PENERIMAAN ANAK TERHADAP KEHADIRAN AYAH TIRI : STUDI KASUS PADA ANAK YANG MEMPUNYAI AYAH TIRI.

PENERIMAAN ANAK TERHADAP KEHADIRAN AYAH TIRI
(Studi Kasus Pada Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Choirun Nadhiro
(B37211072)

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana penerimaan anak terhadap
kehadiran ayah tiri dan sebab-sebab penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri.
Subjek penelitian ini adalah anak yang mempunyai ayah tiri dan telah hidup bersama

dalam kurun waktu minimal 1 tahun. subjek penelitan ini berjumlah 2 orang anak yaitu 1
anak laki-laki berusia 16 tahun dan satu anak perempuan berusia 14 tahun. penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif metode study kasus. Dalam penelitian ini menemukan
aspek penerimaan pada kedua subjek. Pada subjek pertama yaitu DK mengalami
beberapa proses tahapan yang cukup banyak hingga sampai pada penerimaan yaitu
berawal dari penolakan, marah, pertimbangan/tawar menawar, depresi dan sampai pada
tahapan penerimaan. DK menerima kehadiran ayah tiri dengan keterpaksaan dan
kerelaan demi ibu kandung dan adik DK. Sebab-sebab DK menerima kehadiran ayah tiri
dalam keluarga adalah karena DK menganggap pernikahan yang telah terjadi hanya
untuk meringankan keadaan ekonomi keluarga serta peran ayah tiri DK hanya sebagai
pelengkap dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan pada subjek kedua, SG mencapai
pada penerimaan dengan melalui beberapa tahapan yaitu melalui tahapan penolakan
dan marah terhadap pernikahan kedua ibu kandung, mempertimbangkan (bargainning)
akan kehadiran ayah tiri dan ibu berada pada posisi sebagai istri kedua, dan sampai
pada tahapan penerimaan. Sebab-sebab SG menerima kehadiran ayah tiri dalam
keluarga adalah atas dasar kasih sayang dan rasa kasihan SG kepada ibu kandung dan
adik-adiknya.

Kata kunci: Penerimaan, Ayah Tiri


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRACK
This study aims to understand how a child's acceptance to the presence of the stepfather
and the causes of a child's acceptance to the presence of a stepfather. The subjects were
children who had a stepfather and had been living together in a minimum period of 1
year. This research subject amounts to two kids named one boy 16 years old and one 14
year old girl. This study is a qualitative research case study method. In the current study
found the reception on the second aspect of the subject. On the first subject, namely DK
experiencing some stage of the process is pretty much up to the reception which begins
with denial, anger, judgment / bargaining, depression and acceptance to the stage. DK
accept the presence of a stepfather with compulsion and willingness for the sake of the
birth mother and sister DK. The causes of DK accept the presence of a stepfather in the
family is because DK consider marriage that has happened only to ease the family
economic circumstances and the role of stepfather DK only as a supplement in people's
lives. While on the subject of the second, SG reach the reception through several stages
through the stages of denial and anger against the birth mother's second marriage, to
consider (bargainning) presence stepfather and mother are in a position as a second
wife, and to the stage of acceptance. The causes of SG accept the presence of a stepfather
in the family is out of compassion and pity SG to the biological mother and younger

siblings.

Keywords: Acceptance, Stepfather

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................... i
Halaman Pengesahan ............................................................................ ii
Halaman Pernyataan.............................................................................. iii
Kata Pengantar ...................................................................................... iv
Daftar Isi.................................................................................................. vi
Daftar Tabel ............................................................................................ viii
Daftar Lampiran ...................................................................................... ix
Intisari .................................................................................................... x
Abstrak .................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.

C.
D.
E.

Latar belakang ............................................................................. 1
Fokus Penelitian .......................................................................... 8
Tujuan ......................................................................................... 8
Manfaat ....................................................................................... 8
Keaslian penelitian ...................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penerimaan (Acceptance) ............................................................ 13
B. Ayah Tiri ..................................................................................... 19
C. Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri ...................... 25
BAB III METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.

F.

Jenis Penelitian ........................................................................... 29
Lokasi Penelitian ......................................................................... 30
Sumber Data ................................................................................ 30
Pengumpulan Data ...................................................................... 35
Analisis Data Dan Intepretasi Data ............................................. 37
Keabsahan Data ........................................................................... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Deskripsi Subjek ......................................................................... 40
Deskripsi Temuan Penelitian ...................................................... 42
Analisis Temuan Penelitian......................................................... 51
Pembahasan ................................................................................. 55


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 60
B. Saran ............................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................... 66

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Deskripsi Subjek ................................................................................ 33
Tabel 2: Deskripsi Informan ............................................................................ 34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

A. Panduan Wawancara Subjek .............................................................. 64

B. Panduan Wawancara Informan .......................................................... 66
C. Transkrip Wawancara ........................................................................ 67

Lembar Pernyataan Persetujuan Subjek
Kartu Konsultasi Skripsi
Berita Acara Ujian Skripsi
Dokumentasi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah keluarga dapat menjadi tidak utuh, baik diakibatkan karena
kematian salah satu dari kedua orang tua maupun karena masalah keluarga
yang berujung pada perceraian. Pernikahan kembali sebab perceraian atau
sepeninggal pasangan menikah inilah yang menggantikan posisi ibu
kandung menjadi ibu tiri dengan segala hak dan kewajiban yang sama
dengan ibu kandung. Begitu pula sebaliknya, pernikahan kembali oleh ibu
sebab perceraian atau sepeninggal suami juga menggantikan posisi ayah

kandung sama dengan ayah tiri (Kartono, 1986).
Status sebagai ayah tiri maupun ibu tiri bukan merupakan hal yang
mudah untuk diterima oleh anak. Saat seorang ayah atau ibu memutuskan
untuk mencari pasangan baru selang sebuah perceraian terjadi, hal itu
menjadi ketakutan tersendiri bagi anak. Anak biasanya menghadapi
pernikahan kembali yang dilakukan orang tuanya dengan perasaan cemas
daripada perasaan senang (Zanden, 1997 dalam Myrna, 2006: 28).
Peristiwa kehilangan dalam keluarga senantiasa membawa dampak yang
mendalam. Kasus ini menimbulkan trauma stres dan menimbulkan
perubahan fisik, juga mental yang dialami oleh semua anggota keluarga.
Pada anak sangat terlihat emosi kesakitan yang di alami. Trauma dan
stress yang di alami anak berangsur lebih lama dibandingkan stress yang
dialami orang tua akibat kehilangan pasangannya (Dagun, 2003:113-115).
1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Anak pada usia remaja memiliki kesulitan untuk menerima
kehadiran ibu tirinya (Rice, 1996). Anak akan mendapatkan masalah lebih
banyak apabila ia mulai mendapatkan ibu atau ayah tiri saat usianya

sembilan tahun ke atas (Santrock, 2003). Hal tersebut disebabkan oleh
kelekatan anak dengan orang tua kandung yang lebih lama dari pada anak
yang mendapatkan orang tua tiri ketika berusia kurang dari sembilan
tahun. Anak yang sudah mendapatkan perawatan, bimbingan, pendidikan
dan wujud kasih sayang yang lainnya dari orangtuanya dalam waktu yang
lama hingga berusia remaja memiliki hubungan yang sangat baik dan
sangat sulit apabila di gantikan dengan posisi orang lain. Kelekatan yang
semakin besar menyebabkan sulitnya anak menerima keberadaan ayah tiri
atau ibu tirinya.
Usia anak ketika mengikuti pernikahan kedua oleh salah satu dari
orangtuanya menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri atau ibu tiri. Ketika anak
berusia muda, penerimaan anak akan lebih besar untuk ayah tiri atau ibu
tirinya. Namun,apabila usia anak telah menginjak remaja, anak akan sulit
beradaptasi dengan ayah tiri atau ibu tirinya. Bagaimanapun juga, keadaan
kelekatan orang tua tiri tidak melebihi orang tua kandung (Fine, Coleman
& Ganong, 1998: dalam Francessa, 2004).
Penelitian terdahulu menemukan bahwa hubungan dalam keluarga
tiri kurang kohesif terutama hubungan anak dengan orang tua tiri.
Hubungan


mereka

cenderung

memiliki

jarak,

lebih

konfliktual
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dibandingkan dengan hubungan pada pernikahan pertama (Duval &
Miller, 1985).
Penelitian lain yang dikemukakan oleh Francessa (2004) mengutip
dari (Hetherington and Kelly, 2002):

“in first marriages, a satisfying marital relationship in the
cornerstone of happy family life, leading to more positive parent
child relationship and more congenial sibling relationships. in
many stepfamilies, the sequence is reversed. establishing some kind
of workable relationship between stepparents and stepchildren,
may be the key of happy second of marriage and to successful
functioning in stepfamilies”
Pada pernikahan pertama, sebuah keluarga mempunyai hubungan
pernikahan yang memuaskan serta kehidupan keluarga yang bahagia.
Kebahagian keluarga pada pernikahan pertama mengarah pada hubungan
antara orangtua dan anak yang lebih positif dan hubungan anak dengan
saudara yang lebih menyenangkan. Pada sebuah keluarga yang
mempunyai salah satu anggota tiri, mempunyai penuturan terbalik dari apa
yang di terapkan sebelumnya. Terkadang, pernikahan yang dilakukan
untuk keduakalinya adalah perwujudan usaha untuk mencapai keluarga
yang lebih harmonis.
Pandangan masyarakat terhadap sebuah keluarga dengan ayah tiri
atau ibu tiri, memiliki kemungkinan berbagai permasalahan dengan
keluarga yang juga di dalamnya terdapat ayah atau atau ibu tiri lainnya.
Banyak literatur yang menceritakan tentang mitos kejahatan ibu tiri,
sehingga berdampak pada pandangan negatif terhadap ibu tiri. Bernard
(1971) mendiskripsikan anak yang berada dalam lingkungan tatanan

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

keluarga dengan ayah tiri atau ibu tiri sebab perceraian mempunyai
kepribadian yang rusak, memandang negatif sebuah pernikahan, dan
berpotensi melakukan kejahatan.
Kasus penganiayaan oleh ibu tiri yang terjadi di tahun 2015
beberapa diantaranya terjadi hanya karena hal kecil, seperti yang terjadi di
daerah Situbondo Jawa Timur pada Rabu (8/4) terjadi penganiayaan pada
anak oleh ibu tiri berupa pukulan dan cubitan di beberapa bagian tubuh
anak. penganianyaan terjadi sebab anak meminta sarapan sebelum
berangkat sekolah sedangkan ibu tiri tidak menyiapkan makanan
melainkan secara langsung mencubit dan memukul anak (Metro, diakses
pada 09 April 2015, pukul 09:09 WIB).
Kasus lain yang terjadi di Jakarta, 25 Maret 2015 yaitu
penganiayaan yang dilakukan ibu tiri kepada anak karena anak memiliki
indra keenam. Ibu tiri menyetrika pipi anak dengan alasan anak sering
bermain di luar (Metro, diakses pada 25 Maret 2015, pukul 22.00 WIB).
tindakan penganiayaan oleh ibu tiri membuat dongeng dan mitos tentang
kekejaman ibu tiri menjadikan sebuah keyakinan dalam diri masyarakat
bahwa ibu tiri adalah orang yang jahat dan penuh dengan kekerasan.
Tidak hanya kekerasan yang dilakukan ibu tiri, dewasa ini
kekerasan oleh ayah tiri juga kerap terjadi. Seorang anak perempuan
mendapat penganiayaan fisik oleh ayah tiri yang terjadi Jawa Barat pada
kamis 1 Oktober 2015. penyebabnya hanya karena anak menonton televisi

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dan meminta makan kepada ayah tirinya. Kejadian tersebut terjadi tanpa
sepengetahuan ibu korban (Metro, diakses pada 01 Oktober 2015, pukul
20.02 WIB)
Mitos kekejaman ibu tiri banyak di gambarkan dalam cerita anakanak yaitu Hansel dan Gretel, Cinderella, Putri Salju yang dalam hal ini di
gambarkan kedengkian dan rasa cemburu terhadap harta dan kekayaan
juga kecantikan yang dimiliki anak tiri dari suami yang menikah
dengannya sehingga ibu tiri menganiaya. Namun kali ini, kekejaman tidak
hanya di jatuhkan pada ibu tiri, ayah tiri juga mempunyai label yang sama
di masyarakat. Kekerasan secara fisik dan seksual kerap terjadi antara anak
dan ayah tiri. Akibatnya, banyak orangtua yang tidak menggunaan istilah
“tiri” sebagai suatu langkah agar tidak membentuk persepsi negatif pada
anak sehingga anak mampu menemukan identitas diri yang sebenarnya
serta hubugan kekeluargaan dapat terjalin harmonis (Widiastuty, 2006)
Keharmonisan dalam keluarga dengan ayah tiri atau ibu tiri dapat
di dukung dengan sebuah kerelaan tanpa syarat oleh anak menerima
kehadiran ayah tiri atau ibu tiri dalam keluarga.
Menurut Coopersmith 1967(dalam Walgito,1993: 165) penerimaan
anak terungkap melalui perhatian pada anak, kepekaan terhadap
kepentingan anak, ungkapan kasih sayang dan hubungan yang penuh
kebahagiaan dengan anak.

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Coopersmith (dalam Walgito 1993 : 10 – 11) menyatakan bahwa
penerimaan anak dicerminkan dalam perhatian orang tua terhadap anak,
tanggap kebutuhan dan keinginan anak, adanya kasih sayang dan
kehangatan orang tua dengan anak
Penelitian yang dilakukan Richard (2000) menemukan bahwa
penerimaan yang baik dari anak terhadap ayah tiri atau ibu tiri akan
mempermudah dalam berkomunikasi dengan anak. Proses komunikasi
yang lancar antara anak dengan ayah atau ibu tiri menumbuhkan kedekatan
hubungan

diantara

kedua

belah

pihak

sehingga

meminimalisir

ketidaknyamanan dalam keluarga.
Dalam wawancara singkat tidak terstruktur oleh peneliti terhadap
seorang anak perempuan NM (15) pada 30 November 2015, menemukan
pernyataan kehidupan bahagia NM dengan ibu tirinya selama 8 tahun. NM
mengungkapkan kedekatannya bersama ibu tirinya, sosok ibu kandung
yang telah meninggal mampu di dapatkan dari ibu tirinya saat ini, NM
juga mengungkapkan bahwa tidak pernah ada kekejaman yang di rasakan.
Hanya saja, NM mendapatkan pengawasan lebih ketat dan NM tidak
mempunyai keleluasaan untuk bermain. Ibu tiri hanyalah seorang
perempuan biasa tak ubahnya seperti ibu kandung. Namun tidak dapat
dipungkiri, hampir setiap anak jarang memandang ibu tiri sebagai orang
tua yang sebenarnya karena anak biasanya mempertahankan kesetiaan
yang kuat terhadap orang tua biologisnya. Anak lebih memandang sosok
ibu tiri sebagai seseorang yang mencoba menggantikan posisi ibu
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kandungnya dan merebut harta ayah kandungnya (Cole, 2004).
Wawancara serupa juga dilakukan oleh peneliti pada 20 Oktober 2015 yng
berinisial DK (14) yang mengungkapkan hubungannya dengan ayah tiri.
DK benar-benar menolak ketika ibu DK menginginkan untuk menikah
lagi. Saat pertama ibu DK menikah kembali setelah satu tahun
meninggalnya ayah kandung DK, DK masih tidak menganggap ayah tiri
DK sebagai ayahnya. DK merasa ibunya kasih sayang ibu DK tidak lagi
untuk DK dan adiknya, namun berdasarkan penjelasan DK semakin
bertambah usia DK, DK memahami bahwa seorang ibu membutuhkan
suami sebagai kepala keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan (acceptance)
adalah pola asuh masa kecil yang baik (Hurlock, 1974). Pola asuh orang
tua akan mempengaruhi karakter anak hingga dewasa. Agama Islam
mengharuskan orang tua mengajarkan anak-anak untuk menghormati
siapapun yang lebih tua dari mereka, tidak mudah su’udzon dan selalu
bersikap sopan. Jika setiap orang tua menanamkan nilai-nilai agama sejak
dini, maka tentu tidak akan ada bentuk penolakan yang berarti dan pikiranpikiran negatif anak terhadap sosok orang tua tiri.
Pentingnya penerimaan anak yang memiliki orangtua tiri sangat
mempengaruhi kebahagian sebuah keluarga, sikap anak yang dapat
menerima orangtua tiri akan berdampak baik bagi diri anak dan
keharmonisan keluarga tentunya. Berdasarkan penjelasan dan fenomena
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
penerimaan atau penolakan oleh anak dengan melakukan penelitian yang
berjudul “Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri (Studi
Kasus Pada Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka
fokus penelitian yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri?
2. Apa sebab penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri?
C. Tujuan
Penelitian ini bermaksud mengkaji lebih dalam dan mempelajari
secara ilmiah:
1. Untuk menggambarkan penerimaan anak terhadap kehadiran
ayah tiri.
2. Untuk menemukan sebab-sebab penerimaan anak terhadap
kehadiran ayah tiri.
D. Manfaat
Adapun

Manfaat

dalam

penelitian

ini

adalah

menambah

pengetahuan penulis tentang hal yang diteliti secara teoritis maupun secara
praktis:
1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan teori di bidang psikologi terutama di bidang
psikologi klinis, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial

8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dalam memahami penerimaan seorang anak terhadap kehadiran
ayah tiri. Dan juga memberikan masukan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Secara praktis, penulis berharap bahwa penelitian ini
bermanfaat bagi masyarakat untuk menjelaskan secara empiris
tentang penerimaan seorang anak terhadap kehadiran ayah tiri.
Memberikan masukan bagi anak yang mempunyai ayah tiri
dalam memandang dan menentukan sikap terhadap ayah tiri.

E. Keaslian Penelitian
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa
kajian riset terdahulu menenai variabel penerimaan yang dijadikan sebagai
pedoman dalam penelitian ini. penelitian mengenai penerimaan anak
terhadap kehadiran ayah tiri memang belum banyak dilakukan.
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan antara lain, yaitu:
Penelitian yang dilakukan oleh Francessa (2004) yang berjudul
implication of remarriage and step family formation for mariage
education. Pada pernikahan pertama, sebuah keluarga mempunyai
hubungan pernikahan yang memuaskan serta kehidupan keluarga yang
bahagia. Kebahagian keluarga pada pernikahan pertama mengarah pada
hubungan antara orangtua dan anak yang lebih positif dan hubungan anak
dengan saudara yang lebih menyenangkan. Pada sebuah keluarga yang
mempunyai salah satu anggota tiri, mempunyai penuturan terbalik dari apa

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

yang di terapkan sebelumnya. Terkadang, pernikahan yang dilakukan
untuk keduakalinya adalah perwujudan usaha untuk mencapai keluarga
yang lebih harmonis. Usia anak ketika mengikuti pernikahan kedua oleh
salah satu dari orangtuanya menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri atau ibu tiri.
Ketika anak berusia muda, penerimaan anak akan lebih besar untuk ayah
tiri atau ibu tirinya. Namun,apabila usia anak telah menginjak remaja, anak
akan sulit beradaptasi dengan ayah tiri atau ibu tirinya. Bagaimanapun
juga, keadaan kelekatan orang tua tiri tidak melebihi orang tua
kandung.(Fine, Coleman & Ganong, 1998: dalam Francessa, 2004).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah adanya pengerucutan dalam pengambilan fokus penelitian,
penelitian yang dilakukan peneliti hanya kepada ayah tiri sedangkan
penelitian sebelumnya terfokus kepada keduanya yaitu ayah tiri dan ibu
tiri. Kesamaan lainnya dalam penentuan usia anak, penelitian ini
menemukan bahwa usia anakremaja, penerimaan jauh lebih sulit terjadi
dibandingkan dengan anak yang masih di bawah usia remaja.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Suhriana (2011) tentang pola
relasi anak dengan ibu tiri dan implikasinya terhadap upaya mewujudkan
keluarga sakinah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi kasus
dan field research (penelitian lapangan) yang menemukan bahwa
kedekatan anak dengan ibu tiri di bangun dengan dukungan dan perhatian
dari ayah. Kesamaan penelitian ini dengan yang penelitian yang dilakukan
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

peneliti kali ini adalah metode penelitian menggunakan studi kasus dan
catatan lapangan. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitiannya
yaitu anak dengan ayah tiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Dorothy (1995) dalam bukunya
yang berjudul “When Your Father Remarries” mengatakan bahwa anak
yang memiliki ibu tiri akan melalui proses yang sangat panjang untuk
dapat menerima kehadiran ibu tiri setelah kematian ibu kandungnya. Yaitu
anak mengalami posisi dimana anak akan mengenang semua kebaikankebaikan yang pernah dilakukan ibu kandung, anak mengalami sakit hati
dengan keinginan ayah untuk mengganti posisi ibu kandungnya serta anak
memiliki potensi keinginan untuk mencari sosok ayah yang baru.
Kesamaan pada penelitian ini adalah penelitian dilakukan untuk
mengetahui proses penerimaan seorang anak kepada kehadiran orang lain
di dalam keluarga setelah kematian salah satu orang tuanya. Perbedaannya
adalah jika di penelitian ini mengambil menggunakan fokus kepada ibu
tiri, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah berfokus kepada
ayah tiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Sundari & Herdajani (2013) tentang
Dampak

Fatherless

Terhadap

Perkembangan

Psikologis

Anak

mendapatkan pemahaman bahwa fatherless adalah ketiadaan peran dan
figur ayah dalam kehidupan seorang anak. Hal ini terjadi pada anak-anak
yatim atau anak-anak yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak memiliki
hubungan yang dekat dengan ayahnya. Ketiadaan peran-peran penting

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

tersebut akan berdampak pada rendahnya harga diri (selfesteem), adanya
perasaan marah (anger), malu (shame) karena berbeda dengan anak-anak
lain dan tidak dapat mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang
ayah yang dirasakan anak-anak lainnya. Kehilangan peran ayah juga
menyebabkan seorang anak akan merasakan kesepian (loneliness),
kecemburuan (envy), selain kedukaan (grief) dan kehilangan (lost) yang
amat sangat, yang disertai pula oleh rendahnya kontrol diri (selfcontrol),
inisiatif, keberanian mengambil resiko (risk taking), dan psychology wellbeing, serta kecenderungan memiliki neurotik.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang berjudul
“Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri (Studi Kasus Pada
Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)” kali ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada metode penelitian, fokus penelitian dan informan penelitian.
Metode penelitian yang dilakukan penelitian sebelumnya adalah
fenomenologi dan field research, sedangkan pada penelitian ini peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kasus dan
wawancara mendalam. Subjek yang akan di teliti adalah anak yang
mempunyai ayah tiri dan tinggal bersama pada rentan waktu hadirnya ayah
tiri dalam keluarga yaitu antara 1 tahun sampai 5 tahun. Serta anak yang
berusia antara 13 – 16 tahun.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan merupakan dasar bagi setiap orang untuk dapat
menerima kenyataan hidup, semua pengalaman baik atau buruk.
Penerimaan ditandai dengan sikap positif, adanya pengakuan atau
penghargaan terhadap nilai-nilai individual tetapi menyertakan
pengakuan terhadap tingkah lakunya (Kubler Ross, 1969).
Kubler Ross (1969) mendefinisikan sikap penerimaan (acceptance)
terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya
menyerah pada tidak adanya harapan. Menurut Kubler Ross (dalam
teori Kehilangan/Berduka), sebelum mencapai pada tahap penerimaan
individu akan melalui beberapa tahapan yakni, tahap denial, anger,
bargainning, depression, dan acceptance.
1. Tahap denial (penolakan) Penolakan biasanya hanyalah pertahanan
sementara bagi individu. Perasaan ini umumnya diganti dengan
kesadaran yang tinggi tentang saat seseorang dihadapkan dengan
beberapa hal seperti pertimbangan keuangan, urusan yang belum
selesai dan kekhawatiran mengenai kehidupan anggota keluaraga
lain nantinya.
2. Tahap anger (marah) “Mengapa aku? Ini tidak adil. Bagaimana
bisa ini terjadi padaku.” Setelah berada ditahap kedua, individu

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

mengakui bahwa penolakan tidak dapat dilanjutkan. Karena rasa
marah, membuat orang sangat sulit untuk peduli. Banyak invidu
yang melambangkan kemarahan dalam kehidupan dengan tunduk
pada kebencian dan kecemburuan.
3. Tahap bargainning (tawar-menawar) Tahap ketiga ini melibatkan
harapan bahwa entah bagaimana individu dapat menunda sesuatu.
Pada tahapan ini individu bernegoisasi untuk kehidupan yang lebih
panjang dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang di
dapatkan. Biasanya, negosiasi ini diperpanjang dengan kekuatan
yang lebih besar dalam pertukaran gaya hidup.
4. Tahap depression (depresi) Selama tahap keempat ini, individu
mulai memahami kepastian, karena hal inilah individu mungkin
menjadi lebih banyak diam, menolak orang lain dan menghabiskan
banyak

waktu

untuk

menangis

dan

berduka.

Proses

ini

memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari rasa cinta dan
kasih sayang. Tidak dianjurkan untuk mencoba menghibur individu
yang berada pada tahap ini. Ini adalah waktu yang penting dalam
berduka yang memerlukan proses.
5. Tahap acceptance (penerimaan) Pada tahapan ini, individu mulai
hadir dengan kedamaian dan rasa cinta. Individu mulai menerima
kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya.
Kubler-Ross menyatakan tahapan-tahapan tidak selalu urut, atau
dilalui semuanya oleh seorang individu, tapi paling tidak ada 2 langkah

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

yang pasti akan dilalui. Seringkali, individu akan mengalami beberapa
langkah

berulang-ulang.

Seorang

individu

tidak

seharusnya

memaksakan proses yang dilaui, Proses duka adalah hal yang sangat
personal dan sebaiknya tidak dipercepat (atau diperpanjang).
Kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena seringkali,
tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Individu harus
bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada
tahap Penerimaan.
Menurut

Johnson

dan

Medinnus

(1967)

penerimaan

didefinisikan sebagai “pemberian cinta tanpa syarat sehingga
penerimaan anak terhadap orantua tercermin melalui adanya perhatian
yang kuat, cinta kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan
dalam

mengasuh

anak”.

Sedangkan

menurut

Coopersmith,

1967(dalam Walgito 1993 : 165) penerimaan anak terungkap melalui
“perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan anak, ungkapan
kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan dengan anak”.
Serta pernyataan Coopersmith 1967 (dalam Walgito, 1993:10–11)
menyatakan pula penerimaan anak dicerminkan dalam perhatian orang
tua terhadap anak, tanggap kebutuhan dan keinginan anak, adanya
kasih sayang dan kehangatan orang tua dengan anak
Definisi lain yang dikemukakan oleh Rogers, 1979 (dalam
Safaria, 2005)

penerimaan merupakan sikap seseorang yang

menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

persyaratan ataupun penilaian. Menurut Safaria (2005) faktor-faktor
yang menyebabkan cepat atau tidaknya seseorang menerima suatu
keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya pada dasarnya tidak
lepas dari penafsiran orang tersebut terhadap peristiwa yang
dialaminya. Seringkali kita cenderung melihat suatu peristiwa dari sisi
yang negatif dan jarang sekali kita melihatnya dari sisi positif.
Terdapat ciri-ciri orang yang menerima orang lain dijelaskan
oleh Suhriana (2011) yaitu mempunyai keyakinan akan kemampuan
untuk menghadapi kehidupan, menganggap orang lain berharga,
berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, menerima
pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan atas
keterbatasan dan tidak pula mengingkari kelebihan orang lain.
Ciri-ciri penerimaan yang diungkapkan oleh Suhriana (2011)
merupakan ciri-ciri yang mudah untuk di ketahui pada individu.
Individu tersebut

dapat dikatakan menerima orang lain apabila

individu telah menghadapi kehidupan dengan segala kemampuannya,
menganggap bahwa orang lain itu sangat berharga
Engel, 1964 (dalam Hidayat, 2006) menuturkan proses penerimaan
mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang
yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1. Fase pertama shock dan tidak percaya. Seseorang menolak
kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk
pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.
2. Fase kedua yaitu berkembangnya kesadaran. Seseorang mulai
merasakan kehilangan secara nyata dan mungkin mengalami
putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3. Fase ketiga yaitu restitusi. Pada fase ini seorang akan berusaha
mencoba untuk sepakat atau damai dengan perasaan yang
hampa atau kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4. Fase keempat yaitu menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap seoang yang meninggal. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di
masa lalu terhadap almarhum.
5. Fase kelima yakni kesadaran kehilangan yang tak dapat
dihindari harus mulai diketahui dan disadari. Sehingga pada
fase ini

diharapkan

seseorang sudah dapat

menerima

kondisinya. Kemudian kesadaran baru telah berkembang.
Fase-fase yang diungkapkan Engel, 1964 (dalam Hidayat, 2006)
tidak jauh berbeda dengan lima tahapan yang di kemukakan oleh
Kubler ross. Fase pertama seseorang yang kehilangan akan

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

melakukan penolakan dengan kenyataan dan menunjukkan sikap
yang negatif terhadap perilaku sehari-hari, kemudian pada fase
kedua individu mulai menyadari keterpurukannya dan kemudian
individu mengalami pikiran kosong pada fase ketiga. Fase keempat
individu menekan seluruh perasaan negatif yang muncul hingga
mencapailah individu pada fase penerimaan.
Teori lain yang di kemukakan oleh Rando (1993) membagi
definisi respon berduka menjadi 3 katagori:
1. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan
tidak percaya.
2. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat
tinggi

ketika

klien

secara

berulang-ulang

melawan

kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.
3. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap
penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
Teori yang di kemukakan oleh Rando (1993) lebih sedikit
pembagian fase yang di alami oleh individu untuk sampai pada
tahapan

penerimaan

daripada

teori-teori

sebelumnya

yang

mengungkapkan pembagian tahapan individu menjadi lima bagian.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pada teori ini penghindaran dan penolakan akan takdir yang di
terima individu terjadi pada kategori pertama, kemudian individu
mengalami luapan emosi sampai pada fase akut dan individu mulai
mengakomodasi dan secara bertahap individu dapat menerima
kenyataan hidupnya.

B. Ayah Tiri
Orang tua adalah ayah atau ibu seorang anak, baik melalui
hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki
peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan
ibu atau ayah dapat diberikan untuk perempuan atau pria yang bukan
orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.
Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri
(istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak).
Menurut Thamrin Nasution (1986), orang tua merupakan setiap orang
yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga
yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.
Menurut Hurlock (1986), orang tua merupakan orang dewasa yang
membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan
dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu
anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua

19

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda
corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Menurut Teori Talcott-Parson (1979) peran ayah bertolak pada
aspek instrumental dan peran ekspresi parental yaitu penerapan dari
social learning theory. Ayah merupakan peran instrumental, yaitu ayah
merupakan alat yang mempunyai fungsi yang menghubungkan keluarga
ke masyarakat. Hal ini karena ayah secara tradisional kurang terkait
dalam kesibukan dibanding dengan ibu dan lebih sering bekerja diluar
rumah. Talcott (1979) memandang bahwa peran ayah yang membawa
masyarakat ke dalam rumah dan rumah ke dalam masyarakat (Latipun,
2005: 216-217)
Talcott juga menyatakan bahwa ayah adalah pelaksana kehidupan
keluarga dengan harapan yang mempunyai peran, memberi otoritas atau
kewenangan disiplin serta mempunyai sifat netral, objektif, dan dapat
mengambil kebijaksanaan yang baik, sedangkan ibu adalah orang yang
mengambil peran dalam keluarga yang bersifat ekspresif, integratif dan
supportif. Dengan demikian menurut Talcott kekurangan akan peran ayah
dalam keluarga akan menimbulkan kepincangan dalam mengambil
keputusan-keputusan yang baik, objektif, dan netral(Moeljono, 1999:216)
Wolfgang Lederer berpendapat bahwa kasih sayang ibu tidak
bersyarat, kasih sayang ayah adalah atas dasar tuntutan dan bersifat
bersyarat terhadap prestasi. Dengan demikian kekurangan peran ayah
menurut Lederer akan mengakibatkan kekurangan kemampuan adaptasi

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

anak dan kemampuan daya juang pada anak. dibedakannya antara
keterlantaran pera ayah terhadap keluarga yaitu apabila ayah meninggal,
cerai, atau pisah. Pada anak yang mempunyai ayah cerai pengaruh
negatif pada anak lebih menonjol. Hal ini terlihat lebih jelas pada anak
laki-laki di bandingkan dengan anak perempuan, tetapi apabila anak
perempuan

sudah

menginjak

remaja,

maka

terlihat

pengaruh

ketidakmampuan anak perempuan untuk bergaul dengan anak laki-laki.
Pengaruh kehilangan ayah terhadap anak perempuan akan
mengakibatkan anak tersebut kelak mengalami banyak kegagalan untuk
dapat mencapai orgamus. Hal ini mungkin di sebabkan karena kebencian
anak perempuan terhadap laki-laki. Anak yang mendapat kurang kasih
sayang ayah akan mudah mengalami depresi. Namun demikian pada
keluarga yang tampak utuh juga dapat terjadi depresi yang biasa
dinamakan depresi terselubung. Hal itu disebabkan apabila fungsi ayah
ataupun ibu tidak sebagaimana mestinya (Moeljono, 1999:217)
Dalam hukum Islam orang yang terikat akad nikah dengan ibu
kandung, maka secara hukum ia menjadi ayah dari anak-anaknya.
Sehingga kedudukan ayah baik disebabkan karena keturunan atau
pertalian akad nikah, tidak ada perbedaan hukum dalam mendidik dan
berinteraksi dengan anak-anaknya. hal ini Allah swt. tegaskan dalam alQur’an Surat An-nisa: 22-23.
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)(22).

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anakanak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri
anak
kandungmu
(menantu);
dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (23)

Posisi sebagai anak tiri secara subjektif memiliki penyikapan yang
berbeda bergantung pada individu masing-masing. Anak dengan ibu
tiri yang tidak bijaksana dalam menyikapi posisinya, kadangkala dapat
menguras emosi seorang anak. Karena sangat manusiawi seorang ibu
tiri bersaing baik sadar ataupun tidak, terbuka maupun terselubung
terhadap kasih sayang dari suami terhadap anak-anaknya. Hal ini kerap
menghasilkan gesekan-gesekan emosi antara ibu tiri dengan anak tiri,
dalam hal yang berlatar-belakang perhatian dari suami. Apabila
dibiarkan berlarut dapat menyebabkan anak mengalami luka batin
yang cukup lama, jika anak kurang dalam penerimaan dirinya. Namun
semua hal tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kedewasaan seorang
ayah yang menjadi kepala keluarga dalam menjelaskan secara baik
posisi masing-masing pihak baik secara lisan maupun dalam tindakan
(Pruett, 1993)

22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Banyak orang tidak melihat peran ayah yang sebenarnya di dalam
keluarga, berikut adalah tugas pokok ayah yang di kemukakan oleh
(Gunarsa, 1995: 32) adalah sebagai berikut:
1. Ayah sebagai pencari nafkah: Sebagai tokoh utama yang
mencari nafkah untuk keluarga. Mencari nafkah merupakan
suatu tugas yang berat. Pekerjaan mungkin dianggap hanya
sebagai suatu cara untuk memenuhi kebutuhan utama dan
kelangsungan hidup. Padahal melihat pekerjaan seorang ayah,
ibu mempunyai jangkauan lebih jauh. Anak yang melihat ibu
dan ayah bekerja, atau ayah saja yang bekerja akan melihat
bahwa tanggung jawab dan kewajiban harus dilaksanakan
secara rutin. Dengan demikian, anak tahu bahwa kewajiban dan
tanggung jawab harus dilaksanakan tanpa paksaan.
2. Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa
aman
3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak: Dalam hal
pendidikan, peranan ayah di keluarga sangat penting. Terutama
bagi anak laki-laki, ayah menjadi model, teladan untuk
perannya

kelak

sebagai

seorang

laki-laki.

Bagi

anak

perempuan, fungsi ayah juga sangat penting yaitu sebagai
pelindung. Ayah yang memberi perlindungan kepada putrinya
memberi peluang bagi anaknya kelak memilih seorang pria
sebagai pendamping, pelindungnya. Dari sikap ayah terhadap

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ibu dan hubungan timbal balik mereka, anak belajar bagaimana
ia kelak harus memperlihatkan pola hubungan bila ia menjadi
seorang istri.
4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana,
mengasihi keluarga. Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh
otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan penuh
wibawa menanamkan pada anak sikap-sikap patuh terhadap
otoritas, dan disiplin. Ayah dalam memberikan tugas kepada
anak perlu melihat kemampuan anak untuk bisa menyelesaikan
tugas itu. Dengan kemampuan menyelesaikan tugasnya, anak
mengetahui kemampuan dan batas-batasnya. Ayah dengan
sikap wibawanya sering menjadi wasit dalam memelihara
suasana keluarga sehingga mencegah timbulnya keributan
akibat perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga. Ayah
yang diharapkan lebih rasional, biasanya lebih adil dan
konsisten sebagai wasit.
Anak yang hidup dengan seorang ayah tiri secara umum jauh
lebih ringan dan tidak menguras emosi seorang anak, karena pada
bangsa timur interaksi secara emosional, fisik maupun hal lainnya
condong lebih dekat pada ibu kandung. Hal lain yang cukup
berpengaruh adalah karena pada umumnya ayah tiri cenderung
realistis dan telah siap ketika menempati posisi ini, sehingga jauh dari
kata “berebut perhatian dan kasih sayang” dengan anak tirinya. Pada

24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

posisi ini seseorang yang memutuskan mengambil peranan sebagai
ayah tiri adalah wajib untuk menyadari bahwa anak tiri ini adalah
mahluk-mahluk yang layak mendapat perhatian sesuai porsinya.
C. Penerimaan Anak Terhadap Kehadian Ayah Tiri
Diketahui penjelasan sebelumnya penerimaan merupakan sikap
seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa
disertai persyaratan ataupun penilaian. Dapat di pahami bahwa penerimaan
merupakan sebuah sikap kerelaan seseorang terhadap sesuatu yang di
peroleh tanpa adanya beban terhadap sesuatu tersebut. seseorang yang
menerima akan hadirnya orang lain dalam kehidupannya mempunyai
keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan bersama
seseorang yang hadir. Seseorang dapat di katakan menerima orang lain
apabila menganggap orang lain yang hadir adalah berharga, berani
memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. (Sheerer dalam Cronbach,
1963) Apabila seseorang telah mencapai pada penerimaan, seseorang akan
dapat menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan
atas keterbatasan dan tidak pula mengingkari kelebihan orang lain.
Kubler Ross (1969) mendefinisikan sikap penerimaan (acceptance)
terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya
menyerah pada tidak adanya harapan. Seseorang yang dapat melewatkan
situasi-situasi buruk dengan keadaan dan mengabaikan kekurangan orang
lain tanpa adanya syarat dan beban dapat dikatakan sebagai seorang yang
telah menerima dan mempunyai penerimaan yang baik.

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Kubler Ross (dalam teori Kehilangan/Berduka), sebelum mencapai
pada tahap penerimaan individu akan melalui beberapa tahapan yakni,
tahap denial, anger, bargainning, depression, dan acceptance
1. Tahap denial (penolakan) Penolakan biasanya hanyalah
pertahanan sementara bagi individu.
2. Tahap anger (marah) pada tahapan ini individu memutuskan
untuk melanjutkan penolakan sehingga individu berada dalam
posisi dimana kebencian dan kemarahan berada dalam diri
individu. Pada posisi ini juga timbul kebencian dan kedengkian
yang menjadikan individu menginginkan derita yang di alami
juga akan terjadi pada orang lain yang diinginkan.
3. Tahap

bargainning

(tawar-menawar)

Tahap

ketiga

ini

melibatkan harapan bahwa entah bagaimana individu dapat
menunda sesuatu. Pada tahapan ini individu bernegoisasi untuk
kehidupan yang lebih panjang dengan mempertimbangkan
informasi-informasi yang di dapatkan.
4. Tahap depression (depresi) Selama tahap keempat ini, individu
mulai memahami kepastian,

karena hal inilah individu

mungkin menjadi lebih banyak diam, menolak orang lain dan
menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka.
Proses ini memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari
rasa cinta dan kasih sayang.

26

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5. Tahap acceptance (penerimaan) Pada tahapan ini, individu
mulai hadir dengan kedamaian dan rasa cinta. Individu mulai
menerima

kenyataan-kenyataan

yang

terjadi

di

dalam

hidupnya.
Melalui tahapan-tahapan tersebut, individu dapat dikatakan telah
menerima situasi dan keadaan yang ada pada kehidupanya. Setiap individu
memiliki tahapan yang berbeda dan kemampuan yang berbeda dalam
menghadapi, sehingga setiap tahapan dilalui dapat terlewati dengan cepat
maupun lambat.
Menurut Rohner (2004) Penerimaan anak terhadap kehadiran ayah
tiri dalam kehidupan keluarga memberikan kontribusi baik bagi keluarga.
Sikap menerima anak menghadirkan konstitusi yang bukan hanya untuk
keluarga dan orang tua melainkan lingkungan sosial, relasi dengan
lingkungan sekitar. Penerimaan anak berkaitan dengan

kerelaan

mengungkapkan pikiran, perasaan, dan reaksi kepada orang lain serta
penerimaan terhadap hadirnya ayah tiri.
Allport, 1992(dalam Suhriana 2011) mengungkapkan bahwa orangorang yang memiliki penerimaan adalah orang-orang yang memiliki
gambaran positif tentang orang lain, dapat mengatur dan bertoleransi
dengan emosi, dapat berinteraksi dengan orang lain, serta memiliki
persepsi yang realistik dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir di atas, penelitian ini
tidak hanya mengarah pada upaya pembuktian teori tetapi juga ditujukan

27

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

untuk menjawab suatu fokus pertanyaan yaitu bagaimana penerimaan anak
terhadap kehadiran ayah tiri dan sebab-sebab penerimaan anak terhadap
kehadiran ayah tiri.

28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digi