Institusi Liberal Tantangan Bagi Realism

Tugas Review I Institusi Internasional
NPM

: 1306384082

Jurusan

: Ilmu Hubungan Internasional

Bahan Utama : Grieco, J.M. “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of
the Newest Liberal Institutionalism.”, International Organization, Vol.42,
No.3 (Summer, 1988), pp. 485-507. http://www.jstor.org/stable/2706787

Institusi Liberal : Tantangan bagi Realisme
Ilmu Hubungan Internasional mempelajari hubungan antar aktor-aktor Internasional,
di antaranya hubungan antar negara. Dalam membahas hubungan antar aktor-aktor
Internasional, terutama negara, terdapat dua paradigma yang sering beradu argumentasi, bisa
disebut sebagai rival, mengenai hal-hal yang terjadi dalam hubungan antar negara tersebut.
Dua paradigma tersebut adalah liberalisme dan realisme. Dalam review ini, akan dibahas dua
perdebatan sengit antara kaum liberal dan realis dalam pandangannya mengenai institusi
liberal yang ada di dunia internasional. Terdapat tiga poin penting dari review kali ini, yaitu

sejarah terbentuknya pemikiran kaum liberal mengenai institusi liberal, perdebatan antara
kaum liberal dan realis mengenai institusi liberal, dan analisis serta kesimpulan dari analisis
mengenai institusi liberal tersebut.
Sejarah Pemikiran Institusi Liberal
Pada artikel jurnalnya, Grieco menjelaskan mengenai institusi liberal yang lahir
diawali dengan pemikiran Realis yang berpendapat bahwa tidak mungkin suatu negara saling
bekerja sama dalam dunia internasional dengan institusi internasionalnya untuk mendapatkan
apa yang menjadi common interestnya.1 Kaum Realis juga pesimis dengan kemampuan dari
institusi internasional menangani sistem anarki yang ada di dalam dunia internasional yang
dianggap bagi seorang realis sebagai penghambat dari terbentuknya kerja sama yang bersifat
saling menguntungkan.2 Melihat pemahaman dari kaum realis yang pesimis akan
terbentuknya institusi internasional, kaum liberal merumuskan sebuah pemikiran mengenai
institusi internasional yang nantinya di dalam pemikiran mereka akan menjadi pemecah
permasalahan dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh kaum realis. Tantangan besar
1

J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal Institutionalism.”,
International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 485. http://www.jstor.org/stable/2706787
2
Ibid., 485.


bagi kaum realis adalah pemikiran kaum liberal tersebut, yang mereka sebut sebagai institusi
liberal (liberal institutionalism).3
Tahun 1940-1970 merupakan waktu di mana kaum liberal mengeluarkan beberapa
teori-teori yang mendukung akan institusi liberalnya. Pada tahun 1940 dan awal tahun 1950,
kaum liberal mempresentasikan functionalist integration theory.4 Teori ini menjelaskan
mengenai pembentukan kerja sama di antara negara melalui integrasi dari satu negara atau
lebih yang memiliki tujuan ekonomi.5 Berlanjut pada tahun 1950 dan 1960 mengembangkan
teori sebelumnya yaitu functionalist integration theory menjadi neofunctionalist regional
integration theory.6 Puncaknya pada tahun 1970, dipresentasikan oleh kaum liberal sebuah
teori yang dinamakan interdependence theory.7 Ketiga teori yang diberikan oleh kaum liberal
sebagai pembuktian kepada kaum realis membuktikan bahwa kerja sama antara negara
sebagai aktor internasional dapat terjadi dan memiliki nilai optimis yang tinggi untuk negara
mencapai common interestnya di dalam kerja sama yang mereka jalankan.
Dalam perjalanannya, pemahaman kaum liberal semakin bertambah dan cenderung
untuk menerima konsep-konsep yang dikeluarkan oleh kaum realis. Sebagai contoh, dulu
liberal yang tidak mengakui akan adanya anarki, yaitu keadaan di mana negara tidak ada
pemerintahan yang lebih kuat dari negara atau negara menjadi aktor tertinggi dalam dunia
internasional. Pemahaman liberal berubah yang semula memiliki nama liberalism, berevolusi
menjadi neo-liberalisme (The New Liberalism).8 Semakin menuju era-modern, pemahaman

liberalis mencoba untuk menerima beberapa poin-poin yang diberikan oleh realis tetapi
mereka menerima tidak hanya menerima, metode yang mereka gunakan untuk menerima
adalah terima dan tolak. Maksudnya adalah kaum liberal mungkin mempercayai bahwa
dengan adanya konsep anarki akan menggaggu terciptanya kerja sama antara negara-negara,
namun dengan adanya saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lain dalam hal

3

J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal Institutionalism.”,
International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 486. http://www.jstor.org/stable/2706787
4
Ibid, 486.
5
Alice-Catherine Carls and Megan Naughton, “Functionalism and Federalism in the European Union”, The
Center for Public Justice, accessed September 7, 2014, http://www.cpjustice.org/content/functionalism-andfederalism-european-union
6
J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal Institutionalism.”,
International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 486. http://www.jstor.org/stable/2706787
7
Ibid., 486.

8
Ibid., 486.

pemenuhan kebutuhan, maka negara akan membentuk kerja sama dengan negara lainnya,
guna mendapatkan apa yang dia inginkan.9
Perdebatan antara Kaum Realis dan Liberal mengenai Institusi Liberal
Dalam artikel jurnalnya, Grieco menjelaskan bahwa kaum realis memiliki lima poin
penting yang berhubungan dengan topik/bahasan dalam review kali ini. Poin pertama adalah
menganggap negara sebagai aktor sentral. Poin kedua adalah negara sebagai sebuah suatu
kesatuan yang unitary (negara dapat berdiri sendiri tanpa bantuan negara lain). Poin ketiga
adalah sistem Anarki berlaku pada interaksi antar negara di dalam dunia internasional. Poin
Keempat adalah Power dan Security sangat dibutuhkan oleh negara untuk bertahan hidup
dalam menjalani hubungan internasional dan demi mencapai common interestnya. Poin yang
terakhir adalah institusi internasional/liberal, menurut realis tidak terlalu memberikan dampak
yang signifikan bagi tercapainya common interest dari masing-masing negara.10
Kelima poin penting yang dikeluarkan oleh kaum realis langsung saja dibantah oleh
kaum liberal dalam penjelasan oleh Grieco dalam artikel jurnalnya. Kaum liberal membantah
poin pertama dari kaum realis yang percaya bahwa negara merupakan aktor sentris dalam
hubungan internasional dengan argumentasi mulai munculnya banyak aktor-aktor lain dalam
hubungan internasional yang memainkan peran yang signifikan di dalamnya dan memiliki

pengaruh yang besar.11 Contohnya adalah persatuan buruh, partai-partai politik, kerja sama
perdagangan, dll. Aktor-aktor yang muncul ini menyebabkan pengkaburan pandangan
mengenai aktor sentral dalam dunia internasional yang sebelumnya negara, berubah menjadi
bisa saja tetap negara dan bisa saja berubah menjadi salah satu aktor yang telah disebutkan
sebelumnya.
Poin kedua mengenai pandangan realis yang percaya bahwa negara merupakan aktor
yang unitary. Dalam term ini, unitary memiliki pengertian bahwa suatu negara cenderung
untuk bekerja sendiri dan tidak menginginkan bantuan dari negara lain, karena kaum realis
percaya bahwa negara dengan power yang besar mampu untuk bertahan hidup dalam dunia
internasional. Hal ini juga dibantah oleh kaum liberal dengan argument bahwa walaupun
negara itu memiliki power yang besar sekalipun, negara tersebut tetap membutuhkan negara

9

J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal Institutionalism.”,
International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 486. http://www.jstor.org/stable/2706787
10
Ibid., 488.
11
Ibid., 489.


yang lain untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya.12 Sebagai contoh Amerika Serikat yang
merupakan negara yang kuat dan memiliki power yang besar tidak akan ada apa-apanya
apabila negara pemasok minyak di dunia berhenti mengimpor minyak ke Amerika Serikat.
Hal ini terjadi karena untuk menjalankan berbagai teknologi yang dimiliki Amerika Serikat
dibutuhkan minyak sebagai sumber energinya. Hal ini juga merefleksikan teori
interdependence yang menjelaskan telah terbentuk banyak channel negara dan dipercaya
channel ini akan semakin meluas.13
Poin ketiga yang diusung oleh realis mengenai negara yang cenderung hanya berfokus
pada peningkatan power dan security disanggah oleh kaum liberal dengan argument bahwa
seiring berjalannya waktu, preferensi negara berubah. Mungkin preferensi negara yang dulu
sangat mengejar untuk memiliki power yang besar, sekarang bisa saja preferensinya berubah
menjadi peningkatan kesejahteraan dari suatu negara.14 Hal ini mungkin benar, karena bisa
dilihat kondisi dunia internasional sekarang (pasca-perang) dengan kondisi dunia
internasional yang dulu (saat perang) memiliki perbedaan, ketika dulu perang masih banyak
berkecamuk di mana-mana, pastinya tujuan dari negara adalah meningkatkan power dan
securitynya. Namun, di zaman sekarang yang lebih mencari perdamaian dibandingkan
mencari power dan security untuk negaranya, negara cenderung lebih berkonsentrasi
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tanpa aksi yang koersif.
Penjelasan dari Grieco mengenai poin ketiga, sejalan dengan Devitt dalam artikelnya

di internet, yaitu “Liberal institutionalism argues that in order for there to be peace in
international affairs states must cooperate together and in effect yield some of their
sovereignty to create ‘integrated communities’ to promote economic growth and respond to
regional and international security issues.”15 Devitt menjelaskan bahwa Institusi Liberal
berargumen untuk mencapai perdamaian negara-negara dapat bekerja sama dan tentunya
masih tetap berpegang teguh pada kedaulatannya masing-masing dan negara bisa saja
meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara yang dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan negara-negara anggota dari komunitas ekonomi tersebut. Memiliki pandangan
yang sama dalam pencapaian perdamaian dunia diperlukan kerja sama di dalamnya.
12

J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal
Institutionalism.”, International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 489.
http://www.jstor.org/stable/2706787
13
Ibid., 489.
14
Ibid., 489.
15
Rebecca Devitt, “Liberal Institutionalism: An Alternative IR Theory or Just Maintaining the Status Quo?” EInternational Relations Students, accessed September 8, 2014, http://www.e-ir.info/2011/09/01/liberalinstitutionalism-an-alternative-ir-theory-or-just-maintaining-the-status-quo/.


Poin keempat realis mengenai negara yang cenderung menganggap negara lain
sebagai musuh yang mengancam keberlangsungan kehidupan negara tersebut dibantah oleh
kaum liberalis. Argumen dari kaum liberalis adalah mereka melihat bahwa pada saat ini
negara lebih menunjukkan kecenderungan menganggap negara lain sebagai teman yang dapat
diajak bekerjasama demi melanjutkan keberlangsungan hidup mereka. Mereka tahu bahwa di
dalam negara membutuhkan kebutuhan lain yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh negara itu
sendiri.16 Sama dengan kejadian sebelumnya yaitu Amerika Serikat dan negara-negara
pemasok minyak, mereka saling bergantung dan saling memenuhi kebutuhannya, Amerika
Serikat yang membutuhkan minyak sebagai sumber energinya dan negara-negara pemasok
minyak yang membutuhkan teknologi untuk mengembangkan negaranya.
Hal ini juga sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Devitt dalam artikelnya yang
membahas mengenai institusi liberal yang mendasarkan ide bekerja sama antar negara
dengan tujuan dan keinginan tertentu. Konsep/ide dari complex interdependence dari
Keohane dan Nye pada tahun 1970 juga sejalan dengan argumentasi dari kaum liberal di poin
keempat.17
Poin terakhir dari realis mengenai institusi internasional yang mustahil untuk
mewujudkan kerja sama yang menguntungkan antara negara-negara anggotanya dibantah
oleh kaum liberalis. Beberapa bukti dari institusi internasional diberikan oleh kaum liberalis
bahwa institusi internasional mampu mewujudkan kerja sama yang menguntungkan negara

anggota dan meningkatkan kesejahteraan negara-negara anggota tersebut. Contohnya ILO
(International Labor Organization) dan EEC (European Economic Community) yang
dianggap kaum liberalis mampu untuk meningkatkan kerja sama yang positif dan
kesejahteraan negara anggota tersebut.18 Devitt memberikan contoh lain dalam jurnal
artikelnya yaitu EU (European Union) yang dianggap telah mampu melaksanakan
institusinya dengan baik.
Analisis dan Kesimpulan
16

J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal
Institutionalism.”, International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 490.
http://www.jstor.org/stable/2706787
17
Rebecca Devitt, “Liberal Institutionalism: An Alternative IR Theory or Just Maintaining the Status Quo?” EInternational Relations Students, accessed September 8, 2014, http://www.e-ir.info/2011/09/01/liberalinstitutionalism-an-alternative-ir-theory-or-just-maintaining-the-status-quo/.
18
J.M. Grieco, “Anarchy and the Limits of Cooperation: A Realist Critique of the Newest Liberal
Institutionalism.”, International Organization, Vol.42, No.3 (Summer, 1988), 490.
http://www.jstor.org/stable/2706787

Melihat poin-poin perdebatan dari kaum realis dan liberal menurut pendapat penulis

bisa saja keduanya memberikan pernyataan dan argumentasi yang sama benarnya. Namun,
penulis melihat bahwa kerja sama (cooperation) yang dibentuk dalam hubungan internasional
tidak memiliki dampak yang sesuai dengan tujuan diberlakukannya kerja sama internasional
tersebut, maksud penulis adalah masih terlihat unsur realisme yang pekat di dalam kerja sama
yang dibentuk. Contohnya seperti yang dijelaskan oleh Goswami dalam artikel jurnalnya,
yaitu “Japan is also keen to improve relations with Russia to prevent both China and the U.S.
from having too much influence in its policies.”19 Contoh lain yaitu “Realists also support
strengthened Indian relations with Vietnam, Burma, Taiwan, Japan, South Korea and the
ASEAN states as a balancer to the rise of China.”20 Bisa dilihat unsur realisme yang pekat
dari kerja sama yang dibentuk antara Jepang dan Russia yang cenderung menekan negara
lain, yaitu China dan Amerika Serikat.
Walaupun unsur realisme yang pekat masih terlihat dalam kerja sama yang dibentuk
antar negara contoh di atas, tetapi penulis cenderung positif dalam melihat potensi yang
dimiliki oleh kerja sama (cooperation) dalam pembentukannya dan pencapaian perdamaian
dunia serta kesejahteraan negara anggota dari kerja sama yang dibentuk. “Liberal
institutionalism in recent years has made a shift towards a more realist stance there are
forms of the theory that should still be explored and encouraged.”21

19


Namrata Goswami, “Power Shifts in East Asia: Balance of Power vs. Liberal Institutionalism”, PERCEPTIONS,
Spring 2013, Volume XVIII, pg. 22
20
Ibid., 12.
21
Rebecca Devitt, “Liberal Institutionalism: An Alternative IR Theory or Just Maintaining the Status Quo?” EInternational Relations Students, accessed September 8, 2014, http://www.e-ir.info/2011/09/01/liberalinstitutionalism-an-alternative-ir-theory-or-just-maintaining-the-status-quo/.