Kajian Sub – Permukaan Baja Paduan Kekerasan Tinggi AISI 4140 Hasil Pembubutan Laju Tinggi Dan Kering Menggunakan Pahat CBN
TESIS
OLEH E N Z O W B S
087015011/MTM
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KAJIAN SUB – PERMUKAAN BAJA PADUAN KEKERASAN TINGGI AISI 4140 HASIL PEMBUBUTAN LAJU TINGGI DAN KERING
MENGGUNAKAN PAHAT CBN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik (MT) Dalam Program Studi Magister Teknik Mesin Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
OLEH
E N Z O W B S 087015011/MTM
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
KERING MENGGUNAKAN PAHAT CBN
Nama Mahasiswa : Enzo W B S
Nomor Pokok : 087015011/MTM
Program Studi : MAGISTER TEKNIK MESIN
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir.Armansyah Ginting, M.Eng.
Dr. Nasruddin Noer, M.Eng,Sc Ir. Syahrul Abda, MSc.
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Teknik
Dr. Eng. Ir. Indra, M.T Prof. Dr. Ir. H.Bustami Syam, MSME.
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 14 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting. M.Eng.
Anggota : 1. Dr. Nasruddin Noer, M.Eng,Sc
2. Ir. Syahrul Abda, M.Sc 3. Dr. Eng. Ir. Indra, M.T 4. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc
(5)
Keutuhan sub-permukaan memegang peranan penting dalam kualitas produk. Dalam penelitian ini, dampak laju pemotongan, gerak makan, kedalaman potong, dan keausan pahat terhadap sub – permukaan baja AISI 4140 pada pemesinan akhir untuk pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan pemesinan kering dikaji secara eksperimen menggunakan material pahat CBN. Empat parameter uji dengan tiga tingkatan kecepatan potong yaitu rendah, sedang dan tinggi. Analisa data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif didasarkan pada variabel terikat yaitu perubahan kekerasan mikro yang diperoleh dari variabel bebas yaitu laju pemotongan, laju pemakanan, kedalaman pemotongan dan keausan pahat. Analisa data kualitatif dilaksanakan atas dasar variabel terikat yaitu perubahan kekerasan mikro, perubahan struktur mikro, dan kemungkinan munculnya lapisan putih pada sub –permukaan baja AISI 4140. Interaksi laju pemotongan, gerak makan, kedalaman pemotongan serta keausan pahat tampak berpengaruh. Secara khusus ditemukan bahwa pada range keausan pahat CBN 0,16 mm sampai dengan 0,31 mm mampu menghasilkan perubahan struktur mikro ferit dan perlit, perubahan kekerasan mikro dan tidak menampakkan lapisan putih pada benda kerja baja AISI 4140 dengan ketebalan sampel setebal 0,5 mm.
Kata Kunci: Laju Pemotongan, Gerak Makan, Kedalaman Pemotongan, Keausan Pahat, Struktur Mikro, Kekerasan Mikro
(6)
ABSTRACT
The integrity of the sub - surface plays an important role in product quality. In this study, the impact of rate cuts, feed motion, depth of cut, cutting tool wear and tear on the sub - surface machining of steel AISI 4140 on the end for high speed machining, hard machining and dry machining studied experimentally using CBN cutting tool material. Four test parameters with three levels of cutting speed is low, medium and high. Conducted the data analysis of quantitative and qualitative. Quantitative analysis is based on the dependent variable is the change of micro hardness obtained from the independent variable is cutting speed, feed rate, depth of cut, tool wear. Qualitative data analysis conducted on the basis of the dependent variable is the micro hardness alternation, microstructure alternation, and the possible emergence of a white layer on the sub-surface of AISI 4140 steel. Interaction cutting speed, feed rate, depth of cut, tool wear visible effect. In particular it was found that the range of CBN cutting tool wear of 0.16 mm to 0.31 mm is capable of producing changes in the ferrite and pearlite microstructure, micro hardness alternation and did not show the white layer on AISI 4140 steel workpiece with a thickness of 0.5 mm thick
Keywords: Cutting Speed, Feed Rate, Depth Of Cut, Tool Wear, Microstructure, Microhardness
samples.
(7)
N a m a : Enzo Wiranta Battra Siahaan Jenis Kelamin : Laki - laki
Tempat / Tanggal lahir : Medan / 24 Agustus 1984
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Dahlan Tanjung No.86A, Kelurahan Pekan Tanjung Morawa, Kecamatan Tanjung Morawa, 20362. e-mail : enzo_battra@yahoo.com Pendidikan Formal
Tahun
Jenjang Pendidikan
Masuk Tamat
1990 1996 Sekolah Dasar (SD) Methodist Tanjung Morawa
1996 1999 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Methodist Tanjung Morawa
1999 2002 Sekolah Menengah Atas (SMA) Methodist Tanjung Morawa
2002 2005 Diploma III Politeknik Negeri Medan
2005 2008 Sarjana Teknik, Universitas Sumatera Utara
(8)
Pendidikan Non Formal
Tahun
Bidang Pendidikan/Kursus
Mulai Sampai
04/06/2004 11/08/2004 Paket Khusus Konstruksi Autocad
April 2005 April 2005 Upper Elementry Conversation
Pengalaman Pekerjaan :
No
Tahun
Diskripsi
Posisi
Mulai Sampai
1. 06/02/2008 08/07/2008 Maintenance Mesin Cup Staf Maintenance
2. 17/07/2008 Sekarang
Tenaga Pengajar Tingkat SMK Teknologi Industri Jurusan Teknik Kendaraan
Ringan (YP. Wira Jaya)
Guru Bidang Studi
3. 17/11/2008 Sekarang
Tenaga Pengajar di Universitas Setia Budi
(9)
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Berkat,
Rahmat dan KaruniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan judul ”KAJIAN SUB-PERMUKAAN BAJA PADUAN
KEKERASAN TINGGI AISI 4140 HASIL PEMBUBUTAN LAJU TINGGI DAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN PAHAT CBN”.
Penulisan tesis ini adalah sebagai hasil penelitian dalam rangka menyelesaikan
pendidikan Magister Teknik Mesin bidang Manufaktur, pada Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Dalam suka dan duka ketika penyusunan tesis ini
banyak bantuan, dorongan saran telah diberikan kepada penulis dan untuk ini penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: Bapak Prof.Dr.Ir.Armansyah
Ginting,M.Eng, selaku ketua komisi Pembimbing, Bapak Dr.Nasruddin
Noer,M.Eng,Sc, dan Bapak Ir.Syahrul Abda,M.Sc yang masing-masing sebagai
anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan petunjuk kepada
penulis mulai dari pembuatan proposal hingga menjadi tesis. Bapak
Prof.Dr.Ir.Bustami Syam,MSME selaku Dekan Fakultas Teknik, Bapak
Dr.Eng.Ir.Indra,M.T selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan masukan, saran dan
dukungan serta penggunaan fasilitas dalam melakukan penelitian ini. Seluruh Dosen
(10)
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membantu
terlaksananya proses penyelesaian tesis ini serta rekan dan para sahabat mahasiswa
Magister Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua
Ayahanda dan Bunda serta saudara-saudaraku yang telah memberikan doa, dukungan
dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan tesis ini
maka kritik dan saran demi perbaikan sangat diharapkan sehingga tesis ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan
membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin.
Medan, Desember 2011
Penulis
(11)
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTACT ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... .. xiv
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Proses Pemotongan dengan Bubut ……….…………... 6
2.2. Kondisi Pemotongan ……….……….. 10
2.2.1. Kedalaman Potong ……… 10
2.2.2. Kecepatan Potong ………. 11
(12)
2.3. Metalurgi Sub-Permukaan ……..……….. 12
2.3.1. Perubahan Struktur Mikro (Microstructure) ..………... 12
2.3.2. Perubahan Kekerasan Mikro (Microhardness) ……….….… 16
2.3.3. Pembentukan Lapisan Putih (White Layer)……….…... 19
2.4. Konsep Pemesinan Terkini ………..………. 22
2.4.1. Pemesinan Laju Tinggi ... 22
2.4.2. Pemesinan Keras ... 23
2.4.3. Pemesinan Kering ... 25
2.5. Pahat Potong ... 27
2.5.1. Umur Pahat ... 30
2.5.2. Suhu Pemotongan dan Aus Pahat ... 31
2.6. Bahan Teknik ... 32
2.6.1. Sifat dan Karakteristik Logam ... 33
2.7. Pemilihan Bahan ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1. Tempat dan Waktu ………. 37
3.2. Bahan ………. 37
3.2.1. Material Benda Uji ……… 37
3.2.2. Material Pahat ……… 39
3.3. Peralatan ………. 40
3.3.1. Mesin Bubut Konvensional ………... 40
3.3.2. Fixed Steady……… 41
3.3.3. Tool Holder ……… 42
3.3.4. Mikroskop USB Digital Rax Vision ……….. 42
3.3.5. Scanning Electron Microscopy (SEM) ……….. 43
3.3.6. Mikroskop Optik ………... 44
(13)
3.4.2. Pengumpulan Data ... 47
3.4.3. Rancangan Kegiatan Pemesinan ... 49
3.4.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 52
3.5. Persiapan Material Benda Uji ……….….….. 53
3.5.1. Proses Pemotongan Sampel Uji ………...… 53
3.5.2. Proses Pencetakan Sampel (Mounting Process)………. 53
3.5.3. Proses Penghalusan (Grinding Process) ………..….. 54
3.5.4. Proses Pemolesan (Polishing Process) ……….. 55
3.5.5. Proses Etsa (Etching Process) ……… 55
3.6. Teknik Pengukuran, Pengolahan Data dan Analisa Data ………… 56
3.6.1. Pengukuran Kekerasan Mikro ... 56
3.6.2. Analisa Metalurgi Sub-Permukaan Termesin ... 56
3.6.3. Pengolahan Data dan Analisa Data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 58
4.1. Data Hasil Pengujian ... 58
4.2. Hasil Pengujian Metalography Baja AISI 4140 ………....…….…. 60
4.2.1. Hasil Metalurgi Sub-Permukaan ………....……… 60
4.2.2. Hasil Kekerasan Mikro (Microhardness) ……….……. 68
4.3. Analisa Gangguan-Gangguan Pada Sub-Permukaan ……….. 69
4.3.1 Pemeriksaan Kemungkinan Terbentuknya Lapisan Putih (White Layer) ………...……… 69
4.3.2 Pengaruh Perubahan Struktur Mikro terhadap Laju Pemotongan dan Keausan Pahat ………..… 70
4.3.3 Perubahan Kekerasan Mikro (Microhardness) ……….. 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 81
5.1 Kesimpulan ... 81
5.2 Saran ……….……….……… 82
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Perbandingan Sifat Pahat ……….… 29
2.2. Komposisi AISI 4140 ... 35
2.3. Sifat Mekanik AISI 4140 ... 36
3.1. Komposisi Kimia Bahan AISI 4140 ... 38
3.2. Sifat Mekanik AISI 4140 ... 38
3.3. Sifat Mekanik dan Sifat Thermal dari Pahat CBN …………. 40
3.4 Spesifikasi Mesin Bubut Konvensional Merk EMCO Tipe Maximat V13 ………. 41
3.5 Desain Pengujian dengan Metode CCF ……….. 48
4.1 Data Hasil Pengujian ……….. 58
4.2 Data Kondisi Pemotongan Untuk Pembahasan …………. 59
4.3 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 200 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,31 mm ………... 68
4.4 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 200 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,16 mm ………. 68
4.5 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 225 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,7 mm, VB = 0,14 mm ………... 68
4.6 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 225 m/min, f = 0,16 mm/put , a = 0,7 mm, VB = 0,20 mm ………. 68
4.7 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 250 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,30 mm ……… 68
4.8 Data Kekerasan Mikro Dengan Kondisi v = 250 m/min, f = 0,16 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,10 mm ……….. 69
(15)
Nomor Judul Halaman
2.1. Skematis Proses Bubut ……….. 7
2.2. Pahat Potong dan Tool Holder ………. 8
2.3. Proses Bubut ... 9
2.4 Diagram Near Equilibrium Ferrite-Cementid (Fe-Fe3 2.5 Diagram TTT Untuk Baja Hypoeutectoid ……….. 16
C) …………. 14
2.6 Lapisan Putih yang Etsa Pada Permukaan Tempering Baja Hardened dan dengan Nital 2% ………... 20
2.7 Lapisan Putih yang Etsa Pada Permukaan Baja Normalized d engan Nital 2% ……….……… 20
2.8 Lapisan Putih yang Etsa pada Permukaan Baja Cor Adamite dengan berubah menjadi Ledeburite dengan Nital 2% ………..…… 21
2.9 Kecepatan Potong Pada Proses Laju Tinggi ... 23
2.10 Kekerasan Panas dan Ketahanan Aus Pahat Terhadap Kekuatan dan Ketangguhan ... 28
2.11 Tingkat Kekerasan dan Ketahanan Aus Pahat Terhadap Temperatur ... 29
2.12 Perbandingan Panas yang Diserap Pahat ………. 31
2.13 Diagram Pembagian Material Teknik ... 32
3.1. Material Benda Kerja ... 38
3.2. Pahat CBN (Cubic Boron Nitride) ………. 39
(16)
3.4. Mesin Bubut Konvensional Merk EMCO Tipe Maximat V13………40
3.5 Fixed Steady ………... 41
3.6 Tool Holder Sandvick Coromant ……… 42
3.7 Mikroskop USB Digital Rax Vision ………... 43
3.8. Scanning Electron Microscopy (SEM) ………... 44
3.9 Mikroskop Optik ……….. 45
3.10. Microhardness Test ……… 45
3.11 Metode Pemotongan Orthogonal dan Miring (Oblique) ………….. 47
3.12 Set-Up Mesin ……….. 51
3.13. Kerangka Konsep Penelitian ………. 52
4.1. Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 200 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,31 mm ……… 60
4.2 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 200 m/min, f = 0,15 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,16 mm ……….…… 61
4.3. Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 225 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,7 mm, VB = 0,14 mm ………... 61
4.4 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 225 m/min, f = 0,16 mm/put, a = 0,7 mm, VB = 0,20 mm ………. 62
4.5 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 250 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,30 mm ………... 62
4.6 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 250 m/min, f = 0,16 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,10 mm ………. 63
4.7. Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Menggunakan Peralatan SEM untuk Kondisi Tanpa Permesinan ……….….. 63
4.8 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 200 m/min, f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,31 mm ……… 64
(17)
4.10 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 225 m/min,
f = 0,1 mm/put, a = 0,7 mm, VB = 0,14 mm ……….. 65
4.11 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 225 m/min,
f = 0,16 mm/put, a = 0,7 mm, VB = 0,20 mm ………. 66
4.12 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 250 m/min,
f = 0,1 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,30 mm ………... 66
4.13 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Kondisi v = 250 m/min,
f = 0,15 mm/put, a = 0,3 mm, VB = 0,10 mm ………. 67
4.14 Hasil Pengujian Mikrostruktur dengan Menggunakan Mikroskop
Optik untuk Kondisi Tanpa Permesinan ……….. 67
4.15 Grafik Perubahan Kekerasan Mikro ………. 75
4.16 Perbandingan Perubahan Kekerasan Mikro ……….… 76
4.17 Perbandingan antara Kecepatan Potong dengan Nilai Kekerasan ... 77
4.18 Perbandingan antara Kedalaman Potong dengan Nilai Kekerasan.. 78
4.19 Perbandingan antara Gerak Makan dengan Nilai Kekerasan ……. 79
4.20 Perbandingan antara Keausan Pahat dengan Nilai Kekerasan …… 80
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Spesifikasi Material Kerja ……… 86
2 Spesifikasi Pahat CBN CB 7015 ……….. 87
3 Tabel Geometri Pahat CBN ………. 88
4 Rekomendasi Kedalaman Pemotongan ……… 89
(19)
a : Kedalaman potong (depth of cut) mm
T : Temperatur potong o
C
C
: Panas spesifik (specific heat) J/Kgo
d
C
: Diameter rata-rata benda kerja mm
dm : Diameter akhir benda kerja mm
do : Diameter mula benda kerja mm
E : Modulus elastisitas (modulus of elasticity) MPa
f : Laju suapan mm/rev
G : Modulus elastisitas geser (shear modulus) MPa
n : Putaran mesin rpm
Ra : Kekasaran Permukaan µm
h : Tinggi kontour kekasaran permukaan µm
VB : Aus sisi pahat mm
rc : Radius ujung pahat mm
V : Kecepatan potong (cutting speed) m/min
Z : Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) cm3
γ
/mnt
: Berat spesifik (specific weigth) kN/m
γ
3
:
(20)
γn : Sudut pembentuk kawah pemutus serpihan pada pahat ( o
λs
)
: Sudut miring pahat (oblique inclination angle) ( o
σ
)
:
u Tegangan tarik (ultimate tensile strength) MPa
σy : Tegangan geser (tensile yield strength) MPa
µ : Poisson's ratio
ρ : Density g/cm
Ф
3
: Sudut patah serpihan ( o
Kr
)
: Sudut potong utama ( o
K
)
(21)
Keutuhan sub-permukaan memegang peranan penting dalam kualitas produk. Dalam penelitian ini, dampak laju pemotongan, gerak makan, kedalaman potong, dan keausan pahat terhadap sub – permukaan baja AISI 4140 pada pemesinan akhir untuk pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan pemesinan kering dikaji secara eksperimen menggunakan material pahat CBN. Empat parameter uji dengan tiga tingkatan kecepatan potong yaitu rendah, sedang dan tinggi. Analisa data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif didasarkan pada variabel terikat yaitu perubahan kekerasan mikro yang diperoleh dari variabel bebas yaitu laju pemotongan, laju pemakanan, kedalaman pemotongan dan keausan pahat. Analisa data kualitatif dilaksanakan atas dasar variabel terikat yaitu perubahan kekerasan mikro, perubahan struktur mikro, dan kemungkinan munculnya lapisan putih pada sub –permukaan baja AISI 4140. Interaksi laju pemotongan, gerak makan, kedalaman pemotongan serta keausan pahat tampak berpengaruh. Secara khusus ditemukan bahwa pada range keausan pahat CBN 0,16 mm sampai dengan 0,31 mm mampu menghasilkan perubahan struktur mikro ferit dan perlit, perubahan kekerasan mikro dan tidak menampakkan lapisan putih pada benda kerja baja AISI 4140 dengan ketebalan sampel setebal 0,5 mm.
Kata Kunci: Laju Pemotongan, Gerak Makan, Kedalaman Pemotongan, Keausan Pahat, Struktur Mikro, Kekerasan Mikro
(22)
ABSTRACT
The integrity of the sub - surface plays an important role in product quality. In this study, the impact of rate cuts, feed motion, depth of cut, cutting tool wear and tear on the sub - surface machining of steel AISI 4140 on the end for high speed machining, hard machining and dry machining studied experimentally using CBN cutting tool material. Four test parameters with three levels of cutting speed is low, medium and high. Conducted the data analysis of quantitative and qualitative. Quantitative analysis is based on the dependent variable is the change of micro hardness obtained from the independent variable is cutting speed, feed rate, depth of cut, tool wear. Qualitative data analysis conducted on the basis of the dependent variable is the micro hardness alternation, microstructure alternation, and the possible emergence of a white layer on the sub-surface of AISI 4140 steel. Interaction cutting speed, feed rate, depth of cut, tool wear visible effect. In particular it was found that the range of CBN cutting tool wear of 0.16 mm to 0.31 mm is capable of producing changes in the ferrite and pearlite microstructure, micro hardness alternation and did not show the white layer on AISI 4140 steel workpiece with a thickness of 0.5 mm thick
Keywords: Cutting Speed, Feed Rate, Depth Of Cut, Tool Wear, Microstructure, Microhardness
samples.
(23)
1.1. Latar Belakang
Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan
perkembangannya makin pesat adalah industri pembuatan komponen mesin (Mike
dan Grover, 1996). Dalam kegiatan industri tersebut sangat berhubungan dengan
pengerjaan logam, seperti: pemesinan laju tinggi (High Speed Machining/HSM),
pemesinan keras (Hard Machining/HM) dan pemesinan kering (Dry
Machining/DM) dengan menggunakan pahat potong.
Pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan kering adalah tiga metode yang
dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas industri manufaktur yang
menghasilkan produk-produk dari operasi pemotongan logam. Pemesinan laju tinggi
adalah konsep pemotongan logam yang dilakukan pada laju pemotongan yang tinggi
(Moriwaki dan Schulz, 1992). Pemesinan keras adalah konsep pemotongan logam
yang langsung dilakukan terhadap bahan yang berkekerasan tinggi sebagaimana yang
disyaratkan suatu produk yaitu sampai dengan kekerasan ≥ 55 Hard Rockwell C (HRC). Selanjutnya pemesinan kering adalah permesinan berwawasan lingkungan
dimana proses pemotongan logam tidak lagi dilakukan sebagaimana lazimnya
menggunakan cairan pemotongan. Pada pemesinan kering cairan pemotongan hanya
(24)
sama sekali. Oleh sebab itu konsep pemesinan kering dari sudut pandang ekologi
disebut pemesinan hijau (Sreejith dan Ngoi, 1999).
Pemesinan keras lebih fleksibel, lebih ramah lingkungan dan memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan proses gerinda dalam hal produktivitas (Ozel et.al.,
2008). Namun untuk kualitas permukaan khususnya kemasan permukaan masih di
bawah proses gerinda. Hingga saat ini pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan
kering masih lazim dilakukan pada keadaan pemesinan basah (Sutter, 2005).
Mengimplementasikan ketiga konsep diatas untuk memotong suatu jenis logam
bagi menghasilkan suatu produk tertentu menghadapi beberapa masalah. Masalah
utama adalah tidak digunakannya cairan pemotongan mengakibatkan suhu
pemotongan dan gesekan akan lebih tinggi berbanding apabila cairan pemotongan
masih digunakan. Suhu dan gesekan yang tinggi selama pemotongan akan membawa
akibat buruk terhadap pahat. Pahat akan mengalami laju aus yang tinggi dan sebagai
konsekuensinya masa pakai pahat (umur pahat) akan rendah (singkat).
Dari beberapa penelitian terdahulu tiga pahat paling lazim digunakan pada
ketiga konsep di atas yaitu pahat dari bahan karbida (C.H. Che Haron et. al., 2008),
keramik dan CBN (Cubic Boron Nitride) (Ozel et. al., 2008). Dari ketiga jenis bahan
tersebut untuk pemesinan laju tinggi pahat karbida dan keramik paling banyak
digunakan untuk pemesinan keras adalah CBN (Cubic Boron Nitride). Namun
demikian belum ada ditemukan laporan yang konprehensif tentang pahat yang
digunakan pada pemesinan laju tinggi. Untuk memotong bahan berkekerasan tinggi
(pemesinan keras) yang dilakukan tanpa menggunakan cairan pemotongan 2
(25)
(pemesinan kering) (Streejith dan Ngoi, 2000), singkatnya perlu suatu studi dilakukan untuk mengkaji kemungkinan penggunaan pahat yang lazim digunakan pada industri
manufaktur pemotongan logam agar konsep pemesinan laju tinggi, pemesinan keras
dan kering dapat sekaligus dilakukan demi terwujudnya produktivitas yang tinggi
namun berwawasan lingkungan.
Di sisi lain, peningkatan produktivitas harus memperhatikan regulasi-regulasi
yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan. Untuk maksud tersebut, para
pakar pemesinan merekomendasikan konsep pemesinan kering. Pada konsep ini,
cairan pemotongan yang berpotensi mendistorsi lingkungan hidup dapat dieliminasi
sehingga konsep pemesinan kering memiliki dua manfaat, yaitu penyelamatan
lingkungan dan mereduksi ongkos produksi karena kontribusi 20% nilai cairan
pemotongan pada ongkos produksi tidak perlu lagi dikeluarkan (Sreejith dan Ngoi.,
2000).
Dari sudut pandang proses pemotongan logam, distorsi terhadap permukaan
benda kerja termesin dikaji melalui topik keutuhan permukaan (surface integrity).
Kajian keutuhan permukaan secara garis besar meliputi kajian topografi permukaan
dan metalurgi sub-permukaan. Kajian keutuhan permukaan yang diprakarsai oleh
Field dan Kahles (1971) melaporkan bahwa kajian ini begitu penting dilakukan,
apalagi pada benda kerja yang termasuk kepada produk yang akan digunakan sebagai
komponen berkehandalan tinggi. Sebagai contoh Rech dan Moisan (2003) pada
(26)
keutuhan permukaan seperti kekasaran, tegangan sisa, lapisan putih dan kajian
keutuhan permukaan. Oleh karena bahan AISI 4140 adalah bahan yang digunakan
untuk komponen sistem hidrolik berkehandalan tinggi maka apabila konsep
pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan kering diimplementasikan untuk
memproses bahan AISI 4140 maka perlu dilakukan kajian keutuhan permukaan untuk
memastikan hasil permukaan termesin tersebut dapat dihasilkan dengan baik yaitu
memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan oleh konsep keutuhan permukaan.
1.2. Perumusan Masalah
Objek yang dikaji pada penelitian ini adalah permukaan termesin baja paduan
AISI 4140 berkekerasan ≥ 55 HRC yang dihasilkan pada operasi pembubutan dengan penerapan konsep pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan kering menggunakan
pahat CBN. Menurut Rochim (1993) pahat yang potensial dapat digunakan pada
pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan kering adalah pahat karbida, keramik,
dan CBN yang dilihat dari segi tingkat kekerasan dan keuletan pahat. Namun, untuk
mencapai ketelitian dimensi dan kehalusan permukaan yang tinggi, diperlukan pahat
yang terbuat dari bahan yang handal yaitu dalam hal ini pahat CBN. Masalah utama
yang akan dirumuskan dari objek penelitian ini adalah bagaimana bentuk
karakteristik metalurgi sub-permukaan termesin AISI 4140 yang akan dikerjakan oleh
pahat CBN pada keadaan pemotongan laju tinggi, keras dan kering. Aspek metalurgi
sub-permukaan yang dikaji dikhususkan pada perubahan kekerasan mikro 4
(27)
(microhardness alteration), perubahan struktur mikro (microstructure alteration), dan
pembentukan lapisan putih (white layer).
1.3. Tujuan Penelitian
Melakukan kajian sub-permukaan baja paduan berkekerasan tinggi AISI 4140
hasil pembubutan laju tinggi dan kering meneggunakan pahat CBN merupakan tujuan
dari penelitian yang dilakukan. Kajian sub-permukaan yang terjadi difokuskan
kepada kajian sub-permukaan yaitu: struktur mikro, pembentukan lapisan putih dan
kekerasan mikro.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat utama antara lain:
1. Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi kapada
penyediaan data informasi dan pengembangan ilmu pemotongan logam
khususnya konsep pemesinan laju tinggi, pemesinan keras dan kering.
2. Bagi dunia industri manufaktur, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanika proses pemotongan logam membutuhkan parameter yang melibatkan
kondisi pemotongan dan geometri serta kemampuan pahat potong. Semakin besar
kecepatan potong semakin besar pula konsumsi tenaga mesinnya. Penampang
serpihan dalam proses pemotongan besarnya tergantung kepada gerak makan
(mm/put) atau dalam/tebalnya kedalaman potong (mm). Dalam proses pemesinan,
untuk mencapai kondisi pemotongan yang optimal dan stabil sangat perlu
diperhatikan adanya kombinasi besaran laju pemotongan, gerak makan, dan
kedalaman pemotongan yang sangat erat kaitannya terhadap umur pahat serta kualitas
permukaan bahan termesin (Rochim, 1993).
2.1. Proses Pemotongan dengan Bubut
Proses pemotongan logam merupakan kegiatan terbesar yang dilakukan pada
industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki
bentuk yang komplek dengan akurasi geometri dan dimensi tinggi. Prinsip
pemotongan logam dapat defenisikan sebagai sebuah aksi dari sebuah alat potong
yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda
kerja tersebut dalam bentuk geram. Meskipun definisinya sederhana akan tetapi
(29)
Salah satu proses pemesinan yang digunakan pada pemotongan logam adalah
proses bubut. Proses ini bertujuan untuk membuang material dimana benda kerja
dicekam menggunakan sebuah chuck atau pencekam dan berputar pada sebuah
sumbu, alat potong bergerak arah aksial dan radial terhadap benda kerja sehingga
terjadi pemotongan dan menghasilkan permukaan yang konsentris dengan sumbu
putar benda kerja. Gambar 2.1 adalah skematis dari sebuah proses bubut dimana n
adalah putaran poros utama, f adalah gerak makan, dan a adalah kedalaman potong.
Bagian-bagian serta penamaan (nomenclature) dari alat potong yang digunakan pada
proses bubut dijelaskan pada Gambar 2.2. Radius pahat potong menghubungkan sisi
dengan ujung potong (cutting edge) dan berpengaruh terhadap umur pahat, gaya
radial, dan permukaan akhir (Rochim, 1993).
.
Gambar 2.1. Skematis Proses Bubut
n
a
(30)
(a) (b) Gambar 2.2. Bagian-Bagian serta Penamaan (nomenclature)
(a) Pahat Potong (b) Tool Holder
Ada tiga parameter utama yang berpengaruh terhadap kondisi pemotongan,
peningkatan panas, keausan, dan integritas permukaan benda kerja yang dihasilkan.
Ketiga parameter itu adalah laju pemotongan (v), gerak makan (f), dan kedalaman
potong (a). Laju pemotongan adalah kecepatan keliling benda kerja dengan satuan
(m/min), laju pemakanan adalah perpindahan atau jarak tempuh pahat tiap satu
putaran benda kerja dengan satuan (mm/put), kedalaman potong adalah tebal material
terbuang pada arah radial dengan satuan (mm) (Rochim, 1993).
Menurut Rochim (1993) pada setiap proses pemesinan ada empat elemen dasar
yang perlu dipahami, yaitu:
a. Laju pemotongan (cutting speed ) : v (m/min)
b. Kecepatan makan (feeding speed) : vf
c. Waktu pemotongan (cutting time) : t
(mm/min)
c d. Kecepatan penghasilan geram : Z (cm
(min)
3 /min)
(31)
Keempat elemen dasar tersebut diatas dapat diketahui menggunakan rumus
yang dapat diturunkan berdasarkan Gambar 2.3:
Sumber: Taufiq Rochim (1993)
Keterangan gambar: do
d
= Diameter Awal Benda Kerja (mm) m
l
= Diameter Akhir Benda Kerja (mm)
t κ
= Panjang Pemesinan (mm)
r = Sudut Potong Utama (o γ
)
o = Sudut Geram (o
h = Tebal Geram Sebelum Terpotong (mm) )
hc
a = Kedalaman Potong (mm) = Tebal Geram (mm)
b = Lebar Pemotongan (mm) f = Gerak Makan (mm/put) vf
Gambar 2.3. Proses Bubut = Laju Pemakanan (mm/min)
(32)
2.2. Kondisi Pemotongan 2.2.1. Kedalaman Potong
Menurut Rochim (1993) kedalaman potong ditentukan oleh nilai minimum dan
maksimum yaitu dengan persamaan:
Untuk kedalaman potong minimum (amin
a
) adalah:
min = rc (mm) ....
dan kedalaman potong maksimum (a
... (2.1)
maks
a
) adalah:
maks = 0,7× S × sin κr
dimana: r
(mm) ...
(2.2)
c
S = Panjang Sisi Pahat (mm) = Radius Ujung (mm)
κr = sudut potong utama (o
Sudut potong utama (principal cutting edge angle/κ )
r) adalah sudut antara mata
potong utama pahat dengan kecepatan makan (vf
Lebar pemotongan:
), besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pada mesin bubut. Untuk nilai laju
pemakanan (f) dan kedalaman potong (a) yang tetap maka sudut ini akan
mempengaruhi lebar pemotongan (b) dan tebal geram sebelum terpotong (h) sebagai
berikut: r Sin a b κ
= (mm) ………….………….. (2.3)
Tebal geram sebelum terpotong:
r Sin
f h
κ
= (mm) ... (2.4)
(33)
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong adalah:
A = f × a = b × h (mm) ... (2.5) 2.2.2. Laju pemotongan (v)
Untuk memperoleh putaran mesin atau kecepatan potong digunakan
persamaan sebagai berikut:
n = d π v 1000 × ×
(rpm) ... (2.6)
dimana: v = laju pemotongan (m/min)
d = dimeter benda kerja (mm)
n = putaran spindel (rpm)
2.2.3. Gerak Makan (f)
Untuk proses penghalusan permukaan, gerak makan (f), ditetapkan sesuai
dengan kehalusan permukaan produk yang dikehendaki. Hubungan antara kekasaran
permukaan, radius ujung pahat, dan gerak makan secara empiris adalah sebagai
berikut (Dawson dan Kurfess, 2004):
Ra= c r f 2 0321 . 0 ×
(μm) ... (2.7) Atau
f =
0,0321 a c R
r ×
(mm/put) ... (2.8)
dimana: f = Gerak Makan (mm/put)
(34)
rc
Kecepatan makan: v
= Radius Ujung Pahat 0,2 (mm)
f = f × n (mm/min) ... (2.9)
Waktu pemotongan: f t c v l
t = (min) ……….………. (2.10)
Kecepatan penghasilan geram: Z = A × v (cm3/min) ……….……. (2.11)
Dimana: A = penampang geram sebelum terpotong
A = f × a (mm2
Maka: Z = v × f × a (cm
) ... (2.12)
3
/min) ... (2.13)
2.3. Metalurgi Sub-Permukaan
Metalurgi permukaan adalah suatu kegiatan yang mencakup pemeriksaan
terhadap perubahan kekerasan mikro (microhardness alteration), perubahan struktur
mikro (microstructure alteration), dan pembentukan lapisan putih (white layer).
2.3.1. Perubahan Struktur Mikro (Microstructure)
Struktur mikro adalah konfigurasi distribusi fasa untuk suatu komposisi
tertentu. Struktur mikro dari suatu logam dapat berubah oleh karena proses perlakuan
panas yang terjadi pada material tersebut. Salah satu contoh perlakuan panas yang
dapat dialami oleh sebuah material adalah melalui proses permesinan (machining)
(Gandjar Kiswanto, dkk., 2005). Dimana proses perlakuan panas yang terjadi yaitu
pada saat kecepatan potong yang tinggi dilanjuti dengan pendinginan udara.
Perlakuan panas (heat treatment) dapat digunakan untuk mengatur ukuran butir
dan meningkatkan sifat mekanik material (Anderson, 2003). Definisi perlakuan panas 12
(35)
berubah pada proses perlakuan panas ini adalah komposisi bahan.
Contoh proses perlakuan panas adalah full anealling, normalizing, dan
tempering. Pada full anealling dan normalizing baja karbon, semakin cepat laju
pendinginan, semakin kecil butir yang terjadi (Callister Jr, 2007). Full annealing
adalah pemanasan baja ke temperatur 300
Pada Gambar 2.4 adalah gambar diagram yang menunjukkan perubahan fasa
antara ferit dan sementit (Fe-Fe
C diatas garis A3 atau A1 (tergantung pada
kandungan karbon), ditahan pada temperatur tersebut untuk mendapatkan fasa secara
lambat pada tungku. Hasil untuk baja hypoeutectoid adalah perubahan fasa dari
austenit ke perlit lamellar kasar (butir besar) yang lunak, bebas tegangan, dan ferit
yang halus.
3C). Untuk diagram perubahan fasa antara ferit dan
sementit (Fe-Fe3C) terdiri 3 jenis baja diantaranya: baja hypoeutectoid,
hypereutectoid dan cast iron. Perubahan fasa yang terjadi pada ketiga jenis baja dapat ditunjukkan dengan perubahan struktur mikro yang dimulai dari ferit, perlit dan
sementit. Perubahan struktur mikro yang terjadi diakibatkan oleh karena beberapa faktor diantaranya: faktor kadar karbon yang dikandung, dan tingkat laju pendinginan
yang diberikan pada ketiga jenis baja tersebut. Tingkat laju pendinginan yang
diberikan pada ketiga jenis baja sangat dipengaruhi oleh media pendinginan yang
diberikan setelah proses perlakuan panas (heat treatment). Media pendinginan yang
(36)
Sumber: R.E.Smallman dan R.J. Bishop (2000)
Gambar 2.4. Diagram Near Equilibrium Ferrite-Cementid (Fe-Fe3
Struktur mikro Ferit ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas
maksimum kelarutan Carbon 0,025% C pada temperatur 723
C)
0
C, struktur kristalnya
BCC (Body Center Cubic) dan pada temperatur kamar mempunyai batas kelarutan karbon 0,008% C. Austenit ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas
maksimum kelarutan Carbon 2% C pada temperatur 11300 C, struktur kristalnya FCC
(Face Center Cubic). Sementit ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C 14
(37)
dengan perbandingan tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya
Orthohombic. Lediburit ialah campuran Eutectik antara besi gamma dengan sementit yang dibentuk pada temperatur 11300 C dengan kandungan karbon 4,3% C. Bainit
adalah agrerat dari ferit dan sementit (Fe3
Kata pelunakan (annealing) saja jika digunakan pada paduan besi (Fe)
menunjukkan proses full anneal. Jika digunakan pada paduan non besi kata
pelunakan (annealing) menyatakan perlakuan panas yang dirancang untuk
melunakkan struktur hasil pengerjaan dingin dengan rekristalisasi dan atau kemudian
pertumbuhan butir.
C) terbentuk pada kecepatan pendinginan
sedang dimana pada kondisi ini karbon sulit berdifusi kedalam fasa austenit.
Pada Gambar 2.5 menunjukkan diagram TTT untuk jenis baja hypoeutectoid,
dimana garis ordinat menunjukkan temperatur sedangkan garis absis menunjukkan
waktu. Melalui diagram TTT ini, dapat diketahui kapan transformasi austenit dimulai
serta waktu yang dibutuhkan untuk membentuk austenit sempurna. Untuk mencapai
martensit, kecepatan turunnya suhu dapat relatif dipercepat dengan menggunakkan media pendingin air. Seiring dengan turunnya suhu, pembentukan mendekati seratus
persen martensit. Terbentuknya struktur mikro bainit dengan kecepatan suhu yang
relatif lambat yaitu dengan menggunakan media pendinginan udara. Dimana media
pendinginan udara diberikan secara alam, sehingga lamanya untuk dingin
(38)
Sumber: R.E.Smallman dan R.J. Bishop (2000)
Gambar 2.5. Diagram TTT Untuk Baja Hypoeutectoid
2.3.2. Perubahan Kekerasan Mikro (Microhardness)
Pengertian pengerasan ialah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda
kerja menuju suhu pengerasan dan pendinginan secara cepat dengan kecepatan
pendinginan kritis.
Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening terhadap kekerasan
baja yaitu oksidasi oksigen udara. Selain berpengaruh terhadap besi, oksigen udara
berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai sementit atau yang larut dalam
austenit. Oleh karena itu pada benda kerja dapat berbentuk lapisan oksidasi selama proses hardening. Pencegahan kontak dengan udara selama pemanasan atau
(39)
hardening dapat dilakukan dengan jalan menambah temperatur yang tinggi karena
bahan yang terdapat dalam baja akan bertambah kuat terhadap oksigen. Jadi, semakin
tinggi temperatur, semakin mudah untuk melindungi besi terhadap oksidasi.
Bila bentuk benda tidak teratur, benda harus dipanaskan perlahan-lahan agar
tidak mengalami distorsi atau retak. Makin besar potongan benda, makin lama waktu
yang diperlukan untuk memperoleh hasil pemanasan yang merata. Pada perlakuan
panas ini, panas merambat dari luar kedalam dengan kecepatan tertentu. Bila
pemanasan terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam
sehingga dapat diperoleh struktur yang merata.
Benda dengan ukuran yang lebih besar pada umumnya menghasilkan
permukaan yang kurang keras meskipun kondisi perlakuan panas tetap sama. Hal ini
disebabkan oleh terbatasnya panas yang merambat di permukaan. Oleh karena itu
kekerasan dibagian dalam akan lebih rendah daripada bagian luar. Melalui perlakuan
panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, besar butir diperbesar atau
diperkecil, ketangguhan ditingkatkan atau permukaan yang keras disekeliling inti
yang ulet.
Karena memerlukan waktu yang lama dan mahal, dalam beberapa kasus full
annealing diganti dengan normalizing. Pada normalizing, pendinginan dilakukan di udara (laju pendinginan lebih cepat dibandingkan ditungku) dan menghasilkan
struktur perlit yang halus. Baja di normalizing untuk mendapatkan kekerasan dan
(40)
Tempering pada baja dilakukan dengan memanaskannya pada temperatur sedikit 7230
Perlakuan panas dengan pendinginan cepat mengakibatkan terbentuknya
martensit, martensit hasil pendinginan cepat akan meningkatkan kekerasan yang lebih baik, untuk mendapat martensite 100% dibutuhkan pendinginan lebih besar dari
pendinginan kritis austenit (Smallman dan Bishop, 2000).
C. Perlakuan panas ini umumnya dilakukan setelah proses celup cepat
(quenching). Tujuan dari tempering adalah untuk mendapatkan baja yang lebih
tangguh (tough) dan juga liat (ductile) tanpa banyak mengurangi kekuatan (strength).
Apabila austenit didinginkan dengan cepat akan terbentuk martensit, martensit
mempunyai struktur non kubik dan karena karbon terperangkat dalam kisi, tidak
mudah menjadi slip. Oleh karena itu martensit bersifat keras, kuat dan rapuh
(Smallman dan Bishop, 2000).
Pengujian kekerasan dimaksudkan untuk mendapatkan data perubahan
kekerasan dari bahan akibat adanya pemesinan. Pengujian dilakukan dengan mesin
uji keras (Vickers Hardness Testing Machine) dengan cara melakukan penekanan
pada sampel menggunakan penekan berbentuk piramida intan yang dasarnya bujur
sangkar. Besarnya sudut puncak identor piramida intan 1360
HVN = 1854,4 × P/d
. Besarnya angka
kekerasan dihitung berdasarkan persamaan:
2
(kg/mm2
Dimana: HVN : Angka Kekerasan Vickers (Hardness Vickers Number )
) ……… (2.13)
P : Beban yang digunakan (kg)
d : Diagonal Identasi (mm)
(41)
2.3.3. Pembentukan Lapisan Putih (White Layer)
Pembentukan lapisan putih (white layer) terbentuk oleh karena hasil dari
pemanasan yang sangat tinggi (suhu kisaran austentik) kemudian disertai
oleh deformasi yang kuat (cacat kisi), dan diikuti dengan langsung
pendinginan, biasanya untuk suhu kamar. Dalam area lapisan putih ini, bahan ini
biasanya dianggap sebagai martensit nanokristalin. Pembentukan lapisan putih
menghasilkan kekerasan yang sangat tinggi juga (diatas 1000 HV) dan kerapuhan
yang sangat tinggi juga (Pacyna et. al., 2005)
Pada Gambar 2.6 dijelaskan bahwa lapisan putih mudah dapat terbentuk dan tetapstabil di permukaanyang terbuat daribajahypoeutectoid. Hal ini jarang dibentuk
pada baja dengan bantuannormalisasidan stressanil, sehingga memiliki strukturperlit (Pacyna et. al., 2005).
Hasil dari kerentanan tinggi roll seperti memakai perekat yang dihasilkan dari
pembentukan materi yang mencuat ke permukaan. Lapisan putih namun mungkin masih hadirdi bawah lapisantersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Namun,sementithypereutectoiddihypereutectoid corbaja dantambahan, diubah ledeburite dalam karbon yang tinggi paduan baja cor sangat rendah kerentanan
terhadap lapisan putih pembentukan dan stabilisasi pada permukaan roll. Ini dapat
dianggap sebagai hasil darikoefisien gesekanlebih rendahantara bahandigulung dan
(42)
yang pakai. Namun, lapisan putih yang terbentuk pada permukaan ini bahan masih dapat diamati. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Sumber: Pacyna et.al (2005)
Gambar 2.6. Lapisan Putih yang Etsa Pada Permukaan Baja Hardened dan Tempering dengan Nital 2%
Sumber: Pacyna et.al (2005)
(43)
Gambar 2.7. Lapisan Putih yang Etsa Pada Permukaan Baja Normalized dengan Nital 2%
Sumber: Pacyna et.al (2005)
Gambar 2.8. Lapisan Putih yang Etsa pada Permukaan Baja Cor Adamite dengan berubah menjadi Ledeburite dengan Nital 2%
Untuk membatasi munculnya pembentukan lapisan putih maka dapat dilakukan
dengan cara mendistribusi secara merata presipitat dari sekunder
sementit. Dimana ketika endapan dari sementit sekunder secara seragam terdistribusi dipaduan mikro, atau ketika hanya presipitat dari ditransformasikan
ledeburit hadir dalam matriks paduan, maka lapisan putih dapat dengan mudah berbentuk dalam daerah bebas dari konstituen struktural yang ditentukan (B. Zhang,
1997).
Untuk menghindari konsekuensi dari pembentukan lapisan putih pada
(44)
hal mendistribusikan presipitat dari sementit sekunder pada materi struktur. Baja cor
hypereutectoid berpotensi sangat menarik dari hal ini distribusi yang seragam dapat membubarkan presipitat dari sekunder sementit dalam struktur mereka dapat dicapai
dengan penerapan sesuai pengubah selama pengecoran atau dengan perlakuan panas
yang sesuai, seperti perlakuan panas yang dijelaskan (Smallman dan Bishop, 2000).
2.4. Konsep Pemesinan Terkini
2.4.1. Pemesinan Laju Tinggi
Meningkatnya permintaan untuk menambah produktivitas dengan biaya
produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka
dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi
pemesinan laju tinggi (high speed machining) merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka volume
pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh
penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan laju
tinggi mampu menghasilkan produk yang halus permukaannya serta ukuran yang
lebih presisi.
Defenisi tentang proses pemesinan laju tinggi (high speed machining) yang
dikemukakan oleh para ahli dan masing-masing terdapat perbedaan namun sebagian
besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu terhadap
pendefenisian tersebut seperti yang dikemukakan oleh Schey (2000), beliau
menyatakan bahwa proses pemesinan laju tinggi adalah proses pemesinan dengan
(45)
kecepatan potong sebesar 5-10 kali lebih besar dari pada proses konvensional Schulz
(1999), dan Schulz et. al (1992) mengatakan bahwa proses pemesinan laju tinggi
ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan seperti yang terlihat pada
Gambar 2.9.
Sumber: Schultz dan Moriwaki (1992)
Gambar 2.9. Kecepatan Potong Pada Proses Pemesinan Laju Tinggi
2.4.2. Pemesinan Keras
Proses pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses pemesinan
keras pemotongan dilakukan terhadap benda kerja dengan kekerasan lebih besar dari
50 HRC. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut
keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya
kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasif,
dan nilai kekerasan atau modulus young ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu
maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan
(46)
terhadap berbagai macam jenis logam seperti: baja paduan (steel alloy), baja untuk
bantalan (bearing steel), hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan
baja tuang yang dikeraskan (Baggio, 1996).
Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi melalui pengurangan jumlah proses (tahapan), pengaturan peralatan dan waktu untuk
inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan
dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin
untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan
mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC
dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat signifikan dari
pahat potong bermata tunggal (single point cutting tool) sebagaimana yang digunakan
pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang
rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda.
Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras
adalah rasio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap
umur dari pahat tersebut harus rendah (Harrison, 2004). Intan diketahui sebagai
material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam
ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah mengalami difusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki
umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk
proses bubut keras adalah CBN (Cubic Boron Nitride), keramik, dan cermet (Dawson, 24
(47)
1999). CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok
digunakan pada proses bubut keras. Insert CBN mulai meningkat popularitasnya
setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride
sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali (Baggio, 1996).
2.4.3. Pemesinan Kering
Pada umumnya pemesinan untuk mempabrikasi komponen-komponen mesin
dilakukan dengan metode pemesinan basah (wet machining) (Sreejith dan Ngoi,
2000). Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan pemotong
selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi
bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan permukaan pemesinan memiliki suatu
integritas permukaan (surface integrity) yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan
penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak
dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap
kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme
keausan pahat serta umur pahat (Ginting, A, 2003).
Sreejith dan Ngoi (2000) melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan
bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih
banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas.
Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang-undang lingkungan hidup yang
berlaku. Menurut Seco (2004), badan administrasi keamanan dan kesehatan telah
(48)
pemesinan yaitu 0,5÷5,0 mg/m3 dan MWFSAC (Metalworking fluid Standard Advisory Committee) merekomendasikan sebesar 0.5 mg/m3
Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan
kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang
dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan (Streejith dan Ngoi, 2000), secara kuantitatif
menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan
kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak
menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Dari pertimbangan hal di atas
pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan
alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry machining) yang (Canter, 2003). Oleh
karena itu pemesinan laju tinggi perlu diperhatikan dengan menggunakan pemesinan
kering. Pemesinan kering diakui mampu mengatasi masalah pada dampak yang telah
diuraikan di atas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering,
karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan
mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan
membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh
residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang
antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan
keluar serpihan, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya
terkait dengan parameter pemesinan.
(49)
dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining)
merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering
diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos
produksi.
2.5. Pahat Potong
Prinsip dasar pemesinan adalah kemampuan ketangguhan (toughness) pahat
terhadap benda kerja termesin. Banyak perkembangan pada bahan pahat guna
meningkatkan kemampumesinan dimana geometri dan bahan pahat merupakan hal
yang perlu dipertimbangkan. Syarat bahan pahat yang harus dipenuhi mencakup:
1.Kekerasan terutama pengerasan karena panas, dengan tujuan untuk menjaga
suhu pemotongan dan mencegah perubahan bentuk plastik (Plastic
Deformation).
2.Ketangguhan/keuletannya harus dapat menahan beban kejut sewaktu
pemesinan.
3.Rendah sifat adhesi terhadap benda kerja untuk mencegah BUE (Built Up
Edge).
4.Rendah penyerapan (solubility) pahat terhadap unsur benda kerja untuk
mencegah aus pahat (Schey, 2000).
5.Tahan aus untuk mendapatkan umur pahat yang panjang.
6.Kemampuan kesetimbangan secara kimia terhadap pengaruh benda kerja
(50)
Pada bidang manufaktur dikenal jenis pahat yang tersedia adalah Baja Karbon,
HSS, Paduan Kobalt Cor, Karbida, Keramik, CBN (Cubic Boron Nitride) dan Intan. Agar dapat menetapkan jenis pahat yang tepat, maka perlu pertimbangan pemilihan
berdasarkan pada sifat-sifat pahat yang berhubungan dengan kekerasan, ketahanan
aus, kekuatan dan ketangguhan. Kekerasan, ketahanan aus, kekuatan dan
ketangguhan dari jenis pahat dapat dibandingkan dengan melihat seperti yang tertera
pada Gambar 2.10 dan 2.11 serta Tabel 2.1. Dimana kekerasan dan ketahanan aus
pahat terhadap kekuatan dan dan ketangguhan dapat dibandingkan dengan suhu
pemanasan dan nilai kekerasan.
Sumber: Kalpakjian (1995)
Gambar 2.10. Kekerasan Panas dan Ketahanan Aus Pahat Terhadap Kekuatan dan Ketangguhan
0 200 400
55 60 65 70 75 80 85 90 95
600 800 1000 1200 1400
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
100 300 500 700
Temperatur (oF)
K e ke ra sa ( H R A ) C a rb on To o l S tea ls Carbida Ceramics
Cast Alloys
H ig h S pe ed Ste als H R C 28
(51)
Sumber: Kalpakjian (1995)
Gambar 2.11. Tingkat Kekerasan dan Ketahanan Aus Pahat Terhadap Temperatur
Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Pahat
Sumber: Rochim (1993), dan Kalpakjian (1995)
Sesuai dengan topik yang dipilih maka pada penelitian ini jenis pahat
difokuskan pada CBN (Cubic Boron Nitride) untuk proses pemesinan keras dengan
laju potong yang tinggi. CBN termasuk jenis keramik, yang diperkenalkan oleh GE
(Schey, 2000). Dibuat dengan penekanan panas (HIP, 60 kbar, 1500oC) sehingga Bahan pahat Laju Pemotongan (m/menit) Temperatur kekerasan
panas (0C ) Kekerasan
(HRA)
Baja Karbon 10 300 60
HSS 25-65 650 83-86
Paduan Kobalt Cor 50-200 925 82-84
Karbida ÷ 650 1200 90-95
Keramik 330-650 > 2000 91-95
CBN 500-800 1300 100-110
Intan 300-1500 > 650 115-125
Intan, CBN
Aluminium Oksida (HIP) Aluminium Oksida + 30%, Titanium Karbida Silikon Nitride Carmet Karbida bersalut Karbida HSS K e ke ra s a n P a n a s d a n K e ta h a n a n A u s
Kekuatan dan Ketangguhan
Kek er asan ( H R A)
(52)
serbuk graphit putih Nitride Boron dengan struktur atom heksagonal berubah menjadi
struktur kubik. Pahat sisipan CBN dapat dibuat dengan menyinter serbuk BN tanpa
atau dengan material pengikut Al2O3 TiN atau Co. Hard hardness CBN ini sangat
tinggi, CBN ini dapat digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja dalam keadaan
dikeraskan (hardeneed steel), besi tuang, HSS maupun karbida semen. Afinitas
terhadap baja sangat kecil dan tahan terhadap perubahan reaksi kimiawi sampai
dengan temperatur pemotongan 1300o
2.5.1. Umur Pahat
C (laju potong yang tinggi).
Umur pahat sangat tergantung pada keausan yang dialaminya. Semakin besar
keausan yang dialami pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jika pahat
tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan
pada suatu saat ujung pahat akan rusak sama sekali sehingga tidak layak lagi untuk
digunakan, artinya pahat telah sampai pada tahapan umur maksimal penggunaannya.
Keausan yang terjadi dapat menimbulkan peningkatan gaya pemotongan
sehingga akan berdampak pada kerusakan pahat yang lebih fatal, kerusakan mesin
perkakas, dan kerusakan pada benda kerja, oleh karena itu perlu ditetapkan batas
harga keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan
lagi.
Pengaruh kondisi pemotongan terhadap umur pahat telah dinyatakan
berdasarkan pengembangan formula Taylor sesuai persamaan berikut ini:
v × Tc × n = C × f × p × a × q ... (2.14) 30
(53)
Dimana:
v = Laju pemotongan (mm/min)
Tc = Umur pahat (min)
C = Konstanta.
f = Gerak Makan (mm/rev).
a = Kedalaman potong (mm)
p = Pangkat untuk tebal pemakanan.
q = Pangkat untuk kedalaman potong
2.5.2. Suhu Pemotongan dan Aus Pahat
Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses
gesekan, yaitu antara serpihan dengan pahat, dan antara pahat dengan benda kerja.
Panas ini sebagian besar terbawa oleh serpihan, sebagian merambat melalui pahat dan
sisanya mengalir melalui benda kerja seperti yang terlihat pada Gambar 2.12.
Sumber: Wijngaard (2004)
Gambar 2.12. Perbandingan Panas yang diserap Pahat (a.) Pahat tidak berlapis (b.) Pahat berlapis
(54)
Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta suhu yang tinggi
maka permukaan aktif pahat akan mengalami aus. Aus tersebut makin lama makin
membesar yang selain memperlemah pahat juga akan memperbesar gaya pemotongan
sehingga dapat menimbulkan kerusakan dan mempengaruhi kualitas permukaan
benda kerja termesin (Rochim, 1993).
2.6. Bahan Teknik
Pembagian dari pada bahan teknik dapat dilihat pada Gambar 2.13. Bahan
logam ferro adalah suatu logam yang memiliki dasar paduan besi (ferrous),
sedangkan unsur lain hanyalah sebagai unsur tambahan untuk mendapatkan sifat
bahan sesuai dengan aplikasi dalam penggunaannya. Bahan logam non ferro adalah
bahan yang memiliki unsur logam tetapi tidak ada unsur besi (ferrous).
Sumber: Kalpakjian (1995)
Gambar 2.13. Diagram Pembagian Material Teknik
(55)
2.6.1. Sifat dan Karakteristik Logam
Logam mempunyai beberapa sifat antara lain: sifat mekanis, sifat fisika, sifat
kimia dan sifat pengerjaan. Sifat mekanis adalah kemampuan suatu logam untuk
menahan beban yang diberikan pada logam tersebut. Pembebanan yang diberikan
dapat berupa pembebanan statis (besar dan arahnya tetap), ataupun pembebanan
dinamis (besar dan arahnya berubah). Yang termasuk sifat mekanis pada logam,
antara lain: kekuatan bahan (strength), kekerasan elastisitas, kekakuan, plastisitas,
kelelahan bahan, sifat fisika, sifat kimia, dan sifat pengerjaan. Kekuatan (strength)
adalah kemampuan material untuk menahan tegangan tanpa kerusakan. Beberapa
material seperti: baja struktur, besi tempa, alumunium, dan tembaga mempunyai
kekuatan tarik dan tekan yang hampir sama. Sementara itu, kekuatan gesernya
kira-kira dua pertiga kekuatan tariknya.
Ukuran kekuatan bahan adalah tegangan maksimumnya, atau gaya terbesar
persatuan luas yang dapat ditahan bahan tanpa patah. Untuk mengetahui kekuatan
suatu material dapat dilakukan dengan pengujian tarik, tekan, atau geser. Kekerasan
(hardness) adalah ketahanan suatu bahan untuk menahan pembebanan yang dapat
berupa goresan atau penekanan. Kekerasan merupakan kemampuan suatu material
untuk menahan takik atau kikisan. Untuk mengetahui kekerasan suatu material
digunakan uji Brinell. Kekakuan adalah ukuran kemampuan suatu bahan untuk
menahan perubahan bentuk atau deformasi setelah diberi beban. Kelelahan bahan
adalah kemampuan suatu bahan untuk menerima beban yang berganti-ganti dengan
(56)
Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula
setelah menerima beban yang mengakibatkan perubahan bentuk. Elastisitas
merupakan kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula setelah gaya
dari luar dilepas. Elastisitas ini penting pada semua struktur yang mengalami beban
yang berubah-ubah terlebih pada alat-alat dan mesin-mesin presisi. Plastisitas adalah
kemampuan suatu bahan padat untuk mengalami perubahan bentuk tetap tanpa ada
kerusakan. Sifat fisika adalah karakteristik suatu bahan ketika mengalami peristiwa
fisika seperti adanya pengaruh panas atau listrik. Yang termasuk sifat-sifat fisika
adalah sebagai berikut: titik lebur, kepadatan, daya hantar panas, dan daya hantar
listrik. Sifat kimia adalah kemampuan suatu logam dalam mengalami peristiwa
korosi. Korosi adalah terjadinya reaksi kimia antara suatu bahan dengan
lingkungannya. Secara garis besar ada dua macam korosi, yaitu: korosi karena efek
galvanis dan korosi karena reaksi kimia langsung.
2.7. Pemilihan Bahan
Baja didefenisikan sebagai paduan antara besi (Fe) dan karbon, dengan
kandungan karbon tidak lebih dari 1,7%. Baja karbon yang memiliki satu atau lebih
unsur paduan disebut baja paduan (alloy steel) unsur paduan utama adalah:
Chromium (Cr), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molibdenum (Mo), dan Tungsten (W), unsur-unsur paduan ini berpengaruh terhadap sifat mekanik baja (Alamsyah,1993).
Kekerasan adalah salah satu sifat mekanik baja yang dapat dirubah melalui perlakuan
panas (heat treatment), tapi tidak semua jenis baja dapat dirubah kekerasannya 34
(57)
melalui perlakuan panas. Kelompok material baja yang dapat dirubah kekerasannya
melalui perlakuan panas adalah kelompok baja perkakas (tool material).
Pada penelitian ini dipergunakan material AISI 4140 berbentuk billet (round
bar). Material ini dipilih karena material ini sangat aplikatif dan material ini sangat
kuat dan tangguh untuk komponen mesin seperti: gear, crankshafts, connecting rods
dan gear shafts serta aplikasi lainnya 2010).
Landing gear pada pesawat terbang adalah komponen peralatan pada pesawat terbang yang terbuat dari baja perkakas. Kekerasan komponen ini basanya berkisar
antara 50 s/d 55 HRC. AISI 4140 memiliki kemampuan mesin, stabilitas dimensi saat
mengalami perlakuan panas (heat treatment), dengan kekerasan permukaan yang
tinggi. Pada proses perlakuan panas temperatur adalah variabel utama yang sangat
berpengaruh terhadap perubahan sifat mekanik bahan. Untuk komposisi bahan baja
paduan AISI 4140 dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan sifat mekanikal dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Komposisi Kimia AISI 4140
Sumber: http//www. matweb.com (2010)
Unsur Komposisi Kimia (%)
C 0,38-0,43
Fe 96,78-97,77
Mn 0,75-1,00
P 0,035 (maks)
S 0,04 (maks)
Si 0,15-0,30
Cr 0,80-1,10
(58)
Tabel 2.3. Sifat Mekanik AISI 4140
Sifat Nilai
Rasio Poisson 0,29
Modulus Elastis (GPa) 205
Kekuatan Tarik Maksimum (MPa) 1965
Kekuatan Luluh (MPa) 1735
Elongasi (%) 11
Area Reduksi (%) 42,0
Kekerasan (HRC) 52
Kekuatan Impak (J) 15
Sumber: http//www.matweb.com (2010)
(59)
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan sejak disetujuinya tanggal 17 Juli 2010
pengesahan usulan oleh pengelola program studi. Penelitian ini dilakukan di Bengkel
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan dan Laboratorium Material Test
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan, Perbengkelan Merbabu Medan,
Center for Material Processing and Felture Analysis (CMPFA) Universitas Indonesia Jakarta dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
3.2. Bahan
3.2.1. Material Benda Kerja
Bahan benda kerja adalah AISI 4140, dimana material ini termasuk kelompok
baja permesinan pengerjaan dingin (cold work machinery steels). Pertimbangan
pemilihan material kerja adalah karena material ini sangat aplikatif dan material ini
sangat kuat dan tangguh untuk komponen permesinan, otomotif dan bagian dari
pesawat terbang seperti: landing gear, crankshafts, roller cyclo speed reducer, shaft
dan lain-lain. Benda ini dipesan pada kekerasan 50÷55 HRC. Spesifikasi dari benda
kerja AISI 4140 dapat dilihat pada Lampiran 1. Bentuk dari pada benda kerja dapat
dilihat pada Gambar 3.1. Komposisi kimia, dan sifat mekanik dari benda uji dapat
(60)
Gambar 3.1. Material Benda Kerja
Tabel 3.1. Komposisi Kimia AISI 4140
Sumber: http//www. matweb.com (2010)
Tabel 3.2. Sifat Mekanik AISI 4140
Sifat Nilai
Rasio Poisson 0,29
Modulus Elastis (GPa) 205
Kekuatan Tarik Maksimum (MPa) 1965
Kekuatan Luluh (MPa) 1735
Elongasi (%) 11
Area Reduksi (%) 42,0
Kekerasan (HRC) 52
Kekuatan Impak (J) 15
Sumber: http//www.matweb.com (2010)
Unsur Komposisi Kimia (%)
C 0,38- 0,43
Fe 96,78-97,77
Mn 0,75-1,00
P 0,035 (maks)
S 0,04 (maks)
Si 0,15-0,30
Cr 0,80-1,10
Mo 0,15-0,25
(61)
3.2.2. Material Pahat
Dalam dunia manufaktur dikenal ada beberapa jenis pahat yang digunakan
pada proses pemotongan benda kerja. Pahat yang digunakan didasarkan pada
pertimbangan sifat pahat sesuai dengan kebutuhan pemakaian.
Berdasarkan pertimbangan diatas dan standard ISO K10 maka digunakan
pahat CBN (Cubic Boron Nitride). Pahat CBN yang digunakan adalah produk
perusahaan SANDVIK Coromant yang di rekomendasikan untuk proses bubut.
Pahat ini direkomendasikan untuk pemotongan baja dengan kekerasan yang
tinggi. Bentuk dan ukuran dari pahat CBN didisain sesuai standar ISO yaitu
TNGA160408S01030A 7015 dengan geometri pada Gambar 3.2 dan 3.3 dan sifat
mekanik serta sifat termal pada Tabel 3.3. Spesifikasi dari pahat CBN Tipe CB 7015
dapat dilihat pada Lampiran 2, 3 dan 4.
(62)
Tabel 3.3. Sifat Mekanik dan Thermal dari Pahat CBN
Sifat Nilai
Berat jenis (g/cm3) 3,48
Titik Lebur (oC) 2700
Kekuatan Patah (MPam0,5) 5
Modulus Young (GPa) 600-800
Ekspansi Thermal (10-6 K-1) 4,9
Konduktivitas Panas 150-700
Sumber: Karthick (2009)
3.3. Peralatan
3.3.1. Mesin Bubut Konvensional
Pemesinan dilakukan pada mesin bubut konvensional Merk EMCO Tipe
Maximat V13 dapat dilihat pada Gambar 3.4. Spesifikasi dari mesin bubut
konvensional Merk EMCO Tipe Maximat V13 dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Gambar 3.4. Mesin Bubut Konvensional Merk EMCO Tipe Maximat V13
(63)
Tabel 3.4. Spesifikasi Mesin Bubut Konvensional Merk EMCO Tipe Maximat V13
Daya 1,7/2,2 kW (2,3/3,0 hp)
Voltase (v) 220 380 440
Putaran (rpm) 1230 1500
Panjang pemesinan maksimum (mm) 850
Diameter Penjepit maksimum (mm) 158
Jumlah Putaran 16
Frekuensi (Hz) 50 60
Sumber: Data Mesin Politeknik Medan (2010)
3.3.2. Fixed Steady
Fixed Steady merupakan peralatan yang berfungsi untuk membuat lubang dudukan kepala lepas (tail stock) yang digunakan sebagai sumbu putar ketika benda
kerja berputar untuk melakukan pemesinan. Fixed Steady dapat dilihat pada Gambar
3.5.
(64)
3.3.3. Tool Holder
Tool holder merupakan peralatan yang digunakan sebagai pemegang pahat potong. Jenis tool holder yang digunakan dalam penelitian ini adalah Merk Sandvick
dengan kode Tool Holder Sandvick Coromant Tipe DTGNR/L2020 M 16. Tool
holder yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Tool Holder Sandvick Coromant
Keterangan kode dari Tool Holder Sandvick Coromant Tipe DTGNR/L2020
M 16 adalah sebagai berkut:
D = Sisipan (insert) dipasang dengan penjepitan
T = Sisipan (insert) berbentuk segitiga (triangular)
G = Bentuk pemegang tipe G
N = Sudut bebas 0
R = Arah pahat ke kanan o
2020 = Tinggi dan lebar gagang (shank) masing-masing 20mm
M = Panjang pemegang pahat 150 mm
16 = Ukuran sisipan 16 mm
3.3.4. Mikroskop USB Digital Rax Vision
Untuk mengambil data gambar keausan yang terjadi pada pahat setelah proses
pemesinan digunakan mikroskop USB Digital Rax Vision. Mikroskop ini dapat
(65)
memperbesar gambar hingga 200 kali pembesaran. Mikroskop USB Digital Rax
Vision dapat dilihat pada Gambar 3.7. Spesifikasi dari mikroskop USB Digital Rax dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 3.7. Mikroskop USB Digital Rax Vision
3.3.5. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Mikroskop elektron mempunyai perbesaran sampai 100 ribu kali, elektron
digunakan sebagai pengganti cahaya. Mikroskop elektron mempunyai dua tipe, yaitu
Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy
Scanning Electron Microscopy (SEM). Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk studi detil arsitektur permukaan sel (atau struktur renik lainnya), dan
obyek diamati secara tiga dimensi. Dalam Penelitian ini Scanning Electron
Microscopy seperti yang terlihat pada Gambar 3.8 digunakan untuk pengamatan munculnya lapisan putih (white layer) pada benda kerja.
(66)
Gambar 3.8. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Spesifikasi dari peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM) Merk
OXFORD dengan Tipe LEO 420i adalah sebagai berikut:
a. Model : 6599 e. Serial : 26911 – 1380 – 01
b. Det. Area : 10 mm2
c. Window : ATW 2 g. ATT. 2 : 0120113
f. ATT. 1 : 32CC38810
d. Resol : 133 ev h. Bias : -500 V
3.3.6. Mikroskop Optik
Mikroskop optik yang terlihat pada Gambar 3.9 digunakan untuk
memperhatikan perubahan struktur mikro dari benda kerja termesin. Spesifikasi dari
mikroskop optik antara lain:
a. Merk : NIKON - JAPANS
b. Model : MZ 445
(67)
c. Tipe : Sistem untuk Pembesaran Optik
d. Batas Pembesaran : 0,8 kali-3,5 kali ( Rasio Pembesaran: 4.4 : 1)
e. Objektif Tambahan : AL 0.5 kali dan 0.7 kali (optional)
Gambar 3.9. Mikroskop Optik 3.3.7. Microhardness Test
Peralatan microhardness test yang terlihat pada Gambar 3.10 digunakan untuk
menguji nilai perubahan kekerasan mikro dari benda kerja termesin.
(68)
Spesifikasi dari microhardness Test antara lain:
a. Merk : ZWICK
b. Model : 3202
c. Rentang pengukuran : 5-3000HV
d. Gaya pengujian : -10, 25, 50, 100, 200, 300, 500,
1000gf
e. Skala Vickers : HV001, HV0025, HV005,
HV01, HV02, HV03, HV05
dan HV1
f. Pembesaran-pembesaran mengukur sistim : 400X, 100X
j. Sumber optis : 12V/ 20W
k. Persediaan daya : 220V/ 110V AC, 50Hz/ 60Hz
3.4 Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan utama dan hasil penelitian yang ingin diperoleh, yaitu
analisa untuk mendapatkan keutuhan sub-permukaan benda kerja termesin dari aspek
topografi maka metode pengamatan metalograpi dan pengukuran kekerasan dari
benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan
kondisi perlakuan pemesinan miring (oblique). Kondisi pemotongan dan pengambilan
data dilakukan dengan cara inkremental yaitu pengamatan langsung dilakukan pada
setiap segmen perlakuan dengan kondisi pemotongan yang ditentukan, yaitu dalam
hal ini variasi perlakuan pemotongan setiap laju pemotongan (v) terhadap kedalaman 46
(69)
potong (a) dan gerak makan (f) untuk memperoleh daerah moderat. Sedangkan cara
pengamatan tidak langsung diluar metode penelitian ini. Kondisi perlakuan
pemotongan diperlihatkan seperti pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Metode Pemotongan Orthogonal dan Miring (Oblique)
3.4.1. Variabel yang diamati
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu laju pemotongan (v), gerak
makan (f), dan kedalaman potong (a). Sedangkan variabel terikat adalah sebagai
respon variabel yang diamati yaitu sebagai respon variabel yang diamati yaitu nilai
waktu pemotongan (tc) dan kekerasan Vickers (HV) permukaan benda termesin serta
lapisan putih (twl) yang terjadi.
Penetapan kondisi pemotongan disesuaikan dengan kemampuan pahat dan
mesin untuk pekerjaan pemesinan paduan baja keras dengan tingkat pemesinan
finishing.
3.4.2. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
(70)
tinggi dengan tiga variabel bebas yaitu laju pemotongan (v), gerak makan (f), dan
kedalaman potong (a).
Pengkajian dilakukan dengan kriteria bahwa pencatatan kekasaran permukaan
akan dihentikan apabila pengukuran aus tepi pahat (VB) lebih besar atau sama
dengan 0,3 mm. Batas 0,3 mm diadopsi dari standar pengujian pahat tunggal pada
proses pembubutan mengikut ISO-3685 (1995). Desain pengujian dengan metode
CCF (Cubic Center Face) dapat diperlihatkan seperti pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Desain Pengujian dengan Metode CCF
No v (m/min) f (mm/put) a (mm)
1 200,000 0,100 0,300
2 250,000 0,100 0,300
3 200,000 0,150 0,300
4 250,000 0,150 0,300
5 200,000 0,100 1,000
6 250,000 0,100 1,000
7 200,000 0,150 1,000
8 250,000 0,150 1,000
9 182.955 0,125 0,700
10 267.045 0,125 0,700
11 225,000 0,100 0,700
12 225,000 0,150 0,700
13 225,000 0,125 0,700
14 225,000 0,125 0,700
15 225,000 0,125 0,700
16 225,000 0,125 0,700
17 225,000 0,125 0,700
18 225,000 0,125 0,700
19 225,000 0,125 0,700
20 225,000 0,125 0,700
(71)
3.4.3. Rancangan Kegiatan Pemesinan
Untuk mendapatkan data karakteristik keutuhan sub-permukaan benda kerja
termesin pada proses pemotongan, maka kondisi pemotongan ditetapkan bervariasi.
Dengan menetapkan dan mengubah beberapa variabel kondisi pemotongan, seperti
kecepatan potong (v), gerak makan (f) dan kedalaman potong (a), maka akan
dihasilkan variabel terikat aus pahat (VB), waktu pemotongan (tc), perubahan
struktur mikro, pembentukan lapisan putih (white layer) dan perubahan kekerasan
benda kerja termesin. Permasalahan akibat getaran, gaya potong dan daya potong
serta jumlah panas akibat pemotongan yang terjadi diluar pembahasan ini.
Dimensi awal benda kerja yang digunakan adalah batang silinder dengan
diameter 75 mm dan panjang 245 mm. Serangkaian pekerjaan eksperimen untuk
melihat kemampuan pahat terhadap benda kerja dilakukan pemotongan benda kerja
dengan kondisi pemotongan seperti Tabel 3.5. Selanjutnya akan dilihat dan diambil
kondisi minimum dan maksimum dari masing-masing laju pemotongan (v). Setiap
kondisi pemesinan, pemotongan dimulai dari pinggir benda kerja dan berhenti apabila
aus tepi pahat (VB) mencapai 0,3 mm yang dianggap batas umur pahat atau nilai
kekasaran permukaan Ra = 1,6µm seperti yang telah dijelaskan diatas.
Tahapan pengambilan dan pengolahan data adalah:
1. Ukur geometri pahat atau gunakan data pihak pembuat pahat.
2. Set up mesin dan uji jalan kemudian hentikan uji jalan mesin.
3. Pasang benda kerja pada chuck mesin
(72)
5. Atur/sesuaikan putaran mesin dan gerak makan.
6. Jalankan mesin dan potong sekeliling permukaan luar benda kerja 2 × 0,5 mm untuk mendapatkan permukaan yang bersih.
7. Ganti pahat karbida dengan pahat CBN (Cubic Boron Nitride) sesuai
dengan yang direncanakan untuk dipakai pada penelitian.
8. Atur parameter pemotongan mesin dengan kondisi pemotongan pertama.
9. Jalankan mesin dan ukur waktu potongnya.
10. Periksa dan ukur aus tepi pahat dengan Mikroskop USB Digital Rax
Vision.
11. Catat/buat tabel untuk data yang diukur.
12. Ulangi pemotongan pada kondisi yang sama, Lakukan lagi langkah 9
sampai langkah 12. Pemotongan dihentikan bila aus tepi pahat (VB)
mencapai 0,3 mm yang dianggap batas umur pahat atau nilai kekasaran
permukaan Ra = 1,6 m.
13. Ganti pahat kedua kemudian atur kondisi pemotongan kedua lalu lakukan
lagi pengukuran seperti langkah 9 sampai langkah 12.
Ulangi langkah yang sama sampai kondisi pemotongan seperti pada Tabel
3.7 semuanya terpenuhi.
14. Untuk pengukuran dan pengamatan perubahan struktur mikro
(mikrostruktur), pembentukan lapisan putih (white layer) dan perubahan
kekerasan benda kerja termesin yang terjadi pada permukaan benda kerja 50
(73)
termesin, sampel diambil dari potongan permukaan benda kerja termesin
dari setiap kondisi pemotongan lalu dibentuk dan diproses sedemikian
rupa sehingga dapat diamati menggunakan mikroskop optik, Scanning
Electron Microscopy (SEM) dan microhardness test.
15. Analisa metalurgi sub-permukaan benda kerja termesin di tentukan oleh
kondisi pemotongan terbaik sesuai variasi pemotongan yang
direncanakan.
Proses pemesinan dilakukan dengan mesin bubut dengan set–up peralatan
seperti pada Gambar 3.12.
Keterangan gambar:
1. Pahat Potong
2. Benda kerja
3. Chuck
Gambar 3.12 Set-Up Mesin
3.4.4. Kerangka Konsep Penelitian
Untuk memperoleh jawaban dan pencapaian tujuan penelitian ini maka
kerangka konsep penelitian dan pemesinan ini digambarkan secara skematik seperti
yang terlihat pada Gambar 3.13. 3
(74)
Gambar 3.13 Kerangka Konsep Penelitian
Pakar-pakar pemesinan merekomendasikan Pemesinan Laju Tinggi, Pemesinan Keras dan Pemesinan Kering.
Membandingkan antara kecepatan potong (v), gerak makan (f), kedalaman potong (a) dan keausan pahat (VB) terhadap nilai kekerasan benda kerja
Mulai
Permasalahan :
Isu strategis industri pemotongan logam.
Produktifitas tinggi :
1. Pemesinan laju tingg (PLT) : V >>> 2. Pemesinan keras : HRC >>>
Keselamatan lingkungan :
Pemesinan kering, cairan pemotongan <<<
Variabel terikat :
1. HV= kuantitatif
2. Perubahan mikrostuktur (microstructure alteration) pembentukan lapisan putih (white layer) = kualitatif
Variabel bebas :
v,f,dan a = konstan
Cairan Pemotongan (-) = konstan
AISI 4140, CBN (Tipe CB 7015) = konstan Keausan Pahat = konstan
Tebal Sampel (t) = konstan Bubut = konstan
Hasil yang diperoleh adalah perumusan keutuhan sub – permukaan :
Metalurgi sub – permukaan (surface metallurgy) atau sub – permukaan yang meliputi : 1. Perubahan kekerasan mikro (microhardness alteration),
2. Perubahan struktur mikro (microstructure alteration), dan 3. Pembentukan lapisan putih (white layer).
Selesai
(1)
Smallman, H; Bishop, R.J.
Modern Physical Metallurgy and Materials Engineering
.
6
thEdition. PT. Gelora Aksara Pratama. 2000
Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A.
Dry Machining: Machining of the future, School of
Mechanical and Production Engineering.
Nanyang Technology University
Singapore. 2000.
Sutter, G.
Chip Geometries During High-Speed Machining For Orthogonal Cutting
Conditions.
International Journal of Machine Tools & Manufacture 45 (2005)
719–726.
Umroh, Bobby; Ginting, A; Sutarman; Hamsi, Alfian.
Performa Pahat CBN Pada
Pemesinan Laju Tinggi Keras dan Kering Bahan AISI 4140
. Buku Tesis
Magister Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. 2011.
Wijingaard. 2004.
The Effect Of Dry Machining On Burr Size.
Department Of
Mechanical Engineering University Of California At Berkeley California.
2004.
www.seco.com.
Materials CBN
. 200
8.
www.matweb.com.
Materials Information
. 2010
.
Zhang, B; Shen,W; Liu, Y; Tang, X and Wang,Y.
Microsructures of Surface White
Layer And Internal White Adiabatic Shear Band
. Wear 211 (1997) 164-168.
(2)
(3)
Lampiran 2. Spesifikasi Pahat CBN CB 7015
TURNING DATA RECOMMENDATIONS
General turning insert shape : C, D, S, T, V, W DTGNR2525M16, TNGA160408S01030A 7015WORKPIECE MATERIAL
CMC No: 04.1 Extra hard steel: Hardened and tempered
Hardness 59 HRC
TOOL
Entering angle : 91°
INSERT
Insert grade 7015
Nose radius (re) : 0.8 mm
CUTTING DATA RECOMMENDATION
Cutting speed (vc) : 200 m/min
Cutting depth (ap) : 0.25 mm
Feed (fn) : 0.2 mm/r
TOOL PATH
Machined diameters (Dm1,Dm2) : 70 70 mm
Axial length of cut (lz) : 240 mm
OPERATION/MACHINE LIMITATIONS
Maximum spindle speed (n_max) 10000 rpm
ESTIMATED RESULT
Cutting speed (vc) : 200 m/min
Spindle speed (n) : 909 rpm
Net power (Pc) : 1.5 kW
Productivity
Metal removal rate (Q) : 10 cm³/min
Time per pass (Tc) : 1.32 min
Toollife: 0.0 min
Number of passes (nap) : Surface roughness
Maximum profile height (Rt) : 6.3 μm
Average roughness (Ra) : 1.24 μm
(4)
(5)
(6)