MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI RECIPROCAL TEACHING.

(1)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ……...………. i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ……….……….. iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ………….………..……….... 15

E. Hipotesis Penelitian ... 16

F. Definisi Operasional ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA.. ..……….……….. 19

A. Pemahaman Matematis ... 19

B. Koneksi Matematis ... 29

C. Komunikasi Matematis ... 34

D. Kemandirian Belajar Matematika ... 42

E. Reciprocal Teaching ... 47

F. Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis dalam Reciprocal Teaching ... 51 G. Penelitian-penelitian yang Relevan ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ..……… 58

A. Desain Penelitian ...…..…...………… 58

B. Subyek Penelitian ………... 59


(2)

ii

D. Pengembangan Bahan Ajar ...………... 64

E. Analisis Data ...……….... 64

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Hasil dan Analisis Data ...…..…...…………. 67

1. Hasil Skor KAM ... ... 67

2. Hasil dan Analisa Data Skor Pemahaman Matematis .... 68

3. Hasil dan Analisa Data Skor Koneksi Matematis ... 87

4. Hasil dan Analisa Data Skor Komunikasi Matematis ... 107

5. Hasil dan Analisa Data Kemandirian Belajar Matematika 127 6. Asosiasi-Asosiasi Antar Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Matematika ... 146

7. Gambaran Kinerja Siswa ... 158

B. Pembahasan ... 170

1. Pembelajaran Reciprocal Teaching ... 170

2. Aktifitas Guru dan Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 172

3. Pemahaman Matematis Berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah dan KAM ... 178 4. Koneksi Matematis Berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah dan KAM ... 180 5. Komunikasi Matematis Berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah dan KAM ... 183 6. Kemandirian Belajar Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah dan KAM ... 185 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 188

A. Kesimpulan ... 188

B. Implikasi ... 192

C. Rekomendasi ... 193

DAFTAR PUSTAKA ... 195


(3)

iii

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 3.1 Disain Faktorial Antar Variabel Penelitian ... 59 Tabel 3.2 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM ... 61 Tabel 4.1 Kemampuan Awal Matematika Berdasarkan Level Sekolah. 67 Tabel 4.2 Deskripsi Kemampuan Pemahaman Matematis berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika ... ... ... 69 Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Pemahaman Matematis Siswa ... 72 Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Pemahaman Matematis

Siswa pada Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... ... ... ... 73 Tabel 4.5 Hasil Uji t Skor Pemahaman Matematis Siswa pada

Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... 74 Tabel 4.6 Uji Normalitas Skor Pemahaman Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 76 Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Skor Pemahaman Matematis

Siswa pada Gabungan Sekolah Level Atas, Sedang dan

Bawah ... ... ... ... 76 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Pemahaman Matematis

Siswa menurut Model Pembelajaran dan Level Sekolah 77 Tabel 4.9 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor Level Sekolahan pada Skor

Pemahaman Matematis Siswa ... ... 78 Tabel 4.10 Uji Normalitas Skor Pemahaman Matematis Siswa dengan

KAM Tinggi, Sedang dan Rendah ... 80 Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Skor Pemahaman Matematis pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 81 Tabel 4.12 Hasil Uji t Skor Pemahaman Matematis pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 82 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney Skor Pemahaman

Matematis Siswa pada kelompok KAM Sedang ... 83 Tabel 4.14 Uji Normalitas Skor Pemahaman Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 84 Tabel 4.15 Uji Homogenitas Varians Skor Pemahaman Matematis

Siswa pada Gabungan KAM Level Tinggi, Sedang dan


(4)

iv

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Pemahaman Matematis

Siswa menurut Model Pembelajaran dan KAM ... 85 Tabel 4.17 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor KAM pada Skor

Pemahaman Matematis Siswa ... ... 86 Tabel 4.18 Deskripsi Kemampuan Koneksi Matematis berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika ... ... ... 88 Tabel 4.19 Uji Normalitas Skor Koneksi Matematis Siswa dari Sekolah

Level Atas, Sedang dan Bawah ... 91 Tabel 4.20 Uji Homogenitas Varians Skor Koneksi Matematis Siswa

pada Masing-masing Sekolah Level Atas dan Bawah

... ... ... ... ... 92 Tabel 4.21 Hasil Uji t Skor Koneksi Matematis Siswa pada

Masing-masing Sekolah Level Atas dan Bawah ... 93 Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney Skor Koneksi

Matematis Siswa pada Sekolah Level Sedang ... 94 Tabel 4.23 Uji Normalitas Skor Koneksi Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 95 Tabel 4.24 Uji Homogenitas Varians Skor Koneksi Matematis Siswa

pada Gabungan Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah 96 Tabel 4.25 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Koneksi Matematis Siswa

menurut Model Pembelajaran dan Level Sekolah ... 96 Tabel 4.26 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor Level Sekolahan pada Skor

Koneksi Matematis Siswa ... ... 97 Tabel 4.27 Uji Normalitas Skor Koneksi Matematis Siswa dengan

KAM Tinggi, Sedang dan Rendah ... 100 Tabel 4.28 Uji Homogenitas Varians Skor Koneksi Matematis pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 101 Tabel 4.29 Hasil Uji t Skor Koneksi Matematis pada Masing-Masing

KAM Siswa ... 101 Tabel 4.30 Uji Normalitas Skor Koneksi Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 103 Tabel 4.31 Uji Homogenitas Varians Skor Koneksi Matematis Siswa

pada Gabungan KAM Level Tinggi, Sedang dan Rendah 103 Tabel 4.32 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Koneksi Matematis Siswa

menurut Model Pembelajaran dan KAM ... 104 Tabel 4.33 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor KAM pada Skor Koneksi


(5)

v

Tabel 4.34 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan

Awal Matematika ... ... ... 108 Tabel 4.35 Uji Normalitas Skor Komunikasi Matematis Siswa dari

Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... 112 Tabel 4.36 Uji Homogenitas Varians Skor Komunikasi Matematis

Siswa pada Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... ... ... ... 112 Tabel 4.37 Hasil Uji t Skor Komunikasi Matematis Siswa pada

Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... 113 Tabel 4.38 Uji Normalitas Skor Komunikasi Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 115 Tabel 4.39 Uji Homogenitas Varians Skor Komunikasi Matematis

Siswa pada Gabungan Sekolah Level Atas, Sedang dan

Bawah ... ... ... ... 115 Tabel 4.40 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Komunikasi Matematis

Siswa menurut Model Pembelajaran dan Level Sekolah 116 Tabel 4.41 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor Level Sekolahan pada Skor

Komunikasi Matematis Siswa ... ... 117 Tabel 4.42 Uji Normalitas Skor Komunikasi Matematis Siswa dengan

KAM Tinggi, Sedang dan Rendah ... 120 Tabel 4.43 Uji Homogenitas Varians Skor Komunikasi Matematis pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 121 Tabel 4.44 Hasil Uji t Skor Komunikasi Matematis pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 121 Tabel 4.45 Uji Normalitas Skor Komunikasi Matematis Siswa Kelas

Gabungan ... ... ... ... 123 Tabel 4.46 Uji Homogenitas Varians Skor Komunikasi Matematis

Siswa pada Gabungan KAM Level Tinggi, Sedang dan

Rendah 123

Tabel 4.47 Hasil Perhitungan ANOVA Skor Komunikasi Matematis

Siswa menurut Model Pembelajaran dan KAM ... 124 Tabel 4.48 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor KAM pada Skor

Komunikasi Matematis Siswa ... ... 125 Tabel 4.49 Deskripsi Hasil Kemandirian belajar matematika

berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Level Sekolah, dan

Kemampuan Awal Matematika ... 128 Tabel 4.50 Uji Normalitas Hasil Kemandirian belajar matematika Siswa


(6)

vi

Tabel 4.51 Uji Homogenitas Varians Hasil kemandirian belajar

matematika Siswa pada Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan Bawah ... 132 Tabel 4.52 Hasil Uji t Hasil Kemandirian Belajar Matematika Siswa

pada Masing-masing Sekolah Level Atas, Sedang dan

Bawah ... 133 Tabel 4.53 Uji Normalitas Hasil Kemandirian Belajar Matematika

Siswa Kelas Gabungan ... 134 Tabel 4.54 Uji Homogenitas Varians Hasil Kemandirian Belajar

Matematika Siswa pada Gabungan Sekolah Level Atas,

Sedang dan Bawah ... 135 Tabel 4.55 Hasil Perhitungan ANOVA Hasil Kemandirian Belajar

Matematika Siswa menurut Model Pembelajaran dan Level

Sekolah ... 136 Tabel 4.56 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor Level Sekolahan pada

Hasil Kemandirian Belajar Matematika Siswa ... 137 Tabel 4.57 Uji Normalitas Hasil Kemandirian Belajar Matematika

Siswa dengan KAM Tinggi, Sedang dan Rendah ... 139 Tabel 4.58 Uji Homogenitas Varians Hasil Kemandirian Belajar

Matematika pada Masing-Masing KAM Siswa ... 140 Tabel 4.59 Hasil Uji t Hasil Kemandirian Belajar Matematika pada

Masing-Masing KAM Siswa ... 141 Tabel 4.60 Uji Normalitas Hasil Kemandirian Belajar Matematika

Siswa Kelas Gabungan ... 142 Tabel 4.61 Uji Homogenitas Varians Hasil Kemandirian Belajar

Matematika Siswa pada Gabungan KAM Level Tinggi, Sedang dan Rendah ...

142

Tabel 4.62 Hasil Perhitungan ANOVA Hasil Kemandirian Belajar

Matematika Siswa menurut Model Pembelajaran dan KAM 143 Tabel 4.63 Hasil Tes Post Hoc untuk Faktor KAM pada Hasil

Kemandirian Belajar Matematika Siswa ... 144 Tabel 4.64 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman

Matematis dan Komunikasi Matematis ... 148 Tabel 4.65 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 148 Tabel 4.66 Nilai Koefisien Kontingensi ... 149 Tabel 4.67 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman


(7)

vii

Tabel 4.68 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 150

Tabel 4.69 Nilai Koefisien Kontingensi ... 150

Tabel 4.70 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika ... 152

Tabel 4.71 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 152

Tabel 4.72 Nilai Koefisien Kontingensi ... 152

Tabel 4.73 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Koneksi Matematis ... 153

Tabel 4.74 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 154

Tabel 4.75 Nilai Koefisien Kontingensi ... 154

Tabel 4.76 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika ... 155 Tabel 4.77 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 155

Tabel 4.78 Nilai Koefisien Kontingensi ... 156

Tabel 4.79 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika ... 157 Tabel 4.80 Hasi Uji Pearson – Chi Kuadrat ... 157

Tabel 4.81 Nilai Koefisien Kontingensi ... 158

Tabel 4.82 Kesulitan Siswa pada Tes Pemahaman Matematis ... 162

Tabel 4.83 Hasil Tes Pemahaman Matematis Tiap Butir Soal ... 163

Tabel 4.84 Kesulitan Siswa pada Tes Koneksi Matematis ... 165

Tabel 4.85 Hasil Tes Koneksi Matematis Tiap Butir Soal ... 166

Tabel 4.86 Kesulitan Siswa pada Tes Komunikasi Matematis ... 167


(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 2.1 Dua Segitiga Sebangun ... 26 Gambar 2.2 Dua Segitiga Siku-siku Sebangun ... 27 Gambar 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 66 Gambar 4.1 Diagram Batang Kemampuan Pemahaman Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran, Level Sekolah (Atas,

Sedang, Bawah) dan KAM (Tinggi, Sedang, Bawah) ... 70 Gambar 4.2 Interaksi Level Sekolah dan Model Pembelajaran

Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis …..…….. 79 Gambar 4.3 Interaksi KAM dan Model Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Pemahaman Matematis ... 87 Gambar 4.4 Diagram Batang Kemampuan Koneksi Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran, Level Sekolah (Atas,

Sedang, Bawah) dan KAM (Tinggi, Sedang, Bawah) ... 89 Gambar 4.5 Interaksi Level Sekolah dan Model Pembelajaran

Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis ……....…….. 99 Gambar 4.6 Interaksi KAM dan Model Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Koneksi Matematis ... 107 Gambar 4.7 Diagram Batang Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Faktor Pembelajaran, Level Sekolah (Atas,

Sedang, Bawah) dan KAM (Tinggi, Sedang, Bawah) ... 109 Gambar 4.8 Interaksi Level Sekolah dan Model Pembelajaran

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis ………….. 119 Gambar 4.9 Interaksi KAM dan Model Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematis ……... 127 Gambar 4.10 Diagram Batang Kemandirian Belajar Matematika

Berdasarkan Faktor Pembelajaran, Level Sekolah (Atas,

Sedang, Bawah) dan KAM (Tinggi, Sedang, Bawah) ... 129 Gambar 4.11 Interaksi Level Sekolah dan Model Pembelajaran

Terhadap Kemandirian Belajar Matematika ……....…….. 138 Gambar 4.12 Interaksi KAM dan Model Pembelajaran Terhadap


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman matematis dan koneksi matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Dalam NCTM 2000 disebutkan pula bahwa pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan visi dari belajar matematika. Dinyatakan pula dalam NCTM 2000 bahwa belajar tanpa pemahaman merupakan hal yang terjadi dan menjadi masalah sejak tahun 1930-an, sehingga belajar dengan pemahaman tersebut terus ditekankan dalam kurikulum.

Skemp (1976) menyatakan ada dua jenis pemahaman, pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Seorang siswa kelas satu SMP yang diberi pertanyaan “Berapa 7 × 11 ?” akan dengan mudah menjawabnya dengan jawaban 77. Tetapi jika siswa tersebut diberi pertanyaan lanjutan “Jelaskan mengapa 7 × 11 = 77 ? ” atau “Tunjukkan beberapa cara yang berbeda untuk


(10)

2 menentukan hasil dari 7 × 11 !”, belum tentu siswa tersebut bisa menjelaskannya. Hal ini dikarenakan, untuk pertanyaan pertama hanya diperlukan prosedur rutin untuk menjawabnya. Sedangkan untuk pertanyaan kedua diperlukan kemampuan pemahaman konsep yang cukup tentang masalah tersebut untuk bisa menjawabnya. Menurut Skemp (1976), kemampuan pertama merupakan kemampuan pemahaman instrumental, sedangkan kemampuan kedua merupakan kemampuan pemahaman relasional. Pemahaman relasional memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemahaman instrumental. Baik pemahaman instrumental maupun pemahaman relasional perlu ditingkatkan pada pembelajaran matematika.

Pemahaman relasional erat kaitannya dengan kemampuan koneksi matematis (mathematical connection). Hal ini dikarenakan dalam pemahaman relasional siswa dituntut untuk bisa memahami lebih dari satu konsep dan merelasikannya. Sedangkan kemampuan koneksi matematis diperlukan untuk menghubungkan berbagai macam gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang diterima oleh siswa. Hal ini berakibat bahwa agar kemampuan pemahaman matematis bisa berkembang secara optimal, maka kemampuan koneksi matematis juga harus dikembangkan. Dengan dikembangkannya kemampuan koneksi matematis, maka pemahaman matematis siswa akan bertambah. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dengan meningkatnya kemampuan siswa untuk menghubungkan antar konsep dan ide-ide matematika maka kemampuan pemahaman relasional siswa tersebut akan ikut bertambah.


(11)

3 Dilihat dari sisi pembelajaran, fakta menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan hanya menekankan pada aspek pemahaman instrumental memang relatif lebih mudah, keadaan ini bisa berakibat para guru lebih senang dengan cara ini. Mengenai hal ini, Skemp (1976) mengemukakan bahwa para guru lebih suka mengajarkan matematika hanya sampai pada tahap pemahaman instrumental. Hal ini dikarenakan ada 3 hal yang dianggap merupakan keuntungan oleh para guru, yaitu :

(1) Pemahaman matematika pada level instrumental lebih mudah untuk untuk diajarkan.

(2) Reward bisa didapatkan lebih cepat dan lebih nyata. Maksudnya adalah jika pembelajaran yang diberikan hanya menekankan pada pemahaman secara instrumental maka akan mendapatkan hasil yang lebih cepat dan instan. Maksud hasil di sini adalah siswa bisa mengerjakan soal-soal prosedural lebih cepat, walaupun pemahaman relasionalnya kurang. Adanya tuntutan skor yang tinggi dalam UN dan ketakutan akan ketidaklulusan akan mendorong siswa maupun guru pada penekanan pemahaman instrumental tersebut.

(3) Sedikit pengetahuan yang digunakan. Hal ini cukup jelas bahwa mengajarkan matematika hanya menekenakan pada pemahaman instrumental lebih sedikit pengetahuan yang diberikan, sehingga guru tidak perlu pengetahuan yang cukup mendalam tentang suatu materi. Dengan kondisi ini, guru yang tidak kreatif dan tidak punya komitmen yang tinggi akan cenderung melaksanakan pembelajaran yang hanya menekankan pada aspek instrumental tersebut.


(12)

4 Penjelasan Skemp tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Marpaung. Menurut Marpaung (Tahmir, 2008) paradigma mengajar saat ini mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran berpusat kepada guru; (3) guru mentransfer pengetahuan kepada siswa; (4) pemahaman siswa cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat mekanistik; dan (6) siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentarasi (mental) memperhatikan apa yang diajarkan guru. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa hasil pembelajaran yang berdasarkan paradigma mengajar tersebut, antara lain adalah: (1) siswa tidak senang pada matematika; (2) pemahaman siswa terhadap matematika rendah; (3) kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving), bernalar(reasoning), berkomunikasi secara matematis (communication), dan melihat keterkaitan antara konsep-konsep dan aturan-aturan (connection) rendah. Dengan melihat kenyataan tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa untuk meningkatkan hasil dan kualitas pembelajaran matematika, pendekatan pembelajaran tersebut perlu diperbaiki.

Selain kemampuan pemahaman matematis dan koneksi matematis, kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication) dalam pembelajaran matematika juga sangat perlu untuk dikembangkan. Hal ini karena melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, siswa juga bisa memberikan respon yang tepat antar siswa dan media dalam proses pembelajaran. Siswa yang sudah mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut


(13)

5 bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Huggins (1999) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain.

Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru merupakan manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.

Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu diskusi yang dilakukan peneliti dengan beberapa guru SMP terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Terutama untuk siswa di daerah bukan perkotaan, kemampuan komunikasi lisan siswa masih rendah. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping


(14)

6 itu siswa juga kurang terbiasa dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan.

Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Siswa yang punya kemampuan-kemampuan komunikasi matematis yang baik akan bisa membuat representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika.

Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan yang sangat penting yang perlu dimiliki oleh siswa yang ingin berhasil dalam studinya. Menurut Kist (Clark, 2005) kemampuan komunikasi yang efektif saat ini merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa untuk semua mata pelajaran. Jadi kemampuan komunikasi tidak hanya untuk mata pelajaran tertentu seperti pelajaran bahasa maupun ilmu sosial saja. Bahkan dalam pergaulan bermasyarakat, seseorang yang mempunyai kemampuan komunikasi yang baik akan cenderung lebih mudah untuk bekerja sama, yang pada gilirannya akan menjadi seorang yang berhasil dalam hidupnya.

Seorang siswa yang tidak bisa menjelaskan suatu persoalan matematika maka minimal ada 2 kemungkinan yang terjadi pada siswa tersebut : pertama, siswa tidak paham terhadap penyelesaian persoalan yang diberikan sehingga ia juga tidak bisa mengkomunikasikannya. Kedua, siswa sebenarnya paham terhadap penyelesaian persoalan matematika yang diberikan, namun tidak bisa


(15)

7 mengkomunikasikannya dengan benar. Untuk kasus pertama, pemahaman matematis siswa harus ditingkatkan sehingga siswa bisa menjelaskan suatu persoalan matematika yang diberikan. Sedangkan pada kasus kedua, dengan dikembangkannya kemampuan komunikasi matematis maka kendala yang timbul tersebut bisa dihindari. Kasus tersebut menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis adalah kemampuan yang harus dikembangkan secara bersama-sama.

Kemampuan komunikasi matematis siswa bisa dikembangkan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan diskusi kelompok. Brenner (1998) menemukan bahwa pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Dengan adanya kelompok-kelompok kecil, maka intensitas seseorang siswa dalam mengemukakan pendapatnya akan semakin tinggi. Hal ini akan memberi peluang yang besar bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Clark (2005) menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa bisa diberikan 4 strategi, yaitu : 1. memberikan tugas-tugas yang cukup memadai (untuk membuat siswa maupun kelompok diskusi lebih aktif); 2. menciptakan lingkungan yang kondusif agar siswa bisa dengan leluasa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya; 3. mengarahkan siswa untuk menjelaskan dan memberi argumentasi pada hasil yang diberikan dan gagasan-gagasan yang difikirkan; 4. mengarahkan siswa agar aktif memproses berbagai macam ide dan gagasan.


(16)

8 Mengembangkan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis sangat penting, di samping karena kemampuan tersebut sangat mendukung pada kemampuan matematis lain, kemampuan-kemampuan tersebut juga merupakan tujuan dalam kurikulum. Dalam KTSP disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Hal tersebut juga sesuai dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (2000). Dalam NCTM 2000 tersebut, kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) komunikasi matematis (mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3) pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) koneksi matematis (mathematical connection); dan (5) representasi matematis (mathematical representation). Menurut Sumarmo (2005), kemampuan-kemampuan matematis yang disebutkan dalam NCTM di atas disebut dengan daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing


(17)

9 math). Ketrampilan matematika (doing math) berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar secara logik, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan idea matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka untuk mengembangkan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis siswa SMP dalam penelitian ini akan diterapkan reciprocal teaching. Hal ini dikarenakan reciprocal teaching merupakan salah satu model pembelajaran yang diduga kuat bisa mengembangkan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis siswa. Dugaan ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Palinscar and Brown (1984) bahwa reciprocal teaching dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa.

Reciprocal teaching merupakan salah satu model pendekatan pembelajaran di mana siswa dilatih untuk memahami suatu naskah dan memberikan penjelasan pada teman sebaya dalam kelompoknya. Palinscar (1986) menyatakan bahwa reciprocal teaching adalah suatu kegiatan belajar yang meliputi membaca bahan ajar yang disediakan, menyimpulkan, membuat


(18)

10 pertanyaan, menjelaskan kembali dan menyusun prediksi. Pembelajaran ini dilakukan secara kooperatif di mana salah satu anggota kelompok berperan sebagai ketua kelompok dan dilakukan secara bergantian. Salah seorang siswa yang bertugas sebagai ketua kelompok tersebut memimpin teman-teman dalam kelompoknya dalam melaksanakan tahap-tahap reciprocal teaching. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing yang melakukan scaffolding.

Pemilihan pendekatan pembelajaran harus diarahkan agar dapat mengakomodasi kemampuan siswa yang pada umumnya adalah heterogen tersebut. Ada kemungkinan bahwa siswa yang kemampuannya sedang atau rendah, apabila pendekatan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan mereka, maka kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis mereka akan berkembang lebih baik secara signifikan. Reciprocal teaching dalam pembelajaran matematika sesuai dengan sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Hal ini dikarenakan reciprocal teaching menerapkan sistim pembelajaran yang berjenjang (bertahap), yaitu dari hal yang sederhana ke kompleks, atau dari konsep mudah ke konsep yang lebih sukar. Di samping itu, reciprocal teaching juga menerapkan sistim pembelajaran yang mengikuti metoda spiral, yaitu : setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya, bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari.

Salah satu pilar pendidikan yang ditetapkan oleh UNESCO adalah learning to live together. Model belajar matematika secara kooperatif seperti yang dilaksanakan pada reciprocal teaching sangat mendukung salah satu pilar


(19)

11 pendidikan yang ditetapkan oleh UNESCO tersebut. Dengan melaksanakan reciprocal teaching, siswa akan berlatih untuk belajar secara berkelompok, menghargai pendapat orang lain, serta bisa saling bertukar pendapat antar sesama teman dalam kelompok maupun dalam kelas. Siswa yang melakukan belajar kelompok akan mendapatkan kemampuan dan pengalaman yang dapat menanamkan kesadaran dalam diri para siswa bahwa mereka bersatu dalam satu upaya bersama, bahwa mereka akan berhasil atau gagal sebagai sebuah tim. Kemampuan-kemampuan ini akan sangat bermanfaat bagi siswa sebagai bekal dalam studi selanjutnya dan dalam hidup bermasyarakat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, di samping bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis, reciprocal teaching diduga kuat juga bisa secara efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam reciprocal teaching adalah kemampuan membaca, menulis, mendengar dan berdiskusi secara matematis.

Dilihat dari karakteristitik pembelajaran yang ada pada reciprocal teaching, maka konstruktivisme sosial Vigotsky lebih sesuai untuk diterapkan. Teori konstruktivisme sosial menyatakan bahwa proses sosial dan individual mempunyai peran sentral dalam pembelajaran matematika (Ernest, 1994). Dalam konstruktivisme sosial tersebut, aspek individu dan aspek kelompok, aspek sosial serta aspek psikologis siswa mendapat perhatian secara komprehensif dalam pembelajaran.


(20)

12 Reciprocal teaching yang merupakan pembelajaran berbasis konstruktivisme memberikan peluang kepada siswa untuk mengeksplorasi secara bebas namun terarah terhadap ide-ide matematika. Siswa secara bebas juga bisa bertanya kepada ketua kelompok tentang hal-hal yang tidak dipahaminya tanpa ragu-ragu atau malu. Jika ada perbedaan pendapat, dan menemui jalan buntu guru bisa membantunya dengan scaffolding. Suasana pembelajaran dengan ciri-ciri tersebut sangat dimungkinkan untuk mengarahkan kepada siswa agar bisa melaksanakan pembelajaran matematika yang pada gilirannya siswa akan punya kemandirian belajar matematika.

Kemandirian belajar matematika siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan mereka dalam belajar matematika. Perkembangan teknologi yang sangat pesat berakibat pula pada semakin banyaknya sumber-sumber belajar yang bisa diakses, hal ini akan sangat mendukung belajar bagi siswa yang punya kemandirian belajar yang tinggi. Siswa dengan pembelajaran reciprocal teaching diperkirakan akan mempunyai kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Begitu juga siswa dengan kemampuan awal matematika lebih tinggi serta level sekolah yang lebih tinggi diperkirakan mempunyai tingkat kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan awal matematika serta level sekolah yang lebih rendah. Selain faktor pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga dapat berkontribusi terhadap perkembangan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis siswa serta kemandirian belajar siswa, yaitu faktor level


(21)

13 sekolah dan faktor kemampuan awal matematika siswa. Level sekolah dibagi dalam tiga kelompok yaitu : atas, sedang dan bawah. Digunakannya tiga level dalam penelitian ini bertujuan agar semua kelompok sekolah terwakili sehingga kesimpulan yang didapatkan lebih representatif. Pengelompokan ini juga bertujuan untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah terhadap perkembangan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar siswa dalam matematika. Sedangkan kemampuan awal matematika siswa dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini bertujuan untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal siswa terhadap perkembangan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka penelitian disertasi yang dilakukan ini diberi judul “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching”. Hasil penelitian yang dilakukan ini nantinya bisa dimanfaatkan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika di sekolah-sekolah menengah maupun oleh para peneliti lain yang ingin mengembangkan pembelajaran matematika. Dengan adanya model pembelajaran ini, model pembelajaran matematika bisa dibuat lebih bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dengan satu model yang monoton.


(22)

14 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam disertasi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pencapaian kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa ditinjau dari penggunaan pendekatan pembelajaran, level sekolah, dan kemampuan awal matematika ?

Rumusan masalah tersebut bisa dijabarkan menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:

a. Apakah kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa yang memperoleh pembelajaran Reciprocal Teaching (RT) lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional, ditinjau dari siswa secara keseluruhan, level sekolah, dan kemampuan awal matematika ?

b. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa ? c. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor

kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa ?


(23)

15 2. Apakah terdapat asosiasi antar variabel kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa ?

3. Bagaimana gambaran kinerja siswa bila ditinjau dari : (a) proses pembelajaran; (b) penyelesaian soal-soal pemahaman matematis; (c) penyelesaian soal-soal koneksi matematis; (d) penyelesaian soal-soal komunikasi matematis.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis :

1. Secara komprehensif tentang kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa ditinjau dari penggunaan pendekatan pembelajaran, level sekolah, dan kemampuan awal matematika siswa.

2. Asosiasi antar faktor kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa.

3. Kinerja siswa ditinjau dari proses pembelajaran serta penyelesaian soal-soal tes kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, diantaranya adalah :


(24)

16 1. Siswa, hal ini disebabkan dalam RT terdapat banyak pengalaman belajar matematika, sehingga pengalaman dan pengetahuan yang didapat siswa bisa lebih meresap dan bisa diterapkan untuk proses belajar yang akan dilaksanakan pada saat yang akan datang.

2. Guru, baik yang terlibat dalam penelitian ini ataupun yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang pembelajaran matematika diharapkan dapat mengambil manfaat atau menerapkan RT sehingga pembelajaran matematika yang dilaksanakannya menjadi lebih inovatif dan bermanfaat.

3. Peneliti, di mana penelitian ini merupakan rujukan peneliti mengenai RT, pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis, kemandirian belajar dan pendidikan matematika, sehingga bisa memperluas wawasan bagi para peneliti bidang matematika dan pembelajarannya.

4. Pembuat kebijakan, agar lebih memahami bahwa RT dalam matematika merupakan salah satu alternatif pembelajaran matematika, yang dapat mengembangkan kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika.

E. Hipotesis Penelitian

Sejalan dengan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis penelitian adalah:

1. Kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa yang menggunakan RT lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(25)

17 2. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa.

3. Terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa.

4. Terdapat asosiasi antar faktor kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa. F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari istilah-istilah tersebut tersebut.

a. Reciprocal teaching adalah pembelajaran dalam kelompok kecil yang diawali dengan tugas membaca bahan ajar oleh siswa dan dilanjutkan dengan melaksanakan empat kegiatan yaitu : merangkum bacaan, membuat pertanyaan, memberikan penjelasan, dan membuat pertanyaan atau permasalahan lanjutan. Pembahasan dalam kelompok dipimpin oleh siswa dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.

b. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan: mengklasifikasikan obyek-obyek matematika; menginterpretasikan gagasan atau konsep; menemukan contoh dari sebuah konsep; memberikan contoh dan bukan


(26)

18 contoh dari sebuah konsep; menyatakan kembali konsep matematika dengan bahasa sendiri.

c. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan : menyatakan dan menerapkan hubungan antar obyek dan antar konsep matematika; menerapkan matematika dalam bidang lain; menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

d. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan dan mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika yaitu bentuk persamaan, notasi, gambar dan grafik, atau sebaliknya.

e. Kemandirian belajar adalah pandangan seseorang terhadap dirinya yang meiputi: berinisiatif belajar; mendiagnosa kebutuhan belajar; menetapkan target/tujuan belajar; memonitor, mengatur dan mengontrol belajar; memandang kesulitan sebagai tantangan; memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; serta self eficacy (konsep diri).

f. Kemampuan Awal Matematika (KAM) adalah kemampuan menguasai materi matematika prasyarat sebelum tindakan pembelajaran dalam penelitian dimulai.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan disain eksperimen perbandingan kelompok statik. Model eksperimen ini dapat digambarkan sebagai berikut:

X O O

Pada disain ini, kelompok eksperimen diberi perlakukan pembelajaran dengan pendekatan reciprocal teaching (X), dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Masing-masing kelas penelitan diberi postes (O), tidak ada perlakuan khusus yang diberikan pada kelas kontrol. Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pendekatan tersebut terhadap kemampuan pemahaman matematis, kemampuan koneksi matematis, kemampuan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika maka dalam penelitian ini dilibatkan faktor level sekolah (atas, sedang, bawah) dan faktor kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah) sebagai variabel kontrol.

Disain faktorial antar variabel penelitian berdasarkan jenis pendidikan dan klasifikasi kemampuan awal matematika yang terkait dengan analisis data dan pengujian hipotesis penelitian, disusun seperti Tabel 3.1.


(28)

59 Tabel 3. 1.

Disain Faktorial Antar Variabel Penelitian

Level Sekolah

Kemampuan Awal Matematika

Pendekatan Pembelajaran

Reciprocal

Teaching Konvensional

Mean SD n Mean SD n

Tinggi

Atas Sedang

Rendah Tinggi

Sedang Sedang

Rendah Tinggi

Bawah Sedang

Rendah

Keterangan :

SD : Standar Deviasi

n : Jumlah siswa

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP Negeri yang mewakili sekolah level atas, siswa kelas IX SMP Negeri yang mewakili sekolah level sedang dan siswa kelas IX SMP Negeri yang mewakili sekolah level bawah di Kabupaten Bojonegoro propinsi Jawa Timur. Selanjutnya dari siswa kelas IX masing-masing sekolah yang sudah terpilih sebagai subyek tersebut, dipilihlah masing-masing dua kelas sebagai subyek sampel, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol, jadi totalnya ada 6 kelas. Secara keseluruhan, siswa yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 254 siswa.


(29)

60

C. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang akan diperlukan dalam penelitian ini, digunakan lima jenis instrumen yaitu: tes kemampuan awal matematika, tes kemampuan pemahaman matematis, tes kemampuan koneksi matematis, tes kemampuan komunikasi matematis dan skala kemandirian belajar. Sedangkan untuk kegiatan pembelajaran dibuat rencana pembelajaran dengan pendekatan reciprocal teaching beserta bahan ajar yang disertai dengan soal-soal latihan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis .

Instrumen berbentuk tes (tes kemampuan awal matematika, tes kemampuan pemahaman matematis, tes kemampuan koneksi matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis) dan instrumen non tes (skala kemandirian belajar matematika) yang akan digunakan pada penelitian, sebelum dipergunakan sebagai alat pengumpul data terlebih dahulu diujicobakan kepada kelas yang telah mempelajari pokok bahasan yang diteskan. Uji coba instrumen tes bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran tes tersebut. Sementara itu untuk instrumen non tes, uji coba dilakukan untuk melakukan pembobotan pada tiap butir skala kemandirian belajar. Dengan adanya analisis instrumen, peneliti bisa mengetahui apakah perangkat tes tersebut sudah memenuhi syarat untuk penelitian atau belum, jika sudah memenuhi syarat maka instrumen tersebut bisa diterapkan di lapangan.


(30)

61 1. Tes Kemampuan Awal Matematika

Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) dirancang untuk mengetahui kemampuan prasyarat dalam mempelajari materi kesebangunan dan bangun ruang sisi lengkung. Pemberian tes kemampuan awal matematika juga dimaksudkan pula untuk penempatan siswa berdasarkan kategori kemampuan awal matematikanya ke dalam tiga kelompok yaitu siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang dan siswa kelompok rendah. Pengelompokan siswa didasarkan pada kriteria pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan KAM Interval Skor Tes KAM Kategori

xi≥ 80 Tinggi

55 < xi < 80 Sedang

xi≤ 55 Rendah

Tes kemampuan awal matematika menggunakan bentuk pilihan ganda dengan empat pilihan dan disertai dengan memberikan alasan dan cara mengerjakannya. Butir soal KAM tersebut sebanyak 15 soal. Kualitas soal-soal dilihat dan dianalisis melalui uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan analisis tingkat kesukaran. Validitas yang digunakan adalah validitas butir soal. Validitas dilakukan melalui pertimbangan para ahli yang bergelar Doktor dan Master di bidang pendidikan matematika. Hasil pertimbangan para ahli, uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan analisis tingkat kesukaran soal KAM disajikan pada Lampiran C halaman 259.


(31)

62 2. Tes Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis merupakan tes kemampuan berpikir yang berfungsi untuk mengungkap kemampuan pemahaman, koneksi dan komunikasi matematis yang dimiliki siswa dalam berbagai permasalahan. Berdasarkan definisi operasional dan kajian teoritis yang telah dikemukakan, kemampuan-kemampuan siswa tersebut diukur berdasarkan pada indikator-indikator yang sudah dijelaskan pada Bab 2.

Tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis, berbentuk tes uraian yang masing-masing terdiri dari 5 soal. Sedangkan tes kemampuan koneksi matematis berbentuk tes uraian yang terdiri dari 4 soal. Kisi-kisi, butir soal dan sistim penskoran bisa dilihat pada Lampiran B halaman 237. Sebelum digunakan, soal tes tersebut dilakukan uji validitas. Uji validitas dilakukan melalui pertimbangan para ahli tentang isi dan muka dari soal tes. Para penimbang terdiri dari dua doktor pendidikan matematika, dua magister pendidikan matematika dan satu magister sains matematika. Mereka diminta untuk menimbang validitas isi soal berdasarkan kesesuaian soal dengan tujuan yang ingin diukur dan kesesuaian soal dengan materi ajar. Hasil pertimbangan ahli, uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran dilampirkan pada Lampiran C halaman 259.

Selanjutnya, terhadap perangkat soal tes tersebut didakan perbaikan seperlunya sesuai dengan saran-saran para penimbang, setelah itu diujicobakan pada siswa di luar sampel penelitian tetapi telah menerima materi yang diteskan. Dari pelaksanaan uji coba tersebut kemudian dianalisis sehingga bisa diketahui


(32)

63 validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Hasil pelaksanaan ujicoba terhadap seperangkat tes tersebut dan analisisnya bisa dilihat pada Lampiran C halaman 259.

3. Skala Kemandirian Belajar Matematika Siswa

Kemandirian belajar matematika siswa diperoleh melalui angket yang disusun dan dikembangkan berdasarkan sembilan aspek kemandirian belajar yaitu: inisiatif belajar; mendiagnosa kebutuhan belajar; menetapkan target/tujuan belajar; memonitor, mengatur dan mengontrol belajar; memandang kesulitan sebagai tantangan; memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; serta self eficacy (konsep diri).

Skala kemandirian belajar matematika siswa terdiri dari 45 aitem pernyataan yang diadopsi dan dimodifikasi dari Sumarmo (2004). Tujuan memodifikasinya adalah untuk menyesuaikan dengan karakteristik pembelajaran dan subyek penelitian. Masing-masing aitem skala tersebut terdiri dari empat pilihan yaitu : STS (Sangat Tidak Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) dan SS (Sangat Setuju). Instrumen skala kemandirian belajar matematika siswa ini sebelum digunakan terlebih dulu diuji coba dan dianalisis untuk menentukan validitas dan reliabilitasnya. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa pada 45 aitem skala kemandirian belajar matematika, terdapat 4 aitem yang tidak valid, yaitu aitem 8, 21, 34, 36. Butir skala kemandirian belajar matematika yang tidak valid, selanjutnya tidak digunakan dalam penelitian. Hasil uji coba dan analisis skala kemandirian belajar matematika selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C halaman 259.


(33)

64 D. Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar dirancang agar tujuan penelitian yaitu untuk mengembangkan kemampuan pemahaman matematis, kemampuan koneksi matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa bisa dicapai. Pembelajaran reciprocal teaching yang sesuai dengan paham konstruktivisme, bahan ajar dirancang agar siswa memiliki peran yang sangat besar dalam upaya memahami, mengembangkan, menemukan, serta menerapkan baik konsep, prosedur maupun prinsip-prinsip matematika. Sedangkan peran guru lebih bersifat sebagai fasilitator yang memberikan scaffolding dan senantiasa memfasilitasi setiap perkembangan yang terjadi pada diri siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Sebelum digunakan pada kelas eksperimen, bahan ajar terlebih dahulu divalidasi oleh berbagai pihak yang berkompeten yakni pembimbing, pakar pendidikan matematika, dosen-dosen yang memiliki keahlian dalam bidang pendidikan matematika serta diujicobakan dalam studi pendahuluan. Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, dan Lembar Kegiatan Siswa. Bahan ajar ini bisa dilihat pada Lampiran A halaman 200.

E. Analisis Data

Setelah melakukan penelitian, data yang diperoleh dari skor kemampuan pemahaman matematis, kemampuan koneksi matematik, kemampuan komunikasi matematis dan skala kemandirian belajar matematika siswa dikelompokkan


(34)

65 menurut kelompok pendekatan pembelajaran (RT,KV) dan kelompok kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).

Pengolahan data diawali dengan menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis antara lain uji normalitas dan homogenitas. Selanjutnya dilakukan uji-t atau anova dua jalur yang disesuaikan dengan permasalahannya. Seluruh perhitungan statistik digunakan bantuan komputer program microsoft excel dan SPSS versi 15. Selain dilakukan analisis secara kuantitatif, peneliti juga melengkapinya dengan analisis secara kualitatif. Analisis ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang kemampuan pemahaman matematis, kemampuan koneksi matematis, kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa dalam reciprocal teaching. Di samping itu, analisis juga untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran yang ditetapkan pada kedua jenis pembelajaran.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan melalui tahapan dan alur kerja seperti terlihat pada Gambar 3.1. Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai guru yang memimpin pembelajaran di kelas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih terjaminnya pelaksanaan pendekatan pembelajaran. Selain itu peneliti juga bisa langsung mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan ini digunakan untuk analisis data secara kualitatif, di samping terhadap jawaban-jawaban siswa pada tes yang diberikan pada akhir penelitian.


(35)

66

Gambar 3.1

Tahapan Pelaksanaan Penelitian

-oOo-

Pengembangan, Validasi dan Uji Coba : Bahan Ajar dan

Instrumen Penelitian

Pemilihan Subyek Penelitian Kelas Kontrol

Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksprimen

Pembelajaran Reciprocal Teaching

Postes, Skala Kemandirian

Data

Temuan

Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi Analisis Data Studi Pendahuluan: Identifikasi Masalah Rumusan Masalah, Studi

Literatur, dll

Tes KAM Tes KAM

Postes, Skala Kemandirian


(36)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditinjau secara keseluruhan, kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis serta kemandirian belajar matematika siswa, untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional. Kemampuan-kemampuan tersebut semuanya berada dalam kualifikasi sedang.

Jika ditinjau dari faktor level sekolah, maka kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis siswa, pada sekolah level sedang dan bawah untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional, tetapi pada sekolah level atas tidak terdapat perbedaan. Kemampuan-kemampuan tersebut semuanya berada dalam kuaifikasi sedang, kecuali pada sekolah level bawah dengan pembelajaran konvensional, yang berada dalam kualifikasi rendah, dan komunikasi matematis pada sekolah level atas, yang berada dalam kualifikasi tinggi. Kemandirian belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional untuk sekolah level atas, sedang dan bawah. Kemandirian


(37)

189

belajar matematika tersebut semuanya berada dalam kualifikasi sedang, kecuali siswa pada sekolah level bawah dengan pembelajaran konvensional, yang berada dalam kualifikasi rendah.

Jika ditinjau dari faktor KAM, maka kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis siswa pada kelompok KAM sedang dan rendah, untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional, tetapi pada kelompok KAM tinggi tidak berbeda. Kemampuan-kemampuan tersebut semuanya berada dalam kuaifikasi sedang, kecuali kemampuan koneksi dan komunikasi matematis pada kelompok KAM rendah dengan pembelajaran konvensional, yang berada dalam kualifikasi rendah, dan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada kelompok KAM tinggi, yang berada dalam kualifikasi tinggi. Kemandirian belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching lebih baik siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional untuk kelompok KAM tinggi, sedang dan rendah. Kemandirian belajar matematika tersebut semuanya berada dalam kualifikasi sedang, kecuali siswa pada kelompok KAM rendah dengan pembelajaran konvensional, yang berada dalam kualifikasi rendah.

Terdapat iteraksi antara faktor model pembelajaran (RT dan KV) dan faktor level sekolah (atas, sedang, dan bawah) terhadap kemampuan pemahaman matematis, kemampuan koneksi matematis siswa dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Rerata kemampuan pemahaman


(38)

190

matematis, rerata kemampuan koneksi matematis dan rerata kemampuan komunikasi matematis, antara kelas yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching dan kelas yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional, pada sekolah level bawah perbedaannya paling tinggi dibandingkan pada sekolah level sedang atau level tinggi.

Tidak terdapat iteraksi antara faktor model pembelajaran (RT dan KV) dan faktor KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis dan komunikasi matematis siswa. Namun demikian, rerata kemampuan pemahaman matematis, rerata kemampuan koneksi matematis dan rerata kemampuan koneksi matematis, antara siswa yang pembelajarannya menggunakan reciprocal teaching dan siswa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional, pada kelompok KAM sedang perbedaannya paling tinggi dibandingkan pada kelompok KAM rendah atau kelompok KAM tinggi.

Tidak terdapat iteraksi antara faktor model pembelajaran (RT dan KV) dan faktor level sekolah (atas, sedang, dan bawah) terhadap kemandirian belajar matematika siswa. Begitu juga, tidak terdapat iteraksi antara faktor model pembelajaran (RT dan KV) dan faktor KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemandirian belajar matematika siswa.

2. Terdapat asosiasi (a) antara kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan koneksi matematis siswa; (b) antara kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa; (c) antara kemampuan pemahaman matematis dan kemandirian belajar matematika


(39)

191

siswa; (d) antara kemampuan koneksi matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa; (e) antara kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa; (f) antara kemampuan komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika siswa.

3. Gambaran siswa pada saat pembelajaran, pada umumnya siswa kelas eksperimen harus beradaptasi dulu terhadap pembelajaran RT, terutama pada sekolah level sedang dan rendah. Setelah terbiasa mereka menjadi lebih aktif dalam berdiskusi dan lebih mampu dalam memahami konsep dibandingkan kelas kontrol. Tugas sebagai ketua kelompok dan menjelaskan dapat membuat siswa menjadi lebih mandiri dalam belajar, siswa dengan kemampuan sedang maupun rendah juga termotivasi untuk bisa memahami dan menjelaskan pada temannya tentang permasalahan matematika yang diberikan.

Pada saat saat menyelesaikan soal-soal pemahaman matematis, kelas RT lebih mampu mengingat konsep dan memberikan argumen atas jawabannya secara benar dan sistimatis dibandingkan kelas konvensional. Pada saat menyelesaikan soal koneksi matematis, siswa kelas RT lebih mampu menyatakan hubungan-hubungan antar konsep-konsep matematika dan antar konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada saat menyelesaikan soal komunikasi matematis, siswa kelas RT lebih baik dan lebih sistimatis dalam membuat maupun mengilustrasikan model matematika dibandingkan dengan kelas kontrol.


(40)

192

B. Implikasi

Implikasi dari kesimpulan hasil penelitian ini adalah :

1. Penerapan pendekatan reciprocal teaching dapat diimplemenasikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai suatu alternatif dalam proses pembelajaran matematika. Pemilihan pendekatan atau model pembelajaran yang tepat merupakan langkah penting demi keberhasilan pembelajaran matematika. 2. Penerapan pendekatan reciprocal teaching dapat mengubah paradigma

pembelajaran dari paradigma lama dimana guru sebagai pusat pembelajaran menjadi paradigma baru dimana siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai motivator dan fasilitator. Pendekatan tersebut juga mengubah paradigma lama dimana pembelajaran merupakan pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) ke arah paradigma baru dimana pembelarajan merupakan kegiatan eksploratif, interaktif, kooperatif dan konstruktif untuk mendapatkan pengetahuan baru.

3. Proses pembelajaran dengan pendekatan reciprocal teaching akan mengembangkan kemampuan komunikasi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru, sehingga mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong dalam kebaikan pada proses pembelajaran.

4. Penerapan pendekatan pembelajaran reciprocal teaching dapat meningkatkan kreativitas guru dalam menyiapkan bahan ajar, dengan demikian diharapkan bisa mengembangkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika.


(41)

193

5. Penerapan pendekatan pembelajaran reciprocal teaching mendukung program pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dimana dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru bisa mengembangkan model pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan. C. Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan rekomendasi atau saran sebagai berikut:

1. Pendekatan reciprocal teaching direkomendasikan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP), atau paling tidak sebagai alternatif model pembelajaran matematika. Walaupun tidak ada suatu pendekatan atau model pembelajaran yang paling cocok untuk semua kondisi siswa yang heterogen, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan reciprocal teaching lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Untuk para guru matematika direkomendasikan untuk meninggalkan kebiasaan lama dalam pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang hanya berpusat pada guru, dan berupaya untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta selalu berinovasi dalam mengelola pembelajaran matematika. Model pembelajaran reciprocal teaching bisa digunakan sebagai alternatif inovasi yang bisa diterapkan oleh guru matematika.


(42)

194

3. Para guru yang menerapkan pembelajaran reciprocal teaching harus bisa mengontrol siswa agar dalam melaksanakan langkah-langkah pembelajaran siswa tidak keluar dari konsep-konsep matematika yang benar.

4. Untuk kelompok-kelompok guru matematika direkomendasikan agar dalam pertemuan tersebut digunakan untuk mendiskusikan dan mensosialisasikan model-model atau pendekatan-pendekatan pembelajaran matematika yang baru dan inovativ. Model pembelajaran reciprocal teaching bisa digunakan sebagai alternatif inovasi yang bisa didiskusikan dan dikembangkan oleh para guru matematika.

5. Karena kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika adalah hal-hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka kemampuan-kemampuan tersebut perlu terus diteliti dan dikembangkan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

6. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya diteliti penggunaan pendekatan reciprocal teaching yang diterapkan dengan bantuan komputer agar bisa lebih menarik perhatian siswa.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W.& Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman.

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Strategi Think-Talk-Write (TTW). Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan. Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta :

Bumi Aksara.

Baroody, A.J.(1993). Problem Solving, Reasoning, And Communicating, K-8 Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

Brenner, M. E. (1998) Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups by Language Minority Students. Bilingual Research Journal, 22:2, 3, & 4 Spring, Summer, & Fall 1998.

Businskas, A. (2005). Making Mathematical Connections In The Teaching Of School Mathematics. Proceedings of the 27th annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education.

Clark, K. K., et.al. (2005). Strategies for Building Mathematical Communication in the Middle School Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in the Classroom. CIME (Current Issues in Middle Level Education)

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Darr, C. & Jonathan F.(2004). Self-Regulated Learning in Mathematics Class. Paper presented at NZARE Conference, Turning the Kaleidoscope, Wellington, 24-26 November, 2004

Ernest, P. (1994). Constructing Mathematical Knowledge: Epistemology and Mathematics Education. London: The Falmer Press.

Even, R.,& Tirosh, D.(2002). Teacher Knowledge and Understanding of Students’Mathematical Learning. Dalam L.D. English (Eds.) Handbook of International Research in Mathematics Education (pp 219-240). National


(44)

196

Council of Teachers of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Foster, E. & Rotoloni, B.(2008). Reciprocal Teaching, From Emerging Perspec-tives on Learning, Teaching and Technology. [On Line]. Tersedia di: http://projects.coe.uga.edu/epltt/index.php?title=Review_of_Reciprocal _Teaching [29 April 2008]

Gandhi H. & Varma, M. (2010). Strategic Content Learning Approach to Promote Self-Regulated Learning in Mathematics. Poceedings of epiSTME 3. [online] Tersedia di: http://cvs.gnowledge.org/episteme3/propdfs/19-haneet-verma.pdf [27 April 2010]

Geller L.R., Chard D.J. Fien H. (2008). Making Connections in Mathematics: Conceptual Mathematics Intervention for Low-Performing Students. Remedial and Special Education. Volume 29 Number 1.

Giangrave A.B.(2006). The Impact of Reciprocal Teaching on Literacy Achievement of Seventh Grade Boys. A Dissertation, Connecticut State University, New Britain, Connecticut. [online] Tersedia di: http://www._eprints.ccsu.edu/Diss22FT.pdf [30 Juli 2008]

Hannula M.S.(2007). Regulating Motivation In Mathematics. [On Line], Tersedia di http://www.icme-organisers.dk/tsg24/documents/hannula [5 September 2009]

Harnisch D.L., et.al. (2003). Using Visualization to Make Connections Between Math and Science in High School Classrooms [online], http://www.aace.org/conf/site/ pt3/paper_3008_403.pdf] [5 September 2009]

Hendriana, H. (2002). Meningkatkan Kemampuan, Pengajuan dan Pemecahan Masalah Matematika dengan Pembelajaran Berbalik Studi Eksperimen pada Siswa Kelas I SMU Negeri 23 Kota Bandung. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Huggins, B., & Maiste, T.(1999). Communication in Mathematics. Master’s Action Research Project, St. Xavier University & IRI/Skylight.


(45)

197

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Kahre, S. et.al.(1999). Improving Reading Comprehension Through The Use of Reciprocal Teaching. Master’s Action Research Project. Xavier Saint University.Chicago, Illinois [On line] Tersedia di:

http://www.eric.ed.gov/ericdocs/data/ericdocs2sql.pdf [30 April 2008] Marcou A. & George P. (2005). Motivational Beliefs, Self-Regulated Learning

and Mathematical Problem Solving. Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 3, pp. 297-304. Melbourne: PME.

Montalvo, F.T.& Maria, C.G.T.(2004). Self-Regulated Learning: Current and Future Directions. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2(1), 1-34.ISSN:1696-2095.

Mousley, J. (2004). An Aspect Of Mathematical Understanding: The Notion Of Connected Knowing. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Vol 3 pp 377–384

NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia.

Palinscar, A.(1986). Strategies for Reading Comprehension Reciprocal Teaching. [online]. Tersedia di : http://curry.edschool.virginia.edu/go/readquest/ strat/rt.html [29 April 2008]

Palinscar, A. & Brown, A. (1984). Reciprocal Teaching in Comprehension-Fostering and Comprehension-Monitoring Activities Cognition and Instruction. [online] Tersedia di:

http://teams.lacoe.edu/documentation/classroom/patti/2-3/teacher/ resources/reciprocal.html [29 April 2008]

Palinscar, A.(1994). Reciprocal Teaching. [online]. Tersedia di : http:// depts.washington/ edu/centerme/recipro.htm [8 Mei 2008].

Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Student’s Literacy. Journal Research of Mathematics Education 6(5) , 296-299.

Rahman, A.(2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.


(46)

198

Reys, R. E. et. al. (1998). Helping Children Learn Mathematics 5th Edition. Boston : Allyn and Bacon.

Rhee, C.R & Pintrich P.R. (2004). Teaching to Facilitate Self-Regulated Learning. Dalam J. Ee, A. Chang, & O.S. Tan (Eds.). Thinking about Thinking, What Educators Need to Know (pp. 31-47).Singapore: McGraw-Hill Education. Rohendi, D. (2009).Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Pemecahan Masalah

Matematik: Eksperimen Terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Elektronik (E-Learning). Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Rosyid, D. M. & Ibrahim,I. (2007). Reciprocal Teaching Sebagai Strategi. [online]. Tersedia: http://kpicenter.web.id/neo/content/view/17/1.html [29 April 2008]

Ruseffendi, E.T. (1986). A Comparison of Participation in Mathematics of Male and Female Students in the Transition from Junior to Senior Hight School in West Java. Disertasi The Ohio State University.: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non Eksakta Lainya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Saragih, S. (2007).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Skemp, R. R. (1976) Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching, 77, 20–26.

Sudjana (2002). Metoda Statistika, Edisi ke-6. Bandung:Tarsito.

Suherman, E. & Kusumah, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.


(1)

194

3. Para guru yang menerapkan pembelajaran reciprocal teaching harus bisa mengontrol siswa agar dalam melaksanakan langkah-langkah pembelajaran siswa tidak keluar dari konsep-konsep matematika yang benar.

4. Untuk kelompok-kelompok guru matematika direkomendasikan agar dalam pertemuan tersebut digunakan untuk mendiskusikan dan mensosialisasikan model-model atau pendekatan-pendekatan pembelajaran matematika yang baru dan inovativ. Model pembelajaran reciprocal teaching bisa digunakan sebagai alternatif inovasi yang bisa didiskusikan dan dikembangkan oleh para guru matematika.

5. Karena kemampuan pemahaman matematis, koneksi matematis, komunikasi matematis dan kemandirian belajar matematika adalah hal-hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, maka kemampuan-kemampuan tersebut perlu terus diteliti dan dikembangkan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.

6. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya diteliti penggunaan pendekatan reciprocal teaching yang diterapkan dengan bantuan komputer agar bisa lebih menarik perhatian siswa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W.& Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. New York: Addison Wesley Longman.

Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Strategi Think-Talk-Write (TTW). Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan. Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta :

Bumi Aksara.

Baroody, A.J.(1993). Problem Solving, Reasoning, And Communicating, K-8 Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

Brenner, M. E. (1998) Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups by Language Minority Students. Bilingual Research Journal, 22:2, 3, & 4 Spring, Summer, & Fall 1998.

Businskas, A. (2005). Making Mathematical Connections In The Teaching Of School Mathematics. Proceedings of the 27th annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education.

Clark, K. K., et.al. (2005). Strategies for Building Mathematical Communication in the Middle School Classroom: Modeled in Professional Development, Implemented in the Classroom. CIME (Current Issues in Middle Level Education)

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Darr, C. & Jonathan F.(2004). Self-Regulated Learning in Mathematics Class. Paper presented at NZARE Conference, Turning the Kaleidoscope, Wellington, 24-26 November, 2004

Ernest, P. (1994). Constructing Mathematical Knowledge: Epistemology and Mathematics Education. London: The Falmer Press.

Even, R.,& Tirosh, D.(2002). Teacher Knowledge and Understanding of Students’Mathematical Learning. Dalam L.D. English (Eds.) Handbook of International Research in Mathematics Education (pp 219-240). National


(3)

196

Council of Teachers of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Foster, E. & Rotoloni, B.(2008). Reciprocal Teaching, From Emerging Perspec-tives on Learning, Teaching and Technology. [On Line]. Tersedia di: http://projects.coe.uga.edu/epltt/index.php?title=Review_of_Reciprocal _Teaching [29 April 2008]

Gandhi H. & Varma, M. (2010). Strategic Content Learning Approach to Promote Self-Regulated Learning in Mathematics. Poceedings of epiSTME 3. [online] Tersedia di: http://cvs.gnowledge.org/episteme3/propdfs/19-haneet-verma.pdf [27 April 2010]

Geller L.R., Chard D.J. Fien H. (2008). Making Connections in Mathematics: Conceptual Mathematics Intervention for Low-Performing Students. Remedial and Special Education. Volume 29 Number 1.

Giangrave A.B.(2006). The Impact of Reciprocal Teaching on Literacy Achievement of Seventh Grade Boys. A Dissertation, Connecticut State University, New Britain, Connecticut. [online] Tersedia di: http://www._eprints.ccsu.edu/Diss22FT.pdf [30 Juli 2008]

Hannula M.S.(2007). Regulating Motivation In Mathematics. [On Line], Tersedia di http://www.icme-organisers.dk/tsg24/documents/hannula [5 September 2009]

Harnisch D.L., et.al. (2003). Using Visualization to Make Connections Between Math and Science in High School Classrooms [online], http://www.aace.org/conf/site/ pt3/paper_3008_403.pdf] [5 September 2009]

Hendriana, H. (2002). Meningkatkan Kemampuan, Pengajuan dan Pemecahan Masalah Matematika dengan Pembelajaran Berbalik Studi Eksperimen pada Siswa Kelas I SMU Negeri 23 Kota Bandung. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Huggins, B., & Maiste, T.(1999). Communication in Mathematics. Master’s Action Research Project, St. Xavier University & IRI/Skylight.


(4)

197

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Kahre, S. et.al.(1999). Improving Reading Comprehension Through The Use of Reciprocal Teaching. Master’s Action Research Project. Xavier Saint University.Chicago, Illinois [On line] Tersedia di:

http://www.eric.ed.gov/ericdocs/data/ericdocs2sql.pdf [30 April 2008] Marcou A. & George P. (2005). Motivational Beliefs, Self-Regulated Learning

and Mathematical Problem Solving. Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 3, pp. 297-304. Melbourne: PME.

Montalvo, F.T.& Maria, C.G.T.(2004). Self-Regulated Learning: Current and Future Directions. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2(1), 1-34.ISSN:1696-2095.

Mousley, J. (2004). An Aspect Of Mathematical Understanding: The Notion Of Connected Knowing. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Vol 3 pp 377–384

NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia.

Palinscar, A.(1986). Strategies for Reading Comprehension Reciprocal Teaching. [online]. Tersedia di : http://curry.edschool.virginia.edu/go/readquest/ strat/rt.html [29 April 2008]

Palinscar, A. & Brown, A. (1984). Reciprocal Teaching in Comprehension-Fostering and Comprehension-Monitoring Activities Cognition and Instruction. [online] Tersedia di:

http://teams.lacoe.edu/documentation/classroom/patti/2-3/teacher/ resources/reciprocal.html [29 April 2008]

Palinscar, A.(1994). Reciprocal Teaching. [online]. Tersedia di : http:// depts.washington/ edu/centerme/recipro.htm [8 Mei 2008].

Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Student’s Literacy. Journal Research of Mathematics Education 6(5) , 296-299.

Rahman, A.(2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Matematik Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbalik. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.


(5)

198

Reys, R. E. et. al. (1998). Helping Children Learn Mathematics 5th Edition. Boston : Allyn and Bacon.

Rhee, C.R & Pintrich P.R. (2004). Teaching to Facilitate Self-Regulated Learning. Dalam J. Ee, A. Chang, & O.S. Tan (Eds.). Thinking about Thinking, What Educators Need to Know (pp. 31-47).Singapore: McGraw-Hill Education. Rohendi, D. (2009).Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Pemecahan Masalah

Matematik: Eksperimen Terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Elektronik (E-Learning). Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Rosyid, D. M. & Ibrahim,I. (2007). Reciprocal Teaching Sebagai Strategi. [online]. Tersedia: http://kpicenter.web.id/neo/content/view/17/1.html [29 April 2008]

Ruseffendi, E.T. (1986). A Comparison of Participation in Mathematics of Male and Female Students in the Transition from Junior to Senior Hight School in West Java. Disertasi The Ohio State University.: Tidak Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non Eksakta Lainya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Saragih, S. (2007).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.

Skemp, R. R. (1976) Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching, 77, 20–26.

Sudjana (2002). Metoda Statistika, Edisi ke-6. Bandung:Tarsito.

Suherman, E. & Kusumah, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusuma.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI.: Tidak Diterbitkan.


(6)

199

Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian FMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8 Juli 2004. Tidak diterbitkan. Sumarmo, U. (2006). Berpikir matematik tingkat tinggi: Apa, Mengapa, dan

Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah Seminar Pendidikan Matematika 22 April 2006 di FMIPA Universitas Padjajaran, Bandung.

Suryadi, D.(2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Professional. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Pendidikan Matematika. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Tahmir, S.(2008). Model Pembelajaran RESIK Sebagai Strategi Mengubah Paradigma Pembelajaran Matematika di SMP yang Teachers Oriented Menjadi Student Oriented. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti. [online] Tersedia: http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_ poster_session_pdf/Suradi_.ModelPembelajaranResiksebagai Strategi.pdf. [15 Maret 2009]

Wikipedia(2008). Constructivism_(learning_theory). [online] Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/Constructivism_(learning_theory).htm [29 April 2008]

Wikipedia(2009). Taxonomy of Educational Objectives. [online] Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/ Bloom's_Taxonomy [29 Januari 2009]

Woolfolk, A. (2007). Educational Psychology (10th Edition). Boston: Pearson. Zimmerman B.J (1998). Developing Self-Fulfilling Cycles of Academic

Regulatioan: An Analysis of Exemplary Instructional Models. Dalam D.H Schunk & B.J. Zimmerman (Eds.) Self Regulated Learning : From Teaching to Self-Reflective Practice. New York: The Guilford Press. Zimmerman B.J. (2001) Theories of Self-Regulated Learning and Academic

Achievement: An Overview and Analysis. Dalam B.J. Zimmerman & D.H. Schunk (Eds.). Self-Regulated Learning and Academic Achievement: Theoretical Perspectives. 2nd Edition. Lawrence Erlbaum Associates Inc. 10 Industrial Avenue, Mahwah, NJ 07430.