NASKAH PUBLIKASI Eksperimen Model Pembelajaran Core (Connecting Organizing Reflecting Extending) Dan Konvensional Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sawit Semester Genap Tahun Ajaran 2015/2016.
NASKAH PUBLIKASI
EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAN CORE (CONNECTING
ORGANIZING REFLECTING EXTENDING) DAN KONVENSIONAL
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 SAWIT
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016
Usulan Penelitian untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Matematika
Diajukan Oleh:
LINDA PUSPITASARI
A 410122009
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER, 2016
EAL PERSETUJUAN
EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAI\I CORE (CONNECTING
ORGANIZING RE FLECTING EXTEND ING) DAN KONVENS IONAL
TERIIADAP IIASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 SAWIT
SEMESTER GENAP TAIIUN AJARAII 2015/2016
Diajukan Oleh:
LINDA PUSPITASARI
a
Arrikel Publikasi
iri
4101224t09
telah disetujui oleh pembimbing skipsi
Fakulhs Keguuan dan Ilmu Pendidikan, UniveNitas
Muharnmadiyah Surakarta untuk dipertahankan
dihadapar tim Penguji skripsi
Sumkalt4
Pemtimbing I
--f-= F tabel = 64,44> 4,03 maka keputusan ujinya adalah
H 0A ditolak. Ditolaknya H 0A menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
model pembelajaran CORE dan konvensional terhadap hasil belajar
matematika.
Hasil perhitungan uji antar kolom (B) diperoleh F A > F tabel = 20,89>3,18
maka keputusan ujinya adalah H 0B ditolak. Ditolaknya H 0B menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar
matematika. Dengan demikian, ada pengaruh motivasi belajar matematis
(tinggi, sedang, rendah) terhadap hasil belajar matematika. Dengan demikian
paling tidak terdapat dua rataan yang sama, maka dilakukan uji komparasi
ganda.
Hasil uji komparasi antar kolom dengan menggunakan metode Scheffe’
tertera pada tabel 3.
Tabel 3 Rangkuman Analisis Uji Komparasi Antar Kolom
H0
H1
F hitung
��1 = ��2
��1 ≠ ��2
8,227186
��2 = ��3
��2 ≠ ��3
9,230547
��1 = ��3
��1 ≠ ��3
35,16949
F tabel
Keputusan
6,44
H 0 Ditolak
6,44
H 0 Ditolak
6,44
H 0 Ditolak
Berdasarkan tabel 3. diperoleh kesimpulan bahwa: (1) siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki motivasi
6
sedang (2) siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah (3) siswa yang memiliki motivasi
belajar sedang lebih baik dari siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.
Hasil perhitungan uji anava diperoleh ��� < �� , maka keputusan uji �0
diterima. Artinya tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran
dengan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.
Hasil uji hipotesis pada taraf signifikansi α = 5% diketahui bahwa
terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar matematika siswa. Kondisi di atas dapat disajikan
dalam tabel 4.
Tabel 4. Rerata dan Rerata Marginal Prestasi Belajar Siswa
Pendekatan
Pembelajaran
Konvensional
CORE
Rerata
Motivasi Belajar Siswa
Tinggi
Sedang
Rendah
73,1
55
67,3
94,8
82,09
167,9 (B 1 ) 149,3 (B 2 )
Rerata
75,45
130,45 (B 3 )
195,4 (A 1 )
252,34(A 2 )
1. Hipotesis pertama
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan
ujinya adalah H 0A ditolak. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara kelas yang diberi model pembelajaran CORE dan
kelas yang diberi pendekatan konvensional terhadap hasil belajar
matematika siswa.
Pendekatan pembelajaran yang lebih baik dapat ditentukan dengan
melihat reratanya. Rerata hasil belajar matematika siswa kelas CORE
sebesar 252,34 lebih besar dibandingkan rerata siswa kelas
konvensional sebesar 195,4.
Penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anisa Wijayanti (2012) pada Jurusan Matematika Fakultas MIPA
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung menyatakan bahwa model
CORE dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dengan
7
nilai rata-ratanilai kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol dan
respon siswaterhadap pembelajaran dengan model CORE positif.
Penelitian senada juga dilakukan oleh Santi Yuniati (2013) dengan
hasil penelitiannya adalah: (1) terdapat perbedaan kemampuan
pemahaman matematik yang signifikan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa; (2) kemampuan
pemahaman
matematik
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran
matematika melalui model CORE berbasis kontekstual lebih baik dari
pada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa; (3) padaumumnya
siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakanmodel CORE berbasis kontekstual.
Berdasarkan perbandingan terhadap penelitian ini dan kedua
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan yaitu
terdapat
pengaruh
penggunaan
model
pembelajaran
CORE
(Connecting Organizing Reflecting Extending) dengan pendekatan
kontekstual terhadap proses belajar siswa. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan acuan bagi guru matematika untuk
meningkatkan
hasil
belajar
siswa
khususnya
mata
pelajaran
matematika pada sekolah menengah pertama.
Dengan demikian, dalam penelitian ini model pembelajaran CORE
jika diterapkan pada kompetensi luas permukaan kubus dan luas
permukaan balok lebih efektif karena siswa lebih mudah memahami
permasalahan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran dengan model
pembelajaran CORE, motivasi belajar siswa akan terlihat. Melalui
kegiatan diskusi, siswa akan bekerjasama untuk menyelesaikan
permasalahan sehingga setiap anggota akan berperan aktif.
2. Hipotesis kedua
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan H 0B
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.
8
Kondisi ini didukung di lapangan bahwa motivasi belajar antara siswa
yang satu dengan yang lain mempunyai motivasi yang berbeda-beda,
ada yang tergolong tinggi, sedang dan rendah.
Siswa yang memiliki motivasi belajar siswa tinggi cenderung
berperan aktif dalam hasil pembelajaran dan terlihat serius dalam
menyelesaikan permasalahan dan mengerjakan soal yang diberikan
oleh guru. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan diskusi, siswa yang
memiliki motivasi belajar siswa sedang terlihat serius dalam
menyelesaikan permasalahan dan mengerjakan soal, namun terkadang
masih kurang fokus. Siswa yang memiliki motivasi belajar siswa
rendah cenderung kurang serius dalam menyelesaikan permasalahan
dan mengerjakan soal, mereka tergolong siswa yang suka membuat
kegaduhan di kelas sehingga siswa lainnya terganggu. Hal tersebut
akan mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Siswa yang
memiliki motivasi belajar siswa tinggi akan mempunyai kualitas
belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki motivasi
belajar siswa sedang dan rendah.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Taufik (2014) bahwa penerapan pendekatan konvensional
efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis
sedangkan untuk motivasi belajar siswa terhadap matematika tidak
efektif. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang termotivasi dalam
pembelajaran sehingga dapat berpengaruh pada aktivitas siswa dikelas.
Siswa yang kurang termotivasi cenderung pasif dalam pembelajaran
dan kurang serius dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan
guru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riffat-Un-Nisa Awan,
Ghazala Noureen dan Ibu Anjum Naz (2011) bahwa motivasi
berprestasi dan konsep diri secara signifikan berhubungan dengan
prestasi akademik, analisis regresi untuk konsep diri dan motivasi
berprestasi menyumbang 37% dari variasi dalam pencapaian
9
matematika. Rata-rata motivasi siswa pada kelompok eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi
belajar siswa tinggi tentunya memiliki rasa ingin tahu dan berperan
aktif dalam belajar dan memahami permasalahan yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar siswa
sedang dan rendah.
Untuk nilai �2−3 = 8,436 > (2)�0,05;2,67 = 6,28 sehingga �0
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar antara siswa dengan keaktifan sedang dan rendah. Dengan
membandingkan rata-rata marginal keaktifan siswa sedang yaitu 66,62
dan rata-rata marginal keaktifan siswa rendah yaitu 58,72 diperoleh
kesimpulan bahwa keaktifan siswa sedang memberikan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan keaktifan siswa
rendah.
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa perbedaan keaktifan siswa
tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa
dengan keaktifan sedang dan rendah, demikian halnya siswa dengan
keaktifan siswa sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan siswa dengan keaktifan rendah. Perbedaan keaktifan
siswa juga dapat terlihat pada saat penelitian atau pembelajaran
berlangsung. Siswa yang memiliki keaktifan tinggi lebih teliti dalam
memahami soal, mengetahui informasi yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dalam suatu permasalahan kemudian menyelesaikan
dengan konsep dan prosedur penyelesaian persoalan, serta dapat
menyelesaikan persoalan pada situasi baru dengan menggunakan
konsep yang telah diperoleh sebelumnya.
Siswa yang memiliki keaktifan sedang secara garis besar dapat
memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam suatu
permasalahan, namun mengalami kesulitan dalam menghubungkan
konsep yang diperoleh sebelumnya dalam menyelesaikan suatu
10
persoalan. Sedangkan siswa yang memiliki keaktifan rendah
cenderung mengerjakan soal dengan hapalan, tidak dapat memahami
persoalan yang diberikan, selalu mengeluh kesulitan dan kurang
percaya diri dalam menyelesaikan persoalan, serta mengalami
kesulitan apabila diberikan persoalan yang berbeda dari contoh yang
telah diberikan sebelumnya.
3. Hipotesis ketiga
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan
ujinya adalah H 0AB diterima. Dapat dikatakan bahwa tidak ada efek
interaksi pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap
hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan profil efek rerata pendekatan pembelajaran dan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa
menunjukkan bahwa tidak ada efek interaksi antara pendekatan
pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar
matematika siswa. Dapat dilihat antara profil CORE tidak berpotongan
satu sama lain. Jika profil variabel bebas pertama dan kedua tidak
berpotongan, maka cenderung tidak ada interaksi antara kedua variabel
tersebut. Dengan kata lain, tidak terjadi interaksi antara pendekatan
pembelajaran CORE dan konvensional dengan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan gambar profil efek rerata pendekatan pembelajaran
dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa
juga diketahui bahwa antara pendekatan pembelajaran dan motivasi
belajar siswa memberikan hasil belajar matematika yang konsisten satu
sama lain. Terlihat dari profil variabel bebasnya yang relatif sejajar
namun tidak berhimpit antara profil CORE dan konvensional. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarif Izuddin
(2012) bahwa terjadinya interaksi antara variabel-variabel bebasnya
terlihat pada grafik interaksinya. Kemiringan garis diagonal yang
11
dibentuk oleh kedua kelompok siswa terlihat relatif sejajar namun
tidak berhimpit. Jadi dapat disimpulkan ada atau tidaknya interaksi
antar variabel bebas dapat diduga dari kemiringan garis pada grafik
interaksinya.
Hasil yang konsisten digambarkan pada gambar yaitu baik untuk
siswa yang memiliki motivasi belajar siswa tinggi, sedang dan
rendah,model
pembelajaran
CORE
memberikan
hasil
belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan hasil belajar pada model
pembelajarn konvensional.
Sama halnya pada model pemebelajaran CORE dan konvensional
dengan motivasi belajar siswa tinggi menunjukkan hasil belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar
matematika siswa yang memiliki motivasi belajar siswa yang sedang
dan rendah. Siswa dengan motivasi sedang memiliki hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar
siswa rendah pada kedua pendekatan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada hasil
penelitian tidak terjadi interaksi antara pendekatan CORE dan
konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar
matematika siswa.
4. Penutup
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut.
1. Ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan model pemebelajaran
CORE dan konvensional terhadap hasil belajar matematika. Hal ini
berdasarkan pada hasil analisa data yang diperoleh yaitu nilai F A > F tabel .
Jika dilihat nilai rata-rata hasil belajar kelas CORE lebih besar dari ratarata hasil belajar kelas konvensional. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan kelas yang diberi model pemebelajaran CORE lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang diberi konvensional.
12
2. Ada pengaruh yang signifikan hasil belajar matematika ditinjau dari
komunikasi matematis. Hal ini berdasarkan hasil analisa data yang
diperoleh yaitu nilai F B > F tabel.
a. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa tinggi lebih
baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi belajar siswa sedang.
b. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa tinggi lebih
baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi rendah.
c. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa sedang
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi rendah.
3. Tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi
belajar siswa terhadap hasil belajar matematika. Hal ini didasarkan pada
hasil analisa data yang telah dilakukan, diperoleh nilai F AB < F tabel
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model
pemebelajaran CORE dan model pemebelajaran konvensional ditinjau dari
motivasi belajar siswa tinggi, sedang dan rendah terhadap hasil belajar
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono.2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Gagne. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/06/pengertian-pembelajaran/.
Diakses pada tanggal 1 Agustus 2016
M. Ngalim Purwanto. 2007. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Marlina. 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Opeasi Hitung
Campuran Melalui Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Jigsaw Pada
Siswa Kelas IV SDN Blang Iboih Kabupaten PidieJ-TEQIP, Tahun V,
Nomor 2, November 2014.
Purwanto. 2007. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.
13
Ratna Wilis Dahar. 1989.Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Rustaman, N. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imperial Bhakti
Utama.
Santi Yuniarti. 2013.Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual Terhadap
KemampuanPemahaman Matematik Siswa, (Jurnal PRODI PMT STKIP
Siliwangi Bandung)
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux.
Semarang: CV. Widya Karya.
Sumarmo, U. (2005). Berfikir Matematika Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa
Calon Guru. (Jurnal Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan
Matematika di Jurusan Matematika FMIPA UNPAD tanggal 22 April
2005, Bandung).
Syaiful, Sagala. 2004. Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya
Menjamin Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Trianto. 2008. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Yuwana Siwi Wiwaha Putra. 2013.Keefektifan Pembelajaran CORE Berbantuan
CABRI TerhadapMotivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi D
14
EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAN CORE (CONNECTING
ORGANIZING REFLECTING EXTENDING) DAN KONVENSIONAL
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 SAWIT
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016
Usulan Penelitian untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Matematika
Diajukan Oleh:
LINDA PUSPITASARI
A 410122009
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER, 2016
EAL PERSETUJUAN
EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAI\I CORE (CONNECTING
ORGANIZING RE FLECTING EXTEND ING) DAN KONVENS IONAL
TERIIADAP IIASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 SAWIT
SEMESTER GENAP TAIIUN AJARAII 2015/2016
Diajukan Oleh:
LINDA PUSPITASARI
a
Arrikel Publikasi
iri
4101224t09
telah disetujui oleh pembimbing skipsi
Fakulhs Keguuan dan Ilmu Pendidikan, UniveNitas
Muharnmadiyah Surakarta untuk dipertahankan
dihadapar tim Penguji skripsi
Sumkalt4
Pemtimbing I
--f-= F tabel = 64,44> 4,03 maka keputusan ujinya adalah
H 0A ditolak. Ditolaknya H 0A menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
model pembelajaran CORE dan konvensional terhadap hasil belajar
matematika.
Hasil perhitungan uji antar kolom (B) diperoleh F A > F tabel = 20,89>3,18
maka keputusan ujinya adalah H 0B ditolak. Ditolaknya H 0B menunjukkan
adanya pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar
matematika. Dengan demikian, ada pengaruh motivasi belajar matematis
(tinggi, sedang, rendah) terhadap hasil belajar matematika. Dengan demikian
paling tidak terdapat dua rataan yang sama, maka dilakukan uji komparasi
ganda.
Hasil uji komparasi antar kolom dengan menggunakan metode Scheffe’
tertera pada tabel 3.
Tabel 3 Rangkuman Analisis Uji Komparasi Antar Kolom
H0
H1
F hitung
��1 = ��2
��1 ≠ ��2
8,227186
��2 = ��3
��2 ≠ ��3
9,230547
��1 = ��3
��1 ≠ ��3
35,16949
F tabel
Keputusan
6,44
H 0 Ditolak
6,44
H 0 Ditolak
6,44
H 0 Ditolak
Berdasarkan tabel 3. diperoleh kesimpulan bahwa: (1) siswa yang
memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa yang memiliki motivasi
6
sedang (2) siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa
yang memiliki motivasi belajar rendah (3) siswa yang memiliki motivasi
belajar sedang lebih baik dari siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.
Hasil perhitungan uji anava diperoleh ��� < �� , maka keputusan uji �0
diterima. Artinya tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran
dengan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.
Hasil uji hipotesis pada taraf signifikansi α = 5% diketahui bahwa
terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar matematika siswa. Kondisi di atas dapat disajikan
dalam tabel 4.
Tabel 4. Rerata dan Rerata Marginal Prestasi Belajar Siswa
Pendekatan
Pembelajaran
Konvensional
CORE
Rerata
Motivasi Belajar Siswa
Tinggi
Sedang
Rendah
73,1
55
67,3
94,8
82,09
167,9 (B 1 ) 149,3 (B 2 )
Rerata
75,45
130,45 (B 3 )
195,4 (A 1 )
252,34(A 2 )
1. Hipotesis pertama
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan
ujinya adalah H 0A ditolak. Hal ini menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara kelas yang diberi model pembelajaran CORE dan
kelas yang diberi pendekatan konvensional terhadap hasil belajar
matematika siswa.
Pendekatan pembelajaran yang lebih baik dapat ditentukan dengan
melihat reratanya. Rerata hasil belajar matematika siswa kelas CORE
sebesar 252,34 lebih besar dibandingkan rerata siswa kelas
konvensional sebesar 195,4.
Penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anisa Wijayanti (2012) pada Jurusan Matematika Fakultas MIPA
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung menyatakan bahwa model
CORE dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dengan
7
nilai rata-ratanilai kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol dan
respon siswaterhadap pembelajaran dengan model CORE positif.
Penelitian senada juga dilakukan oleh Santi Yuniati (2013) dengan
hasil penelitiannya adalah: (1) terdapat perbedaan kemampuan
pemahaman matematik yang signifikan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika melalui model CORE berbasis kontekstual
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran biasa; (2) kemampuan
pemahaman
matematik
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran
matematika melalui model CORE berbasis kontekstual lebih baik dari
pada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa; (3) padaumumnya
siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika
dengan menggunakanmodel CORE berbasis kontekstual.
Berdasarkan perbandingan terhadap penelitian ini dan kedua
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan yaitu
terdapat
pengaruh
penggunaan
model
pembelajaran
CORE
(Connecting Organizing Reflecting Extending) dengan pendekatan
kontekstual terhadap proses belajar siswa. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan acuan bagi guru matematika untuk
meningkatkan
hasil
belajar
siswa
khususnya
mata
pelajaran
matematika pada sekolah menengah pertama.
Dengan demikian, dalam penelitian ini model pembelajaran CORE
jika diterapkan pada kompetensi luas permukaan kubus dan luas
permukaan balok lebih efektif karena siswa lebih mudah memahami
permasalahan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran dengan model
pembelajaran CORE, motivasi belajar siswa akan terlihat. Melalui
kegiatan diskusi, siswa akan bekerjasama untuk menyelesaikan
permasalahan sehingga setiap anggota akan berperan aktif.
2. Hipotesis kedua
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan H 0B
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa.
8
Kondisi ini didukung di lapangan bahwa motivasi belajar antara siswa
yang satu dengan yang lain mempunyai motivasi yang berbeda-beda,
ada yang tergolong tinggi, sedang dan rendah.
Siswa yang memiliki motivasi belajar siswa tinggi cenderung
berperan aktif dalam hasil pembelajaran dan terlihat serius dalam
menyelesaikan permasalahan dan mengerjakan soal yang diberikan
oleh guru. Hal tersebut terlihat dalam kegiatan diskusi, siswa yang
memiliki motivasi belajar siswa sedang terlihat serius dalam
menyelesaikan permasalahan dan mengerjakan soal, namun terkadang
masih kurang fokus. Siswa yang memiliki motivasi belajar siswa
rendah cenderung kurang serius dalam menyelesaikan permasalahan
dan mengerjakan soal, mereka tergolong siswa yang suka membuat
kegaduhan di kelas sehingga siswa lainnya terganggu. Hal tersebut
akan mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Siswa yang
memiliki motivasi belajar siswa tinggi akan mempunyai kualitas
belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki motivasi
belajar siswa sedang dan rendah.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Taufik (2014) bahwa penerapan pendekatan konvensional
efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis
sedangkan untuk motivasi belajar siswa terhadap matematika tidak
efektif. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang termotivasi dalam
pembelajaran sehingga dapat berpengaruh pada aktivitas siswa dikelas.
Siswa yang kurang termotivasi cenderung pasif dalam pembelajaran
dan kurang serius dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan
guru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riffat-Un-Nisa Awan,
Ghazala Noureen dan Ibu Anjum Naz (2011) bahwa motivasi
berprestasi dan konsep diri secara signifikan berhubungan dengan
prestasi akademik, analisis regresi untuk konsep diri dan motivasi
berprestasi menyumbang 37% dari variasi dalam pencapaian
9
matematika. Rata-rata motivasi siswa pada kelompok eksperimen lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi
belajar siswa tinggi tentunya memiliki rasa ingin tahu dan berperan
aktif dalam belajar dan memahami permasalahan yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar siswa
sedang dan rendah.
Untuk nilai �2−3 = 8,436 > (2)�0,05;2,67 = 6,28 sehingga �0
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar antara siswa dengan keaktifan sedang dan rendah. Dengan
membandingkan rata-rata marginal keaktifan siswa sedang yaitu 66,62
dan rata-rata marginal keaktifan siswa rendah yaitu 58,72 diperoleh
kesimpulan bahwa keaktifan siswa sedang memberikan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan keaktifan siswa
rendah.
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa perbedaan keaktifan siswa
tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa
dengan keaktifan sedang dan rendah, demikian halnya siswa dengan
keaktifan siswa sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan siswa dengan keaktifan rendah. Perbedaan keaktifan
siswa juga dapat terlihat pada saat penelitian atau pembelajaran
berlangsung. Siswa yang memiliki keaktifan tinggi lebih teliti dalam
memahami soal, mengetahui informasi yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dalam suatu permasalahan kemudian menyelesaikan
dengan konsep dan prosedur penyelesaian persoalan, serta dapat
menyelesaikan persoalan pada situasi baru dengan menggunakan
konsep yang telah diperoleh sebelumnya.
Siswa yang memiliki keaktifan sedang secara garis besar dapat
memahami apa yang diketahui dan ditanyakan dalam suatu
permasalahan, namun mengalami kesulitan dalam menghubungkan
konsep yang diperoleh sebelumnya dalam menyelesaikan suatu
10
persoalan. Sedangkan siswa yang memiliki keaktifan rendah
cenderung mengerjakan soal dengan hapalan, tidak dapat memahami
persoalan yang diberikan, selalu mengeluh kesulitan dan kurang
percaya diri dalam menyelesaikan persoalan, serta mengalami
kesulitan apabila diberikan persoalan yang berbeda dari contoh yang
telah diberikan sebelumnya.
3. Hipotesis ketiga
Hasil anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan
ujinya adalah H 0AB diterima. Dapat dikatakan bahwa tidak ada efek
interaksi pendekatan pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap
hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan profil efek rerata pendekatan pembelajaran dan
motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa
menunjukkan bahwa tidak ada efek interaksi antara pendekatan
pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar
matematika siswa. Dapat dilihat antara profil CORE tidak berpotongan
satu sama lain. Jika profil variabel bebas pertama dan kedua tidak
berpotongan, maka cenderung tidak ada interaksi antara kedua variabel
tersebut. Dengan kata lain, tidak terjadi interaksi antara pendekatan
pembelajaran CORE dan konvensional dengan motivasi belajar siswa
terhadap hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan gambar profil efek rerata pendekatan pembelajaran
dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa
juga diketahui bahwa antara pendekatan pembelajaran dan motivasi
belajar siswa memberikan hasil belajar matematika yang konsisten satu
sama lain. Terlihat dari profil variabel bebasnya yang relatif sejajar
namun tidak berhimpit antara profil CORE dan konvensional. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarif Izuddin
(2012) bahwa terjadinya interaksi antara variabel-variabel bebasnya
terlihat pada grafik interaksinya. Kemiringan garis diagonal yang
11
dibentuk oleh kedua kelompok siswa terlihat relatif sejajar namun
tidak berhimpit. Jadi dapat disimpulkan ada atau tidaknya interaksi
antar variabel bebas dapat diduga dari kemiringan garis pada grafik
interaksinya.
Hasil yang konsisten digambarkan pada gambar yaitu baik untuk
siswa yang memiliki motivasi belajar siswa tinggi, sedang dan
rendah,model
pembelajaran
CORE
memberikan
hasil
belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan hasil belajar pada model
pembelajarn konvensional.
Sama halnya pada model pemebelajaran CORE dan konvensional
dengan motivasi belajar siswa tinggi menunjukkan hasil belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar
matematika siswa yang memiliki motivasi belajar siswa yang sedang
dan rendah. Siswa dengan motivasi sedang memiliki hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar
siswa rendah pada kedua pendekatan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada hasil
penelitian tidak terjadi interaksi antara pendekatan CORE dan
konvensional ditinjau dari motivasi belajar siswa terhadap hasil belajar
matematika siswa.
4. Penutup
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai
berikut.
1. Ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan model pemebelajaran
CORE dan konvensional terhadap hasil belajar matematika. Hal ini
berdasarkan pada hasil analisa data yang diperoleh yaitu nilai F A > F tabel .
Jika dilihat nilai rata-rata hasil belajar kelas CORE lebih besar dari ratarata hasil belajar kelas konvensional. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan kelas yang diberi model pemebelajaran CORE lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang diberi konvensional.
12
2. Ada pengaruh yang signifikan hasil belajar matematika ditinjau dari
komunikasi matematis. Hal ini berdasarkan hasil analisa data yang
diperoleh yaitu nilai F B > F tabel.
a. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa tinggi lebih
baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi belajar siswa sedang.
b. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa tinggi lebih
baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi rendah.
c. Hasil belajar matematika kelompok motivasi belajar siswa sedang
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa
kelompok motivasi rendah.
3. Tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi
belajar siswa terhadap hasil belajar matematika. Hal ini didasarkan pada
hasil analisa data yang telah dilakukan, diperoleh nilai F AB < F tabel
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model
pemebelajaran CORE dan model pemebelajaran konvensional ditinjau dari
motivasi belajar siswa tinggi, sedang dan rendah terhadap hasil belajar
matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono.2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Gagne. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/06/pengertian-pembelajaran/.
Diakses pada tanggal 1 Agustus 2016
M. Ngalim Purwanto. 2007. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Marlina. 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Opeasi Hitung
Campuran Melalui Model Pembelajaran Koopeatif Tipe Jigsaw Pada
Siswa Kelas IV SDN Blang Iboih Kabupaten PidieJ-TEQIP, Tahun V,
Nomor 2, November 2014.
Purwanto. 2007. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta: Pustaka Belajar.
13
Ratna Wilis Dahar. 1989.Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Rustaman, N. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imperial Bhakti
Utama.
Santi Yuniarti. 2013.Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual Terhadap
KemampuanPemahaman Matematik Siswa, (Jurnal PRODI PMT STKIP
Siliwangi Bandung)
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux.
Semarang: CV. Widya Karya.
Sumarmo, U. (2005). Berfikir Matematika Tingkat Tinggi: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa
Calon Guru. (Jurnal Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan
Matematika di Jurusan Matematika FMIPA UNPAD tanggal 22 April
2005, Bandung).
Syaiful, Sagala. 2004. Profesi Jabatan Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya
Menjamin Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Trianto. 2008. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Yuwana Siwi Wiwaha Putra. 2013.Keefektifan Pembelajaran CORE Berbantuan
CABRI TerhadapMotivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi D
14