Majelis Tarjih Muhammadiyah pada masa KH. Mas Mansyur (1928-1946).
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh
Agung Rois Saiful
NIM: A0.22.13.006
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang
“Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada
Masa K.H. Mas Mansyur (1928-1946)” yang meneliti beberapa masalah yaitu :
(1). Bagaimana Biografi K.H. Mas Mansyur? (2). Bagaimana Sejarah Lahirnya
Majelis Tarjih Muhammadiyah? (3). Bagaimana Kebijakan K.H. Mas Mansyur
dalam Majelis Tarjih?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode
historis untuk mendeskripsikan sejarah lahirnya Majelis Tarjih Muhammadiyah
yaitumelalui tahapan Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.
Dalam skripsi ini menggunakan pendekatan historis untuk mengungkapkan
kronologis bagaimana peristiwa masa lampau terjadi. Adapun teori yang
digunakan dalam skripsi ini adalah teori siklus peradaban Ibnu Khaldun dan teori
peranan (role) yang menguraikan secara rinci masalah-masalah yang berhubungan
dengan Majelis Tarjih Pada Masa K.H. Mas Mansyur, dari sejarah lahirnya,
Manhaj atau Metode dalam bertarjih dan Hasil dari Musyawarah Tarjih.
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Pertama,
K.H.
Mas Mansyur dilahirkan pada hari Kamis 25 Juni 1896 dikampung Sawahan
Surabaya. Ayahnya bernama Kyai Mas Marzuqi dari keluarga Pesantren
Sidoresmo Surabaya, ibunya bernama Raudhah. Beliau banyak terlibat dengan
aktivitas dakwah kebangsaan. Karir beliaupun sangat cemerlang, sehingga
menghasilkan buah pikiran yang sangat bermanfaat bagi kalangan
Muhammadiyah. Beliau meninggal tanggal 25 April 1946 di Surabaya.
Kedua,
latar belakang lahirnya Majelis Tarjih disebabkan 2 faktor, faktor Internal yaitu
semakin berkembangnya Muhammadiyah diseluruh wilayah Jawa dan luar Jawa
dan Eksternal yaitu perselisihan masalah agama, khususnya masalah khilafiyah,
dan juga kehadiran sekte aliran islam Ahmadiyah.
Ketiga
¸ kebijakan K.H. Mas
Mansyur dalam Majelis Tarjih dihasilkannya Manhaj Tarjih dan didilakukan
beberapa Musyawarah Tarjih di berbagai tempat dan menghasilkan banyak
putusan-putusan tarjih yang sekarang sudah dibukukan dalam Buku Himpunan
Putusan Tarjih Muhammadiyah sehingga mempermudah orang Islam untuk
berijtihad terutama warga Muhammadiyah.
(7)
ABSTRACT
This thesis examines about
“Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada
Masa K.H. Mas Mansyur (1928-1946)”that is examining some problems that
are: (1) How is the biography of K.H. Mas Mansyur? (2). How is the history of
the Majelis Tarjih Muhammadiyah? (3). How is the obligation of K.H. Mas
Mansyur within MajelisTarjih?
To answer those problems, writer used the historical method to describe
the history of Majelis Tarjih Muhammadiyah that is Through the stagesHeuristic,
Critics of source, intrepretatation, and historiography. In this thesis uses a
historical approach to reveal chronologically how past events occur. The theory
that used in this thesis is theory of cycle civilization byIbnu Khaldun and the
theory of role that describes the detail problems related with Majelis Tarjih on
K.H. Mas Mansyur’s period, from the history, Manhaj or a method within
bertarjih
and the result from
Tarjih
discussion.
From the research that has done can be concluded as:
First
, K.H.
MasMansyur was born on 25 June 1896 in Sawahan village, Surabaya. His father
named Kyai Mas Marzuqi from
Pesantren
family’s in Sidosermo of Surabaya, his
mother named Raudhah.His career is very success until produce an idea that is
very useful for
Muhammadiyah
. He passed away on 25 April 1946 in
Surabaya.
Thesecond
is the background of MajelisTarjih caused by 2
factors,Internal factors namely the growing Muhammadiyah throughout Java and
outside Java and External is External is a dispute of religious issues, Especially
khilafiyah issue,And also the presence of an Ahmadiyya Muslim sect.
Thethird
is
the policy of K.H. Mas Mansyur within
MajelisTarjih
was done by some Tarjih
discussion in the various place and produced many
Tarjih
verdicts that now has
been collectedin a book ofHimpunan Putusan Tarjih Muhammadiyahthat make
muslims easier to
Ijtihad,
especially forMuhammadiyah people.
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
PERNYATAAN KEASLIAN...
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
TABEL TRANSLITERASI ...
v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xiii
BAB I :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...
1
B. Rumusan Masalah ...
8
C. Tujuan Penelitian...
9
D. Kegunaan Penelitian...
9
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 12
G. Metode Penelitian... 14
H. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II :
BIOGRAFI K.H MAS MANSYUR
A. Latar Belakang keluarga ... 20
B. Latar Belakang Pendidikan ... 22
(9)
BAB III :
SEJARAH LAHIRNYA MAJELIS TARJIH
MUHAMMADIYAH PADA MASA K.H. MAS MANSYUR
A. Faktor yang Melatar Belakangi Lahirnya Majelis Tarjih ... 37
B. Tokoh yang berpengaruh dalam Majelis Tarjih ... 45
C. Tugas dan Wewenang Majelis Tarjih... 47
C. Visi dan Misi Majelis Tarjih... 49
BAB IV :
KEBIJAKAN K.H. MAS MANSYUR DALAM MAJELIS
TARJIH TAHUN 1928-1946
A. Penetapan Manhaj Tarjih Pada Masa K.H. Mas Masnyur .... 51
B. Munas Tarjih Pada Masa K.H. Mas Mansyur... 60
BAB V :
PENUTUP
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persyarikatan Muhammadiyah yang berdiri tahun 8 Dzulhijjah
1330 H/18 November 1912 yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan.
K.H. Ahmad Dahlan adalah pegawai Kesultanan Keraton Yogyakarta,
Khatib sekaligus pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku, dan penuh amalan-amalan yang bersifat
mistik, dia tergerak untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Beliau banyak
memberikan pengertian keagamaan di rumahnya, ditengah kesibukan
sebagai khatib dan pedagang baik.
1Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi sosial yang concern
dalam gerakan sosial, dakwah, dan gerakan pembaharun.
2Pada awalnya,
pendiri organisasi ini tidak menunjukkan jati diri kepada Muhammadiyah
sebagai gerakan pembaharuan. Namun, para penulis sejarah memberikan
predikat tersebut.
3Guna membuktikan jati diri sebagai gerakan
pembaharuan, Muhammadiyah telah berusaha untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul pada masa sekarang disoroti dari
perspektif Islam, termasuk yang menyangkut bidang hukumnya. Disadari
bahwa berbagai bidang fiqih telah muncul pada masyarakat indonesia ini.
1Adi Nugraha, Biografi Singkat 1869-1923 K.H. Ahmad Dahlan (Jogjakarta: Katalog Dalam Terbitan, 2009), 52.
2
Mustafa Kamal, et al., Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam(Yogyakarta: Persatuan, 1988), 48-49.
3
(11)
Seiring dengan itu pula, Muhammadiyah telah berupaya untuk
menyelesaikannya.
4Berkat kepribadian dan kemampuan
K.H. Ahmad
Dahlan
memimpin organisasinya, maka dalam waktu singkat organisasi itu
mengalami perkembangan pesat sehingga tidak lagi dibatasi pada residensi
Yogyakarta, melainkan meluas ke seluruh Jawa dan menjelang tahun 1930
telah masuk ke pulau-pulau di luar Jawa. Islam sebagai agama terakhir,
tidaklah memisahkan masalah rohani dan persoalan dunia, tetapi
mencakup kedua segi ini. Sehingga Islam yang memancar ke dalam
berbagai aspek kehidupan tetaplah merupakan satu kesatuan suatu
keutuhan. Pembaharuan Islam sebagai satu kesatuan inilah yang
ditampilkan Muhammadiyah itu sendiri, sehingga dalam perkembangan
sekarang ini Muhammadiyah menampakkan diri sebagai pengembangan
dari pemikiran perluasan gerakan-gerakan yang dilahirkan oleh KH.
Ahmad Dahlan sebagai karya amal shaleh.
5Sekarang ini usaha pembaharuan Muhammadiyah secara ringkas
dapat dibagi kedalam tiga bidang garapan, yaitu: bidang keagamaan,
pendidikan, dan kemasyarakatan.
6Untuk menyelesaikan masalah-masalah
kontemporer, organisasi ini berpendapat bahwa peranan akal manusia
menjadi penting artinya dalam memahami berbagai ketentuan yang
4
M. Nur Yasin, et al.,Istibanth Jurnal Hukum Ekonomi Islam(Mataram: IAIN Mataram, 2004), 24.
5
M. Yusron Asrofie,K.H.A. Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya, (Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983), 57.
6Wikipedia, “Sejarah Majelis Tarjih”, dalam
(12)
bermaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bagi Muhammadiyah, ijtihad itu
bukan saja perlu, tetapi juga harus dilakukan dalam menghadapi
masalah-masalah kontemporer. Dalam perilaku keagamaan, khususnya di daerah
pedalaman masih kental dengan budaya sinkritisme, yakni percampuran
dari berbagai unsur nilai agama. Lebih-lebih ada sebagian masyarakat
yang masih memistikan sesuatu (tahayyul dan khurafat) yang dianggap
memiliki kekuatan supranatural, diantaranya seperti : Pemujaan arwah
nenek moyang, benda-benda keramat, berbagai macam upacara dan
selamatan, seperti waktu-waktu tertentu pada saat hamil, waktu lepas
pusar, khitanan, dan kematian, upacara dan doa yang diadakan pada hari
ke-3, ke-5, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 setelah meninggal dan lain
sebagainya. Disamping itu, sebagian umat Islam juga sering
menambah-nambahi dalam masalah ibadah
atau yang disebut bid’ah yakni praktek
keagamaan yang tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah
diantaranya
seperti
membaca
doa
Qunut.
Menurut
pandangan
Muhammadiyah Qunut itu tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Keyakinan inilah yang membuat Muhammadiyah benar-benar
tertantang untuk melakukan pemahaman keagamaan yang lurus dan dan
benar sesuai doktrin Islam yang sesungguhnya.
Menyadari akan hal itu sejak awal berdirinya, Muhammadiyah
telah melakukan ijtihad kolektif (ijtihad
jama’iy). Tugas ini sudah diemban
oleh suatu lembaga yang bernama Majelis Tarjih.
77
(13)
Majlis Tarjih Muhammadiyah lahir sebagai hasil keputusan
Kongres ke-16 organisasi ini di Pekalongan pada tahun 1927 pada periode
kepengurusan K.H. Ibrahim (1878-1934) yang menjadi Ketua
Hoofdbestuur Muhammadiyah kedua sesudah K.H. Ahmad Dahlan
(1868-1923). Dalam kongres tersebut dibicarakan usul Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, agar dalam persyarikatan itu diadakan Majlis Tasyri’,
Majlis Tanfidz dan Majlis Taftisy. Usul yang diajukan Pimpinan Pusat
tersebut semula berasal dari dan atas inisiatif seseorang tokoh ulama
Muhammadiyah terkemuka, K.H. Mas Mansur (1896-1946) yang waktu
itu menjadi Konsul Hoofdbastoor Muhammadiyah Daerah Surabaya. Ide
tersebut sebelumnya telah berkembang di Surabaya dalam Kongres ke-15
tahun 1926.
Dalam kongres Pekalongan tersebut, usul pembentukan ketiga
majelis tersebut diterima secara aklamasi oleh para peserta, dengan
mengganti istilah Majlis Tasyri’ menjadi Majlis Tajrih, dan
sejak itulah
berdirinya Majlis Tajrih.
8Majelis Tarjih sendiri merupakan lembaga yang ditugasi untuk
merumuskan dasar teologi Muhammadiyah. Perannya adalah untuk
menafsirkan kerangka ideologi alternatif. Karenanya, setiap ide atau teori
yang disetujui oleh lembaga ini, dapat berfungsi sebagai justifikasi logis
atau filosofis bagi program-program Muhammadiyah.
98Wikipedia, “Sejarah Majelis Tarjih”, dalam
http://tarjihmuhammadiyah.wikia.com/wiki/sejarah_majelis_tarjih (04Mei 2017) 9
(14)
Gagasan terbentuknya Majelis Tarjih Muhammadiyah tidak bisa
lepas dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan
demikian, bisa dikatakan bahwa kelahiran Majelis Tarjih tidak lepas dari
suatu masalah yang mengitarinya. Karena kelahiran yang sebenarnya
dimaksudkan ialah untuk memenuhi kebutuhan warga Muhammadiyah
yang hidup di tengah-tengah perubahan sebagai akibat dari perkembangan
Muhammadiyah itu sendiri.
Dari faktor internal terkait dengan dinamika perkembangan
Muhammadiyah. Dan yang dimaksud dengan dinamika disini ialah
perkembangan kuantitas dan kualitas warga Muhammadiyah yang sangat
beragam latar belakangnya dan daerahnya. Hal itu terjadi sebagai
konsekuensi dari perkembangan Muhammadiyah itu sendiri dari tahun ke
tahun sejak didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun
1330 H. Muhammadiyah telah berkembang tidak hanya di Yogyakarta dan
sekitarnya tetapi telah berkembang hampir di seluruh pulau Jawa dan luar
Jawa.
10Dan hal yang menjadi faktor eksternalnya sendiri ialah dari
dinamika-dinamika diluar Muhammadiyah yang sedikit banyak memberi
pengaruh terhadap warga Muhammadiyah. Dinamika tersebut ialah
fenomena perdebatan atau perselisihan masalah keagamaan, khususnya
masalah khilafiyah. Pada tahun-tahun tersebut persoalan khilafiyah
memang sering menimbulkan problem tersendiri bagi umat Islam.
10
(15)
Persoalan fiqh dianggap sebagai persoalan yang serius dalam hal agama.
Selain faktor agama yang mendorong perlunya untuk dibentuk Majelis
Tarjih ialah kehadiran Ahmadiyah. Sehingga Muhammadiyah dianggap
perlu untuk melakukan usaha khusus yang mempelajari masalah ini.
Tarjih sebagai salah satu metode penetapan hukum dalam Islam,
merupakan bagian upaya Muhammadiyah untuk menghindari taklid buta
terhadap salah satu madzhab. Pada masa awal pembentukannya, kegiatan
tarjih dalam Majelis Tarjih dilakukan dengan jalan membahas,
menimbang, dan menetapkan pendapat mana yang dianggap kuat (arjah)
untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah.
Dalam perkembangan selanjutnya, Majelis Tarjih tidak sekedar
mentarjihkan masalah-masalah Khilafiyah, tetapi juga mengarah pada
persoalan-persoalan baru yang belum pernah dibahas sebelumnya. Sejak
didirikannya pada tahun 1928 sampai sekarang, tugas Majelis Tarjih ini
mengalami perkembangan dan perubahan.
11Ijtihad dalam masalah-masalah kontemporer tidaklah mudah.
Meskipun terdapat banyak kemudahan yang dapat digunakan dalam ijtihad
kolektif, kualitas anggota yang berijtihad tetapi dituntut untuk
ditingkatkan. Paling tidak, setiap peserta ijtihad kolektif memiliki
kualifikasi yang memadai dalam bidangnya masing-masing. Melalui
Qa’idah Lajnah Tarjih, Muhammadiyah telah menetapkan persyaratan
bagi peserta musyawarah tarjih dan lajnah tarjih. Secara umum, dalam
11
(16)
pasal 4 ayat 1 Qa’idah Lajnah Tarjih disebutkan bahwa kualifikasi anggota
Tarjih adalah “Ulama (laki-laki/perempuan) anggota persyarikatan yang
mempunyai kemampuan bertarjih.
Dalam upaya pembaharun di bidang hukum Islam. Majelis Tarjih
Muhammadiyah telah mempunyai pokok-pokok manhaj (metode) yang
mencerminkan kemandirian Muhammadiyah dengan diktumnya dalam
butir ke-3 yang menyatakan “tidak mengikatkan diri kepada suatu
madzhab, tetapi pendapat-pendapat imam-imam madzhab dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, sepanjang sesuai dengan
jiwa al-Qur’an dan al-Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
12Metode yang yang digunakan dalam Majelis Tarjih:
1.
Al-Ijtihad Al-Bayani
132.
Al-Ijtihad Al-Qiyasi
143.
Al-Ijtihad Al-Istishlahi
15Selain Manhaj Tarjih bekmakna metodologi dalam melaksanakan
Tarjih. Manhaj Tarjih juga mengandung pengertian sebagai
sumber-sumber pengambilan norma agama. Sumber agama yaitu Al-Qur’an dan
12
Ibid., 33. 13
Metode dengan menyelesaikan kasus baruyang kasusnya telah terdapat dalam nash Al-Qur’an
dan Hadits. Fathurrahman Djamil,Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah(Jakarta: Logos, 1995), 78.
14
Metode dengan menyelsaikan kasus baru, dengan cara menganalogikannya dengan kasus yang hukumnya telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits. Ibid., 78.
15
Metode dengan menyelesaikan beberapa kasus baru yang terdapat dalam kedua sumber hukum (Bayani dan Qiyasi) dengan cara menggunakan penalaran yang didasarkan atas kemaslahatan. Ibid., 78.
(17)
As-Sunnah
yang
dijelaskan
dalam
beberapa
dokumen
resmi
Muhammadiyah, antara lain:
1. Pasal 4 ayat (1) Anggran Dasar Muhammadiyah yang telah dikutip di
atas yang menyatakan bahwa gerakan Muhammadiyah bersumber
kepada dua sumber tersebut.
162.
Putusan Tarjih Jakarta 2000 Bab II angka 1 menegaskan, “Sumber
ajaran Islam adalah al-Quran dan Al-Sunnah al-Maqb
u
lah.”
Tentu dengan dibentuk suatu lembaga ini pasti terdapat maksud dan
tujuan serta visi misi yang terbaik untuk kedepannya, terutama untuk
kemaslahatan umat Islam di Indonesia dalam hal-hal keagamaan dengan
menggunakan tiga jenis ijtihad yaitu Ijtihad bayani (penjelasan terhadap
teks-teks agama), ijtihad qiyasiy (metode analogi), dan ijtihad istishlahiy
(metode istislah atau kepentingan umum). Untuk itu penulis mengangkat
judul
“Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada M
asa K. H. Mas Mansyur
Tahun 1928-1946
”
.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas diperlukan batasan agar pembahasan tidak
melebar, untuk itu diperlukan rumusan masalah yang menjadi pertanyaan
sebagai berikut
:
1. Bagaimana Biografi K.H. Mas Mansyur?
16D_Wawan, “Sejarah Berdirinya Majelis tarjih”, dalam
(18)
2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Majelis Tarjih Muhammadiyah pada
Masa K.H. Mas MansyurTahun 1928-1946?
3. Bagaimana Kebijakan K.H Mas Mansyur Dalam Majelis Tarjih Tahun
1928-1946?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui Biografi K.H. Mas Mansyur.
2. Untuk mengetahui Sejarah Lahirnya Majelis Tarjih Muhammadiyah
pada Masa K.H. Mas Mansyur Tahun 1928-1946.
3. Untuk mengetahui Kebijakan K.H Mas Mansyur Dalam Majelis
Tarjih Tahun 1928-1946.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut :
1. Bahan informasi ilmiah bagi kalangan akademik, terutama terkait
dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada Masa K.H. Mas Mansyur
Tahun 1928-1946.
2. Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi masyarakaat
luas tentang Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada Masa K.H. Mas
Mansyur Tahun 1928-1946.
3. Sebagai bahan kajian bagi penelitian yang objek kajiannya berkaitan
dengan peneliti dan dapat menambah khasanah kepustakaan.
(19)
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan dan kerangka teoritik adalah satu elemen penting yang
wajib dimiliki dalam setiap penulisan penelitian.
Seperti yang
dikemukakan Sartono Kartodirjo bahwa pemaknaan atau penggambaran
mengenai suatu persitiwa sangatlah tergantung pada pendekatan, yang
mempunyai arti dari segi mana kita memandangnya, dan lain sebagainya.
Hasil interpretasi akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang
dipakai.
17Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan historis. Penelitian
sejarah tidak hanya sekedar mengungkapkan kronologis kisah semata,
tetapi juga menggambarkan tentang bagaimana peristiwa masa lampau
terjadi.
18Dengan pendekatan historis ini penulis dapat menjelaskan
bagaimana latar belakang sejarah lahirnya Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis juga menggunakan
bantuan dari beberapa kerangka teori. Teori mempunyai arti sama dengan
kerangka refrensi atau skema pemikiran, dengan pengertian lain adalah
merupkan suatu perangkat kaidah yang menuntun sejarawan dalam
melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga mengevaluasi
penemuannya.
19Teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam
memecahkan masalah penelitian.
17
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 4.
18
Ibid., 132. 19
(20)
Untuk menganalisis Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Masa
K.H. Mas Mansyur 1928-1946, penulis menggunakan
teori siklus
peradaban
yang diprakarsai oleh Ibnu Khaldun. Dalam teori ini terdapat
teori gerak sejarah dan Ibnu Khaldun menyatakan bahwa perkembangan
sejarah manusia digambarkan dalam tiga gerak. Yakni pola gerak lurus
(linier), pola gerak dalam daur kultur (siklus), dan gerak acak.
20Selain itu untuk menganalisis peran Majelis Tarjih Muhammadiyah
Pada Masa K.H. Mas Mansyur 1928-1946 digunakan pula teori
penunjangnya. Teori yang penulis gunakan ialah teori
peranan (role)
,
merupakan proses dinamis kedudukan (status). Jika seseorang telah
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka
dapat disebut dia telah berhasil menjalankan suatu peran. Levinson
mengatakan peranan mencakup tiga hal diantaranya:
211. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.
20
Biyanto,Teori Siklus Peradaban Ibnu Khaldun(Yogyakarta: LPAM, 2014), 16. 21
(21)
Selanjutnya dikatakan bahwa didalam peranan terdapat dua macam
harapan.
Pertama
, harapan-harapan dari masyarakat terdapat pemegang
peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.
Kedua¸
pemegang
peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajibannya. Dengan teori
ini diharapkan dapat dianalisis Sejarah dan Perkembangan Majelis Tarjih
Muhammadiyah pada masa K.H Mas Mansyur Tahun 1928-1946.
F. Penelitian Terdahulu
Setelah penulis melakukan kajian pustaka, dengan mencari naskah
hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan penulis teliti. Penulis menemukan beberapa
penelitian terdahulu yaitu tentang :
1. Skripsi dengan judul, (2014). Perjuangan K.H. Mas Mansyur Pada
Masa Pergerakan Nasional Indonesia 1915-1945. Yang ditulis oleh
Adnan Rafsanjani, Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan
Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang perjuangan K.H.
Mas Mansyur pada masa Pergerakan Nasional Indonesia 1915-1945.
2. Skripsi dengan judul, (1990) Majelis Tarjih Muhammadiyah Sebuah
Kajian Tentang Kelahiran dan Perkembangan (1927-1989). Yang
ditulis oleh Siti Jamhariyah, mahasiswi Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang Situasi dan
(22)
kondisi umat Islam menjelang lahirnya majelis Tarjih, baik situasi
keagamaan, situasi sosial budaya dan politik, dan juga keadaan
organisasi Muhammadiyah. Langkah-langkah Muhammadiyah dalam
menetapkan hukum, dasar-dasar yang dipakai Muhammadiyah dalam
menetapkan hukum, dan juga sumbagsih Majelis Tarjih terhadap
Perkembangan hukum di Indonesia. Majelis Tarjih dari masa ke masa,
dari awal berdirinya sampai perkembangannya hingga sekarang.
3. Skripsi dengan judul, (2014) Peranan K.H. Mas Mansyur Dalam
Perkembangan Muhammadiyah (1937-1942). Yang ditulis oleh Fitri
Apriliyanti (1000908), Mahasiswi Program Studi Departemen
Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Skripsi ini membahas
tentang Peranan K.H. Mas Mansyur dalam Perkembangan
Muhammadiyah selama 5 tahun.
4. Skripsi dengan judul, (2013). Studi Komparatif Fatwa Majelis Tarjih
Muhammadiyah dan Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama Tentang
Istinbath Hukum Merokok. Yang ditulis oleh Aba Doni Abdulloh
(100009037), Mahasiswa Program Studi Muamalah, Fakultas Agama
Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi ini membahas
tentang Hukum-hukum merokok dalam majelis tarjih dan bahtusl
masa’il Nahdlatul Ulama.
Dalam penelitian sebelumnya sama-sama melakukan penelitian
tentang Tarjih dan Muhammadiyah. Namun bentuk kajian yang menjadi
(23)
dasar perbedaan dasarnya, yakni dalam penelitian ini penulis
memfokuskan pada lembaga yang didirikan oleh K.H. Mas Mansyur yaitu
Majelis Tarjih suatu metode atau lembaga yang dijadikan oleh
Muhammadiyah untuk penetapan suatu hukum dalam Islam pada masa
K.H. Mas Mansyur 1928-1946.
G. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu pendekatan umum yang digunakan untuk
mengkaji topik penelitian.
22Sedangkan penelitian merupakan suatu bentuk
kegiatan untuk mencari data, kemudian merumuskan sebuah permasalahan
yang ada lalu mencoba untuk menganalisis hingga pada akhirnya sampai
pada penyusunan laporan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis,
yaitu proses menguji dan menganalisis secara mendalam setiap rekaman
peristiwa masa lampau berdasarkan data yang telah diperoleh.
23Adapun
langkah-langkah dalam metode historis ialah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data (Heuristik)
24Pengumpulan data atau heuristik adalah suatu teknik yang dilakukan
oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau
jejak sejarah.
25Adapun sumber-sumber data penelitian diperoleh dari :
a. Sumber Primer
22
Dedy Mulyana,Metodologi Penelitian Kualitatif(Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2002), 145. 23
Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah,Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1985), 32. 24
Juliansyah Noor,Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. (Jakarta: Kencana, 2011), 138.
25
(24)
Sumber yang disampaikan langsung oleh saksi mata. Hal ini dalam
bentuk dikumen, misalkan catatan rapat, daftar anggota organisasi,
dan arsip-arsip laporan pemerintah atau organisasi massa.
26Seperti: Arsip SK tentang pengangkatan K.H. Mas Mansyur
menjadi pahlawan nasional.
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah Sumber yang tidak disampaikan langsung
oleh saksi mata. Dalam memperoleh sumber sekunder Penulis juga
mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan
penelitian kepustakaan (
Library Research
) dengan merujuk kepada
sumber-sumber yang berhubungan dengan judul dalam skripsi ini.
Misalkan :
1) Tulisan-tulisan terkait sejarah mengenai majelis tarjih yang
terdapat diberbagai media cetak maupun elektronik.
2) Buku-buku
yang membahas
mengenai majelis tarjih,
diantaranya:
a) Amir Hamzah Wirjosukarto,
Mutu Menikam Kumpulan
Buah Pikiran Kjahi Hadji Mas Mansur 1896-1946
.
Surabaja: Penjebar Ilmu & Al-Ihsan. 1968.
b) Syaifullah,
KH. Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur
,
Surabaya: Hikmah Press, 2005.
26
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011) 105.
(25)
c) M. Nur Yasin, et al,
Istibanth Jurnal Hukum Ekonomi
Islam,
Mataram: IAIN Mataram, 2004.
d) Amir Hamzah Wiryosukarto,
Kyai Haji Mansur:
Kumpulan Karangan Tersebar,
Surabaya: Persatuan,
1992.
e) Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
f) Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kotamadya Malang.
g) Suwarno,
Lima
Tokoh
Pahlawan
Nasional
dari
Muhammadiyah di Indonesia
, Sosiohumanika 1 (2), 2008.
2. Verifikasi (kritik sumber)
Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategori sudah terkumpul,
tahap berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik
untuk keabsahan sumber. Dalam hal ini yang perlu diuji adalah
keabsahan keaslian sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan
intern.
27Adapun perbedaan kritik intern dan ekstern adalah sebagai
berikut:
a. Kritik Ektern
Kritik ektern digunakan untuk keaslihan suatu sumber
sejarah dengan melihat sisi luarnya. Adapaun dalam skripsi ini
27
(26)
penulis melakukan kritik ekstern terhadap beberapa sumber berupa
dokumen-dokumen yang mendukung.
b. Kritik Intern
Kritik ini digunakan untuk menentukan apabila suatu
sumber dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya atau
tidak.
28Adapun kritik intern penulis terapkan dalam skripsi ini
setelah sumber-sumber sejarah telah dianalisis dengan kritik
ektern, maka dianalisis lagi dengan kritik intern. Dengan cara
membandingkan beberapa sumber yang telah diperoleh dengan
sumber yang lainnya. Dengan tujuan ini agar dapat diketahui
bahwa isi sumber dapat dipercaya.
3. Interpretasi
Tahap berikutnya adalah interpretasi, perhatian utama
dalam hal ini adalah untuk menetapkan bahwa sumber yang
penulis
gunakan
ini
reliabel.
Apakah
sumber
tersebut
mencerminkan realitas historis, serta beberapa reliabelkah
informasi yang terkandung didalamnya, informasi yang terdapat
dalam sumber tersebut dibandingkan dengan buku-buku yang
lain.
294. Historiografi
28
Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta: Pertahanan dan Keamanan Pres, 1992), 21.
29
(27)
Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi
disini ialah merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.
30Dalam langkah ini penulis dituntut untuk menyajikan
dengan bahasa yang baik, yang dapat di pahami oleh orang lain
dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah.
Penulisan hasil penelitian sejarah ini memberikan gambaran yang
jelas mengenai proses sejak awal penelitian samai dengan
kesimpulan terakhir. Berdasarkan penulisan sejarah itu pula akan
dapat dinilai apakah penelitiannya berlangsung sesuai dengan
prosedur yang digunakan.
31H. Sistematika Pembahasan
Untuk Memudahkan dan pemahaman, pembahasan penelitian
dibagi menjadi beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut :
Bab Pertama, Merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya
mencakup beberapa hal, mengenai latar belakang serta diuraikan ruang
lingkup dan rumusan masalah pembahasan. Tujuan dan manfaat
penelitian. Kegunaan penelitian. Pendekatan dan kerangka teoritik,
Tinjauan penelitian terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan skripsi
penulis. Metode penelitian untuk mencapai tingkat validitas menggunakan
beberapa metode. Sistematika pembahasan guna menjelaskan gambaran
30
Abdurrahman,Metodologi Penelitian Sejarah Islam,116-117. 31
(28)
alur penulisan dalam penelitian ini. terakhir daftar pustaka sebagai
bahan-bahan rujukan dalam penulisan skripsi.
Bab kedua, pada bab ini membahas tentang Biografi K. H. Mas
Mansyur, latar belakang keluarga K.H. Mas Mansyur, latar belakang
pendidikan K.H. Mas Mansyur, Karir dan Karya K.H. Mas Mansyur
selama menjabat sebagai ketua pertama Majelis Tarjih Muhammadiyah
tahun 1928-1946.
Bab ketiga menguraikan tentang sejarah lahirnya Majelis Tarjih
Muhammadiyah, Faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya Majelis
Tarjih Muhammadiyah, Tokoh yang berpengaruh dalam Majelis Tarjih
Muhammadiyah, Tugas dan Wewenang Majelis Tarjih, Visi dan Misi
Majelis Tarjih.
Bab keempat, pada bab ini menjelaskan tentang kebijakan K.H.
Mas Mansyur dalam Majelis Tarjih, Penetapan Manhaj Tarjih dan Munas
Tarjih pada masa K.H. Mas Mansyur 1928-1946.
Bab kelima penutup, yang memuat kesimpulan dan saran yaitu
berupa kesimpulan dari hasil penelitian yang merupakan jawaban dari
masalah yang ada.
(29)
BAB II
BIOGRAFI K.H. MAS MANSYUR
A. Latar Belakang Keluarga
K.H. Mas Mansyur dilahirkan pada hari Kamis malam tanggal 25
Juni 1896 M di Surabaya, tepatnya di kampung Sawahan. Kampung ini
sekarang bernama kampung Kalimas Udik III. Ibunya bernama Raudlah,
seorang wanita kaya yang berasal dari pesantren Sidoresmo, Wonokromo,
Surabaya. Ia keturunan Sagipudin yang terkenal kaya raya. Ayah K.H.
Mas Mansyur bernama K.H. Mas Ahmad Marzuki, seorang pioner Islam,
ahli agama yang terkenal di Jawa Timur, ia berasal dari keturunan
bangsawan Astatinggi Sumenep Madura. Semasa hidupnya ia terkenal
sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Agung Ampel Surabaya.
1Mas Mansyur adalah putra ke-15 dari 31 (tiga puluh satu)
bersaudara. K.H. Mas Ahmad Marzuqi mempunyai 5 orang istri. Dari istri
pertama yaitu Raudlah ibu K.H. Mas Mansyur beliau dikaruniai 17 (tujuh
belas) orang putra termasuk K.H. Mas Mansyur. Dari istri kedua Hj.
Rahmah dikaruniai seorang putri bernama Maryam. Dari istri ketiga
Aminah Peneleh dikaruniai seorang putra bernama Shomad. Dari istri
keempat Aminah Jumur beliau dikaruniai 9 (sembilan) orang anak yaitu
Ulfah, Roqiyah, Gholib, Mi
’an, Anwar, Abdul Muaz, Muzannah,
1
Siti Maimunah, “K.H. Mas Mansyur Biografi dan Pemikirannya tentang 12 Langkah Muhammadiyah” (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1995), 13.
(30)
Manshuf, dan Munayyah. Dan dari istri kelima beliau dikaruniai 3 (tiga)
orang anak yaitu Amluk Sufyah, Ajib, Mujibah.
2Ibu K.H. Mas Mansyur, Raudlah ialah putri ke-6 dari 14 saudara
dari cucu H. Abdul Latief Sagipudin yang terkenal dengan sebutan Gipo.
Gipo sangat terkenal dengan kekayaannya dan salah satu yang diwakafkan
beliau adalah tanah kuburan yang terletak dibelakang Masjid Sunan
Ampel, yang dikenal dengan kuburan Gipo. Itulah sebabnya ada yang
mengatakan bahwa K.H. Mas Mansyur masih ada hubungan darah dengan
salah satu penyebar Islam di Jawa. Di perkuburan Gipo ini, Almarhum
K.H. Mas Mansyur dan putranya Aunurrofiq Mansyur dimakamkan. Dari
silsilah Sagipudin atau Gipo ini, ibu K.H. Mas Mansyur termasuk
keturunan campuran Minagkabau, Surabaya, dan Bugis.
Dari silsilah ibu, K.H. Mas Mansyur adalah keturunan keluarga
bangsawan, sedangkan dari pihak ayah beliau keturunan orang yang
terpandang dan dihormati di masyarakat. K.H. Mas Mansyur mewarisi
sifat-sifat dan karakter dan nama ayahnya K.H. Mas Ahmad Marzuqi,
merupakan sebutan dan identitas dari keturunan ulama besar di daerah
tempat kelahiran saat itu.
3Dari kedua silsilah ayah dan ibu beliau, yang keduanya berasal dari
keturunan bangsawan, ulama dan dari keluarga muslim yang taat, sehingga
tidak mustahil jika K.H. Mas Mansyur menjadi ulama yang mempunyai
ilmu yang luas dan berpandangan moderat.
2
Syaifullah,K.H. Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur(Surabaya: Hikmah Press, 2005), 1. 3
(31)
Pada usia kanak-kanak, K.H. Mas Mansyur sudah menunjukkan
tanda-tanda akan menjadi pemimpin besar. Ia nampak paling rajin dalam
pergaulan dengan semua teman sebayanya. Selalu menepati janji, teratur
kata-katanya, hemat dan bijaksana. Meskipun pergaulan dilingkungan
sekitarnya banyak sekali godaan dan cobaan berbahaya, namun K.H. Mas
Mansyur tetap pada pendiriannya. Dengan menggunakan fikirannya K.H.
Mas Masnyur menempuh gelombang hidup yang ada disekitarnya.
Sehingga K.H. Mas Mansyur mengerti akan akibat perbuatan jahat.
Padahal tidak sedikit teman-teman sebayanya yang sudah masuk kedalam
jurang kemaksiatan seperti judi, mabuk-mabukan, perzinaan dan lain
sebagainya.
Ketika usia 20 tahun 1916 setahun setelah beliau pulang dari Timur
Tengah, K.H. Mas Mansyur menikah dengan Hj. Siti Zakiyah, putri dari
Haji Arif yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Dari pernikahannya
tersebut beliau dikaruniai 6 (enam) orang anak; 3 orang anak laki-laki dan
3 orang anak perempuan. Yaitu Nafiq, Aunurrofiq, Aminah, Muhammad
Nuh, Ibrahim, dan Lukluk. Semua anak perempuannya meninggal ketika
masih kecil: Nafi’ah, Aminah, Lukluk.
4B. Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan K.H. Mas Manysur diterima dari ayahnya yang di
Pesantren Sawahan, disini K.H. Mas Mansyur mulai belajar dan
mendalami ilmu agama, seperti ilmu Nahwu (tata bahasa arab) dan sharaf
4
(32)
(perubahan bentuk dan makna dari bahasa arab). Setelah berproses lama
dan belajar dasar-dasar ilmu agama yang banyak dari ayahnya, maka pada
tahun 1906 K.H. Mas Mansyur dikirim belajar ke Pesantren Kademangan
di Bangkalan Madura.
5Pada tahun 1908, ketika berusia 12 tahun, K.H. Mas Mansyur pergi
belajar ke Mekah bersama dengan K.H. Muhammad dan K.H. Wahab
Hasbullah, akan tetapi pada tahun 1910 timbul pergolakan politik di
wilayah Hijaz. Sehingga Syarif Husein memerintahkan kepada segenap
orang asing untuk segera menyingkir atau meninggalkan kota suci ini, agar
orang-orang asing tidak terlibat dalam sengketa politik yang terjadi di
Arab ketika itu.
6K.H. Mas Mansyur kemudian melanjutkan studinya ke Universitas
Al-Azhar di Kairo. Setelah beliau diterima di Universitas Al-Azhar,
kemudian beliau memilih belajar di Fakultas Al-Din (ilmu agama) yang di
dalamnya beliau mempelajari tentang
Ubudiyah dan Siyasatul Islamiyah.
Selama jadi mahasiswa disana K.H. Mas Mansyur tinggal bersama para
siswa lainnya yang juga berasal dari Melayu di ruang Al-Malayu, asrama
mahasiswa Melayu.
7Selama belajar disana K.H. Mas Mansyur pernah bertemu dengan
Syeikh Rasyid Ridho, seorang murid dari tokoh terkemuka agama Islam
Syeikh Muhammad Abduh. K.H. Mas Mansyur tidak ingin pulang ke
5Soebagijo I.N., K.H. Mas Mansyur Pembaharu Islam di Indonesia (Jakarta: Gunung Agung, 1982), 19.
6
Syaifullah,K.H. Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur,7. 7
Darul Aqsha,K.H. Mas Mansyur (1896-1946) Perjuangan dan Pemikirannya(Jakarta: Erlangga, 2005), 26-27.
(33)
tanah air dan lebih mendalami ilmu agama disana. Akan tetapi i’tikad baik
itu dilarang dan ditentang oleh ayahnya karena ayahnya berpendapat Kairo
(Ibu Kota Mesir, tempat Universitas Al-Azhar) merupakan tempat
maksiat. Akan tetapi K.H. Mas Mansyur tetap teguh dengan pendiriannya,
akibatnya selama setahun beliau tidak mendapat kiriman biaya hidup
dalam studinya di sana. Beliau hanya menunggu belas kasihan orang lain,
hidup seperti gelandangan dan tidur di Masjid. Bahkan beliau pernah
ditangkap oleh polisi karena diketahui membawa alat parut yang dikira itu
sebagai alat untuk membunuh manusia. Akan tetapi oleh kedutaan Belanda
dijelaskan apa adanya, dan akhirnya dari pihak polisi mengerti dan
membebaskan K.H. Mas Mansyur. Setelah mendengar kejadian tersebut
dari salah seorang famili yang pulang dari menunaikan ibadah haji disana
dan berkesempatan melihat K.H. Mas Mansyur bahwa beliau benar-benar
studi dengan kehidupan yang sangat memperihatinkan. Yang dengan
memberi secangkir teh untuk sebagai upah beliau menimba ilmu pada
seorang Syeh sebagai ganti biaya studinya. Akhirnya sejak saat itu K.H.
Mas Mansyur mendapat jatah kiriman lagi seperti waktu belajar di
Makah.
8Pada awal agustus tahun 1914 ketika Perang Dunia I pecah, Inggris
menguasai Mesir dan menyatakan perang kepada kesultanan Ottoman.
Dengan situasi seperti itu tidak mustahil mengganggu ketenangan para
pelajar disana termasuk K.H. Mas Mansyur termasuk juga bisa
8
(34)
mengancam keselamatan diri beliau jika tetap berada disana. Karena
alasan itu, kemudian pada tahun 1915 beliau meninggalkan Kairo dan
menuju Mekah dengan harapan bisa terus melanjutkan studinya, namun
situasinyapun tidak beda jauh dengan kota Kairo. Oleh karena itu, beliau
merasa tidak nyaman dengan kondisi yang sangat kacau. K.H. Mas
Mansyur segera meninggalkan Tanah Hijaz dan kembali ke tanah Jawa
pada tahun 1915.
9Sebelum pulang ke tanah air, jauh-jauh hari K.H. Mas Mansyur
sudah merencanakan untuk singgah ke Yogyakarta untuk terlebih dahulu
bersilaturrahmi kerumah K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)
untuk memperkenalkan diri.
K.H. Ahmad Dahlan bercerita banyak termasuk bercerita bahwa
beliau adalah sahabat baik dengan ayah K.H. Mas Mansyur yaitu Kyai
Ahmad Marzuqi. Ketika K.H. Ahmad Dahlan ada rapat atau pertemuan
dengan kyai-kyai beliau menginap dirumah Kyai Habib dan berbincang
banyak dengan Kyai Ahmad Marzuqi berdiskusi tentang masalah-masalah
agama. Ketika Kyai Ahmad Marzuqi pergi ke Yogyakarta beliau juga
menginap ditempat pertemuan di rumah Kyai Nur.
Pertemuan pertama K.H. Mas Mansyur dan K.H. Ahmad Dahlan
sangat singkat karena beliau harus cepat-cepat pulang ke Surabaya. Oleh
karena itu K.H. Ahmad Dahlan menyuruh K.H. Mas Mansyur untuk
datang lagi ke Yogyakarta dengan waktu yang lapang untuk
9
Adnan Rafsanjani, “Perjuangan K.H. Mas Mansyur Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia 1915-1945”, (Skripsi, UNY, Yogyakarta, 2014), 8.
(35)
mendiskusikan tujuan K.H. Ahmad Dahlan dalam memperbaiki keadaan
umat Islam dan bangsa Indonesia dari penajajahan waktu itu.
10C. Karir dan Karya K.H. Mas Mansyur
Sekembalinya dari Mesir, Mas Mansur menikah dengan Siti
Zakiyah yang memberinya enam anak, yakni: Nafiah, Ainurrafiq, Aminah,
Muhammad Nuh, Ibrahim dan Lukluk. Kemudian Mas Mansur banyak
terlibat dengan aktivitas dakwah dan kebangsaan.
11Pada tahun 1921 K.H. Ahmad Dahlan datang ke Surabaya untuk
mendatangi tabligh atau pengajian. Yang biasanya beliau menginap
ditempat penginapan, akan tetapi pada waktu itu beliau menginap di rumah
K.H. Mas Mansyur, setelah mengisi pengajian di Masjid Taqwa yang
letaknya tidak jauh dari rumah K.H. Mas Mansyur. Dalam pengajian
tersebut ikut serta pemuda Soekarno, yang nantinya akan menjadi Presiden
Republik Indonesia.
Setelah mengisi acara pengajian, K.H. Ahmad Dahlan dan K.H.
Mas Mansyur melakukan pembicaraan empat mata dirumah K.H. Mas
Mansyur. Dan dengan serius K.H. Ahmad Dahlan meminta kepada K.H.
Mas mansyur untuk masuk Muhammadiyah. Setelah semalam keduanya
berbincang, akhirnya keesokan harinya K.H. Mas Mansyur berikrar
menerima dan masuk pergerakan Islam Muhammadiyah.
10
Syaifullah,K.H. Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur,10-11. 11
Suwarno,Lima Tokoh Pahlawan Nasional dari Muhammadiyah di Indonesia(Sosiohumanika 1 (2): 2008), 320.
(36)
Dalam waktu tidak lama, kemudian beridirilah cabang
Muhammadiyah Surabaya dengan susunan pengurus, K.H. Mas Mansyur
sebagai ketua, yang dibantu oleh Haji Anshari Rawi, Haji Ali Ismail dan
Kyai Usman. Sepulang dari Surabaya K.H. Ahmad Dahlan bercerita
kepada teman-temannya di Yogyakarta bahwa sekarang sudah kita pegang
“Sapukawat Jawa Timur” yang dalam bahasa Jawa artinya “orang kuat
yang selalu berhasil dalam gerakan pembersihan”, yang dimaksud ialah
K.H. Mas Mansyur.
12Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya tahun
1921, selanjutnya pada tahun 1932-1937 K.H. Mas Mansyur merangkap
menjadi konsul Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk daerah Surabaya.
Dan puncak karir beliau ketika terpilih menjadi Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dalam dua periode (1937-1943).
13Untuk melaksanakan cita-cita dan hasrat hati K.H. Mas Mansyur,
mengangkat derajat dan martabat bangsa agar menjadi bangsa yang
tumbuh dan hidup bebas dalam dunia ini, K.H. Mas Mansyur bergabung
dalam Sarikat Islam (SI) yang pada waktu itu merupakan satu-satunya
gerakan Islam revolusioner yang dipimpin HOS Tjokroaminoto. Karena
keaktifan beliau akhirnya sebagian anggota Sarikat Islam menaruh harapan
12
Syaifullah,K.H. Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur,12. 13
Amir Hamzah Wirjosukarto, Rangkaian Mutu Manikam Kumpulan Buah Pikiran Kjahi Hadji Mas Mansur 1896-1946(Surabayaa: Penjebar Ilmu & Al-Ichsan, 1968), 1.
(37)
besar terhadapnya, sehingga beliau kemudian diangkat menjadi Penasihat
Pengurus Besar Sarikat Islam (SI).
14Seiring berjalannya waktu, K.H. Mas Mansyur juga pernah
menj
adi Pengurus Pergerakan Khilafat, Majelis Islam A’la Indonesia
(MIAI) sehingga tahun 1926 bersama HOS. Tjokroaminoto beliau diutus
mendatangi Kongres Dunia Islam di Makah sebagai wakil umat Islam
Indonesia. Dan berkat kecakapan dan keteguhan hatinya, Indonesia
mendapat penghargaan dari dunia luar.
15Atas inisiatif K.H. Mas Mansyur, berdirilah sebuah Madrasah
Mufidah dan Masjid Taqwa yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Beliau
menerapkan dengan sistem Mesir yang pada waktu itu termasuk paling
modern. K.H.
Mas Mansyur juga mendirikan “Jam’iyat Nahdlatul
Wathan” bersama
-sama Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah, yang pernah
sama-sama belajar di Timur Tengah akan tetapi lebih tiba dulu setahun
dari pada K.H. Mas Mansyur. Jam’iyat Nahdhatul Wathan ini bertujuan
untuk memperluas dan mempertinggi mutu pendidikan Madrasah yang
tertib dan teratur. Perkumpulan ini kemudian berkembang pesat
ditempat-tempat lain seperti: Wonokromo, Gresik, jagalan, Pacarkeling, dan
sebagainya sehingga mendapat pengakuan pemerintah pada tahun 1916.
1614
Ibid., 1. 15
Suwarno,Lima Tokoh Pahlawan Nasional dari Muhammadiyah di Indonesia,321. 16
(38)
Kemudian K.H. Mas Mansyur juga mendirikan sebuah
perkumpulan yang diberi nama dengan “Tasywirul Afkar” (bertukar
pikiran) yang mengdakan tabligh diberbagai tempat dan juga menerbitkan
surat kabar berbahasa Jawa, dengan huruf Arab Pegon yang bernama
Jinem, terbit sebulan dua kali. Huruf ini dipilih karena huruf ini yang
diperhatikan oleh kaum muslimin di Jawa. Kemudian diterbitkan juga
suara santri, yaitu majalah bulanan yang juga berhuruf pegon. Majalah
yang selaras dengan pada waktu itu, disaat kaum muslimin pada umumnya
masih memegang teguh dan merasa senang dengan kata santri.
17K.H. Mas Mansyur juga menjadi pembantu majalah “Siaran” dan
“Kentongan” di Surabaya, “Penganjur” dan “Islam bergerak” di
Yogyakarta, “Panji Islam” dan “Pedoman Masyarakat” di Medan, serta
majalah “Adil” di Solo.
Waktu masih muda K.H. Mas Mansyur sering memberikan
ceramah-ceramah dalam waktu tertentu kepada anggota Cabang
Muhammadiyah di Surabaya dalam masalah tauhid dan syirik. Ceramah
tersebut dibantu oleh percetakan “Peneleh”. Yang dapat dibukukan pada
jaman penjajahan dulu dan diterbitkan kedua kalinya pada akhir tahun
1949 dan dicetak ulang pada tahun 1970.
Tulisan-tulisan K.H. Mas Mansyur sampai kini sulit didapat atau
ditemukan karena buku tulisan beliau termasuk literatur dalam
17
(39)
perpustakaan pribadi almarhum, dokumen-dokumen penting dan rencong
dari Aceh, pemberian tanda mata dari sahabatnya, semua itu digledah dan
disita tentara NICA (Netherlands Indische Civil Administration),
pemerintah sementara Hindia Belanda, yang dipelopori oleh
penghianat-penghianat asing.
18Selain memimpin gerakan Islam Muhammadiyah dan menjadi
pengurus organisasi politik, K.H. Mas Mansyur juga berjuang lewat
gelanggang persurat kabaran. Beliau menggunakan lembaran majalah
sebagai terompet membangkitkan semangat umat Islam. Sehingga beliau
kehilangan banyak waktu dan sering meminta tolong kepada muridnya
sebagai penulis, dan setelah diperiksa barulah boleh untuk diterbitkan.
Beberapa muridnya yang sempat menulis pikiran-pikriannya ialah Anwar
Rasyid (Putra Buya AR. Sutan Mansyur), M. Arsyad Al-Donggalawi,
Abdul Mu’in Ampany, A. Karim DP, Haji Abdul malik Karim Amrullah
(HAMKA), Prof. Dr. Ma’ruf, Ibrahim As
-Sanusi dan lain-lain. Yang
semua itu dirangkum dalam buku “Rangkaian Mutu Manikam drai Kyai
Haji Mas Mansyur”.
Pada tahun 1926 K.H. Mas Mansyur diangkat menjadi Ketua
Muktamar al-Alam al-
Islam Far’ul Hindisy Syarqiyah (MAIHS) atau
Kongres Dunia Islam Hindia Timur dengan Sekretaris Haji Agus Salim.
19Dalam Kongres Muhammadiyah ke-16 pada tahun 1927 di Pekalongan
18
Ibid., 16. 19
Wirjosukarto, Rangkaian Mutu Manikam Kumpulan Buah Pikiran Kjahi Hadji Mas Mansur 1896-1946,1.
(40)
beliau mengusulkan adanya lembaga majelis utama, dan akhirnya usul itu
diterima oleh peserta dan pimipinan Kongres dengan mana “ Majelis
Tarjih”, yang bertugas mempergiat dan memperdalam penyelidikan ilmu
agama Islam untuk mendapatkan kemurniannya.
20Sejak berdiri Cabang Muhammadiyah di Surabaya pada tahun
1921 beliau menjabat sebagai ketua, kemudian pada 1932-1937 beliau
menjadi Konsul Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk daerah Jawa
Timur. Dan pada tahun 1937-1943 menjadi Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dalam dua periode.
Pada 21 September 1937 bersama K.H. Ahmad Dahlan dan Kyai
Abdul Wahab Hasbullah berinisiatif dan mendirikan Federasi Islam MIAI
(Majelis Islam A’la Indonesia) yang terkadang federasi ini disebut dengan
Majelis Islam Tinggi atau Majelis Islam Luhur. Di federasi ini K.H. Mas
Mansyur menjadi bendahara dan sebagai anggota ialah K.H. Ahmad
Dahlan dan Kyai Abdul Wahab Hasbullah.
Pada tahun 1939 terbentuklah “Majelis Rakyat” yang disponsori
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan MIAI yang melancarkan tuntutan
“Indonesia Berparlemen”. Dalam majelis ini K.H. Mas Mansyur terpilih
menjadi ketua, akan tetapi karena beliau sudah menjabat sebagai Ketua
Pusat Muhammadiyah, akhirnya beliau menolak dan terpilihlah Mr.
Sartono.
20
(41)
Pada tanggal 7 Desember 1942, atas undangan Panglima Tentara
Jepang, sebanyak 32 Alim Ulama dari Jawa, diterima di Istana dan dijamu
di Hotel Des Indes, termasuk K.H. Mas Mansyur yang menjadi juru bicara
delegasi ulama tersebut.
Pada awal 1943 K.H. Mas Mansyur bersama keluarga pindah ke
Jakarta dan diangkatlah beliau sebagai wakil ketua dewan MIAI diubah
nama nya menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), K.H.
Mas Mansyur menjadi ketua I, dan karena itu beliau diberi tanggung jawab
sebagai pimpinan majalah Soeara Moeslimin Indonesia. Dalam Masyumi
peran beliau kurang begitu menonjol, dia jarang berbicara untuk umum
atas nama organisasi, justru yang sering tampil ialah ketua II Kyai Haji
Wachid Hasyim. Nama K.H. Mas Mansyur lebih sering dikaitkan dengan
“Poetra” (Pu
sat Tenaga Rakyat), sebuah organisasi yang juga didirikan
oleh Jepang di Jawa yang dipimpin Empat Serangkai yaitu Sukarno,
Mohammad Hatta, Ki hajar Dewantara dan Mas Mansyur.
21Pada saat penjajahan Jepang, belia banyak mendengar bahwa
keluarga yang dianiaya seperti HA. Fatah Yasin. Dan juga murid-murid
beliau seperti H. Dahlan Qohar. Dari situ K.H. Mas Mansyur merasa sakit
mendengar penganiayaan Jepang. Akibatnya beliau berani untuk melawan
pembesar-pembesar Jepang. Dengan demikian Jepang menganggap K.H.
Mas Mansyur sebagai orang yang berbahaya. Karena itu beliau mulai
diisolir dari rapat-rapat penting dan dijauhkan dari teman-temannya.
21(42)
Akibat dari semua itu beliau menderita sakit dan perlu istirahat. Bahkan
sampai masuk ke rumah sakit Salemba Jakarta sampai lebih kurang
sebulan.
Setelah penyakitnya sembuh, beliau dan keluarga kembali ke
Surabaya pada tanggal 9 November 1945. Sehari setelah itu terjadi
pertempuran rakyat Surabaya dengan Inggris dan Belanda (NICA) yang
membonceng tentara sekutu. Hari itu diabadikan sebagai hari pahlawan.
Pada saat itu K.H. Mas Mansyur masih ikut andil bahkan menggerakan
pemuda-pemuda Surabaya untuk terus berjuang mempertahankan
kemerdekaan. Beliau secara sembunyi-sembunyi mendatangi
tempat-tempat para kaum gerakan bawah tanah berkumpul dan membangkitkan
semangat perjuangan mereka.
22Belanda yang berhasil menduduki sebagian kota, dan mengadakan
tindak pengamanan, penggeledahan , razia yang razia itu juga beroperasi
di daerah Ampel wilayah K.H. Mas Mansyur tinggal. Akhirnya
berpuluh-puluh orang tua dan pemuda ditangkap bahkan dimasukkan ke penjara
Kalisosok, Kayoon, HBS Straat dan lain-lain. Termasuk K.H. Mas
Mansyur di tangkap dengan tuduhan sebagai mata-mata. Kemudian K.H.
Mas Mansyur di suruh untuk berpidato didepan corong AMACAB milik
sekutu dan mengajak rakyat untuk menghentikan perlawanan. Akan tetapi
permintaan itu ditolak tegas oleh K.H. Mas Mansyur dan beliau dilepaskan
dengan keadaan fisik yang lemah. Akan tetapi semangat beliau beliau
22(43)
belum surut dan untuk kedua kalinya beliau ditangkap dan dibawa ke RKZ
Darmo, Surabaya. Karena penyakitnya semakin parah akhirnya beliau
menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 25 April 1946.
23Dengan karir K.H. Mas Mansur yang gemilang, beliau termasuk di
antara sedikit dari tokoh pimpinan Muhammadiyah yang meninggalkan
karya
tulis.
Berbeda
dengan
K.H.
Ahmad
Dahlan,
pendiri
Muhammadiyah,
yang
lebih
dikenal
sebagai
man
of
action
sehingga tidak atau sangat sedikit meninggalkan tulisan, K.H. Mas Mansur
cukup produktif dalam menghasilkan tulisan meskipun belum dalam
format buku. Diantara karya-karyanya ialah:
1.
Kumpulan Karangan Tersebar
yang disunting oleh Amir Hamzah
Wiryosukarto dan diberi kata pengantar oleh Ahmad Syafii Maarif.
2. K.H. Mas Mansur menulis
12 Tafsir Langkah Muhammadiyah
.
Tulisan itu menjadi pedoman langkah Muhammadiyah tahun
1938-1940. Langkah ini timbul karena dalam organisasi sering timbul
kejenuhan, kebosanan, dan tidak semangat, Diantaranya adalah
sebagai berikut:
24a. Memperdalam masuknya iman, upayanya: mempertebal iman,
menjaga agar cahaya iman senantiasa cemerlang, sering
melakukan kebajikan, dan menghindarkan kemaksiatan.
23
Ibid., 24. 24
Wirjosukarto, Rangkaian Mutu Manikam Kumpulan Buah Pikiran Kjahi Hadji Mas Mansur 1896-1946, 59.
(44)
b. Memperluas paham agama, maksudnya hukum-hukum islam dapat
berubah-ubah dengan mengingat keadaan orang dan agama Islam
tidak mengikat paham yaitu Islam tidak terikat kepada mazhab.
Muhmmadiyah cenderung kepada tarjih (menurut hukum yang
kuat) muhammadiyah tidak menganut paham tertentu.
c. Memperbaiki budi pekerti (merealisasikan akhlak dalam
kehidapan sehari-hari), seperti contoh: takut kepada Allah SWT,
menepati janji, benar, rahmah (pengasih) dan maha mencintai.
d. Menuntun amalan intiqad (mengoreksi diri) yaitu diri sendiri,
teman, saran atau nasehat pada teman yang jauh dari Tuhan dan
juga organisasi.
e. Menguatkan persatuan/menegakkannya, yaitu Islam sebagai
agama yang satu perlu mempersatukan diri mereka.
f.
Menegakkan keadilan, yaitu menempatkan sesuatu pada tempat
posisinya masing-masing dalam menegakkan kedailan kadang kita
terjebak dalam nepotisme.
g. Melakukan kebijaksanaan (hikmah) atau ilmu lebih orientasi
kepada ilmu, kemampuan berpikir untuk mengambil suatu
keputusan, jangan pikirkan salah.
h. Menguatkan majlis tanwir, maksudnya sidang-sidang majlis
pertahun untuk menyelesaikan suatu masalah hasil-hasil majlis
harus dikomunikasikan dalam tiap tahunnya.
(45)
i.
Mengadakan konfrensi bagian, maksudnya setiap bidang
departemen majlis untuk mengadakan musyawarah.
j.
Mempermusyawarahkan putusan, maksudnya putusan-putusan
yang sudah diambil oleh pimpinan harus dimusyawarahkan untuk
dilaksanakan.
k. Mengawasi gerakan jalan, maksudnya mengadakan pengawasan
terhadap gerak jalan organisasi.
l.
Mempersambungkan gerakan luar, yaitu mengadakan koreksi
hubungan dengan organisasi di luar organisasi ini (berbagai
sumber).
3. Majalah-majalah, diantaranya: majalah
soeara santri
, kata santri ini
digunakan sebagai nama majalah karena pada saat itu kata santri
sangat disukai oleh masyarakat, sehingga mendapat sukses yang
gemilang. Majalah
Djinem
, merupaka majalah kedua yang
menggunakan bahasa Jawa dan Arab, yang merupakan sarana untuk
menuangkan pikiran-pikiran dan mengajak para pemuda untuk
mengekpresikan pikiran mereka dalam bentuk tulisan.
2525
Wikipedia, “Mas Mansor”, dalamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Mas_Mansoer#Taswir_Al-Afkar
(46)
BAB III
SEJARAH LAHIRNYA MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH PADA
MASA K.H. MAS MANSYUR
A. Faktor yang Melatar Belakangi lahirnya Majelis Tarjih
Dalam kelahiran Majelis Tarjih terdapat beberapa faktor yang
melatar belakangi yang merujuk dari isi pidato K.H. Fakih Usman tahun
1904-1968 yang disampaikan beliau pada saat Khutbah Iftitah Pimpinan
Pusat Muhammadiyah didepan Sidang Khususi Tarjih tahun 1960, yang
berisi:
1Kemudian tersiarlah Muhammadijah dengan tjepat sekali,
memenuhi seluruh pelosok tanah air kita. Luasnja dan banjaknja
usaha atau pekerdjaan jang dilakukan, mereka ke semua tjabang
jang diperlukan oleh masjarakat.
Banjaknya tenaga-tenaga yang memasuki terdiri dari
bermatjam-matjam pembawaan, pendidikan dan kedudukan.
Semua ini menjebabkan pemerasan tenaga pimpinan jang harus
mengurus dan memperhatikan banjak persoalan, yang hakekatnja
bagi tenaga pimpinan untuk menguasai keseluruhan persoalan.
Malah sulit djuga untuk mengetahui hubungan sesuatu persoalan
dengan persoalan lainnja. Dan djuga lebih dari itu tidak lagi dapat
dikuasai dengan sepenuhnja hubungan sesuatu dengan tujuan,
dengan asas dasar gerakan sendiri, dengan adjaran dan hukum
Islam.
Memang sebagai jang terjadi dalam kelandjutan sedjarah
Islam, diduga terjadi dalam kalangan Muhammadijah mengadakan
bermatjam-matjam pendidikan atau perguruan jang chusus untk
memperdalam dan mempertinggi ilmu-ilmu agama. Djuga
perhatian kita pada ilmu agama itu tidak sebagai jang seharusnja.
Banjak dimakan oleh keperluan-keperluan lain jang
bermatjam-matjam dari usaha-usaha Muhammadijah.
Dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba ada terdjadi
peristiwa jang mengantjam timbulnja perpetjahan dalam kalangan
Muhammadijah ialah peristiwa timbulnja perdebatan dan
1Fandom, “Sejarah Majelis Tarjih”, dalam
(47)
perselisihan mengenai Ahmadijah, ketika beberapa mubalighnja
datang mengundjungi tempat pusat gerakan Muhammadijah.
Kejadian itulah jang akibatnja langsung menimbulkan
kesadaran kita betapa djauhnya sudah tempat berdiri kita dari garis
semula ditentukan. Dan kejadian itulah
yang langsung
menjebabkan didirikannja Majlis Tardjih.
Dari isi pidato yang disampaikan oleh K.H. Fakih Usman diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa yang melatarbelakangi lahirnya Majelis
Tarjih itu ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Yang dimaksud dalam faktor intern disini yaitu keadaan yang
memang sudah berkembang dalam tubuh Muhammadiyah sendiri
seperti hal-hal yang timbul sebagai akibat dari perluasan dan kemajuan
yang telah dicapai oleh persyarikatan. Perkembangan kuantitas dan
kualitas warga Muhammadiyah dari latar belakang dan daerah yang
berbeda-beda. Hal ini yang menjadi konsekuensi Muhammadiyah dari
perkembangannya dari tahun ke tahun sejak didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan tahun 1330 H. Perkembangan Muhammadiyah ini tidak
hanya dalam wilayah Yogyakarta dan sekitarnya saja, akan tetapi telah
berkembang hampir diseluruh wilayah Jawa dan luar Jawa.
2Seperti yang diketahui bahwa perkembangan Muhammadiyah
sangat cepat seiring berjalannya waktu dari berbagai aspek, baik dari
aspek amal usaha maupun wilayah. Dari aspek amal usaha misalnya,
Muhammadiyah telah memiliki amal usaha sendiri dari mulai lembaga
pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, dan lain-lain. Untuk
2(48)
perkembangan wilayah tidak hanya menyebar di wilayah Yogyakarta
saja, tetapi sudah menyebar diseluruh wilayah Jawa. Perkembangan
yang sangat cepat ini menunjukkan sambutan yang luar biasa atas
kesuksesan yang dicapai oleh Muhammadiyah sebagai organisasi
pembaharu Islam di Indonesia.
Penyebaran Muhammadiyah diberbagai wilayah di Indonesia
secara otomatis menambah kuantitas warga Muhammadiyah.
Penambahan anggota ini tentu berdampak pada pengelolaan organisasi
Muhammadiyah yang harus memperhatikan warga Muhammadiyah itu
sendiri, yang termasuk dalam bidang keagamaan.
Ragam latar belakang warga Muhammadiyah pasti memberikan
kontribusi pada aktifitas keagamaan Muhammadiyah yang sesuai
dengan kondisi daerah masing-masing. Oleh karena itu untuk dapat
memupuk dan memperkokoh solidaritas warga Muhammadiyah dari
perbedaan keagamaan maka perlu dibentuk sebuah wadah atau
lembaga khusus yang menangani masalah-masalah keagamaan
Muhammadiyah. Berdasarkan keadaan ini sehingga lahirnya Majelis
Tarjih.
2. Faktor Eksternal
Hal yang menjadi faktor eksternal ialah dari dinamika-dinamika di
luar Muhammadiyah yang sedikit banyak memberi pengaruh terhadap
warga Muhammadiyah. Dinamika tersebut ialah fenomena perdebatan
atau perselisihan masalah keagamaan, khususnya masalah khilafiyah.
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
13. Masalah suntikan pada mayat
14. Membuka terumpah dalam kuburan
15. Koreksi putusan-putusan yang lalu
16. Bepergian (safar) wanita
17. Mengadakan sandiwara
18. Kedudukan musholla Aisyiyah
19. Bank Muhammadiyah
20. Tabir dalam sidang
21. Ushul Fiqh
Untuk pelaksanaan Musyawarah Majelis Tarjih bisa dilakukan kapanpun,
akan tetapi sekurang-kurangnya itu dilakukan sekali dalam satu periode yaitu 5
tahun.
2222
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan sebagaimana tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. K.H. Mas Mansyur dilahirkan pada hari Kamis malam tanggal 25 Juni
1896 M di Surabaya, tepatnya di kampung Sawahan yang sekarang
bernama kampung Kalimas Udik III. Ibunya bernama Raudhah keturunan
dari pesantren Sidoresmo, Wonokromo. Ayahnya bernama K.H. Mas
Marzuqi seorang pioner Islam ahli agama yang terkenal di Jawa Timur,
berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep Madura.
2. Majelis Tarjih didirikan atas usul K.H. Mas Mansyur seorang Tokoh
Muhammadiyah Surabaya pada kongres ke 16 tahun 1927 di Pekalongan.
Pada Kongres tersebut diusulkan bahwa Muhammadiyah perlu memiliki
sebuah lembaga yang menangani persoalan-persoalan hukum agama.
Pada kongres selanjutnya yaitu kongres ke 17 tahun 1928 barulah Majelis
Tarjih disahkan dan sekaligus debentuk susunan pengurus yang diketuai
oleh K.H. Mas Mansyur. Latar belakang beliau mengusulkan untuk
didirikannya Majelis Tarjih yaitu karena ada beberapa faktor, internal
dan eksternal. Faktor internalnya yaitu bahwa sejak didirikannya
Muhammaadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1930 H.
Perkembangan Muhammadiyah tidak hanya di dalam wilayah
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
wilayah Jawa dan luar Jawa. Penyebaran Muhammadiyah diberbagai
wilayah Indonesia secara otomatis menambah kuantitas warga
Muhammadiyah. Penambahan anggota ini tentu tentu berdampak pada
pengelolaan organisasi Muhammadiyah yang harus memperhatikan
warga Muhammadiyah terutama dalam bidang agama. Faktor eksternal
yaitu dinamika di luar Muhammadiyah dalam perdebatan atau
perselisihan masalah keagamaan, khususnya masalah khilafiyah. Dan
juga munculnya sekte aliran Ahmadiyah yang dalam perkembangannya
sekte tersebut berhasil memurtadkan seorang tokoh Muhammadiyah
yaitu Ngabehi Joyosugito ketua pertama Majelis Pendidikan, Pengajaran,
dan
Kebudayaan
Muhammadiyah.
Untuk
meluruskan
warga
Muhammadiyah dari perselisihan khilafiyah, sehingga perlu untuk
didirikan suatu lembaga yang menaungi masalah tersebut yaitu Majelis
Tarjih.
3. Setelah pengurus pertama Majelis Tarjih yang diketuai langsung oleh
K.H. Mas Mansyur terbentuk, kemudian disusun Manhaj atau Metode
Tarjih untuk menetapkan hukum dengan menggunakan dalil yang lebih
tepat dan kuat kemaslahatannya yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Yang kemudian digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan dalam
musyawarah-musyawarah
khususi
diberbagai
tempat
sehingga
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Asjmuni.
Manhaj Tarjih Muhammadiyah Metodologi dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Abdurrahman, Dudung.
Metode Penelitian Sejarah
. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999.
___________________.
Metodologi Penelitian Sejarah Islam.
Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2011.
Asrofie, M. Yusron.
K.H. A. Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya
.
Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983.
Aqsha, Darul.
K.H. Mas Mansyur (1896-1946)Perjuangan dan Pemikirannya.
Jakarta: Erlangga, 2005.
Biyanto.
Teori Siklus Peradaban Ibnu Khaldun
. Yogyakarta: LPAM, 2014.
Djamil, Fathurrahman.
Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah.
Jakarta:
Logos, 1995.
Ismail.
Visi dan Misi Depag
. Surabaya: Balai Diklat Pegawai Teknis Keagamaan
Surabaya.
Kamal, Mustafa et al.
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
. Yogyakarta:
Persatuan, 1988.
Kartodirjo, Sartono.
Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah
. Jakarta:
Gramedia Pustaka, 1993.
Kasdi, Aminuddin.
Pengantar Dalam Studi Suatu Sejarah
. Surabaya: IKIP, 1995.
Mulyana, Dedy.
Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Remaja Rosda karya,
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Noor, Juliansyah.
Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah.
Jakarta: Kencana, 2011.
Notosusanto, Nugroho.
Mengerti Sejarah
. Jakarta: UI Press, 1985.
__________________.
Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah
.
Jakarta: Pertahanan dan Keamanan Pres, 1992.
Nugraha, Adi.
Biografi Singkat 1869-1923 K.H. Ahmad Dahlan
. Jogjakarta:
Katalog Dalam Terbitan, 2009.
PP Muhammadiyah.
Himpunan Purtusan Tarjih,
Yogyakarta, 1967.
Prodjokusumo, H.S.
Muhammadiyah: Apa dan Bagaimana
. Jakarta:A.B.M,1998.
Soekanto, Soerjono.
Sosiologi Suatu Pengantar
. Jakarta: RajawaliPres, 2009.
Syaifullah.
K.H. Mas Mansyur Sapukawat Jawa Timur.
Surabaya: Hikmah Press,
2005.
Suwarno.
Lima Tokoh Pahlawan Nasional dari Muhammadiyah di Indonesia
.
Yogyakarta: Sosiohumanika, 2008.
Usman, Hasan.
MetodePenelitianSejarah
. Jakarta: Depag RI, 1986.
Yasin,M. Nur, et al.
Istibanth Jurnal Hukum Ekonomi Islam.
Mataram: IAIN
Mataram, 2004.
Wirjosukarto, Amir Hamzah.
Rangkaian Mutu manikam Kumpulan Buah Pikiran
Kjahi Hadji Mas Mansur 1896-1946.
Surabaya: 1968.
Skripsi
Siti Jamhariyah, “Majelis Tarjih Muhammadiyah Sebuah kajian Tentang Sejarah
dan Kelahirannya (1927-1989)”. UIN Yogyakarta, 1990.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id