EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN : Studi pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.

(1)

KEMENTERIAN KEUANGAN

(Studi pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pengembangan Kurikulum

Oleh:

Wena Liza NIM. 1202174

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM (S2) SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

DALAM MENINGKATKAN SOFT COMPETENCY PELAKSANA KEMENTERIAN KEUANGAN

(Studi pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan)

Oleh:

Wena Liza

Sarjana Psikologi (S. Psi) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2006

Sebuah Tesis yang Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M. Pd) pada

Program Studi Pengembangan Kurikulum

© Wena Liza 2014

Universitas Pendidikan Indonesia September 2014


(3)

(4)

i

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR………...

DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN ………….………...…... A.Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D.Manfaat Penelitian... E. Struktur Organisasi Penulisan...

BAB II KAJIAN PUSTAKA…...………..…... A.Landasan Teori... 1. Pelatihan Berbasis Kompetensi... a. Konsep Dasar Pelatihan... b. Pelatihan Berbasis Kompetensi... c. Pelaksanaan Pelatihan... d. Istilah “Diklat”... 2. Kurikulum Pelatihan... a. Konsep Dasar Kurikulum... b. Komponen Kurikulum... c. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum... d. Komponen Pengembangan Kurikulum... 3. Soft Competency... a. Pengertian Kompetensi... b. Komponen Pembentuk Kompetensi... c. Soft Competency... d. Model Kompetensi Milik Organisasi... e. Penyajian Rumusan Kompetensi... f. Orang yang Kompeten... B. Penelitian Terdahulu yang Relevan...

iii iv vi vii x xi xii 1 1 5 7 7 8 11 11 10 10 14 16 21 22 22 24 30 32 41 41 42 44 46 51 53 55


(5)

ii

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT A.Pendekatan, Jenis, dan Fokus Penelitian...

1. Pendekatan Penelitian... 2. Jenis Penelitian... 3. Fokus Penelitian... B. Lokasi Penelitian... C. Desain Penelitian... D.Teknik Pengumpulan Data... 1. Observasi... 2. Wawancara... 3. Studi Dokumen... E. Pengembangan Instrumen... 1. Defenisi Operasional... 2. Kisi-Kisi Pengumpulan Data... 3. Pedoman Pengumpulan Data... F. Sumber Data...

1. Sumber Data Observasi... 2. Sumber Data Wawancara... 3. Sumber Data Studi Dokumen... G.Analisis Data... H.Tahap Pelaksanaan Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN...………..………... A.Deskripsi Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana... 1. Tujuan Diklat. Berbasis Kompetensi Pelaksana... 2. Desain Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana... 3. Implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Tahun 2014... 4. Kegiatan Evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Tahun 2014... B. Temuan Penelitian... 1. Kesesuaian Desain Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana untuk Meningkatkan Soft Competency Pelaksana... 2. Kesesuaian Implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana dengan Desain Kurikulum yang Telah Disusun... 3. Kesesuaian Kegiatan Evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi untuk Mengukur Peningkatan Soft Competency Pelaksana...

58 58 58 59 59 60 61 61 62 63 63 63 65 65 71 71 71 72 72 74 76 76 76 82 87 90 95 95 103 105


(6)

iii

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...

A.Kesimpulan... B. Saran...

DAFTAR PUSTAKA…...………..………... LAMPIRAN...

133 133 135

137 144


(7)

iv

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT

2.1 : Kata-kata yang Umum Disalahartikan dalam perumusan tujuan pelatihan 2.2 : Kelebihan dan Kekurangan Evaluator Internal dan Eksternal... 2.3 : Contoh Anatomi Kompetensi... 3.1 : Kisi-Kisi Pengumpulan Data... 3.2 : Pedoman Observasi... 3.3 : Pedoman Wawancara... 3.4 : Pedoman Pengumpulan Dokumen... 4.1: Pengelompokan Soft Competency pada Model Kompetensi Kementerian Keuangan...

4.2: Tingkat Kemahiran “Motivating Others”...

4.3: Tingkat Kemahiran “Integrity”...

4.4: Tingkat Kemahiran “Continuous Learning”... 4.5: Tingkat Kemahiran “Teamwork and Collaboration”...

4.6: Tingkat Kemahiran “Stakeholder Services”... 4.7: Penjabaran Kompetensi Menuju Indikator... 4.8: Pokok Bahasan dan Alokasi Waktu Diklat... 4.9: Sebaran Soal Pre test dan Post test... 4.10: Urutan Kegiatan Diklat... 4.11: Kisi-Kisi Kuisioner Perubahan Perilaku... 4.12: Sebaran Aitem Form Evaluasi Pengajar... 4.13: Sebaran Aitem Form Evaluasi Penyelenggaraan... 4. 14: Tujuan Pembelajaran Umum dan Tujuan Pembelajaran Khusus Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana... 4.15: Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan... 4.16: Indikator dan Cakupan Soal Pre Test/ Post Test... 4.17: Kisi-Kisi Kuisioner Perubahan Perilaku...

26 40 52 65 66 68 70 77 78 79 80 80 81 83 84 86 87 91 93 93 97 100 103 106


(8)

v

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT 2.1 : Training Cycle... 2.2 : Model Appropriate for Competence Based Learning Programmes... 2.3 : Kontinum Keterlibatan Peserta Pelatihan... 2.4 : Hubungan Komponen-Komponen Kurikulum ... 2.5: Piramida Kompetensi... 2.6 : Contoh Model Soft Competency... 2.7: Vektor Kompeten dalam Fase Profesional... 2.8 : Model Hubungan Pengetahuan dan Keterampilan, Pemahaman

Kontekstual, dengan Seberapa Kompeten Seseorang ... 2. 9: Ilustrasi Level Minimal Kompetensi pada Level 2... 2.10: Kerangka Pemikiran Penelitian... 4. 1: Hierarki Tujuan Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan dan Hierarki Tujuan Pendidikan... 4.2: Piramida Kompetensi...

14 16 20 33 42 46 51

54 54 57

116 127


(9)

vi

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT 1 : Ringkasan Hasil Observasi... 2: Foto-foto Pelaksanaan Diklat... 2 : Salinan Catatan Observasi ... 3 : Dokumentasi Wawancara... 4 : Surat Permohonan Izin Studi Lapangan...

145 147 148 156 194


(10)

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT

Evaluasi Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi dalam Meningkatkan Soft

Competency Pelaksana Kementerian Keuangan (Studi pada Pusdiklat

Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa program-program reformasi birokrasi, khususnya Diklat Berbasis Kompetensi, belum berhasil memperbaiki kualitas layanan publik melalui usahanya meningkatkan kompetensi pegawai negeri. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi untuk pelaksana Kementerian Keuangan, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Tangerang. Evaluasi dalam penelitian ini difokuskan pada desain, implementasi, dan evaluasi kurikulum, beserta peningkatan soft competency sebagai tujuan diklat tersebut. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumen. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, desain kurikulum diklat tersebut masih memiliki ketidaksesuaian dengan tujuan peningkatan soft competency. Kedua, implementasi diklat itu sendiri telah dilaksanakan sesuai dengan desain kurikulumnya. Ketiga, kegiatan evaluasi yang dilakukan masih perlu perbaikan dari segi instrumen, agar dapat mengukur peningkatan soft competency secara lebih tepat. Keempat, faktor-faktor pendukung pada diklat ini adalah: adanya pembagian tugas yang jelas antara pihak yang terlibat, dukungan pimpinan, dana yang memadai, fasilitas kelas dan asrama yang memadai, dan dukungan teknologi informasi. Sementara, faktor-faktor penghambat pada diklat ini adalah: kurangnya kajian bersama untuk menentukan keselarasan antar komponen kurikulum, terbatasnya waktu pengerjaan desain kurikulum, dan kurangnya koordinasi antara penyusun instrumen evaluasi dengan penyusun kurikulum diklat. Rekomendasi terkait temuan penelitian ditujukan pada beberapa pihak terkait. Pihak Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia disarankan untuk melakukan evaluasi kurikulum secara berkala dan mempertimbangkan penerapan pembelajaran tematik terintegrasi untuk mencapai peningkatan kompetensi pegawai. Penyusun desain kurikulum sebaiknya lebih memperhatikan kejelasan dan keakuratan perumusan tujuan kurikulum agar menjadi dasar yang kuat bagi penentuan materi, metode, dan evaluasi. Pengajar disarankan agar aktif memberikan masukan kepada penyusun kurikulum untuk perbaikan diklat. Peserta diklat diharapkan menerapkan apa yang diperoleh selama diklat di tempat kerja masing-masing. Penelitian ini terbatas pada desain, implementasi, evaluasi dan tujuan kurikulum untuk meningkatkan soft competency. Beberapa area lain yang terkait dapat digali lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya, misalnya: analisis kebutuhan, pembelajaran, dan kebijakan-kebijakan terkait Diklat Berbasis Kompetensi di organisasi pemerintah.


(11)

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT

ABSTRACT

Curriculum Evaluation on Competency Based Education and Training in Increasing Soft Competency of Ministry of Finance Staff (Study on Center for Education and Training of Human Resources Development, Finance Education and Training Agency, Ministry of Finance)

This study was based on the fact that bureaucracy reformation related programs, particularly Competency Based Education and Training, had not been successful at improving public service quality through its effort to increase government staff competencies. The purpose of this study was to evaluate the curriculum of Competency Based Education and Training for Ministry of Finance staff. The program itself was conducted by Center for Education and Training of Human Resources Development, Finance Education and Training Agency in Tangerang. This evaluation study focused on curriculum design, implementation, evaluation, and its aim to increase soft competencies. Qualitative approach was adopted in this study. Data were collected by participative observation, interview, and documents review. This study revealed several findings. First, curriculum design of the program had several mismatch with its goal to improve soft competencies. Second, the curriculum implementation was conducted in accordance with its design. Third, the evaluation instrument needed improvement in order to get more precise measurement. Fourth, the program supporting factors were: division of tasks clarity among curriculum team members, organization leader support, adequate budget, adequate classroom and boarding house facilities, and information technology support. Besides that, the program inhibiting factors are: lack of coordination among curriculum team members to ensure the components of curriculum are in accordance with each other, insufficient time to design the curriculum, and lack of coordination between evaluation instrument author and curriculum team designer. Suggestions related to those findings address to several parties. It is advised that Center for Education and Training of Human Resources Development to do annual curriculum evaluation and to consider thematic integrated instruction in curriculum design for better result in competency improvement. Curriculum designer team should be more accurate in curriculum goals formulation in order to provide a strong foundation for designing curriculum content, method, and evaluation. Program trainer is advised to actively share the classroom experiences to curriculum designer for better compatibility of the design with instructional needs. Program participants is expected to apply the experience obtained from the program at their workplace. This study is limited to curriculum design, implementation, evaluation, and its aim to increase soft competencies. The next researchers can elaborate further by investigating several area related to Competency Based Education and Training, such as: training need analysis, training instructional and training policies in government organization.


(12)

Wena Liza, 2014

EVALUASI KURIKULUM DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN SOFT Education and Training


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Birokrasi pemerintahan memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, dan fungsi pemerintahan umum (Lembaga Administrasi Negara, 2007). Fungsi yang pertama, yaitu pelayanan, dilakukan terutama oleh unit organisasi pemerintahan yang berhubungan langsung untuk melayani masyarakat. Fungsi kedua, yaitu pembangunan, terutama dilakukan oleh unit oganisasi pemerintahan yang memiliki bidang tugas tertentu disektor pembangunan. Fungsi ketiga, yaitu pemerintahan umum, berhubungan dengan rangkaian kegiatan organisasi pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum (regulasi), temasuk di dalamnya menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban. Ketiga fungsi tersebut harus dijalankan dengan baik agar keberadaan pemerintahan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Layanan publik yang berkualitas merupakan harapan setiap warga negara. Harapan yang semestinya dipenuhi oleh pegawai pemerintah sesuai tugasnya, yaitu memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang Nomor. 5/ Tahun 2014. Kenyataannya, masyarakat masih memiliki kesan yang kurang baik terhadap layanan institusi pemerintah pada umumnya. Persepsi yang buruk terhadap pelayanan instansi pemerintah tersebut meliputi layanan birokrasi yang panjang, adanya penyalahgunaan wewenang, kurangnya kompetensi dan profesionalisme aparat, serta masih ditemukannya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, 2010).

Persepsi tentang buruknya pelayanan publik tersebut tentu saja tidak muncul begitu saja, melainkan berasal dari pengalaman masyarakat yang kurang baik ketika dilayani. Layanan birokrasi yang berbelit-belit seringkali terkait dengan jenis layanan yang harus melalui banyak meja/loket. Hal ini


(14)

dapat menyulitkan masyarakat dengan banyaknya waktu yang terbuang untuk berurusan dengan institusi pemerintah. Kurang efisiennya layanan juga muncul karena persyaratan layanan yang harus dipenuhi seringkali tidak tercantum secara jelas dan tegas. Masyarakat dapat semakin dipersulit dengan sikap aparat yang tidak melayani dengan prima.

Kualitas layanan publik yang disediakan pemerintah semakin diperparah dengan maraknya berbagai kasus-kasus korupsi di institusi pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi juga mencatat bahwa kasus korupsi yang membelit para penyelenggara negara yang ada di kementerian/lembaga, merupakan yang terbanyak sepanjang 2013, yakni sebesar 157 kasus (Humas Komisi Pemberantasan Korupsi, 2014). Hal ini menunjukkan seriusnya potensi korupsi di kementerian/ lembaga negara pada umumnya. Berbagai celah yang memungkinkan terjadinya korupsi ditambah sikap mental aparat membuat kasus korupsi makin banyak terjadi.

Hasil survei lembaga Transparansi Internasional juga menunjukkan bahwa pesepsi terhadap korupsi dalam institusi pemerintahan Indonesia menempati urutan ke 114 di dunia, dan urutan ke 26 di Asia (Transparency International Indonesia, 2013). Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah. Skor IPK Indonesia pada tahun 2013 adalah 3,2, sama dengan perolehan pada tahun sebelumnya, meskipun peringkat Indonesia naik dari posisi 118 pada tahun 2012 menjadi 114 pada tahun 2013 (Universitas Gadjah Mada, 2013). Persepsi terhadap korupsi ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang relatif rendah. Masyarakat dapat merasa was-was ketika dilayani dan merasa enggan untuk berhubungan dengan institusi pemerintah.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (2008, hlm. 10) juga menyatakan kesimpulan yang senada dengan bahasan sebelumnya mengenai keadaan birokrasi pemerintahan Indonesia, sebagai berikut:

... (1) praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih berlangsung, (2) tingkat kualitas pelayanan publik yang belum memenuhi harapan publik, (3) tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal dari


(15)

instansi pemerintahan, (4) tingkat akuntabilitas dan transparansi instansi pemerintah yang masih rendah, (5) tingkat disiplin dan etos kerja yang masih rendah.

Rendahnya kualitas layanan pegawai negeri terhadap masyarakat dapat dipengaruhi oleh rendahnya motivasi dan kompetensi yang dimiliki. Kualitas layanan merupakan cerminan dari kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai negeri. Penelitian Pridarsanti dan Yuyetta (2013, hlm. 1) menunjukkan bahwa motivasi dan kompetensi adalah faktor utama yang berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri. Semakin tinggi tingkat motivasi dan kompetensi, akan berpengaruh terhadap semakin baiknya kinerja yang ditunjukkan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Priasmara (2013, hlm. 375) yang juga menunjukkan hubungan kompetensi dengan kinerja pegawai negeri. Penelitian Nurmashita, dkk (2013, hlm. 1220) juga menunjukkan hal serupa, bahkan didapatkan bahwa pengaruh kompetensi terhadap kinerja layanan pegawai lebih dominan daripada faktor lingkungan kerja fisik maupun sosial.

Motivasi sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar diri individu. Faktor dalam bisa berupa keinginan untuk berprestasi, keinginan untuk beribadah, dan sejenisnya, sementara faktor luar bisa berupa gaji atau penghargaan. Terkait dengan itu, Undang Undang Nomor. 5/ Tahun 2014 pada pasal 21 mengatur hak aparatur sipil negara, yaitu gaji, tunjangan, fasilitas, cuti, jaminan pensiun dan hari tua, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.

Kompetensi sendiri adalah faktor yang tidak kalah pentingnya dari motivasi. Kompetensi terbentuk sebagai kombinasi dari komponen kognitif, afektif dan keperilakuan, yang berinteraksi dan muncul dalam bentuk tindakan yang dapat dilihat. Pada konteks pelayanan publik, kemunculannya dapat dilihat dalam bentuk layanan yang diberikan oleh seorang pegawai negeri. Pelaksanaan suatu tugas atau jabatan biasanya memerlukan beberapa kompetensi sekaligus. Informasi mengenai kompetensi apa yang masih kurang dimiliki oleh pegawai perlu digali. Penggalian informasi ini dapat dilakukan


(16)

dengan melakukan penilaian (assessment) pegawai yang dilandaskan pada indikator-indikator yang ditentukan untuk setiap kompetensi yang telah diperlukan.

Tiap organisasi memerlukan serangkaian konsep kompetensi yang dibutuhkan agar dapat melayani dengan baik. Rangkaian kompetensi kompetensi ini sifatnya khas dan berbeda-beda kebutuhannya untuk tiap organisasi, sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Kumpulan beberapa rumusan kompetensi tersebut lazim disebut dengan model kompetensi (Campion dkk, 2011, hlm. 229). Kompetensi yang diperlukan pada tiap organisasi mencakup kompetensi yang bersifat teknis (hard competency), maupun kompetensi yang bersifat non teknis (soft competency). Hard competency yang bersifat teknis terkait dengan keterampilan untuk melakukan tugas-tugas teknis seperti mengetik, memeriksa, dan sebagainya. Soft competency terkait dengan keterampilan yang tidak bersifat teknis. Misalnya, ketika seorang pegawai negeri melayani masyarakat di loket pelayaan. Ia perlu untuk dapat berkomunikasi dengan baik, menunjukkan sikap empati, melayani dengan jujur, dan sebagainya. Hal-hal tersebut hanya dapat terwujud jika ia memiliki soft competency yang memadai.

Pentingnya kompetensi pegawai negeri telah menjadi perhatian pemerintah dengan dicanangkannya gerakan reformasi birokrasi pada tahun 2008. Hakikat reformasi birokrasi itu sendiri adalah: “usaha pemerintah untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan” (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, 2008, hlm. 9). Tujuan umum reformasi birokrasi tersebut adalah “membangun/ membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan integritas tinggi, produktivitas tinggi serta bertanggung jawab, dan kemampuan memberikan pelayanan prima” (hlm. 16). Reformasi birokrasi ini digulirkan dengan prioritas utama pada “kementerian/ lembaga/ pemerintahan daerah yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara, penegakan hukum,


(17)

pemeriksaan serta pengawasan keuangan, serta penertiban aparatur negara” (hlm. 20).

Penataan sistem manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu fokus reformasi birokrasi, disamping penataan kelembagaan dan tata laksana pemerintahan. Pengembangan pola pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi menjadi salah satu kegiatan utama pada program penataan sistem manajemen Sumber Daya Manusia ini (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, 2008, hlm. 35). Ketujuh kegiatan utama dalam penataan sistem manajemen sumber daya manusia ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pentingnya kepemilikan kompetensi pada pegawai negeri. Pertama, asesmen kompetensi bagi individu pegawai/ tenaga ahli untuk memperoleh data pemetaan kompetensi. Kedua, membangun sistem penilaian kinerja berdasarkan kompetensi yang transparan dan mudah digunakan. Ketiga, mengembangkan sistem pengadaan dan seleksi pegawai yang transparan, adil, akuntabel, dan berdasar kompetensi. Keempat, mengembangkan pola pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Kelima, memperkuat pola rotasi, mutasi dan promosi yang berdasarkan kompetensi dan kinerja. Keenam, memperkuat pola karir yang berdasarkan kompetensi dan kinerja. Ketujuh, membangun/ memperkuat data base pegawai.

Pelaksana adalah jabatan yang termasuk ke dalam kelompok jabatan administrasi. Pelaksana adalah pegawai dengan jabatan terendah dalam struktur organisasi pemerintahan. Undang-undang terbaru yang mengatur mengenai pegawai pemerintah adalah Undang Undang Nomor. 5/ Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 13 pada Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa pegawai pemerintahan sipil yang kini disebut dengan aparatur sipil negara terbagi kedalam jabatan administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Kemudian pasal 15 menyebutkan bahwa jabatan pelaksana ini adalah jabatan yang memiliki tanggung jawab melaksanakan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik (pasal 15).


(18)

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kualitas layanan publik secara umum belum memuaskan masyarakat. Kondisi yang menjadi masalah utama adalah: (1) persepsi masyarakat masih negatif terhadap kualitas layanan sebagai cerminan dari kualitas layanan yang mereka terima, dan (2) masih tingginya angka kasus korupsi yang terjadi di pemerintahan disertai persepsi masyarakat yang sejalan dengan kenyataan itu. Kualitas layanan yang diberikan oleh pegawai negeri dipengaruhi oleh tingkat motivasi dan tingkat kompetensi yang dimiliki. Kompetensi pegawai negeri, khususnya soft competency masih belum memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya, yaitu memberikan layanan publik yang berkualitas dan memuaskan masyarakat.

Pemerintah telah berusaha meningkatkan kompetensi yang dimiliki pegawai negeri melalui penataan sistem manajemen sumber daya manusia, namun belum ada peningkatan signifikan dalam kualitas layanan publik sejak reformasi birokrasi tersebut digulirkan. Hal ini menunjukkan bahwa penataan sistem manajemen sumber daya manusia di pemerintahan belum berhasil, khususnya lima bidang yang difokuskan sejak reformasi birokrasi dimulai pada tahun 2008. Bidang-bidang tersebut adalah: (1) asesmen untuk pemetaan kompetensi, (2) membangun sistem penilaian kinerja berdasarkan kompetensi yang transparan dan mudah digunakan, (3) mengembangkan sistem pengadaan dan seleksi pegawai yang transparan, adil, akuntabel, dan berdasar kompetensi, (4) mengembangkan pola pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, (5) memperkuat pola rotasi, mutasi dan promosi yang berdasarkan kompetensi dan kinerja, (6) memperkuat pola karir yang berdasarkan kompetensi dan kinerja, dan (7) membangun/ memperkuat data base pegawai.

Penataan sistem manajemen sumber daya manusia merupakan masalah yang luas. Peneliti membatasi fokus permasalahan penelitian ini pada pola


(19)

pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, khususnya pada Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana di Kementerian Keuangan. Agar diklat tersebut dapat mencapai tujuannya, peran kurikulum sangatlah penting. Desain, implementasi, dan evaluasi kurikulum perlu disusun dan dilakukan dengan cara yang tepat, agar Diklat Berbasis Kompetensi dapat berkontribusi terhadap peningkatan soft competency pelaksana Kementerian Keuangan.

Berdasarkan identifikasi terhadap latar belakang masalah, rumusan masalah yang peneliti kemukakan adalah: apakah desain, implementasi, dan evaluasi kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana telah disusun dan dilakukan dengan cara yang tepat, agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan soft competency pelaksana Kementerian Keuangan? Rumusan masalah tersebut dituangkan secara lebih rinci kedalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah desain kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi sesuai dengan tujuan diklat, yaitu untuk meningkatkan soft competency pelaksana?

2. Apakah implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana sesuai dengan desain kurikulum yang telah disusun?

3. Apakah kegiatan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi sesuai untuk mengukur peningkatan soft competency pelaksana?

4. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pada Diklat Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan soft competency pelaksana?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi Diklat Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan kompetensi Pelaksana di Kementerian Keuangan, agar diketahui kelebihan dan kelemahannya, untuk dapat menjadi masukan bagi peningkatan kualitas diklat tersebut. Tujuan penelitian secara khusus adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kesesuaian desain kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi dengan tujuan diklat, yaitu untuk meningkatkan soft competency pelaksana.


(20)

2. Mengetahui kesesuaian implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana dengan desain kurikulumnya.

3. Mengetahui kesesuaian kegiatan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi untuk mengukur peningkatan soft competency pelaksana.

4. Menemukan faktor pendukung dan penghambat pada Diklat Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan soft competency pelaksana.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dari segi keilmuan adalah bertambahnya pengetahuan mengenai evaluasi Diklat, terutama Diklat di lingkungan pegawai pemerintahan. Berdasarkan pengamatan penulis, permasalahan Diklat merupakan tema penelitian yang belum banyak dilakukan di kalangan mahasiswa program studi Pengembangan Kurikulum. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan gambaran proses evaluasi terhadap kurikulum diklat, yang bermanfaat bagi mahasiswa pengembangan kurikulum khususnya, dan mahasiswa pada umumnya.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diketahuinya kondisi dan permasalahan riil dalam implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana Kementerian Keuangan. Penelitian ini juga diharapkan menjadi pelopor bagi penelitian selanjutnya yang mendalami mengenai pengembangan kurikulum diklat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Pada akhirnya diharapkan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan dapat terus meningkatkan kualitas diklat yang diadakan, sehingga memberi kontribusi terhadap peningkatan kualitas layanan di unit-unit kerja Kementerian Keuangan.

E.Struktur Organisasi Penulisan

Penulisan tesis ini dibagi kedalam lima bagian, yaitu: pendahuluan, kajian teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan kesimpulan beserta saran. Setiap bagian tertuang dalam bab tersendiri. Bab pertama, memuat pendahuluan, yang terbagi-bagi menjadi latar belakang masalah, identifikasi


(21)

dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan organisasi penulisan. Bagian latar belakang masalah memuat kondisi yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu masih rendahnya soft competency yang dimiliki oleh pegawai negeri. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rendahnya kualitas layanan publik secara umum. Uraian latar belakang masalah kemudian diarahkan menjadi rumusan masalah yang tertuang dalam pertanyaan penelitian. Tujuan dan manfaat penelitian juga menjadi bagian dari Bab pertama ini.

Bab kedua memuat kajian pustaka, yang berisi berbagai landasan teori yang mendasari penelitian. Cakupannya meliputi konsep kurikulum, konsep pengembangan kurikulum, pendidikan dan pelatihan, pelatihan berbasis kompetensi, dan soft competency. Pada bagian kajian pustaka ini juga disertakan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Kodir (2009) yang berjudul “Implementasi Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan bagi Peningkatan Kompetensi Guru IPA (Studi Kasus di PPPPTK IPA Bandung)” dan penelitian Senadi (2010) yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan Tenaga Kerja dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja Karyawan PT. Krakatau Steel Cilegon- Banten (Studi pada Pusdiklat PT. Krakatau Steel Divisi Produksi HSM)”.

Bab ketiga, berisi uraian mengenai metode penelitian yang digunakan. Pada bagian ini, peneliti menjelaskan pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif; jenis penelitian, yaitu penelitian evaluasi; fokus penelitian, yaitu pada desain, implementasi dan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan. Peneliti juga menjelaskan mengenai desain penelitian, teknik pengumpulan data, pengembangan instrumen (mulai dari permusan defenisi operasional sampai penyusunan kisi-kisi pengumpulan data), dan cara analisis data. Terakhir, peneliti juga menguraikan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Bab keempat memuat hasil penelitian. Bab ini diawali dengan berisi uraian hasil penelitian untuk tiap pertanyaan penelitian yang disajikan secara


(22)

berurutan. Jawaban untuk setiap pertanyaan penelitian ini tersaji pada bagian “Temuan Penelitian”, setelah sebelumnya data yang diperoleh dideskripsikan pada bagian “Deskripsi Data”. Hasil penelitian diikuti dengan pembahasan. Bagian pembahasan berisi analisis temuan dikaitkan dengan landasan teori yang sebelumnya telah peneliti sajikan pada bab kedua. Urutan penyajiannya adalah: deskripsi data terkait Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana, temuan penelitian yang dikelompokkan berdasarkan pertanyaan penelitian, dan pembahasan.

Bab terakhir, yaitu bab kelima memuat kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini berisi kesimpulan yang peneliti peroleh dari hasil kegiatan penelitian ini. Peneliti kemudian menyusun rekomendasi untuk beberapa pihak, yaitu: pengembang kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan, lembaga penyelenggara diklat (Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan), pengajar diklat, peserta diklat, dan peneliti selanjutnya.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan, Jenis, dan Fokus Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Evaluasi pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik itu kuantitatif (Hasan, 2009, hlm. 168 ; Wirawan, 2011, hlm. 152), maupun kualitatif (Patton, 2002, hlm.145; Hasan, 2009, hlm. 172 ; Wirawan, 2011, hlm. 153). Penelitian ini tidak bertujuan untuk menciptakan sebuah generalisasi yang berlaku juga pada program diklat atau lembaga diklat lainnya, sehingga pendekatan kualitatif lebih cocok digunakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Idrus (2009, hlm. 34) bahwa penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk generalisasi. Faktor padatnya aktivitas di tempat penelitian juga lebih memungkinkan untuk melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bersifat naturalistik. Pendekatan kualitatif yang naturalistik ditandai dengan proses penelitian pada objek dalam kondisi yang wajar, alamiah, dan bukan artifisial (Sastradipoera, 2005, hlm. 101).

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluasi. Sukmadinata (2012, hlm. 44) mengemukakan bahwa penelitian evaluasi kurikulum dan pengajaran dapat meliputi penelitian dasar maupun terapan. Penelitian dasar meneliti kurikulum dari sudut pandang teoretis, yang bentuknya dapat berupa pengujian terhadap konsep, asumsi, proposisi maupun hipotesis baru terkait teori kurikulum. Penelitian terapan yang bersifat evaluatif meliputi evaluasi dan penyempurnaan terhadap: kurikulum, pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar, evaluasi, dan pengelolaan kurikulum.

Penelitian evaluasi ini dapat digolongkan sebagai penelitian terapan dengan fokus Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana Kementerian


(24)

Keuangan. Perancang dan penyelenggara Diklat ini adalah Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, sebuah unit kerja setingkat Eselon II yang berada dibawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.

3. Fokus penelitian.

Oliva (2005, hlm. 350) mengemukakan bahwa setiap tahapan pada siklus pengembangan kurikulum dan pembelajaran perlu dievaluasi. Cakupan penelitian evaluasi ini meliputi desain, implementasi, dan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan kompetensi pelaksana Kementerian Keuangan. Diklat Berbasis Kompetensi untuk pelaksana tersebut diselenggarakan oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan.

B.Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia beralamat Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan. Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia ini merupakan unit Eselon II yang berada dibawah unit Eselon I Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia ini beralamat di Komplek Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Jalan Bintaro Utama Raya, Bintaro Sektor V, Tangerang. Kantor Pusdiklat, ruang kelas diklat, maupun asrama peserta bertempat di alamat yang sama.

Pengambilan penelitian terutama dilakukan pada Bidang Penjenjangan Pangkat dan Peningkatan Kompetensi. Bidang ini adalah unit Eselon III yang merupakan pelaksana langsung berbagai diklat di Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia. Tugas bidang tersebut adalah (1) melaksanakan perencanaan dan penyusunan program, pengkajian dan pengembangan kurikulum, (2) pengembangan kompetensi tenaga pengajar, (3) penyelenggaraan, pelaksanaan evaluasi, penelaahan dan penilaian hasil diklat,


(25)

dan (4) pengkajian dan penyusunan laporan kinerja pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang penjenjangan pangkat dan peningkatan kompetensi (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184. PMK.1 Tahun 2010).

C.Desain Penelitian

Jenis penelitian evaluasi memerlukan desain tertentu, sebagaimana halnya dengan jenis penelitian lainnya (Wirawan, 2011, hlm. 147). Hamalik (1990, hlm. 125) mengemukakan bahwa kegunaan suatu studi evaluasi akan meningkat jika dilandasi oleh suatu desain yang memadai. Wirawan (2011, hlm. 147) mengartikan desain evaluasi sebagai kerangka proses melaksanakan evaluasi dan rencana menjaring serta memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh informasi dengan presisi yang mencukupi atau untuk mencapai tujuan evaluasi.

Wirawan (2011, hlm. 151) mengkategorikan pertimbangan dalam menentukan metode menjadi pertimbangan teoretis dan pertimbangan praktis. Pertimbangan teoretis sendiri terkait dengan filosofi evaluasi, dan pendekatan yang dipilih untuk digunakan berdasarkan perkembangan teori yang ada. Pertimbangan praktis terkait dengan kondisi yang paling memungkinkan di lapangan. Pertimbangan tersebut antara lain terkait dengan: ketersediaan waktu, tenaga, biaya, keterjangkauan responden, dan cakupan daerah program.

Pertimbangan peneliti secara teoretis adalah pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Hasan (2009, hlm. 227) menilai studi kasus memiliki posisi yang kuat dan merupakan model utama dalam bidang evaluasi kualitatif. Wirawan (2011, hlm. 178) menyatakan bahwa metode studi kasus banyak digunakan dalam evaluasi program pendidikan, sementara istilah kasus sendiri merujuk pada unit analisis yang dipilih dalam penelitian evaluasi. Unit analisis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi untuk pelaksana Kementerian Keuangan.

Alasan praktis peneliti memilih studi kasus adalah kenyataan bahwa Diklat Berbasis Kompetensi untuk pelaksana merupakan suatu Diklat yang khas dan


(26)

hanya diterapkan di Kementerian Keuangan. Kurikulum diklat disusun dan dikembangkan sendiri sesuai kebutuhan Kementerian Keuangan, dan kurikulum tersebut tidak digunakan oleh instansi lain selain Kementerian Keuangan. Peneliti juga mempertimbangkan ketersediaan waktu, tenaga, biaya, keterjangkauan responden, dan tempat dilaksanakannya Diklat tersebut.

Peneliti akan menerapkan tiga dimensi utama dalam evaluasi yang disarankan oleh Eisner: (1) dimensi deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan program dalam pernyataan yang mengena, (2) dimensi interpretatif, yaitu usaha memahami makna dan signifikansi setiap aktivitas terkait, dan (3) dimensi evaluatif, yaitu kajian terhadap signifikansi dan akibat dari aktivitas yang diinterpretasikan tersebut (Yuksel, 2010, hlm. 80). Eisner sendiri adalah penggagas model evaluasi “Cronnoisseeurship and Criticism" (Hasan, 2009, hlm. 227; Yuksel, 2010, hlm. 80). Model evaluasi ini menganalogikan evaluasi program pendidikan sebagai proses apresiasi dan kritik terhadap karya seni (Yuksel, 2010, hlm. 81).

D.Teknik Pengumpulan Data

Pada pendekatan kualitatif dikenal adanya human instrument, dimana peneliti langsung bertindak sebagai alat pengumpul data (Sastradipoera, 2005, hlm. 228; Sukmadinata, 2012, hlm. 95), sehingga dituntut kejelian dari si peneliti (Somantri, 2005, hlm. 61). Yuksel (2010, hlm. 79) menyebutkan bahwa evaluasi kualitatif dapat melibatkan observasi, wawancara, dan studi dokumen yang dilakukan dalam setting asli suatu program. Peneliti menggunakan ketiga teknik tersebut dalam penelitian evaluasi ini.

1. Observasi

Pengamatan (observasi) adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memperhatikan orang atau peristiwa (Sastradipoera, 2005, hlm. 282). Observasi adalah teknik pengumpulan data yang sangat dianjurkan dalam studi kasus (Hasan, 2009, hlm. 230). Observasi dipilih karena memiliki kekuatan yang khas untuk pengumpulan data. Marshal dan


(27)

Rossman (2006, hlm. 133) mengemukakan bahwa observasi memiliki kekuatan, antara lain: berguna dalam memotret interaksi yang kompleks, sesuai untuk mengumpulkan data non verbal maupun komunikasi, mewadahi informasi yang bersifat konteks, dapat dianalisis dan dikonfirmasi, dan dapat diterapkan pada berbagai jenis data atau partisipan.

Peneliti melakukan observasi secara terlibat dalam penelitian ini. Observasi secara terlibat menurut Somantri (2005, hlm. 59) ditandai dengan pelaksanaan observasi dimana peneliti terlibat langsung dalam setting sosial objek yang diteliti. Situasi tidak diciptakan atau dirubah oleh peneliti, yang oleh Sastradipoera (2005, hlm. 228) disebut sebagai latar alamiah. Keadaan yang tidak dimanipulasi sama sekali ini diharapkan dapat menunjukkan realita yang sebenarnya dari objek yang diteliti.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara yang memungkinkan orang memberikan informasi lisan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan (Sastradipoera, 2005, hlm. 284). Marshal dan Rossman (2006, hlm. 133) menekankan kekuatan wawancara, antara lain: dapat mengungkap perspektif responden, dapat dilakukan pada setting alamiah, dapat segera diklarifikasi, mewadahi informasi yang bersifat konteks, dan dapat dianalisis serta dikonfirmasi. Kerlinger (1995, hlm. 770) menjelaskan bahwa wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara bebas dan secara terstruktur. Wawancara secara bebas tidak dibatasi oleh patokan-patokan, sehingga jawaban responden dapat meluas dan beragam. Sebaliknya wawancara terstruktur dilakukan dengan patokan-patokan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.

Yuksel (2010, hlm. 80) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memungkinkan untuk penggalian informasi yang mendalam (in depth) melalui wawancara. Sukmadinata (2012, hlm. 112) mengemukakan bahwa wawancara yang mendalam memerlukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan terbuka, sehingga orang yang diwawancarai dapat memberikan jawaban


(28)

secara luas. Hasan (2009, hlm. 230) juga menyarankan penggunaan pertanyaan yang mengarah pada jawaban terbuka dan tidak membatasi respon dari sumber data. Peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur agar proses wawancara dapat berjalan terarah, namun tidak kaku dan mampu menjaring berbagai data yang relevan.

3. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah salah satu teknik pengumpulan data secara kualitatif (Yuksel, 2010, hlm. 79; Sukmadinata, 2012, hlm. 109). Beberapa kekuatan dari studi dokumen mendorong peneliti untuk menggunakannya. Marshal dan Rossman (2006, hlm. 133) mengemukakan bahwa studi dokumen juga memfasilitasi informasi yang bersifat konteks, serta dapat dianalisis dan diklarifikasi sebagaimana observasi dan wawancara dan data yang diperoleh relatif lebih mudah dikelola.

Sastradipoera (2005, hlm. 283) mengemukakan bahwa data yang dihimpun dan dianalisis oleh peneliti dapat berupa dokumen tertulis, gambar maupun rekaman suara atau video. Idrus (2009, hlm. 209) secara lebih khusus membatasi pengertian dokumen berdasarkan ilmu perpustakaan, yaitu informasi yang tercetak atau terekam dalam media.

Data yang diperoleh dalam penelitian harus dipastikan keabsahannya. Peneliti menerapkan triangulasi untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh. Triangulasi sendiri merupakan konsep yang diadaptasi dari ilmu navigasi (Marshall dan Rossman, 2006, hlm. 202). Tiga titik yang diketahui dari objek digunakan untuk menggambar garis pandang terhadap objek yang tidak diketahui, sehingga irisannya membentuk segitiga kecil yang merupakan estimasi lokasi objek (Berg dan Lune, 2012, hlm. 6). Penerapannya pada ilmu sosial adalah dengan menggunakan data dari berbagai sumber, untuk membentuk titik temu yang diharapkan merupakan gambaran yang paling mendekati kenyataan yang diwakili.


(29)

Peneliti akan melakukan saling konfirmasi antara sumber-sumber data yang berbeda dan teknik pengumpulan data yang berbeda, yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumen. Cara triangulasi seperti ini dinamai dengan multiple data technology oleh Berg dan Lune (2012, hlm. 7), yang merujuk pada penggunaan beberapa teknik pengumpulan data. Triangulasi tersebut dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan teknik yang berbeda (Idrus 2009, hlm. 27). Wirawan (2011) menyebut triangulasi dengan beberapa sumber sebagai triangulasi data (hlm. 156) dan triangulasi dengan beberapa metode sebagai triangulasi metode (hlm. 157).

E.Pengembangan Instrumen 1. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dirumuskan untuk memperjelas variabel yang terkait dengan penelitian, agar pengambilan data menjadi lebih fokus. Berikut adalah defenisi operasional dari istilah-istilah yang terkait dengan penelitian ini:

a. Desain Kurikulum Diklat

Desain kurikulum diklat adalah rancangan komponen-komponen kurikulum yang digunakan pada Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana Kementerian Keuangan. Komponen-komponen dalam desain kurikulum tersebut mencakup rancangan tujuan, materi, aktivitas belajar, dan evaluasi hasil belajar. Desain kurikulum diklat tertuang dalam dokumen tertulis yang menjadi panduan dalam implementasi kurikulum diklat.

b. Implementasi Kurikulum Diklat

Implementasi kurikulum diklat pada penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan Diklat Berbasis Kompetensi tahun 2014 oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan. Implementasi kurikulum diklat


(30)

adalah penerapan dari desain kurikulum kedalam kegiatan nyata, ditandai dengan aktivitas pengajar, aktivitas peserta didik, dan penggunaan material kurikulum dalam lingkungan kelas. Implementasi kurikulum diklat terwujud dalam pembelajaran diklat yang berpegang pada rancangan tujuan, materi, aktivitas belajar, dan evaluasi yang telah ditetapkan dalam desain kurikulum.

c. Kegiatan Evaluasi Diklat

Kegiatan evaluasi diklat adalah seluruh kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan tahun 2014. Evaluasi yang dilakukan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Diklat Berbasis Kompetensi tahun 2014 meliputi kegiatan pre test dan post test, kegiatan pegukuran perubahan perilaku, kegiatan evaluasi pengajar, dan kegiatan evaluasi penyelenggaraan.

d. Diklat Berbasis Kompetensi Untuk Pelaksana

Diklat Berbasis Kompetensi (DBK) untuk Pelaksana adalah diklat yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, untuk meningkatkan kompetensi integrity, motivating others, continuous learning, teamwork and collaboration, dan stakeholder service pada diri pegawai yang berstatus pelaksana di Kementerian Keuangan. Diklat ini telah rutin dilaksanakan sejak tahun 2012.

e. Soft Competency

Soft Competency yang dimaksud adalah lima kompetensi yang berasal dari model kompetensi dalam Kamus Kompetensi Kementerian Keuangan, yaitu integritas, motivasi, continuous learning, teamwork and collaboration, dan stakeholder service.. Lima soft competency tersebut menjadi sasaran yang akan ditingkatkan pada diri pelaksana Kementerian Keuangan melalui Diklat Berbasis Kompetensi.


(31)

Faktor pendukung diklat adalah hal-hal yang mempermudah dalam proses desain, implementasi, dan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana.

g. Faktor Penghambat Diklat

Faktor pendukung diklat adalah hal-hal yang mempersulit dalam proses desain, implementasi, dan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana.

2. Kisi- Kisi Pengumpulan Data

Peneliti menyusun kisi-kisi pengumpulan data untuk dikembangkan menjadi pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman pengumpulan dokumen. Berikut adalah kisi-kisi pengumpulan data tersebut:

Tabel 3.1: Kisi-Kisi Pengumpulan Data

Tujuan Penelitian Variabel Indikator Teknik Pengumpulan Data Mengetahui kesesuaian desain kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi dengan tujuan Diklat, yaitu meningkatkan Soft Competency Pelaksana. Tujuan

Diklat Soft Competency sasaran

Studi Dokumen, Wawancara

Desain Kurikulum Diklat

Rumusan tujuan kurikulum

Studi Dokumen, Wawancara

Materi diklat Studi Dokumen, Wawancara

Aktivitas belajar Studi Dokumen, Wawancara

Evaluasi hasil belajar.

Studi Dokumen, Wawancara

Mengetahui kesesuaian

implementasi Diklat Berbasis Kompetensi dengan desain Diklat yang telah disusun.

Implementa si Diklat

Aktivitas pengajar Observasi, Wawancara

Aktivitas peserta Observasi, Wawancara

Penggunaan material kurikulum

Observasi, Wawancara

Lingkungan kelas Observasi

Mengetahui kesesuaian kegiatan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi untuk mengukur ketercapaian tujuan Diklat Evaluasi Diklat

Evaluasi hasil belajar Observasi, Wawancara, Studi Dokumen

Evaluasi dampak diklat Wawancara, Studi Dokumen Evaluasi pengajar Observasi, Wawancara, Studi

Dokumen

Evaluasi penyelenggara Observasi, Wawancara, Studi Dokumen Menemukan faktor pendukung dan penghambat Diklat Faktor Pendukung Diklat

Hal yang mempermudah proses desain diklat.

Wawancara, Studi Dokumen Hal yang mempermudah

pelaksanaan diklat.

Observasi, Wawancara, Studi Dokumen

Hal yang mempermudah evaluasi diklat.

Observasi, Wawancara, Studi Dokumen


(32)

Faktor Penghamba t Diklat

Hal yang mempersulit proses desain diklat.

Wawancara, Studi Dokumen Hal yang mempersulit

pelaksanaan diklat.

Observasi, Wawancara, Studi Dokumen

Hal yang mempersulit evaluasi diklat.

Observasi, Wawancara, Studi Dokumen

3. Pedoman Pengumpulan Data

a. Pedoman Observasi

Peneliti akan menyusun dan menggunakan pedoman observasi dan lembar catatan observasi. Mbulu (1995, hlm. 100) dan Idrus (2009, hlm. 99) menyatakan pedoman dan lembar catatan observasi itu nantinya dapat memudahkan dalam proses pelaksanaan observasi.

Tabel 3.2: Pedoman Observasi

No Variabel Indikator Item

1 Implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Aktivitas Pengajar

1. Membuka pembelajaran 2. Memandu pembelajaran 3. Menutup pembelajaran Aktivitas Peserta

1. Respon terhadap pengajar 2. Respon terhadap materi 3. Menggunakan media

4. Melakukan aktivitas pembelajaran Penggunaan

Material Kurikulum

1. Penggunaan dokumen kurikulum 2. Penggunaan media

Lingkungan 1. Kondisi fisik lingkungan kelas 2. Iklim belajar

2 Evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi Evaluasi hasil belajar

1. Proses pengumpulan data 2. Proses pengolahan data. Evaluasi dampak

Diklat

1. Proses pengumpulan data 2. Proses pengolahan data. Evaluasi pengajar 1. Proses pengumpulan data

2. Proses pengolahan data. Evaluasi

penyelenggara

3. Proses pengumpulan data 4. Proses pengolahan data. 3 Faktor Pendukung Diklat Berbasis Hal yang mempermudah pelaksanaan Diklat.

1. Proses implementasi Diklat.


(33)

Kompetensi mempermudah evaluasi Diklat. 4 Faktor Penghambat Diklat Berbasis Kompetensi Hal yang mempersulit pelaksanaan Diklat.

1. Proses implementasi Diklat.

Hal yang mempersulit evaluasi Diklat.

1. Proses evaluasi Diklat.

b. Pedoman Wawancara

Skedul atau pedoman wawancara bermanfaat sebagai alat bantu dalam pelaksanaan wawancara (Kerlinger, 1990, hlm. 767; Mbulu, 1995, hlm. 100; Idrus, 2009, hlm. 99). Berg dan Lune (2012, hlm. 120) menyebutkan jenis-jenis pertanyaan dalam wawancara: (1) pertanyaan pokok atau esensial yang terkait fokus penelitian, (2) pertanyaan tambahan, yang merupakan bentuk pertanyaan pokok yang diajukan dengan variasi kalimat lain, (3) pertanyaan throw away, yang merupakan pertanyaan pembuka atau transisi antar bagian wawancara, dan (4) pertanyaan probing untuk penggalian lebih lanjut. Pedoman wawancara yang peneliti kembangkan dari kisi-kisi pengumpulan data adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3: Pedoman Wawancara

Variabel Indikator Item Responden

Tujuan Diklat

Soft

Competetency sasaran

1. Apa saja soft competency yang menjadi tujuan Diklat ini?

2. Bagaimana proses penentuan soft competency itu? 3. Siapa saja yang terlibat dalam proses penentuannya?

1.Penyusun Kurikulum Diklat Berbasis Kompeten si Desain Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Rumusan Tujuan Kurikulum

4. Apa saja rumusan tujuan dalam hierarki tujuan kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi?

5. Bagaimana proses perumusan tujuan kurikulumnya?

6. Siapa saja yang terlibat dalam merumuskannya? 1. Penyusun Kurikulu m Diklat Berbasis Kompeten si Materi Diklat

7. Apa saja cakupan materi Diklat Berbasis Kompetensi? 8. Apa dasar pemilihan materi Diklat Berbasis

Kompetensi?

9. Bagaimana bentuk fisik materi Diklat Berbasis Kompetensi?

10.Bagaimana proses penyusunan materi Diklat Berbasis Kompetensi?


(34)

Aktivitas Belajar

11.Apa metode yang digunakan dalam pembelajaran Diklat Berbasis Kompetensi?

12.Apa alasan pemilihan metode tersebut? 13.Siapa yang terlibat dalam menentukan metode? 14.Media apa saja yang digunakan?

15.Kenapa media tersebut yang dipilih? 16.Siapa yang menentukan penggunaan media? 17.Siapa yang mengembangkan media? 18.Bagaimana proses pengembangannya? Evaluasi Hasil

Belajar

19.Apa saja bentuk evaluasi yang digunakan?

20.Apa tujuan masing-masing bentuk evaluasi tersebut? 21.Siapa yang terlibat dalam penentuan desain evaluasi?

Tabel 3.3: Pedoman Wawancara (Lanjutan)

Variabel Indikator Item Responden

Implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Aktivitas Pengajar

22.Apakah pengajar memandu pembelajaran dengan berpatokan pada kurikulum?

1.Pengajar Diklat Berbasis Kompetensi 2.Asisten Pengajar Diklat

Berbasis Kompetensi Aktivitas

Peserta

23.Bagaimana respon peserta dalam pembelajaran?

Penggunaan bahan dan media pembelajaran

24.Apakah pengajar menggunakan bahan dan media yang digunakan?

Evaluasi Diklat

Tes hasil belajar

25.Seperti apa bentuk instrumen tes hasil belajar dan penggunaanya?

26.Apa tujuan penggunaan tes hasil belajar? 27.Apa yang diukur dari tes hasil belajar? 28.Siapa yang menyusun instrumennya? 29.Bagaimana prosedur penyusunan

instrumen?

1.Kasubbid. Evaluasi Diklat.

2.Penyusun Instrumen Evaluasi.

Evaluasi dampak

30.Seperti apa bentuk instrumen evaluasi dampak dan penggunaanya?

31.Apa tujuan penggunaan evaluasi dampak? 32.Apa yang diukur dari evaluasi dampak? 33.Siapa yang menyusun instrumen tersebut? 34.Bagaimana prosedur penyusunan

instrumennya?

Evaluasi Pengajar

35.Seperti apa bentuk instrumen evaluasi pengajar dan penggunaanya?

36.Apa tujuan penggunaan evaluasi pengajar? 37.Apa yang diukur dari evaluasi pengajar? 38.Siapa yang menyusun instrumen tersebut? 39.Bagaimana prosedur penyusunan

instrumennya? Evaluasi

penyelenggara

40.Seperti apa bentuk instrumen evaluasi penyelenggara dan penggunaanya?


(35)

41.Apa tujuan penggunaan evaluasi penyelenggara?

42.Apa yang diukur dari evaluasi penyelenggara?

43.Siapa yang menyusun instrumen penyelenggara?

44.Bagaimana prosedur penyusunan instrumennya? Faktor Pendukung Diklat Hal yang mempermudah proses desain.

45.Apakah proses penyusunan desain Diklat berjalan lancar?

46.Apa saja yang mempengaruhi kelancaran penyusunan desain Diklat?

1.Penyusun Kurikulum

Hal yang mempermudah pelaksanaan.

47.Apakah proses pelaksanaan Diklat berjalan lancar?

48.Apa saja yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan Diklat?

1.Pengajar 2.Asisten Pengajar Hal yang

mempermudah evaluasi.

49.Apakah proses evaluasi berjalan lancar? 50.Apa saja yang mempengaruhi kelancaran

proses evaluasi?

1.Penyusun Instrumen Evaluasi

2.Kasubbid. Evaluasi Diklat.

Tabel 3.3: Pedoman Wawancara (Lanjutan)

Variabel Indikator Item Responden

Faktor Penghambat Diklat Hal yang mempersulit proses desain.

51.Adakah kesulitan yang timbul dalam proses penyusunan desain Diklat? 52.Apa penyebab kesulitan tersebut? 53.Bagaimana mengatasi kesulitan tersebut?

1.Penyusun Kurikulum

Hal yang mempersulit pelaksanaan.

54.Adakah kesulitan yang timbul dalam pelaksanaan Diklat?

55.Apa penyebab kesulitan tersebut? 56.Bagaimana mengatasi kesulitan tersebut?

1.Pengajar 2.Asisten Pengajar 3.Panitia

Hal yang mempersulit evaluasi.

57.Adakah kesulitan yang timbul dalam evaluasi Diklat?

58.Apa penyebab kesulitan tersebut? 59.Bagaimana mengatasi kesulitan tersebut?

1.Penyusun Instrumen Evaluasi

Keterangan: Kasubbid. Kepala Sub Bidang

Pada penelitian ini, peneliti akan menyiapkan daftar pertanyaan

pokok wawancara dengan pola kunci “apa”, “siapa”, “kapan”, “di mana”, “mengapa”, dan “bagaimana”, seperti yang disarankan oleh Idrus (2009,

hlm. 149). Jenis-jenis pertanyaan lainnya, seperti pertanyaan tambahan, pertanyaan pembuka atau transisi, dan pertanyaan probing akan peneliti gunakan secara spontan sesuai situasi wawancara.


(36)

Peneliti akan menerapkan tiga proses dalam studi dokumen seperti anjuran Wirawan (2011, hlm. 210), yaitu: (1) meneliti keaslian dokumen, (2) memilah dokumen yang relevan, dan (3) meneliti isi dokumen. Peneliti menyusun daftar kebutuhan dokumen dan sumber perolehan dokumen sebagai pedoman, serta daftar centang untuk menandai informasi yang telah ditemukan, sebagaimana disarankan oleh Mbulu (1995, hlm. 113).

Tabel 3.4: Pedoman Pengumpulan Dokumen

Variabel Indikator Dokumen Sumber

Dokumen Tujuan

Diklat

Soft Competency

sasaran 

Pedoman Kurikulum

 GBPP, SAP Arsip Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Diklat Desain Kurikulum Diklat Hirarki tujuan kurikulum Diklat

 Pedoman Kurikulum  GBPP, SAP

Materi Diklat

 Pedoman Kurikulum  GBPP, SAP

 Handout Peserta

Tabel 3.4: Pedoman Pengumpulan Dokumen (Lanjutan)

Variabel Indikator Dokumen Sumber

Dokumen Desain

Kurikulum Diklat

Aktivitas Belajar

 Pedoman Kurikulum  GBPP, SAP

 Handout Peserta

 Pedoman Aktivitas Kelas  Bahan Tayangan

Arsip Bidang Perencanaan dan Pengembangan Diklat Evaluasi Diklat Evaluasi Hasil

Belajar 

Pedoman Kurikulum

Bidang Evaluasi Diklat

Evaluasi hasil belajar

 Lembar Pre test dan Post test

 Hasil Pre test dan Post test Evaluasi dampak  Instrumen Evaluasi

Dampak

 Hasil Pengukuran Dampak Evaluasi Pengajar

DBK

 Kuisioner Pengajar  Hasil Kuisioner Pengajar Evaluasi

penyelenggara

 Kuisioner penyelenggara  Hasil Kuisioner

Penyelenggaraan Keterangan: GBPP = Garis Besar Program Pembelajaran


(37)

Data dalam penelitian adalah segala informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian, yang pada konteks penelitian kualitatif bersumber dari interaksi pelaku, aktivitas pelaku, dan tempat aktivitas (Idrus, 2009, hlm. 61) Penentuan sumber data dilakukan berdasarkan pertimbangan potensi sumber data tersebut untuk memberikan informasi yang berarti terkait dengan penelitian. Peneliti kemudian merencanakan sumber data sebagai berikut:

1. Sumber Data Observasi

Observasi memiliki fokus utama pada proses, sedangkan proses adalah kepedulian utama dalam evaluasi kualitatif. Observasi kemudian menjadi teknik pengumpulan data yang dianjurkan dalam sebuah studi kasus (Hasan, 2009, hlm. 230). Observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap proses pelaksanaan Diklat Berbasis Kompetensi tersebut, terutama pada aktivitas pengajar, aktivitas peserta, lingkungan belajar, dan pelaksanaan evaluasi. Pelaksanaan Diklat itu sendiri bertempat di Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

2. Sumber Data Wawancara

Pihak-pihak yang terlibat dalam desain, implementasi, dan evaluasi Diklat Berbasis Kompetensi akan diwawancarai dalam penelitian ini. Penyelenggara Diklat keseluruhannya adalah pihak Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia. Perincian sumber data adalah sebagai berikut:

a. Penyusun Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi. b. Panitia penyelenggaraan.

c. Penyusun Instrumen Evaluasi.

d. Pengumpul dan pengolah data evaluasi. e. Pengajar Diklat Berbasis Kompetensi.

f. Asisten Pengajar Diklat Berbasis Kompetensi. g. Kepala Sub-bidang Evaluasi Diklat.


(38)

3. Sumber Data Studi Dokumen

Dokumen yang diperlukan dikumpulkan dari sumber-sumber berikut: a. Arsip Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Diklat.

b. Arsip Sub Bidang Penyelenggaraan Diklat. c. Arsip Sub Bidang Evaluasi Diklat.

Studi dokumen akan dilakukan terhadap dokumen-dokumen terkait dengan kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi dan dokumen lain yang berhubungan, sebagai berikut:

a. Kamus Kompetensi Kementerian Keuangan

b. Pedoman Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi untuk Pelaksana c. Garis Besar Program Pembelajaran Diklat Berbasis Kompetensi untuk

Pelaksana

d. Satuan Acara Pembelajaran (SAP) e. Pedoman Aktivitas Kelas

f. Pedoman pelaksanaan DBK Pelaksana g. Buku Materi untuk peserta

h. Handout Peserta

i. Bahan Tayangan Pembelajaran (Power Point) j. Instrumen Pre-test dan Post-Test

k. Instrumen evaluasi dampak

l. Formulir Rencana Pengembangan Kompetensi m. Formulir Evaluasi Pengajar

n. Formulir Evaluasi Penyelenggaraan

G.Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengolah data sedemikian rupa untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan. Perlakuan yang peneliti terapkan terhadap data, terutama mengikuti apa yang disarankan oleh Patton (2002, hlm. 432) bahwa data dalam penelitian kualitatif dapat ditagani dengan: (1) meringkas volume informasi mentah, (2) memisahkan antara informasi


(39)

yang penting dan tidak penting, (3) mengidentifikasi pola-pola informasi yang penting, dan (4) menangkap intisari yang terungkap dari informasi tersebut.

Peneliti akan berusaha meringkas volume data tanpa menunggu pengumpulan data selesai seluruhnya. Hal ini bertujuan untuk meringankan pekerjaan peneliti, sebagaimana disarankan oleh Idrus (2009, hlm. 150). Banyaknya volume data adalah salah satu tantangan yang muncul dalam analisis kualitatif seperti yang diakui oleh Patton (2002, hlm. 32). Setelah meringkas data, peneliti kemudian akan memisahkan informasi yang penting dengan tidak penting. Lalu, pengelompokan data menjadi kategori juga peneliti lakukan untuk mempermudah analisis (Idrus, 2009, hlm. 147). Peneliti menggunakan variabel pengumpulan data sebagai kategori pengelompokan.

Peneliti kemudian akan melakukan interpretasi terhadap data tersebut sebagaimana disarankan oleh Marshall dan Rossman (2006, hlm. 161). Interpretasi terhadap data tersebut merupakan bagian dari proses menjawab pertanyaan penelitian. Dey (1993, hlm. 31) menjelaskan bahwa analisis kualitatif terkait erat dengan proses mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat keterkaitannya. Patton (2002, hlm. 433) mengemukakan tidak ada satupun pedoman yang secara persis menggambarkan proses-proses berpikir analitis peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitian, kecuali barangkali pernyataan berikut: “Do your very best with your full intellect to fairly represent the data and communicate what the data reveal given the purpose of the study”.

H.Tahap Pelaksanaan Penelitian

Peneliti menerapkan tahapan penelitian berdasarkan langkah umum penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Idrus (2009, hlm. 12) dan Sukmadinata (2012, hlm. 114), serta prosedur pokok evaluasi kualitatif dari Hasan (2009, hlm. 72). Berikut adalah tahapan penelitian yang peneliti lakukan:

1. Penentuan tema penelitian, yaitu evaluasi terhadap Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan.


(40)

2. Studi pendahuluan, meliputi wawancara informal dengan pihak penyelenggara Diklat dan mempelajari dokumen-dokumen terkait.

3. Menentukan fokus dan cakupan evaluasi berdasarkan masalah yang ada di lapangan dan kemampuan peneliti.

4. Mengembangkan desain penelitian.

5. Mengumpulkan data, triangulasi, dan pengadministrasian data, yang dilakukan sejalan untuk efisiensi waktu.

6. Analisis data, meliputi langkah-langkah: a. Meringkas volume data.

b. Memisahkan data yang relevan dengan yang tidak.

c. Mengelompokkan data berdasarkan kategori yang diperlukan. d. Menggunakan data untuk menjawab pertanyaan penelitian. 7. Menyusun rekomendasi atas hasil analisis data.

8. Menyusun laporan penelitian.

Langkah umum penelitian dengan pendekatan kualitatif yang disarankan oleh Idrus (2009, hlm. 12) adalah: (1) penentuan tema penelitian, (2) penentuan fokus penelitian, (3) pelacakan informasi mengenai penelitian terdahulu, (4) pengambilan data serta reduksi data, dan (5) penarikan simpulan. Sukmadinata (2012, hlm. 114) juga menyebutkan bahwa ada berbagai variasi dalam langkah-langkah penelitian kualitatif, namun langkah-langkah yang berlaku umum adalah sebagai berikut: (1) perencanaan, mulai dari perumusan masalah sampai perencanaan pengumpulan data, (2) memulai pengumpulan data dengan membangun relasi dengan sumber data, (3) pengumpulan data dasar, (4) pengumpulan data penutup, dan (5) melengkapi data/ analisis.

Hasan (2009, hlm. 72) mengemukakan hal-hal pokok yang harus dilakukan dalam prosedur evaluasi kualitatif, yaitu: (1) menentukan fokus evaluasi, (2) perumusan masalah dan pengumpulan data, (3) proses pengolahan data, dan (4) menentukan perbaikan dan perubahan program. Wirawan (2011, hlm. 181) mengemukan langkah umum perencanaan dan pelaksanaan studi kasus dalam penelitian evaluasi sebagai berikut: (1) studi pendahuluan, (2)


(41)

menentukan kasus yang akan dievaluasi, (3) menentukan fokus dan cakupan evaluasi, (4) mengembangkan desain evaluasi dan instrumen penelitian, (5) mengumpulkan data, (6) analisis bukti-bukti altar penelitian, (7) menyusun laporan.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Desain kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana secara umum telah mengarah pada lima soft competency yang ingin dicapai, namun tidak secara lengkap memenuhi indikator yang ada dalam rumusan kompetensi. Pemilihan lima soft competency tersebut juga tidak dilandasi dengan data yang memadai. Jika dicermati masing-masing komponen desainnya, juga memiliki kelemahan. Pertama, perumusan hirarki tujuan dari umum ke khusus tidak selaras dan tidak memudahkan untuk memilih materi, memilih metode, dan menyusun evaluasi hasil belajar maupun evaluasi dampak di lapangan. Kedua, materi sesuai dengan tiap kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran, namun pemilihan materi untuk setiap kompetensi kurang fokus mengarah pada tujuan pembelajaran. Ketiga, metode yang dipilih bervariasi dan sesuai dengan tujuan diklat serta materi pembelajaran atau isi kurikulum. Keempat, evaluasi hasil belajar yang dilakukan telah terkait dengan materi, namun masih terdapat ketidaksesuaian dalam pemilihan aitem soal untuk mengukur hasil belajar peserta.

Implementasi Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana ini sendiri telah sesuai prosesnya dengan desain kurikulum yang ditetapkan. Pembelajaran berjalan lancar dan tidak ada permasalahan yang mengganggu pelaksanaannya. Panduan dalam kurikulum diterapkan seluruhnya oleh pengajar. Diklat berjalan sesuai dengan alokasi waktu yang telah diatur. Pengajar juga melakukan penyesuaian-penyesuaian yang pada prinsipnya tidak bertentangan dengan ketentuan dalam desain kurikulum (misalnya: tidak menggunakan permainan tertentu ketika waktu tidak cukup). Peserta mengikuti semua rangkaian kegiatan pembelajaran sesuai dengan panduan dari pengajar.

Kegiatan evaluasi yang melibatkan pengukuran perubahan perilaku sesuai untuk mengukur peningkatan soft competency pelaksana, khususnya


(43)

kemampuan dalam menerapkan apa yang dipelajari di tempat kerja, hanya saja isi dari instrumen yang digunakan perlu diperbaiki mengikuti perbaikan rumusan tujuan diklat. Pengukuran perubahan perilaku yang menggunakan kuisioner tersebut (diisi oleh peserta, rekan kerja dan atasan sebanyak tiga kali) perlu perbaikan dari segi penulisan aitem untuk dapat mencapai tujuan mengukur peningkatan lima soft competency yang ditentukan.

Kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada proses pengembangan kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana terkait dengan beberapa faktor yang mendukung dan menghambat. Faktor-faktor pendukung pada Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana ini adalah: adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas antara pihak yang terlibat, pimpinan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia aktif memberikan dorongan dan masukan bagi diklat ini, dana yang memadai, ruangan kelas dengan fasilitas yang memadai, adanya asrama dengan fasilitas yang memadai di lokasi yang sama, dan dukungan kemampuan penguasaan teknologi yang mempermudah pengumpulan data evaluasi diklat. Faktor-faktor penghambat pada Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana adalah: kesibukan masing-masing anggota penyusun kurikulum membuat kurangnya kajian bersama untuk menentukan keselarasan antar komponen kurikulum dan pembelajaran tidak dapat diujicobakan, terbatasnya waktu membuat penyusun kurikulum kurang leluasa mencari buku-buku atau referensi sumber yang memadai, dankurangnya koordinasi antara penyusun instrumen evaluasi dengan penyusun kurikulum diklat.

B.Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun rekomendasi agar menjadi masukan yang bermanfaat kepada beberapa pihak, yaitu:

1. Penyelenggara Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana Kementerian Keuangan.

Bagi usaha peningkatan kompetensi pelaksana yang lebih tepat sasaran, maka perlu diadakannya Diklat Berbasis Kompetensi yang


(44)

terintegrasi antara hard competency dengan soft competency. Diklat yang terintegrasi ini memerlukan penyesuaian isi kurikulum agar dibuat spesifik untuk keperluan tiap unit Eselon 1 yang berbeda-beda. Desain kurikulum sebaiknya dibuat tematik sesuai dengan asal kelompok peserta. Misalnya, kelompok peserta dari Direktorat Jenderal Bea Cukai disediakan desain kurikulum yang bahasan didalamnya terkait dengan kondisi dan tuntutan di lingkungan pekerjaan di bidang Bea Cukai, yang berbeda dengan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, serta unit-unit lain di Kementerian Keuangan. Proses desain ini sendiri akan memerlukan pengetahuan di bidang penyusunan desain kurikulum yang sifatnya tematik dan terintegrasi.

Evaluasi yang khusus mengkaji kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana ini sebaiknya dilakukan secara rutin tiap tahun, sehingga kurikulum dapat terus diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan. Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia juga sebaiknya mengusahakan agar mengadakan diklat ini lebih dari satu angkatan setiap tahun, agar lebih banyak pelaksana di Kementerian Keuangan yang memperoleh manfaatnya.

2. Penyusun Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana

Berdasarkan beberapa temuan dalam penelitian ini, peneliti menyarankan pada penyusun kurikulum agar memastikan terlebih dahulu ketepatan dan kejelasan perumusan tujuan sebelum melangkah pada tahapan berikutnya, seperti memilih materi dan metode. Perumusan hirarki tujuan Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana ini sebaiknya disusun lebih diringkas, diperjelas, dan dipastikan relevansinya dengan mulai dari tujuan yang paling umum, sampai tujuan yang paling khusus. Keberadaan rumusan tujuan pembelajaran yang tidak mencirikan pelatihan berbasis kompetensi sebaiknya dihilangkan, sehingga tidak membingungkan dan bisa lebih fokus pada rumusan kompetensi sampai indikator.


(45)

Penulisan rumusan tujuan yang tepat akan menjadi pijakan yang kuat untuk menyusun materi serta metode dan menjadi titik tolak evaluasi. Penyusunan materi, metode, dan evaluasi pembelajaran sebaiknya secara ketat mengacu pada rumusan tujuan, sehingga pembelajaran menjadi lebih efisien dan efektif. Penyusunan instrumen evaluasi juga sebaiknya diperjelas arahnya sesuai dengan perbaikan rumusan tujuan sebagaimana yang dikemukakan diatas.

3. Pengajar Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana.

Pengajar adalah pelaku utama dalam implementasi kurikulum berupa pembelajaran di kelas. Pengajar sebaiknya lebih kritis terhadap panduan-panduan yang disediakan dalam kurikulum, serta aktif memberikan masukan-masukan bagi perbaikannya. Masukan dari pengajar sangat penting karena pengajar mengalami dan menyaksikan langsung proses pembelajaran yang terjadi, sehingga lebih memahami kekurangan-kekurangan yang muncul dalam proses pelaksanaannya.

4. Peserta Diklat Berbasis Kompetensi Pelaksana.

Ketika peserta diklat kembali ke tempat kerja masing-masing, perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sangat diharapkan. Hanya saja hal tersebut tidak dapat dipantau langsung oleh pengajar maupun penyelenggara diklat. Peserta diharapkan agar berusaha menerapkan apa yang dipelajari selama diklat di tempat kerja masing-masing. Selain itu, akan lebih baik jika peserta juga menyampaikan apa yang telah dipelajari kepada rekan kerja yang lain, baik secara informal maupun secara formal dalam rapat atau pertemuan rutin di kantor masing-masing.

5. Peneliti Selanjutnya

Pengembangan Kurikulum adalah siklus yang terus berputar, sehingga topik penelitian di bidang ini tidak akan ada habisnya. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti wilayah-wilayah yang belum tersentuh oleh peneliti. Analisis kebutuhan diklat, misalnya, adalah hal yang mendasar dan patut diteliti. Peneliti selanjutnya dapat juga mengambil topik


(46)

yang lebih spesifik seperti pembelajaran diklat, metode, media, modul, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan formal pada diklat di lembaga pemerintah juga merupakan hal yang perlu untuk diteliti, karena kebijakan-kebijakan tertentu terkadang mempersulit proses pengembangan kurikulum diklat.


(1)

Kerlinger, F. N. (1990). Azas-Azas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kirkpatrick, D. L. (1987). Evaluation. Dalam R. Craig, Training and Development

Handbook. A Guide to Human Resources Development. Third Edition.

(hal. 301-319). New York: McGraw-Hill.

Knowles, M. S. (1987). Adult Learning. Dalam R. Craig, Training and

Development Handbook. A Guide to Human Resources Development. Third Edition. (hal. 168-179). New York: McGraw-Hill.

Lembaga Administrasi Negara. 2007. Modul 1. Paradigma Kebijakan Pelayanan

Publik di Era Otonomi Daerah. Diklat Teknis Pelayanan Publik, Akuntanbilitas, dan Pengelolaan Mutu (Public Service Dilivery, Acountability and Quality Management) Eselon 4. Jakarta: Lembaga

Administrasi Negara.

Madaus, G. F. dan Kellaghan, T. (2000). Models, Metaphors, and Definitions in Evaluation. Dalam Stufflebeam, D. L., Madaus, G. F., Kellaghan, T.

Evaluation Models: Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation, Second Edition. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Marsh, C. J. dan Willis, G. (2007). Curriculum. Alternative Approach, Ongoing

Issues. New Jersey: Pearson Education.

Marshal, C. dan Rossman, G. B. (2006). Designing Qualitative Research. Fourth

Edition. Thousand Oaks: Sage Publications, Inc.

Mbulu, J. (2005). Evaluasi Program. Konsep Dasar, Pendekatan, Model, dan

Prosedur Pelaksanaan. Malang: IKIP Malang.

McCord, A. B. (1987). Job Training. Dalam R. Craig, Training and Development

Handbook. A Guide to Human Resources Development. Third Edition.

(hal. 363-382). New York: McGraw-Hill.

Mukhidin. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran Kejuruan Berbasis Kompetensi. Bandung: Rizqi Press.


(2)

Mulcahy, D. dan James, P. (2000). Evaluating the Contribution of

Competency-Based Training: an Enterprise Perspective. International Journal Of

Training dan Development, 4 (3), 160- 175.

Munthe, B. (2009). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Nurmashita, dkk. (2013). Pengaruh Kompetensi Pegawai dan Lingkungan

terhadap Kualitas Pelayanan (Studi pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sidoarjo). Jurnal Administrasi Publik, 1 (6), 1220 – 1228.

Oliva, P. F. (2005). Developing The Curriculum. New Jersey: Pearson.

Ornstein, A. C. dan Hunkins, F. P. (2004). Curriculum. Foundations, Principles,

and Issues. Fourth Edition. Boston: Pearson.

Pamenter, F. (2000). The big picture: Hiring the professional. CMA Management, 2, 42- 46.

Parkay, F. W, Hass, G. J., dan Anctil, E. (2010). Curriculum Leadership. : Boston: Pearson.

Patton, M. Q. (2002). Qualitative Evaluation and Research Methods. Third

Edition. California: Sage.

Pearson, A. T. (1980). The Competency Concept. Educational Studies, 11, 145 – 154.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.1/ Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kelola Kementerian Keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Priasmara, B. (2013). Hubungan antara Kompetensi Pegawai dengan Kinerja

Pegawai di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tana Tidung.

Jurnal Pemerintahan Integratif, 1 (3), 361 – 376.

Pridarsanti, K. Y., dan Yuyetta, E. N. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pegawai. Diponegoro Journal of Accounting, 2


(3)

Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. Second Edition. New South Wales: Allen dan Unwin Pty. Ltd.

Provus, M. (1969). The Discrepancy Evaluation Model. Washington: U.S. Department Of Health, Education dan Welfare, Office of Education. Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional. (n.d). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Diambil tanggal 25 Maret 2014, dari http://bahasa.kemdiknas.go.id /kbbi/.

Rosas, J., dkk. (2009). “An Organization’s Extended (Soft) Competencies Model”.

Makalah pada 10th Working Conference on Virtual Enterprises.

Sabates L. A. dan Capdevila, J. M. (2010). Contributions from Attitude Change

Theory on the Conceptual Relation between Attitudes and Competencies.

Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 8 (3), 1283 – 1302.

Saks, A. M. dan Burke, L. A. (2012). An Investigation into the Relationship

between Training Evaluation and the Transfer of Training. International

Journal of Training and Development, 16 (2), 118 – 127.

Sanberg, J. (2000). Understanding Human Competence at Work: An

Interpretative Approach. Academy of Management Journal, 43 (1), 9

25.

Sanjaya, W. (2008). Perencanaan Desain dan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.

______. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media. Sanghi, S. (2007). The Handbook of Competency Maping.Understanding,

Designing, and Implementing Competency Modesl in Organizations, Secon Edition.New Delhi: Sage Publication India.

Sastradipoera, K. (2005). Mencari Makna dibalik Penulisan Skripsi, Tesis, dan


(4)

Sener C. J. (1987). Facilities. Dalam R. Craig, Training and Development

Handbook. A Guide to Human Resources Development. Third Edition.

(hal. 112-132). New York: McGraw-Hill.

Shah, A. A., dan Sarwar, M. (2012). Competence Vector. International Journal of Bussiness and Social Science. 3 (7), 283 – 285.

Sinambela, L. P. (2012). Kinerja Pegawai, Teori Pengukuran dan Implikasi. Jakarta: Graha Ilmu.

Silberman, M. (2006). Active Training, A Handbook of Techniques, Designs, Case

Examples, and Tips.San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.

Senadi, P. (2010). Evaluasi Program Pendidikan Tenaga Kerja dalam Meningkatkan Kompetensi Kerja Kayawan PT. Krakatau Steel Cilegon- Banten. Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis, tidak Diterbitkan.

Somantri, G. R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial

Humaniora. 9 (2), 57-65.

Stanton, G. (1989). Curiculum Implications. Dalam Burke, J., Competency Based

Education and Training (hal. 84 – 90). East Sussex: The Falmer Press. Stredwick, J. (2005). An Introduction to Human Resources Management, Second

Edition.Burlington: Elseivier Butterworth-Heinemann.

Sudjana, D. (2007). Pendidikan dan Pelatihan. Dalam M. Ali, R. Ibrahim, N. S. Sukmadinata, D. Sudjana, dan W. Rasyidin, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (hal. 1325-1350). Bandung: Pedagogiana Press.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan RdanD. Bandung: Alfabeta.

Sujarwadi, E. T., dan Tjakraatmadja, J. H. (2012). Training and Learning Need

Analysis Based on Soft and Hard Competences Gap (Case Study in PT. Bank X). The Indonesian Journal of Business Administration, 1 (5),

284-290.

Sukmadinata, N. S. (2011). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..


(5)

______ .(2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N. S., dan Erliany Syaodih. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran

Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Transparency International. (2013). Corruption Perception Index 2013. Korupsi

Birokrasi dan Korupsi Politik di Indonesia Masih Tinggi. Diambil tanggal

25, Maret 2014, dari http://www.ti.or.id/index.php/publication/2013/12/03/ corruption-perception-index-2013

Tuxworth, E. (1989). Competence Based Education and Training: Background and Origin. Dalam Burke, J., Competency Based Education and Training (hal. 9 – 22). East Sussex: The Falmer Press.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Universitas Gadjah Mada. (2013). Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Rendah.

Diambil tanggal 25, 3, 2014, dari http://ugm.ac.id/id/berita/8515-indeks.persepsi.korupsi.indonesia.rendah

Kementerian Keuangan. (n.d.). Kamus Kompetensi Kementerian Keuangan. Jakarta: Biro Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan.

Kodir, A. (2009). Implementasi Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan bagi

Peningkatan Kompetensi Guru IPA (Studi Kasus PPPPTK IPA Bandung). Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis, tidak Diterbitkan.

Widoyoko, E. P. (2012). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wiryawan. (2011). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Depok: Rajagrafindo Persada.

Wolf, A. (1989). Can Competence and Knowledge Mix? Dalam Burke, J.,

Competency Based Education and Training (hal. 34 – 46). East Sussex: The Falmer Press.


(6)

Woodruffe, C. (1993). What is meant by a competency?. Leadership & Organization Development Journal, 14 (1), 29- 36.

Wu, J. L. (2013). The Study of Competency Based Training and Strategies in the

Public Sector: Experience from Taiwan. Public Personnel Management.

42 (2), 259-271.

Yuksel, I. (2010). How to Conduct a Qualitative Program Evaluation in the Light of Eisner’s Educational Connoisseurship and Criticism Model. Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry, 1 (2), 78-83.

Zais, R. S. (1976). Curriculum Principles and Foundations. Toronto: Harper dan Row, Publishers.

Zurnali, C. (2010). Learning Organization, Competetency, Organizational

Commitment, and Costumer Orientation. Knowledge Worker: Kerangka Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Masa Depan. Bandung: Unpad