PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN IPBA TERINTEGRASI YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK BERORIENTASI PENANAMAN KARAKTER DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP.

(1)

PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN IPBA TERINTEGRASI YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK BERORIENTASI

PENANAMAN KARAKTER DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA

Oleh Winny Liliawati

0907895

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Pengembangan Program Perkuliahan IPBA Terintegrasi

yang Mengakomodasi Kecerdasan Majemuk

Berorientasi Penanaman Karakter Diri dan Penguasaan Konsep

Oleh Winny Liliawati

S.Pd UPI, 2001 M.Si ITB, 2006

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan IPA

© Winny Liliawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua

Prof. Dr. Hj. Nuryani Y. Rustaman, M.Pd NIP. 195012311979032029

Kopromotor Merangkap Sekretaris

Dr. Dhani Herdiwijaya, M.Sc NIP. 196302261990011001

Anggota

Dr. Dadi Rusdiana, M.Si NIP. 196810151994031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam SPs UPI

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si NIP. 195807121983032002


(4)

PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN IPBA TERINTEGRASI YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK

BERORIENTASI PENANAMAN KARAKTER DIRI DAN PENGUASAAN KONSEP

Abstrak

Studi mengenai pembekalan materi IPBA dan penanaman karakter diri pada mahasiswa calon guru SMP dilakukan melalui pengembangan dan implementasi perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM). Hal ini dilatarbelakangi oleh cakupan Ilmu Bumi dan Antariksa yang sering dipersepsi menjadi dua materi kebumian dan keantariksaan yang diberikan secara terpisah sehingga pengetahuan siswa tidak utuh dan tidak bermakna. Pendekatan

Research and Development model 4-D digunakan untuk mengembangkan program perkuliahan IT-KM. Instrumen yang digunakan meliputi tes kemampuan IPBA terpadu, penilaian karakter (peer assessment) dan angket (self assessment) kecerdasan majemuk. Sejumlah (n=51) mahasiswa calon guru di Jurusan Pendidikan Fisika yang mengontrak mata kuliah IPBA tahun akademik 2011/2012 terlibat sebagai subyek penelitian dalam kelas eksperimen (n1=25) dengan menggunakan perkuliahan IT-KM dan kelas kontrol (n2=26) dengan memisahkan materi kebumian dan astronomi dan mengakomodasi pula kecerdasan majemuk. Program Perkuliahan IT-KM memadukan antara materi Astronomi dan Bumi yang lebih rinci yaitu dalam aspek: Fisika, Biologi, Kimia, Geologi, Geografi, Klimatologi, Oseanografi, Meteorologi, Astronomi, dan Lingkungan (environment), dan mengakomodasi berbagai kecerdasan majemuk selama perkuliahan, serta menanamkan karakter diri mahasiswa. Program perkuliahan IT-KM yang dirancang dapat meningkatkan penguasaan konsep IPBA terpadu calon guru IPBA di SMP dan menanamkan karakter diri mahasiswa. Peningkatan penguasaan konsep IPBA terpadu yang mendapatkan IT-KM lebih tinggi secara signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dibanding dengan kelas kontrol. Peningkatan penguasaan konsep untuk setiap kecerdasan majemuk memperoleh hasil yang tidak berbeda secara signifikan. Berarti program IT-KM berhasil mengakomodasi perbedaan kecerdasan majemuk. Selain itu program IT-KM dapat menanamkan karakter diri yaitu toleransi, kerjasama, kepekaan terhadap fenomena alam, berpikir terbuka, kecermatan, kerja keras, disiplin, dan kejujuran. Aspek karakter toleransi dan kerjasama memperoleh hasil yang lebih tinggi dari aspek lainnya. Antara kecerdasan majemuk dan karakter diri mahasiswa terdapat keterkaitan. Tujuh dari delapan kecerdasan majemuk, memegang peranan penting dan memberikan kontribusi terhadap penanaman karakter diri yaitu kecerdasan linguistik, naturalis, visual spasial, musikal, kinestetik, interpersonal dan intrapersonal. Program IT-KM dapat diimplementasikan bagi dosen/guru sains khususnya Fisika dan Geografi.


(5)

THE DEVELOPMENT OF INTEGRATED EARTH AND SPACE SCIENCE WITH MULTIPLE INTELLEGENCE COURSE TO BUILD CHARACTER AND TO IMPROVE CONCEPT MASTERY OF JUNIOR

HIGH SCHOOL PROSPECTIVE TEACHERS Abstract

A study to develop an integrated Earth and Space Science course with multiple intelligences has been carried out. This study is motivated by the common perception that Earth and Space Science (ESS) course is two separated subjects, resulting in un-meaningful and incomplete knowledge of the students. Research and Development with 4-D models was used to develop the integrated Earth and Space Science with multiple intelligences course (IT-KM). Several instruments are used that include the integrated ESS competence test, peer assessment, and self assessment for multiple intelligences. A number of prospective teachers (n=51) in Department of Physics Education who took Earth and Space Science course were participated in this study. The participants were divided into two groups: the experiment group (n=25) that was treated with IT-KM and control group (n=26) that was subjected to regular course with multiple intelligences. IT-KM combines the terrestrial and astronomical subject, that are detailed in the aspects of: Physics, Biology, Chemistry, Geology, Geography, Climatology, Oceanography, Meteorology, Astronomy, and Environment. IT-KM program was designed to improve the concept mastery of students, and self characters bulding. The result indicated that the concept mastery of the students in the experiment group was significantly higher (95%) than that of control group. The concept mastery of the multiple intelligence’s students was not much differ significantly. IT-KM program successfully accommodate multiple intelligences difference. The two self characters that embedded through IT-KM, namely tolerance and cooperation, both have a strong positive result and began to internalize phase. The other self characters, such as sensitivity to natural phenomena, open mind, accuracy, hard working, discipline, and honesty fell into growing category phase. It was found that there is an significant interrelation between multiple intelligence and self character of the students. Seven out of the eight multiple intelligences, namely linguistic, naturalist, visual-spatial, musical, kinesthetic, interpersonal and intrapersonal intelligence, play an important role in contributing to the self character building. Another impact is IT-KM can be implemented for science lecturer especially physics and geography lecturer.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian 1

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah 12

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 15

D.Struktur Organisasi Disertasi 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 18

A.Perkuliahan IPBA Terintegrasi yang Mengakomodasi Kecerdasan

Majemuk 18

B.Kecerdasan Majemuk 29

C.Pendidikan Karakter 35

D.Hasil Penelitian Lain yang Relevan 38

E. Kerangka Pemikiran 43

BAB III METODE PENELITIAN 45

A.Desain Penelitian 45

B.Prosedur Penelitian 47

C.Instrumen Peneltian dan Teknik Pengumpulan Data 55

D.Subyek Penelitian 61

E. Teknik Analisis Data 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 65

A.Hasil Penelitian 65

1. Hasil Tahap Pendefinisian

2. Hasil Tahap Perancangan Program IT-KM

65 69 3. Hasil Tahap Penyusunan dan Pengembangan Program IT-KM 77


(7)

B.Pembahasan 109

1. Karakteristik Program Perkuliahan IT-KM 109

2. Efektifitas IT-KM Terhadap Penguasaan Konsep IPBA Terintegrasi 112 3. Pembelajaran IPBA Terintegrasi yang Mengakomodasi Kecerdasan

Majemuk 116

4. Profil Karakter Diri Mahasiswa 120

5. Kaitan antara Karakter Diri dengan Kecerdasan Majemuk 121

6. Kekuatan dan Kelemahan Perkuliahan IT-KM 123

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 128

A.Kesimpulan 128

B.Rekomendasi 130

DAFTAR PUSTAKA 132

LAMPIRAN 139


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan suatu negara yang rawan bencana alam. Letak geografis Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng besar dunia, yaitu lempeng Pasifik, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Eurasia. Lempeng tersebut dapat mengalami pergeseran atau tumbukan antar lempeng yang mengakibatkan bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami dengan frekuensi dan kekuatan yang tinggi. Tsunami pada tahun 2004 merupakan tsunami terbesar sepanjang sejarah di dunia khususnya di Indonesia dengan menelan banyak korban jiwa sekitar 160.000 jiwa penduduk Asia termasuk Indonesia sekitar 136.500 jiwa (Tjasyono, 2006). Indonesia berada pada Pacific Ring of Fire yang merupakan jalur pegunungan aktif yang setiap saat dapat menimbulkan bencana seperti gunung meletus, gempa vulkanik, yang berdampak pada keselamatan manusia dan lingkungan. Bencana di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat dan telah menimbulkan korban dan kerugian yang besar (BNPB, 2011). Bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang merupakan jenis bencana yang dominan terjadi di Indonesia, rata-rata hampir 70% dari total bencana di Indonesia. Perubahan iklim global, perubahan penggunaan lahan dan meningkatnya jumlah penduduk makin memperbesar ancaman risiko bencana di Indonesia.

Indonesia berada di daerah ekuator Bumi strategis untuk mengamati benda-benda langit yang kaya akan penampakan fenomena alam dan benda-benda-benda-benda langit. Letak Indonesia di daerah ekuator Bumi memiliki medan pandang langit yang cukup jauh ke belahan Bumi langit Utara dan Selatan sehingga objek langit yang dapat diamati lebih banyak. Didukung pula oleh iklim musim Indonesia yang dipengaruhi oleh angin monsun yang berganti arah setiap enam bulan sekali yang menyebabkan Indonesia mengalami musim hujan dan kemarau. Kedua musim tersebut tidak selalu terjadi bersamaan di seluruh wilayah Indonesia. Demikian pula ada wilayah dengan curah hujan tinggi dan curah hujan rendah. Kondisi


(9)

tersebut menguntungkan para astronom dan masyarakat Indonesia untuk mengamati citra langit yang kaya dan lebih lama menikmati objek langit.

Dalam kehidupan sehari-hari, pengamatan tidak terlepas dari fenomena alam yang sering diamati dan dialami, misalnya pergantian siang dan malam, peristiwa gerhana Bulan atau Matahari, penampakan planet, komet, hujan meteor, penampakan rasi-rasi bintang, penampakan fase Bulan, penentuan hari keagamaan dengan melihat sabit bulan baru (hilal), penentuan tahun baru berdasarkan Matahari dan Bulan, perubahan iklim serta dampak yang ditimbulkan dari fenomena alam tersebut. Fenomena alam yang terjadi dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti dalam pelayaran dan pertanian, rasi bintang memegang peranan penting sebagai navigasi atau petunjuk arah dan penanda waktu bercocok tanam. Bagi pelaut, bintang Polaris dan bintang dalam rasi Crux merupakan petunjuk navigasi arah utara dan selatan. Bagi petani di Sukabumi, rasi Orion (Waluku) dan bintang tujuh (rasi Pleiades) digunakan sebagai penanda waktu bercocok tanam. Penampakan sabit bulan baru atau hilal sebagai penentu waktu puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, ataupun hari besar keagamaan lainnya.

Berdasarkan posisi dan kondisi Indonesia tersebut, ilmu pengetahuan tentang kebumian dan antariksa atau yang dikenal Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) sangat penting diketahui oleh masyarakat Indonesia. IPBA perlu diberikan sejak usia dini mulai dari sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Tujuan pendidikan sains termasuk di dalamnya IPBA adalah memberikan kemampuan pada setiap siswa dalam memahami konteks sains berupa isu-isu penting berkaitan dengan lingkungan, energi, dan kemajuan di bidang kedokteran (NRC, 1996 dan Trefil&Hazen, 2010). IPBA memfokuskan perhatian pada isu-isu lingkungan dan energi serta fenomena benda langit seperti penipisan ozon, pemanasan global, hujan meteor, atau batuan dari antariksa lainnya. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Rusia pada tanggal 15 Februari 2013, hujan meteor menimbulkan getaran di tanah, dentuman yang besar, memecahkan kaca-kaca rumah, mematikan jaringan telepon seluler dan menelan korban jiwa. IPBA memungkinkan orang untuk memperkirakan bencana alam yang akan terjadi


(10)

seperti banjir, kekeringan, badai, angin tornado, erupsi vulkanik, gempa bumi, dan membantu manusia untuk mengendalikan populasi dari kekuatan alam. Selain itu, melalui IPBA orang dapat mempelajari fenomena alam yang terjadi untuk dapat memahami kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Manusia dapat mengelola cara-cara pencegahan dan upaya mitigasi yang disebabkan oleh kedahsyatan bencana alam, apabila memiliki pemahaman yang baik mengenai mekanisme kejadian-kejadian alam.

Sekarang ini, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa sedang mengalami transformasi yang luar biasa. Dulu IPBA dianggap materi dengan porsi yang kecil dibanding dengan Fisika, Biologi, dan Kimia. IPBA muncul dari persepsi atau pandangan publik dan hasil penelitian di alam (bumi dan antariksa). Kehidupan dan masa depan manusia bergantung pada seberapa dalam memahami planet Bumi ini. Bumi merupakan suatu sistem yang kompleks dari komponen yang saling berhubungan dan menjadi sebuah paradigma utama dalam sains, yaitu cara pandang yang integratif dari banyak disiplin ilmu. Selanjutnya, era antariksa telah membuka pandangan baru yang revolusioner mengenai Bumi, serta memungkinkan untuk melihat, menjelajah dan meneliti dunia ini dengan cara yang belum pernah terpikirkan (Barstow & Geary, 2002). Penemuan planet di luar Tata Surya (exoplanet) yang lebih dari 930 obyek (per Maret 2013) dan tata surya di bintang lain juga mengubah paradigma bahwa planet dan tata surya merupakan hal yang biasa di alam semesta. Hal ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat. Dengan kata lain, planet dan tata surya tidaklah unik. Bidang-bidang multidisiplin (Geologi, Meteorologi, Biologi, Kimia, Fisika, Astronomi) akan terimbas dengan penemuan exoplanet ini. Oleh sebab itu, siswa harus memiliki pengetahuan yang utuh dan integratif dalam memahami fenomena alam, kehidupan, ilmu kebumian dan keantariksaan serta dapat menerapkannya dalam pola pikir kehidupan sehari-hari.

IPBA atau Earth and Space Science didefinisikan oleh Barstow dan Geary (2002) sebagai integrasi dan sintesis dari Fisika, Biologi, Kimia, Geologi, Oseanografi, Meteorologi, dan disiplin sains lainnya yang mempelajari kehidupan, Bumi, dan langit. Artinya ruang lingkup IPBA itu luas dan mendalam,


(11)

tidak hanya ilmu mengenai Bumi dan Astronomi, melainkan mengintegrasikan dan menghubungkan dengan ilmu sains dasar lainnya seperti Geologi, Biologi, Kimia, Oseanografi, Meteorologi, dan Astronomi.

Perubahan paradigma mengenai IPBA tersebut, belum diakomodasi oleh kurikulum yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Materi IPBA pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SD, SMP dan SMA mendapatkan porsi yang kecil (Liliawati & Ramlan, 2008) dan tidak diberikan di setiap tingkatan kelas. Padahal menurut The National Science Education Standards (National Research Council [NRC], 1996), IPBA merupakan salah satu konten utama pada pendidikan sains yang harus diberikan pada setiap tingkatan kelas. Materi IPBA di pendidikan dasar menekankan pada pengenalan fenomena alam yang dekat dengan kehidupan siswa dan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Materi IPBA di sekolah dasar (SD) diberikan pada setiap tingkatan kelas pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dengan ruang lingkup materi meliputi tanah, Bumi, Tata Surya, dan benda-benda langit lainnya. Materi IPBA yang diberikan di SMP/MTs menekankan pada deskripsi dari fenomena alam yang lebih mendalam dan menjangkau ruang yang lebih luas, penerapan dan kaitan dengan ilmu lainnya, serta dampaknya dalam kehidupan. IPBA terintegrasi dalam dua mata pelajaran yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengenai keantariksaan, meliputi hukum tentang gerak, Tata Surya, lithosfer dan atmosfer, sedangkan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengenai kebumian yaitu struktur Bumi, hidrosfer dan atmosfer. Materi atmosfer diberikan dalam IPA dan IPS, namun yang membedakannya materi atmosfer yang diberikan dalam IPA dihubungkan dengan konsep zat dan kalor sedangkan di IPS tidak. Urutan pemberian materi, diawali dengan materi Bumi di IPS kelas VII, diteruskan dengan mempelajari antariksa, gerak dan Tata Surya di IPA kelas IX. Pada jenjang sekolah menengah atas (SMA), IPBA diberikan dalam mata pelajaran Geografi di kelas X semester I dan II dengan materi Tata Surya, Jagat Raya, lithosfer, hidrosfer, dan atmosfer dan di mata pelajaran Fisika kelas XI semester II mengenai materi gerak planet dalam Tata Surya. Padahal, pada kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), IPBA diberikan dalam mata pelajaran Fisika. Materi IPBA yang


(12)

terpisah-pisah dan tidak diberikan pada setiap tingkatan kelas serta dengan porsi IPBA yang kecil, menjadikan siswa kebingungan dan pemahaman siswa menjadi tidak utuh. Selain itu, di lapangan terjadi saling mengandalkan antara guru IPA Fisika dan IPS Geografi (Liliawati & Ramlan, 2010).

Berbeda dengan kurikulum IPBA di Korea Selatan untuk SMP, IPBA merupakan mata pelajaran tersendiri dan diberikan pada setiap tingkatan kelas secara berkesinambungan. Korea Selatan merupakan negara di Asia dengan perkembangan pendidikan yang sangat pesat. Materi IPBA diberikan di kelas VII mengenai kebumian meliputi materi dan perubahan lapisan kerak Bumi, pergerakan tektonik dan lempeng tektonik; kelas VIII mengenai keastronomian yang meliputi tata surya, bintang dan alam semesta; dan kelas IX meliputi karakteristik atmosfer, perubahan cuaca, komposisi dan pergerakan air laut. Materi IPBA di Korea Selatan lebih bervariasi dan dibahas secara rinci dibanding Indonesia. Materi perubahan cuaca, diajarkan mengenai cara penggunaan ramalan cuaca dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan bencana cuaca, dan sistem peringatan cuaca. Untuk materi keastronomian dimulai dengan bentuk Bumi dalam sejarah ilmiah, bukti-bukti bahwa Bumi bulat, cara mengukur diameter Bumi, Bulan, dan Matahari, pengaruh Matahari terhadap alat-alat komunikasi, mengukur jarak bintang menggunakan paralaks tahunan, menemukan bintang dari peta konstelasi, dan lain-lain. Semua materi tersebut tidak hanya pada tahap kognisi mengetahui saja, tetapi sudah sampai tahap aplikasi dan praktiknya (hands on dan minds on).

Begitu pula dengan kurikulum di Ontario California, materi IPBA diberikan pada setiap tingkatan kelas di SMP. Di Ontario tidak terdapat materi mengenai struktur lapisan Bumi seperti di Indonesia dan Korea Selatan. Materi kebumiannya mencakup kalor dan lingkungan, serta sistem air, tetapi pembahasannya mendalam. Materi keastronomian dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian akademik dan bagian aplikasi. Bagian akademik ditekankan pada pemahaman mengenai astronomi, materinya dimulai dari fakta-fakta ilmiah mengenai asal mula alam semesta, tata surya, sumber energi, komposisi Matahari yang mendukung kehidupan di Bumi, penyebab fenomena astronomi terjadi, cara


(13)

mengamati fenomena astronomi, serta gambaran alam semesta yang dibuat oleh berbagai kebudayaan dan kebangsaan. Bagian aplikasi, menekankan pada penerapan materi di bagian akademik dalam kehidupan sehari-hari.

Indonesia sangat tertinggal jauh dengan kedua negara tersebut berkaitan dengan cakupan materi IPBA baik dalam aspek knowledge, skills maupun

attitude. Hal ini berdampak pada perolehan hasil Prestasi Matematika dan Sains

Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) untuk materi Earth Science, Indonesia memperoleh rata-rata capaian sebesar 41, 42, dan 25 dari tiga kali partisipasi pada tahun 1999, 2003, dan 2007. Hasil ini lebih kecil dibandingkan rata-rata Internasional sebesar 53, 51, dan 29. Penguasaan materi

Earth Science menempati urutan kedua tersulit setelah kimia. Begitu juga untuk tingkat internasional, materi Earth Science dianggap sulit bagi siswa SMP di seluruh dunia (Liliawati & Effendi, 2010). Capaian tersebut menggambarkan bahwa pembelajaran Earth Science di Indonesia: (1) belum memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengetahuan tentang alat, metode dan prosedur fisika; (2) belum melatih kemampuan menerapkan pengetahuan untuk melakukan penyelidikan ilmiah; dan (3) belum membekali siswa untuk menggunakan pengertian ilmiah sehingga siswa dapat memberikan penjelasan berdasarkan bukti (Rustaman, 2009). Rendahnya pemahaman siswa SMP pada materi Earth Science mengindikasikan kurang berhasilnya sistem pembelajaran, kurikulum, dan kemampuan guru dalam mengajarkan IPBA di SMP serta kurangnya pembekalan yang cukup bagi calon guru IPBA.

Oleh karena itu perlu dibenahi kurikulum di sekolah dan kurikulum perguruan tinggi sebagai penghasil guru IPBA. Program Studi Pendidikan Fisika FPMIPA UPI membekali mahasiswa calon guru SMP dengan materi IPBA hanya melalui satu mata kuliah IPBA pada semester II. Mata kuliah pendukung yaitu mata kuliah Fisika Sekolah I, II, dan III menekankan pada struktur materi, keluasan dan kedalaman materi, konsep-konsep esensial, dan urutan penyampaian materi di kelas X, XI, dan XII SMA. Padahal IPBA berada di SMP, sedangkan di SMA tercakup dalam Geografi. Berdasarkan hal tersebut materi IPBA tidak dibekalkan pada ketiga mata kuliah pendukung tersebut. Selain itu, pada mata


(14)

kuliah Perencanaan Pembelajaran Fisika (PPF) mahasiswa hanya berlatih menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran fisika di sekolah, tidak untuk materi IPBA. Begitu pula ketika Praktek Lapangan Profesi (PLP), pada umumnya mahasiswa melakukan praktek di kelas VII dan VIII SMP, hampir tidak pernah di kelas IX apalagi semester II, sehingga materi IPBA tidak pernah dipraktekkan oleh mahasiswa PLP.

Mata kuliah IPBA di Jurusan Pendidikan Fisika UPI memiliki peran yang sangat penting dalam membekalkan kompetensi calon guru IPBA di SMP. Namun terdapat permasalahan mengenai rendahnya perolehan penguasaan konsep IPBA mahasiswa calon guru SMP tersebut, dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian yang masih di bawah skor yang diharapkan (< 60), dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kolom dua merupakan perolehan hasil rata-rata UTS setiap semester untuk materi kebumian, kolom tiga merupakan hasil rata-rata UAS setiap semester dengan materi keastronomian, dan kolom empat merupakan rata-rata dari nilai akhir setiap semester. Apabila dilihat dari nilai akhir, rata-rata perolehan pemahaman mahasiswa sangat rendah setiap semesternya yaitu di bawah 60. Kolom lima menyatakan jumlah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan IPBA setiap semesternya dengan proporsi semester genap selalu lebih banyak dari semester ganjil. Pada semester ganjil hanya diikuti oleh mahasiswa yang mengulang atau mahasiswa prodi Fisika yang mengambil IPBA sebagai mata kuliah pilihan. Kolom enam sampai sepuluh menyatakan jumlah mahasiswa yang mendapatkan nilai A, B, C, D dan E untuk setiap semesternya. Nilai C dominan diperoleh mahasiswa untuk setiap semesternya.

Tabel 1.1 Perolehan Nilai Rata-rata Ujian tiap Semester Tahun Akademik/

semester

Rata2 UTS

Rata2 UAS

NA Mhs A B C D E

2007-2008/ganjil 53 57 58 25 3 6 11 0 5

2007-2008/genap 45 39 44 131 8 39 45 29 10

2008-2009/ganjil 49 55 58 35 4 9 16 2 4

2008-2009/genap 35 26 45 134 15 34 52 17 16

2009-2010/ganjil 36 30 53 39 7 7 13 7 5

2009-2010/genap 38 41 55 145 20 25 67 16 17


(15)

Selama ini pemberian materi kebumian dan astronomi diajarkan secara terpisah, dan seringkali diajarkan oleh dosen yang berbeda. Tengah semester pertama mengenai kebumian dan tengah semester terakhir mengenai materi keastronomian. Padahal dari definisi Earth and Space Sciences yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat keterkaitan antara materi kebumian dan keantariksaan secara terintegrasi dan dengan bidang ilmu lainnya. Oleh karena selama ini kurikulum pre-service ataupun kurikulum SMP, pemberian materi IPBA terpisah dan urutan pemberian materinya yang berbeda, maka IPBA Terintegrasi yang ditawarkan diharapkan dapat menjembatani pemisahan antara IPA dan IPS tersebut. Begitu juga di FPMIPA UPI, perkuliahan IPBA Terintegrasi dituntut untuk membekali kompetensi calon guru SMP/MTs.

IPBA Terintegrasi sesuai pula dengan tuntutan Standards for Science Teacher Preparation (NSTA, 2003) yang merekomendasikan agar guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah memiliki kemampuan interdisipliner. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam Biologi, Kimia, Fisika, Bumi dan Antariksa. Selain itu, tuntutan kurikulum KTSP SD dan SMP (Depdiknas, 2006), yakni perlu ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar. Berdasarkan kedua tuntutan tersebut, diperlukan pengintegrasian konsep dan proses (unifying concept and processes). Dalam segi materi, ada pendalaman atau penekanan materi disesuaikan dengan fenomena yang sering terjadi di Indonesia seperti gempa bumi, tsunami, penampakan bulan, matahari dan bintang, iklim, dan badai yang melanda, sehingga siswa Indonesia melek IPBA dimanapun mereka tinggal. Bentuk persiapan dituangkan dalam pengembangan program perkuliahan IPBA Terintegrasi.

Pembelajaran IPBA di SMP dan di LPTK selama ini pada umumnya hanya mengakomodasi beberapa kecerdasan saja seperti linguistik dan logis matematik (Johnson, 1998; Jasmine, 2007). Hal ini tampak dari proses pembelajaran yang digunakan selama ini bersifat informatif atau ceramah, padahal setiap orang memiliki kecerdasan dan kemampuan berbeda dalam memahami


(16)

suatu materi atau mata pelajaran. Pembelajaran perlu untuk bisa memahami kemampuan siswa secara personal, mengakui keberadaannya dengan segala kemampuan yang dimilikinya, menghargai bakat dan hasil karya siswa-siswanya (Jasmine, 2007). Oleh karena itu, perlu adanya inovasi pembelajaran yang membekali siswa terhadap materi IPBA yang mengakomodasi kecerdasan intelektual setiap siswanya. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup bahasa dan logis matematis, tetapi juga harus dilihat dari aspek kinestetik, musikal, visual-spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983.

Kecerdasan logis-matematis menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir, contohnya penerapan hukum Kepler untuk menentukan jarak dan periode benda langit. Kecerdasan linguistik ditunjukkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks, contohnya kemampuan untuk mendeskripsikan kejadian seperti terjadinya gerhana matahari serta perubahan siang dan malam. Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara atau bunyi, lingkungan dan musik (Jasmine, 2007) yang berada di sekelilingnya, contohnya keteraturan gerak benda-benda langit mengelilingi matahari dalam lintasan ellips. Kecerdasan visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah, contohnya siswa dapat membedakan peristiwa gerhana matahari total dan gerhana matahari cincin. Kecerdasan kinestetik memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas. Kemampuan seseorang menggunakan bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah, contohnya siswa bermain peran untuk menjelaskan periode sideris dan sinodis. Kecerdasan interpersonal


(17)

menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya, contohnya siswa melakukan kerja kelompok dalam melakukan eksperimen. Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri, mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Contohnya siswa melakukan self assessment. Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun lingkungan. Kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam, contohnya adalah siswa menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari, yaitu ketika terjadi Gerhana Matahari Total, siswa tidak melihat langsung Matahari karena dampak yang fatal terhadap penglihatan, membedakan kenampakan fase bulan (Liliawati & Herdiwijaya, 2011).

Selain kecerdasan, karakter adalah hal penting dalam pendidikan dan tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Kecerdasan dan karakter merupakan tujuan utama dari pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri dan demokratis. Hal ini didukung pula oleh pendapat Luther King (Muslich, 2011):

“Intelligence plus character....that is the goal of true education” dan pernyataan

Mahatma Ghandi bahwa salah satu dari tujuh dosa fatal yaitu “education without

character”. Mulai tahun 2010, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mencanangkan pembangunan karakter bangsa dengan empat pilar pokok yaitu jujur, tangguh, cerdas dan peduli.

Penanaman karakter dalam diri individu melalui aktualisasi seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik), interaksi sosial kultural dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat, serta berlangsung sepanjang hayat (Kemendiknas, 2010). Karakter merupakan perilaku hasil pembelajaran dan merupakan bagian dari aspek afektif pada Standar Nasional Pendidikan (Mardafi, 2011). Pembelajaran berorientasi pendidikan karakter salah satunya melalui pengintegrasian aspek afektif dalam domain kognitif. kecerdasan majemuk


(18)

merupakan pengelompokkan kemampuan dalam diri individu sehingga berfungsi lebih optimal. Kecerdasan majemuk tersebut dapat mempengaruhi kepada penanaman karakter pada diri mahasiswa, karena mahasiswa dapat menangkap makna dari karakter yang ditanamkan tersebut. Sehingga untuk menanamkan karakter perlu memperhatikan dan menyesuaikan serta dengan pengakomodasian kecerdasan majemuk. Contohnya, kemampuan individu untuk peka terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain (kecerdasan intrapersonal) dapat menanamkan rasa empati dan peduli terhadap orang lain, kemampuan untuk mengenali dan mengungkapkan terhadap apa yang dijumpai di alam (kecerdasan naturalis) dapat menanamkan kepekaan individu terhadap lingkungan alam.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan program perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) berorientasi penanaman karakter diri dan penguasaan konsep mahasiswa calon guru SMP. Penelitian ini merupakan kajian yang baru, karena selama ini kurikulum untuk materi IPBA yang berlaku sekarang ini (KTSP) belum mempertimbangkan hal-hal tersebut, belum mengintegrasikan dengan disiplin ilmu lainnya, kemampuan yang dikembangkan masih dominan dalam penguasaan konsep, dan lebih banyak menggunakan kecerdasan linguistik dan logis matematis dalam pembelajarannya. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk kemajuan pendidikan IPBA agar masyarakat Indonesia melek IPBA dalam rangka memahami fenomena alam yang terjadi di Bumi khususnya di Indonesia dan membantu mengurangi dampak negatifnya. Selain itu, penelitian ini sangat mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang memiliki karakteristik pengintegrasian tematik-terpadu di SMP, membentuk wawasan terpadu antar pelajaran, menekankan pentingnya interaksi Biologi, Fisika, Kimia dan kombinasinya, memperkaya materi bumi dan antariksa dengan standar internasional. Perkuliahan IT-KM memiliki karakteristik yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 yaitu membekali siswa memiliki wawasan yang multidisiplin, pembentukan sikap atau karakter, keterampilan dan pengetahuan, pembelajaran yang kolaboratif dan kooperatif, memberikan siswa untuk bertanggung jawab, mandiri, kreatif, dan berani untuk mengemukakan pendapat.


(19)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan umum dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah program perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) berorientasi penanaman karakter diri dan penguasaan konsep IPBA calon guru SMP? Dari rumusan masalah umum tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa masalah khusus yang lebih rinci. Permasalahan khusus disusun menjadi beberapa pertanyaan penelitian untuk menentukan langkah-langkah penelitian agar lebih operasional sebagai berikut.

1 . Bagaimana karakteristik program perkuliahan IPBA Terintegrasi

yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) bagi mahasiswa calon guru SMP?

2 . a. Bagaimana efektifitas penerapan program perkuliahan IT-KM

terhadap kemampuan mahasiwa dalam mengaitkan materi dengan bidang ilmu lainnya dalam bentuk jaring tema?

b. Bagaimana efektifitas penerapan program perkuliahan IT-KM terhadap penguasaan konsep IPBA mahasiswa calon guru SMP?

c. Apakah program perkuliahan IPBA Terintegrasi dapat mengakomodasi perbedaan kecerdasan majemuk mahasiswa calon guru SMP?

3 . Bagaimana profil nilai-nilai karakter diri mahasiswa yang muncul

selama penerapan program perkuliahan IT-KM?

4 . Bagaimana pola keterkaitan antara karakter diri dengan kecerdasan

majemuk mahasiswa?

5 . Bagaimanakah kekuatan dan kelemahan program perkuliahan

IT-KM yang dikembangkan?

Agar penelitian ini tidak meluas maka perlu dibatasi cakupan dari variabel penelitian. Pertama, Program Perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) diadopsi dari buku Science an Integrated Approach dari Trefil dan Hazen (2010) dan model kurikulum terpadu menurut Fogarty (1991). Program Perkuliahan IT-KM menggabungkan dua model sekaligus yaitu model Webbed yang memadukan berbadai disiplin ilmu dan


(20)

menggunakan pendekatan tematik, dan model Threaded yang menekankan pada metakurikulum yaitu menekankan kecerdasan majemuk. Keterpaduan materi diberikan secara berurutan berdasarkan keterkaitan antar tiap topik selama perkuliahan sehingga mahasiswa mendapatkan pengetahuan secara utuh. Materi perkuliahan disusun dalam tiga tema besar, yaitu tema Gerak dan Posisi Benda Langit, Bumi dan Planet Lainnya, dan Dinamika Bintang. Setiap tema besar dibagi lagi menjadi beberapa sub tema. Untuk menerapkan perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk menggunakan Model Perkuliahan Kreatif dan Produktif (MPKP) yang memiliki sintaks orientasi, eksplorasi, konfirmasi, re-kreasi (Kemendikbud, 2011).

Kedua, jaring tema digunakan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa mengidentifikasi fenomena, mengaitkan dengan berbagai disiplin ilmu, menuliskan konsep yang berkaitan, memetakan urutan disiplin ilmu berdasarkan jumlah materi yang berkaitan dengan ketentuan tertentu, dan mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari setiap tema. Jaring tema berbentuk tes uraian yang diberikan sebelum dan setelah perkuliahan. Selain jaring tema, menggunakan pula hasil laporan atau makalah mahasiswa yang berisi kumpulan materi dan kaitannya dengan berbagai disiplin ilmu dari suatu tema.

Ketiga, karakter merupakan perilaku hasil pembelajaran dan merupakan bagian dari aspek afektif pada Standar Nasional Pendidikan (Mardafi, 2011). Pembelajaran berorientasi pendidikan karakter salah satunya melalui pengintegrasian aspek afektif dalam domain kognitif. Ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl (1964) ada lima tahap yaitu receiving, responding, valuing, organization, dan characterization. Tahap tertinggi yaitu characterization atau nilai yang kompleks, siswa memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan personal, emosi dan sosial (Mardafi, 2011). Karakter merupakan serangkaian pemikiran (cognitives), perasaan (affectives), dan perilaku (behaviors) yang menjadi suatu kebiasaan (habits) (Lickona, 2012, Zuchdi et al, 2012). Karakter yang ditanamkan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil analisis karakterisitik materi, aktivitas, kecerdasan majemuk, dan model perkuliahan yang


(21)

digunakan, yaitu kecermatan, berpikir terbuka, kepekaan terhadap fenomena alam, kerja keras, disiplin, demokratis/toleransi, dan kejujuran.

Variabel yang berkaitan dalam penelitian ini yakni program perkuliahan IT-KM, penguasaan konsep IPBA Terintegrasi dan karakter diri. Untuk memperjelas penelitian ini maka diberikan definisi operasional sebagai berikut.

1. Program Perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya keterpaduan antara materi Astronomi dan Bumi yang lebih rinci yaitu dalam aspek: Fisika, Biologi, Kimia, Geologi, Geografi, Klimatologi, Oseanografi, Meteorologi, Astronomi, dan Lingkungan (environment)

dengan tema sebagai pemersatunya. Selain itu, adanya pengakomodasian perbedaan kecerdasan majemuk setiap individu. Oleh karena itu Program Perkuliahan IT-KM menggabungkan dua model sekaligus yaitu model

Webbed yang memadukan berbagai disiplin ilmu dan menggunakan pendekatan tematik, serta model Threaded yang menekankan pada metakurikulum yaitu kecerdasan majemuk. Keterpaduan materi, aktivitas kecerdasan majemuk dan penanaman karakter dapat dilihat di silabus dan skenario perkuliahan serta lembar keterlaksanaan (Lampiran 1.1).

2. Efektifitas penerapan Program Perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) ditinjau dari peningkatan penguasaan konsep IPBA (N-gain) terintegrasi sebelum (Pre Test) dan setelah perkuliahan (Post Test) serta diuji statistik dengan membandingkan dengan kelas perkuliahan reguler. Perkuliahan reguler adalah perkuliahan IPBA yang biasa dilakukan selama ini, yaitu memisahkan materi kebumian dan keastronomian (tidak ada keperpaduan materi dengan disiplin ilmu lainnya), namun mengakomodasi pula kecerdasan majemuk dalam perkuliahan ini. Penguasaan konsep IPBA Terintegrasi diperoleh dari tes IPBA Terintegrasi, jaring tema, dan penilaian laporan. Tes IPBA terintegrasi dengan bentuk tes pilihan ganda terdiri dari sejumlah soal seperti halnya soal IPA Terpadu pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi, dimulai dari teks kemudian disediakan pertanyaan dari berbagai disiplin


(22)

ilmu. Tes jaring tema dengan bentuk tes uraian untuk mengukur kemampuan mahasiswa mengidentifikasi fenomena, mengaitkan dengan berbagai disiplin ilmu, menuliskan konsep yang berkaitan, memetakan urutan disiplin ilmu berdasarkan jumlah materi yang berkaitan dengan ketentuan terterntu, dan mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari setiap tema.

3. Profil karakter diri mahasiswa adalah gambaran penanaman nilai-nilai karakter diri mahasiswa selama penerapan IT-KM. Karakter yang diamati dalam penelitian ini yaitu kecermatan, berpikir terbuka, kepekaan terhadap fenomena alam, kerja keras, disiplin, demokratis/toleransi, kerjasama dan kejujuran. Indikator setiap karakter secara umum adalah mahasiswa menunjukkan atau mengamalkan nilai-nilai karakter yang telah ditargetkan. Contohnya karakter demokratis atau toleransi, indikatornya ada tiga yaitu menghargai pendapat orang lain, memberikan kesempatan temannya untuk berpendapat, dan berbagi tugas dalam menyelesaikan tugas kelompok. Penilaiannya dengan menggunakan lembar observasi dengan skala 1-4 oleh teman sekelompoknya (peer assessment) dan dosen. Skor satu jika dari semua indikator tidak ditunjukkan/dimunculkan oleh mahasiswa yang dinilai, skor 2 jika hanya salah satu indikator yang dimunculkan, skor 3 jika salah satu yang tidak dimunculkan, dan skor 4 jika seluruh indikator dimunculkan. Selain itu untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap penanaman karakter digunakan skala sikap.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan program perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM) yang teruji dapat menanamkan karakter diri dan penguasaan konsep IPBA terintegrasi mahasiswa calon guru SMP. Tujuan tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tujuan yang lebih rinci yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik program perkuliahan IT-KM, menguji efektifitas penerapan program perkuliahan IT-KM terhadap peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan mahasiswa dalam


(23)

mengaitkan materi dengan bidang ilmu lainnya, menganalisis profil karakter dan pola keterkaitan antara kecerdasan majemuk dan karakter diri, serta mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program perkuliahan IT-KM yang dikembangkan.

Pengembangam program perkuliahan IT-KM diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi teori, kebijakan, isu, dan praktek. Segi teori, kebijakan dan isu, penelitian yang berkaitan dengan pendidikan IPBA khususnya di Indonesia sangat kurang, mengenai program pembekalan calon guru IPBA di SMP. Penelitian ini menghasilkan program pembekalan calon guru IPBA di SMP yang dikenal dengan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM). Program tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif dan bahan masukan bagi LPTK untuk menyiapkan calon guru IPBA di SMP dalam menyongsong kurikulum 2013 yang menekankan keterpaduan materi Fisika, Biologi dan Kimia serta berkarakter. Permasalahan mengenai pemisahan materi IPBA di SMP antara mata pelajaran IPA-Fisika dan IPS pada setiap kurikulum yang berlaku hingga sekarang masih belum terselesaikan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk meninjau kembali kurikulum pada materi IPBA untuk SMP dan memberikan solusi dari permasalahan pendidikan IPBA.

Segi praktek, guru mengalami kesulitan dalam memvariasikan metode pembelajaran IPBA. Pembelajaran IT-KM dapat digunakan oleh guru SMP dan SMA dalam mengajarkan topik IPBA atau topik lainnya di sekolah. Sebagai salah satu alternatif model pembelajaran IPBA terintegrasi untuk menarik minat siswa dan mengakomodasi kecerdasan majemuk siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pada penelitian ini dikembangkan assesmen karakter dan kecerdasan majemuk mahasiswa pada konsep IPBA Terintegrasi, namun masih perlu pengembangan sehingga dapat dijadikan bahan/sumber untuk meneliti lebih lanjut.

D. Struktur Organisasi Disertasi

Rincian penulisan Disertasi ini meliputi lima bab. Pertama, mengenai latar belakang penelitian yang berisi hal yang melandasi peneliti mengambil kajian ini,


(24)

permasalahan pemisahan materi kebumian dan keantariksaan di sekolah menengah dan di LPTK yang tidak sesuai dengan definisi IPBA yang dikemukakan oleh Barslow, dan permasalahan pendidikan IPBA lainnya yang terjadi dan dihadapi sekarang ini serta dampak yang ditimbulkannya, menawarkan solusi yaitu melalui IPBA terintegrasi yang mengakomodasi kecedasan majemuk, perumusan masalah dan definisi operasional, tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan khusus serta manfaat penelitian. Kedua, mengenai kajian pustaka yang membahas IPBA Terintegrasi, Kecerdasan Majemuk, karakter, dan kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk (IT-KM). Ketiga, mengenai metode penelitian R&D model 4-D namun yang digunakan hanya tiga fase/tahap yaitu fase define, design, dan

develop, desain penelitian, prosedur penelitian untuk setiap fase, lokasi dan subjek penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan analisis data. Keempat, menyajikan data dan hasil pengolahan data untuk setiap fase, analisis data serta pembahasan dikaitkan dengan rumusan masalah penelitian, sedangkan kelima menyimpulkan hasil penelitian meliputi kesimpulan secara menyeluruh dan kesimpulan yang terperinci untuk menjawab permasalahan penelitian, dan rekomendasi.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian Research and Development (R&D) dengan modifikasi model 4-D (Four-D Models) (Thiagarajan et al., 1974) dan yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983). Model ini terdiri dari 4 (empat) fase, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Fase pendefinisian (define) atau research and information collection meliputi studi pendahuluan untuk mengumpulkan data awal berupa studi literatur, studi lapangan dan analisis kebutuhan. Fase perancangan (design) atau planning meliputi merancang produk awal meliputi instrumen penelitian dan perangkat perkuliahan IT-KM. Fase pengembangan produk (develop) atau develop preliminary form of product meliputi pengembangan produk awal yaitu membuat atau menyusun instrumen dan perangkat perkuliahan IT-KM, memvalidasi dan mengujicobakan (ujicoba terbatas dan ujicoba luas/lapangan). Fase penyebaran (disseminate) meliputi penyebarluasan produk yang sudah teruji dengan baik berdasarkan hasil fase pengembangan. Pada pelaksanaan penelitian ini dilakukan hanya sampai pada fase pengembangan. Disain penelitian dan pengembangan penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1


(26)

Fase Alur Penelitian

Gambar 3.1 Disain penelitian Program Perkuliahan IT-KM

Studi Literatur

Analisis kurikulum IPBA SMP

dan LPTK

 Analisis materi disiplin ilmu lain Identifikasi tema

Kecerdasan majemuk

Pendidikan Karakter

Uji Coba Terbatas Define

Design

Develop

Studi Lapangan

Identifikasi pengetahuan awal Identifikasi permasalahan

perkuliahan IPBA

Identifikasi aktivitas kecerdasan majemuk

Implementasi Pendidikan karakter

Perancangan IT-KM

 Deskripsi dan SAP MK

 Skenario Perkuliahan

 LKM

 Rubrik penilaian: jaring tema,

karakter dan laporan

 Angket Kecerdasan Majemuk

 Skala Sikap dan angket respon

 Media pembelajaran

Perancangan Instrumen:

Tes IPBA Terintegrasi

Tes jaring Tema

Lembar observasi (peer assessment) karakter  Lembar self assessment

Penyusunan dan Pengembangan

 Skenario Pembelajaran

 LKM

 Rubrik Penilaian

 Angket Kecerdasan Majemuk

 Pedoman penilaian karakter

 Instrumen Penelitian

Judgement pakar/ahli

Evaluasi dan Revisi

Uji Coba Luas Program

Perkuliahan IT-KM Revisi


(27)

B. Prosedur Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan program perkuliahan IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk, oleh karena itu digunakan model 4-D (Thiaragajan et al., 1974) dan disesuaikan dengan Borg dan Gall (1983) yang dikembangkan berdasarkan hasil studi pendahuluan dan uji coba bertahap. Tiap tahapan dijelaskan sebagai berikut.

Tahap I. Pendefinisian (Define)

Tahap ini merupakan tahap studi pendahuluan untuk menganalisis kebutuhan yang diperlukan untuk menyusun dan mengembangkan program perkuliahan IT-KM, melalui studi literatur dan studi lapangan. Berikut rincian dari setiap kegiatan tersebut.

1.Studi Literatur

Studi literatur merupakan cara mengumpulkan informasi berkaitan dengan studi dokumen, kurikulum, dan lainnya yang mendukung dalam penyusunan program IT-KM. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

a. Analisis kurikulum materi IPBA pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SD pada mata pelajaran IPA, SMP/MTs pada mata pelajaran IPA-Fisika dan IPS, SMA/MA pada mata pelajaran Fisika dan Geografi, berkaitan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan kedalaman materi.

b. Analisis deskripsi, silabus mata kuliah IPBA dan urutan pemberian materinya serta mata kuliah lainnya yang mendukung pembekalan materi IPBA untuk calon guru di LPTK yaitu UPI dan UNY berkaitan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran/perkuliahan dan kedalaman materi IPBA yang diberikan.

c. Analisis kurikulum IPBA untuk sekolah menengah pertama di Korea Selatan dan Ontario Amerika Serikat dan dianalisis komparasi kurikulum IPBA (benchmarking) di negara tersebut dengan di Indonesia. Hal ini sebagai bahan informasi sejauh mana materi IPBA diberikan di sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi penghasil guru, dan membandingkan dengan kurikulum di negara maju dan berkembang lainnya.


(28)

d. Analisis jurnal-jurnal hasil penelitian yang berkaitan dengan IPA atau IPBA terintegrasi/terpadu dan kecerdasan majemuk untuk mengetahui posisi penelitian dan apa saja yang telah dilakukan. Serta buku-buku yang melandasi penelitian ini, antara lain Science an Integrated Approach (Trefil & Hazen, 2010) berkaitan dengan tema atau ide besar sains dan pengintegrasian berbagai disiplin ilmu, dan How to Integrated The Curricula (Fogarty, 1991) berkaitan dengan model kurikulum terpadu sebagai bahan untuk merancang program perkuliahan IT-KM .

e. Mengkaji sepuluh standar dalam mempersiapkan guru sains (NSTA Standars for Science Teacher Preparation, 2003) yaitu standar isi, hakikat sains, inkuiri, isu-isu sains, keterampilan mengajar sains, kurikulum, sains dan masyarakat, penilaian (assessment), keselamatan dan kesejahteraan serta peningkatan profesional.

f. Mengkaji A Framework for Science Education mengenai core ideas sains (NRC New Science Education Standards, 2010) berkaitan dengan ide-ide utama IPBA di sekolah menengah, standar kompetensi, isu-isu IPBA, dan kedalaman materi untuk setiap jenjang pendidikan.

g. Identifikasi tema dan sub-sub tema untuk perkuliahan IT-KM, yang melandasi keterkaitan dengan disiplin ilmu lainnya berdasarkan hasil kajian literatur. Tema dijabarkan dalam sub-sub tema yang diintegrasikan dalam seluruh bidang sains, yaitu Astronomi, Fisika, Biologi, Kimia, Geografi, Geologi, Oseanografi, Meteorologi, teknologi, kesehatan dan keselamatan/keamanan.

h. Mengkaji teori kecerdasan majemuk berkaitan dengan penerapan teori kecerdasan majemuk dalam pembelajaran.

i. Mengkaji teori pendidikan karakter dalam pembelajaran IPBA berkaitan dengan identifikasi karakter utama yang dapat ditanamkan oleh IPBA dan penanaman karakter dalam pembelajaran.

j. Analisis keterkaitan kecerdasan majemuk dengan karakter diri yang ditanamkan berdasarkan kajian literatur.


(29)

2.Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan cara mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan faktor pendukung pembelajaran atau perkuliahan, melalui (1) identifikasi permasalahan pembelajaran IPBA di sekolah menengah khususnya di SMP, seperti kesulitan guru dalam mengajarkan materi IPBA, pendekatan, model atau metode pembelajaran yang digunakan, media yang tersedia melalui penyebaran angket dan wawancara pada guru-guru SMP dan SMA masing-masing lima sekolah; (2) identifikasi permasalahan perkuliahan IPBA di salah satu LPTK, seperti rendahnya perolehan nilai mahasiswa, pendapat dosen mengenai perkuliahan IPBA selama ini, fasilitas dan media yang digunakan; (3) identifikasi kecerdasan majemuk siswa dan guru SMP dan SMA masing-masing lima sekolah yang tersebar di kota Bandung serta mahasiswa calon guru IPBA melalui tes identifikasi kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Thomas Armstrong (2009) untuk melihat pola sebarannya; (4) melakukan short course (magang) mengenai penerapan pendidikan karakter dalam perkuliahan di UNY untuk mengetahui bentuk SAP dan skenario perkuliahan yang telah diintegrasikan dengan pendidikan karakter, penilaian karakter, penerapan pendidikan karakter di kelas, menganalisis hasil penelitian tentang pendidikan karakter di perguruan tinggi. Hasil yang diperoleh digunakan untuk memberikan gambaran tentang permasalahan di lapangan sehingga program perkuliahan IT-KM yang dikembangkan sangat dibutuhkan dan didukung dengan kondisi yang ada selama ini.

Tahap II. Perancangan (Design)

Setelah tema dan sub tema ditentukan serta aktivitas yang dilandasi oleh kecerdasan majemuk, maka tahap selanjutnya adalah perancangan draft awal program perkuliahan IT-KM, meliputi (1) memilih format dan merancang deskripsi dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Program perkuliahan IT-KM (Lampiran 1.1); (2) memilih format dan merancang skenario perkuliahan dengan menggunakan Model pembelajaran Kreatif dan Produktif (MPKP) untuk setiap


(30)

pertemuan berjumlah 13 pertemuan. MPKP sebagai sarana untuk mengimplementasikan program IT-KM; (3) memilih format dan merancang lembar keterlaksanaan perkuliahan IT-KM untuk setiap sub tema berjumlah tujuh paket lembar keterlaksanaan (Lampiran 1.2); (4) memilih format dan merancang LKM IT-KM untuk setiap sub-sub tema berjumlah tujuh LKM (Lampiran 1.3); (5) merancang dan mempersiapkan media yang digunakan atau dibutuhkan, seperti software program dan animasi serta alat peraga; (6) merancang bahan ajar perkuliahan IT-KM; (7) merancang format dan lembar observasi penilaian karakter diri mahasiswa untuk setiap sub tema; (8) merancang pedoman penilaian karakter dan teknik penilaiannya (panduan peer assessment) untuk setiap sub tema (Lampiran 2.4); (9) merancang tes kemampuan IPBA Terintegrasi untuk setiap tema berjumlah tiga paket (Lampiran 2.1); (10) merancang pedoman penilaian tes IPBA Terintegrasi; (11) merancang tes untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam mengaitkan tema dengan disiplin ilmu lainnya (jaring tema), serta fenomena dan dampak yang ditimbulkannya untuk setiap tema berjumlah tiga paket (Lampiran 1.1); (12) merancang rubrik penilaian tes jaring tema (Lampiran 2.6); (13) merancang rubrik penilaian laporan ditinjau karakter dan kecerdasan majemuk yang dikembangkan untuk setiap tema (Lampiran 2.6); (14) menyusun angket self assessment mengenai kecerdasan majemuk yang dikembangkan untuk setiap tema (Lampiran 2.3); (15) merancang skala sikap dan angket respon tertutup serta terbuka untuk mahasiswa dan dosen (Lampiran 2.5); (16) merancang pedoman wawancara untuk mahasiswa (Lampiran 3.6).

Tahap III. Pengembangan (Develop)

Rancangan Program Perkuliahan IT-KM kemudian disusun atau dibuat selanjutnya dikonsultasikan kepada tiga pakar yang memiliki keahlian dalam bidang ilmu astronomi, kebumian, dan kependidikan, untuk mendapatkan masukan terhadap program IT-KM yang dirancang, meliputi deskripsi dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mata kuliah IPBA, skenario perkuliahan, desain program, tes kemampuan konsep IPBA terpadu untuk setiap tema, tes jaring tema, LKM, pedoman penilaian tes kemampuan IPBA terpadu dan tes jaring tema,


(31)

instrumen lembar observasi untuk mengukur karakter dan pedoman penilaiannya, pedoman penilaian laporan, dan aktivitas kecerdasan majemuk. Nama-nama validator dapat dilihat di Lampiran 2.7. Hasil masukan dari para ahli terhadap program, kemudian direvisi untuk menjadi lebih tepat sehingga dihasilkan draft

program (revisi I) yang siap diujicoba.

Pada tahap pengujian pengembangan program IT-KM, pertama dilakukan

preliminary field testing atau uji coba terbatas pada mahasiswa calon guru IPBA pada Program S1 program studi Pendidikan Fisika yang mengikuti mata kuliah IPBA di UPI. Dari tiga tema, hanya satu tema (Gerak dan Posisi benda langit) yang diujicobakan. Tema tersebut terdiri dari tiga sub tema, dilakukan selama lima pertemuan. Komponen yang diujicobakan meliputi: tes IPBA Terintegrasi, tes jaring tema, LKM, lembar observasi karakter diri dan angket kecerdasan majemuk serta lembar keterlaksanaan pembelajaran. Uji coba terbatas ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan draft program IT-KM dalam meningkatkan kemampuan IPBA terintegrasi, mengakomodasi kecerdasan majemuk, dan menanamkan karakter diri mahasiswa. Pada tahap ini digunakan rancangan eksperimen One Group Pretest-Postest Design (Creswell, 2008).

Keterangan:

O1 : Tes Penguasaan Konsep IPBA O2 : Tes Jaring Tema

X : Perlakuan

Detail kegiatan yang dilakukan pada uji coba terbatas ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Dilakukan persiapan untuk pelaksanaan uji coba terbatas.

a. Menentukan satu kelompok (group) untuk uji terbatas. Jumlah mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 25 mahasiswa semester V yang mengontrak mata kuliah IPBA pada tahun akademik 2011/2012. Alasan jumlah mahasiswa tersebut berdasarkan

Pretest Treatment Posttest

O

1,

O

2

X O

1,

O

2


(32)

jumlah total mahasiswa yang mengontrak mata kuliah IPBA pada semester tersebut. Daftar peserta kelas ujicoba dan karakteristiknya dapat diihat di Lampiran 3.

b. Menyiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba terbatas berkaitan dengan media yang digunakan dalam implementasi IT-KM seperti software

atau program, animasi, video, dan alat peraga yang digunakan serta penggandaan LKM, lembar penilaian karakter, angket kecerdasan majemuk yang terdiri dua paket: tes identifikasi kecerdasan majemuk dan angket aktivitas kecerdasan majemuk disesuaikan dengan perkuliahan.

2) Memperkenalkan program perkuliahan IT-KM kepada dosen dan mahasiswa agar mempunyai pemahaman yang sama mengenai IT-KM. 3) Mengidentifikasi kecerdasan majemuk mahasiswa kelas uji coba terbatas

untuk memetakan kelompok mahasiswa.

4) Melaksanakan tes awal. Tes yang digunakan pada tes awal ini adalah tes IPBA Terintegrasi dan tes jaring tema.

5) Dilaksanakan program perkuliahan IT-KM selama lima pertemuan untuk tiga sub tema.

6) Observasi terhadap proses pelaksanaan perkuliahan oleh tiga orang dosen, keterbacaan LKM, penggunaan lembar observasi karakter diri dan teknis pengumpulan datanya, dan angket kecerdasan majemuk serta hambatan yang dihadapi dalam mengimplementasikan program.

7) Dilaksanakan tes akhir setelah perkuliahan selesai. Tes yang digunakan pada tes akhir ini sama dengan tes yang digunakan pada tes awal.

8) Dilakukan wawancara terhadap mahasiswa mengenai tanggapannya terhadap pembelajaran yang diikuti.

Setelah uji coba terbatas, dilakukan penyempurnaan program IT-KM main product revision atau revisi hasil uji coba (Revisi II) meliputi perangkat-perangkat program perkuliahan IT-KM, kemudian dilakukan main field testing atau uji coba luas/lapangan. Pada tahap ini diperoleh produk penelitian berupa program perkuliahan IT-KM yang telah teruji efektifitasnya, oleh karena itu dibutuhkan


(33)

dua kelas dengan kemampuan homogen masing-masing sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji coba lapangan dilakukan di salah satu LPTK di Bandung. menggunakan rancangan kuasi eksperimen, dengan Pretest-Posttest Control Group Design.

Keterangan:

O1 : Tes Penguasaan Konsep IPBA O2 : Tes Jaring Tema

X1 : Perlakuan dengan menerapkan program Perkuliahan IT-KM X2 : Perlakuan dengan menerapkan program perkuliahan reguler yang

mengakomodasi kecerdasan majemuk

Detail kegiatan yang dilakukan pada uji coba lapangan ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Disiapkan pelaksanaan uji coba lapangan.

a. Menentukan satu kelas penelitian eksperimen dan satu kelas kontrol secara paralel. Mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan mahasiswa semester II pada tahun akademik 2011/2012 berjumlah masing-masing 26 mahasiswa program studi Pendidikan Fisika (Program S1) yang mengikuti mata kuliah IPBA. Hal ini sesuai dengan pendapat Roscoe (1975) dan Hill (1998) bahwa penelitian eksperimen sederhana yang menggunakan kelompok kontrol dapat menggunakan sampel kecil antara 10-20 orang. Pada penelitian ini, dikarenakan kelas eksperimen ada satu orang yang sering tidak masuk maka 25 mahasiswa yang digunakan untuk keperluan penelitian. b. Menyiapkan fasilitas pelaksanaan uji coba lapangan, seperti ruang

kelas, media pembelajaran, sumber belajar, dan instrumen yang mendukung penelitian. Ruang kelas yang digunakan yaitu

Pretest Treatment Posttest

Kelas Eksperimen

O

1,

O

2

X

1

O

1,

O

2 Kelas Kontrol

O

1,

O

2

X

2

O

1,

O

2 Gambar 3.3 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design


(34)

Laboratorium Bumi dan Antariksa (LBA) UPI. Laboratorium tersebut memiliki sarana yang lengkap berupa alat-alat peraga dan posisi tempat duduk yang kondusif untuk proses kooperatif dan kolaboratif. Media pembelajaran yang diperlukan yaitu program, software, animasi, video dan sumber-sumber literatur yang dibutuhkan untuk proses perkuliahan, penggandaan LKM dan lembar observasi karakter diri dan angket kecerdasan majemuk

2) Dilakukan pembagian kelompok mahasiswa pada kelas IT-KM menjadi enam kelompok dengan jumlah mahasiswa tiap kelompoknya terdiri dari 4-5 mahasiswa. Jumlah kelompok berdasarkan jumlah mahasiswa dalam suatu kelas dan jumlah anggota kelompok tidak lebih dari lima mahasiswa, untuk mengoptimalkan terjadinya kolaboratif dalam kelompok. Pengelompokan mahasiswa berdasarkan hasil tes identifikasi kecerdasan majemuk yang diberikan sebelumnya, kemudian diidentifikasi kecerdasan majemuk yang dominan dan lemah untuk setiap individunya. Setiap kelompok terdiri dari berbagai kecerdasan majemuk yang dominan (heterogen) dan saling melengkapi satu sama lain.

3) Dilaksanakan tes awal pada kedua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk setiap tema. Tes yang digunakan pada tes awal ini adalah tes penguasaan konsep IPBA terintegrasi dan tes kemampuan mengintegrasikan konsep IPBA (jaring tema).

4) Memperkenalkan program perkuliahan IT-KM kepada mahasiswa agar mempunyai pemahaman yang sama mengenai IPBA terintegrasi dan sistem perkuliahan yang dilaksanakan (program perkuliahan IT-KM).

5) Dilaksanakan pembelajaran dengan menerapkan program IT-KM pada kelas eksperimen, sedangkan di kelas kontrol diterapkan program pembelajaran semi eksperimen (pembelajaran reguler yang mengakomodasi kecerdasan majemuk), yang merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan.

6) Dilakukannya pengamatan karakter diri mahasiswa melalui penilaian teman sebaya (peer assessment) dan oleh dosen di kelas yang menggunakan IT-KM diakhir setiap sub tema. Satu mahasiswa dinilai oleh 4-5 mahasiswa


(35)

lainnya sesuai jumlah anggota kelompoknya. Selain oleh mahasiswa, penilaian karakter diri mahasiswa dilakukan pula oleh dosen. Nilai akhir merupakan akumulasi dari nilai teman sebaya dan dosen dengan ketentuan ditunjukkan pada Tabel 3.2. Hal ini menjadi alasan tidak diperlukan

observer luar pada ujicoba lapangan. Penilaian teman sebaya ini dilakukan setelah materi sub tema berakhir di setiap temanya.

7) Diedarkan angket self assessment mengenai karakter dan aktivitas kecerdasan majemuk untuk setiap temanya, diberikan di akhir materi setiap temanya. Angket ini diberikan pula pada kelas kontrol. Angket ini digunakan sebagai instrumen pelengkap bukan instrumen utama untuk penelitian, digunakan sebagai bahan umpan balik atau cross check pengamalan nilai-nilai karakter dan kecerdasan majemuk.

8) Dilaksanakan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang digunakan pada tes akhir ini sama dengan tes yang digunakan pada tes awal. 9) Langkah tiga hingga delapan dilakukan berulang untuk tema berbeda. 10) Diedarkan angket tertutup dan terbuka serta dilakukan wawancara untuk

memperoleh tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran IT-KM.

Setelah dilakukan uji coba lapangan kemudian dilakukan operational product revision atau menyempurnakan produk hasil uji coba lapangan terhadap efektifitas program ditinjau dari ketercapaian tujuan, yaitu untuk membekali IPBA Terintegrasi yang mengakomodasi Kecerdasan Majemuk. Diagram alur penelitian dapat diihat pada Gambar 3.1

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan data yang diperlukan. Tabel 3.1 meringkaskan hubungan antara data yang diperlukan, sumber data, dan instrumen penelitian yang digunakan. Rincian dari instrumen yang digunakan dijelaskan sebagai berikut.

1. Tes Kemampuan IPBA Terintegrasi

Kemampuan IPBA terpadu atau terintegrasi diukur menggunakan tes IPBA terpadu. Konstruksi tes terdiri dari teks/naskah bacaan dan beberapa pertanyaan


(36)

yang berkaitan dengan naskah pada berbagai disiplin ilmu seperti Fisika, Astronomi, Biologi, Kimia, Geografi, Geofisika, Meteorologi, Oseanografi dan dampak yang ditimbulkannya berkaitan dengan kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Tes kemampuan IPBA terintegrasi berbentuk pilihan ganda untuk setiap tema diberikan sebelum (tes awal) dan setelah pembelajaran (tes akhir). Tes pilihan ganda ini terdiri dari tiga paket yakni berdasarkan tema. Tes untuk tema gerak dan posisi benda langit serta pengaruhnya berjumlah 40 soal, tes untuk tema Bumi dan planet lainnya berjumlah 40 soal, dan tes untuk tema dinamika bintang berjumlah 35 soal. Tes tersebut kemudian dilakukan validasi oleh ahli untuk melihat kesesuaian antara kompetensi dengan soal, kesesuaian naskah dengan soal, dan disiplin ilmu yang berkaitan dengan naskah. Ujicoba dilakukan kepada 25 mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan IPBA untuk dianalisis tes menggunakan perangkat lunak Anates versi 4 melihat reliabilitas tes, validitas soal, tingkat kesukaran, daya pembeda dan pengecoh. Hasil analisis tes dapat dilihat di Lampiran 2.2.

Tabel 3.1. Instrumen Penelitian Data yang Diperlukan Sumber Data Instrumen Penelitian Teknik Analisis Data Indikator capaian Studi Pendahuluan

1.Kurikulum dan

materi IPBA

KTSP, jurnal. Website

Dokumentasi Deskriptif Pemetaan kurikulum dan

analisis kedalaman materi 2. Permasalahan IPBA Guru dan dosen Angket dan Wawancara

Deskriptif Masalah di lapangan jelas

3. Sumber literatur Buku, jurnal,

website

Dokumentasi Deskriptif Identifikasi tema dan

kecerdasan majemuk serta target nilai karakter

Validasi ahli

Program

perkuliahan IT-KM

Pakar IPBA &pendidikan

Format expert judgement

Revisi Draft revisi (I)

Uji coba terbatas dan lapangan

1. Penguasaan

Konsep IPBA Terintegrasi

Mahasiswa Tes

Penguasaan Konsep IPBA N-Gain Uji Statistik Deskriptif Meningkat dalam kategori minimal sedang

2. Kemampuan

jaring tema

Mahasiswa Tes jaring

tema

N-Gain

Deskriptif

Meningkat dalam kategori minimal sedang

3. Karakter Mahasiswa Lembar

Observasi

Kualitatif Minimal 80% karakter

tertanamkan 4. Profil

Identifikasi kecerdasan majemuk

Mahasiswa Angket

kecerdasan majemuk (Self Assessment)

Kualitatif Setiap aktivitas/aspek

kecerdasan majemuk muncul


(37)

dst

Urutan ke 6

Urutan ke 5 Urutan ke 4

Urutan ke 3 Urutan ke 2 Urutan ke 1

Tema/sub tema

Data yang Diperlukan

Sumber Data

Instrumen Penelitian

Teknik Analisis Data

Indikator capaian

5. Skala sikap dan

tanggapan terhadap keunggulan dan kelemahan program

Mahasiswa dan dosen

Skala sikap dan Angket

Skala Likert Deskriptif

Respon positif

2. Tes Jaring Tema

Tes jaring tema ini berbentuk uraian terdiri dari lima soal (Lampiran 2.1), yaitu mengukur kemampuan mengidentifikasi fenomena, mengaitkan dengan berbagai disiplin ilmu, menuliskan konsep yang berkaitan, memetakan urutan disiplin ilmu berdasarkan jumlah materi yang berkaitannya, dan mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari setiap tema yang dikaji. Kemampuan memetakan urutan disiplin ilmu berdasarkan jumlah materi yang berkaitan menggunakan pedoman disiplin ilmu yang memiliki jumlah materi yang banyak berada di angka 12 pada jam dan semakin berkurang sesuai arah jarum jam, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Pedoman penilaiannya menggunakan skala Likert dengan empat skala (1-4) dapat dilihat pada Lampiran 2.6. Tes diberikan diawal dan diakhir


(38)

pembelajaran. Tes ini terdiri dari tiga paket sama halnya dengan tes pilihan ganda. Sebelum tes ini digunakan, dilakukan uji coba terhadap tes untuk mengetahui keterbacaan, dan pemahaman mahasiswa terhadap petunjuk yang diinginkan. Tes jaring tema tidak dianalisis seperti halnya pilihan ganda, dikarenakan ingin mengungkap kemampuan mahasiswa terhadap pertanyaan yang diajukan, jadi tidak diperlukan informasi mengenai variabel-variabel daya pembeda, tingkat kesukaran, reliabilitas tes dan validitas soal. Namun dilakukan validitas isi oleh pakar.

3. Lembar Kerja Mahasiswa (LKM)

Lembar kerja mahasiswa disusun berdasarkan analisis materi IPBA dan integrasi dengan berbagai disiplin ilmu serta aktivitas kecerdasan majemuk yang dikembangkan untuk setiap sub tema, sehingga pemahaman mahasiswa menjadi komprehensif dan bermakna. LKM digunakan sebagai pedoman mahasiswa untuk menggali berbagai disiplin ilmu dari tema/sub tema yang dikaji. LKM berisi pertanyaan-pertanyaan arahan dan instruksi kegiatan berkaitan dengan integrasi berbagai disiplin ilmu untuk dilakukan atau dicari jawabannya dengan menggunakan sumber literatur, internet, dan penggunaan alat peraga atau program (Lampiran 1.3). Mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri secara berkelompok dan berkolaborasi untuk memecahkan permasalahan dengan menggunakan sarana yang telah disediakan. LKM divalidasi ke para ahli berkaitan dengan konten dan kedalaman materi serta kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, kemudian diujicobakan untuk mengetahui keterbacaan, konstruksi LKM, kesulitan dalam memahami petunjuk dan kejelasan terhadap apa yang dikerjakan. 4. Lembar Observasi Karakter Diri

Aspek karakter diri yang diamati yaitu kecermatan menggambarkan objek benda langit, berpikir terbuka, kepekaan terhadap fenomena alam, kerja keras, disiplin, demokratis atau toleransi, kejujuran, dan kerjasama (Lampiran 2.4). Ke delapan aspek penilaian karakter tersebut berdasarkan analisis kecerdasan majemuk yang dikembangkan. Misal kemampuan


(39)

menggambar benda langit mengakomodasi kecerdasan kinestetik, kerjasama mengakomodasi kecerdasan linguistik dan interpersonal.

Skala penilaian karakter menggunakan skala 1-4 berdasarkan indikator karakter yang dimunculkan oleh mahasiswa. Mahasiswa dilibatkan dalam penilaian karakter diri terhadap setiap anggota kelompoknya (peer assessment) di akhir perkuliahan untuk setiap sub temanya yang berjumlah 7 (tujuh) sub tema sehingga terdapat 7 (tujuh) kali penilaian karakter dari seorang mahasiswa pada target nilai karakter: kerja keras, disiplin, demokratis atau toleransi, kejujuran, dan kerjasama, sedangkan tiga aspek lainnya oleh dosen. Penilaian karakter terhadap satu orang mahasiswa dinilai oleh 4-5 orang mahasiswa sesuai jumlah teman sekelompoknya. Nilai rata-rata dari mahasiswa digabungkan dengan nilai dari dosen. Jika selisih nilai dosen dan teman sekelompoknya yaitu satu maka nilai akhirnnya adalah rata-rata nilai mahasiswa dan dosen, namun jika perbedaannya dua maka nilai akhir adalah 70% nilai dosen ditambah 30% nilai mahasiswa. Apabila perbedaannya tiga maka 100% nilai akhirnya dari dosen, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Table 3.2 Proporsi Penilaian Karakter oleh Mahasiswa dan Dosen

NO GAP NILAI AKHIR

1 0 < x < 25% (selisih 1) 50% nilai mahasiswa + 50% nilai dosen = rata-rata

2 26 < x < 50% (selisih 2) 30 % nilai mahasiswa + 70 % nilai dosen

3 x > 50% (selisih 3) 100 % nilai dosen, nilai pinalti 20% buat penilai mahasiswa

Penilaian dari dosen bertujuan untuk menghindari hasil yang bias dari penilaian mahasiswa tersebut. Ketika terjadi perbedaan nilai antara dosen dan mahasiswa, maka dilakukan pengurangan nilai sesuai dengan tabel 3.2. Namun, ketika terjadi perbedaan yang dilakukan oleh hanya beberapa orang mahasiswa, maka dilakukan wawancara kepada mahasiswa bersangkutan untuk mengetahui kriteria yang dipergunakan.


(1)

Canon, M.J&Abaquin. (2009). “Multiple Intelligence Make a Difference” dalam Multiple Intelligence around The Wolrd. San Fransisco: Jhon Wiley&Sons, Inc.

Carin, A.A.& Sund, R.B. (1989). Teaching Science throught Discovery. Ohio: Charles E. Merril Publishing.

Creswell, J.W., (2008). Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (Third Ed). California: Sage Publication.

Cutshall, L.C. (2003). The Effect of Student Multiple Intelligence Preference in investigation of Earth Science concepts and knowledge within a middle Grades Science Classroom. Tesis: The Departement of Teacher Education of Jhonson Bible College Tunisia.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Pusat Kurikulum

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs Mata Pelajaran IPS. Jakarta: Pusat Kurikulum

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA/MA Fisika. Jakarta: Pusat Kurikulum

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA/MA Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Pusat Kurikulum

Fogarty, R.J. (1991). How to Integrate the Curricula. Illinois: Skylight Publishing.

Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books. The second edition was published in Britain by Fontana Press. 466 + xxix pages

Gray, T. (2009). "Character Education in Schools," ESSAI: Vol. 7, Article 21. Gutierrez, D. (2006). “Exploring The Multiple Intelligences of Community

College Students Enrolled In Online Courses”. Journal of College Teaching & Learning, 3, (11), 85-90.

Hake, R.R. (1998). “Interactive-engagement vs traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses”. American Journal of Physics. 66, (1), 64-74


(2)

Hewitt, P.G., Lyons, S., Suchocki, J.A., & Yeh, J. (2007). Conceptual Integrated Science. San Francisco: Pearson Education Inc

Hill, R. (1998). What Sample Size is “Enough” in Internet Survey Research?. Interpersonal Computing and Technology Journal. 6, (3-4), 1-10

Hofstein, A. & Lunetta, V.N. (2004). “The Laboratory in Science Education: Foundation for The 21st Centaury”. Science Education. 88, 25-54

Hodge, E.E. (2005). A Best-Evidence Synthesis of The Relation-ship of Multiple Intelligence Instructional Approach and Student Achievement indicators in Secondary School. Thesis Cedarville University

Hungeford, H.R., Volk, T.L., & Ramsey, J.M. (1990). Science Technology Society: Investigating and Evaluating STS Issues and Solution. Illinois: STIPES Publishing Co.

James, W.B., & Blank, W.E. (1993). “Review and Critique of Available Learning-Style Instrument for Adult”. In D. Flannery (Ed), Applying Cognitive Learning Style, 1993, (59), 47-57

Jasmine, J (Eds). (2007). Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk. Bandung: Penerbit Nuansa

Johnson, C. (1994). Howard Gardner: Re-defining Intelligence. Cardinal Principles, 6, (1), 67-69

Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Pembinaan SMP. (2010). Panduan Pendidikan Karakter di SMP. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Kemendikbud.

Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., & Masia, B.B. (1964). Taxonomy of Educational Objectives. Book 2 Affective Domain. New York & London: Longman. Lang, K.R. (2004). An education curriculum for space science in developing

countries. Amsterdam: Elsevier

Lelliott, A. & Rollnick, M. (2008). “Big Ideas: A Review of Astronomy Education Research 1974-2008”. International Journal of Science Education. 32, (13), 1771-1799.


(3)

Liliawati, W & Ramlan, T. (2008). “Profil dan Analisis Materi IPBA dalam KTSP”. Jurnal Pengajaran MIPA. 12, (2).

Liliawati, W & Effendi, R. (2010). “Analysis of Students’ Capabilities in Earth Science TIMSS with Curriculum in Indonesia”. Proceeding The 4th International Seminar on Science Education Sekolah Pascasarjana UPI. Liliawati, W. & Ramlan, T. (2010). “Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA bagi

Siswa, Guru SMP dan Mahasiswa Calon Guru dalam Upaya Perbaikan dan Pengembangan Program Pembelajaran”. Proceeding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Liliawati, W. & Herdiwijaya D. (2011). “Analisis Kebutuhan Astronomi Terintegrasi berbasis Kecerdasan Majemuk (TKM) untuk Membekalkan Literasi Astronomi”. Prosidings Seminar Himpunan Astronomi Indonesia, Institut Teknologi Bandung.

Liliawati, W. (2012). “Analisis Perbandingan Kompetensi Materi IPBA di Indonesia dan Korea Selatan pada jenjang SMP”. Prosiding Seminar Nasional Universitas Negeri Yogyakarta.

Liliawati, W. Rustaman, N.Y., Herdiwijaya, D. Rusdiana, D. (2012a). “Analisis Karakter Diri Mahasiswa yang terbangun melalui Perkuliahan IPBA Terintegrasi Berbasis Kecerdasan Majemuk”. Prosiding Seminar Nasional FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Liliawati, W. Rustaman, N.Y., Herdiwijaya, D. Rusdiana, D. (2012b). “The Application of Earth and Space Science Model that Integrated with Multiple Intelligences to Achievement Concept of Cohesive Earth and Space Science for University Student as a Candidate Teacher”. Proceedings 3rd Jogja International Conference on Physics 2012 Universitas Gajah Mada.

Liliawati, W. Rustaman, N.Y., Herdiwijaya, D. Rusdiana, D. (2012c). “Peningkatan Kemampuan Konsep IPBA Terpadu Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk Pada Mahasiswa Calon Guru SMP”. Prosiding Seminar Nasional Fisika III, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

Liliawati, W. Rustaman, N.Y., Herdiwijaya, D. Rusdiana, D. (2013). “Efektivitas Perkuliahan IPBA Terintegrasi Berbasis Kecerdasan Majemuk untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Menanamkan Karakter Diri Mahasiswa Calon Guru SMP pada Tema Tata Surya”. Indonesian Journal of Applied Physics, 3, (1), 63-71.


(4)

Lwin, M., Khoo, A., Lyen, K., & Sim, C. (Eds) (2008). How to Multiply Your Child’s Intelligence. Singapore: Prentice Hall

Mardafi, D. (2011). “Penilaian Pendidikan Karakter”, dalam Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Karakter. Yogyakarta: UNY Press

Minium, E.W., King, B.M., & Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in Phychology and Education (Third Ed). New York: John Wiley and Sons Inc.

Mitchell, N. (2005). “Theory Based Curriculum and Astronomy”. A Photon’s Journey.

Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara

Myung, H.K&Kyung, H.C. (2009). “The Integration of MI Theory in South Korean Educational Practice” dalam Multiple Intelligence around The Wolrd. San Fransisco: Jhon Wiley&Sons, Inc.

National Research Council [NRC]. (1996). The National Science Education Standards. Washington: The National Academy of Sciences

National Science Teachers Association (NSTA). (2003). Standards for Science Teacher Preparation. http://www.nsta.org/pdfs/NSTAstandards2003.pdf Nguyen, T.T. (2000). Differential Effects of a Multiple Intelligence Curriculum

on Student Performance. Desertasi Harvard University

Plotnick, R.E, Varelas, M, Fan Q. (2009). “An Integrated Earth Science, Astronomi, and Physics science course for elementary education major”. Journal of Geoscience Education, 57, (2), 152-158

Prasetyo, Z.K. (2008). Kontribusi Pendidikan Sains dalam Pengembangan Moral

Peserta Didik. Yogyakarta: Pidato pengukuhan Guru Besar.

Presley, A.I. (2005). An Investigation of The Teaching-learning process based on Multple Intelligence Theory in a High School Biology Course. Disertasi: Middle East Technical University

Pujani, N.M. (2011). Pembekalan Keterampilan laboratorium IPBA Berbasis Kamampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi: Sekolah Pascasarjana UPI.

Pusat Kurikulum. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Depdiknas


(5)

Reigosa, C & Jimenez-Aleixandre, M.P. (2007). “Scaffolded Problem-solving in The Physics and Chemistry Laboratory: Difficulties Hindering Students’ Assumption of Responsibility”. International Journal of Science Education.

29. (3). 307-329

Roscoe, J.T. (1975). Fundamental Research Statistics for the Behavioural Sciences, 2nd edition. New York: Holt Rinehart & Winston.

Rustaman, N.Y. (2009). Analisis Konten dan Capaian Sains Siswa Indonesia dalam TIMSS tahun 1999, 2003, dan 2007. Sekolah Pascasarjana UPI: Bahan perkuliahan Evaluasi Pendidikan IPA.

Rutherford, F.J., & Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans. New York: Oxford University Press.

Silver, H., Strong, R., & Perini, M. (1997). Integrating Learning Styles and Multiple Intelligences. Teaching for Multiple Intelligences, 55, (1), 22-27 Stephen, J.D. (2004). “Multiple Intelligences and Learning Styles: Two

Complementary Dimensions”. Teachers College Record, 106, (1), 96–111 Suparno, P. (2004). Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah.

Yogyakarta: Kanisius

Thiagarajan, S., Semmel, D.S.,&Semmel, M.L. (1974). Instructional, Development for Training teacher of Exceptional Children. Minnesota: Indiana University.

Tjasyono, B. (2006). Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung: UPI dan PT. Remaja Rosdakarya

Trefil, J. & Hazen, R.M. (2010). Science an Integrated Approach, Sixth Edition. Hoboken New Jersey: John Wiley and Sons Pte Ltd

Trowbridge, L.W., & Rodger, W. B. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher. Columbus: Merrill Publishing Company.

Turpin, T & Cage, B. (2004). “The Effect of Integrated, Activity-based Science Curriculum on Student Achievement, Science Process Skill, and Science Attitude”. Electronic Journal of Literacy Throught Science, 3, (3), 1-17 Wahyudin. (2001). “Tingkatan Pemahaman Siswa terhadap Materi Pembelajaran


(6)

Wati, U.A. (2008). “Model Pembelajaran Terpadu berbasis Kecerdasan Majemuk di SD”. Majalah Ilmiah Pembelajaran, 4, (2), 189-199

Wilujeng, I. (2011). Pengembangkan Program IPA Terintegrasi Guna Membekali Kompetensi Pendidik Calon Guru IPA SMP. Disertasi: Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Yager, R.E (Ed.). (1996). Science/Technology/Society As Reform In Science

Education. Albany, New York: State University of New York Press

Zuchdi, D., Prasetya, Z.K., & Masruri, M.S. (2012). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press


Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTER DIRI DAN KECERDASAN MAJEMUK SISWA SEKOLAH DASAR PADA MODEL PEMBELAJARAN IPA TERPADU YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK.

0 0 36

ANALISIS KARAKTER DIRI DAN KECERDASAN MAJEMUK SISWA SEKOLAH DASAR PADA MODEL PEMBELAJARAN IPA TERPADU YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK.

0 0 38

PEMBELAJARAN IPBA BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS.

2 14 44

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK PADA KONSEP IPBA DI SMP BANDUNG.

1 2 36

Pengembangan perangkat pembelajaran lingkaran berbasis teori kecerdasan majemuk gardner dan berorientasi pada prestasi belajar matematika.

0 0 13

Efektivitas Perkuliahan IPBA Terintegrasi Berbasis Kecerdasan Majemuk untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Menanamkan Karakter Diri Mahasiswa Calon Guru SMP pada Tema Tata Surya.

0 0 9

ANALISIS KARAKTER DIRI DAN KECERDASAN MAJEMUK SISWA SEKOLAH DASAR PADA MODEL PEMBELAJARAN IPA TERPADU YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK - repository UPI S FIS 1002377 Title

0 0 4

MODEL PEMBELAJARAN IPBA TERPADU YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP GEMPA BUMI DAN PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP - repository UPI S FIS 1100140 Title

0 0 1

PEMBELAJARAN TERPADU TEMA PEMANASAN GLOBAL YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN PENANAMAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR - repository UPI S FIS 0901982 Title

0 0 4

PENGEMBANGAN BAHAN AGAR IPBA TERPADU TEMA PELINDUNG BUMI YANG MENGAKOMODASI KECERDASAN MAJEMUK DAN PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP - repository UPI S FIS 1005331 Title

0 0 3