Prosedur Invasif Dengan Bantuan Ultrasonografi Transvaginal.

(1)

PROSEDUR INVASIF DENGAN BANTUAN

ULTRASONOGRAFI TRANSVAGINAL

1

Tono Djuwantono, Wiryawan Permadi, Hartanto Bayuaji

Sub Bagian Endokrinologi Reproduksi & Fertilitas Bagian Obstetri & Ginekologi

Fakultas Kedokteran Unpad/RS dr. Hasan Sadikin Bandung

I. PENDAHULUAN

Penggunaan ultrasonografi transvaginal untuk menunjang prosedur-prosedur invasif makin meningkat. Hal ini disebabkan adanya beberapa tindakan yang dapat dilakukan secara cepat dan aman dengan bantuan ultrasonografi transvaginal. Selain itu terdapat beberapa keuntungan lain yaitu: terhindarnya tindakan invasif yang lebih besar, serta tidak adanya risiko radiasi.1 Walaupun demikian, perlu diperhatikan masalah seleksi pasien mengingat metode ini tidak dapat diterapkan dalam semua kondisi. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa prosedur invasif yang dapat dilakukan dengan bantuan ultrasonografi transvaginal.

II. PROSEDUR INVASIF DENGAN BANTUAN ULTRASONOGRAFI TRANSVAGINAL

II.1. Aspirasi kista ovarium

Aspirasi kista ovarium dapat dilakukan dengan menggunakan jarum ukuran 20-22G dengan pendekatan transvaginal. Pada prosedur ini biasanya hanya dibutuhkan sedasi atau analgesi, sehingga risiko anestesi yang lebih lanjut dapat dihindari. Pada pemeriksaan awal, harus benar-benar ditentukan bahwa kista ovarium tersebut bersifat jinak. Kista ovarium yang jinak biasanya ditandai dengan beberapa


(2)

hipoekoik difus, dan tidak didapatkan adanya neovaskularisasi dari pemeriksaan Doppler.1

Teknik aspirasi ini didahului dengan pemeriksaan yang teliti menggunakan ultrasonografi transvaginal untuk mengevaluasi sifat-sifat kista, serta untuk mendapatkan jalur yang terpendek serta teraman. Dalam tindakan aspirasi ini, harus dihindari tertusuknya kandung kemih, usus, dan struktur vaskuler. Dalam pemeriksaan ini, teknik color Doppler dapat membantu memberikan informasi yang penting.1

Prosedur dimulai dengan melakukan tindakan a dan antiseptik pada daerah vulva, vagina dan serviks. Transduser dilindungi dengan menggunakan sarung plastik steril. Pada transduser dipasang adaptor khusus sebagai penuntun jarum aspirasi. Transduser kemudian dimasukkan ke dalam vagina. Jarum panjang (20-25 cm) dengan ukuran 20-22G kemudian dimasukkan ke dalam adaptor, dan ditusukkan menembus dinding vagina dengan gerakan yang cepat namun terkendali. Hal ini ditujukan untuk menghindari efek tenting

akibat elastisitas jaringan vagina.1

Untuk membantu stabilisasi massa kista, dapat dilakukan penekanan secara lembut pada dinding abdomen bawah. Bila kista telah tertembus, dilakukan aspirasi secara perlahan menggunakan alat aspirator khusus, ataupun dengan syringe ukuran 50 mL. Cairan kista yang terhisap kemudian ditampung dalam wadah khusus dan dikirim untuk pemeriksaan sitologi.1

Setelah seluruh cairan kista dikeluarkan, dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kemungkinan adanya komplikasi yang timbul. Sebelumnya dinding vagina diperiksa dengan menggunakan spekulum untuk melihat adanya perdarahan. Pasien selanjutnya diobservasi terhadap gejala-gejala berikut: nyeri yang terus menerus, gangguan


(3)

hemodinamika, kembung atau distensi abdomen, atau gangguan berkemih.1

Troiano dan Taylor meneliti hasil dari prosedur ini terhadap 32 pasien. Kista yang diaspirasi berukuran antara 3,1-19 cm pada wanita pre- dan postmenopause. Mereka menemukan bahwa pada kasus-kasus non endometrioma, angka kekambuhan adalah sekitar 16,1%. Mereka juga menemukan bahwa pada kasus-kasus endometrioma angka kekambuhan lebih tinggi. Dengan demikian mereka menganjurkan bahwa pada kasus-kasus endometrioma, aspirasi kista sebaiknya diikuti dengan pemberian terapi hormonal.2

Gambar 1. Kista ovarium unilokuler. Pencitraan dengan color Doppler digunakan untuk mencari area avaskuler untuk pungsi dan aspirasi

kista.

Gambar 2. Transduser transvaginal dengan adaptor khusus untuk jarum pungsi


(4)

Gambar 3. Pungsi dan aspirasi kista ovarium. Jarum menembus dinding kista sesuai dengan arah tuntunan (guide) yang tampak

berupa garis di layar monitor

II.2. Petik sel telur (ovum pick-up)

Petik sel telur (ovum pick-up – OPU) merupakan prosedur yang terintegrasi dalam program fertilisasi in vitro. OPU dilakukan setelah sebelumnya pasien menjalani hiperstimulasi ovarium terkontrol. Prosedur OPU mirip dengan prosedur aspirasi kista ovarium, dan merupakan prosedur yang dapat dilakukan secara rawat jalan.

Persiapan pada tindakan ini mirip dengan persiapan pada aspirasi kista ovarium. Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik daerah vulva, vagina dan serviks, ditentukan jalur yang terpendek dan teraman. Selanjutnya jarum khusus untuk OPU ditusukkan menembus dinding vagina menuju ke ovarium. Dilakukan aspirasi cairan folikel dengan menggunakan aspirator khusus yang dirancang sesuai keperluan petik sel telur. Cairan folikel ditampung dalam wadah steril, untuk selanjutnya diperiksa di laboratorium. Bila cairan folikel tidak mengalir dengan lancar, dapat dilakukan pembilasan (flushing) menggunakan cairan khusus melalui jalur yang telah tersedia pada jarum OPU.


(5)

Setelah seluruh folikel diaspirasi, jarum dikeluarkan dan dinding vagina diperiksa terhadap kemungkinan perdarahan. Dinding vagina dibersihkan, dan pasien diobservasi.

Gambar . Peralatan ovum pickup

Gambar. Folikel, guide, dan prosedur pungsi Gambar. Folikel setelah ovum pick-up

II.3. Aspirasi cairan dalam rongga pelvis

Koleksi cairan tidak terinfeksi pada rongga pelvis dapat diaspirasi dengan bantuan ultrasonografi transvaginal, baik untuk kepentingan diagnosis maupun terapi. Kadang cairan tersebut dapat diaspirasi sempurna tanpa harus dilakukan pemasangan drain. Prosedur ini dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan asites yang terlokulasi, urinoma, hematoma yang mencair, limfokel, dan kista inklusi peritoneal.

Pada prosedur ini digunakan jarum sepanjang 20-25 cm berukuran 20-22G. Prinsip insersi jarum ke dalam rongga pelvis adalah sama dengan prosedur aspirasi kista ovarium. Cairan dalam rongga pelvis kemudian diaspirasi. Bila cairan yang keluar bersifat jernih, serous atau serosanguineus, dan pasien afebris, biasanya tidak diperlukan pemasangan drain. Cairan yang dikeluarkan kemudian dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan Gram, kultur dan tes resistensi, ataupun pemeriksaan lain yang relevan.


(6)

Gambar 4. Koleksi cairan di cavum Douglas

Gambar 5. Pungsi dan aspirasi cairan di cavum Douglas

II.4. Aspirasi abses pelvis

Abses pelvis dapat diaspirasi menggunakan pendekatan yang hampir sama dengan teknik aspirasi cairan dalam rongga pelvis. Saat ini dikenal dua teknik drainase abses pelvis, yaitu dengan teknik Seldinger dan teknik trokar. Pada teknik Seldinger, dilakukan pungsi pada forniks posterior dengan bantuan ultrasonografi transvaginal. Setelah lokasi abses dicapai, jarum dicabut dan diganti dengan kawat fleksibel khusus. Transduser ultrasonografi dikeluarkan, dan selanjutnya dilakukan dilatasi lubang tusukan agar kateter drainase dapat dimasukkan ke rongga panggul dengan mengikuti kawat khusus


(7)

yang telah dipasang sebelumnya. Setelah drain terpasang, kawat dapat dicabut.

Gambar 6. Abses di dalam rongga pelvis yang terletak di kiri dan kanan uterus.


(8)

Gambar 8. Setelah menembus rongga abses, jarum ditarik dan kawat khusus dimasukkan ke dalam rongga abses. Selanjutnya dimasukkan kateter khusus mengikuti kawat tersebut untuk mendrainase abses

Gambar 9. Kateter khusus untuk drainase abses sesuai metode Seldinger

Pada teknik trokar, digunakan kateter McGahan berukuran 6.7F. Kateter ditempatkan dengan alat khusus pada ujung transduser ultrasonografi. Setelah dilakukan pungsi ke dalam rongga pelvis melalui forniks, kateter didorong masuk ke dalam rongga abses. Lee dkk dalam analisisnya terhadap 22 pasien yang menjalani metode ini menemukan keberhasilan aspirasi abses pada 86% kasus (19 pasien). Pasien yang mengalami kegagalan aspirasi seluruhnya menjalani


(9)

tindakan laparotomi. Kateter drainase dipasang pada 68% kasus (15 pasien) dan dibiarkan terpasang selama 3,7 hari. Tidak didapatkan penyulit maupun kasus kematian dalam laporannya.

Gambar 10. Drainase abses dengan teknik trokar. Trokar langsung ditusukkan ke dalam rongga abses.

II.5. Penanganan kehamilan ektopik terganggu

Terdapat beberapa laporan yang menyebutkan keberhasilan penanganan kehamilan ektopik terganggu dengan bantuan ultrasonografi transvaginal. Teknik yang digunakan adalah menyuntikkan larutan kalium klorida (KCl) ke dalam kantong kehamilan. Digunakan ultrasonografi transvaginal untuk mengetahui tempat implantasi, serta untuk mencari jalur teraman untuk mencapai kantong kehamilan. Setelah itu dilakukan pungsi menembus dinding vagina menuju ke kantong kehamilan. Larutan KCl disuntikkan langsung ke dalam kantong kehamilan, atau bila embrio sudah tampak seukuran 3-10 mm penyuntikkan dapat langsung ditujukan ke embrio. Biasanya disuntikkan 1-3 mL KCl 2 mEq/mL.


(10)

yang dilaporkan adalah kehamilan servikal, baik disertai maupun tanpa kehamilan intrauterin. Lebih lanjut dilaporkan bahwa injeksi KCl tampaknya lebih disukai dibandingkan dengan injeksi metotreksat pada kehamilan heterotopik, mengingat adanya kekhawatiran pengaruh metotreksat terhadap kelangsungan kehamilan intrauterinnya. Walaupun demikian, perlu diperhatikan seleksi pasien yang memenuhi syarat untuk tindakan ini, baik secara klinis maupun laboratoris.

Gambar 11. Kehamilan servikal. Tampak kantong kehamilan berisi fetus yang berimplantasi di kanalis servikalis


(11)

Gambar 12. Tampak garis penuntun (guide) jarum pungsi. Pada kasus ini direncanakan pungsi dan injeksi KCL langsung pada janin

Gambar 13. Tigapuluh tiga hari setelah injeksi KCl, tampak massa dengan gema heterogen di daerah serviks


(12)

Gambar 14. Pada kasus ini terjadi kehamilan heterotopik, pada mana satu kantung kehamilan berada intrauterin, dan kantung kehamilan lainnya berada di kornu. Direncanakan untuk melakukan injeksi KCl ke

dalam kantung kehamilan kornu.

Gambar 15. Tampak jarum menembus kantung kehamilan kornu. Dilakukan injeksi KCl 2 mEq/mL.


(13)

Gambar 16. Satu hari kemudian, struktur kantung kehamilan kornu menjadi heterogen. Kantung kehamilan intrauterin tetap normal.

RANGKUMAN

1. Prosedur invasif dengan bantuan ultrasonografi transvaginal merupakan alternatif untuk menghindari tindakan yang lebih besar pada kelompok pasien yang terseleksi.

2. Beberapa tindakan yang sering dilakukan dengan bantuan ultrasonografi transvaginal adalah aspirasi kista ovarium, petik sel telur, drainase abses dan cairan dalam rongga pelvis, serta penanganan kehamilan ektopik terganggu.

3. Mengingat tidak seluruh keadaan dapat ditangani dengan prosedur invasif transvaginal, seleksi pasien berperan penting dalam mencapai hasil optimal.


(14)

1. Scanlan KA, Propeck PA, Lee FT. Invasive procedures in the female pelvis: value of transabdominal, endovaginal, and endorectal US guidance. Radiographics 2001;21:491-506.

2. Troiano RN, Taylor KJW. Sonographically guided therapeutic aspiration of benign-appearing ovarian cysts and endometriomas. Am J Roentgenol 1998;171:1601-5.

3. Lee BC, McGahan JP, Bijan B. Single-step transvaginal aspiration and drainage for suspected pelvic abscesses refractory to antibiotic therapy. J Ultrasound Med 2002;21:731-8.

4. Doubilet PM, Benson CB, Frates MC, Ginsburg E. Sonographically guided minimally invasive treatment of unusual ectopic pregnancies. J Ultrasound Med 2004;23:359-70.

5. Ferrara L, Belogolovkin V, Gandhi M, Litton C, Jacobs A, Saltzman D, et al. Successful management of a consecutive cervical pregnancy by sonographically guided transvaginal local injection. J Ultrasound Med 2007;26:959-65.

6. O’Neill MJ, Rafferty EA, Lee SI, Arellano RS, Gervais DA, Hahn PF, et al. Transvaginal interventional procedures: aspiration, biopsy, and catheter drainage. Radiographics 2001;21:657-72.

7. Mesogitis S, Daskalakis G, Pilalis A, Papantoniou N, Thomakos N, Dessipris N, et al. Management of ovarian cysts with aspiration and methotrexate injection. Radiology 2005;235:668-73.


(1)

tindakan laparotomi. Kateter drainase dipasang pada 68% kasus (15 pasien) dan dibiarkan terpasang selama 3,7 hari. Tidak didapatkan penyulit maupun kasus kematian dalam laporannya.

Gambar 10. Drainase abses dengan teknik trokar. Trokar langsung ditusukkan ke dalam rongga abses.

II.5. Penanganan kehamilan ektopik terganggu

Terdapat beberapa laporan yang menyebutkan keberhasilan penanganan kehamilan ektopik terganggu dengan bantuan ultrasonografi transvaginal. Teknik yang digunakan adalah menyuntikkan larutan kalium klorida (KCl) ke dalam kantong kehamilan. Digunakan ultrasonografi transvaginal untuk mengetahui tempat implantasi, serta untuk mencari jalur teraman untuk mencapai kantong kehamilan. Setelah itu dilakukan pungsi menembus dinding vagina menuju ke kantong kehamilan. Larutan KCl disuntikkan


(2)

yang dilaporkan adalah kehamilan servikal, baik disertai maupun tanpa kehamilan intrauterin. Lebih lanjut dilaporkan bahwa injeksi KCl tampaknya lebih disukai dibandingkan dengan injeksi metotreksat pada kehamilan heterotopik, mengingat adanya kekhawatiran pengaruh metotreksat terhadap kelangsungan kehamilan intrauterinnya. Walaupun demikian, perlu diperhatikan seleksi pasien yang memenuhi syarat untuk tindakan ini, baik secara klinis maupun laboratoris.

Gambar 11. Kehamilan servikal. Tampak kantong kehamilan berisi fetus yang berimplantasi di kanalis servikalis


(3)

Gambar 12. Tampak garis penuntun (guide) jarum pungsi. Pada kasus ini direncanakan pungsi dan injeksi KCL langsung pada janin

Gambar 13. Tigapuluh tiga hari setelah injeksi KCl, tampak massa dengan gema heterogen di daerah serviks


(4)

Gambar 14. Pada kasus ini terjadi kehamilan heterotopik, pada mana satu kantung kehamilan berada intrauterin, dan kantung kehamilan lainnya berada di kornu. Direncanakan untuk melakukan injeksi KCl ke

dalam kantung kehamilan kornu.

Gambar 15. Tampak jarum menembus kantung kehamilan kornu. Dilakukan injeksi KCl 2 mEq/mL.


(5)

Gambar 16. Satu hari kemudian, struktur kantung kehamilan kornu menjadi heterogen. Kantung kehamilan intrauterin tetap normal.

RANGKUMAN

1. Prosedur invasif dengan bantuan ultrasonografi transvaginal merupakan alternatif untuk menghindari tindakan yang lebih besar pada kelompok pasien yang terseleksi.

2. Beberapa tindakan yang sering dilakukan dengan bantuan ultrasonografi transvaginal adalah aspirasi kista ovarium, petik sel telur, drainase abses dan cairan dalam rongga pelvis, serta penanganan kehamilan ektopik terganggu.


(6)

1. Scanlan KA, Propeck PA, Lee FT. Invasive procedures in the female pelvis: value of transabdominal, endovaginal, and endorectal US guidance. Radiographics 2001;21:491-506.

2. Troiano RN, Taylor KJW. Sonographically guided therapeutic aspiration of benign-appearing ovarian cysts and endometriomas. Am J Roentgenol 1998;171:1601-5.

3. Lee BC, McGahan JP, Bijan B. Single-step transvaginal aspiration and drainage for suspected pelvic abscesses refractory to antibiotic therapy. J Ultrasound Med 2002;21:731-8.

4. Doubilet PM, Benson CB, Frates MC, Ginsburg E. Sonographically guided minimally invasive treatment of unusual ectopic pregnancies. J Ultrasound Med 2004;23:359-70.

5. Ferrara L, Belogolovkin V, Gandhi M, Litton C, Jacobs A, Saltzman D, et al. Successful management of a consecutive cervical pregnancy by sonographically guided transvaginal local injection. J Ultrasound Med 2007;26:959-65.

6. O’Neill MJ, Rafferty EA, Lee SI, Arellano RS, Gervais DA, Hahn PF, et al. Transvaginal interventional procedures: aspiration, biopsy, and catheter drainage. Radiographics 2001;21:657-72.

7. Mesogitis S, Daskalakis G, Pilalis A, Papantoniou N, Thomakos N, Dessipris N, et al. Management of ovarian cysts with aspiration and methotrexate injection. Radiology 2005;235:668-73.