Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

(1)

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)

TESIS

Oleh

R I F A ’ I

087011165/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS

TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 2725 K/Pdt/2008)

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

R I F A ’ I

087011165/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH

BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDY

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725

K/Pdt/2008) Nama Mahasiswa : Rifa’i

Nomor Pokok : 087011165

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Januari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat

deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.

Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.

Faktor penyebab sengketa tanah bersertifikat berdasarkan kasus di dalam putusan MARI adalah (1).Faktor ketentuan hukum peraturan perundang-undangan yang menyatakan apabila ada pihak-pihak yang dapat membuktikan didepan pengadilan kepemilikan hak atas tanah, maka kekuatan sertifikat tersebut menjadi negatif atau tidak mempunyai kekuatan hukum. (2).Faktor sumber daya manusia yang dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia mengakibatkan tatanan administrasi pertanahan dapat mengakibatkan persengketaan, dan lalai dalam melakukan tugas serta pekerjaan yang semestinya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang, selain itu manusia yang dimaksudkan juga manusia yang berada di atas tanah yang tidak dapat terpisahkan hidupnya dengan tanah. Manusia di atas tanah sangat mudah menimbulkan


(6)

masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent

yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.

Kata kunci: Kekuatan hukum tanah yang besertifikat hak milik, dan faktor persengketaan tanah


(7)

ABSTRACT

Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.

The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.

The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.

The factors causing dispute of land with certified ownership based on the cases in the decision of Supreme Court of Republic of Indonesia are (1) the factor of legal provisions of legislation stating that if some parties can prove the ownership of the right to land before the court, the power of the certificate becomes negative or has no legal force at all, (2) the factor of human resources who have limited ability in managing the order of land administration and are negligent in performing their duties and work that should be in accordance with procedures established by law. The other human factor is the human resources themselves. As human being whose life cannot be separated from land, they created what we call rent something that makes the land more valuable to human beings. In addition, there are also Camat (Head of Subdistrict) and Bupati (Head of District) who are brave enough to issue a land certificate which is none of his authority any more, and (3) technical factor such as measuring, mapping, registering the land and the right to land, providing a letter as a legal evidence of having the right to land is the sequence of technical activities


(8)

to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.


(9)

KATA PENGANTAR

Pertama dengan segala kerendahan hati diucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan penulis Tesis dengan judul, “TINJAUAN YURIDIS ATAS KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH BERSERTIFIKAT HAK MILIK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2725 K/PDT/2008)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan Tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril berupa bimbingan dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, diucapkan terimakasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., dan Ibu Chairani Bustami, S.H., S.P.N., M.Kn., selaku dosen pembimbing. Juga kepada dosen penguji Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., C.D., atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulis Tesis ini.

Selanjutnya diucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM)., SpA (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kontribusi dalm pengembangan Pasca Sarjana;


(10)

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku sekretaris Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan; 5. Seluruh dosen dan para pegawai/karyawan Program Studi Magister Kenotariatan

(M.Kn.), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan;

6. Seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;

7. Kepada semua rekan-rekan peserta Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan semangat dalam pembuatan Tesis ini.

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terimakasih kepada orang tua penulis yang selalu mengasihi, ayahanda Almarhum Legiyo dan Ibunda Kaseni

yang selalu memberikan limpahan kasih saying dan nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada kedua mertua, Ayahanda Tukijan Marzuki dan ibunda Almarhumah Sutijah, kemudian kepada Istri tercinta Rulia Faiza, S.IP., beserta anak tersayang Wahyu Ramadana yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam penulisan Tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penulisan Tesis ini.

Semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan , Januari 2011 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Rifa’i

Tempat/tanggal lahir : Pati, 01 Januari 1971

Alamat : Jl. Tangkuban Perahu Timur No. 07

Pekanbaru - Riau

II. Nama Orang tua

Ayah : Alm. Legiyo

Ibu : Kaseni

III. Keluarga

Isteri : Rulia faiza, S.iP

Anak : Wahyu Ramadhana

IV. Pendidikan

SD : SDN Tluwuk

SLTP : SLTP Juwana

SLTA : SLTA Juwana

Strata I : - Fakultas Sospol Universitas Islam Riau

-Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Riau

V. Pekerjaan : - Asisten Notaris / PPAT Alm. Tajib Rahardjo, SH - Dirut PT. SARI JAYA RIAU

- Komisaris PT. BINTANG JAGAD RAYA

VI. Organisasi : - Ketua Masyarakat Karesidinan PATI – RIAU -Wakil Ketua Ikatan Keluarga Jawa – Riau

-Wakil Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Jawa – Pekanbaru

-Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi ( MPO ) Pemuda Pancasila Provinsi Riau -Wakil Ketua Nasional Demokrat Riau


(12)

DAFTAR ISI

Halaman:

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat penelitian... 9

E. Keaslian penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori... 10

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian ... 21

2. Sumber Data... 22

3. Analisis Data ... 23

BAB II PENGATURAN DAN MEKANISME PENDAFTARAN TANAH A. Pengaturan Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik 1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik ... 25

2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik... 27

3. Prosedur Pendaftaran Hak Milik... 30

B. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Diterbitkan Sertifikat Hak Milik


(13)

1. Sistem Perlindungan Hukum ... 46 2. Tugas Badan Pertanahan Nasional Dalam Lingkungan

Wilayah Kota Pekanbaru Dalam Sistem Perlindungan

Pertanahan ... 49 3. Kepemilikan Atas Tanah Bersertifikat... 51 4. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah... 60

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB SENGKETA TANAH

BERSERTIFIKAT

A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Tanah Hak Milik ... 73 B. Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Tanah Hak Milik... 84 C. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Beriktikad

Baik ... 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran... 109


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


(15)

ABSTRAK

Walau sudah dilakukan berbagai upaya dalam memberikan kepastian hukum pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo. Akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat

deskriptif-analitis yaitu metode yang memberikan gambaran tentang kenyataan atau fenomena.

Kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat didasarkan atas tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan dipengadilan dan dijamin oleh undang-undang di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dengan terbitnya Peraturan, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya, surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat berupa pemberian sertifikat. Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertipikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertipikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.

Faktor penyebab sengketa tanah bersertifikat berdasarkan kasus di dalam putusan MARI adalah (1).Faktor ketentuan hukum peraturan perundang-undangan yang menyatakan apabila ada pihak-pihak yang dapat membuktikan didepan pengadilan kepemilikan hak atas tanah, maka kekuatan sertifikat tersebut menjadi negatif atau tidak mempunyai kekuatan hukum. (2).Faktor sumber daya manusia yang dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia mengakibatkan tatanan administrasi pertanahan dapat mengakibatkan persengketaan, dan lalai dalam melakukan tugas serta pekerjaan yang semestinya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang, selain itu manusia yang dimaksudkan juga manusia yang berada di atas tanah yang tidak dapat terpisahkan hidupnya dengan tanah. Manusia di atas tanah sangat mudah menimbulkan


(16)

masalah sebab ketika muncul manusia di atas tanah, maka muncullah yang disebut rent

yakni sesuatu yang membuat tanah itu bernilai lebih bagi manusia. Disamping masih ada Camat dan atau Bupati yang berani mengeluarkan Surat Tanah padahal bukan menjadi wewenangnya lagi. (3) Faktor teknis meliputi pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah dengan pendaftaran hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis guna memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis, namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.

Kata kunci: Kekuatan hukum tanah yang besertifikat hak milik, dan faktor persengketaan tanah


(17)

ABSTRACT

Despite several attempts done to provide legal certainty to the object of land, disputes still exist and are clearly exposed through the cases of land. In Pekanbaru itself, many land disputes occurred such as the case of the land for the office building of Riau Provincial Legislative Assembly, illegal annexation of the land belongs to the citizens of Pekanbaru, the case of land dispute between the citizens of Tebing Tinggi Okura Pekanbaru and PT. Arara Abadi, and the case of land sold at auction by National Land Board and PT. Nice Punty Propetindo. This study looked at a land case based on the decision of Supreme Court No. 2725K/PDT/2008 related to the legal certainty of the land with certified ownership.

The purpose of this explorative study with descriptive analytical method describing a fact or phenomenon was to analyze how much legal power a certified land ownership has and the factors generating the occurrence of disputes in land with certified ownership.

The legal power of the land with certified ownership is based on strong evidence meaning that as long as the evidence cannot be proven in court and is guaranteed by the legislation in land affairs and its system of publication is negative system with positive elements, it will make documents that function as legal strong evidence as stated in Article 19 (2c) and Article 23 (2) of Agrarian Law and Article 32 (1) of Government Regulation No. 24/1997 on Land Registration. With the issuance of this regulation, land registration is performed to provide guarantee of legal certainty in land sector and its registration system shown through the document in the form of certificate serves as the powerful legal evidence. Land certificate serves as valid evidence for a land owner, meaning that although the land certificate is not the only absolute evidence. So it is not true that the land certificate still be proven in the court of first instance, according to the land registration system adopted by Agrarian Law, is the one disputed.

The factors causing dispute of land with certified ownership based on the cases in the decision of Supreme Court of Republic of Indonesia are (1) the factor of legal provisions of legislation stating that if some parties can prove the ownership of the right to land before the court, the power of the certificate becomes negative or has no legal force at all, (2) the factor of human resources who have limited ability in managing the order of land administration and are negligent in performing their duties and work that should be in accordance with procedures established by law. The other human factor is the human resources themselves. As human being whose life cannot be separated from land, they created what we call rent something that makes the land more valuable to human beings. In addition, there are also Camat (Head of Subdistrict) and Bupati (Head of District) who are brave enough to issue a land certificate which is none of his authority any more, and (3) technical factor such as measuring, mapping, registering the land and the right to land, providing a letter as a legal evidence of having the right to land is the sequence of technical activities


(18)

to provide legal certainty whose implementation needs technical skill, but since it is not supported by adequate equipment, the technical factor became the cause of dispute of land with certified ownership.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan dari reformasi agraria yang hendak dicapai oleh UUPA dapat dilihat di dalam konsidern UUPA yang merumuskan tujuannya sebagai berikut: 1

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dalam pembangunan, peranan tanah untuk pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha.2 Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan mengenai jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum.

Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi : jaminan kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas

1

Antje M. Ma’moen, 1996, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Kota Madya Bandung, Disertasi, Universitas Pajajaran Bandung, hlm. 2.

2

Yulia Mirwati, 2000, Konflik-konflik Mengenai Tanah Ulayat Dalam Era Reformasi di Daerah Sumatra Barat, Disertasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm. 3.


(20)

tanah); jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas, dan luas suatu bidang tanah (obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.3

Jaminan kepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah sangat erat kaitannya dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah yang menghasilkan data fisik. Data fisik yang dihasilkan dari pengukuran bidang-bidang tanah tersebut kemudian dipetakan ke dalam Peta Dasar Pendaftaran ataupun Peta Pendaftaran. Oleh karena itu, peta-peta yang dihasilkan harus dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai letak bidang tanah yang tergambar didalamnya terhadap bidang-bidang tanah yang ada dalam satu wilayah.

”Bahwa pemetaan hasil pengukuran pada peta pendaftaran bertujuan untuk mendapatkan kepastian letak bidang tanah terhadap bidang-bidang tanah yang ada disekitarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih batas-batas bidang tanah baik sebagian maupun seluruhnya terhadap bidang tanah yang lain yang sudah terlebih dahulu diukur dan dipetakan”.4

Selama ini, masalah pertanahan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah sangat mudah terjadi. Salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah banyaknya peta yang digunakan oleh suatu kantor pertanahan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang terdaftar sehingga kepastian letak suatu persil atau bidang tanah menjadi tidak terjamin. Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila ada kepastian data mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar

3

A. P. Parlindungan, 1993, Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, hlm. 15.

4

Soeprapto Hadimoeljono, Jaminan Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah, Bahan Kuliah Kapita Selekta Pertanahan pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yokyakarta, 2003, hlm. 19.


(21)

pada kantor pertanahan. Untuk menciptakan kepastian mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar tersebut harus dibangun satu sistem peta pendaftaran secara tunggal. Dengan peta tunggal, setiap bidang tanah yang terdaftar hanya akan dipetakan pada satu peta untuk satu wilayah dalam lokasi yang bersangkutan.

Eko Budi Wahyono mengemukakan bahwa ‘sudah saatnya dalam satu kantor pertanahan mempunyai Peta Pendaftaran dalam satu sistem dan semua kegiatan pengukuran dan pemetaannya mengacu pada satu peta (Peta Pendaftaran Sistem Tunggal) tersebut’. 5

Azwan Pangihutan Tarigan, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa sejak penggunaan peta tunggal, sengketa-sengketa pertanahan yang terjadi tidak terkait dengan ketidakpastian letak. Hal ini terjadi karena peta tunggal dapat memberikan jaminan kepastian mengenai letak bidang-bidang tanah yang terdaftar. 6

Berikut, dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih kita kenal dengan singkatan UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 direvisi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan singkatan PP 24/1997 yang mempunyai kedudukan sangat strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang

5

Eko Budi Wahyono, Alternatif Pemanfaatan Citra Satelit IKONOS Untuk Peta Pendaftaran Sistem Tunggal, Makalah Untuk Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, (tidak dipublikasikan) , Yogyakarta, 2005, hlm. 66.

6

Azwan Pangihutan Tarigan, Manfaat Peta Pendaftaran Sistem Tunggal dalam Kaitannya dengan Sengketa Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Jakarta Barat, Skripsi, Yokyakarta, 2004, hlm. 69.


(22)

punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum pertanahan.7

Ketentuan ini sebenarnya sudah cukup jauh menjabarkan berbagai prinsip politik hukum pertanahan, sehingga melalui peraturan tersebut diharapkan akan dapat terwujud adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Namun, semenjak ditetapkan pada tanggal 25 Maret 1961 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hingga saat ini masih belum berjalan efektif untuk seluruh wilayah Indonesia. Penetapan berlakunya yang dibuat secara bertahap untuk berbagai daerah di Indonesia kelihatannya lebih banyak bersifat formal, sedangkan dalam realita ternyata tidak semulus yang dibayangkan orang, masih terdapat banyak persoalan problematik kepastian hukum kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Apakah problematik tersebut memang disebabkan oleh substansi peraturan yang banyak tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi masa kini, ataukah termasuk administrasi pertanahannya. Hal ini penting untuk diperhatikan, karena bagaimanapun baiknya ketentuan penyempurnaan dibuat, akan tetapi belum ada dukungan positif, katakanlah dalam sistem administrasi pertanahan misalnya, peraturan ini juga akan mengalami nasib yang sama dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ingin direvisi sekarang.

7

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria, Jakarta: Akademika Presindo, 2003, hlm. 1994.


(23)

Seiring dengan umurnya yang menginjak ke-13 tahun, secara detail isi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah memang banyak yang sudah tidak sesuai lagi, akan tetapi secara prinsip sebenarnya masih ada hal yang perlu dipertahankan mengingat banyak berkaitan dengan sendi dasar hukum pertanahan yang digariskan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Selain dari pada itu, apapun perubahan yang dilakukan diharapkan tidak akan mempersulit warga masyarakat yang ingin mendapatkan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanahnya.8

Satu hal yang cukup menarik di sini, bahwa dalam perkembangan hukum di tanah air Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa, keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pendaftaran tanah tidak lagi hanya terkait dan merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) semata, namun sudah harus dibandingkan dan disandingkan dengan berbagai ketentuan lain seperti ketentuan perwakafan, rumah susun, ketentuan tentang lembaga jaminan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, perlu juga dipertimbangkan bahwa dasar konsepsional masing-masing lembaga, sehingga tidak menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya dan untuk keperluan tersebut diperlukanlah beberapa kejelasan sehingga tidak mengandung timbulnya salah tafsir.

Walaupun sudah dilakukan berbagai upaya didalam memberikan kepastian hukum terkait pada objek pertanahan, namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dalam hal ini dapat dilihat di dalam kasus-kasus pertanahan. Untuk daerah

8


(24)

Pekanbaru saja, banyak sudah problem tanah yang terjadi antaranya kasus tanah gedung DPRD Riau9, kasus penyerobotan lahan warga Kota Pekanbaru10, kasus tanah warga Tebing Tinggi Okura Pekanbaru dengan PT Arara Abadi 11, lalu kasus tanah hasil lelang BPPN dan PT Nice Punty Propetindo12.

Untuk lebih fokus dalam tesis ini, akan dicermati suatu kasus pertanahan melalui studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2725 K/PDT/2008 terkait dengan kepastian hukum atas tanah yang telah bersertifikat hak milik.

Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 30/Pdt/2008/PTR tanggal 17 Juni 2008 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10 Desember 2007, dibatalkan pula oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan dikeluarkannya putusan MARI Nomor 2725 K/Pdt/2008.13

Pengadilan Negeri Pekanbaru telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 43/PDT.G/2007/PN.PBR, tanggal 10 Desember 2007 yang amarnya yaitu menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II dan Tergugat III untuk seluruhnya; menyatakan Penggugat adalah pemilik yang sah atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang terletak di Jalan Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru; menyatakan sah secara hukum Surat Keterangan ganti Kerugian No. 593/118/TT/2006 tanggal 13 Desember 2006 dan surat berharga lainnya; menyatakan

9

http: www.pemprov riau.com.html, diakses Senin 23 Agustus 2010.

10

http: riau bisnis.com. html, diakses Senin 23 Agustus 2010.

11

http: antara.com. html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

12

http: pekanbaru bicara.com.html, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

13


(25)

tidak berkekuatan hukum atas Sertifikat Hak Milik Tergugat I dan Tergugat II Sertifikat No. 501 dan Sertifikat 7941 tanggal 30 Juli 2002; memerintahkan kepada Tergugat III untuk mencoret dari Register Buku Tanah Sertifikat Hak Milik Tergugat I dan Tergugat II No. 501 dan No. 7941; menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum; menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan atas tanah seluas lebih kurang 9.360 M2 yang terletak di Jalan Arifin Ahmad, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru; memerintahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II atau pihak lain yang menguasai objek perkara untuk mengosongkan objek perkara; menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini; menghukum Tergugat I dan Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp 1.799.000,- (satu juta tujuh ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah);

Namun, dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat I dan Tergugat II/Pembanding I dan II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Pekanbaru dengan putusan No. 30/Pdt/2008/PTR. tanggal 17 Juni 2008 yang amarnya sebagai berikut: Menerima permohonan banding dari Pembanding/Tergugat I dan Tergugat II; Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru tanggal 10 Desember 2007 No. 43/PDT.G/2007PN.PBR., yang dimohonkan banding tersebut;

Lalu dengan Putusan Mahkamah Agung, maka Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 30/Pdt/2008/PTR tanggal 17 Juni 2008 yang membatalkan putusan


(26)

Pengadulan Negeri Pekanbaru Nomor 43/PDT.G/2007/-PN.PBR tanggal 10 Desember 2007, dibatalkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan dikeluarkannya putusan MARI Nomor 2725 K/Pdt/2008.

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis ingin mengadakan suatu penelitian yang akan dituangkan kedalam bentuk Tesis dengan judul:

“Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725K/Pdt/2008).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

4. Bagaimana kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat?

5. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini diharapkan untuk:

1. Mengetahui kekuatan hukum dari kepemilikan atas tanah yang telah bersertifikat.


(27)

2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa terhadap tanah yang telah diterbitkan sertifikatnya, upaya dan perlindungan dalam menyelesaikan sengketa atas tanah;

D. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbangan dalam khasanah di bidang akademik ilmu pengetahuan diranah hukum yang terutama pada hukum pertanahan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut guna melahirkan suatu konsep yang bersifat ilmiah tentang kajian pertanahan yang pada akhirnya dapat menambah khasanah ilmu hukum keperdataan.

Selanjutnya secara praktis hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memiliki permasalahan di bidang pertanahan, maupun para praktisi hukum, serta mahasiswa hukum.

E. Keaslian penelitian

Berdasarkan informasi yang diketahui dan data yang dimiliki serta penelusuran pendahuluan yang diadakan di kepustakaan khususnya di Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara Medan, judul yang penulis angkat ini belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya, oleh sebab itu proposal penelitian yang penulis ajukan ini adalah asli dan aktual serta orisinil, maka oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.


(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini perlu diletakkan suatu dasar kerangka teori guna dimaksudkan untuk mengemukakan beberapa teori berdasarkan referensi yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan penelitian ini, sehingga kerangka teori ini diharapkan dapat melahirkan suatu pemahaman yang dapat diterima sebagai suatu landasan berfikir.

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa spesifik atau proses tertentu terjadi,14 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permaslahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.15

Dimulai dengan masalah tanah di Indonesia yang telah mendapat perhatian sangat luas dan mendalam dikalangan masyarakat, maka Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di seluruh Indonesia.

14

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203, dalam S. Mantaybordir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 13.

15


(29)

Pada tanggal 8 Juli 1997 dengan ditetapkannya dan diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran negara Republik Indonesia No. 97 tahun 1997) sedangkan penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696.

Sebelumnya telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960. Pendaftaran hak atas tanah yang diselenggarakan bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu:16

1. Untuk memungkinkan orang-orang yang memegang hak atas tanah untuk dapat dengan mudah membuktikan dirinya bahwa dialah yang berhak atas tanah tersebut, apa hak dipeganngnya, letak dan luas tanah.

2. Untuk memungkinkan kepada pihak siapapun guna dapat mengetahui dengan mudah hal-hal apa saja ia ingin ketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli tanah, calon kreditur dan lain sebaginya.

Pendaftaran tanah jelas bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang haknya dan demikian juga kepada obyek (luasnya dan batasnya), sehingga pemerintah maupun pihak yang berkepntingan dapat dengan mudah untuk mengetahui, oleh karena itu data-data yang disimpan di kantor pertanahan baik tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupa dan diteliti agar dikemudian hari dapat memudahkan siapapun yang ingin melihat data-data tersebut, apakah itu calon pembeli ataukah kreditur ataukah pemerintah sendiri dalam

16 J.C.T. Simorangkir & Woerjono Sasropranoto, Pelajaran Hukum Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1989, hlm. 82-83.


(30)

rangka mempelancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah. Atas dasar hal tersebut di atas, maka tujuan pendaftaran tanah adalah untuk penyediaan data-data penggunaan tanah bagi pemerintah maupun untuk masyarakat demi terjaminnya kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.

“Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersediannya perangkat peraturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, peraturan perundang-undangan tersebut perlu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya” .17

Keterangan-keterangan mengenai data-data pertanahan yang terhimpun di kantor pertanahan, dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:18

1. Kelompok Yuridis, yang menghimpun data-data tentang nama hak atas tanah, siapa pemegang, peralihan dan pembebanannya jika ada, semua ini dihimpun dalam Buku Tanah;

2. Kelompok Teknis, yang menghimpun data-data tentang letak tanah dimana, panjang atau lebar tanah serta batas-batas tanah semuanya ini dihimpun dalam surat ukur.

Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah yang pertama kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah untuk pertama kali (Initial registrasion), yang meliputi 3 (tiga) bidang, yaitu:19

1. Bidang fisik atau “ teknis kadastral” 2. Bidang yuridis

17

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arloka, 2003, hlm. 177

18

www. tanahkoe.tripod.com, diakses pada Kamis 24 Juni 2010.

19


(31)

3. Penertiban dokumen tanda bukti hak

Hak-hak atas tanah, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang ketentuan pokoknya terdapat dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta hak-hak lain dalam hukum adat setempat. Dimana hak penguasaan atas tanah memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memnuhi kebutuhan pribadi atau usahanya.

Hak-hak atas tanah dimaksud tercantum dalam Pasal 4, Pasal 9, dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.20

Istilah ”hak” memiliki beberapa makna, pertama-tama hak adalah sebuah klaim yang diajukan kepada atau terhadap otoritas publik tertentu. Perkataan bahwa Anda ”memiliki” sebidang tanah berarti bahwa anda memiliki hak untuk menyisihkan A,B,C,D, ... n, yakni semua orang di dunia, yang dianggap sebagai satu pihak sekaligus, dari kesempatan untuk menguasai dan menggunakannya.21

Adapun jenis hak atas tanah yang dimiliki oleh warga Negera Indonesia, adalah hak milik yang peraturannya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, diantaranya disebutkan

20

Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti, 2002, hlm. 41.

21

Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung: Nusa Media, 2009, hlm. 298.


(32)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.22 Untuk objek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:23

(1) Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a) Bidang-bidang tanah yang mempunyai dengan hak milik, hak una usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

b) Tanah hak pengelolaan. c) Tanah wakaf.

d) Hak milik atas satuan rumah susun. e) Hak tanggungan.

f) Tanah negara.

(2) Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendafatarannya dilakukan dengan cara pembukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

Melalui pendaftaran tanah seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai,

22

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2,Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser, ,2004, hlm. 5-6, dapat juga dilihat ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

23


(33)

berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibenani dengan hak-hak tanggungan dan lain sebagainya disebut sebagai asas publisitas.

Berkenaan dengan sistem publikasi atau disebut juga sistem pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan dan ditetapkan dalam UUPA No. 5 Tahun 1960, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur-unsur positif, karena akan menghasilkan suat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

”Sertifikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut”.24

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan untuk memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem pendaftarannya surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat.

Sertifikat tanah berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegang sebidang tanah, yang dimaksud kuat mengandung arti bahwa sertifikat tanah itu

24


(34)

tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat tanah menurut sitem pendaftaran tanah yang di anut UUPA masih dibuktikan di Pengadilan Negeri bahwa sertifikat tanah tersebut yang dipersengketakan adalah tidak benar.25

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasa Belanda Certificaat yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Maka sertifikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat instansi yang berwenang.26

Dilihat dari aspek jaminan yang diberikan dengan pemberian Surat-surat Tanda Bukti Hak atas Tanah (Sertifikat Hak atas Tanah), sebagai alat pembuktian, maka Rechts Kadaster (Pendaftaran Tanah) mengenal 2 (dua) macam sistem, yaitu sistem Negatif dan sistem Positif.27

Dalam sistem negatif bahwa sertifikat tersebut hanya dapat dipandang sebagai suatu bukti permulaan hak atas tanahnya, atau sertifikat sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang dapat mempersoalkannya kembali. Si pemilik tanah diberikan jaminan lebih kuat, apabila dibandingkan perlindungan yang diberikan kepada pihak ketiga. Dengan demikian, maka Si Pemilik Tanah dapat

25

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia…,Op.Cit., hlm. 58.

26

Syargani, Pendaftaran Tanah Wakaf Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis, Skripsi, 2009, hlm. 58.

27


(35)

menggugat haknya atas sebidang tanah dari mereka yang terdaftar pada kadaster. Dalam hal ini dianut oleh negara-negara seperti Belanda, Perancis maupun Philipina.

Dengan mengandung unsur positif, untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan iktikad baik menguasai sebidang tanah yang didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan dengan diterbitkannya sertifikat sebagai salah satu alat bukti yang kuat. Kepada yang memperoleh Hak atas Tanah akan diberikan jaminan lebih kuat, pihak ketiga harus percaya dan tidak perlu khawatir bila pada suatu ketika mereka atau orang-orang yang tercatat dalam Daftar Umum akan kehilangan Haknya atau dirugikan. Negara-negara yang menganut sistem ini seperti Jerman, Swiss, Australia, dan Austria.

Untuk menjamin kepastian hak dan kepastian hukum apabila tanah sudah dikuasai oleh masyarakat yang waktunya sudah cukup lama dan tidak ada sanggahan pihak lain, maka tanah tersebut sudah menjadi tanah negara bebas. Dalam hal ini diperlukan pembuktian tertulis yang diketahui Lurah atau Kepala Desa dan Camat setempat untuk memenuhi unsur kepastian hukum. Oleh sebab itu, diperlukan pengumuman di mass media cetak bila diperlukan yang dapat berupa media elektronik yang dikenal dalam hukum perdata sebagai asas publisitas.28

Menurut Muntoha dalam Budi Harsono, menyatakan bahwa Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia yang dianut sekarang ini adalah Sistem Negatif bertendensi positif. Dengan sistem ini, keterangan yang ada itu apabila ternyata tidak

28

Asas Publisitas adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan, Mariam Darus Badrulzamaan, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999, hlm. 37.


(36)

benar, maka dapat diubah dan dibatalkan. Dalam hal ini disebut dengan istilah Quasi Positif (Positif yang semu).

Ada beberapa ciri sistem quasi positif pendaftaran tanah di Indonesia diantaranya:29

a. Nama yang tercantun dalam Buku Tanah. Nama yang tercantun dalam Daftar Buku Tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi oleh Hukum. Sertifikat adalah Tanda Bukti Hak yang terkuat, namun bukanlah mutlak.

b. Setiap peristiwa balik nama, melalui prosedur dan penelitian yang seksama dan memenuhi syarat-syarat keterbukaan (Openbaar Beginsel). c. Setiap Persil batas diukur dan digambar dengan Peta Pendaftaran Tanah,

dengan skala 1:1000, ukuran mana yang memungkinkan untuk dapat dilihat kembali batas persil, apabila dikemudian hari terdapat sengketa batas.

d. Pemilik tanah yang tercantum dalam Buku Tanah dan Sertifikat dapat dicabut melalui proses Keputusan Pengadilan Nasional, apabila terdapat Cacat Hukum.

e. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti rugi pada masyarakat, karena kesalahan administrasi Pendaftaran Tanah, melainkan masyarakat sendiri yang merasa dirugikan melalui proses pengadilan/pengadilan Negeri untuk memperoleh Haknya.

Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, mengatur pula pemindahan hak melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. Pengecualian di

29

Budi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Pengukuran, Isi dan Pelaksanaan,


(37)

atas pemindahan hak melalui lelang dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Penjabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hukum harus ditempatkan pada posisi terdepan yang harus dapat memberikan suatu kepastian, yang harus mampu untuk membentuk pola prilaku warga masyarakat. Penggunaan hukum sebagai sarana kepastian semacam itu seringkali membawa konsekuensi terjadinya pertentangan-pertentangan di dalam pelaksanaannya. Munculnya hambatan pada implementasi hukum yang bersifat nasional, disebabkan antara lain oleh adanya perbedaan nilai-nilai yang terkandung di dalam hukum tertulis yang bersifat nasional tersebut dengan nilai-nilai yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat lokal.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpeting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional definition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefenisikan beberapa konsep dasar agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

30

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagoi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.

31

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Statu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertai, Medan: PPs-USU, 2002, hlm. 35.


(38)

a. Tinjauan Yuridis yaitu upaya untuk memberikan analisis tentang suatu objek atau perkara dari segi pandangan hukum meliputi isi berupa pengaturan, prosedur, bentuk, dan sifat dari objek yang dikaji.32

b. Kepastian Hukum yaitu sesuatu yang bersifat tetap yang dijamin melalui undang-undang atau ketetapan lainnya oleh negara yang dapat melindungi segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang.

c. Hak milik yaitu hak yang dimiliki oleh seseorang untuk mempergunakan benda (tanah) atas kuasa dirinya sendiri yang diakui dan/atau atas seizin negara melalui pihak yang berwenang, atau hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

d. Hak Atas Tanah yaitu hak penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk memakai suatu bidang tanah tertentu untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya.

e. Sertifikat adalah surat keterangan dari orang yang berwenang dan dapat digunakan untuk keperluan tertentu, atau merupakan tanda bukti yang kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya dari data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya yang harus diterima sebagai data yang benar.

32


(39)

f. Bukti merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai keterangan nyata atau sesuatu yang dipakai sebagai landasan keyakinan kebenaran terhadap kenyataan.

g. Non Sertifikat adalah surat bukti yang dikeluarkan dari seseorang dan/atau aparat pemerintahan setempat yang belum disahkan dari Badan Pertanahan Nasional, atau sebelum diterbitkan sertifikatnya.

h. Sengketa Atas Tanah merupakan selisih atau pertengkaran yang disebabkan oleh perebutan atas kepemilikan sebidang tanah,33 yang memerlukan tindakan untuk perdamaian terhadap perselisihan tersebut. i. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725/Pdt/2008

yaitu putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan) yaitu bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu34 dan metode yang dipakai adalah penelitian yang bersifat deskriptif-analitis 35 yaitu metode yang memberikan

33

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yakarta: Gitamedia Press, 2008, hlm. 696.

34

Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 25.

35

Soerjono Soekanto &Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 12.


(40)

gambaran tentang kenyataan atau fenomena yang ada berdasarkan pada pembahasan serta kajian kepustakaan berupa buku-buku, dokumen, dan putusan pengadilan, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini juga yang didapat dari jurnal, makalah maupun dari mass media ataupun dari internet. Bahan-bahan tersebut kemudian dianalisis atau diinterpretasikan agar dapat menjelaskan fenomena yang diteliti tersebut, dan tidak tertutup kemungkinan dalam melakukan pembahasan serta untuk dapat menarik kesimpulan bila diperlukan akan dilakukan wawancara terhadap pihak yang terkait.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, maka dalam penelitian ini dilakukan penelusuran data hukum skunder berupa: 36

b. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Pokok Agraria;

2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor 2725

K/PDT/2008, antara Ir. H. Bakhder melawan Ir. Ratnawatie Setiawan dan Enny Indrayatie serta Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru. c. Bahan Hukum Sekunder

1) Teori-teori para ahli;

2) Peraturan perundang-undangan terkait,

36

Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 163.


(41)

3) Pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. d. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang berperan sebagai penjelas dan atau petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antaranya:

1) Kamus Hukum; 2) Kamus Bahasa; 3) jurnal.

3. Analisis Data

Data terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder dilakukan langkah-langkah:

1) Pengumpulan Data; 2) Tabulasi Data; 3) Sistematisasi Data;

4) Analisis data secara kualitatif;

5) Penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif, yaitu dimulai dari hal yang bersifat umum menuju kepada hal yang bersifat khusus. 37

37


(42)

BAB II

KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH YANG TELAH DITERBITKAN SERTIFIKAT HAK MILIK

A. Pengaturan Tentang Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( Lembaran negara Republik Indonesia No. 97 tahun 1997 ) sedangkan penjelasannya terdapat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3696. Sebelumnya telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960.

Masalah tanah di Indonesia telah mendapat perhatian yang sangat luas dan mendalam dikalangan masyarakat. Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di seluruh Indonesia.

Kondisi masyarakat Indonesia hingga saat ini masih sangat tergantung pada kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha sebagian besar yang bersifat agraris sehingga tanah merupakan tumpuan harapan bagi masyarakat guna dapat melangsungkan asas dan tata kehidupan.


(43)

Asas pendaftaran tanah yang dianut dalam Undantg-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Untuk objek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:38

1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan;

f. Tanah Negara.

2. Dalam hal tanah Negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

1. Dasar Hukum Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada ketentuan menimbang poin b dibunyikan bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan, pelaksanaan pendaftaran

38


(44)

tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Hak atas tanah mempunyai peran yang amat penting dalam kehidupan manusia oleh karenannya di dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia harus di inventarisasikan sedemikian rupa sehingga benar-benar membantu usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.

Dengan demikian, dasar hukum pendaftaran atas tanah hak milik berpedoman kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria tersebut.

Meski terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:

a. Undang-Undang Nomor 3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB).

b. UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya.

c. PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah.

d. PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.


(45)

e. Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5).

f. Keppres No.55/1993 telah dicabut dengan Perppu No. 65/2006 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum. g. Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka

pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.

h. Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993

i. Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara j. Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan

pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan.39

2. Syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Adapun untuk syarat-syarat Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tidak diketemukan dengan jelas tentang syarat-syarat dimaksud.

39


(46)

Adapun persyaratan pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih mudah dan sederhana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya atas permohonan tersebut maka Kepala Kantor Pertanahan harus:

a. Melakukan pemeriksaan data fisik (penetapan dan pemasangan tanda batas, pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.

b. Melakukan pemeriksaan data yuridis selama 60 (enam puluh) hari di kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan beserta pengesahannya. c. Melakukan penegasan konversi atau pengakuan hak.

d. Membukukan hak. e. Menerbitkan sertifikat. 40

Ketentuan mengenai pemberian hak milik atas tanah (baru) yang dikuasai negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan.41 Pasal 22 ditegaskan ada 3 (tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah:

a. Menurut Hukum Adat;

b. Karena Ketentuan Undang-Undang; c. Karena Penetapan Pemerintah.

40

http://www.bpn.go.id/aspx/pelayanan, diakses Selasa 24 Agustus 2010.

41


(47)

Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seizing masyarakat adat dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun temurun dapat diakui sebagai hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan undang-undang, yaitu berdasarkan konversi sebagaimana dimaksud pada ketentuan kedua (ketentuan-ketentuan konversi) UUPA, yakni:

a. konversi tanah-tanah eks hak egendom kepunyaan warga Negara Indonesia (yang dibuktikan pada tanggal 24 September 1960), dikonversi menjadi hak milik;

b. konversi hak milik adat (hak-hak adapt atas tanah) kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik.

Terjadinya hak milik berdasarkan penetapan pemerintah dapat juga didasarkan kepada:42

a. Ketentuan landreform, yaitu seseorang yang memperoleh tanah dengan cara redistribusi obyek landreform oleh pemerintah yang akan ditingkatkan haknya menjadi hak milik (PP No. 224 Tahun 1961).

b. Pemberian hak milik berdasarkan yang berasal dari hak pengelolaan. c. Pemberian hak milik berdasarkan konsolidasi tanah, transmigrasi,

pencetakan sawah dan lain-lain sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan landreform.

d. Peningkatan hak dari hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik.

e. Pemberian hak milik secara missal kepada beberapa orang berdasarkan pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

42

Muhammad Yamin & Chadidjah Dalimunthe, 2009, Modul Hukum Agraria, Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.


(48)

3. Prosedur Pendaftaran Atas Tanah Hak Milik

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengelolaan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya43.

Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran terhadap sebidang tanah yang semula belum di daftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan, pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil (parcel), yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi yang terbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi.

Adapun data yang dihimpun pada dasarnya meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan, antara lain:44

a. Kegiatan di bidang fisik mengenai tanahnya, yaitu sebagaimana telah dikemukan bahwa untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batas, luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada diatasnya, setelah dipastikan letak tanahnya kegiatan dimulai dengan

43

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), jilid 1 Djambatan, Revisi 2003, hal. 72

44


(49)

penetapan batas- batasnya serta pemberian tanda-tanda batas disetiap sudutnya.

b. Kegiatan bidang Yuridis, yaitu: Bertujuan untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya.

c. Kegiatan penerbitan surat tanda bukti haknya. Bentuk kegiatan pendaftaran dan hasilnya, termasuk apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:45

a. Secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.Hal ini diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan sutau rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.Dalam suatu desa.kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik.

45


(50)

b. Secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pendaftaran itu sangat penting dan tanah tersebut didaftarkan untuk kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentingan dari penggunaan terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah tersebut. Artinya pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasan atau keterangan supaya tidak menimbulkan permasalahan dam bidang pertanahan terutama terhadap status tanah tersebut.

Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah ini yang dikenal dengan istilah kadaster hak yaitu peta dan daftar mengenai bidang tanah yang dapat menguraikan keadaan hukum bidang-bidang tanah tersebut berupa luasnya, lokasinya, subyek haknya, riwayat pemilik tanah, perbuatan hukumnya serta perubahan-perubahan batas akibat perbuatan hukum atas tanah tersebut.

Sebagaimana dalam penjelasan UUPA No.5 Tahun 1960, bahwa tujuan pendaftaran tanah ini dapat di ketahui dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah yang dipertegas dengan dimungkinkannya pembukuan bidang-bidang tanah


(51)

yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. 46

Ada beberapa hal yang diperlukan untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendaftaran tanah, yakni: menegaskan adanya peran serta masyarakat dalam kegiatan pendaftaran tanah, membuka lebih banyak kemudahan dalam pelaksanaan pendaftaran sehingga masyarakat lebih bergairah untuk mendaftarkan tanahnya, hal yang sangat penting dalam hukum untuk membuktikan adanya hak atas tanah adalah melakukan pendaftaran hak atas tanah, dimana pendaftaran tanah dimaksud adalah meminta kepada Kantor pertanahan agar tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh sesorang atau badan hukum dicacat identitasnya di kantor pertanahan dan kepada pemegang hak yang sah diberikan sertipikat tanah.

Dalam pendaftaran tanah yang terpenting adalah adanya catatan identitas atas tanah yang dimiliki dan dikuasai, identitas tanah adalah keterangan-keterangan mengenai sebidang tanah sehingga bidang tanah tersebut jelas jenis haknya, luasnya batas-batasnya, keadaannya, letaknya, siapa yang memiliki atau menguasai dan ciri-ciri khas lainnya47.

Dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh

46

Sayuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bina Aksara, 1985, hal. 19

47

MP. Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, (Teori dan Praktek) PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 hal. 162


(52)

wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1961 Jo. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang memberikan kepastian jaminan dan kepastian hukum.

Oleh karena itu, yang dimaksud oleh pemerintah adalah suatu pendaftaran tanah hukum rechts kadaster dan bukan suatu pendaftaran tanah untuk keperluan pajak dan bukan pula suatu kadaster ekonomi seperti yang ada pada beberapa negara diluar negeri. Misalnya dikecamatan Merbau ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi minat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya, adalah karena adanya sanksi yang dikenakan terhadap tanah yang tidak terdaftar (belum bersertipikat hak atas tanah), atau juga disisi lain masih belum cukup dipahaminya arti penting bukti hak atas tanah (sertifikat tanah) sebagai bukti yang kuat, disamping itu tidak tertutup kemungkinan tidak didaftarkannya tanah masyarakat dikarenakan biaya terlalu tinggi, serta terlalu lama penyelesaiannya.

Terutama warga masyarakat yang berada dipedesaan, yang relatif pendidikannya masih rendah dan keadaan ekonominya juga masih jauh dari cukup, karena sebagian besar, mereka adalah buruh tani yang terbiasa hidup dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, sehingga tidak atau jarang meninggalkan norma-norma hukum dan ketentuan hukum tertulis mengenai pertanahan.

Dalam kenyataan, ketertiban hukum bahwa setiap orang wajib mengetahui peraturan yang telah diundangkan tidaklah senantiasa benar, karena kebanyakan


(53)

orang justru tidak mengetahui bagaimana peraturan dibidang pertanahan itu berlaku terhadap mereka dan tanahnya, jenis hak apa yang dapat mereka punyai.

Beberapa aspek teknis yang terdapat dibidang pertanahan juga tidaklah mudah dimengerti oleh kebanyakan masyarakat, disamping itu masih kurangnya informasi yang sampai kepada masyarakat tentang ketentuan-ketentuan dibidang pertanahan umumnya, dan khususnya mengenai prosedur dan arti pentingnya tanah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum.

Tatacara permohonan dan pemberian hak atas tanah negara diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Dalam garis besarnya, tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah berlangsung sebagai berikut:48 Pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.

a. Keterangan mengenai pemohon

1) Apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masing-masing menjadi tanggungannya.

48

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan


(54)

2) Apabila badan hukum, nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan Nomor Surat Keputusan Pengesahan oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat memperoleh hak milik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik. 1) Dasar penguasaan atau atas haknya dapat berupa sertifikat, surat kapling,

surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan, pengadilan, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.

Letak, batas-batas dan luasnya. Jenis tanah (pertanian/non pertanian) rencana penggunaan tanah status tanahnya (tanah yang atau tanah negara) Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah dimohon.

2) Setelah berkas pemohon diterima, Kepala Kantor Pertanahan memeriksa dan meneliti kelengkapan:

Data yuridis, data fisik, serta mencatat dalam formulir isian, memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian, memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(1)

2. Faktor-faktor penyebab sengketa tanah bersertifikat berdasarkan kasus di dalam putusan MARI Nomor 2725 K/PDT/2008 antaranya adalah (1) faktor ketentuan hukum peraturan perundang-undangan yang menyatakan apabila ada pihak-pihak yang dapat membuktikan atas kepemilikan hak terhadap sertifikat, maka kekuatan sertifikat tersebut menjadi negatif atau tidak mempunyai kekuatan hukum. (2) Faktor sumber daya manusia yang dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia yang mengakibatkan tatanan administrasi pertanahan akan dapat mengakibatkan persengketaan, sehingga lalai dalam melakukan tugas dan pekerjaan yang semestinya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang. (3) Faktor teknis adalah meliputi pengukuran, pemetaan, dan pemubukuan tanah dengan pendaftaran hak-hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang merupakan rangkaian kegiatan teknis untuk memberikan jaminan kepastian hukum yang pelaksanaannya membutuhkan keahlian secara teknis namun tidak didukung dengan peralatan yang memadai, sehingga dengan demikian faktor teknis merupakan penyebab dari sengketa pertanahan yang telah besertifikat.

B. Saran

Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:

1. Badan Pertanahan Nasional (BPN) diharapkan lebih bersungguh-sungguh dalam menangani bidang pendaftaran tanah dengan meningkatkan kemampuannya yang hendaknya tidak hanya menunggu saja atau bersifat pasif serta jangan kebiasaan untuk mendapat uang lebih sementara tidak memprioritaskan penyelesaian


(2)

perkara agar tidak terjadi lagi sengketa pada tanah-tanah yang telah bersertifikat, sehingga terwujud kepastian hukum bagi tanah yang telah bersertifikat tersebut.

2. Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus lebih berperan aktif lagi dalam menyelesaikan persengketaan tanah-tanah yang telah bersertifikat dengan proaktif mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dengan lebih kepada mencari solusi untuk menekan pengaruh faktor yang menjadi pemicu dan kendala hukum pertanahan agar dapat terkurangi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku

Abdurrahman, 2003, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria, Jakarta: Akademika Presindo.

Adrian Sutedi, 2008, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika.

A. Hadi Nafiah, 1981, Anda Ingin Jadi Pengarang, Surabaya: Usaha Nasional. Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:

RajaGrafindo Persada.

Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2, Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser.

A. P. Parlindungan, 1993, Komentar UUPA, Bandung: Mandar Maju. ---, 1981, Kapita Selekta Hukum Agraria, Bandung: Alumni.

Boedi Harsono, 2002, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Universitas Trisakti.

---, 2003, Hukum Agraria Indonesia, (Hukum Tanah Nasional), jilid 1 Djembatan, Revisi.

---, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djembatan.

BN. Marbun, Kamus HIC Indonesia, 2006, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Effendi Perangin, SH., 1992, Sertifikat Hak Atas Tanah, Praktek Pengurusan, Jakarta: Rajawali.

Daniel S. Lev, 1990, Hukum dan Politik di Indonesia, Bandung: Nusa Media.

Direktorat Jendral Agraria, 1982, Buku Tuntunan Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah, Jakarta: Yayasan Hudaya Bina Sejahtera.


(4)

Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arloka.

J.C.T. Simorangkir & Woerjono Sasropranoto, 1959, Pelajaran Hukum Indonesia, Jakarta: Gunung Agung.

J.J.J. M. Wuisman, 1996, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: FE UI.

Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System, New York: Russel Sage Foundation.

---, 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung: Nusa Media.

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2010, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Bandung: Mandarmaju.

MP. Siahaan, 2003, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, (Teori dan Praktek), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju.

Mariam Darus Badrulzamaan, 1999, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Noer Fauzi, 1997, Tanah dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Pratikno, 1995, Repression and Resistence: State-promotted Development and the Disenfranchised Urban Poor in Indonesia.

S. Mantaybordir, 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang, Jakarta: Pustaka Bangsa Press.

Satjipto Raharjo, 1954, Hukum dan masyarakat, Bandung: Angkasa.

Sayuti Thalib, 1985, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria di Minangkabau, Bandung: Bina Aksara.

Sedino M.P. Tjondronegoro, 1999, Sosiologi Agraria Kumpulan Tulisan Terpilih, Bandung: Akatiga.


(5)

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Soeprapto Hadimoeljono, 2003, Jaminan Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah, Bahan Kuliah Kapita Selekta Pertanahan pada Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yokyakarta.

Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika.

Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagoi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta.

Tim Prima Pena, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gitamedia Press. Urip Santoso, 2007, Hukum Agraria & Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

B. Jurnal, Modul, Skripsi, Tesis dan Disertasi

Antje M. Ma’moen, 1996, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Kota Madya Bandung, Disertasi, Universitas Pajajaran Bandung.

Azwan Pangihutan Tarigan, 2004, Manfaat Peta Pendaftaran Sistem Tunggal dalam Kaitannya dengan Sengketa Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Jakarta Barat, Skripsi, Yokyakarta.

Chadijah Dalimunthe, 2000, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan permasalahannya, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan. Eko Budi Wahyono, 2005, Alternatif Pemanfaatan Citra Satelit IKONOS Untuk Peta

Pendaftaran Sistem Tunggal, Makalah Untuk Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, (tidak dipublikasikan), Yogyakarta.

Mediati Hafni Hanum, 2009, Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Pasca Tsunami di Provinsi Nangroe Aceh arussalam, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Muhammad Yamin & Chadidjah Dalimunthe, 2009, Modul Hukum Agraria, Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera


(6)

Syargani, 2009, Pendaftaran Tanah Wakaf Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kecamatan Merbau Kabupaten Bengkalis, Skripsi.

Tan Kamelo, 2002, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Statu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs-US.

Yulia Mirwati, 2000, Konflik-konflik Mengenai Tanah Ulayat Dalam Era Reformasi di Daerah Sumatra Barat, Disertasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

C. Internet

http: www.tanahkoe.tripod.com.html. http: www.Bolgger.com.html.

http: www.wikipedia.com.html. http: www. pemprov riau.com.html. http: www.riau bisnis.com.html. http: www. antara.com.html.

http: www.pekanbaru bicara.com.html. http: www.bpn.go.id/aspx/pelayanan.

D. Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

7 185 136

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan

6 97 129

Analisis Yuridis Atas Akta Notaris Terkait Dengan Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Dengan Cicilan

1 60 117

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Pengasuhan Anak Yang Belum Mumayyiz Atas Ibu Yang Telah Murtad Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 382 K/AG/2012.

0 0 1

BAB II FAKTOR YANG MENYEBABKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN DIBATALKAN PENGADILAN PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 140KTUN2011 - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah y

0 0 36

KEPASTIAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT DIHADAPKAN DENGAN HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA Oleh: Saim Aksinudin NPM. 129313019 Abstrak - KEPASTIAN HUKUM KEPEMILIKAN HAK MILIK ATAS TANAH BERSERTIFIKAT DIHADAPKAN

0 0 44