IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM PEMBANGUNAN TOL SEMARANG-SOLO (RUAS JALAN BAWEN- SALATIGA).

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM
PEMBANGUNAN TOL SEMARANG – SOLO
(RUAS JALAN BAWEN - SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Oleh:
DIAN AYU NOVIANTY
NIM 10417141028

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

MOTTO


“..man jadda wajada ..”
“barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil”

“Besarnya sukses anda ditentukan oleh seberapa kuat keinginan anda;
ditentukan oleh seberapa besar mimpi anda; dan ditentukan oleh
kecakapan anda dalam mengatasi kekecewaan yang anda alami” (Robert T.
Kiyosaki)

“Dia yang tidak pernah melakukan kesalahan, maka dia tidak pernah

mencoba sesuatu yang baru” (Albert Einstein)

“Jadikan kekecewaan masa lalu menjadi senjata sukses dimasa depan”
(penulis)

v

PERSEMBAHAN


Dengan mengucap syukur Alhamdulillah,
karya ini saya persembahkan untuk:

“Bapak dan Ibuku tercinta”
“Almamaterku: Universitas Negeri Yogyakarta”

vi

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM
PEMBANGUNAN TOL SEMARANG-SOLO (RUAS JALAN BAWENSALATIGA)
Oleh:
Dian Ayu Novianty
NIM 10417141028
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan pengadaan
tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga
serta untuk mengetahui hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas
Jalan Bawen-Salatiga.

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Subyek penelitian meliputi instansi yang menjadi pelaksana kebijakan pengadaan
tanah kota Salatiga serta masyarakat pemegang hak tanah di kecamatan Sidorejo
dan Tingkir. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi
terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Teknik triangulasi sumber digunakan
untuk mengecek keabsahan data penelitian. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pengadaan
tanah berjalan lancar, pemegang hak tanah bersedia mengikuti prosedur yang ada.
Dibalik kelancaran implementasi pengadaan tanah ini juga muncul kendala pada
proses musyawarah yang susah mencapai mufakat. Persoalan tersebut
menyebabkan proses pelaksanaan pembebasan lahan menjadi tertunda. Faktor
pendukung implementasi kebijakan pengadaan tanah menurut Edward III yaitu
sumber daya manusia maupun sumber daya anggaran serta kewenangan yang
memadai, adanya sikap dukungan positif implementor kebijakan dan efisiensi
birokrasi. Faktor penghambat implementasi kebijakan pengadaan tanah yaitu
komunikasi yang tidak dilakukan secara rutin sumber daya peralatan yang masih
terbatas.
Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Pengadaan Tanah


vii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah SWT, dengan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pengadaan Tanah
dalam Pembangunan Tol Semarang-Solo (ruas jalan Bawen-Salatiga) tanpa
halangan yang berarti.
Kota Salatiga merupakan salah satu akses penghubung kota-kota besar
disekitarnya seperti kota Semarang dan Solo. Oleh sebab itu, kota Salatiga
menjadi salah satu kota yang akan dilaksanakan proyek pembangunan tol Trans
Jawa di Pulau Jawa. Dalam pembangunan jalan tol Semarang-Solo maka perlu
diadakan pembebasan lahan sebagai sarana pembangunan jalan tol tersebut.
Alasan peneliti mengambil penelitian tersebut ialah karena peneliti tertarik akan
persoalan mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol SemarangSolo. Kota Salatiga yang wilayahnya sebagian besar masih berupa persawahan
menyebabkan berbagai permasalahan dalam hal pembebasan lahan. Namun pada
kenyataannya, proses pembebasan lahan di kota Salatiga tidak banyak
menimbulkan persoalan yang berarti. Masyarakat kota Salatiga yang sebagian
besar masih bergantung pada lahan mereka dengan besar hati merelakan tanah
mereka diambil alih pemerintah untuk pembangunan jalan tol Semarang-Solo.

Dengan demikian, proses pelaksanaan pengadaan tanah di kota Salatiga dalam
rangka pembangunan tol Semarang-Solo diharapkan bisa terlaksana dengan baik
sesuai tujuan yang hendak dicapai yaitu memenuhi kebutuhan fasilitas umum bagi
masyarakat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat cepat selesai berkat bantuan
serta dorongan bagi berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A., Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Yogyakarta.

viii

3. Ibu Lena Satlita M. Si, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
4. Ibu F. Winarni, M.Si, Ketua Penguji Skripsi terimakasih atas saran dan kritik
yang membangun.
5. Ibu Sugi Rahayu M. Pd, M. Si, Penguji Utama Skripsi yang telah
mengarahkan dan memberikan ilmunya untuk menyempurnakan skripsi ini
menjadi lebih baik.

6. Bapak Argo Pambudi, M. Si, Sekretaris Penguji Skripsi dan Dosen
Pembimbing yang selalu dengan sabar dan bijaksana membimbing penulis
selama penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh dosen jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial UNY
yang telah menambah ilmu dan wawasan penulis.
8. Bapak Yuwantoro, S.sos selaku Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah
Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Ibu Dra. Tatik Rusmiati, M.Kes selaku
Kepala Tata Pemerintahan Kota Salatiga, Bapak Cansio Xavier selaku Staf
Kantor Tata Pemerintahan Kota Salatiga, Bapak Heru Budi Prasetyo, SH
sebagai Kepala Tim Pengadaan Tanah ruas Bawen-Salatiga, Bapak Sutikno,
A.Md Sekretaris Tim Pengadaan Tanah ruas Bawen-Salatiga serta Bapak Pri,
Bapak Reno dan Ibu Lita selaku staf kantor Tim Pengadaan Tanah yang telah
banyak membantu penulis dan meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau
dengan memberikan data-data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Lurah dan segenap masyarakat

Kelurahan

Bugel,


Kauman Kidul,

Kutowinangun dan Tingkir Tengah yang telah membantu penulis dan
meluangkan waktu untuk memberikan informasinya. Bapak Drs. Noegroho
Agoes S dan Bapak Okto Risang Bambang P, SH, MT.
10. Bapak dan Ibu tercinta atas doa, dukungan dan bimbingan yang tiada henti
selalu menyertai perjalanan hidup penulis, semoga tulisan ini menjadi awal
untuk membahagiakan bapak ibu.
11. Mbah putri yang selalu memberikan doa yang terbaik.
12. Adekku tercinta (Krisna Putra Pribadi) yang telah memberikan semangat dan
motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

ix

13. Caesar Juda, yang selalu setia menemani dan senantiasa memberi dukungan
serta semangat yang tiada henti. Thank you darl...
14. Keluarga H. M. Zulfa yang sudah memberikan doa, dukungan dan dorongan
dari awal kuliah hingga terselesainya skripsi ini.
15. Teman-teman terdekatku selama kuliah Febri, Rima, Okta, Erlin, Irma, Sekar,
Gilang, Latif, Rosid dan Mas Pur. Terimakasih atas persahabatan kalian

selama ini. Semua teman-teman AN yang tidak bisa disebut satu persatu.
Terimakasih banyak.
16. Sahabatku Pandu Kusumadewi dan Rya Amalia terimakasih untuk semangat
dari kalian.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih
banyak atas bantuan yang diberikan selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 19 Mei 2014
Penulis

Dian Ayu Novianty
NIM 10417141028

x

DAFTAR ISI


ABSTRAK ........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 6
C. Pembatasan Masalah ............................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori ...................................................................................... 10
1. Kebijakan Publik ............................................................................ 10
a. Proses Kebijakan Publik........................................................... 12
2. Implementasi Kebijakan Publik ..................................................... 15
a. Faktor Pendukung dan Penghambat ......................................... 17
3. Kebijakan Pengadaan Tanah .......................................................... 28

a. Faktor Kelancaran Pengadaan Tanah ....................................... 30
b. Prosedur/Tahap Pengadaan tanah............................................. 34
4. Ketentuan Hukum yang Mengatur Pengadaan Tanah .................... 37
B. Penelitian Relevan................................................................................. 39
C. Kerangka Berfikir.................................................................................. 39
D. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ................................................................................... 43

xi

B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 43
C. Subyek Penelitian .................................................................................. 44
D. Instrumen Penelitian.............................................................................. 45
E. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 45
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 47
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................... 49
H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 55

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 55
2. Deskripsi Data Penelitian ............................................................... 57
a. Lahan yang Dibebaskan ........................................................... 57
b. Tata Cara / Tahapan Pengadaan Tanah .................................... 58
c. Badan Khusus Pelaksanaan Pengadaan Tanah......................... 64
d. Implementasi Kebijakan Pengadaan Tanah ............................. 69
1) Sosialisasi ........................................................................... 69
2) Inventarisasi........................................................................ 73
3) Musyawarah dan Ganti Rugi .............................................. 76
3. Hambatan Pengadaan Tanah dan Upaya Penyelesaiaannya .......... 91
4. Faktor Pendukung dan Penghambat ............................................... 95
a. Komunikasi .............................................................................. 95
b. Sumber Daya .......................................................................... 101
c. Disposisi ................................................................................. 107
d. Struktur Birokrasi ................................................................... 109
B. Pembahasan ......................................................................................... 110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 118
B. Implikasi .............................................................................................. 121
C. Saran .................................................................................................... 122

xii

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 124
LAMPIRAN ..................................................................................................... xvi

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Tahapan Pengadaan Tanah ............................................................................. 59
2. Susunan Panitia Pengadaan Tanah ................................................................. 65
3. Jadwal Sosialisasi Pemasangan Patok ........................................................... 71

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Peta Jaringan Tol Semarang – Solo ................................................................ 4
2. Proses Kebijakan Publik ................................................................................ 13
3. Tahapan Kebijakan Publik ............................................................................. 14
4. Skema Model Implementasi Kebijakan Publik Van Metter dan Van Horn....22
5. Model Implementasi George C. Edward III...................................................26
6. Kerangka Pikir.................................................................................................41

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Peraturan Presiden Nomor 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelakanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65/2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelakanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
2. Keputusan Gubernur Jateng No. 620/52 tahun 2012
3. Keputusan Gubernur Jateng No. 620/1/2012 tentang Perpanjangan
Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di
Provinsi Jawa Tengah
4. Keputusan Walikota Salatiga No. 590-05/341/2012 tentang Panitia
Pengadaan Tanah
5. Keputusan Sekda kota Salatiga No.590-05/54/2012 tentang Satuan Tugas
Pengadaan Tanah
6. Lampiran Data Sekunder
7. Lampiran Dokumentasi
8. Lampiran Surat Izin

xvi

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH DALAM
PEMBANGUNAN TOL SEMARANG-SOLO (RUAS JALAN BAWENSALATIGA)
Oleh:
Dian Ayu Novianty
NIM 10417141028
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan pengadaan tanah
untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga serta untuk
mengetahui hambatan dan upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pengadaan
tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subyek
penelitian meliputi instansi yang menjadi pelaksana kebijakan pengadaan tanah kota
Salatiga serta masyarakat pemegang hak tanah di kecamatan Sidorejo dan Tingkir.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi terstruktur, observasi, dan
dokumentasi. Teknik triangulasi sumber digunakan untuk mengecek keabsahan data
penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pengadaan tanah
berjalan lancar, pemegang hak tanah bersedia mengikuti prosedur yang ada. Dibalik
kelancaran implementasi pengadaan tanah ini juga muncul kendala pada proses
musyawarah yang susah mencapai mufakat. Persoalan tersebut menyebabkan proses
pelaksanaan pembebasan lahan menjadi tertunda. Faktor pendukung implementasi
kebijakan pengadaan tanah menurut Edward III yaitu sumber daya manusia maupun
sumber daya anggaran serta kewenangan yang memadai, adanya sikap dukungan positif
implementor kebijakan dan efisiensi birokrasi. Faktor penghambat implementasi
kebijakan pengadaan tanah yaitu komunikasi yang tidak dilakukan secara rutin sumber
daya peralatan yang masih terbatas.
Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Pengadaan Tanah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat umum. Penduduk yang semakin
bertambah

dengan

tingkat

kemakmuran

semakin

membaik,

tentunya

membutuhkan fasilitas umum sebagai penunjang kehidupannya.
Pembangunan terutama untuk fasilitas umum, pastinya memerlukan
tanah sebagai sarananya. Tanah yang luas akan mempermudah dalam
pembangunan fasilitas umum. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam
yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Namun persoalannya tanah
merupakan sumber daya alam yang terbatas dan saat ini semakin terus
berkurang. Tanah sudah banyak yang menjadi hak milik seseorang (swasta)
dan tanah milik negara pun saat ini sudah sangat terbatas.
Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai
pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya. Bagi masyarakat
Indonesia hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya merupakan
hukum yang penting, namun apabila benar-benar diperlukan dapat dilakukan
pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan.
Soedharyo Soimin ( 2004: 81), mengemukakan bahwa masalah tanah
adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling dasar. Tanah

1

2

disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh karena itulah
kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna kepentingan umum.
Kegiatan ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan mendapat ganti
rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk tanah atau
fasilitas lain.
Menurut Perpres No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pada saat ini sudah
mulai susah untuk melakukan pembangunan untuk kepentingan umum di atas
tanah negara, dan sebagai jalan keluar yaitu dengan memperoleh tanah-tanah
hak. Kegiatan “mengambil” tanah inilah disebut dengan “Pengadaan Tanah”.
Pengadaan tanah dapat dikatakan merupakan salah satu kebijakan
pemerintah guna mendukung keberlangsungan pembangunan. Kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah dikeluarkan dalam bentuk peraturanperaturan yang telah memiliki dasar hukum yang jelas dan diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dan memecahkan permasalahanpermasalahan yang muncul di masyarakat.
Pembangunan untuk memenuhi kepentingan umum dalam realitasnya
diwujudkan

dalam

bentuk

pembangunan

infrastruktur

yang

dalam

pelaksanaannya menuntut tersedianya lahan/tanah yang memadai sehingga
pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan lancar, dan karena bertujuan
untuk kepentingan umum, maka hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah ini tetap harus berorientasi pada hakikat ideal dari
pembangunan, yaitu mampu merealisasikan potensi manusia, sehingga

3

infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah di atas tanah milik rakyat ini
harus mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan adanya
akses masyarakat akan pemanfaatan program-program pembangunan, tidak
hanya kepada kepentingan dan manfaat sebagian kelompok atau kepentingan
pemerintah saja.
Masalah pengadaan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena di
dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan
pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti
bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas. Cara yang dapat
ditempuh untuk mendapatkan tanah adalah dengan membebaskan tanah milik
masyarakat, baik yang telah di kuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat
maupun hak-hak lainnya menurut Undang-Undang Pokok Agraria.
Penulis mengambil studi di Kota Salatiga khususnya di Kecamatan
Sidorejo dan Kecamatan Tingkir, yang menjadi sasaran pembangunan Jalan
Tol Semarang-Solo karena banyak terdapat areal persawahan yang sangat
subur dan menjadi mata pencaharian utama masyarakat sekitar. Adanya
rencana pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo,
membuat resah para pemilik lahan. Sebagai warga negara Indonesia yang baik
harus mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi, hal
ini dinyatakan dengan kerelaan untuk mengorbankan tanah mereka untuk
pembangunan tol. Berikut peta lokasi pembangunan jalan tol Semarang-Solo:

4

JARINGAN JALAN TOL DI P. JAWA
Koridor
Cikampek - Solo

Koridor
Merak-Jakarta-Cikampek

Merak

Bojanegara
Cikampek

Jakarta

Demak

Palimanan
Pejagan

Tangerang

Semarang
Batang

Kanci

Bogor

Pemalang

Cianjur

Gresik
Tanjung Perak

Ngawi
Bawen

Kertosono
Mantingan

Cileunyi
Sukabumi

Juanda

Mojokerto

Solo

Padalarang

Gempol

Jogjakarta

Pandaan

Pasuruan

Malang

Probolinggo

Merak

JAKARTA
Serang
Tangerang

Banyuwangi
Koridor
Solo-Surabaya

Bekasi

Pandeglang

Cikampek

Koridor
Surabaya-Banyuwangi

Jatibarang

Labuhan
Purwakarta
Bogor

Cirebon
Subang
Padalarang

Ciawi

Semarang
Pejagan

Cianjur
Sukabumi

Pemalang

Kudus

Demak

Batang

Tuban

Pamekasan

Sumedang
Lamongan

Bandung

Kuningan

Purwokerto

Sindangbarang

Gresik

Pamekasan

Bangkalan

Bawen

Garut

Kalianget

Sampang

Bojonegoro

Surabaya
Wonosobo

Tasikmalaya

Ngawi

Solo

Cilacap

Caruban
Madiun

Mojokerto
Kertosono

Gempol

Pasuruan

Panarukan
Probolinggo

Kebumen
Pandaan

OPERASI SEBELUM INFRASTRUCTURE SUMMIT 2005

Yogyakarta

Wonogiri

Bondowoso
Ponorogo

OPERASI SETELAH INFRASTRUCTURE SUMMIT 2005

Bajulmati

Malang

Pacitan

KONSTRUKSI

Banyuwangi

TANDA TANGAN PPJT
FINALISASI PPJT
PROSES TENDER (BATCH 2)
PRAKUALIFIKASI (BATCH 3)
PERSIAPAN TENDER

Gambar 1: Peta Jaringan Tol Semarang-Solo
Pemerintah

wajib

mengindahkan

asas

peran-serta

masyarakat

sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dalam rangka pengadaan tanah untuk memenuhi kebutuhan
perubahan sosial ke arah yang lebih positif. Musyawarah atau perundingan
harus dilakukan secara terbuka antarpara warga masyarakat dengan
pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi lahirnya fasilitas
institusi independen bagi musyawarah tersebut. Di sini pemerintah
memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih apakah akan diambil-alih
atau tidak hak milik tanahnya, dan memberikan akses yang luas kepada
masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan tanah.
Proses pembebasan lahan untuk pembangunan yang dilakukan tim
Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemerintah Kota dan Kabupaten, sering
menimbulkan sengketa yang berbuntut pada persoalan hukum. Beberapa kasus
konflik pengadaan tanah yang terjadi selama ini, awalnya disebabkan

5

ketidaklengkapan dokumen. Jika konflik tanah ini sampai menjadi sengketa di
antara para pihak terkait, maka penyelesaiannya menjadi sulit.
Secara umum, peraturan yang merupakan pengganti dari Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia
(BPNRI) Nomor 1 Tahun 1994 tersebut sudah memuat masalah pertanahan
secara rinci dan detail. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia
(BPNRI) ini merupakan peraturan operasional dari Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diubah menjadi Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006. Diakuinya, kesulitan yang sering
dihadapi oleh tim P2T Pemerintah Kota/Kabupaten adalah adanya perbedaan
harga pasar dan harga yang telah ditetapkan dalam nilai jual objek pajak
(NJOP). Dalam berbagai kasus, sering terjadi harga tanah merupakan hasil
musyawarah antara tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan pemilik tanah yang
meminta harga lebih tinggi dari nilai jual objek pajak (NJOP). Padahal, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai otoritas pemeriksaan, akan menganggap
sebagai temuan indikasi korupsi, jika harga tanah yang disepakati dalam
musyawarah jauh di atas nilai jual objek pajak (NJOP).
Pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan memperhatikan
peran dan fungsi tanah dalam kehidupan manusia serta prinsip penghormatan
terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Dengan demikian pengadaan tanah
untuk kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan

6

ditempuh dengan jalan musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas
tanah.
Dalam hal ini, salah satu contoh ialah kasus yang terjadi di Kota Salatiga
sebagai lokasi penelitian. Daerah tersebut merupakan wilayah yang dilakukan
pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan
Bawen-Salatiga sebagai sarana umum. Peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di wilayah tersebut karena lokasi tersebut merupakan daerah yang
masih berupa lahan persawahan yang luas yang akan dibangun jalan tol, selain
itu kota Salatiga merupakan jalur penghubung kota-kota besar sekitarnya
seperti Semarang-Solo sehingga akan terjadi proses pembebasan lahan.
Pembangunan tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat akan
transportasi yang mudah dan cepat, serta bertujun untuk meningkatkan
perekonomian bagi masyarakat sekitar jalan tol. Dengan adanya kegiatan
pelaksanaan pembebasan lahan di daerah tersebut, maka penulis ingin
mengadakan penelitian dengan judul : “Implementasi Kebijakan Pengadaan
Tanah dalam Pembangunan Tol Semarang-Solo (Ruas Jalan Bawen-Salatiga)”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan beberapa
masalah, yakni :
1.

Terbatasnya lahan Negara sehingga dilakukan pengadaan tanah guna
melaksanakan pembangunan.

2.

Besarnya ganti rugi dalam pengadaan tanah di sekitar Jalan Tol Kota
Salatiga yang masih belum sesuai dengan harga pasar.

7

3.

Susahnya mencapai mufakat antara pemilik hak tanah dengan petugas
Panitia Pengadaan Tanah dalam menetapkan besarnya ganti rugi.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang
bisa diteliti. Namun peneliti membatasi dalam melakukan penelitian karena
beberapa keterbatasan. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian mengenai
proses pelaksanaan pengadaan tanah, serta hambatan dan upaya dalam
pengadaan tanah dalam rangka pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo kota
Salatiga. Penelitian dilakukan di wilayah kota Salatiga pada bulan Januari 2014
– April 2014.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang
diajukan adalah sebagai berikut :
1.

Bagaimana proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan
Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga?

2.

Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan
pengadaan tanah dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut?

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka peneltian ini
bertujuan :
1.

Untuk

mengetahui

proses

pelaksanaan

pengadaan

tanah

pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.

untuk

8

2.

Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan
upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai pengadaan tanah dalam pembangunan kepentingan
umum ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat bila
dilihat dari teoritis maupun praktis, yakni:
1.

Manfaat secara teoritis
Agar dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan
khususnya Ilmu Administrasi Negara yang berkaitan dengan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan prinsip penggunaan tanah.

2.

Manfaat secara praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan dengan penelitian
ini, peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari
sebelumnya kedalam suatu permasalahan yang nyata sehingga
bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan maupun koreksi bagi
pemerintah daerah, agar mampu melaksanakan kebijakan pengadaan
tanah sesuai dengan ketentuan/ kebijakan yang ada.
c. Bagi Masyarakat

9

Agar dapat memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat
tentang pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam
pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka akan menjadi petunjuk bagi penulis dalam menganalisis
permasalahan penelitian untuk membantu dan merumuskan dan diharapkan
dalam pembahasan akan memudahkan membuat uraian dan pemecahan
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kajian pustaka juga
diperlukan bagi penelitian ini, sehingga arah, tujuan dan konsep penelitian ini
menjadi jelas. Penulis menggunakan kajian pustaka sebagai berikut :
A. Diskripsi Teori
1. Kebijakan Publik
Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris “policy” yang dibedakan
dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan
merupakan pernyataan umum perilaku daripada organisasi. Menurut
pendapat Alfonsus Sirait dalam bukunya Manajemen mendefinisikan
kebijakan, sebagai berikut: “Kebijakan merupakan garis pedoman untuk
pengambilan keputusan” (Sirait, 1991:115). Kebijakan merupakan sesuatu
yang bermanfaat dan juga merupakan penyederhanaan system yang dapat
membantu dan mengurangi masalah-masalah dan serangkaian tindakan
untuk memecahkan masalah tertentu, oleh sebab itu suatu kebijakan
dianggap sangat penting.
William N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam
bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai

10

11

berikut: “Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan
yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung,
termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh
badan atau kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132).
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn
mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung
satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk
melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan
atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus
diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan
agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kebijakan
tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan kebijakan publik
sebagai tindakan yang diambil pemerintah, antara lain dikemukakan oleh
Riant Nugroho yang merumuskan definisi kebijakan publik secara
sederhana yakni : “Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat negara,
khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara
yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar
masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi,
untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan” (2008:55).

12

Leo Agustino dalam bukunya Dasar-Dasar Kebijakan Publik
membuat satu kesimpulan dari beberapa karakteristik utama dari suatu
definisi kebijkan publik :
Pertama, kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan
yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu daripada perilaku
yang berubah atau acak. Kedua, kebijakan publik pada dasarnya
mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah. Ketiga,
kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan
oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi.
Keempat, kebijakan publik dapat bersifat positif maupun negatif.
Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah
yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif,
kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak
mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan
pemerintah amat diperlukan. Kelima, kebijakan publik paling tidak
secara positif, didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan
yang bersifat memerintah (2008:6).
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu
guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik
untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. Kebijakan publik
biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundangundangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat
dan memaksa.
A. Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis.

13

Aktivitas politik tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Sedangkan
aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan,
monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat
intelektual.
Hal ini sesuai dengan proses kebijakan publik William N. Dunn
(1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut ini:

Perumusan masalah

Penyusunan
agenda

Forecasting

Formulasi
kebijakan

Rekomendasi

Adopsi
kebijakan

Monitoring

Implementasi
kebijakan

Evaluasi

Penilaian
kebijakan

Gambar 2: Proses Kebijakan Publik

14

Sementara itu dalam pandangan Ripley (dalam Subarsono 2005:11)
tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut:

Penyusunan
agenda

Hasil

Agenda pemerintahan

Diikuti
Formulasi dan
legitimasi

Hasil
Diperlukan

Implementasi
kebijakan

Kebijakan

Hasil
Diperlukan

Evaluasi terhadap
implementasi,
kinerja, dampak

Tindakan kebijakan
Mengarah ke
Kinerja dan dampak
kebijakan

Kebijakan baru

Gambar 3: Tahapan Kebijakan Publik
Michael Howlet dan M. Ramesh seperti yang dikutip Subarsono
(2005:13-14) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima
tahapan yakni sebagai berikut:
1) Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu
masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
2) Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan
pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

15

3) Pembuatan kebijakan (decicion making), yakni proses ketika
pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak
melakukan suatu tindakan.
4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses
untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5) Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk
memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.
2. Implementasi Kebijakan Publik
Program

kebijakan

yang

telah

diambil

sebagai

alternatif

pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh
badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.
Hersel Nogi S. Tangkilisan mengutip pengertian implementasi menurut
Patton dan Sawicki dalam buku yang berjudul Kebijakan Publik yang
Membumi bahwa : ”Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan
yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini
eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan
menerapkan kebijakan yang telah diseleksi” (Dalam Tangkilisan, 2003:9).
Berdasarkan pengertian di atas, implementasi berkaitan dengan
berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana
pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir. Seorang
eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unitunit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta
melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan

16

petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang
dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus
dengan menyebutnya implementasi kebijakan

(policy implemtation)

adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun
waktu tertentu (Dunn, 2003:132).
Budi Winarno dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses
(2007:145) mengutip apa yang disampaikan oleh Ripley dan Frangklin
dalam Bureucracy and Policy Implementation (1982:4) yang berpendapat
bahwa:
Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang
ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan
yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program
dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat pemerintah.
Implementasi mencangkup tindakan-tindakan (tanpa tindakan) oleh
berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk
program berjalan.
Sebuah Implementasi kebijakan merupakan tahapan penting dalam
proses kebijakan publik. Sebuah kebijakan sebagai hasil proses politis
harus diterjemahkan ke dalam kegiatan nyata dan tindakan melalui proses
implementasi agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan.
Setelah melalui tahap formulasi kebijakan, pernyataan kebijakan (policy
statement) yang termuat dalam sebuah kebijakan yang diputuskan akan
dilaksanakan melalui langkah-langkah konkrit yang disebut implementasi.
Implementasi menurut Van Metter dan Van Horn (1975) (dalam Budi
Winarno, 2007:144) mengemukakan bahwa:

17

Implementasi kebijakan dipandang dalam arti yang luas,
merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan
undang-undang, implementasi dipandang secara luas mempunyai
makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk
menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan
kebijakan atau program-program.
.
Dari berbagai pandangan para ahli tentang konsep implementasi,
maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu
tahapan yang sangat penting dalam serangkaian proses yang berupa
tindakan-tindakan dari berbagai aktor untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, dengan adanya aktivitas pencapaian tujuan
sehingga mencapai adanya hasil kegiatan.

a. Faktor-faktor penghambat dan pendukung Implementasi
Dalam implementasi kebijakan publik dikenal ada beberapa model
implementasi. Penggunaan model ini untuk keperluan analisis, tergantung
pada kompleksitas permasalahan kebijakan yang dikaji serta tujuan dan
analisis itu sendiri. Implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel
atau faktor penentunya. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau
faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik
serta guna penyederhanaan pemahaman. Terdapat 4 model implementasi
kebijakan menurut para ahli, yakni model implementasi kebijakan Van
Metter Van Horn, model George Edward III, serta model Merille S.
Grindlle. Model-model tersebut yakni sebagai berikut:

18

1) Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Model

pendekatan

implementasi

kebijakan

yang

dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut dengan A Model of
the Policy Implementation (1975). Proses implementasi ini
merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu kebijakan yang
pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam
hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa
implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan
politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model ini
menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel yang saling berkaitan, secara rinci variable-variabel
tersebut yaitu:
a) Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan
kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang
bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level
pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan
terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan
(Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam
Widodo, 2007) mengemukakan untuk mengukur kinerja
implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan

19

sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana
kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan
penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
tersebut.
b) Sumber daya
Keberhasilan

implementasi

kebijakan

sangat

tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya
yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang
terpenting
implementasi

dalam

menentukan

kebijakan.

Setiap

keberhasilan
tahap

suatu

implementasi

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas
sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan
yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya
manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi
perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi
kebijakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks
(dalam Van Mater dan Van Horn, 1975) bahwa: ”New town
study suggest that the limited supply of federal incentives
was a major contributor to the failure of the program”.
c) Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi
organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat
dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting

20

karena

kinerja

implementasi

kebijakan

akan

sangat

dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para
agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks
kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan
dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada
konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis
dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana
kebijakan.
d) Komunikasi antar organisasi
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan
efektif, menurut Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo
2007) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh
para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas
pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar
dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana.
Komunikasi

dalam

kerangka

penyampaian

informasi

kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi
standar

dan

(consistency

tujuan
and

harus

uniformity)

konsisten
dari

informasi.
e) Disposisi atau sikap para pelaksana

dan

berbagai

seragam
sumber

21

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn (dalam
Agustino 2006): ”sikap penerimaan atau penolakan dari
agen

pelaksana

kebijakan

sangat

mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang
dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka
rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down
yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak
mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,
keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
f) Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai
kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana
lingkungan

eksternal

turut

mendorong

keberhasilan

kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari
kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu,
upaya

implementasi

kebijakan

mensyaratkan

kondisi

lingkungan eksternal yang kondusif. Secara skematis,
model implementasi kebijakan publik Van Meter danVan
Horn dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini:

22

Gambar 4: Skema Model Implementasi Kebijakan Publik Van Meter Dan van

Horn
2) Model Implementasi Kebijakan George Edward III
Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi kebijakan
publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan
guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi
kebijakan. Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu
proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling
berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktorfaktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi.
Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting
dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi

keberhasilan

atau

kegagalan

implementasi

kebijakan yaitu faktor komunikasi (communication), sumber daya

23

(resources),

disposisi

(disposition),

dan

struktur

birokrasi

(bureucratic structure) (Edward dalam Widodo, 2007:96-110).
a) Komunikasi
Menurut Edward III dalam Widodo (2007:97),
komunikasi

diartikan

sebagai

“proses

penyampaian

informasi komunikator kepada komunikan”. Informasi
mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam
Widodo (2007:97) perlu disampaikan kepada pelaku
kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa
yang harus mereka persiapkan untuk menjalankan kebijakan
tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat
dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Edward III dalam Widodo

(2007:97)

komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi antaralain
dimensi transmisi, kejelasan dan kosistensi.
i.

ii.

Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan
publik tidak hanya disampaikan kepada pelaksana
kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok
sasaran kebijakan dan pihak lain yang
berkepentingan baik langsung maupun tidak
langsung.
Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan
yang ditransmisikan kepada pelaksana, target group
dan pihak lain yang bekepentingan secara jelas
sehingga diantara mereka mengetahui apa yang
menjadi maksud, tujan sasaran, serta substansi dari
kebijakan publik tersebut sehingga masing-masing
akan mengetahui apa yang harus dipersipakan serta
dilaksankan untuk mensukseskan kebijakan tersebut
secara efektif dan efisien.

24

iii.

Dimensi konsistensi diperlukan agar kebijakan yang
diambil
tidak
simpang
siur
sehingga
membingungkan pelaksana kebijakan, target group
dan pihak-pihak yang bekepentingan.

b) Sumber daya
Edward III dalam Widodo (2007:98) mengemukakan
bahwa faktor sumber daya mempunyai peran penting dalam
implementasi kebijakan. Menurut Edward III dalam
Widodo (2007:98) bahwa sumber daya tersebut meliputi :
i.
ii.
iii.
iv.

Sumber daya manusia
Sumber daya anggaran
Sumber daya peralatan
Sumber daya kewenangan

c) Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam
Widodo

(2007:104)

dikatakan

sebagai

“kemauan,

keinginan, kecenderungan para pelaku kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat
diwujudkan”. Edward III dalam Widodo (2007:104-105)
menyatakan bahwa :
Jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara
efektif dan efisien, para pelaksana tidak hanya
mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai
kemampuan
untuk
melakukan
kebijakan
tersebut,tetapi mereka juga harus mempunyai
kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

25

Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III
dalam Agustino (2006:159-160) mengenai disposisi dalam
implementasi kebijakan terdiri dari:
i.

ii.

Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap para
pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan
yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila
personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan
yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih
atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan
personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang
yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah
ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan
masyarakat.
Insentif merupakan salah satu teknik yang
disarankan untuk mengatasi masalah sikap para
pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.
Pada dasanya orang bergerak berdasarkan dirinya
sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para
pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para
pelaksana kebijakan dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan
menjadi faktor pendorong yang membuat para
pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi
kepentingan pribadi atau organisasi.

d) Struktur Birokrasi
Ripley dan Franklin dalam Winarno (2007:149-160)
mengidentifikasi enam karakterisitik birokrasi sebagai hasil
pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat yaitu :
i.
ii.

iii.

Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam
menangani keperluan-keperluan publik.
Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam
implementasi kebijakan publik yang mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap
hirarkinya.
Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan berbeda.

26

iv.
v.

vi.

Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang
kompleks dan luas.
Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang
tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yg
mati.
Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak
dalam kendali penuh pihak luar.
Meskipun

sumber

-

sumber

untuk

mengimplementasikan suatu kebijakan cukup dan para
pelaksana mengetahui apa dan bagaimana, serta mempunyai
keinginan untuk melakukannya, namun Edward III dalam
Widoodo (2007:106) menyatakan bahwa “implementasi
kebijakan

bisa

jadi

masih

belum

efektif

karena

ketidakefisienan struktur birokrasi”. Struktur birokrasi ini
menurut Edward III dalam Widodo (2007:106) mencakup
aspek-aspek

seperti

kewenangan

hubungan

struktur

birokrasi,

pembagian

antar unit-unit organisasi dan

sebagainya.
Secara skematis, model implementasi kebijakan
menurut Edward III adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Model implementasi kebijakan menurut Edward III

27

Dalam pengadaan tanah ini, peneliti menggunakan
model kebijakan menurut Edward III yaitu komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Peneliti
mengacu pada model implementasi Edward III karena
sangat berkaitan dengan apa yang diteliti dan dapat
dianalisis sesuai dengan hasil penelitian. Dari hasil analisis
indikator-indikator tersebut maka a