Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Bagi Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah dan Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Yang Beritikad Baik Terhadap Adanya Penguasaan Tanah dan Bangunan Secara Fisik Oleh Ahli Waris.
Abstrak
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK
OLEH AHLI WARIS
Fahmi Fadillah
1187023
Tanah memiliki peran penting bagi setiap manusia, karena keberadaan tanah dapat menunjang kelangsungan kehidupan manusia dalam masyarakat. Seseorang dapat memperoleh tanah melalui jual beli. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut didaftarkan oleh pembeli ke Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah agar dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Namun dalam kenyataan dimasyarakat terdapat penguasaan tanah dan bangunan orang lain secara fisik oleh pihak yang tidak berhak.
Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yang meliputi aspek teori, sejarah, filosofis, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka skripsi ini menggunakan kombinasi pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang mendasarkan penelitian pada data sekunder.
Sertipikat merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya. Dalam hal tanah tersebut sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama pembeli yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik, maka terdapat jaminan kepastian hukum mengenai status hak yang didaftarkan, kepastian mengenai subjek hak dan kepastian objek hak yang didaftarkan. Pembeli yang beriktikad baik memperoleh perlindungan hukum untuk melaksanakan haknya dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa pembeli yang beriktikad baik dilindungi oleh hukum selama tidak ada yang membantah mengenai data yuridis dan data fisik yang tercantum di dalam sertipikat selama jangka waktu 5 tahun.
(2)
DAFTAR ISI
Pernyataan Keaslian ... i
Pengesahan Pembimbing ... ii
Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii
Persetujuan Revisi ... iv
Abstrak ... v
Abstrac ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Singkatan ... xii
Daftar Tabel xiii BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Kerangka Pemikiran ... 9
F. Metode Penelitian ... 15
(3)
BAB II TINJAUAN UMUM KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
... 20
A. Sejarah Hukum Agraria di Indonesia ... 21
B. Definisi Agraria ... 23
C. Hak-hak atas Tanah ... 25
D. Kepastian Hukum Dalam Penerbitan Sertipikat Hak atas Tanah ... 31
E. Pendaftaran Tanah ... 33
BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK ... 61
A. Definisi Hukum ... 62
B. Sistem Hukum ... 64
C. Tujuan Hukum ... 68
D. Sertipikat Hak atas Tanah ... 77
E. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli yang Beriktikad Baik dalam Perjanjian Jual Beli Sebidang Tanah ... 82
(4)
BAB IV KAJIAN TERHADAP KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI WARIS.
... 98
A. Kajian Mengenai Kepastian Hukum bagi Pemegang Sertipikat Hak atas Tanah ... 98
B. Kajian Perlindungan Hukum bagi Pembeli yang Beriktikad Baik terhadap Adanya Penguasaan Tanah dan Bangunan Secara Fisik oleh Ahli Waris ... 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119
A. KESIMPULAN ... 119
B. SARAN ... 120
Daftar Pustaka ... 121
Lampiran Matrix Revisi ... 125
(5)
DAFTAR SINGKATAN
UUPA : Undang Undang Pokok Agraria
PP : Peraturan Pemerintah
BPN RI : Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
PERMENAG : Peraturan Menteri Negara Agraria
PAP : Proyek Administrasi Pemerintahan
(6)
DAFTAR TABEL
1. Sejarah Pertanahan di Indonesia ... 22 2. Hak-Hak atas Tanah di Indonesia ... 25
(7)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia sebagai makhluk sosial, hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya sehingga kebutuhan manusia yang satu dapat dipenuhi oleh manusia lainnya. Salah satu kebutuhan yang paling penting berkaitan dengan kehidupan manusia adalah tanah. Tanah memiliki peranan penting terutama dalam
kehidupan sehari–hari manusia antara lain untuk tempat tinggal, sebagai
tempat untuk melakukan berbagai aktivitas seperti melakukan kegiatan usaha dan dapat digunakan sebagai alat investasi yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pemiliknya.
Indonesia mengenal tanah dengan sebutan agraria, yang mana agraria
memiliki nilai–nilai yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, sehingga
agraria ini menjadi hukum yang mencerminkan masyarakat bangsa Indonesia. Agraria memiliki pengertian urusan pertanian atau tanah pertanian, juga
urusan pemilikan tanah.1 Agraria yang dalam bahasa Inggris disebut agrarian
diartikan dengan tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
1 Poerwadarminta W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan Ke-8, 1985, hlm. 18.
(8)
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih memeratakan penguasaan dan pemilikannya. Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni: agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan UUPA.
“1. Dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang
berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian;
2. Sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam
arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian; dan
3. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa, yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.”2
Tanah bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat penting karena Tuhan memberikan tanah bagi masyarakat Indonesia, untuk dikelola, dimanfaatkan dan dilestarikan sumber daya alamnya. Berdasarkan hal tersebut yang dapat memiliki hubungan dengan bumi, air dan ruang angkasa hanya masyarakat Indonesia yang mana hubungan tersebut bersifat abadi. Hubungan antara masyarakat Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa harus dilindungi agar dalam pemanfaatannya masyarakat Indonesia memiliki hak yang sama dalam meningkatkan pendapatan ekonomi. Peraturan hukum
di Indonesia yang mengatur mengenai tanah diawali dengan Undang–Undang
Dasar 1945 sebagai dasar negara dan peraturan tertinggi di Indonesia yaitu dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa :
2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
(9)
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang–Undang Dasar 1945 dapat
diketahui bahwa :
“1. Sumber daya alam merupakan hak bersama seluruh rakyat, dan dalam
pengertian hak bersama itu terdapat dua hak yang diakui, yaitu hak kelompok dan hak perorangan; dan
2. Kewenangan negara terhadap sumber daya alam terbatas pada
kewenangan pengaturan. Pengaturan oleh negara diperlukan ketika terdapat kekhawatiran bahwa tanpa campur tangan negara akan terjadi ketidakadilan dalam akses terhadap perolehan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat.
Kewenangan mengatur negara oleh negara tidak akan terbatas, tetapi dibatasi oleh dua hal yaitu :
1. Pembatasan oleh UUD. Pada prinsipnya, hal–hal yang diatur oleh negara
tidak boleh berakibat terhadap pelanggaran hak–hak dasar manusia yang
dijamin oleh UUD;
2. Pembatasan oleh tujuannya, yakni sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
atau untuk tercapainya keadilan sosial; dan
3. Hubungan antara negara dengan rakyat, bukan hubungan subordinasi,
tetapi hubungan yang setara sesuai dengan prinsip HAM, yang berarti menjamin apa yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban bagi negara. Dengan demikian netralitas negara dan fungsinya sebagai wasit
yang adil dapat menjamin unifikasi hukum yang mampu
mengakomodasi keanekaragaman hukum setempat (pluralisme).”3
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan pemaparan
mengenai hal–hal yang penting dalam kaitannya dengan pasal tersebut, dapat
diketahui bahwa negara memiliki wewenang untuk mengatur dan membuat kebijakan dalam bidang pertanahan yang bertujuan untuk mencegah adanya ketidakadilan dalam memperoleh pemanfaatan hak atas tanah, oleh karenanya
peran negara sangat penting untuk menjamin dan melindungi hak–hak
3 Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 20-21.
(10)
masyarakat dalam memanfaatkan hak atas tanah. Peran negara untuk dapat memaksimalkan peruntukkan hak atas tanah adalah membuat suatu regulasi yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada masyarakat agar hak atas tanah yang diperoleh melalui peralihan kepemilikan tetap dijamin dan dilindungi secara hukum.
Pemerintah dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat di bidang pertanahan adalah dengan memberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya dalam penulisan skripsi ini disebut dengan UUPA). UUPA mengatur mengenai mekanisme dari peralihan hak atas tanah yang bertujuan bagi masyarakat yang menginginkan tanahnya dijual kepada pihak lain dapat diakui secara hukum dan memberikan kepastian hukum kepada pemiliknya. Pasal 26 ayat (1) UUPA mengatur mengenai tata cara yang dapat dilakukan dalam proses peralihan tanah yaitu :
“Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Peralihan tanah mengandung arti bahwa apabila seseorang mengalihkan tanahnya kepada pihak lain, baik secara jual beli, pewarisan atau penghibahan berarti kepemilikannya pun beralih, dan harus ada penyerahan secara fisik tanah dan secara hukum. Secara fisik tanah berarti tanah yang telah dialihkan tidak boleh dikuasasi dan ditempati oleh pihak yang mengalihkan haknya atau
(11)
para ahli warisnya karena sudah beralih kepemilikannya, sedangkan secara hukum berarti tanah yang telah dialihkan harus didaftarkan peralihan haknya
di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (yang selanjutnya dalam
penulisan skripsi ini disebut dengan BPN RI) pendaftaran tanah memiliki kekuatan hukum apabila perbuatan hukum peralihan hak atas tanahnya dibuat secara otentik yaitu dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, hal ini didasarkan pada Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berbunyi :
Pasal 2
(1). PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu;
(2). Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar; Hibah;
c. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
d. Pembagian hak bersama;
e. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik;
f. Pemberian Hak Tanggungan;
g. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Kepastian hukum dari proses peralihan hak atas tanah adalah apabila peralihan haknya telah didaftarkan kepada BPN RI dan dikeluarkan sertipikat sebagai bukti kepemilikan yang sah.
Masalah yang penulis kaji adalah adanya penguasaan tanah dan bangunan oleh ahli waris, karena para ahli waris beranggapan bahwa tanah dan
(12)
bangunan tersebut adalah miliknya yang diperoleh berdasarkan harta waris, yang selanjutnya akan penulis uraikan pada Bab IV, sehingga ahli waris menempati dan menguasai tanah dan bangunan tersebut. Fakta yang terjadi adalah bahwa pewaris sudah melakukan transaksi jual beli dengan pihak lain sebelum pewaris meninggal dunia, sehingga dengan adanya peralihan hak dari pewaris kepada pembeli maka harus ada penyerahan tanah/penyerahan objek secara fisik dan penyerahan secara hukum atas tanah dan bangunan kepada pembeli yang beriktikad baik dengan dibuatnya Akta Jual Beli oleh PPAT.
Permasalahan mengenai tidak diserahkannya tanah dan bangunan secara fisik menimbulkan kesenjangan yaitu didalam proses peralihan haknya seharusnya ada penyerahan tanah dan bangunan secara fisik dan secara hukum, namun penyerahan tanah dan bangunan secara fisik tidak dapat terlaksana karena ahli waris menguasai dan menempati tanah dan bangunan tersebut.
Masalah tanah tersebut sudah pernah diteliti sebelumnya diantaranya oleh Rahel Octora, Mahasiswi Sarjana Hukum Universitas Katolik Parahyangan
dengan judul “Konsistensi Yuridik Sistem Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia”. Karya ilmiah berupa skripsi tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
(13)
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menulis
skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEPASTIAN
HUKUM BAGI PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI WARIS”.
B. Indentifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah ?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik
terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan penjelasan mengenai kepastian hukum bagi pemegang
sertipikat hak atas tanah.
2. Untuk memberikan penjelasan mengenai perlindungan hukum bagi
pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
(14)
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis :
Memberikan masukkan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya mengenai kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
2. Secara praktis :
a. Memberikan masukkan bagi pemerintah dalam memberikan kepastian
hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
b. Memberikan masukkan bagi para praktisi dan akademisi mengenai
kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
c. Memberikan masukkan bagi masyarakat mengenai kepastian hukum
bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan hak pembeli yang beriktikad baik untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
(15)
E. Kerangka Pemikiran
Indonesia adalah negara kesejahteraan (walfare state). Hal ini dapat diketahui dari tujuan pembentukan negara Indonesia yang terkandung dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan
Mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Dalam negara kesejahteraan negara berperan aktif dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat melalui pembentukan peraturan perundang-undangan yang mencerminkan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk tanggung jawab negara Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanahan adalah dengan memberlakukan UUPA. Pemanfaatan tanah diatur didalam UUPA Pasal 9 ayat (2) yang berbunyi
sebagai berikut:
“Tiap-tiap Warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
(16)
tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri
maupun keluarganya.”
Pemberian hak atas tanah tersebut diatur oleh negara yang tujuannya untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, agar memperoleh hak yang sama dalam menggunakan tanah. Wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh negara diatur dalam Pasal 4 UUPA yang berbunyi:
“1. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum;
2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penguasaan tanah itu dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi; dan
3. Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
Pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.”
Ketentuan Pasal 4 UUPA ini memberi wewenang kepada pemegang hak atas tanah untuk menggunakan tanahnya, demikian pula tubuh bumi, dan serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, karena :
“Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara
disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, dimana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.”4
(17)
Pengaturan mengenai hak–hak atas tanah bertujuan agar masyarakat dalam
mengelola tanah dilakukan secara maksimal, sehingga hak–hak atas tanah
tersebut dapat memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum. Tanah yang dimiliki dapat dialihkan haknya kepada pihak lain dengan cara yang telah ditentukan dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA salah satunya melalui jual beli. Untuk memberikan kepastian hukum peralihan hak atas tanah maka harus didaftarkan kepada BPN RI.
Sistem publikasi negatif dalam sistem pendaftaran tanah bertujuan bagi pihak yang merasa berhak dan berwenang atas tanah tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan sertipikat kepada BPN RI atau ke pengadilan negeri dalam waktu maksimal 5 tahun, dengan ketentuan bahwa pihak yang mengajukan pembatalan sertipikat atau gugatan tersebut memiliki bukti yang kuat terhadap kepemilikan hak atas tanah sebagaimana yang dinyatakan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Jo PP Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah.
“Asas mengenai hak penguasaan sebagaimana dimaksud dalam UUPA
diimplementasikan sebagai suatu stelsel negatif. Stelsel negatif ini menunjukkan dapat digugat oleh pihak yang merasa berhak dan berwenang atas tanah tersebut yang memiliki bukti yang kuat terhadap pemilikan tanah tersebut menunjukkan bahwa pemegang hak atau tanah (sertipikat) bukan pemegang/pemilik yang sejati atau sebenarnya apabila
ada pihak lain yang menyatakan kepastian hukum sebaliknya.”5
Menurut Lawrence M Friedman untuk menegakan hukum dibutuhkan 3 unsur dalam penegakan hukum yaitu :
“1. Struktur hukum yakni kerangka atau rangkaian dari hukum itu sendiri;
5 Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, Bandung: Mandar Maju, 2007, hlm. 24-25.
(18)
2. Substansi hukum yakni aturan norma dan pola perilaku manusia yang nyata dalam sistem hukum; dan
3. Kultur hukum yakni sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum
yang didalamnya terdapat kepercayaan nilai pemikiran serta harapan.”6
Lawrence M Friedman mengemukakan ada 3 ketentuan pokok untuk memenuhi unsur penegakan hukum yaitu :
1. Struktur hukum yakni kerangka atau rangkaian dari hukum itu sendiri.
Dalam hal ini adalah adanya aparat penegak hukum yang akan memberikan hukuman dan sanksi bagi pihak pelanggar, dalam hal ini adalah tugas dari aparat pertanahan, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan;
2. Substansi hukum yakni aturan norma dan pola perilaku manusia yang
nyata dalam sistem hukum di Indonesia pengaturan hukum dibidang pertanahan adalah UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah; dan
3. Kultur hukum yakni sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum
yang didalamnya terdapat kepercayaan nilai pemikiran serta harapan. Dalam hal ini ada masyarakat yang akan mematuhi dan melaksanakan aturan hukum tersebut, sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis dalam penegakan hukum.
Penegakan hukum yang tegas dan berdasarkan hukum akan memunculkan tujuan hukum, hal ini bisa terjadi karena masyarakat akan nyaman dan damai, karena ia akan memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga tujuan hukum
(19)
dapat tercapai. Teori tentang tujuan hukum diungkapkan oleh Gustav Radbruch yang merupakan seorang filsuf Jerman. Ia mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum.7
Kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling berkaitan satu sama lain. Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan yang diberikan pada individu terhadap kesewenang-wenangan individu lainnya,
hakim dan administrasi (pemerintah).8
Satijipto Rahardjo menyatakan bahwa :
“Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak
asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.”9
Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum bertujuan untuk mengayomi terhadap adanya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh orang lain kepada manusia lainnya, sehingga hukum ada untuk mencegah perbuatan manusia yang dapat merugikan, oleh karenanya hukum ada untuk memberikan perlindungan agar tanah dan bangunan tersebut dapat bermanfaat bagi pemilik tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7 Achmad Ali, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta: Yasif Watampone, Cetakan ke-1, 1996, hlm. 95.
8 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 208.
(20)
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham mengenai Utilitarianisme.
Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1831). Jeremy Bentham mengemukakan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau tindakan tertentu memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya menimbulkan kerugian bagi orang-orang yang terkait.
Suatu ketentuan hukum baru bisa dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan dan sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan.
Berdasarkan pemaparan mengenai teori–teori yang telah diuraikan diatas
maka dapat diketahui bahwa hukum memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat, karena hukum memiliki tujuan untuk memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum kepada setiap manusia, oleh karenanya apabila manusia melakukan perbuatan hukum dan melaksanakan apa yang telah diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan memberikan perlindungan hukum, apabila dikaitkan dengan kasus penulis, maka permasalahan yang terjadi bahwa pembeli yang beriktikad baik belum memperoleh apa yang menjadi haknya, oleh karenanya hal ini menimbulkan kesenjangan antara tujuan hukum dan kenyataan di masyarakat yaitu tidak
(21)
diserahkannya tanah dan bangunan oleh ahli waris, sehingga hal ini menimbulkan kerugian bagi pembeli yang beriktikad baik.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif. Metode Penelitian Yuridis Normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yang meliputi aspek teori, sejarah, filosofis, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan dan implementasinya. Metode penelitian yuridis-normatif digunakan untuk menemukan kebenaran dalam suatu penelitian hukum dilakukan melalui cara berpikir deduktif dan kriterium kebenaran koheren. Kebenaran dalam suatu penelitian sudah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses pengujian atau verifikasi. Verifikasi di dalam Metode penelitian Yuridis-Normatif dilakukan dengan pengujian cara berpikir (logika) dari hasil penelitian oleh kelompok sejawat sebidang.
1. Sifat Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan untuk melihat bagaimana proses perlindungan bagi pembeli yang memiliki iktikad baik untuk memperoleh tanah yang sudah dibelinya. Proses perlindungan ini selanjutnya akan diteliti untuk
(22)
mengetahui mengenai pengaturan secara undang–undang yang mengatur mengenai perlindungan hukum tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan Undang-Undang (statute approach). Pendekatan konseptual digunakan berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan perlindungan bagi pembeli yang memiliki iktikad baik. Teori-teori yang dikemukakan oleh penulis dalam hal ini adalah Gustaf Radbruch tentang tujuan hukum, teori kemanfaatan dari Jeremy Bentham, dan teori Lawrence M Friedman tentang penegakan hukum. Pendekatan tersebut dilakukan melalui Undang-Undang Dasar 1945, UUPA, PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang diubah dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Kitab undang-undang Hukum Perdata. 3. Jenis Data
Sumber data dari penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan terutama dengan cara mempergunakan data sekunder dan didukung oleh data primer.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
a. Data sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut :
1) Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari
(23)
penemuan-penemuan di Indonesia khususnya maupun di dunia pada umumnya yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti. Studi kepustakaan dapat berupa :
a) Data sekunder bahan hukum primer berupa Peraturan
perundang-undangan : UUPA, PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang diubah dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Data sekunder bahan hukum sekunder yang berupa
buku-buku literatur tentang hukum, hukum agraria, serta hasil-hasil penelitian berupa skripsi di bidang hukum, bahan-bahan seminar, diskusi panel.
c) Data sekunder bahan hukum tertier berupa ensiklopedia dan
kamus.
b. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Pendekatan secara kualitatif tidak menggunakan parameter statistik guna menganalisis data yang ada.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka skripsi ini menggunakan kombinasi metode konseptual dan pendekatan perundang-undangan yang mendasarkan penelitian pada data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah dengan teknik studi kepustakaan. Penulis mencari sumber data melalui literatur seperti buku, makalah, jurnal,
(24)
artikel, dan sebagainya sedangkan untuk teknik analisis data, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan disusun untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian yang terdiri dari sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, serta teknik pengumpulan data dan teknik analisis data, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM KEPASTIAN HUKUM BAGI PEMEGANG
SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
Berisikan uraian mengenai teori yang relevan dengan pembahasan masalah yaitu kajian teoritis mengenai peran tanah bagi masyarakat yang meliputi sejarah hukum agraria di Indonesia, definisi agraria, hak-hak atas tanah, kepastian hukum dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah dan pendaftaran tanah.
BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
PEMBELI YANG BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI WARIS
(25)
Berisikan pemaparan mengenai landasan teori yang relevan dengan pembahasan masalah yang meliputi pengertian hukum, sistem hukum, tujuan hukum, sertipikat hak atas tanah, penerbitan sertipikat hak atas tanah, asas iktikad baik dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik dalam perjanjian jual beli sebidang tanah.
. BAB IV KAJIAN MENGENAI KEPASTIAN HUKUM BAGI
PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG
BERIKTIKAD BAIK TERHADAP ADANYA PENGUASAAN TANAH DAN BANGUNAN SECARA FISIK OLEH AHLI WARIS.
Menguraikan mengenai hasil analisis berdasarkan identifikasi masalah yaitu kepastian hukum bagi pemegang sertipikat hak atas tanah dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beriktikad baik terhadap adanya penguasaan tanah dan bangunan secara fisik oleh ahli waris.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran yang relevan dengan penelitian yang telah dilakukan.
(26)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Peran tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan
memiliki tanah manusia dapat melakukan berbagai aktivitas yang menunjang kelangsungan hidupnya dalam masyarakat. Negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan berperan untuk mengelola tanah-tanah yang ada di Indonesia, melalui kebijakan yang dapat memberikan jaminan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanahnya yang diwujudkan dengan diterbitkannya UUPA. Dalam hal tanah sudah diterbitkan sertipikat, secara sah atas nama pembeli yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik, maka terdapat jaminan kepastian hukum mengenai status hak yang didaftarkan, kepastian mengenai subjek hak dan kepastian objek hak yang didaftarkan. Di dalam sertipikat terdapat data yuridis dan data fisik, dalam data yuridis menunjukkan mengenai pemegang hak atas tanah dan hak atas tanah yang didaftar, sedangkan data fisik menunjukkan mengenai lokasi tanah, luas tanah dan batas tanah, sehingga bagi pihak yang memiliki sertipikat telah memperoleh kepastian hukum karena menurut Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bagi pihak yang tercantum di dalam sertipikat selama jangka waktu 5 tahun tidak ada menyangkal mengenai data fisik dan data yuridisnya maka akan dilindungi oleh hukum.
(27)
penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan sebidang tanah dan berhak untuk menerima sejumlah uang, sedangkan bagi pihak pembeli berhak untuk memperoleh sebidang tanah dan memiliki kewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang. Pembeli yang beriktikad baik harus dilindungi oleh hukum karena yang pertama ia telah mematuhi persyaratan dan tata cara yang telah diatur di dalam Undang-Undang, yang kedua telah melakukan pendaftaran hak atas tanahnya kepada BPN RI, dan yang ketiga ia telah membayar lunas atas sebidang tanah yang ia beli, sehingga pihak penjual tidak dirugikan, berdasarkan hal tersebut sudah selayaknya bagi pihak pembeli yang beriktikad baik untuk memperoleh perlindungan hukum untuk melaksanakan haknya dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum, berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa pembeli yang beriktikad baik dilindungi oleh hukum selama tidak ada yang membantah mengenai data yuridis dan data fisik yang tercantum di dalam sertipikat selama jangka waktu 5 tahun. B. Saran
1. Pemerintah mensosialisasikan mengenai pentingnya kepemilikan sertipikat
hak atas tanah kepada masyarakat karena keberadaan data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat dapat memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dan agar pemegang hak atas tanah dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
(28)
2. Masyarakat yang akan membeli tanah dan bangunan, sebelum melakukan transaksi jual beli, lebih baik untuk melihat lokasi tanahnya secara langsung, hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa tanah yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhannya, dan mengecek mengenai tanda bukti kepemilikan yaitu sertipikat hak atas tanah, hal ini untuk mencegah timbulnya sengketa, karena jangan sampai membeli tanah dan bangunan tetapi lokasinya tidak jelas dan tidak memiliki tanda bukti kepemilikan sehingga akan merugikan pembeli yang beriktikad baik.
3. Pihak Pengadilan sebagai lembaga yang akan menangani sengketa di
bidang pertanahanan, harus melakukan perubahan dalam proses penyelesaian sengketa yang ditangani, hal ini untuk mencegah terjadinya penumpukan perkara dan untuk mewujudkan proses penyelesaian sengketa di bidang pertanahan yang efektif dan efisien.
(29)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
I. Daftar Pribadi
Nama : Fahmi Fadillah
Alamat : Jl.Gn. Merapi No 10 Komplek Faden RT.02 RW.09.
Telefon : 081322038322
Email : fadillah.fahmii@gmail.com
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : Bandung. 22 Oktober 1992.
II. Riwayat Pendidikan
No Sekolah Tahun periode
1 Tk Teratai 1997 - 1999
2 Sd Angkasa 3 1999 - 2005
3 Smpn 9 Bandung 2005 - 2008
4 Sman 4 Bandung 2008 - 2011
5 Universitas Kristen Maranatha 2011- sekarang
(30)
No Nama Kegiatan Waktu Tempat Kegiatan
1 Pengenalan dasar Perpustakaan 11 Agustus 2011 Universitas Kristen
Maranatha
2 Welcome To Maranatha 2 Agustus – 1
Oktober 2011
Universitas Kristen Maranatha
3 Problematika Hukum Dalam
Implementasi Bisnis dan Investasi
24 November 2011 Universitas Kristen
Maranatha
4 Public Lecture 25 – 26 Juli 2012 Universitas Kristen
Maranatha
5 United Nations For You 10 Oktober 2012 Institut Teknologi
Bandung
6 Seminar Nasional Perlindungan
hukum bagi Pemegang Hak Atas Tanah dalam Rangka Mewujudkan Keadilan
8 November 2012 Universitas Trisakti
7 Lomba Debat Hukum Agraria Piala
Prof. Budi Harsono
9 – 10 November 2012 Universitas Trisakti
8 Kuliah Umum Mediasi Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan implementasinya di Indonesia
16 Maret 2013 Universitas Kristen
Maranatha
(31)
No Organisasi Tahun Periode Jabatan
1 Pramuka 2008 – 2010 Divisi Humas
2 Debat Hukum 2012 – sekarang Anggota
3 Badan Perwakilan Mahasiswa 2011 – 2012 Divisi Keuangan
4 Badan Perwakilan Mahasiswa 2012 – 2013 Ketua
5 Ikatan Remaja Mesjid 2013 – sekarang Divisi Humas
V. Pengalaman Bekerja
No Nama Tempat Bekerja Waktu Status
1 Kantor Notaris Anna Yulianti SH.M.Kn 1 – 31 Juli 2013 Magang
2 Klinik Elim Medical Center 6 Januari – 6 Februari
2014
Magang
3. Istana Group, Proyek Dago Suites
Apartement
1 – 31 Juli 2014 Magang
4. Istana Group, Proyek Istana Bandung
Electronic Center
22 September 2014 –
sekarang
Magang
Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.
(32)
Achmad Ali, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yasif Watampone, Cetakan ke- I, Jakarta, 1996.
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Arie Sukanti Hutagalung, Program Retribusi Tanah di Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1995.
Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1993. Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, Cetakan Pertama, Al Mawardi Prima, Jakarta, 2003.
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Dalam Persepektif Umum, PT. Rajagrafindo Persada, Bandung, 2009.
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981. Hans Kelsen, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Jakarta, 1996.
Mariam Darius Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1997.
Moh. Anwar, Muamalat Munakahat Faraid dan Jinayat Dalam Sudarsono Pokok-Pokok Hukum Islam, Cetakan Ke-1, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Medan, 2008.
Pamudji. S, Teori Sistem dan Penerapannya Dalam Management, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1981.
Parlindungan. AP, Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Cetakan Ke-6, Bandung, 1991.
Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, Mandar Maju, Bandung, 2007.
(33)
Theo Hujiber, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Konisof: 1992.
Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Mataram, 2012.
B. KAMUS
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007. Tim Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka, 2006.
Poerwadarminta W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan
Ke-8, Jakarta, 2005.
C. DIKTAT
Arief Sidharta, Diktat Perkuliahan Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, 2009.
D. MAKALAH
Bagir Manan, Pemahaman Mengenai Sistem Hukum Nasional, Makalah Kuliah Prapasca Program Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung , 1 Oktober 1994.
E. KERTAS KERJA
Subekti, R., Beberapa Pemikiran Mengenai Sistem Hukum Nasional Yang Akan Datang, Kertas Kerja pada Seminar Hukum Nasional IV di Jakarta: 1979.
F. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang diubah ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.
(34)
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksananan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
(35)
No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak Pengelolaan
1. Definisi Hak turun-temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
Hak mengusahakan
tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal
29 UUPA guna
perusahaan, pertanian,
perikanan atau
peternakan.
Hak untuk mendirikan
dan mempunyai
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30
tahun dan bisa
diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun
Hak untuk
memperoleh hasil
atas tanah dari
kepunyaan milik
orang lain atau atas tanah Negara
Hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan
pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan
kepada pemegang
haknya untuk
merencanakan peruntukkan,
penggunaan tanah,
menyerahkan
bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan kepada
pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
2. Subjek a. Hanya Warga
Negara Indonesia
dapat
mempunyai Hak
Milik; dan
b. Badan-badan
hukum tertentu
yang dapat
a. Warga
NegaraIndonesia; dan
b. Badan hukum yang
didirikan menurut
hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
a. Warga Negara
Indonesia; dan
b. Badan hukum yang
didirikan menurut
hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
a. Warga Negara
Indonesia;
b. Orang Asing
yang
berkedudukan di Indonesia;
c. Badan Hukum
yang didirikan
a. Instansi pemerintah
termasuk
pemerintah daerah;
b. Badan Usaha Milik
Negara;
c. Badan Usaha Milik
Daerah;
(36)
berkedudukan di Indonesia; dan
d. Badan Hukum
Asing yang
mempunyai
perwakilan di
Indonesia.
hukum pemerintah
lainnya yang
ditunjuk oleh
pemerintah.
3. Jangka
Waktu
Tidak memiliki jangka waktu.
Penggunaan Hak Guna Usaha memiliki batas waktu, menurut Pasal 29 UUPA paling lama 35 tahun, dan dapat
diperpanjang kembali
selama 25 tahun.
a. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Negara
memiliki jangka
waktu paling lama
30 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun;
b. Hak Guna
Bangunan atas
tanah Hak
Pengelolaan
memiliki jangka
waktu untuk
pertama kali paling lama 30 tahun dan
a. Selama jangka
waktu tertentu
atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan
yang tertentu;
dan
b. Dengan
cuma-cuma, dengan
pembayaran atau
pemberian jasa
berupa apapun.
a. Tanah Hak
Pengelolaan tidak
berjangka waktu
tertentu artinya
berlaku selama
tanahnya
dipergunakan untuk
pelaksanaan tugas
atau usahanya; dan
b. Batas maksimal
Tanah Hak
Pengelolaan yang
dapat dikuasai oleh
pemegang haknya
ditetapkan oleh
(37)
untuk jangka waktu
paling lama 20
tahun; dan
c. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Hak Milik
memiliki jangka
waktu paling lama 30 tahun dan atas kesepakatan antara para pihak dapat diperbaharui dengan
pemberian Hak
Guna Bangunan
baru dengan akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat
Akta Tanah
4. Ciri-Ciri a. Merupakan hak
atas tanah yang
paling kuat dan paling penuh dari hak-hak lainnya;
b. Merupakan hak
a. Hak Guna Usaha
tergolong hak atas
tanah yang kuat
juga, artinya tidak mudah hapus dan mudah
a. Merupakan hak atas
tanah yang wajib didaftarkan;
b. Dapat beralih
kepada ahli waris pemegang hak;
a. Wewenag
pemegang hak
pakai terhadap
tanahnya adalah mempergunakan
a. Berdasarkan
wewenang dan
sifatnya Hak
Pengelolaan dapat
dikategorikan sebagai hak atas
(38)
kepada ahli waris;
c. Dapat menjadi hak
induk tetapi tidak
dapat berinduk
pada hak-hak atas tanah lainnya;
d. Dapat dijadikan
jaminan dengan
dibebani Hak
Tanggungan;
e. Dapat dialihkan
seperti dijual,
ditukar, dihibahkan
dan diberikan
dengan wasiat;
f. Dapat dilepaskan
oleh yang punya sehingga tanahnya
menjadi tanah
Negara; dan
g. Dapat diwakafkan
berjangka waktu,
artinya haknya akan
hapus apabila
jangka waktunya
berakhir;
c. Hak Guna Usaha
dapat beralih
kepada ahli waris pemegang hak;
d. Hak Guna Usaha
dapat dialihkan
kepada pihak lain, artinya dapat dijual, ditukar, disertakan dalam modal dan dihibahkan;
e. Dapat dilepaskan
oleh yang
mempunyai hak,
sehingga tanahnya
menjadi Tanah
Negara;dan
f. Dapat dijadikan
jaminan utang
dengan dibebani
Hak Tanggungan.
jangka waktunya
d. Dapat dijadikan
jaminan dengan
dibebani Hak
Tanggungan;
e. Dapat dilepaskan
oleh pemegang
haknya sehingga
menjadi tanah
Negara; dan
f. Dapat dialihkan
kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukar,
disertakan dalam
modal dan
dihibahkan
kepentingan mendirikan bangunan;
b. Asal tanah hak
pakai dapat
terjadi pada
tanah negara atau tanah hak milik; dan
c. Hak pakai dapat
diberikan dengan
jangka waktu
tertentu atau
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
right of dipossal;
b. Hak Pengelolaan
hanya dapat
dipunyai oleh badan hukum pemerintah
yang bergerak
dalam bidang
pelayanan publik
(pemerintahan);
c. Hak Pengelolaan
wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
untuk diterbitkan
sertipikat sebagai
tanda bukti haknya;
d. Pemegang Hak
Pengelolaan berwenang merencanakan
peruntukkan dan
penggunaan tanahnya;
e. Tanah Hak
Pengelolaan tidak
(39)
Tanggungan; dan
f. Tanah Hak
Pengelolaan dapat
dilepaskan untuk
kepentingan pihak lain.
5. Terjadinya
Hak
Hak Guna Usaha
terjadi melalui
permohonan pemberian Hak Guna Usaha oleh
pemohon kepada
Kepala BPN RI.
Apabila semua
persyaratan yang
ditentukan dalam
permohonan tersebut
dipenuhi, maka Kepala BPN RI yang diberikan pelimpahan
kewenangan
menerbitkan Surat
Keputusan Pemberian
Hak.
a. Hak Guna
Bangunan atas
tanah Negara
terjadi dengan
keputusan
pemberian hak yang
diterbitkan oleh
BPN RI;
b. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Hak
Pengelolaan terjadi
dengan keputusan
pemberian hak atas usul pemegang Hak
Pengelolaan yang
diterbitkan oleh
BPN RI; dan
c. Hak Guna
a. Terjadinya Hak
Pakai atas tanah
Negara adalah
berdasarkan keputusan
pemberian hak
dari pejabat yang berwenang;
b. Terjadinya hak
pakai atas tanah hak pengelolaan harus diusulkan
oleh pemegang
Hak
Pengelolaan,
apabila tanah
yang
Hak Pengelolaan terjadi
melalui penegasan
konversi atau
pemberian hak atas
(40)
terjadi dengan pemberian hak oleh
pemegang Hak
Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
tanah Hak
Pengelolaan; dan
c. Hak Pakai atas
tanah Hak Milik terjadi
berdasarkan perjanjian yang dibuat dihadapan PPAT.
(41)
Tabel Perkembangan Pengaturan
Pertanahan di Indonesia
Sejarah Pertanahan di
Indonesia
Roerendiensten kebijakan kerja kepada rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian.
Jenderal memiliki wewenang untuk : a. Hak untuk menuntut kerja paksa; dan
b. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan uang atau hasil pertanian.
Jenderal memiliki wewenang untuk :
a. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat kecuali untuk kepentingan umum; dan
b. Tanah-tanah Hak Milik Adat atas permintaan pemiliknya yang sah, dapat diberikan kepadanya dengan Hak Eigendom,
Land rent atau tanah-tanah pajak, dengan demikian tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan
oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik Raja Inggris.
Sistem tanam paksa yaitu petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung dibutuhkan oleh Pasar Internasional.
Pada masa Agrarische Besluit Staatsblad 1870 Nomor 118 Pemerintah Belanda menetapkan beberapa kebijakan antara lain :
a. Vrijlands domein atau Tanah Negara bebas adalah tanah yang diatasnya tidak ada Hak
Penduduk Bumiputera; dan
b. Onvrijlands domein atau Tanah Negara tidak bebas adalah tanah yang diatasnya ada hak
penduduk maupun desa. Gubernur Herman
William Daendles
Gubernur Thomas Stamford Raffles
Johanes Van Den Bosch
Agrarische Besluit Staatsblad 1870
Nomor 118
(1)
mempunyai Hak Milik.
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan d. Badan Hukum
Asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia.
e. Badan otoritas; dan f. Badan-badan
hukum pemerintah
lainnya yang
ditunjuk oleh
pemerintah.
3. Jangka Waktu
Tidak memiliki jangka waktu.
Penggunaan Hak Guna Usaha memiliki batas waktu, menurut Pasal 29 UUPA paling lama 35 tahun, dan dapat diperpanjang kembali selama 25 tahun.
a. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Negara
memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun;
b. Hak Guna
Bangunan atas
tanah Hak
Pengelolaan
memiliki jangka
waktu untuk
pertama kali paling lama 30 tahun dan
a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan yang tertentu; dan
b. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
a. Tanah Hak
Pengelolaan tidak berjangka waktu tertentu artinya berlaku selama tanahnya
dipergunakan untuk pelaksanaan tugas atau usahanya; dan b. Batas maksimal
Tanah Hak
Pengelolaan yang dapat dikuasai oleh pemegang haknya ditetapkan oleh Kepala BPN R.I.
(2)
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun; dan
c. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Hak Milik memiliki jangka waktu paling lama 30 tahun dan atas kesepakatan antara para pihak dapat diperbaharui dengan
pemberian Hak
Guna Bangunan
baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
4. Ciri-Ciri a. Merupakan hak atas tanah yang paling kuat dan paling penuh dari hak-hak lainnya; b. Merupakan hak
a. Hak Guna Usaha tergolong hak atas tanah yang kuat juga, artinya tidak mudah hapus dan mudah
a. Merupakan hak atas tanah yang wajib didaftarkan;
b. Dapat beralih
kepada ahli waris pemegang hak;
a. Wewenag
pemegang hak pakai terhadap tanahnya adalah mempergunakan
a. Berdasarkan
wewenang dan
sifatnya Hak
Pengelolaan dapat dikategorikan sebagai hak atas
(3)
turun temurun dan dapat beralih kepada ahli waris; c. Dapat menjadi hak
induk tetapi tidak dapat berinduk pada hak-hak atas tanah lainnya; d. Dapat dijadikan
jaminan dengan
dibebani Hak
Tanggungan; e. Dapat dialihkan
seperti dijual, ditukar, dihibahkan dan diberikan dengan wasiat; f. Dapat dilepaskan
oleh yang punya sehingga tanahnya menjadi tanah Negara; dan
g. Dapat diwakafkan
dipertahankan; b. Hak atas tanah yang
berjangka waktu, artinya haknya akan
hapus apabila
jangka waktunya berakhir;
c. Hak Guna Usaha
dapat beralih
kepada ahli waris pemegang hak; d. Hak Guna Usaha
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya dapat dijual, ditukar, disertakan dalam modal dan dihibahkan;
e. Dapat dilepaskan
oleh yang
mempunyai hak, sehingga tanahnya
menjadi Tanah
Negara;dan
f. Dapat dijadikan
jaminan utang
dengan dibebani Hak Tanggungan.
c. Merupakan hak atas tanah yang terbatas jangka waktunya d. Dapat dijadikan
jaminan dengan
dibebani Hak
Tanggungan;
e. Dapat dilepaskan
oleh pemegang
haknya sehingga
menjadi tanah
Negara; dan
f. Dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukar, disertakan dalam
modal dan
dihibahkan
tanah untuk kepentingan mendirikan bangunan; b. Asal tanah hak
pakai dapat terjadi pada tanah negara atau tanah hak milik; dan
c. Hak pakai dapat diberikan dengan jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
tanah yang bersifat
right to use tidak right of dipossal;
b. Hak Pengelolaan
hanya dapat
dipunyai oleh badan hukum pemerintah
yang bergerak
dalam bidang
pelayanan publik (pemerintahan); c. Hak Pengelolaan
wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya;
d. Pemegang Hak
Pengelolaan berwenang merencanakan peruntukkan dan penggunaan
tanahnya;
e. Tanah Hak
Pengelolaan tidak dapat dijadikan
(4)
jaminan dengan
dibebani Hak
Tanggungan; dan
f. Tanah Hak
Pengelolaan dapat dilepaskan untuk kepentingan pihak lain.
5. Terjadinya Hak
Hak Guna Usaha
terjadi melalui
permohonan pemberian Hak Guna Usaha oleh
pemohon kepada
Kepala BPN RI.
Apabila semua
persyaratan yang
ditentukan dalam
permohonan tersebut dipenuhi, maka Kepala BPN RI yang diberikan pelimpahan
kewenangan
menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak.
a. Hak Guna
Bangunan atas
tanah Negara
terjadi dengan keputusan
pemberian hak yang diterbitkan oleh BPN RI;
b. Hak Guna
Bangunan atas
Tanah Hak
Pengelolaan terjadi dengan keputusan pemberian hak atas usul pemegang Hak Pengelolaan yang diterbitkan oleh BPN RI; dan
c. Hak Guna
a. Terjadinya Hak Pakai atas tanah Negara adalah berdasarkan keputusan
pemberian hak dari pejabat yang berwenang; b. Terjadinya hak
pakai atas tanah hak pengelolaan harus diusulkan oleh pemegang Hak
Pengelolaan, apabila tanah yang
Hak Pengelolaan terjadi melalui penegasan
konversi atau
pemberian hak atas tanah.
(5)
Bangunan atas Tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian hak oleh
pemegang Hak
Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
dimohonkan itu
tanah Hak
Pengelolaan; dan c. Hak Pakai atas
tanah Hak Milik terjadi
berdasarkan perjanjian yang dibuat dihadapan PPAT.
(6)
Tabel Perkembangan Pengaturan
Pertanahan di Indonesia
Sejarah Pertanahan di
Indonesia
Pada masa Verenigde Oost Indische Compagnie Pemerintah Belanda menetapkan beberapa
kebijakan antara lain :
a. Contingenten yaitu pajak atas hasil tanah pertanian;
b. Verlichte leverantem yaitu kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen; dan
c. Roerendiensten kebijakan kerja kepada rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian. Masa Verenigde Oost
Indische Compagnie (VOC)
Jenderal memiliki wewenang untuk : a. Hak untuk menuntut kerja paksa; dan
b. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan uang atau hasil pertanian.
Jenderal memiliki wewenang untuk :
a. Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat kecuali untuk kepentingan umum; dan
b. Tanah-tanah Hak Milik Adat atas permintaan pemiliknya yang sah, dapat diberikan kepadanya dengan Hak Eigendom,
Land rent atau tanah-tanah pajak, dengan demikian tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan
oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik Raja Inggris.
Sistem tanam paksa yaitu petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung dibutuhkan oleh Pasar Internasional.
Pada masa Agrarische Besluit Staatsblad 1870 Nomor 118 Pemerintah Belanda menetapkan beberapa kebijakan antara lain :
a. Vrijlands domein atau Tanah Negara bebas adalah tanah yang diatasnya tidak ada Hak
Penduduk Bumiputera; dan
b. Onvrijlands domein atau Tanah Negara tidak bebas adalah tanah yang diatasnya ada hak
penduduk maupun desa.
Gubernur Herman William Daendles
Gubernur Thomas Stamford Raffles
Johanes Van Den Bosch
Agrarische Besluit Staatsblad 1870
Nomor 118