Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai Dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa : Eksperimen di SMAN 2 Depok Kelas xi Semester Genap

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI

DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

( Eksperimen Di SMAN 2 Depok Kelas XI Semester Genap )

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar S.Pd.

Oleh

ASTRI RAMA YULIA

NIM : 104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M


(2)

ABSTRACT

Astri Rama Yulia. The Influence of Chemist Learning With Value Through Contextual Approach to toward the Result of Students’ Achievement, BA Education, The Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purposes of this research was: (1) To know the influence of values chemistry learning with contextual teaching and learningto toward the Result of Students’ Achievement in chemist balancing concept and (2) To know the students responses toward chemistry learning with contextual teaching and learning. This research uses quasi-experiment design one group pretest and posttest methods which involved 40 student of Senior High School of 2 Depok located in West Depok area in the second semester of the academic year 2008/2009. The study involved 10 students of upper group, 20 students of middle group and 10 students of lower group. The data were obtained by using test, questionnaire, observation sheet and interview protocol. The Result of this research shows that average score before applying the approach is 26,5, while 71,7 in average after the approach.The data were analized by using “t” test procedure gaining tscore=20,5

and ttable=1,98. The result show that threre is a significant influences chemist

learning with valuethrough contextual approach to toward the result of students’ achievement. The analizing result toward the students response shows that the students have a positive responses toward students achievement.


(3)

ABSTRAK

Astri Rama Yulia. Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa pada konsep kesetimbangan kimia, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa dengan pendekatan kontekstual. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan desain one group pretest and posttest yang melibatkan 40 siswa SMA N 2 Depok pada semester genap tahun ajaran 2008/2009, yang masing-masing, 10 siswa pada kelompok atas, 20 siswa pada kelompok sedang, dan 10 siswa pada kelompok bawah. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan tes, angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai sebelum perlakuan adalah 26,5, sedangkan rata-rata setelah perlakuan adalah 71,7. Hasil dari analisis data menggunakan statistik uji “t” diperoleh nilai thitung = 20,5 dan

ttabel = 1,98. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa. Hasil analisis terhadap respon siswa menunjukkan bahwa mereka memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan hati manusia dengan fitrah yang baik, yang akan menjadi tenang dan tentram bila senantiasa mengingat Allah dan menjadi lapang bila selalu mengerjakan amal shaleh. Atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual terhadap Hasil Belajar Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan pengikut setianya hingga hari akhir nanti.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut terutama diajukan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan dan bimbingan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti M. Sc. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd. Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. Sukandi Mustafa. Kepala SMA Negeri 2 Depok atas kesempatan penelitian yang diberikan.

5. Bapak Dedi Irwandi, M.Si. Ketua Program Studi Pendidikan Kimia sekaligus sebagai Penasehat Akademis atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan.


(5)

6. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Program Studi Pendidikan Kimia yang telah membantu memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis.

7. Ayah dan Bunda tercinta, yang tiada terhingga jasa-jasanya telah memberikan motivasi baik moril dan materil sehingga berbagai macam hambatan yang dialami penulis dapat teratasi dengan baik.

8. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi, Dewi, Ayu, Erni, Obi, Ais dan Mb Ria yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, semangat dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis.

9. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik Bpk/Ibu/Sdr/i, mendapat imbalan dan keberkahan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Amin.

Betapapun banyaknya gagasan dan keinginan “Al haqqu mirrobbika falaa takuunanna minalmumtariin”, karena keterbatasan penulis jualah sehingga masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis memohon petunjuk dan pertolongan-Nya, semoga skripsi ini dapat memenuhi fungsi dan tujuannya.

Jakarta, Mei 2009


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C. Pembatasan Masalah... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. DESKRIPTIF TEORITIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskriptif Teoritik ... 9

1. Pembelajaran ... 9

a. Pengertian Belajar ... 9

b. Ciri-ciri Belajar ... 12

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ... 13

2. Pendekatan Kontekstual ... 14

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual... 14

b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ... 18

c. Komponen Pendekatan Kontekstual ... 21

d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual ... 23

e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual... 24

3. Pembelajaran Bernuansa Nilai ... 25

a. Pengertian Nilai ... 25

b. Jenis-jenis Nilai... 29


(7)

4. Hakikat Ilmu Kimia ... 34

a. Ilmu Kimia... 34

b. Konsep Kesetimbangan Kimia ... 35

5. Hasil Belajar ... 42

a. Pengertian Hasil Belajar ... 42

b. Hasil Belajar Kognitif ... 43

c. Hasil Belajar Afektif ... 44

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 46

C. Kerangka Pikir ... 49

D. Hipotesis... 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

B. Subjek Penelitian ... 52

C. Metode Penelitian ... 52

D. Instrumen Penelitian ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Pengolahan Data ... 58

G. Teknik Analisis Data... 60 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Belajar Siswa

... 65

B. Analisis Data

... 67

C. Interpretasi dan Pembahasan

... 76

D. Keterbatasan Penelitian

... 83


(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA... 86


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional ... 19

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kognitif ... 54

Tabel 3. Kisi-kisi Angket Respon Siswa... 55

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Pretes) ... 65

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Siswa (Postes)... 66

Tabel 6. Hasil Persentase Pada Aspek Afektif Siswa ... 66

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas... 67

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas ... 67

Tabel 9. Hasil Nilai N-gain Kelompok Atas ... 68

Tabel 10. Hasil Nilai N-gain Kelompok Tengah... 69

Tabel 11. Hasil Nilai N-gain Kelompok Bawah... 70

Tabel 12. Hasil Observasi Siswa pada Pelaksanaan Pembelajaran ... 71

Tabel 13. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai... 73


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. One Group Pretest-Posttest Design... 53 Gambar 2. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Sebelum

Perlakuan ... 76 Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif Setelah

Perlakuan ... 77

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran


(11)

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 93

c. Analisis Materi Kesetimbangan Kimia Bernuansa Nilai ... 109

d. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 113

Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data a. Kisi-kisi Tes Kognitif ... 117

b. Kisi-kisi Angket (Aspek Afektif) ... 129

c. Format Tes Kognitif... 132

d. Format Angket ... 137

e. Format Wawancara ... 140

f. Format Lembar Observasi... 141

Lampiran 3. Pengolahan Data a. Perhitungan Daya Pembeda... 142

b. Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 143

c. Perhitungan Validitas dan Realibilitas ... 144

d. Data Hasil Belajar Kognitif (Pretest) ... 146

e. Data Hasil Belajar Kognitif (Postest) ... 148

f. Perhitungan Uji Normalitas... 150

g. Perhitungan Uji Homogenitas ... 152

h. Perhitungan Uji t... 155

i. Persentase Hasil Belajar pada Aspek Afektif... 158

j. Hasil Wawancara ... 161

Lampiran 5. Surat Pernyataan Karya Ilmiah ... 166

Lampiran 6. Lembar Uji Referensi ... 167

Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi ... 174

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian... 175

Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian ... 176

Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif... 177


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan segala usaha yang dilaksanakan dengan sadar dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan akan merangsang kreatifitas seseorang agar sanggup menghadapi tantangan-tantangan alam, masyarakat, teknologi serta kehidupan yang semakin kompleks.1 Kreatifitas memiliki aspek-aspek kelancaran, fleksibilitas, originalitas, elaborasi dan sensitivitas yang dapat dikembangkan guru melalui metode-metode pembelajaran.

Pendidikan yang selama ini berlangsung adalah pendidikan yang verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran. Pengamatan terhadap praktik pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa. Bagaimana keterkaitan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Phenix dalam Sutarno menyatakan bahwa pada umumnya pendidik menyajikan unit-unit pelajaran tanpa menunjukkan hubungannya dengan konteks yang lebih luas sehingga siswanya tidak mengetahui apakah bertambahnya pengetahuan dan sikapnya itu dapat memberikan sumbangan terhadap pandangan hidupnya secara keseluruhan.2

1Nunuk Suryani, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah”,dari http://pasca.uns.ac.id, Juli 2008.

2Sutarno, Strategi Kebudayaan Sebagai Pendidikan Nilai dan Makna Eksistensinya dalam Pembangunan, dalam Pendidikan Nilai, No. 1 Tahun II, Nopember 1996, h. 10.


(13)

Berdasarkan sumber yang berasal dari The Third international Mathematics and Science Study Repeat, untuk kemampuan siswa bidang IPA, Indonesia menempati urutan 32 dari 38 negara. Hal ini tidak terlepas dari proses pendidikan yang terkait dengan kegiatan belajar mengajar di kelas. Kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan oleh kerjasama antara guru dan siswa agar siswa dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Untuk itu diperlukan kreatifitas dan gagasan baru untuk mengembangkan cara penyajian materi pelajaran di sekolah. Kreatifitas yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru dalam memilih model pendekatan, strategi dan media yang tepat dalam penyajian materi serta cara penguasaan kelas yang sesuai dengan kondisi siswa.

Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian materi. Pendekatan tradisional berpijak pada pandangan behaviorisme objektifitas, dimana behaviorisme berakar dari filsafat positifisme yang percaya bahwa segala sesuatu yang bisa diamati atau ditangkap panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Sesuatu dianggap ada jika bisa diamati dan dirasakan.3

Sebagian besar guru-guru sains masih menggunakan pengajaran yang berpusat pada guru dengan sedikit sekali melibatkan siswa sehingga aktivitas pembelajaran didominasi oleh guru. Guru menganggap siswanya sebagai botol kosong yang perlu diisi penuh oleh guru dengan berbagai ilmu pengetahuan. Siswa hanya menjadi pendengar yang pasif tanpa melakukan aktivitas pembelajaran apa-apa. Mereka hanya bertanggung jawab mengeluarkan semua berbagai ilmu yang dipelajari hanya ketika mengerjakan soal atau ujian.

Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.

3Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dengan Setting Kooperatif Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA3 SMA Negeri 3 Takalar” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 87.


(14)

Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak atau hanya dengan metode ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja. 4

Dari sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata, siswa akan cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahui. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan kepribadian yang dialami anak didik seperti pada gilirannya akan membentuk anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar dan cukup rentan terhadap distorsi nilai. Dampak selanjutnya anak akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena sistem nilai yang seharusnya menjadi standar dan patokan berperilaku sehari-hari masih rapuh.5 Maka dari itu perlu dikembangkan startegi pembelajaran yang membangun kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan secara utuh, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan hidup sosial, kecakapan berpikir kritis, kecakapan melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah (kecakapan akademik) dan kecakapan vokasional.

Kompetensi kecakapan hidup dan menjalankan kehidupan dapat dicapai jika pembelajaran yang diterapkan membawa siswa untuk belajar sesuai dengan pengalaman nyata dan dalam konteks dunia nyata. Siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil

4Departemen Pendidikan Nasional, ”Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1”, dari www. http/ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smp/16.ppt. Juli 2008.

5Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Bengkulu: Pustaka Pelajar,2008),Cet.1, hal. XIX.


(15)

dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.6

Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.7

Mengajarkan ilmu kimia sebagai produk dan proses pada siswa tidaklah mudah. Seorang guru kimia perlu mengembangkan keterampilan dasar mengajar kimia untuk dapat menyampaikan kimia sebagai produk dan proses. Keterampilan dasar guru kimia seperti dengan menerapakan pembelajaran kontrukstivisme dan pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontetekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8 Pada proses pembelajaran kontekstual yang lebih dipentingkan adalah siswa bekerja dan mengalami daripada hasil belajar, sedangkan guru sebagai fasilitator pembelajaran.

6Suryani, “Pengaruh...

7BSNP, ”Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, h. 459.

8Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta:Bumi Aksara,2007),Cet.II, h.41.


(16)

Tujuan dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.9

Pada pembelajaran kontekstual, siswa dapat mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan fenomena di kehidupan nyata sehingga siswa belajar lebih bermakna, bukan belajar dengan menghafal tetapi belajar dengan melihat fenomena dalam kehidupan sehari-hari, menilai dan mengetahui teori dari fenomena tersebut. 10 Hal tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri siswa tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dengan penganalogian dari setiap bahan ajar. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar, dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang. Sikap merupakan hasil belajar afektif siswa dalam proses pembelajaran.

Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.11 Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku seperti : perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat kepada guru dan sebagainya.

Namun yang terpenting, dalam penerapan pendidikan siswa bukan hanya dituntut untuk memahami pengetahuan materi pelajaran tertentu

9Departemen Pendidikan Nasional, “Pengembangan Model Pembelajaran yang Efektif” dari

http://adifia.files.wordpress.com/2007/05/model-pembelajaran-yg-efektif.doc. Juli 2008 10Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 93.

11Departemen Pendidikan Nasional, ”Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif” dari www.dikmenun.go.id.


(17)

melainkan siswa dapat menerapkan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan sikap seseorang tidak hanya cukup diukur dari seberapa jauh siswa menguasai hal yang bersifat kognitif saja. Justru yang lebih terpenting adalah seberapa jauh pengetahuan tersebut tertanam dalam jiwa dan seberapa nilai-nilai itu terwujud dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, setiap mata pelajaran seyogianya tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai dasar yang harus diketahui oleh siswa.12

Dalam rangka memberikan perbaikan bagi pembelajaran sains, khususnya pada mata pelajaran kimia yang melibatkan siswa secara aktif dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta menanamkan nilai-nilai melalui konsep-konsep kimia karena baik nilai-nilai maupun konsep kimia dituntut harus dikuasai sekaligus secara seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini digunakan pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang menyisipkan nilai-nilai diharapkan dapat mengungkap aspek afektif siswa . Pada penelitian ini dipilih pelajaran kimia pada pokok bahasan sistem kesetimbangan. Pokok bahasan ini dianggap sesuai bila diajarkan dengan pembelajaran kontekstual bernuansa nilai melalui kegiatan praktikum dan menggunakan media pembelajaran sehingga bersifat konkret yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang akan dituangkan kedalam penulisan yang berjudul: “PENGARUH

PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI DENGAN

PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA ”.

12Lubis, ”


(18)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu :

1. Banyak guru yang menggunakan pendekatan tradisional dalam penyajian materi.

2. Dampak dari pembelajaran yang berpusat pada guru adalah banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar tetapi pada kenyataannya siswa tidak memahaminya.

3. Sistem pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif semata menyebabkan siswa cenderung mengetahui banyak hal tetapi kurang memiliki sistem nilai, sikap, minat secara positif terhadap apa yang diketahui.

4. Ketidakseimbangan perkembangan intelektual dengan kematangan kepribadian yang dialami siswa pada gilirannya akan membentuk anak sebagai sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar.

C. Pembatasan masalah

Dari masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian ini lebih terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Untuk itu, penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut:

1. Para siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan IPA di SMAN 2 Depok.

2. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran kimia yang bernuansa nilai pada pokok bahasan Kesetimbangan Kimia.

3. Nilai-nilai yang akan dikaji dalam penelitian ini hanya nilai sosial, nilai religi dan nilai praktis menurut Einstein.

4. Hasil belajar kognitif hanya dibatasi pada aspek pengetahuan (C1),

pemahaman (C2), aplikasi atau penerapan (C3) dan analisis (C4). Hal


(19)

5. Hasil belajar afektif hanya dibatasi pada aspek penerimaan, respon dan penilaian setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa ?.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.

2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.

3. Mengembangkan alternatif pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yang dapat mengembangkan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang permasalahan nyata yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pendidikan nilai melalui pembelajaran kimia sehingga dapat direncanakan upaya-upaya menanggulanginya.

2. Bagi siswa, dengan mengaitkan materi pokok/tema/topik masing-masing mata pelajaran dengan nilai-nilai diharapkan dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran kimia. 3. Bahan bagi para peneliti untuk dapat dikembangkan lebih lanjut

penelitiannya mengenai pembelajaran mata pelajaran umum yang bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.


(20)

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA

NILAI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

PROPOSAL SKRIPSI

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A.

Tonih Feronika, M. Pd.

OLEH Astri Rama Yulia

104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008


(21)

BAB II

DESKRIPTIF TEORETIK, KERANGKA PIKIR DAN

HIPOTESIS

A. Deskriptif Teoretik 1. Pembelajaran

a. Pengertian belajar

Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang dikenal dengan guru.13

Belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan.14 Perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki/meningkatkan perilaku yang ada.

Menurut Silverman dalam Alisuf Sabri mendefinisikan bahwa belajar :15

Learning is a process in wich past experience or pratice result in relatively permanent changes in individual’s repertory of responses...”change” in this definition can be desirable or undersirable. “Experience” and “practice” mean that the change in responses cannot be result of maturation, ilness, injury, or bodily growht. The limitation expressed by “relative permanent” means that tentative behavior changes such as the caused by fatgu, drug, or alcoholed, cannot classed as learning.

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku di dalam diri manusia. Bila telah selesai suatu usaha belajar tetapi tidak terjadi perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak dapat dikatakan bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar.16

13Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: PT Dunia Pustaka Jaya, 1996),Cet. I, h. 2. 14

M.Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu jaya, 1995), Cet. II, h. 60. 15Sabri, Psikologi ..., h. 60.

16Abu Muhammad Ibnu Abdullah, “Prestasi Belajar”, dari http://spesialis-torch.com/content/view/120/29, pkl 11.29


(22)

Menurut Muhibbin, belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa.17

Menurut Gagne dalam Ratna Wilis, belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. 18 Perubahan yang dimaksud itu adalah kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif sama. Belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap, perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Pendapat ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 11 yang berbunyi :

!

"$%&'()!*

+,

,

Artinya :”... Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”.(Q.S 13 : 11)

Biggs dalam Muhibbin, mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar berarti pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara instituasional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses ”validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari.

17Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda, 2000), Cet. V, h. 89.

18Ratna Wilis Dahar,


(23)

Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling dunia. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.19 Hilgard dan Bower dalam Ngalim, Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat.20

Pembelajaran dapat di definisikan sebagai pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa.21 Dalam pembelajaran terlihat kegiatan guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri manusia dalam membangun makna dan pemahamannya untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

19Syah, Psikologi…, h. 90.

20Ngalim Purwanto.Psikologi Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 84. 21Kartimi, “Suatu Model Konstruktivisme Mengajar Sains Pembelajaran Berbasis Komputer” dalam Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 31 Mei 2007, h. 27.


(24)

b. Ciri-ciri Belajar

Berdasarkan pengertian atau definisi-definisi belajar, maka belajar sebagai suatu kegiatan dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatannya sebagai berikut :22

1) Belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual maupun potensial.

2) Perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu relatif lama.

3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).

Di antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah : 23

1) Perubahan Intensional

Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan.

2) Perubahan itu positif dan aktif

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan yakni diperolehnya sesuatu yang baru yang lebih baik daripada yang ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya.

3) Perubahan itu efektif dan fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yakni berhasil guna. Artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti relatif menetap dan setiap saat

22Sabri, Psikologi …, h. 56. 23Syah,


(25)

apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan.

Dengan demikian ciri-ciri yang menunjukkan bahwa seseorang melakukan kegiatan belajar ditandai dengan adanya :24

1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial.

2) Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar diatas bagi individu merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, atau afektif atau psikomotor.

3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu :25

1) Faktor internal yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam belajar antara lain faktor dari dalam diri dan faktor yang datang dari luar diri dan disebut faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen anatara lain : minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa di waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indera dalam belajar. Faktor eksogen yang mempengaruhui keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar, cuaca, letak kelas, faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidikannya.26

24Sabri, Psikologi…, h. 56. 25Syah, Psikologi…, h. 132.

26Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Uhamka Press, 2003), Cet.IV, h. 103.


(26)

Semua faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ini memerlukan perhatian dari pendidik dan guru yang sedang meletakan sendi-sendi pendidikan secara mendasar sehingga guru diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor penghambat proses belajar mereka serta memotivasi belajar siswa.

2. Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan dengan suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.27

Matthew dan Marica mendeinisikan pendekatan kontekstual sebagai berikut :28

Contextual Teaching and Learning (CTL) is a system for teaching that is grounded in brain research. Brain research indicates that we learn best when we see meaning in new information with our existing knowledge and experinces. Student learn best, according to neuroscience, whn day can connet the content of academic lesson with the context of their own daily lives.

Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.29 Pengetahuan dan

27I Made Sumadi, “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Singaraja, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 Th.2005, h.5.

28Matthew Clifford dan Marica Wilson, “Contextual Teaching, Profesional Learning, and Student Experiences : Lesson Learned from Implemention”, dari

http:/www.corwinpress.com/booksProdDesc.nav?prodId=Book220765, April 2009. 29Muslich, KTSP ..., h. 40.


(27)

keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan ketika ia belajar.

Menurut Elaine B. Johnson, CTL adalah:30

…an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningful conections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.

CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

Di samping mempermudah mengkontruksi pengetahuan, pendekatan kontekstual juga dapat mempermudah terbentuknya penghayatan pada aspek afektif seperti pengembangan etika pada diri siswa sehingga akhirnya terjadi perubahan tingkah laku yang bersifat intrinsik dan permanen.31 Sehingga akan tertanam sikap yang berasal dari dalam diri siswa bukan karena keterpaksaan dan akan menjadi suatu kebiasaan yang positif dalam kehidupan sehari-hari.

30

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar mengasyikkan dan bermakna, (Bandung: MLC, 2007), h.19.

31Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet.I, h. 99.


(28)

Menurut Ramlawati dan Nurmadinah, Pendekatan pembelajaran kontekstual (contektual teaching and learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, sebagai bakal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.32

The Wasinghton State Consortium menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.33 Hal ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah rill yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan siswa.

Pembelajaran atau pengajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.34

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya

32Ramlawati dan Nurmadinah, “Penerapan..., h. 88. 33Sumadi, “Pengaruh…, h. 5.


(29)

dalam kehidupan mereka.35 Dalam CTl, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengetahuan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata serta bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa, kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereview kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. 36

Materi belajar akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran dan selanjutnya siswa akan memanfaatkan kembali pemahaman, pengetahuan dan kemampuannya dalam konteks di luar sekolah untuk menyelesaikan permasalahan nyata baik secara mandiri maupun secara kelompok.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah strategi pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari

35Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.255.

36Atit Suryati, “Implementasi Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa “ dari http://educare.e-fkipunla.net/ Juli 2008.


(30)

pengetahuan siswa. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, CTL menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam kehidupannya. CTL menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi yang dipelajari siswa dalam konteks dimana materi tersebut digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana siswa belajar.

b. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

COR (Center for Occupational Research) dalam Masnur menjabarkan lima konsep pembelajaran kontekstual yang disingkat REACT antara lain :37

1) Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan.

2) Experiencing adalah belajar dalam dalam ekpolrasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang mengedepankan proses berpikir kritis lewat siklus inquiry.

3) Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar dalam penggunaan dan kebutuhan praktis.

4) Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata.

5) Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama harus


(31)

diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa dengan guru, siswa dengan siswa maka dengan demikian siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.38

Pembelajaran dengan paradigma lama yang dikenal sebagai pendekatan tradisional yang berpijak pada pandangan behaviorisme. Para penganut teori behaviorisme (teori perilaku) berpendapat bahwa sudah cukup bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon dan diberi penguatan bila ia memberikan respon-respon-respon-respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat. Siswa hanya berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan dan tidak dirangsang untuk mencari sendiri pengetahuannya. Tugas siswa hanya membaca, mendengarkan, mencatat, dan menghafal tanpa memberikan kontribusi ide proses pembelajaran.

Untuk lebih lengakpnya, perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan tradisional (behaviorisme) pada proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Perbedaan CTL dan Tradisional

39

No.

CTL

Tradisional

1.

Menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna)

Menyandarkan pada hafalan

2.

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa

Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

3.

Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima informasi

4.

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

5.

Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa

38Asep Sugiharto, “Hasil Belajar Siswa Dalam Pengguanaan Pendekatan kontekstual Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” dari http://one.indoskripsi.com/content/


(32)

dimiliki siswa sampai saatnya diperlukan

6.

Cenderung mengintegrasikan

beberapa bidang

Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu

7.

Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

8.

Perilaku dibangun atas kesadaran diri

Perilaku dibangun atas kebiasaan

9.

Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman

Keterampilan dikem-bangkan atas dasar latihan

10.

Hadiah dari perilaku baik adalah

kepuasan diri

Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor

11.

Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan

Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman

12.

Perilaku baik berdasar-kan motivasi intrinsik

Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik

13.

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas

14.

Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan. Nunuk Suryani mengutip Dirjen Dikmenum mengatakan penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi sesama teman melalui pembelajaran kooperatif sehingga mengembangkan keterampilan sosial (social skill).40

40Suryani, “Pengaruh …, h. 8.


(33)

Pembelajaran kontekstual dilaksanakan sebagai aplikasi dalam pemaknaan belajar dan proses belajar dalam arti yang sesungguhnya. Hal ini didasarkan pada landasan teoritis tentang belajar aktif yang tidak semata-mata menekankan pada pengetahuan yang bersifat hafalan saja. Siswa harus aktif mencari, menemukan pengetahuan tersebut dengan keterampilan secara mandiri. Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual antara lain sebagai berikut : 41

1) Pembelajaran berbasis masalah

2) Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar

3) Memberikan aktivitas kelompok 4) Membuat aktivitas belajar mandiri

5) Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat 6) Menerapkan penilaian autentik

c. Komponen Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu : 42

1) Kontruktivisme. Pembelajaran yang berciri kontruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, produktif berdasarkan pengetahuan dan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.

2) Bertanya. Belajar dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru untuk bisa mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.

3) Menemukan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh dari siswa sendiri.

41Muslich, KTSP…, h. 50-51. 42Muslich,


(34)

4) Masyarakat belajar. Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.

5) Pemodelan. Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran dan keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang. Misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertonton suatu penampilan. 6) Refleksi. Komponen yang merupakan bagian terpenting dari

pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah dan merespon semua kejadian, aktifitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. 7) Penilaian autentik. Komponen yang merupakan ciri khusus dari

pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa.

Mansur mengutip pendapat John A. Zahorik dalam Contructvist Teaching mencatat lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut :43 1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.

2) Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu kemudian memerhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang lain agar

43Muslich,


(35)

mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggapan itu, konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut.

5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

Dalam CTL, guru berperan dalam memilih, menciptakan, dan menyelenggarakan pembelajaran yang menggabungkan seberapa banyak bentuk pengalaman siswa termasuk aspek sosial, fisikal, dan psikologikal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Dalam lingkungan sekitar, siswa menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktikal dalam konteks nyata. Siswa akan memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan sesuai dengan kerangka pikir yang dimilikinya.

d. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

Untuk mencapai kompetensi yang di harapkan sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator pada pembelajaran kimia dengan menggunakan CTL, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :44

1) Pendahuluan. Pada kegiatan pendahuluan, guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajarai. Kemudian guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL, membagi siswa kedalam berbagai kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan kegiatan praktikum pengaruh konsentrasi dan suhu terhadap kesetimbangan kimia. Guru melakukan tanya jawabsekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

2) Inti. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan berdasarkan kegiatan praktikum pada LKS yang telah tersedia. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya

44Sanjaya, Strategi ..., h.270


(36)

masing-masing. Siswa melaporkan hasil diskusi dan setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.

3) Penutup. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil kegiatan praktikum sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai. Secara garis besar, penerapan CTL dalam pembelajaran kimia adalah sebagai berikut :45

1) Guru harus menanamkan pemikiran kepada pesrta didik bahwa belajar akan lebih bermakna dengan bekrja sendiri, menemukan sendiri serta mengkontruksi sendiri dan keterampilan baru.

2) Guru harus mendorong pesrta didik agar sedapat mungkin mereka melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik.

3) Guru harus mengembangkan sifat dan rasa ingin tahu pesrta didik dengan bertanya.

4) Guru harus menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok-kelompok.

5) Guru harus menghadirkan model untuk digunakan sebagai contoh pembelajaran.

6) Guru harus mendorong pesrta didik agar melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran.

7) Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara untuk mengetahui apakah peserta didik memang belajar.

e. Evaluasi Pembelajaran Kontekstual

Adapun evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual antara lain :46

1) Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi.

45R. Rudiyanto,” Kurikulum Berbasis Kompetnsi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan Kecakapan Hidup” jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, disi Khusus TH.XXXVI. Desember 2003.

46Muslich,


(37)

langkah yang dilakukan dalam penilaian kinerja yaitu identifikasi semua aspek penting, tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan, usahakan kemampuan yang akan dinilai dapat diamati dan tidak terlalu banyak. Urutkan kemampuan yang akan dinilai berdasarkan urutan yang akan diamati.

2) Penilaian Tes Tertulis

Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis yang digunakan adalah tes pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dgunakan untuk kemampuan mengingat dan memahami. Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut yaitu materi, konstruksi, dan bahasa.

3. Pembelajaran Bernuansa Nilai a. Pengertian Nilai

Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif konstan tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan.47

Menurut Mc Conatha dan Schnell mendefinisikan bahwa nilai :48 “Value are primary constructs which affect an individual’s interprtive schema and his or her sense of self, thereby exerting a direct influence on attitudes, beliefs, fellings and the perception of the social and political world”.

Nilai atau value yang berasal dari bahasa latin (valere) dapat berarti kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, bermanfaat, dapat pula berarti sesuatu yang dihormati, unggul, dihargai atau diakui. Nilai dapat bersifat subjektif dan dapat pula bersifat objektif.49 Dengan

47Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Pendidikan Nilai” dari Jurnal Pendidikan Nilai. Th.6. No. 1 Pebruari 2000. h.53.

48

Gail E. FitzSimons, ”Value, Vocational Education and Mathematics : Linking Research with Practice”, Monash University/Swinburn University of Technology. dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008,

h.1.

49Anna Poejiadi dan Hayat Sholihin, “Pendidikan Nilai dan Penilaian dalam Pembelajaran Sains Sebagai Antisipasi Kurikulum 2004 dalam Seminar nasional Pendidikan Matematika dan


(38)

kata lain, apabila sesuatu itu dipandang baik dirasakan bermanfaatuntuk dimiliki, bermanfaat untuk dikerjakan atau bermanfaat untuk dicapai seseorang.

Nilai menurut Philip C Clarkson dan Alan Bishop “value occupying a more central and deeply held position than attitudes, which are often considered to be reflected in our patterns of response to particular situations.50 Hal itu menunjukkan bahwa nilai menduduki posisi yang lebih utama dan mendalam dibandingkan sikap, serta dianggap sebagai refleksi diri dalam berbagai situasi.

Menurut Louis O Kattsoff dalam Djunaidi menyimpulkan bahwa nilai mempunyai empat macam arti yaitu : 51

1) Bernilai artinya berguna.

2) Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah.

3) Mengandung nilai artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat yang menimbulkan sifat setuju serta suatu predikat.

4) Memberi nilai artinya memutuskan bahwa sesuatu yang diinginkan atau menunjukkan nilai.

Senada dengan pendapat Louis O Kattsoff, Brian Hill dalam The Australian National Framework for Values Education menjelaskan bahwa nilai adalah “ the ideals that give significance to our lives, that are reflected through the priorities that we choose, and that we act on consistently and repeatedly“. Nilai sebagai sesuatu yang dapat memberikan hal yang signifikan terhadap kehidupan kita, yang tercermin

IPA Diseminasi Hasil Kolaborasi Sekolah-Universitas Untuk Meningkatkan Kesiapan Implementasi Kurikulum MIPA 2004, 10 Juli 2004, h. 2.

50Philip C Clarkson dan Alan Bishop,”Value and Mathematics Education” , Paper presented at the conference of the International Commission for the Study and Improvement of Mathematics Education (CIEAM51), University College. http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008.

51Muhammad Djunaidi Ghony,


(39)

pada prioritas hidup yang kita pilih sehingga kita dapat melakukannya secara konsisten dan berulang kali.52

Menurut Milton Roceach dan James Bank seperti yang dikutip oleh Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.53

Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.54 Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan.

Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.55 Nilai dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka daripada mengorbankan nilai.

Henry Pratt Furchild dalam Junaidi Ghony mendefinisikan nilai sebagai “The believed capacity of any obyect satisfy a human desire. The quality of any obyect which causes it into be of interest to an individual or group”.56 Yaitu kemampuan yang dapat dipercaya yang ada pada suatu

52

R. Scott Webster, “Does the Australian National Framework for Values Education Stifle an Education for World Peace, dari: http: //www. Valueseducation.edu.au, diakses 2 September 2008, h.3.

53Lubis, Evaluasi...I, h. 16.

54J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 35.

55Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet.1, h. 115 56Junaidi G,


(40)

benda/hal yang memuaskan keinginan manusia. Hal tersebut menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.

Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari keadan objektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan Allah SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum. 57

Pengertian nilai menurut Fraenkel dalam Mawardi, adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahanakan.58 Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan objek memiliki arti prnting dalam kehidupan subjek.

Menurut Sidi Gazalba dalam Mawardi, Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan benda konkret, bukan fakta, tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, yang disenangi atau tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan subjek penilai dengan objek.59

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai menjadi sesuatu yang amat penting pada diri seseorang karena nilai akan dijadikan sebagai standar berkelakuan dalam menghadapi hidup dan menghidupi dunianya dan mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

57Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), Cet. IV, h. 202.

58Lubis, Evaluasi..., h.17. 59Lubis,


(41)

b. Jenis-Jenis Nilai

Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut : 60

1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.

2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum.

3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingakungan. Nilai-nilai semacam itu ialah : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi.

Menurut R. Scott Webster dalam The Australian National Framework for Values Education mengelompokkan nilai menjadi 9 sebagai berikut : 61

1) Care and Compassion 2) Doing your best 3) Fair go

4) Freedom

5) Honesty and Trustworthiness 6) Integrity

7) Respect 8) Responsibility

9) Understanding, Tolerance and Inclusion

Khoiron Rosyadi mengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut :62

60Kaswardi, Pendidikan..., h. 37. 61Webster, “Does The Australian…


(42)

1) Nilai Sosial adalah interaksi anatar pribadi dan manusia berkisar sekitar baik-buruk, pantas- tidak pantas, semestinya-tidak semestinya, sopan santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyrakat yang dituntut pada setiap anggota masyarakat disebut susila atau moral. 2) Nilai Ekonomi ialah hubungan manusia dengan benda. Benda

diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai guna.

3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai politik menyangkut nulai kekuasaan.

4) Nilai pengetahuan menyangkut nulai kebenaran.

5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara estetika.

6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu sendiri.

7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan, ibadat, ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam baik dan buruk.

Albert Einsten dalam Suroso AY berpendapat bahwa sains mengandung nilai-nilai seperti : 63

1) Nilai praktis suatu bahan ajar adalah nilai yang dapat memberi kemanfaatan langsung atau segi-segi praktis bagi kehidupan manusia danj pemahaman atau penguasaan tentang sains itu sendiri.

2) Nilai religius suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya, menambah keyakinan dan keimanan seseorang bahwa segala sesuatu yang ada mesti ada yang menciptakannya dan mengaturnya, yang akhirnya menyadari dan menghayati atas kekuasaan Allah dengan segala sifatNya sehingga manusia mesti bertakwa kepadaNya.

62Rosyadi, Pendidikan…, h. 123-124.

63Yudianto,


(43)

3) Nilai pendidikan suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat memberikan inspirasi ide atau gagasan cemerlang untuk diterapkan ke bidang teknik atau mental dalam pemenuhan kebutuhan dan hasratnya bagi kesejahteraan manusia.

4) Nilai intelektual suatu bahan ajar adalah nilai yang melandasi kecerdasan manusia untuk mengambil sikap dan perilaku yang tepat setelah bahan ajar diberikan .

5) Nilai sosial dan politik suatu bahan ajar adalah kandungan nilai yang dapat memberikan petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku sosial yang baik, maupun berpolitik yang baik dalam kehidupannya.

Menurut Bishop, A.J, Nilai dalam matematika dan IPA dibedakan menjadi enam yaitu nilai rasionalisme, nilai mpiris, nilai control, nilai progress, nilai keterbukaan, dan nilai misteri. Nilai rasionalisme berkaitan dengan pendapat, alasan, logika analisis, dan penjelasan. Nilai empiris berkaitan dengan objektivitas dan penggunaan ide pada matematika dan sains. Nilai kontrol berkaitan dengan kekuatan hukum pada matematika dan ilmu pengetahuan, fakta, prosedur, dan penetapan kriteria. Nilai progres berkaitan dengan cara mengembangkan matematika dan sains dengan metode baru. Nilai keterbukaan berkatan dengan pengetahuan demokrasi. Sedangkan nilai misteri berkaitan dengan keunikan dan ide yang tersimpan dalam matematika dan ilmu sains. 64

c. Langkah-langkah Pembelajaran Bernuansa Nilai

Pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari

64Bishop, A.J., “Values in Mathematics and Science Education” dari www.monash university.edu.au. November 2008.


(44)

(konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Pembelajaran yang holistik adalah mengajarkan materi tertentu bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga mengajarkan sistem nilai dan moralnya dengan cara mengambil perumpamaan-perumpamaan dari bahan ajar.

Pembelajaran bernuansa nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang sehingga dapat diterapkan dalam perilaku sehari-hari. Penanaman nilai dapat dilakukan dengan menyisipkan nilai-nilai ke dalam materi dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, siswa dapat diajak dengan menelaah serta mempelajari nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan masyarakat.

Dalam pembelajaran bernuansa nilai, guru memberikan materi secara eksplisit dan implisit. Pembelajaran kimia bernuansa nilai secara eksplisit adalah dengan mempelajari sains dengan sistem nilai dan moralnya dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang relevan untuk melegatimasinya. Konsep pembelajaran kontekstual yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS. Qaaf: 7-8.

-. /01

-!

23 )45

6

-785

89!:-!

;$ <=

>

%?@-!-/

-740-A

)!:-!

;$ <=

B<

CDEFG

HI4!

J

K$5

2

LMC

7N- %L O 

+Q

8G<R-!

CDEF+<9

O6 S

TU5<VW

LC

“Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuhan yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pelajaran bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini agar manusia dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari berbagai fenomena alam yang ditunjukkan oleh Allah tersebut. Dalam hal ini hanya


(45)

orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. Az-Zumar: 9). Orang yang berakal akan mampu memikirkan makna dari apa-apa yang dipelajarinya, seperti mengembanngkan berpikir kritis, analitis, kreatif, transformatif, produktif, inovatif terhadap setiap pembahasan materi pembelajaran, dan yang terpenting adalah mengambil hikmah dari sistem nilai dan moral yang dikandungnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata (konteks).

Adapun pembelajaran kimia bernuansa nilai diberikan secara implisit adalah menggali sistem nilai dan moral yang dikandung oleh setiap bahan ajarnya dikaitkan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat untuk dianalogikan dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini pemberian informasi dan analogi tentang kandungan nilai-nilai suatu bahan ajar dengan sistem nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat dapat mengubah sikap seseorang siswa yang belajar.65

Untuk itu, pengembangan kemampuan berpikir peserta didik dalam mempelajari setiap bahan ajar perlu ditumbuh-kembangkan terhadap penghayatan nilai-nilai yang dikandungnya melalui penalaran analogi, perumpamaan-perumpamaan dan perenungan secara mendalam sampai menyentuh lubuk hatinya. Pengembangan sikap mental melalui penalaran bahan ajar yang bersumber dari ilmu pengetahuan alam ini akan menimbulkan kesadaran seseorang terhadap aturan-aturan di alam dengan segala hikmah maupun pelajarannya untuk kehidupannya atau keluarganya dengan dampaknya bagi orang lain.66

Nilai merupakan suatu pendorong dalam hidup seseorang pribadi atau kelompok dan berperan penting dalam proses perubahan sosial. Nilai tidak selalu disadari, seseorang jarang menyadari semua nilai dalam hidupnya kalau ia berusaha untuk menemukannya. Dalam pembelajaran kimia bernuansa nilai diharapkan siswa dapat menemukan nilai yang

65Yudianto, Manajemen..., h.28. 66Yudianto,


(46)

terdapat dalam dirinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Hakikat Ilmu Kimia a. Ilmu Kimia

Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Kimia adalah ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia merupakan ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.67

Ada dua hal yang berkaitan dengan dengan kimia yang tidak terpisahkan yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan ilmu kimia sebagai produk dan proses. Mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :68

1) Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

3) Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan

67BSNP, “Sosialisasi KTSP”, h. 459. 68BSNP, “Sosialisasi …, h. 460.


(47)

instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

4) Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan rakyat.

5) Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

b. Konsep Kesetimbangan Kimia 1) Reaksi Bolak – balik69

Reaksi kimia ada yang berlangsung searah dan ada pula yang dapat dibalik. Reaksi-reaksi pembakaran atau korosi besi, tidak dapat balik (irreversible), artinya hasil raksi tidak dapat diubah lagi menjadi zat pereaksi. Apabila kertas atau kayu yang terbakar, abu atau arang hasil pembakaran tidak dapat diubah kembali menjadi kertas atau kayu seperti semula. Proses-proses alami umumnya berlangsung searah, tidak dapat dibalik (reversible). Namun di laboratorium maupun dalam proses industri banyak reaksi yang dapat dibalik. Reaksi dapat balik yang berlangsung dalam sistem tertutup akan berakhir dengan kesetimbangan.

2) Keadaan setimbang

Keadaan setimbang (kesetimbangan) adalah keadaan dimana laju menghilangnya suatu komponen sama dengan laju pembentukan komponen itu (v1 = v2). Pada keadaan setimbang jumlah

masing-masing komponen tidak berubah terhadap waktu dan tidak ada perubahan yang dapat diamati atau diukur (sifat makroskopis tidak

69Michael Purba,


(48)

berubah) reaksi seolah-olah telah berhenti. Akan tetapi secara mikroskopis, yaitu pada tingkat molekul, reaksi tetap berlangsung.

Bila suatu zat direaksikan dengan zat lain dan terbentuk zat baru, pembentukan zat baru tersebut tidak selalu sempurna meskipun reaksi dibiarkan beberapa lama. Konsentrasi zat-zat yang bereaksi pada mulanya akan berkurang dengan cepat sampai suatu ketika mencapai nilai yang tetap. Pada saat tersebut tidak terjadi perubahan konsentrasi baik bagi zat-zat yang bereaksi maupun zat hasil reaksi. Keadaan tersebut dikenal sebagai keadaan kesetimbangan kimia. Jadi ciri suatu sistem pada kesetimbangan ialah adanya nilai tertentu yang tidak berubah dengan berubahnya waktu.70

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan

Reaksi kesetimbangan berlangsung tidak tuntas dan tingkat ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan ) yaitu sebagai berikut :

a) Pengaruh konsentrasi b) Pengaruh volume c) Pengaruh tekanan d) Pengaruh suhu

Pada reaksi kesetimbangan, ketidaktuntasannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal tersebut juga dapat dianalogikan seperti kehidupan seorang manusia, artinya seseorang juga dipengaruhi faktor lingkungan. Hal ini tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia bukanlah makhluk individu melainkan sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain. Berdasarkan hal diatas sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :

70Ralph H. Petrucci dan Suminar, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 188.


(1)

Jawaban

N

o

Pernyataan

SS S TS STS

1. Pelajaran kimia merupakan ilmu yang penting karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

2. Saya senang belajar kimia karena memberikan pengalaman belajar positif.

3. Saya menyadari akan pentingnya belajar ilmu kimia 4. Saya menyadari ilmu kimia tidak bermanfaat

5. Saya memperhatikan guru kimia dengan baik ketika menerangkan materi pelajaran.

6. Saya mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik. 7. Perasaan senang ketika waktu belajar kimia di kelas

8. Bagi saya, pelajaran kimia merupakan pelajaran yang tidak penting dan membosankan.

9. Saya mudah menerima pembelajaran kimia karena dikaitkan dengan kehidupan nyata.

10. Saya tidak senang belajar kimia karena tidak memberikan pengalaman apa-apa.

11. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara seimbang.

12. Saya terdorong untuk bersosialisasi dengan orang lain.

13. Saya lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan teman. 14. Kita harus saling tolong-menolong antar sesama manusia. 15. Saya merasa bahwa semua teman adalah sama.

16. Menurut saya, bergaul dengan siapa pun akan membawa kebahagiaan.

17. Saya selalu merasa kurang terhadap apa yang saya miliki. 18. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. 19. Saya merasa kesulitan menerima pembelajaran kimia karena

bersifat abstrak.

20. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia bermanfaat bagi kehidupan. 21. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain. 22. Saya peduli dengan kesulitan ekonomi yang dihadapi teman. 23. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar

mementingkan diri sendiri.

24. Saya merasa jenuh belajar kimia di dalam kelas

25. Menurut saya, bergaul dengan teman-teman yang baik akan mendapatkan kebahagiaan.

26. Ketika guru menerangkan saya selalu mengalihkan perhatian dengan aktivitas lain.

27. Kita harus saling menolong dengan melihat apa kedudukannya. 28. Saat melihat pengemis di jalan hati saya tidak tersentuh.


(2)

29. Saya terdorong untuk lebih bersikap toleransi terhadap orang lain. 30. Saya selalu acuh tak acuh dengan tugas yang diberikan guru . 31. Saya terdorong untuk hidup mengutamakan kepentingan pribadi. 32. Saya perlu menyeleksi teman-teman dalam bergaul.

33. Setelah mempelajari konsep kesetimbangan membuat saya sadar bahwa alam semesta ini diciptakan Allah secara tidak seimbang. 34. Saya terdorong untuk saling membantu dan menolong kepada

orang yang membutuhkan.

35. Hati ini tersentuh saat melihat pengemis di jalan.

36. Menurut saya, pembelajaran kimia yang menanamkan nilai-nilai pada konsep kesetimbangan kimia tidak bermanfaat bagi kehidupan.

37. Saya senang belajar kimia karena dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

38. Setelah pembelajaran kimia bernuansa nilai saya gemar menolong orang lain.

39. Ketika menolong orang lain hati saya menjadi tenang.

40. Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.

41. Saya lebih bersyukur atas nikmat dan karunia Yang telah Allah berikan.

42. Ketika menolong orang lain saya mengharapkan pamrih.


(3)

.


(4)

Sebaik-baik manusia adalah orang yang hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri.

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA BERNUANSA NILAI

DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP

HASIL BELAJAR SISWA

Skripsi


(5)

OLEH

Astri Rama Yulia 104016200430

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008


(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar kimia siswa pada pembelajaran kontkstual dan pembelajaran quantum: studi kasus pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN I Ciputat

1 3 88

Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Berbasis Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI Pada Konsep Fluida Dinamis

14 174 262

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TAI DENGAN SEM BERFASILITASI LKS TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS XI SMAN 1 PEKALONGAN

0 86 266

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui pendekatan kontekstual pada pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV di SDN Neglasari 02

1 13 149

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN QUIZ TEAM TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR Pengaruh Strategi Pembelajaran Quiz Team Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Gaya Belajar Kinestetik Kelas XI Semester Genap Di SMAN 1 Ngemp

0 4 17

PENGARUH PEMBELAJARAN MIND MAP TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMAN KEBAKKRAMAT Pengaruh Pembelajaran Mind Map Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X Di SMAN Kebakkramat Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016.

0 2 15

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK FLUIDA DINAMIS SEMESTER GENAP KELAS XI SMA NEGERI 9 MEDAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 1 16

PENGEMBANGAN SHINING CHEMISTRY BOOK DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MATERI KIMIA SMA/MA KELAS X SEMESTER GENAP.

0 0 2

PENGEMBANGAN SHINING CHEMISTRY BOOK BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MATERI KIMIA SMA/MA KELAS XI SEMESTER GENAP.

0 0 2

Soal UTS Kimia Kelas X XI Semester 2 (Genap) - Kumpulin Soal uts 2 kimia xi

2 15 3