Landasan Historis Pendidikan docx 1
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
mata kuliah Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu
Ardika Eri Triana
Disusun Oleh:
Khumaira Sekar Tria H. (1431021001)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Historis berasal dari kata history dari bahasa Inggris yang berarti sejarah, akan tetapi
sebenarnya kata history itu sendiri asal mulanya merupaka bahasa Yunani yaitu dari kata
istoria yang artinya orang yang pandai sejarah. Perlunya mempelajari sejarah karena melalui
sejarah kita dapat memperoleh informasi dan manfaat dari sejarah tersebut. Informasiinformasi tersebut mengandung kejadian, model, konsep, moral, teori, praktik, cita-cita,
bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007). Sedangkan pendidikan, secara umum merupakan
pengalaman belajar yang berlangsung dalam lingkungan sepanjang hidup, dan secara khusus
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang berlangsung di dalam dan luar
sekolah sepanjang hayat, guna mempersiapkan individu agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008).
Indonesia sendiri telah mengalami berbagai perubahan dan salah satunya di bidang
pendidikan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor salah satunya karena
tuntutan zaman. Setelah kemerdekaan dan menerapkan sistem pendidikan kontinental karena
pada saat itu kita masih menjalin kontak dengan negara-negara Eropa seperti Belanda, namun
seiring berjalan waktu semakin disadari bahwa sistem pendidikan tersebut tidaklah cocok lagi
dengan perkembangan zaman, sehingga akhirnya mendorong bangsa Indonesia untuk
melakukan-melakukan berbagai penyesuaian.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat permasalahan yang akan kami bahas,yaitu:
1. Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di dunia?
2. Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA
Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun Sebelum Masehi.
Yang akan kita bahas pada sejarah pendidikan dunia antara lain: (1) Realisme, (2)
Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasioanalisme, (6) Liberalisme,
positivisme, dan Individualisme, (7) Sosialisme.
1. Zaman Realisme
Realisme menghendaki pikiran yang praktis, menurut aliran ini pengetahuan diperoleh
tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan. Tokohtokoh pendidikan pada masa ini diantaranya adalah: Francis Bacon dan Johann Amos
Cornelius. Prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan antara lain:
Pendidikan lebih dihargai dari pengajaran.
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan.
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak, diawali dengan bahasa ibu.
Pelajaran harus diberikan satu per satu, mulai dari yang mudah, bisa dibantu dengan
gambar-gambar.
Pendidikan diperoleh dari metode induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta
khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan).
Anak-anak belajar dari alam.
2. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak
untuk dirinya. Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan
absolut Raja Perancis dengan menggunakan kekuatan akal pikirnya.
Tokoh pendidikan pada masa ini adalah John Locke yang terkenal dengan teori Leon
Tabularasa atau a blank sheet of paper, yakni mendidik seperti menulis di atas kertas putih
dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimiliknya manusia digunakan untuk
membentuk penetahuannya sendiri.
Proses belajar menurut John Locke yaitu:
Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia.
Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang
untuk dirinya sendiri,
3. Zaman Naturalisme
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyoharjo, 2008). Aliran ini
muncul pada abad 18 dan merupakan reaksi atas aliran rasionalisme dan menentang
kehidupan yang tidak wajar akibat dari rasionalisme seperti korupsi, gaya hidup yang dibuatbuat dan sebagainya. Tokoh aliran Naturalisme adalah J.J Rousseau yang menyatakan ada
tiga asas mengajar, yaitu:
Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai kebutuhankebutuhannya.
Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan memberikan
pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka
Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya
sendiri.
4. Zaman Developmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini beranggapan
bahwa pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa, sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Petalozzi, Johann
Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika
Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini adalah:
Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang
melalui observasi dan eksperimen
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(marture).
Pengembangan
pendidikan
mengutamakan
perbaikan
pendidikan
dasar
dan
pengembangan pendidikan universal
5. Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad 19 dan merupakan upaya dalam membentuk patriotpatriot bangsa dan mempertahankan kaum imperialis. Tokohnya adalah La Chatolais
(Perancis) Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah:
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara.
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan
Materi
pelajarannya
meliputi:
bahasa
dan
kesusastraan
nasional,
pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara dan pendidikan
jasmani.
Dampak negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebihan dibeberapa negara seperti Jerman,
sehingga timbul Perang Dunia I.
6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke 19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintah yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa ini siapa yang banyak pengetahuanlah yang paling
berkuasa sehingga kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama
semakin lemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte.
7. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi terhadap dampak aliran liberalisme,
positivisme
dan
individualsme.
Tokoh-tokohnya
adalah
Paul
Nartrop,
George
Kerchensteiner, dan John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti
yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila terwujud
benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan tertentu.
B. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa
indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang
menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta
filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun
mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain
adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar
filsafat negara serta ideologi bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideologi yang menguasai
bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa
Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan
Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional
Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007:
110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan,
contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban
manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
2. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh
sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah 69 Indonesia
merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang. Dengan
demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta, 2007).
Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia
dimulai dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu dan Budha,
zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan
rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
a. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha
sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008:
215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang dapat
digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa
sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123
meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad
sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi
Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one.
Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang
digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu
sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak
hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, Tablet, komputer (laptop), dan internet.
b. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama
Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia.
Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali
pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha,
Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat
dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk
pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah. Bentuk
itulah sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia.
1) Langgar: Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan
ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara
Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
2) Pendidikan di pesantren: Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih
mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama;
ilmu pengetahuan; keterampilan.
3) Pendidikan Madrasah Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan
jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada
pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah
diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini.
Jenjang ini adalah :
Tingkat TK : Bustanul
Tingkat SD : Ibtidaiyah
Tingkat SMP : Tsanawiyah
Tingkat SMA : Aliyah
c. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandarbandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan
(Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold),
bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama
yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempahrempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan rajaraja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008:
4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi
yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya,
adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (14911556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan
(Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi
pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam:
sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat
yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie)
atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama
dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta),
pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
d. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis.
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga
mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon,
Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu
dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah
ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda untuk anak
Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa daerah, dan sekolah
peralihan.
2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di
Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda
dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada. Kedua,
gradualisme yang ekstrim dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin
bagi anak Indonesia. Ketiga, prinsip konkordansi yang memaksa semua sekolah berorientasi
barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan
di Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang ketat. Kelima, tidak adanya perencanaan
pendidikan sistematis. Keenam, pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah
itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama,
yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita
mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar
penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama
penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih
bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang
tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru
(Rohmawati, 2008). Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan
lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik
mulai muncul tokoh yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain :
1) Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse School) di
Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina anak-anak ke arah
hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa
asrama.
2) Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Semboyan
Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya kurang lebih adalah yang di depan
memberi contoh, yang ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang
dibelakang memberikan daya semangat dan dorongan.
3) Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang
berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai
tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama
intelek” yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta
sehat jasmani dan rohani.
e. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai
cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan
alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat
di hati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari
penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme
pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang
untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan seharihari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah Sekolah Pertama
yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masa
Belanda.
2) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama)
dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga
dengan lama studi 3 tahun
3) Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
f. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama. Hal
tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang
terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena
faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
g. Zaman ‘Orde Lama’
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai
digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun
material (Rohmawati: 2008). Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan
Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.
Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap
penduduk negara (Rahmawati; 2008).
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang diharapkan dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam
maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan
melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan
Manipol yaitu :
Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai
Merauke
Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin,
melenyapkan kolonialisme,
Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah
perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
h. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh
upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan
pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama
yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi. Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di
bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional
dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38).
Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang
diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan
dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan
ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang
dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kebangsaan meningkat dengan
pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
i. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal
yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim
ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai
terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143). Begitu
Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih
banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah
banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin
sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan
munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan
perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills
(Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan
Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan di
Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.2003, Bab VI. Secara undang-undang pemerintah telah
berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada
pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi
pembelajaran, penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan
peningkatan mutu pendidikan.
BAB III
SIMPULAN
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan
yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa lampau. Pembahasan tentang landasan sejarah di atas
memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan : Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan
berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka
secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan
aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di
samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan
memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Proses Pendidikan : Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi
pelajaran
harus
mengembangkan
disesuaikan
dengan
tingkat
kemandirian
dan
kerjasama
perkembangan
siswa
dalam
peserta
didik,
pembelajaran,
mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan,
serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
c. Inovasi-inovasi Pendidikan : Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil
penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat
sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang
bercirikan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Feriana,
Okto.
2013.
Landasan
Historis
Pendidikan.
http://oktoferiana.blogspot.com/2013/10/landasan-historis-pendidikan_19.html?m-1.
Diakses tanggal 02 November 2015 pukul 15.30.
Lestari,
Indah
Rahmawati.
Tanpa
tahun.
Landasan
Historis
Pendidikan.
http://rahmawatiindahlestari.wordpress.com/semester-1/lkpp/landasan-historipendidikan. Diakses tanggal 02 November 2015 pukul 16.15.
Rochmawati,
Dyah.
2008.
Landasan
Historis
Pendidikan
di
Indonesia.
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-diindonesia/. Diakses tanggal 05 November 2015 pukul 20.30
Sariyani,
Nanik.
2015.
Landasan
http://www.academia.edu/9368398/LANDASAN
Diakses tanggal 06 November 2015 pukul 19.00.
Historis
Pendidikan.
-HISTORIS-PENDIDIKAN.
Disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan
mata kuliah Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu
Ardika Eri Triana
Disusun Oleh:
Khumaira Sekar Tria H. (1431021001)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Historis berasal dari kata history dari bahasa Inggris yang berarti sejarah, akan tetapi
sebenarnya kata history itu sendiri asal mulanya merupaka bahasa Yunani yaitu dari kata
istoria yang artinya orang yang pandai sejarah. Perlunya mempelajari sejarah karena melalui
sejarah kita dapat memperoleh informasi dan manfaat dari sejarah tersebut. Informasiinformasi tersebut mengandung kejadian, model, konsep, moral, teori, praktik, cita-cita,
bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007). Sedangkan pendidikan, secara umum merupakan
pengalaman belajar yang berlangsung dalam lingkungan sepanjang hidup, dan secara khusus
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang berlangsung di dalam dan luar
sekolah sepanjang hayat, guna mempersiapkan individu agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008).
Indonesia sendiri telah mengalami berbagai perubahan dan salah satunya di bidang
pendidikan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor salah satunya karena
tuntutan zaman. Setelah kemerdekaan dan menerapkan sistem pendidikan kontinental karena
pada saat itu kita masih menjalin kontak dengan negara-negara Eropa seperti Belanda, namun
seiring berjalan waktu semakin disadari bahwa sistem pendidikan tersebut tidaklah cocok lagi
dengan perkembangan zaman, sehingga akhirnya mendorong bangsa Indonesia untuk
melakukan-melakukan berbagai penyesuaian.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat permasalahan yang akan kami bahas,yaitu:
1. Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di dunia?
2. Bagaimanakah perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA
Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun Sebelum Masehi.
Yang akan kita bahas pada sejarah pendidikan dunia antara lain: (1) Realisme, (2)
Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasioanalisme, (6) Liberalisme,
positivisme, dan Individualisme, (7) Sosialisme.
1. Zaman Realisme
Realisme menghendaki pikiran yang praktis, menurut aliran ini pengetahuan diperoleh
tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan. Tokohtokoh pendidikan pada masa ini diantaranya adalah: Francis Bacon dan Johann Amos
Cornelius. Prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan antara lain:
Pendidikan lebih dihargai dari pengajaran.
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan.
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak, diawali dengan bahasa ibu.
Pelajaran harus diberikan satu per satu, mulai dari yang mudah, bisa dibantu dengan
gambar-gambar.
Pendidikan diperoleh dari metode induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta
khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan).
Anak-anak belajar dari alam.
2. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberi kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak
untuk dirinya. Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan
absolut Raja Perancis dengan menggunakan kekuatan akal pikirnya.
Tokoh pendidikan pada masa ini adalah John Locke yang terkenal dengan teori Leon
Tabularasa atau a blank sheet of paper, yakni mendidik seperti menulis di atas kertas putih
dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimiliknya manusia digunakan untuk
membentuk penetahuannya sendiri.
Proses belajar menurut John Locke yaitu:
Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia.
Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang
untuk dirinya sendiri,
3. Zaman Naturalisme
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya,
dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyoharjo, 2008). Aliran ini
muncul pada abad 18 dan merupakan reaksi atas aliran rasionalisme dan menentang
kehidupan yang tidak wajar akibat dari rasionalisme seperti korupsi, gaya hidup yang dibuatbuat dan sebagainya. Tokoh aliran Naturalisme adalah J.J Rousseau yang menyatakan ada
tiga asas mengajar, yaitu:
Asas pertumbuhan, bahwa pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak
bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai kebutuhankebutuhannya.
Asas aktivitas, bahwa dengan bekerja anak-anak menjadi aktif yang akan memberikan
pengalaman yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka
Asas individualitas, maksudnya dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya
sendiri.
4. Zaman Developmentalisme
Developmentalisme mulai berkembang pada abad ke 19. Aliran ini beranggapan
bahwa pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa, sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Petalozzi, Johann
Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika
Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini adalah:
Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila
dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak yang
melalui observasi dan eksperimen
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(marture).
Pengembangan
pendidikan
mengutamakan
perbaikan
pendidikan
dasar
dan
pengembangan pendidikan universal
5. Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad 19 dan merupakan upaya dalam membentuk patriotpatriot bangsa dan mempertahankan kaum imperialis. Tokohnya adalah La Chatolais
(Perancis) Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah:
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara.
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan
Materi
pelajarannya
meliputi:
bahasa
dan
kesusastraan
nasional,
pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara dan pendidikan
jasmani.
Dampak negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebihan dibeberapa negara seperti Jerman,
sehingga timbul Perang Dunia I.
6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman ini lahir pada abad ke 19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintah yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith. Pada masa ini siapa yang banyak pengetahuanlah yang paling
berkuasa sehingga kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme percaya
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama
semakin lemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte.
7. Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20 sebagai reaksi terhadap dampak aliran liberalisme,
positivisme
dan
individualsme.
Tokoh-tokohnya
adalah
Paul
Nartrop,
George
Kerchensteiner, dan John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti
yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila terwujud
benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan tertentu.
B. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa
indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang
menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam
perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta
filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Para pendiri negara kita merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun
mendalam, yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain
adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar
filsafat negara serta ideologi bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideologi yang menguasai
bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa
Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan
Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional
Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007:
110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan,
contoh, dan teladan bagi manusia dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban
manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang.
2. SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh
sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah 69 Indonesia
merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang. Dengan
demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya
dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta, 2007).
Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia
dimulai dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu dan Budha,
zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan
rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
a. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha
sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008:
215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang dapat
digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa
sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123
meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad
sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi
Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one.
Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang
digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu
sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak
hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, Tablet, komputer (laptop), dan internet.
b. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama
Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia.
Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali
pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha,
Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat
dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk
pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah. Bentuk
itulah sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia.
1) Langgar: Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan
ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara
Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
2) Pendidikan di pesantren: Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih
mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama;
ilmu pengetahuan; keterampilan.
3) Pendidikan Madrasah Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan
jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada
pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah
diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini.
Jenjang ini adalah :
Tingkat TK : Bustanul
Tingkat SD : Ibtidaiyah
Tingkat SMP : Tsanawiyah
Tingkat SMA : Aliyah
c. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandarbandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan
(Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold),
bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama
yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempahrempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan rajaraja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008:
4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi
yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya,
adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (14911556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan
(Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi
pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam:
sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat
yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama
kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda
mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie)
atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama
dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta),
pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
d. Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis.
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga
mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon,
Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu
dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah
ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda untuk anak
Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa daerah, dan sekolah
peralihan.
2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di
Indonesia, yaitu: Pertama, dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda
dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada. Kedua,
gradualisme yang ekstrim dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin
bagi anak Indonesia. Ketiga, prinsip konkordansi yang memaksa semua sekolah berorientasi
barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan
di Indonesia. Keempat, kontrol sentral yang ketat. Kelima, tidak adanya perencanaan
pendidikan sistematis. Keenam, pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal, sekolah-sekolah
itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama,
yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita
mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar
penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama
penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih
bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang
tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru
(Rohmawati, 2008). Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan
lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik
mulai muncul tokoh yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain :
1) Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse School) di
Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina anak-anak ke arah
hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa
asrama.
2) Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Semboyan
Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya kurang lebih adalah yang di depan
memberi contoh, yang ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang
dibelakang memberikan daya semangat dan dorongan.
3) Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang
berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai
tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama
intelek” yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta
sehat jasmani dan rohani.
e. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai
cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan
alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat
di hati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari
penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme
pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang
untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan seharihari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah Sekolah Pertama
yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masa
Belanda.
2) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama)
dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga
dengan lama studi 3 tahun
3) Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
f. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama. Hal
tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan
kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang
terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena
faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang
mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
g. Zaman ‘Orde Lama’
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai
digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun
material (Rohmawati: 2008). Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan
Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.
Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap
penduduk negara (Rahmawati; 2008).
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang diharapkan dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam
maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan
melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan
Manipol yaitu :
Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai
Merauke
Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin,
melenyapkan kolonialisme,
Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah
perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
h. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh
upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan
pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama
yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi. Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di
bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional
dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38).
Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang
diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan
dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan
ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang
dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kebangsaan meningkat dengan
pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
i. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal
yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim
ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai
terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143). Begitu
Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih
banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah
banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin
sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan
munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan
perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills
(Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan
Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan di
Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.2003, Bab VI. Secara undang-undang pemerintah telah
berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada
pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi
pembelajaran, penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan
peningkatan mutu pendidikan.
BAB III
SIMPULAN
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan
yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa lampau. Pembahasan tentang landasan sejarah di atas
memberi implikasi konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan : Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan
berbagai macam potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka
secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan
aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di
samping itu, tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan
memiliki nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Proses Pendidikan : Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi
pelajaran
harus
mengembangkan
disesuaikan
dengan
tingkat
kemandirian
dan
kerjasama
perkembangan
siswa
dalam
peserta
didik,
pembelajaran,
mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan,
serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
c. Inovasi-inovasi Pendidikan : Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil
penelitian pendidikan di Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat
sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang
bercirikan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Feriana,
Okto.
2013.
Landasan
Historis
Pendidikan.
http://oktoferiana.blogspot.com/2013/10/landasan-historis-pendidikan_19.html?m-1.
Diakses tanggal 02 November 2015 pukul 15.30.
Lestari,
Indah
Rahmawati.
Tanpa
tahun.
Landasan
Historis
Pendidikan.
http://rahmawatiindahlestari.wordpress.com/semester-1/lkpp/landasan-historipendidikan. Diakses tanggal 02 November 2015 pukul 16.15.
Rochmawati,
Dyah.
2008.
Landasan
Historis
Pendidikan
di
Indonesia.
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-diindonesia/. Diakses tanggal 05 November 2015 pukul 20.30
Sariyani,
Nanik.
2015.
Landasan
http://www.academia.edu/9368398/LANDASAN
Diakses tanggal 06 November 2015 pukul 19.00.
Historis
Pendidikan.
-HISTORIS-PENDIDIKAN.