PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS DAN KECEPATAN GERAK TORCH TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN BAJA AISI 4140 PADA PROSES FLAME HARDENING

(1)

PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS DAN

KECEPATAN GERAK TORCH

TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN BAJA AISI 4140

PADA PROSES FLAME HARDENING

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

Oleh :

EKO YULI PURNOMO NIM. I1404014

JURUSAN TEKNIK MESINFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS DAN KECEPATAN GERAK

TORCH TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN BAJA AISI 4140 PADA

PROSES FLAME HARDENING

Disusun oleh :

Eko Yuli Purnomo NIM. I1404014

Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari…….tanggal…. Desembar 2010.

1. Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT NIP. 196810041999031002

2. Wahyu Purwo Raharjo, ST. MT NIP. 197202292000121001 3.Prof. Dr. Kuncoro, ST. MT NIP. 197101031997021001

Mengetahui Dosen Pembimbing I

Eko Surojo, ST., MT. NIP. 19690411 2000031 006

Dosen Pembimbing II

Dody Ariawan, ST., MT. NIP. 19730804 1999031 003

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Dody Ariawan, ST., MT. NIP. 19730804 1999031 003

Koordinator Tugas Akhir

Wahyu Purwo Raharjo, ST., MT. NIP. 19720229 200012 001 ………..

………..


(3)

Effect Shaft Rotation Speed and Torch Movement Speed of Surface Hardness AISI 4140 Steel on Flame Hardening Process

Eko Yuli Purnomo

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Indonesia email : ypsoul@yahoo.co.id

Abstract

The aim of this research is to investigated the effect of shaft rotation speed and torch movement speed on the steel surface hardness. Surface hardening is metode to increases steel surface hardness. The metal that have surface treatment increase hardness characteristic on the surface, but maintains ductility in the middle.

Flame hardening is a metode used for surface hardening. The material used in this research is shaft steel AISI 4140. Flame hardening process on shaft held by spindle to rotated on certain speed. The shaft surface heated by torch, followed by cooler moving horizontally. The variations of shaft rotation speed are 0.37 rpm, 0.75 rpm, 1.15 rpm. The variations of torch movement are 4 mm/minutes, 8 mm/minutes. Both of them are regulated by inverter. The type of flame is carburation flame.

As the result, the highest hardness occur on 0.37 rpm shaft rotation speed with 4 mm/minutes torch movement speed. The surface hardness of this specimen reaches 814.1 HV and 311 HV in the middle. Based on microstructure photograph, it show that martensite appears in the surface followed by pearlite and ferrite phase. It indicates that the specimen is hard on the surface and ductile in the middle.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

MOTTO

* Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan,

maka bersama kesulitan pasti ada kemudahan *

(Q.S. Al-Insyirah; 5-6)

* Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu

bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi

(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.*

(QS. Ali Imran:139)

* HANYA YANG BERANI MELAWAN RASA TAKUT YANG BISA

MERUBAH SEGALANYA *

(E.yuli purnama)

*Usung KEBERANIAN, tepis ketakutan, hilangkan keraguan.

Bermimpilah karena semua berawal dari sebuah impian *

(E.yuli purnama)

*Takut kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak

mencoba sesuatu*


(5)

PERSEMBAHAN

Dengan nama-Nya yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya. Segala puji bagi Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan ridho-Nya. Kepada mereka yang telah berjasa atas segalanya. Kupersembahkan sebuah karya tugas akhir dalam bentuk skripsi yang kurangkai selama ini, sehingga penulis lulus dari Universitas Sebelas Maret dengan gelar Sarjana Teknik. Tanpa mereka segalanya tidak berarti apa-apa. Mereka semua adalah :

1. Bapak Hasanudin MZ., Ibu Tukini, karena beliaulah penulis sampai disini. Beserta saudara dari bapak dan ibu semua.

2. Kakek dan Nenek di Lampung dan di Solo

3. Adik-adikku : Dwi Susilowati, Cepy Ridho, Ghifari Azhar, Shalli Alwasy (keceriaan kalian adalah pengobat gundah-ku).

4. Bapak Eko Surojo, S.T., M.T., dan Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., Dosen-dosen hebat yang telah membimbing Tugas Akhir dari awal hingga selesai.

5. Nanik Sulistyowati, sahabat dan teman sejati dengan sabar dan setia menemaniku dikala susah maupun senang.

6. Makhriza Apriyanto, my big brother: Thank’s Brow (kita selesaikan apa yang kita mulai).

7. RWD team solidarity (Dwi masruri, Danang W, Eko purwanto, Mas Ngadiman), Himawan, Yogik, Doni, Joko S, Anziz, Mulyantara, Mas Maruto, M. Abadi, Willis Nalagni, Marlon, Anziz, dan semuanya.

8. Ajusta Brata, Mapala fakultas teknik

9. Mereka semua yang dekat dan kenal dengan penulis ( mereka yang pernah bersama saling bertukar pengalaman, memerikan nasehat serta dukungan moral maupun spriritual kepada penulis).


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya serta menetapkan hati sehingga penulis dapat berhasil menyelesaikan skripsi ini. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar sarjana teknik di Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dibalik keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, maka sudah sepantasnya penulis menghaturkan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Bapak Eko Surojo, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing skripsi I yang telah membimbing dan membantu dalam penyusunan skripsi.

2. Bapak Dody Ariawan, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Dosen Pembimbing skripsi II yang telah membantu dan membimbing dalam penyusunan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr Kuncoro Diharjo, ST, M.T, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran-saran.

4. Bapak Ir. Wijang Wisnu R, M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran-saran.

5. Bapak Wahyu Purwo R, S.T., M.T., selaku Dosen Penguji Sidang Pendadaran yang telah memberikan saran-saran.

6. Bapak-bapak dosen yang telah berkenan menyampaikan ilmunya.

7. Keluarga tercinta yang telah memberikan sumbangan besar baik moral maupun material.

8. Teman-teman S1 yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar Ajusta Brata.


(7)

masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penu lis b erh ar ap masu kan dan s ar an d ari pa ra p emb ac a s ehin g ga skripsi ini men jadi l eb ih b ai k. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis pribadi dan pembaca pada umumnya.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul... i

Halaman Pengesahan... ii

Halaman Abstrak... iii

Halaman Motto... iv

Halaman Persembahan... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... xi

Daftar Gambar... xii

Daftar Lampiran... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 2

1.5 Sistematika Penulisan... 3

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka... . 4

2.2 Dasar Teori... 5

2.2.1 Perlkuan Panas pada Baja... 5

2.2.2 Full Anneal... 5


(9)

2.2.4 Pengerasan Permukaan………... 7

2.2.5 Flame Hardening... 8

2.2.6 Case Depth... 10

2.2.7 Nyala Oksi Asetilen... 10

2.2.8 Pengujian Kekerasan... 11

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian... 12

3.2 Bahan Penelitian... 12

3.3 Alat Penelitian... 13

3.4 Parameter Penelitian... 16

3.5 Pelaksanaan Penelitian... 17

3.5.1 Tahap Persiapan... 17

3.5.2 Tahap Pengambilan Data... 18

3.6 Teknis Analisis Data... 19

3.7 Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian... 19

3.8 Diagram Alir Penelitian………. 19

BAB IV. DATA DAN ANALISA 4.1 Raw Material... 21

4.2 Pengaruh Kecepatan Putar Poros Terhadap Kekerasan Permukaan ... 17

4.3 Pengaruh Kecepatan Gerak Torch Terhadap Kekerasan Permukaan. ... 18

4.3.1 Pengaruh Kecepatan Putar terhadap Faktor Bentuk dan Ukuran Butir... 19

4.3.2 Pengaruh Diameter Batang Pengaduk terhadap Faktor Bentuk dan Ukuran Butir... 23


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan... 32

5.2 Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA... 33


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Tabel 3.1 Parameter yang digunakan... 18 Tabel 4.1 Tabel 4.1 Komposisi Unsur Spesimen... 21 Tabel 4.2 Tabel 4.2. Kode variasi... 23


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Diagram fasa Fe-Fe3C (Calister, 1994)... 5

Gambar 2.2. Diagram fasa karbida besi (Calister, 1994)... 6

Gambar 2.3. Hubungan kadar karbon dengan kekerasan (Calister, 1994)... 7

Gambar 2.4. Prinsip flame surface hardening... 8

Gambar 2.5. Hasil pengukuran kedalaman pengerasan berdasarkan ISO (Suratman, 1994)... 9

Gambar 2.6. Nyala api netral(Harsono, 2000)... 9

Gambar 2.7. Nyala api karburasi (Harsono, 2000)... 10

Gambar 2.8. Nyala api oksidasi (Harsono, 2000)... 11

Gambar 2.9. Skema uji keras vickers dan jejak pembebanannya... 11

Gambar 3.1. Poros baja AISI 4140... 12

Gambar 3.2. Tabung asetilen dan tabung gas oksigen... 12

Gambar 3.3. Skema alat dan proses flame hardening... 13

Gambar 3.4. Motor listrik... 14

Gambar 3.5. Inverter... 14

Gambar 3.6. Torch pemanas... 15

Gambar 3.7. Nozzle pendingin... 15

Gambar 3.8. Pompa aquarium... 15

Gambar 3.9. Alat uji keras vicker... 16

Gambar 3.10. Alat pendukung pengujian automatic flame hardening... 16

Gambar 3.11. Panjang nyala karburasi... 17

Gambar 3.12. Dimensi spesimen (satuan dalam milimeter)... 17

Gambar 13. Laju pendinginan spesimen di dalam furnace... 18

Gambar 3.14. Diagram alir penelitian... 20

Gambar 4.1. Grafik hubungan kekerasan terhadap posisi pengujian pada raw material... 22


(13)

Gambar 4.3. Posisi titik uji keras spesimen... 23

Gambar 4.4. Grafik pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan pada spesimen... 24

Gambar 4.5. Struktur mikro spesimen v4-n37... 25

Gambar 4.6. Struktur mikro spesimen v4-n75... 25

Gambar 4.7. Struktur mikro spesimen v4-n115... 26

Gambar 4.8. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 0,37 rpm... 28

Gambar 4.9. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 0,75 rpm... 28

Gambar 4.10. Grafik pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan spesimen dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit dengan masing-masing kecepatan putar poros 1,15 rpm... 28

Gambar 4.11. Posisi titik uji pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37. 29

Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37... 29


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Laju Pendinginan Pada Proses Anil... 35 Lampiran 2. Data Hasil Uji Keras Mikro Vikers... 36 Lampiran 3. Hasil Uji foto Sruktur Mikro... 39


(15)

Pengaruh Kecepatan Putar Poros Dan Kecepatan Gerak Torch Pemanas Terhadap Kekerasan Permukaan Baja AISI 4140

Pada Proses Flame Hardening

Eko Yuli Purnomo

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch terhadap kekerasan permukaan baja. Pengerasan permukaan (surface hardening) merupakan salah metode untuk meningkatkan kekerasan permukaan logam. Logam yang mengalami pengerasan permukaan akan mempunyai sifat keras di permukaan, sedangkan pada bagian tengah/inti logam akan tetap ulet.

Metode yang dapat digunakan untuk pengerasan permukaan salah satunya adalah flame hardening. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja poros AISI 4140. Proses flame hardenig pemanasannya dilakukan dengan nyala oksiasetilin, dimana poros dicekam pada spindle kemudian diputar melalui motor dengan kecepatan putar tertentu. Permukaan poros yang berputar dipanaskan dengan torch pemanas yang diikuti torch pendingin yang bergerak horisontal. Variasi kecepatan putar poros adalah 0,37 rpm, 0,75 rpm, dan 1,15 rpm. Variasi kecepatan gerak torch adalah 4 mm/menit dan 8 mm/menit. Kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch digerakkan oleh motor yang diatur oleh inverter. Jenis nyala api yang digunakan adalah nyala karburasi.

Dari hasil pengujian yang menunjukkan nilai kekerasan tertinggi adalah variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan kecepatan gerak torch 4 mm/menit. Kekerasan permukaan pada spesimen ini mencapai 814,1 HV sedangkan pada bagian tengah spesimen kekerasanya adalah 311 HV. Hasil foto struktur mikro menunjukkan bahwa fasa martensit tampak pada permukaan spesimen dan pada bagian seterusnya diikuti fasa perlit dan ferit. Hal ini menunjukkan bahwa spesimen bersifat keras pada permukaannya, sedangkan pada bagian tengah tetap ulet atau lunak.


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri logam di Indonesia sangat berperan penting sebagai industri dasar untuk kemajuan bidang industri lainnya. Dimana studi tentang pengolahan maupun perlakuan logam menjadi sangat penting untuk menghasilkan produk dengan kualitas logam sesuai dengan yang diinginkan. Pada beberapa elemen mesin misalnya rear axle dan roda gigi memerlukan sifat keras atau kuat di permukaan dan lunak atau ulet di bagian tengah. Permukaan baja perlu dikeraskan karena pada dasarnya kekerasan terkait dengan sifat kekuatan atau ketahanan aus. Semakin keras suatu permukaan baja maka sifat kekuatan atau ketahanan aus juga akan lebih baik.

Metode yang dapat digunakan untuk pengerasan permukaan salah satunya adalah metode flame hardening. Metode flame hardening merupakan metode pengerasan permukaan yang dilakukan dengan cara memanaskan permukaan komponen baja secara cepat hingga di atas temperatur titik kritis (critical point) sehingga membentuk fasa austenit kemudian diquenching secara cepat (menggunakan air atau udara bertekanan) untuk mengubah struktur austenit menjadi martensit yang yang memiliki sifat keras (Amstead dkk, 1995).

Proses flame hardening pada poros, pemanasannya dilakukan dengan nyala oksiasetilin, yang mana poros dicekam pada spindle kemudian diputar melalui motor dengan kecepatan putar tertentu. Permukaan poros yang berputar dipanaskan dengan torch pemanas yang diikuti torch pendingin yang bergerak horisontal dengan variasi kecepatan yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan nilai kekerasan yang tinggi, diperlukan lama flame heating yang terbaik pada daerah/area yang dikenai proses flame hardening. Hasil kekerasan, yakni kekerasan permukaan dan kedalaman pengerasan dari proses flame hardening ini sangat dipengaruhi oleh parameter kecepatan gerak torch dan parameter kecepatan putar poros.


(17)

commit to user

Harga kekerasan tertinggi dicari melalui proses pemanasan pada permukaan material dengan torch pemanas, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan pendinginan secara tiba-tiba dengan nozzle pendingin. Proses pengerasan dilakukan secara otomatis dengan alat flame hardening dengan melakukan variasi terhadap kecepatan putar poros dan kecepatan gerak torch, sehingga akan didapatkan harga kekerasan tertinggi.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut: 1. Komposisi kimia pada spesimen homogen.

2. Temperatur air pendingin konstan. 3. Kecepatan gerak torch konstan. 4. Kecepatan putar poros konstan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mencari harga kekerasan dari baja karbon yang dikenai perlakuan panas flame hardening dengan variasi kecepatan gerak torch dan kecepatan putar poros.

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Mampu menambah pengetahuan yang dapat berguna dalam bidang perlakuan panas dalam aplikasinya sebagai flame hardening.

2. Mampu diterapkan pada industri perlakuan panas pada logam di tingkat menengah ke bawah sebagai upaya peningkatan kualitas produk.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

2. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah percobaan dan pengambilan data.

4. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.

5. Bab V Penutup, berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat petanyaan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesii. Saran memuat pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada para peneliti yang ingin mengembangkan penelitian yang sejenis.


(19)

commit to user LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Sari dkk (2004) melakukan penelitian tentang pengerasan permukaan pada baja AISI 1050. Pada hasil penelitian dapat diamati bahwa jumlah keausan pada logam induk berkurang dengan quenching oli, tetapi ketahanan aus tidak meningkat jika menggunakan proses induction hardening dan termochemical yang lain. Meskipun demikian, jumlah keausan pada logam induk berkurang secara signifikan dengan metode thermal spraying. Bahkan dengan penambahan remelting threatment setelah penyemprotan akan mengurangi keausan sampai jumlah yang kecil. Jadi penerapan remelting treatment setelah penyemprotan berperan lebih penting dalam mengurangi keausan

Lee dkk (2003) melakukan studi eksperimen tentang pengaturan kekerasan permukaan dan kedalaman pengerasan dari baja 12Cr dengan menggunakan proses flame hardening. Pada percobaan ini, perubahan temperatur dari baja 12Cr dikontrol secara presisi untuk mengetahui temperatur permukaan dan pengaruh kecepatan pendinginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, proses flame hardening meningkatkan kekerasan baja 12Cr (dari kekerasan dasar, 250 HV) sampai 420–550 HV. Semakin tinggi laju pendinginan, maka pengerasan pada material semakin dalam.

Nurkhozin (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh proses flame hardening pada baja tempa. Dari pengujian kekerasan didapatkan nilai kekerasan tertinggi (yaitu 865.8 HVN ) pada spesimen dengan kombinasi perlakuan tempa, anneal dan flame hardening. Pada pengamatan struktur mikro, spesimen dengan kombinasi perlakuan tempa, anneal dan flame hardening terbentuk struktur martensit dan ferrit.

Nelu dkk (2008) melakukan penelitian tentang pengerasan permukaan pada baja karbon rendah (A3k) yang menggunakan YAG:Nd pulse laser. Pada penelitian yang dilakukan, energi laser, frekuensi dan penyetelan fokus sangat berpengaruh terhadap penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

pengaruh pengerasan permukaan dengan sinar laser terhadap struktur makro dan struktur mikro baja karbon rendah. Hasil dari penelitian ini adalah kekerasan meningkat (98-169 HV).

Danang (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan torch dan jenis nyala api terhadap kekerasan permukaan baja karbon pada proses automatic flame surface hardening. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan 28 mm/menit dengan nyala karburasi, menghasilkan kekerasan pada permukaan spesimen yang optimal yaitu 879,10 HV pada permukaan dan 232,80 HV pada bagian bawah spesimen.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Perlakuan Panas pada Baja

Untuk memperoleh sifat mekanik dan struktur mikro yang diinginkan, dapat dilakukan dengan perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas didefinisikan sebagai proses yang terdiri pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan padat untuk memperoleh sifat yang diinginkan (Clark dan Varney, 1962).

Perlakuan panas dapat mengubah baja dengan cara mengubah ukuran dan bentuk butirnya serta mengubah struktur mikronya. Diagram fasa besi-karbon seperti pada gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara temperatur dan fasa yang terbentuk dan batas antara daerah fasa dapat terlihat dengan jelas.


(21)

commit to user

Proses perlakuan panas dengan cara full annealing sering digunakan pada baja karbon rendah hingga baja karbon tinggi yang akan dikenai proses permesinan setelah mengalami proses deformasi plastis. Logam yang akan dianil di austenisasi dengan cara memanaskan logam sebesar 15-400C (30-70 0F) di atas garis A3 (temperatur eutectoid) (gambar 2) sampai keseimbangan tercapai. Logam kemudian didinginkan dengan cara perlahan-lahan dengan cara mematikan furnace sehingga temperatur logam turun dengan rata-rata penurunan yang sama, yang mana hal ini membutuhkan waktu yang lama. Struktur mikro hasil dari proses full anneal dari baja karbon adalah perlit kasar yang mempunyai sifat relatif ulet (Callister, 1994).

Tujuan utama dari proses anil adalah pelunakan, sehingga baja yang keras dapat dikerjakan melalui permesinan atau pengerjaan dingin. Bila logam yang dikeraskan dipanaskan di atas daerah kritis, fasanya kembali menjadi austenit dan pendinginan perlahan-lahan memungkinkan terjadinya transformasi dari austenit menjadi fasa yang lebih lunak (Amstead dkk, 1995).

Gambar 2.2. Diagram fasa karbida besi (Calister, 1994)

2.2.3 Proses Quench (Quenching)

Dalam proses pengerasan, baja didinginkan dengan cepat dari temperatur austenit sehingga mencapai temperatur kamar dalam media quench air atau oli. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya transformasi fasa austenit menjadi fasa pearlit dan mendapatkan struktur mikro yang diinginkan, yaitu fasa martensit. Fasa martensit merupakan fasa dengan harga kekerasan yang paling tinggi bila


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

dibandingkan dengan fasa-fasa yang lain. Harga kekerasan fasa martensit berkisar antara 450–750 VHN (folknard, 1984).

Gambar 2.3. Hubungan kadar karbon dengan kekerasan (Calister, 1994)

2.2.4 Pengerasan Permukaan

Pengerasan permukaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Amstead dkk, 1995) :

a. Pengerasan permukaan material yang terbuat dari baja yang mengandung karbon di bawah 0,3 %, yang tidak dapat dikeraskan secara langsung. Agar dapat dikeraskan, maka komposisi kimia di permukaan perlu dinaikkan kadar karbonnya. Proses ini dapat dilakukan dengan cara merendam material di dalam campuran antara serbuk arang (60 %) dan BaCO3/NaCO3 (40%). Kemudian

dipanaskan pada suhu 825-925 0C selama beberapa waktu. Semakin lama waktu perendaman, maka semakin dalam karbon yang masuk ke dalam permukaan material.

b. Pengerasan permukaan benda kerja yang terbuat dari baja yang mengandung karbon di atas 0.3 %, yang dapat dikeraskan secara langsung. Disini, benda kerja dipanaskan secara tepat hingga mencapai suhu pengerasan sehingga suhu ini hanya mencapai kedalaman yang dangkal saja, bagian yang dipanaskan kemudian diquench. Lapisan atas yang telah dikeraskan hanya menjangkau ke sebelah dalam benda kerja dan hanya sejauh yang dicapai sampai suhu pengerasan


(23)

commit to user induksi.

2.2.5 Flame Hardening (Pengerasan Nyala)

Dasar pengerasan nyala adalah sama dengan pengerasan induksi, yaitu pemanasan yang cepat disusul dengan pencelupan permukaan. Tebal lapisan yang mengeras tergantung pada kemampuan pengerasan bahan, karena selama proses pengerasan tidak ada penambahan unsur-unsur lainya. Pemanasan dilakukan dengan nyala oksiasetilin yang dibiarkan memanasi permukaan logam sampai mencapai suhu kritis. Saat suhu tercapai permukaan langsung disemprot dengan air. Dalam hal ini bagian dalam tak berpengaruh, tebal lapisan yang keras tergantung pada waktu pemanasan dan suhu nyala (Amstead dkk, 1995).

Semakin lama flame bekerja maka tebal pengerasan akan semakin besar. Lamanya flame bekerja dapat diatur menurut kebutuhan melalui kecepatan laju atau jangka waktu di antara pemanasan dan pendinginan. Tingkat kekerasan yang dihasilkan akan meningkat dengan kecepatan pendinginan media quench. Skema dari proses flame hardening dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Prinsip Flame Surface Hardening

Pengerasan permukaan Flame hardening memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari metode ini antara lain :

a. Waktu pengerasan yang singkat b. Kedalaman pengerasan dapat diatur c. Penyusutan benda kerja kecil


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Kerugian dari metode ini adalah kurang cocoknya metoda ini untuk diterapkan pada benda kerja dengan ukuran besar.

2.2.6 Case Depth

Pengukuran kekerasan dilakukan dari sisi luar ke bagian dalam dari benda kerja. Menurut standar ISO no. 2693 – 1973 : tebal lapisan didefinisikan sebagai jarak dari permukaan benda kerja ke suatu bidang yang memiliki kekerasan dilakukan sebesar 550 HV. Jadi menurut ISO, pengukuran kekerasan dilakukan dengan metode vikers (Suratman, 1994).

Gambar 2.5. Hasil pengukuran kedalaman pengerasan berdasarkan ISO (Suratman, 1994)

2.2.7 Nyala Api Oksi-asetilen

Gas yang biasa digunakan untuk keperluan flame hardening adalah gas oksi-asetilen. Gas oksi-asetilen ini dapat diperoleh melalui perangkat las Gas Oksi-asetilen. Pengeluaran gas dapat diatur dengan mengatur kran dan torch/brander sehingga dapat menimbulkan 3 macam nyala api yang berbeda (Harsono, 2000) :

1. Nyala api netral

Gambar 2.6. Nyala api netral (Harsono, 2000) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

distance for surface (mm)

h a rd n e s s n u m b e r (H V ) Batas kekerasan


(25)

commit to user

asetilen dengan persamaan reaksi pertamanya sebagai berikut : C2H2 + O2 ®2CO + H2 + kalor

Reaksi ini membentuk kerucut inti (dalam) yang berwarna hijau kebiruan dan terang nyalanya. Selanjutnya karbon monoksida bersama hidrogen yang terbentuk bereaksi dengan oksigen yang berasal dari udara dengan suatu persamaan kimia :

2CO +O2 ®2CO2

2H2 + CO ®2H2O

Pembakaran ini membentuk kerucut luar yang berwarna biru bening. Nyala ini banyak digunakan, karena tidak berpengaruh terhadap logam yang dilas.

2. Nyala api karburasi (Carburizing Flame)

Nyala ini terjadi bila volume oksigen lebih sedikit dari volume asetilen, kemudian akan membentuk 3 daerah nyala api :

Gambar 2.7. Nyala api karburasi (Harsono, 2000)

a. Nyala api inti , yang akan menyebabkan terbentuknya karbon monoksida, karbon, dan hidrogen menurut persamaan :

2C2H2 + O2 ®2CO + 2C + H2

b. Nyala api tengah, yaitu teroksidasinya C dengan O2 menurut persamaan :

2C + 2O2 ®2CO2

c. Nyala api luar, yaitu hasil pembakaran CO2 dan H2 menurut persamaan :

2CO + O2 ® 2CO2

2H2 + O2 ®2H2O

Nyala api karburasi cenderung menimbulkan terak pada permukaan benda kerja dan dalam prakteknya nyala api ini banyak digunakan untuk mengelas logam-logam non-ferro (contoh: temabaga, kuningan, dll).


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

3. Nyala api oksidasi (Oxidizing Flame)

Nyala yang terjadi bila volume oksigen lebih banyak dari volume asetilen. Karena sifat oksidasinya kuat, maka nyala ini banyak digunakan untuk memotong logam.

Gambar 2.8. Nyala api oksidasi (Harsono, 2000)

2.2.8 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan yang digunakan pada penelitian ini adalah pengujian kekerasan mikro Vickers. Pengujian ini menggunakan alat uji keras mikro vickers, dimana penumbuk yang digunakan berupa piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. Beban yang biasa digunakan pada pengujian kekerasan Vickers berkisar 1 sampai 2000 gram.(Dieter, 1998).

Gambar 2.9. Skema uji keras vickers dan jejak pembebanannya

Besarnya kekerasan Vickers dapat ditentukan dari persamaan (JIS, 1981) : VHN = 1,8542

L P

Dimana : P = beban yang diterapkan (Kg)

L = rata-rata diagonal bekas penekanan =

2 2 D 1 D +


(27)

commit to user METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material dan Metalographi serta di Laboratorium Proses Produksi Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret.

3.2 Bahan Penelitian

a. Poros Baja SCM 440 (AISI 4140)

Gambar 3.1. Poros Baja AISI 4140

b. Gas Asetilen dan gas oksigen


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

3.3 Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ditunjukkan pada skema alat flame hardening di bawah ini.

Gambar 3.3. Skema alat dan proses flame hardening

Spesifikasi alat yang digunakan antara lain adalah : a. Motor Listrik.

Motor Listrik digunakan untuk memutar power screw, sehingga akan menggerakkan torch pemanas.

Motor Listrik yang digunakan adalah motor induksi 3-phase dengan spesifikasi:

· Merk : TECO

· Type : AEEF

· Output : ½ HP 0,37 kW

· Hz :50 – 60

· Volt :220 / 380

· AMP S :2,0 / 1,2

· RPM :1370 – 1680

· Design :JIS–C4210

· Weight :11 Kg

· Bearing : 6202ZZ

Torch pendingin Torch pemanas


(29)

commit to user Gambar 3.4. Motor Listrik

b. Inverter

Inverter digunakan untuk memengatur putaran dari motor listrik, yaitu dengan menaikkan atau menurunkan frekuensi listrik.

Inverter yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut : · Merk :SVO151CS – 1

· Input : 220 – 230 V 16 A 1 Phase 50/60 Hz · Output :0 – input V

8 A 3 Phase 0 – 400 Hz

Gambar 3.5. Inverter

c. Torch Pemanas

Torch pemanas digunakan untuk memanaskan spesimen dengan menggunakan gas asetilen dan oksigen. Melalui alat ini juga besarnya debit gas asetilen dan oksigen dapat diatur untuk menentukan jenis nyala api. Diameter dari torch pemanas ini adalah 1 mm.


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Gambar 3.6. Torch Pemanas d. Nozzle Pendingin

Nozzle pendingin digunakan untuk menyemprotkan air untuk meng-quench spesimen setelah dipanaskan. Pada alat ini dilengkapi dengan kran yang berfungsi untuk mengatur debit air pendingin. Diameter dari nozzle pendingin adalah 5 mm.

Gambar 3.7.Nozzle Pendingin e. Pompa Aquarium

Alat ini digunakan untuk mensirkulasi air pada nozzle pendingin. Pompa akuarium yang digunakan mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

· Merk :Atman

· FL maks :1300 L/h

· H maks :1,2 meter

· Daya :25 W 50 Hz

· Voltase :AC 220/240V

Gambar 3.8. Pompa Aquarium

f. Mesin uji keras Vickers

Alat ini digunakan untuk mengetahui besarnya kekerasan spesimen sebelum dan setelah dilakukan proses automaticflame surface hardening.


(31)

commit to user

Gambar 3.9. Alat Uji Keras Vickers Peralatan pendukung pengujian flame hardening :

a. Flow meter, untuk mengukur konsumsi gas oksigen dan asetilen.

b. Belt, untuk mentransmisi gerak motor listrik untuk memutar power screw. c. Bak , menampung air pendingin sebelum dan sesudah digunakan.

d. Gerinda potong, untuk memotong plat baja dan spesimen. e. Pematik api, untuk menyalakan api pada torch pemanas.

Gambar 3.10. Alat pendukung pengujian automatic flame hardening

3.4 Parameter

Parameter proses flame surface hardening yang dibuat tetap adalah: a. Tekanan kerja gas oksigen sebesar 5 kg/cm2

b. Tekanan kerja gas asetilen sebesar 2,5 kg/cm2 c. Jarak torch pemanas dengan spesimen sebesar 5 mm d. Jenis nyala api pada torch pemanas adalah karburasi e. Debit air pendingin adalah 1000 cc/menit

(a) (b)


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Sedangkan parameter yang diubah-ubah adalah : a. Kecepatan putar poros.

b. Kecepatan gerak torch pemanas.

Gambar 3.11. Panjang nyala karburasi

3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Tahap Persiapan.

1. Pembuatan spesimen dari baja poros dengan dimensi :

Ø

3

0

100

Gambar 3.12. Dimensi Spesimen (satuan dalam milimeter). 2. Melakukan proses annealing dengan urutan sebagai berikut :

a. Memasukkan spesimen kedalam furnace pemanas. b. Memanaskan spesimen sampai temperatur 8500 C.

c. Setelah temperatur mencapai 8500 C, maka spesimen ditahan selama 30 menit dengan temperatur konstan.

d. Setelah 30 menit, mematikan furnace dan

menunggu/mendinginkan spesimen di dalam furnace sampai temperaturnya rendah (±3000 C)

e. Mengeluarkan spesimen dari dalam tungku. 3. Mengukur specimen dengan alat uji keras vickers.

4. Persiapan dan pemasangan seluruh alat ukur yang digunakan dalam pengujian, seperti: inverter, dan alat pendukung lainnya.


(33)

commit to user

Gambar 13. Laju pendinginan spesimen di dalam furnace

3.5.2 Tahap Pengambilan Data.

Tahap pengujian/pengambilan data terdiri dari : 1. Memasang spesimen pada spindel.

2. Membuka katup tabung gas asetilen dengan tekanan kerja 2,5 kg/cm2 . 3. Membuka katup tabung oksigen dengan tekanan kerja sebesar 5 kg/cm2. 4. Menyalakan torch pemanas dengan nyala api karburasi.

5. Menghidupkan inverter untuk menggerakkan motor, mengatur kecepatan putar poros 0,37rpm dan kecepatan gerak torch 4mm/menit.

6. Frekuensi pada inverter di-nolkan hingga motor listrik berhenti berputar. 7. Torch pemanas dan nozzle pendingin dimatikan kemudian dikembalikan

posisinya seperti semula.

8. Mengulangi langkah (1) – (8) dengan variasi sebagai berikut : Tabel 3.1 Parameter yang digunakan

No Kecepatan putar poros

Kecepatan gerak Torch

1 0,37 rpm 4 mm/menit

2 0,75 rpm 4 mm/menit

3 1,15 rpm 4 mm/menit

4 0,37 rpm 8 mm/menit

5 0,75 rpm 8 mm/menit

6 1,15 rpm 8 mm/menit

9. Melakukan uji keras mikro vickers pada spesimen setelah dilakukan proses flame hardening.

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10 waktu (h) te m pe ra tur


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

3.6 Teknik Analisis Data

Dari data yang telah diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis data yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap besarnya kekerasan spesimen dan struktur mikro spesimen setelah mengalami preoses flame hardening.

3.7 Cara Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian

Dari data-data yang diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan sebelum dan sesudah peroses berlangsung. Nilai kekerasan dan struktur mikro material hasil pengujian ini diambil yang terbaik, sehingga akan didapatkan variasi percobaan flame hardening yang menghasilkan nilai kekerasan optimal untuk spesimen.

3.8 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pengadaan bahan baja poros AISI 4140

Pemotongan spesimen dengan dimensi : P =100 mm

D = 30 mm

Pengujian komposisi kimia


(35)

commit to user

Gambar 3.14. Diagram alir penelitian A

Proses Annealing

Pengujian kekerasan vikers dan pengujian struktur mikro

Proses flame hardening

Variasi kecepatan putar poros:0,37 rpm, 0,75 rpm, 1,15 rpm. Variasi kecepatan torch:4 mm/menit, 8 mm/ menit.

Pengujian kekerasan vikers dan pengujian struktur mikro

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1 Raw Material

Komposisi raw material dari hasil pengujian komposisi kimia ditunjukkan pada Tabel 4.1. Berdasarkan dari hasil uji komposisi yang telah dilakukan, spesimen uji termasuk jenis baja karbon medium dengan kandungan karbon 0,401 %. Jenis baja karbon ini dapat dikeraskan secara langsung sehingga proses perlakuan flame hardening dapat diaplikasikan pada bahan ini.

Tabel 4.1 Komposisi Unsur Spesimen

Unsur Kandungan (%) Unsur Kandungan (%)

Fe 97.0 Co 0.0111

C 0.401 Cu 0.179

Si 0.259 Nb 0.0111

Mn 0.664 Ti 0.0065

P 0.005 V 0.0194

S 0.0169 W 0.0732

Cr 0.885 Pb 0.010

Mo 0.174 Ca 0.0015

Ni 0.213 Zr 0.0042

Al 0.0304 - -

Dari uji keras mikro vickers, nilai kekerasan raw material sebelum dan sesudah anil ditunjukkan dengan Gambar 4.1. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa nilai kekerasan rata-rata dari raw material adalah 308 HV setelah dilakukan proses anil turun menjadi 191 HV. Penurunan kekerasan ini disebabkan


(37)

commit to user

untuk mengembalikan sifat material seperti semula, sehingga pengaruh deformasi plastis menjadi hilang dan kekerasan material menjadi turun.

Gambar 4.1. Grafik hubungan kekerasan terhadap posisi pengujian pada raw material

Struktur mikro raw material sebelum dan sesudah anil dapat ditunjukkan pada gambar 4.2. Raw material mempunyai fasa perlit yang halus yang ditunjukkan Gambar 4.2. Setelah mengalami proses full anneal struktur mikronya berubah menjadi perlit. Struktur perlit yang terbentuk berukuran lebih besar atau biasa disebut perlit kasar (coarse perlite), hal ini terjadi karena full anneal proses pendinginannya sangat lambat.

(a) Raw material (b) setelah anil

Gambar 4.2. Struktur mikro raw material sebelum dan sesudah anil

200 µm 200 µm

Perlit halus

perlit ferrit

0 50 100 150 200 250 300 350

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm)

k

e

k

e

ra

s

a

n

(

HV

)

raw anil


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Besar butir austenit akan menentukan besar butir setelah pendinginan. Proses pendinginan yang sangat lambat akan menyebabkan terjadinya transformasi fasa austenit menjadi fasa perlit. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya besar butir yang kasar. Perlit dapat ditunjukkan berupa bagian yang gelap, sedangkan bagian yang terang adalah ferrit.

4.2 Pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan permukaan. Nilai kekerasan spesimen diambil dari 8 titik yang berbeda. Masing-masing titik diambil dari permukaan poros menuju ke bagian tengah poros. Jarak dari masing-masing titik telah ditentukan seperti Gambar 4.3.Untuk mempermudah arah analisa, maka variasi dari spesimen dikodekan dengan nama di bawah ini:

Tabel 4.2. Kode variasi

Kode Definisi

Raw Material awal ( baja AISI 4140 )

Anil Material setelah perlakuan anil

V4-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit

V4-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit

V4-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit

V8-n37 kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit

V8-n75 kecepatan putar poros 0,75 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit

V8-n115 kecepatan putar poros 1,15 rpm dan kecepatan gerak torch 8 mm/menit

Gambar 4.3. Posisi titik uji keras spesimen


(39)

commit to user

dilakukan proses flame hardening ditunjukkan pada Gambar 4.4. Pada spesimen v4-n37 mempunyai kekerasan tertinggi di permukaan mencapai 814 HV, spesimen n75 mempunyai kekerasan permukaan 730 HV dan spesimen v4-n115 mempunyai kekerasan permukaan sebesar 584 HV. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa spesimen v8-n37 mempunyai kekerasan di permukaan 468 HV, spesimen v8-n7 mempunyai kekerasan 331 HV dan spesimen v8-n115 mempunyai kekerasan 286 HV. Gambar 4.4 menunjukkan sebuah hubungan, dimana pada kecepatan gerak torch yang sama semakin cepat putaran poros maka kedalaman kekerasan semakin dangkal dan juga berpengaruh terhadap nilai kekerasan yang semakin rendah.

Nilai kekerasan permukaan yang paling dalam terjadi pada spesimen v4-n37 yang ditunjukkan Gambar4.4. Hal ini disebabkan konsentrasi panas pada variasi ini lebih tinggi sehingga fasa austenit yang terjadi sampai dalam.

Gambar 4.4. Grafik pengaruh kecepatan putar poros terhadap kekerasan pada spesimen

Sehingga ketika spesimen didinginkan secara cepat maka akan terbentuk fasa martensit. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.35 mm. Pada spesimen v4-n75 kedalaman pengerasan mencapai 1.75

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

k e k e ra sa n ( H V )

Jarak Pengujian ( mm dari permukaan)

v4-n37 v4-n75 v4-n115 v8-n37 v8-n75 v8-n115 Batas kekerasan


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

mm dan pada spesimen v4-n37 kedalaman pengerasan mencapai 2.4 mm. Pada spesimen v8-n37, spesimen v8-n75 dan spesimen v8-n115 nilai kekerasannya tidak mencapai 550 HV.

Struktur mikro pada spesimen hasil pengerasan ini dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Gambar 4.5.a menunjukkan bahwa tampak fasa martensit yang cukup merata. Daerah transisi yang tersusun fasa martensit, perlit dan ferit ditunjukkan Gambar 4.5.b. Daerah transisi ini adalah batas antara daerah yang terkena pengaruh oleh flame hardening dengan daerah yang tidak terkena pengaruh oleh flame hardening. Daerah yang tidak terpengaruh flame hardening ditunjukkan Gambar 4.5.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar butir yang kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit.

( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah

Gambar 4.5. Struktur mikro spesimen v4-n37.

( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah

Gambar 4.6. Struktur mikro spesimen v4-n75

200 µm 200 µm 200 µm

200 µm 200 µm 200 µm

perlit ferrit

martensit

martensit


(41)

commit to user

yang ditunjukkan Gambar 4.6.a dibanding Gambar 4.5. Pada gambar 4.6.b menunjukkan daerah transisi masih nampak sedikit fasa martensit, kemudian didominasi fasa perlit yang cukup besar dan sebagian kecilnya adalah fasa ferit. Gambar 4.6.c menunjukkan daerah yang tidak terpengaruh flame hardening. Ini ditunjukkan dengan besar butir kasar, dimana tersusun fasa perlit dan fasa ferit.

( a ) Tepi ( b ) Transisi ( c ) Tengah Gambar 4.7. Struktur mikro spesimen v4-n115

Daerah tepi tidak ada lagi fasa martensit yang terbentuk pada daerah ini sehingga kekerasan material pada variasi ini mulai turun yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.a. Fasa yang terbentuk disini adalah fasa perlit yang halus. Kemudian daerah transisi, fasa yang terbentuk adalah perlit dan ferit yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.b. Dalam hal ini kekerasan lebih rendah dibandingkan dengan spesimen yang lain. Daerah yang tidak terpengaruh flame hardening ditunjukkan Gambar 4.7.c. Hal ini ditunjukkan dengan besar butir yang kasar tersusun oleh fasa perlit dan fasa ferit.

4.3 Pengaruh kecepatan gerak torch terhadap kekerasan permukaan.

Dari uji keras mikro vikers, nilai rata-rata kekerasan spesimen setelah dilakukan proses flame hardening ditunjukkan Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Pengaruh kecepatan gerak torch (4mm/menit, 8mm/menit) dengan kecepatan putar poros 0.37 rpm ditunjukkan Gambar 4.8. Pengaruh kecepatan gerak torch (4 mm/menit, 8mm/menit) dengan kecepatan putar poros 0.75 rpm ditunjukkan pada Gambar 4.9. Pengaruh kecepatan gerak torch (4mm/menit, 8mm/menit) dengan kecepatan putar poros 1.15 rpm ditunjukkan Gambar 4.10.

50 µm 50 µm 200 µm


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Kecepatan putar poros yang sama (0,37 rpm) untuk kecepatan gerak torch 4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan yang lebih tinggi di permukaan spesimen, yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Kedalaman pengerasan untuk kecepatan torch 4 mm/menit juga lebih dalam dibanding dengan kecepatan torch 8 mm/menit. Menurut standar ISO, kedalaman pengerasan pada spesimen v4-n37 mencapai 2.5 mm dan pada spesimen v8-n75 kedalaman pengerasan tidak tercapai karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV sesuai standar ISO. Dari penjelasan diatas didapatkan hubungan bahwa pada kecepatan putar poros yang sama (0.37 rpm), kecepatan gerak torch 4 mm/menit menghasilkan pengerasan yang lebih dalam dibanding dengan 8 mm/menit. Hal ini disebabkan ketika menggunakan kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang bekerja tidak mencapai temperatur austenit.

Pengaruh dari besarnya kecepatan gerak torch terhadap nilai kekerasan permukaan sangat tinggi ditunjukkan Gambar 4.9. Hal ini dilihat dari nilai kekerasan tertinggi pada kecepatan torch 4 mm/menit sebesar 729 HV dan 8 mm/menit sebesar 331 HV. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n75 mencapai 1.7 mm. Kemudian spesimen v8-n75 kedalaman kekerasan menurut standar ISO tidak tercapai, karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV. Variasi kecepatan 4 mm/menit kekerasan sebesar 584 HV dan kecepatan 8 mm/menit sebesar 287 HV yang ditunjukkan Gambar 4.10. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.3 mm, untuk spesimen v8-n115 kedalaman pengerasan menurut standar ISO tidak tercapai. Penggunaan kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang bekerja tidak mencapai temperatur austenit. sehingga walaupun pendinginanya secara cepat tidak akan mencapai kekerasan yang tinggi.


(43)

commit to user

Gambar 4.8. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,37 rpm)

Gambar 4.9. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,75 rpm)

Gambar 4.10. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 1,15 rpm)

0 100 200 300 400 500 600 700

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari permukaan)

kek er a san ( H V ) v 4-n75 v 8-n75 Batas kekerasan 0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari permukaan)

k e k e ra s a n ( H V ) v8-n37 Batas kekerasan 0 100 200 300 400 500 600

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari Permukaan)

k e k e ra s a n ( H V ) v 4-n115 v 8-n115 Batas kekerasan


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Kecepatan gerak torch ternyata juga berpengaruh terhadap keseragaman nilai kekerasan pada permukaan spesimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. Perbandingan nilai kekerasan dari spesimen dengan kecepatan putar poros yang sama (0.37 rpm) dan kecepatn gerak torch berbeda (4 mm/menit, 8 mm/menit) yang ditunjukkan pada Gambar 4.12. Dalam hal ini bilamana masing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 4.12.a maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut dinyatakan merata. Kemudian bilamana maasing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut tidak merata yang ditunjukkan Gambar 4.12.b.

Gambar 4.11. Posisi titik uji keras pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37

(a) Spesimen v4-n37 (b) Spesimen v8-n37 Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37

dan spesimen v8-n37

0 100 200 300 400 500 600

0 1 2 3 4 5 6

jarak pengujian (m m dari perm ukaan)

k e k e ra s a n ( H V )

titik 1 titik 2 titik 3

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

0 1 2 3 4 5 6

jarak pengujian (mm dari perm ukaan)

k e k e ra s a n ( H V )

titik 1 titik 2 titik 3

Titik 2 Titik 3

(mm) 0.1 0.3 0.5 1.0 1.5 2 3 6


(45)

commit to user

yang ditunjukkan Gambar 4.11. Nilai kekerasan spesimen v4-n37 antara titik 1, titik 2 dan titik 3 cukup merata, dibanding dengan spesimen v8-n37. Hal ini disebabkan oleh keseimbangan kecepatan gerak torch dan kecepatan putar poros. Pada kecepatan putar poros yang sama, semakin lambat kecepatan gerak torch maka nilai kekerasan permukaan pada setiap titik akan merata. Sebaliknya bilamana semakin cepat kecepatan gerak torch maka kekerasan permukaan yang terjadi tidak merata. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan gerakan kecepatan gerak torch terhadap kecepatan putar poros. Daerah A adalah bagian yang terkena flame dan daerah B adalah bagian yang tidak terkena flame yang ditunjukka pada Gambar 4.13. Pengujian kekerasan pada titik 1 berada pada daerah A sedangkan titik 1 dan titik 2 berada pada daerah B. Gerak torch yang terlalu cepat juga mengakibatkan panas dari torch yang mengenai permukaan spesimen membentuk alur seperti ulir seperti ditunjukkan Gambar 4.13. Kondisi ini menunjukkan ada bagian yang tidak terkena pengaruh dari flame hardening sehingga ada bagian yang kekerasanya tinggi dan ada juga bagian yang kekerasannya rendah.

Gambar 4.13. Spesimen v8-n37

Dari berbagai variasi yang telah dilakukan proses flame hardening, pada spesimen v4-n37 (kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit) menghasilkan nilai kekerasan tertinggi yakni 814 HV. Dalam


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

penelitian ini material yang digunakan berdiameter 30 mm. Agar kecepatan pada variasi ini dapat digunakan untuk diameter yang berbeda maka dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

v : 2.π.n.R

: 6,28.0,37.15 : 34,7 mm/menit

n :

R v

. 2P

:

R . 28 , 6

7 , 34

Dimana :

v : kecepatan tangensial (mm/menit) n : putaran poros (rpm)

R : jari-jari poros (mm)


(47)

commit to user PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisa yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan kecepatan torch 4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan paling tinggi dibanding dengan variasi yang lain yaitu 814 HV pada permukaan spesimen. Bagian tengah spesimen nilai kekerasannya adalah 311 HV.

2. Kedalaman pengerasan pada variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan kecepatan torch 4 mm/menit mencapai 2.4 mm dari permukaan.

3. Variasi kecepatan putar poros dan gerak torch juga berpengaruh terhadap keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling. Pada spesimen variasi kecepatan putar poros 0.37 rpm dan gerak torch 8 mm/menit menghasilkan keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling yang tidak merata.

4. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0.37 rpm, 0.75 rpm, 1.15 rpm pada kecepatan gerak torch yang sama (8 mm/menit) tidak dapat mencapai kedalaman pengerasan.

5. Fasa martensit yang terjadi pada permukaan spesimen menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekerasan yang tinggi pada daerah tersebut.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan proses penelitian yang telah dilakukan dari penelitian ini, direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh variasi jarak antara torch dan permukaan spesimen.

2. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh variasi temperatur air pendingin.

3. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh variasi jarak antara torch pemanas dan nosel pendingin.


(1)

commit to user

Kecepatan putar poros yang sama (0,37 rpm) untuk kecepatan gerak torch

4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan yang lebih tinggi di permukaan spesimen, yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Kedalaman pengerasan untuk

kecepatan torch 4 mm/menit juga lebih dalam dibanding dengan kecepatan torch

8 mm/menit. Menurut standar ISO, kedalaman pengerasan pada spesimen v4-n37 mencapai 2.5 mm dan pada spesimen v8-n75 kedalaman pengerasan tidak tercapai karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV sesuai standar ISO. Dari penjelasan diatas didapatkan hubungan bahwa pada kecepatan putar poros yang sama (0.37 rpm), kecepatan gerak torch 4 mm/menit menghasilkan pengerasan yang lebih dalam dibanding dengan 8 mm/menit. Hal ini disebabkan ketika menggunakan

kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada spesimen mampu

mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang bekerja tidak mencapai temperatur austenit.

Pengaruh dari besarnya kecepatan gerak torch terhadap nilai kekerasan permukaan sangat tinggi ditunjukkan Gambar 4.9. Hal ini dilihat dari nilai kekerasan tertinggi pada kecepatan torch 4 mm/menit sebesar 729 HV dan 8 mm/menit sebesar 331 HV. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n75 mencapai 1.7 mm. Kemudian spesimen v8-n75 kedalaman kekerasan menurut standar ISO tidak tercapai, karena nilai kekerasan kurang dari 550 HV. Variasi kecepatan 4 mm/menit kekerasan sebesar 584 HV dan kecepatan 8 mm/menit sebesar 287 HV yang ditunjukkan Gambar 4.10. Kedalaman pengerasan menurut standar ISO pada spesimen v4-n115 mencapai 0.3 mm, untuk spesimen v8-n115 kedalaman pengerasan menurut standar ISO tidak tercapai.

Penggunaan kecepatan gerak torch 4 mm/menit panas yang bekerja pada

spesimen mampu mencapai temperatur austenit yang cukup dalam, setelah mendapatkan pendinginan yang cepat maka kekerasan yang dihasilkanpun akan

cukup dalam. Sebaliknya pada kecepatan gerak torch 8 mm/menit panas yang

bekerja tidak mencapai temperatur austenit. sehingga walaupun pendinginanya secara cepat tidak akan mencapai kekerasan yang tinggi.


(2)

commit to user

Gambar 4.8. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit

dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,37 rpm)

Gambar 4.9. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit

dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 0,75 rpm)

Gambar 4.10. Grafik kekerasan dengan variasi kecepatan gerak torch 4 mm/menit

dan 8 mm/menit (kecepatan putar poros 1,15 rpm)

0 100 200 300 400 500 600 700

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari permukaan)

kek er a san ( H V ) v 4-n75 v 8-n75 Batas kekerasan 0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari permukaan)

k e k e ra s a n ( H V ) v4-n37 v8-n37 Batas kekerasan 0 100 200 300 400 500 600

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5

jarak pengujian (mm dari Permukaan)

k e k e ra s a n ( H V ) v 4-n115 v 8-n115 Batas kekerasan


(3)

commit to user

Kecepatan gerak torch ternyata juga berpengaruh terhadap keseragaman nilai kekerasan pada permukaan spesimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. Perbandingan nilai kekerasan dari spesimen dengan kecepatan

putar poros yang sama (0.37 rpm) dan kecepatn gerak torch berbeda (4 mm/menit,

8 mm/menit) yang ditunjukkan pada Gambar 4.12. Dalam hal ini bilamana masing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 4.12.a maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut dinyatakan merata. Kemudian bilamana maasing-masing titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda maka kekerasan permukaan yang dihasilkan pada spesimen tersebut tidak merata yang ditunjukkan Gambar 4.12.b.

Gambar 4.11. Posisi titik uji keras pada spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37

(a) Spesimen v4-n37 (b) Spesimen v8-n37 Gambar 4.12. Perbandingan kekerasan antara spesimen v4-n37

dan spesimen v8-n37

0 100 200 300 400 500 600

0 1 2 3 4 5 6

jarak pengujian (m m dari perm ukaan)

k e k e ra s a n ( H V )

titik 1 titik 2 titik 3

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

0 1 2 3 4 5 6

jarak pengujian (mm dari perm ukaan)

k e k e ra s a n ( H V )

titik 1 titik 2 titik 3

Titik 2 Titik 3

(mm) 0.1 0.3 0.5 1.0 1.5 2 3 6


(4)

commit to user

Perbedaan nilai kekerasan antara spesimen v4-n37 dan spesimen v8-n37 yang ditunjukkan Gambar 4.11. Nilai kekerasan spesimen v4-n37 antara titik 1, titik 2 dan titik 3 cukup merata, dibanding dengan spesimen v8-n37. Hal ini

disebabkan oleh keseimbangan kecepatan gerak torch dan kecepatan putar poros.

Pada kecepatan putar poros yang sama, semakin lambat kecepatan gerak torch

maka nilai kekerasan permukaan pada setiap titik akan merata. Sebaliknya

bilamana semakin cepat kecepatan gerak torch maka kekerasan permukaan yang

terjadi tidak merata. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan gerakan kecepatan gerak torch terhadap kecepatan putar poros. Daerah A adalah bagian yang terkena flame dan daerah B adalah bagian yang tidak terkena flame yang ditunjukka pada Gambar 4.13. Pengujian kekerasan pada titik 1 berada pada daerah A sedangkan titik 1 dan titik 2 berada pada daerah B. Gerak torch yang

terlalu cepat juga mengakibatkan panas dari torch yang mengenai permukaan

spesimen membentuk alur seperti ulir seperti ditunjukkan Gambar 4.13. Kondisi ini menunjukkan ada bagian yang tidak terkena pengaruh dari flame hardening

sehingga ada bagian yang kekerasanya tinggi dan ada juga bagian yang kekerasannya rendah.

Gambar 4.13. Spesimen v8-n37

Dari berbagai variasi yang telah dilakukan proses flame hardening, pada spesimen v4-n37 (kecepatan putar poros 0,37 rpm dan kecepatan gerak torch 4 mm/menit) menghasilkan nilai kekerasan tertinggi yakni 814 HV. Dalam


(5)

commit to user

penelitian ini material yang digunakan berdiameter 30 mm. Agar kecepatan pada variasi ini dapat digunakan untuk diameter yang berbeda maka dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

v : 2.π.n.R

: 6,28.0,37.15 : 34,7 mm/menit

n :

R v

. 2P

:

R

. 28 , 6

7 , 34

Dimana :

v : kecepatan tangensial (mm/menit) n : putaran poros (rpm)

R : jari-jari poros (mm)


(6)

commit to user

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisa yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan

kecepatan torch 4 mm/menit menghasilkan kekerasan permukaan paling tinggi

dibanding dengan variasi yang lain yaitu 814 HV pada permukaan spesimen. Bagian tengah spesimen nilai kekerasannya adalah 311 HV.

2. Kedalaman pengerasan pada variasi kecepatan putar poros 0,37 rpm dengan

kecepatan torch 4 mm/menit mencapai 2.4 mm dari permukaan.

3. Variasi kecepatan putar poros dan gerak torch juga berpengaruh terhadap keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling. Pada spesimen variasi kecepatan putar poros 0.37 rpm dan gerak torch 8 mm/menit menghasilkan keseragaman nilai kekerasan dalam arah keliling yang tidak merata.

4. Proses flame hardening dengan variasi kecepatan putar poros 0.37 rpm, 0.75 rpm, 1.15 rpm pada kecepatan gerak torch yang sama (8 mm/menit) tidak dapat mencapai kedalaman pengerasan.

5. Fasa martensit yang terjadi pada permukaan spesimen menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekerasan yang tinggi pada daerah tersebut.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan proses penelitian yang telah dilakukan dari penelitian ini, direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

variasi jarak antara torch dan permukaan spesimen.

2. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

variasi temperatur air pendingin.

3. Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh