khutbah idul fitri 14238 H MELESTARIKAN NILAI NILAI RAMADHAN

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬
KHUTBAH IDUL FITRI 1428 H
MELESTARIKAN NILAI-NILAI RAMADHAN

‫السلم عليكم ورحمة الله وبركاته‬
9 ‫×الله أكبر‬
‫ب‬
‫ ب‬،‫ل‬
‫صي ك ل‬
‫ه ا بك كب برر‬
‫ن اللها ب رك كبرة ل ولأ ا‬
‫حا ب‬
‫سب ك ب‬
‫ه ا بك كب برر ك بب اكيرا ل بوال ك ب‬
‫مد ر للها ك بث اكيرا ل وب ر‬
‫ الل ر‬،‫ه ا بك كب برر‬
‫ه بوالل ر‬
‫ه ا ال ل الل ر‬
‫لإل ب ب‬
‫ح ك‬
‫الل ر‬

‫ك‬
‫ح‬
‫ل‬
‫ا‬
‫ه‬
‫ولل‬
.
‫ا‬
‫مد ر‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ا‬
‫ وبن بلز ب‬،‫م‬
‫دى‬
‫ل ال ك ر‬
‫ن هر ل‬
‫قكرآ ب‬
‫وب ب‬
‫صيا ب ب‬
‫حلر ب‬

‫م ع بل بي كها ك‬
‫م فاي كها ال ص‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ر‬
‫جل اب‬
‫ر‬
‫ك‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ا‬
‫ذو‬
‫و‬
‫ه‬
‫و‬
‫ه‬
‫ن‬
‫سا‬
‫ح‬

‫إ‬
‫ل‬
‫ما‬
‫ك‬
‫لى‬
‫ع‬
‫ه‬
‫ر‬
‫ك‬
‫ش‬
‫ب‬
‫وبن ب‬
‫ب‬
‫ر ر‬
‫ب ا ا ك ب ا ا ب ر ب‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ك‬
‫وبال اكرام ا‬.


‫جع ب ب‬
‫ن‬
‫م ا‬
‫سل ا ا‬
‫مد ر للها ال لذ ايك ب‬
‫ا بل ك ب‬
‫ل ال كي بوك ب‬
‫م ك‬
‫عكيدا ل ل ال ك ر‬
‫ح ك‬
‫مي ك ب‬
‫دى بوال ك ر‬
‫ت ا‬
‫س وبب بصينا ب ت‬
‫ ن ب ك‬،‫ن‬
‫ن ال كهر ب‬
‫مد ره ر‬
‫ح ب‬
‫فكربقا ا‬
‫م ب‬

‫الللنا ا‬

‫ي لب‬
‫مل ك ر‬
‫شراي ك ب‬
‫حد به ر ل ب ب‬
‫أب ك‬
‫ي وبي ر ا‬
‫ت وبهروب ب‬
‫مد ر وبهروب ي ر ك‬
‫ه ال ك ب‬
‫ه وب ك‬
‫شهبد ر ا ب ك‬
‫مي ك ر‬
‫ح ك‬
‫ك وبل ب ر‬
‫ه ال ك ر‬
‫ ل ب ر‬.‫ه‬
‫ك لب ر‬
‫ه ا ال ل الل ر‬

‫ن ل ب ا ال ب ب‬
‫ح ي‬
‫حي ا ك‬
‫ر‬
‫ت وبهروب ب اك ر ص‬
‫ وبأ ب ك‬.‫ئ قبد اي كرر‬
‫ل ب‬
‫م ع ببلى ال ك ب‬
‫قائ اد ا‬
‫م ب‬
‫شهبد ر ا ب ل‬
‫ي وبا ر ب‬
‫مدا ل ع بب كد ره ر وببر ر‬
‫سل ص ر‬
‫سوكل ر ر‬
‫ح ل‬
‫ن ر‬
‫مو ك ر‬
‫يب ر‬
‫ وأ ب‬.‫ه‬

‫شي ك ت‬
‫صل ص ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ك‬
‫بوال ر‬
‫صحاب اها وبذ رصري لت ا ا‬
‫ن جاهبد ب‬
‫ن ب‬
‫م ب‬
‫دعا ا الى اللها ب اد بع كوبت اها وب ب‬
‫ وب ب‬،‫ه‬
‫ح ل‬
‫قد كوبةا ر‬
‫ن ع بب كد ا اللها وبع بلى آل اها وبأ ك‬
‫م ك‬

‫م ك‬
‫مد ت ب ك ا‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ي‬
‫د‬
‫ال‬
‫م‬
‫و‬
‫ي‬
‫لى‬
‫ا‬
‫ن‬
‫سا‬
‫ح‬
‫إ‬
‫ب‬
‫ه‬
‫ع‬

‫ب‬
‫ت‬
‫ن‬
‫م‬
‫و‬
‫ه‬
‫د‬
‫ا‬
‫جه‬
‫ق‬
‫ح‬
‫ه‬
‫الل‬
‫ل‬
‫ي‬
‫ب‬
‫س‬
‫ي‬
‫ف‬
.

‫ا‬
‫ب‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ك‬
‫ص‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ل ا‬
‫ب ب ك ا ر اا ب ت‬
‫ك ب ا ا‬
‫ا‬
‫ك ا‬
‫ب‬
‫ب‬

‫ن‬
‫ إ ات ل ر‬،‫س‬
‫مو ك ب‬
‫ه ب‬
‫م ك‬
‫سل ا ر‬
‫م ر‬
‫ن إ ال ل وبأن كت ر ك‬
‫حقل رتقا بت اها وبل بت ب ر‬
‫وا الل ب‬
‫!ا ب ل‬
‫ أي يبها اللنا ر‬:‫ما ب بعكد ر‬
‫موكت ر ل‬
‫ق ك‬

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Iedul Fitri rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita memulai pagi yang cerah ini dengan
mengungkapkan syukur kita kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan
nikmat-Nya turun kepada kita, meskipun setiap hari kita tak pernah absen
melakukan dosa dan kesalahan kepada-Nya. Setiap saat limpahan rezeki-Nya
dikucurkan pada kita sehingga tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan
kita, meskipun pada saat yang sama kita terasa berat untuk beramal dan
berinfaq di jalan-Nya. Setiap waktu, belaian kasih sayang-Nya, rahman dan
rahim-Nya senantiasa kita rasakan, meskipun kita sering melalaikan perintahperintah-Nya. Allahu Akbar walillahil hamd.
Shalawat dan salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad
saw yang telah membimbing kita menuju risalah Allah, yakni dienul Islam. Beliau
tidak hanya menyampaikan ajaran tetapi juga memberikan ketauladanan
paripurna pada kita: bagaimana menjadi hamba Allah yang taat, bagaimana
menjadi suami dan kepala keluarga yang bertanggungjawab, bagaimana menjadi

1

pejabat publik yang amanah, bagaimana menjadi pemimpin yang adil dan
bijaksana. ”Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun khasanah” (Sungguh dalam
diri Rasulullah terdapat keteladanan yang baik). Saat kita menghadapi krisis
keteladanan, saat kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh, saat kita tidak
menemukan tokoh idola yang bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan
Rasululullah saw 15 abad silam sangat relevan kita hadirkan di era kontemporer
dewasa ini.

Allahu Akbar 3 X, Walillahi al hamd
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Hari ini kita merayakan Iedul Fithri 1428 H. Kita berkumpul di tempat yang mulia
ini, untuk bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, bersujud di altar
kekuasaan-Nya, serta berulangkali membesarkan Asma-Nya dengan gema
takbir yang membahana. Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Berakhirnya bulan Ramadhan kemarin sore memunculkan dua perasaan
sekaligus, yakni sedih dan gembira. Kita sedih karena Ramadhan terasa begitu
cepat berlalu, padahal belum banyak rasanya amal shalih yang kita lakukan,
belum banyak shadaqah yang kita berikan, belum banyak ayat-ayat Qur’an yang
kita lantunkan, dan belum banyak sujud yang kita kerjakan. Padahal, tahun
depan belum tentu kita bias berjumpa kembali dengan Ramadhan yang mulia ini.
Siapa yang bisa memberikan jaminan, bahwa Ramadhan dan Idul Fitri tahun
depan Malaikat maut tidak datang menjemput kita ? Siapa yang bisa
memberikan kepastian bahwa ajal kita tak kan tiba mendahului Ramadhan dan
Idul Fitri tahun depan ?
Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah kita periksa orang-orang
yang kita cintai: ayah-bunda, saudara, istri, suami, tetangga, sahabat, dan
handai taulan. Adakah di antara mereka yang tak lagi berada di tengah-tengah
kita? Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada
Yang Maha Suci? Ke manakah ayah atau Ibu yang tahun lalu menyambut uluran
tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke mana kakak atau adik kita
yang pada Lebaran lalu masih berbagi bahagia bersama kita? Ke manakah
tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan
selamat Hari Raya Idul Fitri? Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka
telah "mudik" ke kampung halaman yang abadi memenuhi panggilan Ilahi Rabbi.
Kita tidak tahu, apakah Ramadhan dan Idul Fitri kali ini merupakan Ramadhan
dan Idul Fitri kita yang terakhir. “Kullu nafsin dzaa iqatul maut”, Setiap yang
berjiwa pasti akan menghadapi kematian.”
Itu semua kita mafhum. Yang jadi persoalan adalah, apakah kita telah siapkan
pundi-pundi amal yang akan menjadi bekal saat kita mudik ke akhirat, kampung

2

halaman kita yang abadi? Andaikan, setelah Idul Fitri ini, Malaikat maut datang
menjemput, sudah cukupkah perbekalan kita yang kelak akan menyelamatkan
kita dari semua prosedur pemeriksaan di akhirat yang pasti kita lewati?
Bagaimana dengan shalat kita, bagaimana dengan tahajud kita, bagaimana
dengan puasa kita, bagaimana dengan amal sholeh kita, bagaimana dengan
bakti kita pada orang tua, bagaimana menutup aurat kita, bagaimana kontribusi
kita pada dakwah dan syiar agama Allah ? Hari ini, di Idul Fitri ini, saatnya kita
melakukan instropeksi, koreksi diri dengan hati yang tulus dan jujur, untuk
bersama-sama memperbaiki diri guna meraih ridha Ilahi Rabbi.

Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd
Di sisi lain, berakhirnya Ramadhan membawa kegembiraan kita tersendiri. Di
pagi hari ini, di Idul Fitri ini, kita diwisuda atas kelulusan kita menempuh ujian
wajib selama satu bulan untuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan
dan mengurangi makna puasa. Saatnya kita meraih kemenangan, saatnya kita
menggapai ampunan-Nya. Allah berjanji, sebagaimana disabdakan Nabi
Muhammad saw,:

“Barang siapa yang menegakkan puasa karena iman dan penuh keikhlasan,
maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
Inilah saatnya kita kembali pada fitrah kita, kembali pada kesucian kita. Kita
dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung pada kebenaran yang
hakiki. Akan tetapi, setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita semakin luas,
kebutuhan hidup kita semakin banyak, angan-angan kita semakin menerawang,
jiwa yang suci tadi terkontaminasi dengan virus-virus kemaksiyatan, dengan
debu-debu dosa kepada Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan kontribusi
dalam berbuat dosa. Lisan kita, berapa banyak orang yang telah tersakiti oleh
lidah kita ? Mata kita, berapa banyak pendangan haram yang telah dilakukan
oleh mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit hati telah bersemayam dalam
hati kita, seperti iri, dengki, buruk sangka, sombong, dsb? Tangan kita, berapa
banyak dosa yang telah dilakukan akibat tangan kita.
Ramadhan hadir sebagai sarana untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian
jiwa. Lisan, mata, telinga, hati dan pikiran kita dibersihkan, dikarantina selama
Ramadhan melalui puasa dan berbagai latihan pengendallian diri selama
sebulan. “Qad aflakha man zakkaha wa qad kho baman dassaha” (Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan diri dan rugilan orang-orang yang mengotori
dirinya). Ibadah Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana
untuk menemukan kembali jalan menuju fitrah.

3

Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd
Ma’asyiral muslimin, Jamaah Idul Fitri yang berbahagia
Dr. Yusuf al-Qardhawy, ulama Timur Tengah yang disegani dunia Islam dan
pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia, menyebut Ramadhan sebagai
madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi orang
beriman. Bagi orang beriman, Ramadhan merupakan training center atau kawah
candradimuka, tempat penggemblengan jiwa agar menjadi pribadi yang
paripurna. Selama satu bulan, kita dilatih untuk melakukan tazkiyatun nafs,
pensucian jiwa melalui tarbiyah dengan nilai-nilai Ramadhan yang diharapkan
dapat kita jadikan bekal untuk memasuki 11 bulan yang akan datang. Otak kita
dibersihkan, emosi kita dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan, dan religiusitas kita
dimantapkan. Hal itu tidak lain untuk mengantarkan kita sebagai insan muttaqin
(manusia bertaqwa), sebagaimana dinyatakan Allah dalam Qs Al Baqarah: 183
yang sudah sangat popular setiap bulan Ramadhan.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi taqwa.”
Dalam agama kita, taqwa adalah ultimate goal seluruh rangkaian peribadatan:
perintah shalat, ujungnya adalah taqwa, perintah zakat ujungnya adalah taqwa,
perintah puasa ujungnya adalah taqwa, perintah haji ujungnya adalah taqwa.
Taqwalah yang menentukan posisioning kita di hadapan Allah Yang Maha Agung,
bukan harta kita—seberapa banyak pun harta yang kita miliki, bukan gelar
akademik kita, seberapa hebat dan panjang pun gelar kita, bukan jabatan kita,
seberapa tinggi pun kedudukan kita, bukan pula afiliasi kepartaian kita, apapun
partai yang kita anut. “Inna aqramakum ‘indallahi atqaa kum” (Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertaqwa” (QS Al
Hujurat: 13). Begitu pentingnya taqwa, sampai Nabi berwasiat agar kita menjaga
ketaqwaan, di manapun kita berada “Ittaqullah, khaitsumma kunta” (Bertaqwalah
kepada Allah, di manapun kalian berada).”

Jamaah Idul Fitri rakhimakumullah
Bulan Ramadhan merupakan musim ketaatan atau maushimut-thoah. Setiap
tahun di bulan Ramadhan umat Islam di seantero dunia mengalami transformasi
penampilan. Yang biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat ke masjid,
tiba-tiba mendapati dirinya mengayunkan langkah kaki dengan ringannya ke
masjid, musholla atau surau. Itulah sebabnya kita temui masjid lebih semarak di

4

bulan suci tersebut. Yang biasanya di luar bulan Ramadhan terasa berat untuk
ber-infaq atau mengeluarkan sedekah, tiba-tiba mendapati diri menjadi
dermawan dengan merogoh kantong atau membuka dompet membagi sebagian
rizqi kepada fihak lain yang membutuhkan.
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup
aurat tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap
kali berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat
tersebut.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan
harus tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah
yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita,
sebagai pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang
kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah kita jadikan modal untuk meraih
“shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta kebaikan puasa sepanjang masa. Agar
hidup kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari maghfirah dan rahmat Allah
SWT.
Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan
ummatnya untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di
bulan syawal. Sebagaimana sabda beliau:
‫ضان ث ه ي‬
‫ل ي‬
‫ن ي‬
( ‫هر‬
‫صييام م الدد ه‬
‫م ي‬
‫ن كي م‬
‫ستتا م‬
‫ه م‬
‫كا ي‬
‫م أت هب ي ي‬
‫صا ي‬
‫م ه‬
‫م ه‬
‫ع ه‬
‫د‬
‫م ير ي‬
‫) ي‬
‫ن ي‬
‫وا ل‬
‫ش د‬
“Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada
bulan syawal, maka nilainya seperti puasa sepanjang masa” (HR Muslim)
Kecuali melanjutkan ramadhan dengan puasa syawal, adalah penting
meneruskan jiwa serta moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit shiyam dan
qiyamu ramadhan adalah “imanan wahtisaban”, yaitu al tashdiq wal inqiyad,
membenarkan segala yang datang dari Allah baik perintah maupun larangan dan
mematuhinya; dengan semata-mata mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha,
maka rahmatNya yang tak terhingga akan dicurahkan, kendatipun kita tersalah
maka ampunanNya yang tak terbatas akan menutupinya” ghufira lahu ma
taqaddama min dzanbih” diampuni semua dosanya yang telah lalu.
Ramadhan telah meng-upgrade pribadi muslim menjadi pribadi mu’min, dari
keislaman yang bersifat status atau pengakuan menjadi keislaman komitmen
dan kepatuhan. Dengan menghadirkan serta meneguhkan basis iman, setiap
muslim mampu menjaga diri dari pelbagai kema’siatan.
Allahu Akbar 3X walillahilhamd

5

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Adapun akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas Ramadhan yang penting untuk tetap
dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:
1. Suasana Religius
Suasana yang bernuansa agama selama Ramadhan sangat terasa, baik
di rumah kita, di lingkungan kita, di masjid kita dan bahkanm di televise
kita. Cobalah lihat, masjid, mushola dan surau jamaahnya penuh saat
Ramadhan. Kita yang sebelum ramadhan jarang berjamaah shalat di
masjid, saat Ramadhan ringan betul melangkahkan kaki bersama anakanak ke masjid. Karena itu, meski Ramadhan telah berlalu, mari tetap kita
hidupkan masjid-masjid kita dengan melestarikan shalat berjamaah di
masjid.
2. Kemampuan mengendalikan diri
Esensi dari puasa (ash-shiyam) adalah al-imsak, yang artinya
mengendalikan diri. Kemampuan pengendalian diri ini merupakan kunci
sentral terwujudnay tatanan yang baik dalam masyarakat. Sebaliknya,
kegagalan mengendalikan diri dari godaan nafsu syaitan, akan
meninimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan. Seorang penguasa
yang
gagal
mengendalikan
dirinya,
akan
menyalahgunakan
kekuasaannya. Tidak heran KKN, masih marak di negeri yang mayoritas
muslim ini. seorang pebisnis yang gagal mengendalikan diri akan
melakukan berbagai cara pintas untuk meraih keuntungan sebanyakbanyaknya, meskipun merugikan orang lain dan melanggar nilai-nilai
agama. Seorang remaja yang gagal mengendalikan diri dalam
pergaulanmnya, akan terjebak dalam pergaulan bebas yang merusak
moralitas dan masa depannya. Pelajaran pengendalian diri selama puasa
Ramdahan hendaklah kita hidupkan setelah Ramadhan usai.
3. Kesadaran akan pengawasan Allah (ma’iyatullah).
Saat kita sendirian di suatu tempat yang tidak ada orang lain melihat, kita
sebenarnya bisa saja makan atau minum dan kemudian berpura-pura
puasa kembali. Tidak ada orang yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak
dilakukan karena orang-orang yang berpuasa sadar akan kebersamaan
Allah dalam hidupnya (ma’iyatullah). Meskipun orang lain tidak melihat,
tetapi kita sadar bahwa Allah melihat kta. Berbagai penyelewengan yang
terjadi dalam masyarakat, termasuk korupsi dan kolusi, dikarenakan tidak
adanya kesadaran pelakunya bahwa Allah melihat perbuatan dan tingkah
lakunya. Mereka merasa aman dapat merekayasa agar orang lain tidak
tahu, agar terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal ada auditor Yang

6

Maha Agung dan Maha Melihat yang mengawasi dan mengetahui seluruh
perbuatan mereka.
Sifat ini telah disebutkan di dalam banyak tempat dalam Al-Quran. Di
antaranya, firman Allah:
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam
bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepadanya. Dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada,
dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita lestarikan pasca Ramadhan,
khususnya oleh politisi, pejabat public dan pelaku bisnis, insya Allah
berbagai penyimpangan yang terjadi akan bisa diminimalisir.
4. Al shidqu yakni kejujuran.
Dimensi kejujuran dalam puasa sangat ditekankan. Kejujuran merupakan
bukti paling niscaya bahwa seseorang dalam suasana taqwa.
Sebagaimana firman Allah:
‫ي‬
‫ي‬
‫و ه‬
‫مهنوا ات د ه‬
119: ‫ن )التوبة‬
‫صامد م‬
‫ها ال د م‬
‫م ي‬
‫)ييا أي ي ي‬
‫قي ي‬
‫ذي ي‬
‫كوهنوا ي‬
‫قوا الل د ي‬
‫نآ ي‬
‫ع ال د‬
‫ه ي‬
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan
pastikanlah kamu sekalian bersama orang-orang yang jujur”
Kejujuran adalah gerbang menuju segala kebaikan, sedangkan ketidak
jujuran akan membawa kepada pelbagai penyimpangan dan kejahatan.
Orang harus berlatih untuk jujur, sekali dua kali tiga kali dan seterusnya,
sehingga ia dicatat oleh Allah sebagai pribadi yang jujur (AL SHIDDIEQ).
Kemudian telah ada jaminan dari Allah, bahwa orang jujur akan mujur,
sedang yang tidak jujur cepat atau lambat akan hancur. Bukti empirik telah
begitu banyak membenarkan korelasi ini.
5. Al tathahhur yakni membersihkan diri
Ramadhan adalah bulan suci, dan bagi yang menjalankannya dengan
baik akan membersihkan dirinya dari segala noda dan dosa, sebab
sebulan penuh orang yang puasa menjalani proses pembersihan yang
menyeluruh. Hanya dengan cara demikian puasa seseorang diterima, dan
do’anya dikabulkan. Kemudian bersama ‘idul fithri sepenuhnya kembali
kepada kondisi fithrah. Adalah penting kita ingatkan kepada diri, janganlah
apa yang sudah suci kita nodai lagi, sikap perilaku yang sudah bersih
jangan kita kotori lagi.

7

Penghasilan yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri
lagi dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas
haram. Puasa ramadhan melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar,
dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah kuat menahan panasnya
api neraka.
6. Al mujahadah, membanting tulang
Dalam keadaan lapar dan dahaga shiyamu ramadhan memacu insan
beriman untuk lebih giat lagi melakukan aktifitas taqarrub ilallah seperti
shalat, tilawatil quran dan kegiatan yang bemanfaat bagi kehidupan
sosial, seperti shilaturahim, infaq shadaqah, mengajarkan ilmu, memberi
makanan berbuka bagi yang puasa, bahkan berjihad di jalan Allah
menumpas pelbagai bentuk agresi terhadap Islam dan ummat Islam.
Wajarlah sejarah mencatat di antara hasil mujahadah ramadhan berupa
kemenangan gemilang di perang badar pada tahun ke-2 Hijriyah,
pembebasan Makkah (fathu Makkah) pada tahun ke-6 Hijriyah, dan
kemenangan perang Amoria yang meluluh lantahkan pasukan Romawi
di Byzantium pada tahun 214 H pada masa Al Mu’tashim Billah.
Memang semangat ramadhan adalah semangat juang untuk meraih
pelbagai kemenangan.
7. Mempertahankan surplus spiritual (Al faidhu wal insyirah)
Shiyamu ramadhan mendidik surplus spiritual dan moral, menjaga diri
agar tidak terjebak pada kekerdilan jiwa dan kenihilan moral. Mendidik
para shaimin untuk mengokohkan jiwanya serta melapangkan dadanya.
Dengan menegaskan pada dirinya “inni shaimun” aku ini sedang puasa,
ia mampu menggagalkan setiap provokasi negatif yang akan merusak
hubungan sosial menjadi konflik yang menghancurkan semua pihak.
Bahkan semakin surplus jiwanya insan puasa yang telah memantapkan
statusnya sebagai “’ibadurrahman/hamba Allah yang Rahman” sanggup
membalas hal-hal yang buruk dengan kebaikan, tarikan negatif dengan
ajakan yang positif. Ketika orang-orang jahil yang sedang jadi hamba
syetan atau hawa nafsunya menyerang dengan ucapan yang tidak baik,
maka hamba Arrahman membalasnya dengan do’a keselamatan.

Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Demikianlah dengan melestarikan nilai-nilai shiyamu ramadhan
serta
moralitasnya, maka kehidupan kita pasca ramdhan selama sebelas bulan akan
tetap disinari dengan cahaya ramadhan, sehingga kerahmatan Allah dan

8

maghfirahnya akan senantiasa diberikan kepada siapa saja yang mampu
mempertahankannya. Curahan berkah dari langit selama bulan ramadhan akan
berlanjut manakala kita memenuhi faktor-faktor yang menghadirkannya.
Marilah kita akhiri pertemua kita kali ini dengan berdoa kepada Allah SWT agar
amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita
berhasil meraih derajat takwa.
‫ن‬
‫ن دب ب‬
‫ص ب‬
‫م ب‬
‫عا إ ابلى اللها ب اد بع كوبةا ا كل ا ك‬
‫صصلى وب ب‬
‫سل بم ا وب ب‬
‫حاب اها وب ب‬
‫ح ل‬
‫م ع ببلى ر‬
‫سل ص ك‬
‫بالل لهر ل‬
‫مد ت وبع ببلى آل اها وب ا ب ك‬
‫م ب‬
‫م ك‬
‫م ك‬
‫س ب‬
‫ن‬
‫ه ب ااإح ك‬
‫سن لةا بر ر‬
‫ك با ر‬
‫م ل‬
‫ن ت بب اعب ر‬
‫سوكل اها وب ب‬
‫تب ب‬
‫سا ب ت‬
‫م ك‬
‫ن االى ي بوكم ا الد صي ك ا‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ما ا‬
‫سل ا ا‬
‫م اغ ك ا‬
‫ما برب لبيابنا ا‬
‫م اغ ك ا‬
‫وال اد بي كبنا وب اكر ب‬
‫م ك‬
‫م ك‬
‫سل ا ب‬
‫ن و ب ال ك ر‬
‫فكر ل ال ك ر‬
‫ ألل لهر ل‬،‫صبغالرا‬
‫ما ك ب ب‬
‫مهر ب‬
‫ح ك‬
‫ألل لهر ل‬
‫مي ك ب‬
‫فكرل ببنا وبل ا ب‬
‫ب‬
‫ت‬
‫وا ا‬
‫حبيااء ا‬
‫مبنا ا‬
‫مؤ ك ا‬
‫مؤ ك ا‬
‫ت ا كبل ب ك‬
‫م وبا كل ك‬
‫من كهر ك‬
‫ن بوال ك ر‬
‫بوال ك ر‬
‫م ب‬
‫من اي ك ب‬
‫قب ل ك‬
‫عائ ببنا‬
‫م تب ب‬
‫ملنا د ر ب‬
‫ل ا‬
‫بالل لهر ل‬
‫ع بل بي كبنا ا ان ل ب‬
‫ب‬
‫وا ر‬
‫ك ا بن ك ب‬
‫ت الت ل ل‬
‫م‬
‫اللر ا‬
‫حي ك ر‬

،‫ن‬
‫مبنا أ بن ك ر‬
‫ن ال ك ب‬
‫خا ا‬
‫مبنا ل بن بك روكن بلنا ا‬
‫م ت بغك ا‬
‫فكرل ببنا وبت بكر ب‬
‫سبنا وبا ا ك‬
‫ف ب‬
‫ح ك‬
‫ن لب ك‬
‫برب لبنا ظ بل ب ك‬
‫سراي ك ب‬
‫م ب‬
‫ب‬
‫س ا‬
‫وب ا‬
‫م وبت ر ك‬
‫س ر‬
‫ت ال ل‬
‫مبنا وبررك روكع ببنا وب ر‬
‫مي كعر ال كعبل اي ك ر‬
‫م ا بن ك ب‬
‫ بالل لهر ل‬،‫جوكد ببنا‬
‫مبنا وبقابيا ب‬
‫صبيا ب‬

‫ك‬
‫م ك‬
‫برب لبنا ل ب ت ر ب‬
‫ن قبب كل ابنا‬
‫سي كبنآ ا بوك ا ب ك‬
‫ؤا ا‬
‫ن ا‬
‫ح ا‬
‫ن نل ا‬
‫ما ب‬
‫خط بأبنا برب لبنا وبل ب ت ب ك‬
‫خذ كبنا ا ا ك‬
‫مل كت ب ر‬
‫ح ب‬
‫صلرا ك ب ب‬
‫ل ع بل بي كبنآ ا ا ك‬
‫م ك‬
‫ه ع ببلى ال لذ اي ك ب‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ك‬
‫صكربنا ع بلى ال ب‬
‫ة لبنا ب اها بواع ك ر‬
‫مال ب طاقب ب‬
‫ف ع بلنا بواغ ك ا‬
‫فكرلبنا بواكر ب‬
‫برب لبنا وبل ب ت ر ب‬
‫ت ب‬
‫مبنا ان ك ب‬
‫ح ك‬
‫ملبنا ب‬
‫ح ص‬
‫موكل ببنا بفان ك ر‬
‫قوكم ا‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ن‬
‫الكا افاراي ك ب‬
‫ن برب ص ب‬
‫ة وبقابنا ع ب ب‬
‫ما‬
‫سن ب ل‬
‫ة وبافي كال ا‬
‫سن ب ل‬
‫ك بر ص‬
‫حا ب‬
‫سب ك ب‬
‫ذا ب‬
‫خبرةا ب‬
‫برب لبنا آت ابنا افي الد ين كبيا ب‬
‫ وب ر‬،‫ب اللناار‬
‫ح ب‬
‫ح ب‬
‫ب ال كعالزةا ع ب ل‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ي‬
‫م‬
‫ل‬
‫عا‬
‫ل‬
‫ا‬
‫ب‬
‫ر‬
‫ه‬
‫لل‬
‫د‬
‫م‬
‫ح‬
‫ل‬
‫وا‬
‫ن‬
‫ي‬
‫ل‬
‫س‬
‫ر‬
‫م‬
‫ل‬
‫ا‬
‫لى‬
‫ع‬
‫م‬
‫ل‬
‫س‬
‫و‬
‫ن‬
‫و‬
‫ر‬
‫ف‬
‫ص‬
‫ي‬
،
‫ب‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ا‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ص‬
‫ر‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ر‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ك‬
‫ب‬
‫ب‬
‫ب ب‬
‫ر ك‬
‫ك ب‬
Yaa Allah, Maha Agung asma-MU. Wahai Dzat yang Maha Adil dan Maha luas
kasih sayang-Nya. Maha tinggi kemuliaan-Mu yaa ‘Aziiz, wahai Dzat yang
senantiasa mencurahkan rahmat dan nikmat kepada para hamba-Nya. Maha
besar kekuasaan-Mu yaa Maalik.
Yaa Rahman, inilah kami para hamba-Mu. Kami datang bersimpuh di hadapan
kebesaran-Mu. Inilah kami, yaa ‘Aziiz, makhluk-Mu yang lemah dan tak berdaya,
kini duduk di hadapan altar kemuliaan dan keagungan-Mu. Ya Rahiim, inilah
kami hamba-Mu yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa, sering lalai dan
alpa, yang acapkali bertengkar untuk memperebutkan bangkai-bangkai dunia;
kini kami hadir menyerahkan segenap jiwa dan raga di depan pintu kekuasaanMu. Yaa Ghaani, inilah kami, orang-orang fakir yang menundukkan kepala
karena malu kepada-Mu, kini kami menengadahkan tangan-tangan kami untuk
memohon belas kasih-Mu.
Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di tempat ini, pada
pagi ini, adalah para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami tertatih-tatih
mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap kasih sayang-Mu. Yaa Allah,
setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan dahaga.
Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca al-Quran untuk memahami
petunjuk-Mu. Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu,

9

yaa Rahman, hanya untuk menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang
maha mengetahui apa yang telah kami lakukan.
Ciputat, 1 Syawal 1428 H/ 12 oktober 2007

10