketidaksetujuan mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh produsen
kepada para konsumen. Hal ini dikarenakan sikap produsen yang tidak
ramah terhadap konsumen.

c.

Ketidakpuasan mereka terhadap harga yang diberikan oleh produsen
terhadap produk yang ditawarkan.


d.

Ketidakpuasan konsumen terhadap lingkungan dimana produk tersebut
dijual atau lokasi.
Ketidakpuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja

atau hasil yang dirasakan. Karena konsumen adalah orang yang menerima hasil
pekerjaan (produk) seseorang, maka konsumenlah yang menentukan kualitas atau
kinerja suatu produk. Kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh
atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Irawan (2008:45) mengidentifikasi tujuh
dimensi kualitas produk, yaitu:
1.

Kinerja (Perfomance)
Berkaitan dengan aspek fungsional (fungsi utama produk) dan merupakan
karakteristik utama yang dipertimbangkan ketika ingin membeli suatu
produk.

Universitas Sumatera Utara


2.

Keandalan (Reliability)
Merupakan suatu kemungkinan dari suatu produk melaksanakan fungsinya
secara berhasil dalam suatu jangka waktu tertentu dibawah kondisi tertentu.
Jadi, keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan
tingkat keberhasilan dalam penggunaan produk tersebut.

3.

Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features)
Merupakan aspek kedua dari perfomance yang menambah fungsi dasar yang
biasanya terdapat pada fungsi menu dari suatu produk.

4.

Daya tahan (Durability)
Berkaitan dengan daya tahan (keawetan) dari produk tersebut.


5.

Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance)
Berhubungan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang
telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumennya.

6.

Pelayanan (Service Ability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan,
kesopanan, kompetensi serta akurasi dalam produk.

7.

Desain (Aesthetics)
Dimensi ini banyak yang menawarkan aspek emosional dan keindahan
produk dalam mempengaruhi kepuasan konsumen.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penilaian terhadap kepuasan

konsumen dapat dibedakan menjadi tiga (Ishadi, 2012:46):

1.

Positive Disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih baik dari yang
diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

2.

Simple Confirmation, dimana hasil yang diterima sama dengan yang
diharapkan.

3.

Negative Disconfirmation, dimana hasil yang diterima lebih buruk dari hasil
yang diharapkan.

2.1.2 Kebutuhan Mencari Variasi (Variety Seeking)
Konsep kebutuhan mencari variasi berhubungan dengan studi marketing dan
exploratory purchase behavior seperti perpindahan merek dan perilaku inovasi.

Dari sudut pandang psikologi dihasilkan teori yang menyatakan bahwa sumber
kebutuhan mencari variasi adalah kebutuhan internal untuk stimulasi.
Schiffman dan Kanuk (2007:115) mengemukan bahwa sifat yang
digerakkan oleh kepribadian yang persis sama dan berhubungan dengan Tingkat
Stimulasi Optimum (TSO) adalah pencari variasi atau kesenangan baru. Ketika
stimulasi (dalam bentuk kompleksitas, arousal, dan sebagainya) berada di bawah
level ideal, individu menjadi jenuh dan mencoba untuk lebih menghasilkan input
stimulasi melalui perilaku seperti exploration dan novelty seeking. Sebaliknya,
ketika stimulasi mengalami peningkatan melebihi level ideal, individu akan
berusaha menurunkan input stimulasi.
Kebutuhan mencari variasi adalah perilaku konsumen untuk melepaskan
suatu kejenuhan karena keterlibatan rendah pada merek atau produk. Adanya
situasi pembelian yang ditandai dengan keterlibatan yang rendah tetapi perbedaan
merek bersifat nyata. Di sini konsumen dilihat banyak melakukan peralihan
merek. Perilaku ini dikarakteristikkan dengan sedikitnya pencarian informasi dan
pertimbangan alternatif atau pilihan. Konsep variety seeking merupakan tipe

Universitas Sumatera Utara

penyelesaian masalah rutin yang berkaitan dengan convenience goods dan jarang

berkaitan dengan shopping and specialty goods (Mayasari, 2005:21).
Variety seeking adalah komitmen secara sadar untuk membeli merek lain
karena terdorong untuk terlibat atau mencoba hal-hal yang baru, rasa ingin tahu
dengan hal-hal yang baru, novelty (kesenangan baru), atau untuk mengatasi
masalah kejenuhan terhadap hal yang lama atau biasanya (Setiyaningrum,
2005:7).
Salah satu yang mendorong personality traits adalah variety-novelty
seeking. Beberapa tipe konsumen yang mencari variasi (variety-novelty seeking)
adalah sebagai berikut (Schiffman dan Kanuk, 2007:115):
1.

Perilaku pembelian yang bersifat penyelidikan (Exploratory Purchase
Behavior), merupakan keputusan perpindahan merek untuk mendapatkan
pengalaman baru dan kemungkinan alternatif yang lebih baik.

2.

Penyelidikan pengalaman orang lain (Vicarious Exploration), konsumen
mencari informasi tentang suatu produk yang baru atau alternatif yang
berbeda, kemudian mencoba menggunakannya.

3.

Keinovatifan pemakaian, konsumen telah menggunakan dan mengadopsi
suatu produk dengan mencari produk yang lebih baru dengan teknologi
yang

lebih

tinggi

seperti

produk-produk

alat

elektronik

yang

metode

untuk

model/fungsinya telah berubah.
Dalam

mengidentifiksi

kebutuhan

mencari

variasi,

mengetahui kebutuhan dalam keputusan mencari variasi tersebut dijabarkan lebih
konkrit ke dalam sejumlah konstruk yang disebut sebagai Exploratory Acquisition

Universitas Sumatera Utara

of Product (EAP) yang dikutip dari Van Trijp (1996:291) yang telah disesuaikan
sebagai berikut:
1.

Lebih suka merek yang belum pernah dicoba.

2.

Merasa tertantang jika memesan merek yang belum familiar.

3.

Meskipun menyukai merek tertentu, namun sering mencoba merek yang
baru.

4.

Tidak khawatir dalam mencoba merek baru atau berbeda.

5.

Jika merek produk tersedia dalam sejumlah variasi, pasti akan mencobanya.

6.

Menikmati peluang membeli merek yang tidak familiar demi mendapatkan
variasi dalam suatu pembelian.
Setiyaningrum (2005:8) mengemukakan suatu model teorikal tentang

exploratory purchase behavior yang digambarkan pada Gambar 2.2 berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Perbedaan Individu
Ciri Kepribadian
- Dogmatis
- Mementingkan hal duniawi
- Otoriter
- Liberal
- Kemampuan berusaha
- kreativitas

Factor Mitivasional
- Keinginan untuk berubah
- Keinginan menjadi unik
- Rasa ingin tahu
- Keinginan menanggung risiko
bahaya, ancaman

Karakteristik Produk
Karakteristik Obyektif
- Jumlah alternative
- Frekuensi antar pembelian
Karakteristik Subyektif
- Keterlibatan
- Risiko yang dipersepsikan
- Perbedaan antar merek
- Loyalitas merek
- Tergantung perasaan individu

Pengendalian Variasi

Faktor penyebab exploratory lainnya
Strategi Keputusan :
- Membeli yang paling
murah
- Membeli pada saat diskon
- Membeli dengan kupon

Faktor Situasional
Normatif
- Kehabisan sbk
- Pengaruh orang lain

Ketidakpuasan terhadap
Product Sebelumnya
- Merek produk yang
digunakan tidak sesuai
harapan

Pemecahan Masalah
- Keinginan mencoba
produk baru untuk
pemecahan masalah
konsumsi

Explorasi Pembelian
- Perpindahan merek
- Melakukan inovasi
Sumber : Setiyaningrum (2005:8)

Gambar 2.2
Model Teoritikal tentang Exploratory Purchase Behaviour
Pada Gambar 2.2, menjelaskan mengenai lima faktor utama yang
menyebabkan konsumen melakukan eksplorasi pembelian. Kelima faktor tersebut
adalah variety seeking, strategi keputusan, faktor-faktor situasional dan normatif,
ketidakpuasan terhadap merek atau produk yang digunakan sebelumnya, dan

Universitas Sumatera Utara

strategi pemecahan masalah. Variety seeking merupakan faktor yang paling
dominan dalam mempengaruhi konsumen untuk melakukan eksplorasi pembelian.
Ciri kepribadian dogmatis, otoriter, tidak memiliki faktor motivasi untuk
berubah, tidak ada keinginan untuk menjadi pribadi yang unik, dan berani
menanggung resiko dan produk memiliki karakteristik sedikit alternatif merek,
waktu antara pembelian relatif lama, keterlibatan tinggi, perbedaan antara merek
tinggi, dan loyalitas merek tinggi dapat menghambat individu dalam mencari
variasi untuk berpindah merek.
Ketika konsumen tidak puas dan suka mencari variasi maka konsumen akan
lebih termotivasi untuk berpindah merek, namun ketika konsumen tidak puas dan
konsumen tidak suka mencari variasi maka konsumen kurang termotivasi untuk
berpindah merek. Setiyaningrum (2005:9), menegaskan bahwa variety seeking
hanya terjadi pada produk low involvement yang mana produk tersebut tidak
terlalu beresiko bagi konsumen. Konsumen yang tidak puas pada suatu merek
dapat dengan mudah berpindah merek karena keterlibatan rendah dan kecilnya
resiko. Pada pembelian produk low involvement konsumen hanya mencari
informasi dan mengevaluasi alternatif yang terbatas atau tidak melakukan
pencarian informasi dan evaluasi lagi terhadap berbagai alternatif merek, sehingga
ada kemungkinan variety seeking memoderasi hubungan ketidakpuasan konsumen
dengan keputusan perpindahan merek.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Perilaku Konsumen
Dalam rangka memasarkan produknya, penting bagi pemasar untuk
mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen,
seorang pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat. Menurut
Rangkuti (2013:62), perilaku konsumen didefinisikan sebagai “Perilaku yang
ditunjukan oleh konsumen untuk mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi,
dan menghabiskan barang dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan
kebutuhannya.”
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen,
sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan,
pendapat, sikap, dan selera yang berbeda. Kotler dan Armstrong (2001:197)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah
kebudayaan, faktor sosial, pribadi, dan psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut
tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk
mengetahui

seberapa

jauh

faktor-faktor

perilaku

konsumen

tersebut

mempengaruhi pembelian konsumen.

Sumber : Kotler dan Amstrong (2001:197)

Gambar 2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Universitas Sumatera Utara

Adapun penjelasan dari Gambar 2.3 adalah sebagai berikut:
1.

Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan yang paling
dalam terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang
dimainkan oleh:
a.

Budaya
Budaya merupakan faktor penentu utama dari keinginan dan perilaku
seseorang. Budaya seseorang terbentuk melalui proses belajar dari
lingkungannya. Manusia tumbuh dan berkembang di dalam suatu
lingkungan, dimana dalam lingkungan inilah mereka biasanya
memperlajari nilai-nilai, persepsi, dan juga tingkah laku. Pemasar
sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran kultur tersebut agar
dapat menyediakan produk-produk yang benar-benar diinginkan
konsumen.

b.

Subbudaya
Subbudaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah
berdasarkan

pengalaman

dan

situasi

kehidupan

yang

umum.

Sehubungan dengan hal ini, maka seorang pemasar harus mampu untuk
merancang suatu produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan subbudaya tersebut.
c.

Kelas Sosial
Kelas sosial adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam
masyarakat yang para anggotanya mempunyai nilai, minat dan perilaku

Universitas Sumatera Utara

yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja,
seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lainnya. Kelas sosial
seseorang berpengaruh terhadap pilihan produk dan merek yang akan
dibelinya.
2.

Faktor Sosial
a.

Kelompok acuan
Kelompok ini memiliki pengaruh secara langsung atau pengaruh tidak
langsung terhadap setiap sikap dan perilaku yang bersangkutan dalam
mengambil keputusan pembelian suatu produk dan merek.

b.

Keluarga
Anggota keluarga dari pembeli dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat terhadap perilaku si pembeli. Pengaruh tersebut timbul
akibat kedekatan pembeli dengan keluarganya terutama dengan
orangtua.

c.

Peran dan status
Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang
menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa
status

yang

mencerminkan

penghargaan

yang

diberikan

oleh

masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukkan
statusnya dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

3.

Faktor Pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang
berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Keputusan pembelian
juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:
a.

Umur dan tahap daur hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidupnya.
Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi seringkali
berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur
hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai
dengan kedewasaannya.

b.

Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai
minat diatas rata-rata akan produk dan jasa mereka.

c.

Situasi ekonomi
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar
produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan
dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat.

d.

Gaya hidup
Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan,
hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode,
keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan

Universitas Sumatera Utara

kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan
berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia.
e.

Kepribadian dan konsep diri
Kepribadian

setiap

orang

jelas

mempengaruhi

tingkah

laku

membelinya. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah
laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.
4.

Faktor psikologis
Pilihan pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis yang
utama, yaitu:
a.

Motivasi
Motivasi adalah dorongan diri dalam diri seseorang untuk melakukan
suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhannya yang belum terpenuhi.

b.

Persepsi
Perilaku pembelian seseorang terhadap suatu produk dan merek
dipengaruhi oleh persepsi orang yang bersangkutan. Persepsi terbentuk
melalui informasi yang diperoleh melalui panca indera.

c.

Proses pembelajaran
Proses pembelajaran menggambarkan perubahan-perubahan dalam
perilaku individu yang timbul dari pengalaman. Perilaku manusia
kebanyakan dipengaruhi oleh proses belajar. Sedangkan, sikap
mendeskripsikan tentang proses evaluasi, perasaan, dan cara bersikap
terhadap suatu objek atau ide.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Perilaku Pembelian
Pada seorang konsumen, semakin kompleks keputusan yang harus diambil
biasanya semakin banyak pertimbangan untuk membeli. Kotler dan Armstrong
(2008:177) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan
tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek.
1.

Perilaku Pembelian Kompleks (Complex Buying Behavior)
Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks (complex buying
behavior) ketika mereka sangat terlibat dalam pembelian dan merasa ada
perbedaan yang signifikan antarmerek.

2.

Perilaku Pembelian Pengurangan Disonasi (Dissonance-reducing Buying
Behavior)
Perilaku pembelian pengurangan disonansi (dissonance-reducing buying
behavior) terjadi ketika konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang
mahal, jarang dilakukan, atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit
perbedaan antarmerek.

3.

Perilaku Pembelian Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)
Perilaku pembelian kebiasaan (habitual buying behavior) terjadi dalam
keadaan keterlibatan konsumen yang rendah dan sedikit perbedaan merek.

4.

Perilaku Pembelian Mencari Keragaman (Variety-seeking Buying Behavior)
Konsumen melakukan perilaku pembelian mencari keragaman (varietyseeking buying behavior) dalam situasi yang mempunyai karakter
keterlibatan konsumen rendah tetapi anggapan perbedaan merek yang
signifikan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Perilaku Pascapembelian
Pekerjaan pemasar tidak berakhir ketika produk telah dibeli. Menurut Kotler
dan Armstrong (2008:181), perilaku pascapembelian adalah tahap proses
keputusan pembeli dimana konsumen mengambil tindakan selanjutnya setelah
pembelian, berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Setelah membeli
produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku
pascapembelian (postpurchase behavior) yang harus diperhatikan oleh pemasar.
2.1.6 Merek
Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin
mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang
memposisikan pemasar untuk selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar.
Salah satu aset untuk mencapai keadaan tersebut adalah merek (brand).
American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:258)
mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan merek para
pesaing.”
Merek merupakan tanda berupa gambar, nama kata, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2005:25).
2.1.7 Loyalitas Merek
Menurut Mowen dan Minor (2002:108), loyalitas merek didefinisikan
sebagai sejauh mana seorang konsumen menunjukan sikap positif terhadap suatu

Universitas Sumatera Utara

merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan berniat untuk terus
membelinya di masa depan. Dengan demikian, loyalitas merek secara langsung
dipengaruhi oleh kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap merek tertentu.
Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek sebagai suatu ukuran
keterkaitan konsumen kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan
gambaran tentang mungkin tidaknya seorang konsumen beralih ke merek lain
yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati
adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang
konsumen yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah
memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek
tersebut. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu merek meningkat, kerentanan
kelompok konsumen tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing
dapat dikurangi. Ini merupakan satu indikator dari ekuitas merek yang nyata-nyata
terkait dengan laba masa depan, karena loyalitas merek secara langsung
ditafsirkan sebagai penjualan masa depan.

Sumber : Rangkuti (2004:61)

Gambar 2.4
Piramida Loyalitas

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan piramida loyalitas pada Gambar 2.4 dijelaskan bahwa:
a.

Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah konsumen tidak loyal atau sama
sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan
demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.
Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek
atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih
memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

b.

Tingkat kedua adalah para konsumen merasa puas dengan produk yang
digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya,
tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk
mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain
memerlukan suatu tambahan biaya. Para konsumen tipe ini dapat disebut
konsumen tipe kebiasaan (habitual buyer).

c.

Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya
peralihan, baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya
untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut
dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila
melakukan penggantian ke merek lain. Para konsumen tipe ini disebut
satisfied buyer.

d.

Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut.
Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi,
seperti simbol. Rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan

Universitas Sumatera Utara

kualitas yang tinggi. Para konsumen pada tingkat ini disebut sahabat merek,
karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
e.

Tingkat teratas adalah para konsumen yang setia. Mereka mempunyai suatu
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek
tersebut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun
sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.

2.1.8 Konsumen Berpindah Merek (Brand Switchers)
Chinho Lin et al., (2000:283) menyatakan definisi dari brand switchers
adalah : “A portion of the shoppers will switch products at least once when they
make their current or subsequent choices.” Yang artinya, sejumlah pembeli atau
konsumen yang akan beralih merek ke merek lain paling tidak pada saat mereka
menentukan pilihannya yang terkini.
Model tentang struktur pasar akan pembelian berulang (repeat purchasing)
dan perilaku berpindah merek (brand switching) dapat dilihat pada Gambar 2.5:

Sumber : Chinho Lin et al. (2000:83)

Gambar 2.5
Market Structur Of Repeat Purchasing and Brand Switching

Universitas Sumatera Utara

Pada Gambar 2.5, menjelaskan bahwa kesetiaan konsumen terhadap merek
tertentu berhubungan dengan karakteristik konsumen yang hanya ingin membeli
satu produk merek tersebut saja daripada berpindah ke merek lain. Kelompok
inilah yang disebut sebagai brand loyal customer. Pada Gambar 2.5 brand loyal
customer adalah yang ditunjukkan oleh panah ke bawah.
Konsumen yang tidak loyal terhadap suatu jenis merek tertentu,
dikategorikan dalam potential switchers. Konsumen-konsumen ini dipengaruhi
oleh banyak faktor. Tidak juga tertutup kemungkinan, bahwa potential switchers
ini akan melakukan pembelian berulang (repeat purchase), dapat dilihat pada
gambar di dalam lingkaran sebelah kanan.
2.1.9 Perpindahan Merek (Brand Switching)
Perilaku perpindahan merek dapat terjadi dikarenakan beragamnya produk
yang ada di pasaran sehingga menyebabkan adanya perilaku memilih produk yang
sesuai dengan kebutuhan atau karena terjadi masalah dengan produk yang sudah
dibeli maka konsumen kemudian beralih ke merek lain. Oleh sebab itu definisi
dari brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan konsumen untuk
setiap waktu penggunaan (www.swa.co.id).
Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang
dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari suatu merek ke merek
yang lain (Setiyaningrum, 2005:5). Perpindahan merek (brand switching) juga
diartikan sebagai suatu perilaku konsumen yang mencerminkan pergantian dari
merek produk yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain. Dapat dikatakan
saat dimana seorang konsumen berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah

Universitas Sumatera Utara

produk tertentu ke merek produk lainnya. Tingkat brand switching ini juga
menunjukan sejauh mana sebuah merek memiliki konsumen yang loyal. Semakin
tinggi tingkat brand switching, maka semakin tidak loyal seorang konsumen. Ini
berarti semakin berisiko juga merek yang dikelola perusahaan karena bisa dengan
mudah dan cepat kehilangan konsumen.
Brand switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang
dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai
kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain yang dikarenakan adanya
ketidakpuasan terhadap merek yang dibeli. Ketidakpuasan tersebut terjadi ketika
harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga konsumen akan bersikap negative
terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya konsumen akan membeli lagi
merek yang sama.
Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel,
seperti pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan
konsumen dengan produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat
memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut. Ketidakpuasan
konsumen dari pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa
tertarik untuk mencari merek lain di luar merek yang biasanya. Pencarian merek
lain ini dapat dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media
cetak, media elektronik, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku untuk berpindah
merek (brand switching).

Universitas Sumatera Utara

Konsumen yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dihipotesiskan
sebagai konsumen yang paling rentan terhadap perpindahan merek karena adanya
rangsangan pemasaran (Junaidi dan Dharmmesta, 2002:91). Penyebab lain
perpindahan merek adalah beragamnya penawaran produk lain dan adanya
masalah degan produk yang sudah dibeli.

Universitas Sumatera Utara

2.2

Penelitian Terdahulu

Peneliti
Musodik
(2008)

Naibaho
(2009)

Wardani
(2010)

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Alat
Judul
Analisis
Analisis Pengaruh Analisis
Ketidakpuasan
Regresi
Konsumen,
Linier
Karakteristik
Berganda
Kategori Produk,
Kebutuhan
Mencari Variasi
Serta Dampaknya
Terhadap
Keputusan
Perpindahan
Merek Sepeda
Motor
Pengaruh
Analisis
Ketidakpuasan
Regresi
Konsumen Dan
Linier
Kebutuhan
Berganda
Mencari Variasi
Terhadap
Keputusan
Perpindahan
Merek
Handphone GSM
Dari Nokia Ke
Sony Ericsson
Pengaruh
Analisis
Ketidakpuasan
Regresi
Konsumen,
Linier
Kebutuhan
Berganda
Mencari Variasi
Produk, Harga
Produk Dan Iklan
Produk Pesaing
Terhadap
Keputusan
Perpindahan
Merek Dari
Sabun Pembersih
Wajah Biore

Hasil
Ketidakpuasan
Konsumen,
Karakteristik
Kategori Produk, Dan
Kebutuhan Mencari
Variasi berpengaruh
positif dan signifikan
secara simultan dan
parsial Terhadap
Keputusan
Perpindahan Merek
Sepeda Motor
Ketidakpuasan
Konsumen dan
Kebutuhan Mencari
Variasi berpengaruh
positif dan signifikan
secara simultan dan
parsial Terhadap
Keputusan
Perpindahan Merek
Handphone GSM
Dari Nokia Ke Sony
Ericsson
Ketidakpuasan
Konsumen,
Kebutuhan Mencari
Variasi Produk,
Harga Produk Dan
Iklan Produk Pesaing
berpengaruh positif
dan signifikan secara
simultan dan parsial
Terhadap Keputusan
Perpindahan Merek
Dari Sabun
Pembersih Wajah
Biore

Universitas Sumatera Utara

2.3

Kerangka Konseptual
Menurut Kotler dan Keller (2009:139), kepuasan adalah perasaan senang

atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil)
produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Sedangkan,
ketidakpuasan

konsumen

adalah

respon

konsumen

terhadap

evaluasi

ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan
kinerja aktual produk setelah pemakaiannya (Tjiptono, 2008:24). Ketidakpuasan
konsumen terjadi apabila kinerja suatu produk tidak sesuai dengan persepsi dan
harapan konsumen (Kotler dan Keller, 2008:177). Harapan konsumen merupakan
perkiraan tentang apa yang akan diterimanya bila membeli atau mengkonsumsi
suatu produk atau jasa. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi
konsumen terhadap apa yang diterimanya setelah mengkonsumsi produk yang
telah dibeli.
Kebutuhan mencari variasi (variety seeking) adalah komitmen secara
sadar untuk membeli merek lain karena terdorong untuk terlibat atau mencoba
hal-hal yang baru, rasa ingin tahu dengan hal-hal yang baru, novelty (kesenangan
baru), atau untuk mengatasi masalah kejenuhan terhadap hal yang lama atau
biasanya (Setiyaningrum, 2005:7). Kebutuhan mencari variasi adalah perilaku
konsumen untuk melepaskan suatu kejenuhan karena keterlibatan rendah pada
merek atau produk. Adanya situasi pembelian yang ditandai dengan keterlibatan
yang rendah tetapi perbedaan merek bersifat nyata. Di sini konsumen dilihat
banyak melakukan peralihan merek. Perilaku ini dikarakteristikkan dengan
sedikitnya pencarian informasi dan pertimbangan alternatif atau pilihan. Konsep

Universitas Sumatera Utara

variety seeking merupakan tipe penyelesaian masalah rutin yang berkaitan dengan
convenience goods dan jarang berkaitan dengan shopping and specialty goods
(Mayasari, 2005:21).
Perpindahan merek (brand switching) adalah pola pembelian yang
dikarakteristikkan dengan perubahan atau pergantian dari suatu merek ke merek
yang lain (Setiyaningrum, 2005:5). Perpindahan merek juga diartikan sebagai
suatu perilaku konsumen yang mencerminkan pergantian dari merek produk yang
biasa dikonsumsi dengan produk merek lain. Dapat dikatakan saat dimana seorang
konsumen berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek
produk lainnya.
Pengalaman

konsumen

dalam

mengkonsumsi

suatu

produk

dapat

memunculkan rasa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap merek produk tersebut.
Ketidakpuasan konsumen dari pengalaman dengan suatu produk dapat
menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari variasi dari merek lain
yang tujuan utamanya untuk melepaskan kejenuhan dari produk yang biasa
dikonsumsi. Ketika konsumen tidak puas dan suka mencari variasi maka
konsumen akan lebih termotivasi untuk berpindah merek.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat
digambarkan model kerangka konseptual penelitian yang dapat dilihat pada
Gambar 2.6.

Universitas Sumatera Utara

Ketidakpuasan Konsumen
(X1)
Perpindahan Merek (Y)
Kebutuhan Mencari Variasi
(X2)
Sumber : Tjiptono (2008:24), Setiyaningrum (2005:7), Setiyaningrum (2005:5).

Gambar 2.6
Kerangka Konseptual

2.4

Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah

diuraikan oleh peneliti sebelumnya, maka hipotesis yang dikemukakan oleh
peneliti adalah:
1)

Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO
Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

6 122 86

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perpindahan Merek Dunkin’ Donuts ke J.CO Donuts and Coffee pada mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

2 60 105

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Handphone Dari Nokia Ke Blackberry Pada Mahasiswa Fakultas Hukum S-1 USU

1 32 99

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Handphone Gsm Dari Nokia Ke Sony Ericsson (Studi Kasus Mahasiswa Fakultas Ekonomi S-1 Reguler USU)

0 38 108

Analisis Pengaruh Iklan Pesaing, Ketidakpuasan Pelanggan, dan Kebutuhan Mencari Variasi terhadap Perpindahan Merek Pasta Gigi Formula di Wilayah Perkotaan Kabupaten Jember

0 24 97

Pengaruh Atribut Produk, Harga, Kebutuhan Mencari Variasi dan Ketidakpuasan Konsumen terhadap Keputusan Perpindahan Merek dari Samsung Galaxy Series di Kota Malang

0 3 12

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek 2.1.1 Pengertian Merek - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Uni

0 0 15

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera

0 0 9

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 10