KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENANTU DAN IBU MERTUA PADA PASANGAN MUDA YANG TINGGAL BERSAMA.

(1)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENANTU DAN IBU MERTUA PADA PASANGAN MUDA YANG TINGGAL BERSAMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Anggi Mella Dewi Yulian B77212114

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang menantu yakni PR, NS, AI, MK dan 4 orang mertua yakni WK, NT, SM, BY, subyek merupakan menantu dan mertua yang menceritakan tentang komunikasi interpersonal diantara keduanya. Lokasi penelitian dilakukan di desa Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Cara pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal pada menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama berbeda-beda. Temuan peneliti mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal terdiri dari arus pesan dua arah, suasana non formal, umpan balik segera, komunikasi menantu dan mertua berada dalam jarak yang dekat. Temuan peneliti yang lain yakni tentang tujuan dari komunikasi interpersonal pada menantu dan ibu mertua adalah mengungkapkan perhatian kepada orang lain, menemukan diri sendiri, membangun dan memelihara hubungan yang harmonis dan penuh arti, mempengaruhi sikap dan tingkah laku, mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu, menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi, memberikan bantuan.

Kata kunci: Komunikasi interpersonal, komunikasi keluarga, menantu dan mertua.


(7)

ABSTRACT

This study aims to to describe communication interpersonal son-in-law and mother-in-law in pairs young living together. The research is the qualitative study with the approach phenomenology and use triangulation as of data validation. Subject in this study consisting of four people son-in-law namely PR, NS, AI, MK and 4 officers mother-in-law namely WK, NT, SM, BY the subject is son-in-law and mother-in-law that tell of communication interpersonal between them. The study was conducted in the village Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Way data collection with using a technique interview and observation. The research shows that communication interpersonal in son-in-law and mother-in-law in pairs young who live with different. The findings researchers about the characteristics of communication interpersonal consisting of a current message two directions, the atmosphere non-formal, feedback immediately, communication son-in-law and mother-in-law be in a very short distance. The findings researchers another about the purpose of communication interpersonal in son-in-law and mother-in-law is express attention to the person other, find yourself, building and maintaining harmonious relations and slyly, affecting attitudes and behavior, seeks comfort or just plain spend time, deprive of loss due to any communication, providing assistance.

Keyword:Communication interpersonal , communication family , son-in-law and mother-in-law


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN………... iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

DAFTAR GAMBAR……….. x

INTISARI ……….. xi

ABSTRACT ……….. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ……….. 1

B. Fokus Penelitian ……….. 10

C. Tujuan Penelitian ……….. 10

D. Manfaat Penelitian ……….. 10

E. Keaslian Penelitian ……….. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal ……….. 15

a. Pengertian komunikasi interpersonal ……….. 15

b. Ciri-ciri komunikasi interpersonal ……….. 17

c. Tujuan komunikasi interpersonal ……….. 18

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal….. 21

e. Aspek-aspek komunikasi interpersonal ……….. 22

f. Proses komunikasi interpersonal ……….. 25

B. Komunikasi Keluarga ……….. 26

a. Komunikasi dalam keluarga ……….. 26

b. Bentuk komunikasi keluarga ……….. 27

c. Faktor yang mempengaruhi komunikasi keluarga ………..…... 28

C. Menantu dan Mertua ……….. 30

a. Pengertian menantu dan mertua ……….. 30

b. Menantu dan mertua yang tinggal bersama……….. 30

D. Perspektif Teoritis ………... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ………... 35

B. Lokasi Penelitian ………... 36

C. Sumber Data ………...37

D. Cara Pengumpulan Data ………...40

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ………...41

F. Keabsahan Data ………...43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi partisipan ………...45


(9)

C. Pembahasan ………...89

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………...103

B. Saran ………... 110


(10)

Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan supaya muncul suatu ketenangan, laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia (Anissa & Handayani, 2012). Pernikahan merupakan cara alami dan bersifat fitrah yang ditandai dengan adanya hubungan ketertarikan yang dialami antara dua jenis yang berbeda yakni laki-laki dan perempuan. Walaupun kecenderungan laki-laki-laki-laki dan perempuan itu bersifat alami untuk mendirikan sebuah keluarga, namun semuanya itu haruslah didirikan atas dasar ibadah dan memenuhi sunnah Rasulullah.

Webster (dalam Anissa & Handayani, 2012) mengemukakan bahwa pernikahan adalah lembaga dimana pria dan wanita bergabung dalam sebuah kemandirian legal dan sosial dengan tujuan untuk mendirikan dan memelihara sebuah keluarga. Menurut Undang-Undang (UU) Pernikahan No.01 tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kehidupan dalam pernikahan merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, banyak sekali masalah yang timbul berkaitan dengan kehidupan dalam pernikahan. Fincham, Stanley & Beach (dalam Fitroh, 2011) menyatakan bahwa dalam hubungan suatu rumah tangga di dalamnya tidak


(11)

2

memutuskan berada dalam kondisi menjelang maupun setelah pernikahan, maka individu akan mulai menemui beberapa kondisi yang rumit dan komplek. Dalam kondisi tersebut individu membutuhkan suatu kemampuan untuk beradaptasi dan mampu menghadapinya dengan baik.

Banyak hal yang perlu disiapkan oleh calon pasangan suami istri sebelum melangsungkan pernikahan. Seperti kesiapan menangung segala beban tanggung jawab yang akan dihadapi setelah mereka menikah. Usia menikah juga perlu dipertimbangkan, karena akan berdampak pada emosi yang kurang stabil terutama pada istri yang masih berusia muda. Kurangnya kesiapan psikologis yang dimiliki dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik-konflik yang dialami (Sumbulah & Jannah, 2012). Oleh karena itu dalam membentuk keluarga yang baik melalui pernikahan diperlukan pemikiran yang mendalam, lebih-lebih dalam menghadapi waktu-waktu yang akan datang.

Pernikahan dapat menyatukan dua individu yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola-pola keluarga yang berbeda, tentunya mengharapkan adanya penyesuaian dan relasi yang baik antara pasangan suami istri yang memang sangat dibutuhkan untuk membangun dan membentuk rumah tangga yang harmonis serta bahagia. Relasi yang baik dalam sebuah rumah tangga tidak hanya dilakukan antara pasangan suami istri saja, namun dengan kedua belah pihak keluarga. Relasi ini dapat terbangun ketika pasangan tersebut merasa nyaman dan aman dengan lingkungan sekitar.


(12)

3

Saat individu memutuskan untuk menikah, pertama kali yang akan dibicarakan oleh pasangan kebanyakan adalah tempat dimana mereka akan tinggal setelah membentuk keluarga. Ada pasangan yang memilih untuk tetap tinggal bersama orang tua, biasanya orang tua yang dimaksud yakni dari pihak suami dan ada pasangan yang sudah melepaskan diri dari keluarga induk untuk hidup mandiri membentuk keluarga barunya (Fitroh, 2011).

Seharusnya pasangan suami istri diharapkan dapat mandiri dan dapat bertanggung jawab dengan kehidupan mereka, membangun keluarga baru, berpisah dengan orang tua dan tinggal bersama pasangan. Namun fenomena sekarang ini masih banyak ditemukan pasangan suami istri yang menikah tetapi tinggal dengan mertua, dengan berbagai alasan sehingga memutuskan untuk tinggal dengan orang tua salah satu pasangan (Dharma & Nikita dalam Surya, 2013).

Menurut Pujiastuti & Sipayung (dalam Fitroh, 2011) Ada beberapa alasan yang mendasari mereka tinggal bersama orang tua, salah satunya adalah suami belum mampu mengontrak atau membeli rumah sendiri, suami belum mampu secara finansial, pihak mertua sendiri yang meminta pasangan untuk tinggal dirumahnya karena alasan ingin ditemani dan dari pihak suami sendiri yang tidak ingin pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Terdapat alasan lain yakni membutuhkan mertua untuk menjaga anak mereka nanti (cucu), dan adanya faktor budaya tertentu yang mana mertua mewajibkan anak laki-lakinya tinggal bersama orang tua (Kompasiana dalam Surya, 2013).


(13)

4

Tinggal bersama mertua bagi sebagian pasangan mungkin dianggap sebagai kondisi yang menguntungkan. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula pasangan yang justru menganggap hal itu akan menimbulkan permasalahan dalam rumah tangga. Aryani & Setiawan (dalam Fitroh, 2011) menyebutkan bahwa ada beberapa hubungan penuh konflik, hubungan acuh tak acuh, ataupun hubungan harmonis.

Mungkin karena itulah, kadangkala sosok mertua menjadi “momok” bagi menantu. Hal yang paling menonjol tentu saja mertua perempuan degan menantu perempuannya. Menurut Hanaco & Wulandari (2013) sudah bukan rahasia lagi jika ada banyak duri dalam hubungan dari keduanya, meski tidak selalu demikian.

Savitri (dalam Surya, 2013) mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan yang mendasar pada pola pikir dan psikologis, dimana perempuan lebih sensitif dibandingkan dengan laki-laki dan bagi perempuan tahap atau fase paling berharga adalah keluarga, sehingga hal ini mungkin yang memunculkan adanya fenomena konflik antara ibu mertua dan menantu perempuan. Konflik yang terjadi dikarenakan adanya keterlibatan mertua dalam rumah tangga menantunya.

Hanaco & Wulandari (2013) mengatakan bahwa di masyarakat kita, masih sangat lazim tinggal menetap bersama mertua. Tentu hal ini dapat memicu beragam konflik jika tidak berhati-hati. Ada nilai-nilai dan kebiasaan yang sangat mungkin berbenturan satu sama lain dan memercikkan api perselisihan.


(14)

5

Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari Utah State University menyatakan bahwa 60% pasangan suami istri mengalami ketegangan hubungan dengan mertua, yang biasanya terjadi antara menantu perempuan dengan mertua (Sweat dalam Fitroh, 2011).

Hasil survey yang dilakukan di University of Wisconsin-Stevens Point (UWSP), Amerika Serikat mendukung anggapan bahwa hubungan wanita dan ibu mertua seringkali diwarnai ketegangan dan kekhawatiran. Seperti dikutip dari Daily Mail, lebih dari 133 pengantin baru wanita yang disurvei menyatakan merasa cemas terhadap hubungan mereka dengan ibu mertuanya. Rata-rata takut sang mertua akan berbicara hal-hal buruk tentangnya kepada suami, atau ikut campur terlalu jauh dalam rumah tangga mereka (Detik.com).

Hasil penelitian terbaru ini mendukung studi sebelumnya yang dilakukan psikolog dari Cambridge University, Terri Apter pada 2008. Ia menemukan ada 60% wanita yang merasakan ada ketegangan dengan ibu dari suami mereka, sementara pria hanya 15%. Terlebih lagi, yang menyebabkan ibu mertua dan menantu perempuan sering tidak akur karena keduanya tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap satu sama lain. Dari penelitian juga terungkap, ternyata bukan hanya dua pihak yang merasakan stres, tapi juga lelaki di antara mereka (Detik.com).

Dan juga survey yang dilakukan Surya (2013) didapatkan 5 subjek yang tinggal dengan mertua memperlihatkan hasil bahwa 3 subjek mengaku mertua perempuan sering ikut andil dalam finansial dan pengasuhan anak,


(15)

6

dan 1 subjek karena intensitas komunikasi yang kurang, dan 1 subjek karena konflik resolusi.

Pada tahap dewasa individu berusaha memperoleh intimasi yang diwujudkan melalui suatu hubungan dengan orang lain. Menurut Rosen Bluth & Steil, intimasi didapat dari pengalaman yang ditandai dari adanya kedekatan, kehangatan dan komunikasi (Handini dkk, 2015). Ketika pasangan suami istri dan masing-masing keluarga sudah dapat membangun relasi, hal tersebut dapat menumbuhkan rasa nyaman dan kasih sayang. Rasa aman dan kasih sayang yang ditimbulkan akan dapat menumbuhkan ikatan kasih sayang dan hubungan emosional atau hubungan afektif dari seseorang terhadap pribadi lain (Handini dkk, 2015).

Banyak pasangan yang terpaksa tinggal bersama orang tua atau mertua dengan berbagai alasan yang sudah dijelaskan diatas. Menurut Hanaco & Wulandari (2013) Ketika terpaksa mengambil langkah ini tentu ada kecemasan di pihak menantu. Sebagai “pendatang baru” tentu memikul beban yang lebih berat. Mertua biasanya akan memandang sang menantu baru dengan tatapan penuh penilaian. Mertua akan menilai bagaimana pasangan yang telah dipilih oleh anaknya. Komunikasi memang memegang peranan yang sangat vital dan dapat diibaratkan seperti urat nadi dalam sebuah pernikahan. Karena komunikasi yang kurang tepat, bisa menjadikan kesalah pahaman yang berlarut-larut. Dengan komunikasi dapat menyelesaikan dengan baik jika dilakukan dengan tepat.


(16)

7

Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting, karena merupakan satu-satunya cara bagi manusia untuk bisa mengenal dirinya dan dunia di luar dirinya (Taylor dalam Sudardjo & Purnamaningsih, 2003). Menantu dan mertua dalam sebuah ikatan pernikahan akan selalu terjalin oleh hubungan yang tidak akan pernah bisa lepas. Menurut Ponzetti (dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012) Umumnya menantu dengan mertua akan selalu berhubungan dan melakukan komunikasi interpersonal. Sukirya (dalam Sudardjo & Purnamaningsih, 2003) mengatakan bahwa mulai dari dukungan di awal pernikahan yang diberikan oleh mertua, adanya kelahiran anak cucu, pemberian perawatan pada anggota keluarga yang sakit, saling tukar pendapat dan lain sebagainya.

De Vito menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman atau penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberi umpan balik (Suranto, 2011). De Vito juga menjelaskan bahwa komunikasi yang terjalin diantara individu terjadi karena memiliki hubungan yang jelas seperti anak dengan orang tua, dokter dan perawat, menantu dengan mertua, guru dengan siswa dan lain sebagainya (Sartika & Sulistyaningsih, 2012).

Komunikasi interpersonal adalah interaksi komunikasi yang secara khusus terjadi antara dua orang. Berdasarkan hubungan yang ada antara menantu dan mertua akan membutuhkan yang namanya komunikasi interpersonal karena manfaat komunikasi tersebut akan bisa menciptakan rasa


(17)

8

saling terbuka untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga terjalin suatu hubungan yang harmonis (McLean dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012)

Menurut De Vito (dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012) ada lima aspek agar komunikasi interpersonal menjadi efektif yaitu aspek keterbukaan, aspek empati, aspek sikap mendukung, aspek sikap positif, dan kesetaraan. Komunikasi interpersonal juga lebih efektif bila dilakukan secara tatap muka agar orang yang terlibat dalam komunikasi mendapat reaksi secara langsung dan begitu juga sebaliknya saat komunikasi interpersonal dilakukan secara tidak langsung.

Menurut Prentice (dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012) saat menantu dengan mertua melakukan komunikasi interpersonal secara tidak langsung hal ini terkadang bisa membuat menantu menjadi tidak mengerti yang dikatakan oleh mertuanya, dan berdampak menantu dan mertua tidak terlalu mengenal satu sama lain atau bisa saja merasa tidak nyaman secara bersama-sama.

Berdasarkan dampak yang terjadi bila komunikasi interpersonal antara menantu dengan mertua terjadi hal ini bisa menimbulkan permasalahan dan konflik yang baru, sehingga saat ini tidak jarang ditemui banyak perceraian terjadi antara suami dan istri karena diakibatkan oleh konflik dan permasalahan tersebut (Sipayung dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012).

Seperti halnya hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan pada empat menantu dan empat ibu mertua di desa Jolotundo, bahwa pada dua menantu dan dua ibu mertua terjadi ketidaksesuaian atau


(18)

9

ketidakharmonisan diantara keduanya. Seperti pada menantu (NS) mengatakan bahwa kurangnya interaksi dan kurangnya komunikasi dengan ibu mertua (NT) menyebabkan keduanya tidak terlihat adanya kedekatan. NS mengatakan bahwa merasa takut dan berhati-hati dalam bersikap ketika sekarang harus tinggal bersama orang tua dari pasangannya. Mereka sangat berhati-hati dalam berbicara dan bersikap terlebih pada NT. Sedangkan dari pihak NT mengatakan bahwa merasa malu ketika harus berkomunikasi dengan menantunya. Pada pasangan subjek lain yakni menantu(MK) dan ibu mertua (BY), keduanya juga mengatakan bahwa jarang berkomunikasi karena pernah terjadi masalah antara keduanya yang membuat MK merasa tidak nyaman jika berkomunikasi dengan BY, sedangkan BY juga merasa bahwa ia jarang berkomunikasi dengan MK karena MK tidak begitu menghiraukan BY ketika diajak untuk berkomunikasi.

Oleh karena itu komunikasi interpersonal antara menantu dan mertua sangat dibutuhkan dan menjadi modal dasar yang sangat besar manfaatnya. Komunikasi interpersonal akan menjadi sangat memudahkan jika memang dilakukan dengan baik terlebih pada menantu yang umurnya jauh lebih muda dan tinggal bersama dengan mertua. Hal tersebut menarik untuk diteliti karena peneliti dapat mengetahui bagaimana gambaran komunikasi interpersonal antara menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama. Agar hubungan keduanya tetap harmonis dan meminimalisir terjadinya konflik dalam rumah tangga.


(19)

10

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memfokuskan pada bagaimana gambaran komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada fokus latar belakang diatas, maka sasaran atau tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan teori-teori dalam bidang ilmu psikologi, utamanya pada bidang psikologi keluarga, psikologi pernikahan, psikologi perkembangan, psikologi komunikasi dan secara khusus kaitannya dengan komunikasi interpersonal menantu dan mertua pada pasangan muda. 2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan saran pertimbangan bagi :

a) Bagi peneliti, diharapkan akan mendapatkan pengalaman dalam penelitian sehingga menambah wawasan dan pengetahuan untuk mengaplikasikan ilmu psikologi yang penulis tekuni.


(20)

11

b) Bagi keluarga, diharapkan dalam penelitian ini dapat tetap menjaga komunikasi interpersonal dengan baik karena manfaat dari komunikasi yang dilakukan dapat bisa saling terbuka dalam mencapai kesepakatan bersama, sehingga terjalin suatu hubungann yang harmonis.

c) Bagi lembaga konseling keluarga, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan refrensi dan membantu dalam menyelesaikan permasalahan keluarga yang terkait dengan komunikasi antara menantu dan mertua. E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan teori dan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti kajian tentang “komunikasi interpersonal menantu dan mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama mertua”. Sepanjang penulusuran peneliti, kajian tentang komunikasi interpersonal menantu dan mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama mertua belum pernah diteliti oleh mahasiswa jurusan psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Oleh karena itu peneliti mencoba mencari posisi terhadap penelitian-penelitian lain.

Penelitian tentang komunikasi interpersonal pernah diteliti sebelumnya oleh Sakti, dkk (2014) tentang “Komunikasi Interpersonal Pasangan Suami

Istri Beda Negara”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif. Perbedaan dengan peneliti terletak pada subjeknya. Subjek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang berbeda negara di kota Manado. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan


(21)

12

bahwa komunikasi interpersonal pada tiga subjek pasangan yang berbeda negara ini cukup efektif walaupun ada pasangan yang memiliki hambatan dalam berkomunikasi tapi mereka bisa mengatasinya.

Selanjutnya penelitian komunikasi interpersonal yang diteliti oleh Siti Maria Ulfa (2013)tentang “Komunikasi Interpersonal dalam perkawinan usia

muda”.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Perbedaan dengan peneliti terletak pada subjeknya. subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga pasangan suami istri di Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa satu pasangan muda menggunakan bentuk komunikasi yang didalamnya terdapat bahasa dan tingkah laku sebagai penunjang komunikasi. Menggunakan bahasa tubuh sebagai isyarat saat berkomunikasi dengan pasangannya. Proses yang terjadi dalam komunikasi interpersonal ada media yang menjadi alat untuk penyampaian pesan.

Penelitian selanjutnya juga tentang komunikasi interpersonal yang diteliti oleh Tenrola Idris (2016) tentang “Komunikasi Interpersonal Antara Orang Tua Single Parent dan Anak Dalam Menjalin Kebersamaan di Kota

Makassar”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif. Perbedaan dengan peneliti terletak pada subjeknya. subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 keluarga yang terdiri dari

ibu single parent yang mengasuh anak-anaknya di kota Makasar. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal antara orang tua single parent dan anak dalam menjalin kebersamaan belum sepenuhnya


(22)

13

berjalan secara efektif. Terdapat faktor penghambat dalam komunikasi interpersonal antara orang tua single parent dan anak dalam menjalin kebersamaan adalah kesibukan orang tua dan kesibukan anak dalam beraktivitas.

Penelitian tentang menantu yang tinggal bersama mertua pernah diteliti sebelumnya oleh Fadjryana Fitroh (2011) tentang “Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Hardiness Dengan Penyesuaian Diri Menantu Yang Tinggal Bersama Dirumah Ibu Mertua”. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabel dan metode penelitiannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 menantu perempuan yang tinggal di Kecamatan Kedungpring Kabupaten Jawa Timur. Dari hasil penelitian tersebut berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan kematangan emosi danhardinesssecara signifikan terhadap penyesuaian diri menantu yang tinggal di rumah ibu mertua.

Penelitian berikutnya dikaji oleh Nova Anissa dan Agustin Handayani

(2012) tentang “ Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kematangan Emosi

Dengan Penyesuaian Diri Istri yang tinggal Bersama Keluarga Suami”. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabel dan metode penelitiannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah para istri di RW. 03 Desa Godong Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Dari hasil penelitian tersebut berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan positf antara


(23)

14

konsep diri dengan kematangan emosi dengan penyesuaian diri istri yang tinggal bersama keluarga suami.

Dari beberapa penelitian diatas tentang komunikasi interpersonal dan menantu mertua yang tinggal bersama, peneliti belum menemukan penelitian yang menggabungkan keduanya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan meggunakan pendekatan fenomenologi yang belum diteliti sebelumnya. Terdapat pula perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian diatas yakni terletak pada variabel, subjek, dan juga tempat untuk melakukan penelitian.


(24)

Bab 2

KAJIAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Istilah komunikasi ataucommunicationberasal dari bahasa latin, yaitu

comunicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya

communis, yang bermakna umum atau bersama-sama (Wiryanto, 2004).

Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam (Wiryanto, 2004).

Menurut James A.F. Stoner, komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. Sedangkan John R. Schemerhorn dalam bukunya yang berjudul Managing

Organizational Behavior, menyatakan bahwa komunikasi itu dapat diartikan

sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka (Widjaja, 1997).

Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (De Vito dalam Suranto, 2011).


(25)

16

secara langsung dengan orang lain dalam situasi one-to-one atau dalam kelompok-kelompok kecil.

Trenholm dan Jensen mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka. Sifat dari komunikasi ini yakni spontan dan informal, saling menerima

feedback secara maksimal, dan partisipan berperan fleksibel (Karel dkk,

2014).

Muhammad (1995) menyebutkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.

Menurut Littlejohn, komunikasi interpersonal adalah komunikasi individu-individu. Sedangkan menurut Hardjana komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua orang atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima serta menanggapi secara langsung pula (Suranto, 2011).

De Vito juga menjelaskan bahwa proses pengiriman pesan serta komunikasi yang terjalin diantara individu tersebut dikarenakan memiliki hubungan yang jelas seperti halnya suami dengan istri, anak dengan orang tua, dokter dengan perawat, menantu dengan mertua, guru dengan siswa dan lain sebagainya (Sartika& Sulistyaningsih, 2012).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang


(26)

17

atau lebih secara tatap muka dimana pengirim pesan dapat menyampaikan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima serta menanggapi secara langsung (umpan balik).

2. Ciri-Ciri Komunikasi Interpersonal

Menurut Suranto (2011) komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan ciri-ciri dari komunikasi interpersonal yakni : 1) Arus pesan dua arah

Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima dalam posisi yang sejajar. Artinya komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat. Seorang sumber pesan, dapat berubah peran sebagai penerima pesan, begitu pula sebaliknya.

2) Suasana non formal

Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal. Pesan yang dikomunikasikan biasanya bersifat lisan, bukan tertulis. Disamping itu, forum komunikasi yang dipilih biasanya juga cenderung bersifat nonformal. Seperti percakapan intim, bukan forum formal seperti rapat.

3) Umpan balik segera

Komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para pelaku komunikasi secara tatap muka, maka dapat segera memperoleh balikan atas


(27)

18

pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun nonverbal.

4) Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat

Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi antar individu yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Jarak yang dekat dalam arti fisik, artinya para pelaku saling bertatap muka, berada pada satu lokasi tempat tertentu. Sedangkan jarak yang dekat secara psikologis menunjukkan keintiman hubungan antar individu.

3. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Menurut Muhammad (1995) tujuan dari komunikasi interpersonal adalah :

1) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi interpersonal hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan cuek.

2) Menemukan diri sendiri

Seseorang melakukan kumunikasi interpersonal karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Bila seseorang terlibat komunikasi interpersonal dengan orang lain, maka terjadi proses belajar banyak tentang diri maupun orang


(28)

19

lain. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenali jati diri, atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.

3) Menemukan dunia luar

Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi lebih banyak dan penting dari orang lain. Hal itu menjadikan seseorang dapat memahami lebih baik dunia luar, dunia objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang diketahui datang dari komunikasi interpersonal.

4) Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis dan penuh arti Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Oleh karena itu setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi interpersonal yang diabdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain (Suranto, 2011).

Hubungan yang demikian dapat membantu mengurangi kesepian, depresi, menjadikan seseorang sanggup untuk saling berbagi kesenangan dan umumnya membuat seseorang merasa lebih positif tentang dirinya.

5) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menggunakan media). Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikan


(29)

20

menerima pesan atau informasi, berarti komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi.

6) Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu

Ada kalanya seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pekan, berdiskusi, dan bertukar cerita merupakan pembicaraan untuk mengisi dan menghabiskan waktu. Disamping itu juga dapat mendatangkan kesenangan, karena komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan dalam pikiran yang memerlukan suasana rileks, dan menghibur dari semua keseriusan berbagai kegiatan sehari-hari. 7) Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi (mis interpretation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan. Dengan komunikasi interpersonal dapat dilakukan pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimbulkan kesalahan interpretasi.

8) Memberikan bantuan (konseling)

Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan professional mereka untuk mengarahkan kliennya. Dalam kehidupan sehari-hari, dikalangan masyarakat pun juga dapat dengan mudah diperoleh contoh bahwa komunikasi interpersonal dapat dipakai sebagai pemberian bantuan (konseling) bagi orang lain yang memerlukan.


(30)

21

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal

Menurut Rahmat (2007) komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal dan hubungan interpersonal.

1) Persepsi interpersonal

Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli yang berasal dari seseorang (komunikan) yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan membuat komunikasi tidak berhasil atau gagal.

2) Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri sendiri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal yaitu:

a) Setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan kosnep dirinya.

b) Membuka diri. c) Percaya diri. 3) Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal adalah kesukaan ada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh atraksi interpersonal dalam :


(31)

22

a) Penafsiran pesan dan penilaian. b) Efektifitas komunikasi.

4) Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seorang dengan orang lain. hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya dengan orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi. 5. Aspek-Aspek Komunikasi interpersonal menjadi Efektif

De Vito (dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012) mengatakan ada lima aspek agar komunikasi interpersonal menjadi efektif yaitu :

1) Aspek keterbukaan

Komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi, mau mengungkapkan informasi tentang hal-hal yang biasanya disembunyikan selain itu adanya kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang tidak diam dan harus kritis.

Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dengan kata lain, keterbukaan berarti kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Sikap keterbukaan ditandai dengan adanya kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi dan tidak berkata bohong. Dengan keterbukaan maka komunikasi interpersonal akan


(32)

23

berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat dterima oleh semua pihak yang berkomunikasi.

2) Aspek Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain (Suranto, 2011). Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal, empati dapat dikomunikasikan dengan adanya konsentrasi yang terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik serta adanya keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai.

3) Aspek Sikap Mendukung

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.

4) Aspek sikap positif

Individu yang melakukan komunikasi interpersonal harus bersikap positif dengan mengacu pada hal positif untuk diri sendiri dan orang lain serta memberikan pujian kepada orang lain. Sikap positif ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Dalam bentuk sikap yakni pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi interpersonal harus memiliki perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga. Dalam bentuk perilaku yakni tindakan


(33)

24

yang dipilih adalah yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama.

5) Aspek kesetaraan

Kesetaraan (equality) ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Tidak pernah ada posisi yang benar-benar setara dan sama secara utuh dalam berkomunikasi. Pastilah yang satu lebih kaya, lebih pintar, lebih muda, lebih pengalaman dan sebagainya. Tetapi kesetaraan yang dimaksud adalah berupa pengakuan atau kesadaran serta kerelaan untuk menempatkan diri setara. Agar membuat perbedaan karena ketidaksetaraan tersebut maka komunikan harus bisa menghargai perbedaan yang ada dan tidak menjatuhkan posisi lawan bicara.

Suranto (2011) menyebutkan indikator dari kesetaraan meliputi : 1) Menempatkan diri setara dengan orang lain

2) Menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda 3) Mengakui pentingnya kehadiran orang lain

4) Tidak memaksakan kehendak 5) Komunikasi dua arah

6) Saling memerlukan


(34)

25

6. Proses Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi. Menurut Suranto (2011) proses dari komunikasi interpersonal yakni :

1) Keinginan berkomunikasi

Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagi gagasan dengan orang lain.

2) Encodingoleh komunikator

Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau

gagasan ke dalam simbol-simbol, kata-kata dan sebagainya sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.

3) Pengirim pesan

Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator memilih saluran komunikasi seperti telpon, SMS, e-mail, surat, ataupun secara tatap muka. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia, kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan, karakteristik komunikan. 4) Penerimaan pesan

Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan.

5) Decodingoleh komunikan

Decoding adalah proses memahami pesan. Komunikan


(35)

26

memberi arti yang sama pada simbol-simbol sebagaimana yang diharapkan oleh komunikator.

6) Umpan balik

Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi.

B. Komunikasi Keluarga

1. Komunikasi dalam keluarga

Menurut (Istiyanto, 2007) Keluarga yang ideal yakni sebuah keluarga yang lengkap posisi dan peranannya. Hubungan antar anggota keluarga ini terbentuk karena sebuah komunikasi yang tepat dan sesuai dalam keluarga itu. Secara umum, komunikasi dalam keluarga ini biasanya berbentuk komunikasi interpersonal Bagi anak, komunikasi dalam keluarga merupakan pengalaman pertama yang merupakan bekal untuk menempatkan diri dalam masyarakat.

Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga harus dengan pola yang sama, artinya kedudukan yang sama, saling percaya dan masing-masing pihak terbuka terhadap pendapat dari orang lain. Dengan kondisi ini, komunikasi yang terjadi dalam keluarga dapat seimbang yaitu masing-masing pihak saling menempatkan diri sesuai peranannya. Misalkan, orang tua dalam keluarga menganggap anak bukan hanya sebagai objek yang harus selalu patuh tetapi sudah dianggap sebagai partner dalam berkomunikasi sehingga antara keduanya dapat terjalin komunikasi yang harmonis.


(36)

27

Dalam kaitannya dengan komunikasi orang tua dan anak, maka faktor-faktor yang berperan dalam hubungan interpersonal adalah bagaimana anak mempunyai persepsi terhadap orang tua dan kemampuan menampilkan diri sebagai orang tua yang baik. Jika anak beranggapan bahwa orang tua adalah sosok yang memiliki sifat baik, ramah dan sebagainya, biasanya anak akan lebih santai dan antusias dalam berkomunikasi dengan orang tuanya.

2. Bentuk Komunikasi Keluarga

Menurut Djamarah (2004), bentuk komunikasi keluarga ada empat yakni :

1) Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik bila komunikan dapat menafsirkan secara tepat pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui penggunaan bahasa dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Panjang pendeknya suatu kalimat, tepat tidaknya penggunaan kata-kata yang merangkai kalimat menjadi faktor penentu kelancaran komunikasi.

2) Komunikasi nonverbal

Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Komunikasi nonverbal suatu ketika dapat berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi komunikasi nonverbal sangat terasa jika komunikasi secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas.


(37)

28

3) Komunikasi individual

Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi interpersonal ini dapat berlangsung dari atas kebawah atau dari bawah ke atas. Bila komunikasi dimulai oleh orang tua kepada anak, maka komunikasi disebut arus atas. Bila komunikasi dimulai oleh anak kepadaorang tua, maka komunikasi disebut arus bawah.

4) Komunikasi kelompok

Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Pertemuan anggota keluarga untuk duduk bersama dalam satu wkatu dan kesempatan sangat penting sebagai simbol keakraban keluarga.

3. Faktor yang mempengaruhi komunikasi keluarga

Djamarah (2004) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi keluarga yakni:

1) Citra diri dan citra orang lain

Setiap orang mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi nyaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Citra orang lain juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi.


(38)

29

2) Suasana psikologis

Suasana piskologis diakui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa dan lainnya.

3) Lingkungan fisik

Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah.demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus ditaati, maka komunikasi yang berlangsung pun harus taat norma. 4) Bahasa

Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Seringkali penafsiran seseorang bermacam-macam terhadap bahasa yang digunakan, disebabkan penggunaan bahasa (dalam konteks budaya) dengan maksud agar lebih sopan atau untuk menghilangkan kesan jelek, atau supaya tidak menyinggung perasaan orang lain. Berbagai bahasa yang dipergunakan di daerah lain sering tersisip dalam komunikasi. Perbedaan bahasa dalam berkomunikasi kadang membuat tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan. Akibatnya komunikasi mengalami hambatan.

5) Perbedaan usia

Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara.


(39)

30

Pembicaraan yang sesuai dengan tingkat usia seseorang menjadi salah satu faktor penentu kualitas komunikasi.

C. Menantu dan mertua

1. Pengertian menantu dan mertua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Menantu atau mantu adalah sebutan dalam hubungan/sistem kekerabatan yang merunjuk pada istri atau suami dari anak. Istri dari anak laki-laki disebut menantu perempuan, sedangkan suami dari anak perempuan disebut menantu laki-laki. Suami atau istri dari kemenakan juga dapat disebut sebagai menantu kemenakan/keponakan. Nagiga & Ibung (2009) menyebutkan bahwa menantu adalah “anak baru” orang tua hasil dari pernikahan anaknya dengan individu itu. Sedangkan pengertian mertua adalah “orang tua baru” hasil dari pernikahan individu dengan pasangannya.

2. Menantu dan mertua yang tinggal bersama

Saat individu memutuskan untuk menikah, pertama kali yang akan dibicarakan oleh pasangan kebanyakan adalah tempat dimana mereka akan tinggal setelah membentuk keluarga. Ada pasangan yang memilih untuk tetap tinggal bersama orang tua, biasanya orang tua yang dimaksud yakni dari pihak suami dan ada pasangan yang sudah melepaskan diri dari keluarga induk untuk hidup mandiri membentuk keluarga barunya (Fitroh, 2011).

Ada beberapa alasan yang mendasari pasangan suami istri yang sudah menikah tetap tinggal bersama orang tuanya yakni :


(40)

31

2) Suami belum mampu secara finansial

3) Pihak mertua sendiri yang meminta pasangan untuk tinggal dirumahnya (karena alasan ingin ditemani)

4) Dan pihak suami atau istri terkadang tidak ingin pergi meninggalkan rumah orang tuanya (Pujiastuti & Sipayung dalam Fitroh, 2011).

Menurut Surya (2013), Terdapat alasan lain yang mendasari pasangan suami istri tetap tinggal bersama orang tuanya yakni menantu biasanya membutuhkan mertua untuk menjaga anak mereka nanti (cucu), dan adanya faktor budaya tertentu yang mana mertua mewajibkan anaknya tinggal bersama orang tua.

Ketika pasangan pernikahan memutuskan tinggal bersama orang tua/ mertua setelah menikah, sebaiknya sudah siap menanggung risiko. Apalagi untuk pasangan yang baru menikah. Ketika mereka sedang menyesuaikan diri dengan peran baru dan tanggung jawab yang menyertainya, beradaptasi dengan pasangan dan diri sendiri, mereka juga harus beradaptasi dengan mertua/orang tua.

Nagiga & Ibung (2009) mengungkapkan bahwa ada dua hal utama dalam hubungan menantu dan mertua, yakni :

1) Proses adaptasi

Melalui pernikahan, individu mengalami perubahan peran yang terjadi dalam waktu yang sama, masing-masing peran memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Penambahan atau perubahan peran tidak saja pada pasangan yang menikah, tapi juga keluarga masing-masing pasangan.


(41)

32

Seorang wanita bertambah perannya menjadi seorang istri dan menantu. Seorang lelaki menjadi suami dan menantu. Sementara dari pihak orang tua bertambah peran menjadi mertua.

Perubahan atau penambahan peran dijalani oleh individu yang bersangkutan melalui suatu proses adaptasi. yang berbeda-beda untuk setiap individu. Ada individu yang dapat melalui masa adaptasi dengan mulus, mudah dan cepat, sementara individu lain mengalami masa adaptasi yang sulit dan lama.

2) Proses komunikasi

Komunikasi merupakan proses bagaimana seseorang menyampaikan ide atau maksudnya pada orang lain. Cara berkomunikasi bisa dengan bahasa lisan, bahasa tulisan, atau melalui gerak tubuh atau ekspresi wajah / bahasa tubuh

Pemilihan cara berkomunikasi sebaiknya ditekankan pada efektivitasnya. Faktor penunjang komunikasi yang berhasil antara lain :

a. Kemauan dan kemampuan untuk menyampaikan pesan dengan baik pada pendengar. Serta sikap yang jujur dan terbuka dalam menyampaikan pesan.

b. Kesamaan latar belakang budaya, lingkungan sosial, bahasa, usia dan pendidikan akan meminimalisasi kemungkinan perbedaan sudut pandang terhadap sesuatu hal.

c. Saling menghormati, pengertian, kejujuran, dan kesabaran antara mereka yang berkomunikasi.


(42)

33

A. Perspektif Teoritis

Di Indonesia tidak sedikit permasalahan atau konflik dalam rumah tangga pada pasangan suami istri dipicu oleh adanya permasalahan atau ketegangan antara menantu dan mertua. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk tinggal bersama dengan orang tua, mereka harus dapat menerima semua resiko. Termasuk adaptasi dengan peranan yang baru.

Hanaco & Wulandari (2013) mengatakan bahwa di masyarakat kita, masih sangat lazim tinggal menetap bersama mertua. Tentu hal ini dapat memicu beragam konflik jika tidak berhati-hati. Ketika terpaksa mengambil langkah ini tentu ada kecemasan di pihak menantu. Sebagai “pendatang baru” tentu memikul beban yang lebih berat. Mertua biasanya akan memandang sang menantu baru dengan tatapan penuh penilaian. Mertua akan menilai bagaimana pasangan yang telah dipilih oleh anaknya.

Hubungan menantu dan mertua adalah suatu hubungan yang unik. Perbedaan yang biasanya terdapat antara menantu dan mertua terkadang menimbulkan hubungan yang tidak lancar diantara keduanya. Apabila keduanya memiliki keinginan untuk menjalin hubungan yang positif tentu akan terjalin hubungan yang indah antara menantu dan mertua (Sartika & Sulistyaningsih, 2012).

Hubungan yang positif dapat dilakukan dengan komunikasi dan interaksi yang positif pula. Komunikasi memang memegang peranan yang sangat vital dan dapat diibaratkan seperti urat nadi dalam sebuah pernikahan. Karena komunikasi yang kurang tepat, bisa menjadikan kesalah pahaman


(43)

34

yang berlarut-larut. Dengan komunikasi dapat menyelesaikan dengan baik jika dilakukan dengan tepat dan efektif (Hanaco & Wulandari (2013).

Menurut Nagiga & Ibung (2009) Salah satu ciri yang menunjukkan interaksi positif adalah adanya komunikasi yang lancar. Komunikasi pada dasarnya merupakan hasil dari situasi dan kondisi yang timbul dari dua orang yang berinteraksi, karena itu pada komunikasi yang tidak lancar berarti ada ketidaksesuaian situasi atau kondisi yang tercipta diantara individu tersebut.

Komunikasi secara langsung antara menantu dan mertua sangat diperlukan agar terjadi keserasian dan keharmonisan dalam keluarga, karena terkadang saat keduanya melakukan komunikasi intrepersonal secara tidak langsung hal ini membuat salah satu pihak tidak mengerti dengan yang dikatakan dan berdampak keduanya tidak terlalu mengenal dan bisa saja merasa tidak nyaman satusama lain (Prentice dalam Sartika & Sulistyaningsih, 2012).

Gambar 2. 1

Komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama

Komunikasi

interpersonal menantu dan mertua yang tinggal bersama

Ciri-ciri komunikasi interpersonal pada menantu dan mertua:

1. Arus pesan dua arah 2. Suasana non formal 3. Umpan balik segera

4. Peserta komunikasi berada

Tujuan komunikasi interpersonal: 1. Mengungkapkan perhatian

kepada orang lain 2. Menemukan diri sendiri 3. Menemukan dunia luar

4. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

5. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

6. Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu 7. Menghilangkan kerugian akibat


(44)

Bab 3

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam dan terperinci mengenai komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama. Dengan digunakan penelitian kualitatif, maka data yang didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai (Poerwandari, 2005).

Tujuan utama pada penelitian ini adalah ingin menggambarkan bagaimana komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama. Sesuai dengan pendapat Ghony (2012) yang menyatakan bahwa tujuan terpenting dari penelitian kualitataif adalah untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. Selain itu juga mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai masalah yang diteliti.

Menurut Chairani & Subandi (2010) pendekatan kualitatif bersifat fleksibel sehingga memungkinkan peneliti untuk menggunakan metode yang tepat sesuai dengan fenomena khusus yang ditemukan dalam penelitiannya tersebut.


(45)

36

suatu fenomena tertentu, serta mengharuskan peneliti mengkaji subjek dengan terlibat langsung untuk mengembangkan pola dan relasi yang bermakna (Cresswell, 2010). Dalam konteks penelitian yang akan dikaji, fokus utama dari penelitian ini adalah komunikasi interpersonal menantu dengan ibu mertua yang tinggal bersama dalam satu rumah.

B. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat empat subjek yang berdomisili di Mojokerto, tepatnya di Desa Jolotundo Kecamatan Jetis. Adapun alasan pemilihan tempat dalam penelitian ini karena terdapat banyak pasangan suami istri yang setelah menikah masih memilih untuk tinggal bersama orang tuanya. Pada lokasi tersebut, Peneliti melakukan wawancara pada 5 menantu yang tinggal bersama orang tua dari pasangannya dan usia pernikahannya masih dibawah 5 tahun. 3 diantaranya mengatakan merasa sungkan (malu), takut dan berhati-hati dalam bersikap ketika sekarang mereka harus tinggal bersama orang tua dari pasangannya. Mereka sangat berhati-hati dalam berbicara dan bersikap terlebih pada mertuanya. Dan 2 diantaranya merasa hubungan dengan mertuanya seperti dengan orang tuannya sendiri dan merasa seperti dirumahnya sendiri.

Dan juga peneliti melakukan wawancara dengan staf pelayanan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Jetis Mojokerto, mengatakan bahwa ada beberapa konflik dan permasalahan dalam pernikahan yang berujung atau menyebabkan perceraian. Salah satunya ada perselingkuhan, masalah ekonomi dan adanya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakharmonisan bisa disebabkan


(46)

37

karena komunikasi dalam pernikahan tersebut berjalan kurang baik. Komunikasi dari kedua belah pihak pasangan suami istri atau melibatkan keluarga. Angka perceraian di KUA Jetis pada tahun 2013 mulai dari januari hingga September sebanyak 296 lebih kasus cerai. Pada tahun 2014 sebanyak 118 kasus cerai dan pada tahun 2015 menurun yakni sebanyak 43 kasus cerai.

Lokasi penelitian tersebut akan disesuaikan dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya antara subjek dan peneliti.

C. Sumber Data

Untuk mengungkapkan sebuah kasus mengenai komunikasi interpersonal menantu dan mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama mertua diperlukan adanya subjek yang dapat memberikan data serta mampu memberikan gambaran yang nyata berkenaan dengan kasus tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari perilaku atau tindakan subjek utama dalam penelitian. Dimana pada penelitian ini adalah dua menantu perempuan, dua menantu laki-laki dan empat ibu mertua.

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih subjek dan informan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Dengan pengambilan subjek secara purposive (sesuai dengan kriteria yang ditentukan), maka penelitian ini menemukan subjek yang sesuai dengan tema penelitian.


(47)

38

Berdasarkan pada fokus kajian penelitian yaitu komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama, telah ditentukan kriteria dari subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1) Menantu dan ibu mertua yang tinggal serumah.

2) Usia pernikahan menantu kurang dari 5 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (2002) dimana masalah hubungan dengan keluarga pihak pasangan akan menjadi serius pada tahun-tahun awal pernikahan dan merupakan penyebab utama perceraian.

3) Sudah memiliki anak.

4) Bersedia untuk diwawancara dan telah mengisi lembar kesediaan wawancara yang terdapat dalam lampiran.

Terdapat empat subjek yang ditemukan peneliti. Pertama yaitu PR, seorang menantu perempuan yang berusia 21 tahun. Dia sudah menikah selama 2 tahun. Setelah menikah, dia memutuskan untuk tinggal bersama keluarga suaminya. Dari pernikahannya dia sudah memiliki 1 anak. Dan WK merupakan ibu mertua dari PR.

Kedua yaitu NS, seorang menantu perempuan yang berusia 22 tahun.

Dia sudah menikah selama1.5 tahun. Setelah menikah, dia memutuskan untuk tinggal bersama keluarga suaminya. Dari pernikahannya dia sudah memiliki 1 anak. Dan NT merupakan ibu mertua dari NS.

Ketiga yaitu AI, seorang menantu laki-laki yang berusia 27 tahun. Dia


(48)

39

keluarga istrinya. Dari pernikahannya dia sudah memiliki 1 anak. Dan SM merupakan mertua dari subjek ketiga.

Kempat MK, seorang menantu laki-laki yang berusia 29 tahun. Dia

menikah 3 tahun dan setelah menikah, dia memutuskan untuk tinggal bersama keluarga istrinya. Dari pernikahannya dia sudah memiliki 1 orang anak. Dan BY merupakan ibu mertua dari subjek keempat.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari informan sebagai penguat dari data primer yang disebut dengan subjek partisipan yang biasa disebut dengan significant other. Yakni orang lain yang dekat dengan subjek (mempunyai hubungan) sehingga diduga kuat mempunyai informasi tentang subjek. Jumlah significant other dalam penelitian ini adalah 4 orang, yang mana 1 orang untuk subjek pertama, 1 orang untuk subjek kedua, 1 orang untuk subjek ketiga dan 1 orang untuk subjek keempat yaitu :

1) KW merupakan bibi dari PR atau adik dari mertua. 2) NR merupakan ibu kandung dari subjek menantu. 3) DN merupakan tetangga samping rumah mertua.

4) IKD merupakan istri dari subjek keempat. Dia adalah seorang yang setiap hari bertemu dengan subjek dan merupakan orang yang paling dekat dengan subjek.

Berdasarkan etika penelitian dalam menyebutkan nama subjek maupun

significant other dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan inisial


(49)

40

D. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa cara pengumpulan data yaitu :

1. Wawancara

Moleong (2011) menjelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama untuk menggali komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama.

Dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat menggali apa saja yang diketahui dan dialami subjek pada masa lampau ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri subjek. Dalam proses wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2005).

2. Observasi

Ghony (2012) mengemukakan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun langsung ke


(50)

41

lapangan untuk mengamati hal-hal yang terkait dengan masalah dalam penelitian tersebut seperti tempat, pelaku, kegiatan, waktu, peristiwa dalan lain-lain yang berhubungan dengan yang akan diteliti oleh peneliti.

Alasan digunakan metode observasi ini untuk menunjang data hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk ekspresi wajah, gerakan tubuh atau body language bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah disampaikan oleh subjek dalam wawancara. Selain itu observasi dibutuhkan untuk mengamati aktivitas yang berlangsung serta perilaku yang muncul saat penelitian berlangsung (Herdiansyah, 2012).

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana pengalaman menantu dan ibu mertua dalam berkomunikasi interpersonal, peneliti akan melihat atau melakukan observasi bagaimana ekspresi wajah atau body language menantu dan ibu mertua pada saat menceritakan pengalamannya, serta bagaimana hubungan keduanya sekarang.

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Tahap analisis data berperan penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama penilaian kualitas riset. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi. Melalui data kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan


(51)

42

diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi. (Kriyantono, 2009: 1994).

Analisis data merupakan proses akhir dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2010). Tehnik atau metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dengan menggunakan prosedur fenomenologis (Moelong, 2007). Teknik dipilih karena penelitian ini akan berawal dari hasil temuan khas yang ada dilapangan yang kemudian diinterpretasikan secara umum.

Menurut Creswell (2010) terdapat beberapa langkah dalam menganalisis data sebagaimana berikut ini;

1. Mengolah dan menginterpretasi data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkipsi wawancara, menscaning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber informasi.

2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.

3. Menganalisis lebih detail dengan menkoding data. Coding merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.

4. Menerapkan proses koding untuk mendiskripsikan setting, orang-orang, kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis.

5. Menunjukkan bagaimana diskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi atau laporan kualitatif.


(52)

43

6. Menginterpretasi atau memaknai data. F. Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan atau kredibilitas data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredinilitas ini diartikan sebagai pengecekan data ari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2013). 1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini selain menantu dan ibu mertua sebagai subjek, peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan sumber lain

(significant other) yaitu orang terdekat yang dirasa mengetahui tentang

kehidupan subjek. 2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi. Dan untuk menguji kreadibilitas data yang didapat maka data yang diperoleh dari subjek dengan menggunakan teknik wawancara, akan dicek kebenarannya dengan obervasi. Sebaliknya juga begitu, informasi tentang subjek yang didapat


(53)

44

dari hasil observasi akan di cek kebenarannya dengan menggunakan wawancara.

3. Triangulasi Waktu

Waktu yang sering mempengaruhi kreadibilitas data. Untuk itu dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan hasil wawancara dan observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. Misalnya, peneliti akan mengulang kembali beberapa pertanyaan dalam waktu yang berbeda, jika data yang didapatkan sama maka dapat dipastikan data tersebut benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang didapat pada wawancara yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu dicek lagi kebenarannya.

Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dilapangan, yang mana dalam penelitian ini yaitu komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua yang tinggal bersama dalam satu rumah.


(54)

Bab 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi partisipan

Subjek utama dalam penelitian ini berjumlah 4 pasang menantu dan ibu mertua yang tinggal bersama dalam satu rumah. Setiap pasang subjek memiliki 1 significant other untuk membantu memperoleh data yang diinginkan oleh peneliti. Keempat pasang menantu dan ibu mertua tersebut bertempat tinggal di satu kecamatan yang sama yaitu daerah Jetis Mojokerto.

Setelah mendapatkan subjek yang sesuai dengan kriteria, kemudian peneliti mencoba untuk perkenalan terlebih dahulu agar ketika wawancara berlangsung sudah terbangun kepercayaan yang membuat subjek bersedia menceritakan apa yang peneliti minta tanpa ada paksaan dan tidak terjadi kecanggungan ketika wawancara berlangsung. Serta membuat informed

consentsebagai bentuk ketersediaan menjadi subjek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dirumah masing-masing subjek. Untuk waktu penelitian disesuaikan dengan waktu luang dari masing-masing subjek. Jarak lokasi tempat ke empat pasang subjek cukup dekat, masih dalam satu komplek yang mudah untuk dijangkau. Data yang ada diperoleh dari hasil wawancara dan observasi mulai dari awal hingga akhir yang dilakukan oleh peneliti. Dalam proses wawancara untuk mengumpulkan data peneliti juga harus berhati-hati dengan setiap pertanyaan yang diberikan kepada subjek agar pertanyaan tersebut tidak menyinggung subjek yang


(55)

46

Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengalami beberapa hambatan seperti pada subjek ibu mertua pertama agak terhambat karena ada pembeli datang ke toko ketika wawancara berlangsung dan beliau melayani pembeli tersebut terlebih dahulu sehingga wawancara beberapa kali terhenti. Pada subjek menantu dan ibu mertua kedua, yakni ketika wawancara berlangsung keduanya tidak begitu terbuka dalam menceritakan masalah yang dialami. Dan ketika wawancara yang dilakukan peneliti pertama kali pada menantu subjek kedua, ibu mertuanya ikut menemani dan duduk disamping subjek, hal tersebut membuat subjek menantu terlihat takut dan tidak terbuka. Dan keterbatasan peneliti dalam menggunakan bahasa jawa halus ketika mewawancarai subjek ibu mertua dansignificant other.

Dibawah ini akan dipaparkan profil serta gambaran kasus dari keempat pasang subjek tersebut.

1. Subjek pertama a. Menantu

Nama : PR

Usia : 21 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Status dalam Keluarga : anak pertama dari 2 bersaudara

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Tahun menikah : 2014


(56)

47

PR adalah seorang menantu perempuan berusia 21 tahun. Ia menikah pada saat usianya menginjak 20 tahun. Setelah lulus dari bangku SMA, ia tidak ingin melanjutkan kuliah dan memilih untuk bekerja di sebuah toko sepatu sebagai pramuniaga selama 2 tahun. Setelah 2 tahun bekerja, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya karena akan menikah.

Hingga akhirnya PR menikah dengan suaminya dan memutuskan untuk tinggal bersama dengan keluarga suaminya. Ketika sebelum menikah, PR memang sudah diberitahu oleh pihak keluarga suami jika harus tinggal dirumah keluarga suaminya karena ibu metuanya sedang sakit pada waktu itu. Setiap harinya PR selalu mengurusi kebutuhan dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Ia juga merawat ibu mertuanya hingga ibu mertuanya sudah mulai membaik kesehatannya. Menurut tetangga dan keluarga suami PR, semenjak ia tinggal dirumah mertuanya, ibu mertuanya sudah mulai berangsur sehat. Hubungan PR dengan mertua dan keluarga suaminya sangat baik.

b. Mertua

Nama : WK

Usia : 50 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Status dalam Keluarga : ibu dari 3 orang anak dan mertua dari PR Pendidikan : MI (Madrasah Ibtidaiyah)


(57)

48

WK merupakan ibu mertua dari PR. Ia memiliki 3 anak. Usia WK saat ini menginjak 50 tahun. Anak kedua dari WK merupakan suami dari PR. Pekerjaannya sehari-hari ialah berjualan di toko yang berada dirumahnya. Anak pertama WK sudah menikah dan memutuskan untuk tinggal dirumah istrinya. Anak keduanya yakni suami PR setelah menikah memutuskan untuk tinggal bersamanya. Sedangkan anak ketiga nya masih berusia 10 tahun.

Pada saat anak keduanya akan menikah, WK menderita penyakit paru-paru dan sempat dirawat dirumah sakit. Ia mengaku bahwa dulu ketika sakit, ia dirawat oleh menantunya yakni PR. WK mengaku sangat senang anak dan menantunya tinggal bersama dengannya karena ia tidak mempunyai anak perempuan, ketiga anaknya berjenis kelamin laki-laki. Ia juga mengaku bahwa senang jika menantunya dapat membantu ia berjualan ditoko.

Kemudian informan pendukung atau significant other, untuk subjek pertama berjumlah 1 orang yakni KW. KW merupakan bibi atau adik dari bapak mertua PR. Ia merupakan orang yang mengajari PR memasak pada awal menikah dulu. Ia orang yang paling dekat dengan PR maupun dengan WK daripada saudara yang lainnya.

2. Subjek kedua a. Menantu

Nama : NS

Usia : 22 tahun

Jenis kelamin : perempuan


(58)

49

Pendidikan : SMA

Tahun menikah : 2015

Usia pernikahan : 1.5 tahun

NS adalah seorang menantu perempuan berusia 22 tahun. Ia memutuskan menikah dengan suaminya dan saat ini memiliki 1 anak. Setelah menikah ia memutuskan untuk tinggal bersama dengan keluarga suaminya. Ketika sebelum menikah, ia memang menyerahkan masalah tempat tinggal kepada suaminya. Karena dirumah orang tuanya sendiripun sudah ada kakak, suami serta anaknya.Hubungan NS dengan mertua dan keluarga suami cukup baik.

b. Mertua

Nama : NT

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Status dalam Keluarga : ibu dari 1 anak dan sebagai mertua dari NS

Pendidikan : SD

Pekerjaan : petani

NT merupakan ibu mertua dari NS. Saat ini usia NT menginjak 65 tahun. Ia tinggal bersama dengan suami, anak dan juga menantunya. Hubungan NT dengan menantu terjalin dengan baik. NT mengaku bahwa ia termasuk orang yang pemalu jika bertemu dengan orang lain. Maka dari itu hingga saat ini pun ia merasa malu meskipun dengan NS menantunya.


(59)

50

Kemudian informan pendukung atau significant other, untuk subjek pertama berjumlah 1 orang yakni NR. Ia merupakan ibu kandung dari NS. Ia merupakan orang yang dekat dengan NS dan juga biasanya di ajak cerita atau curhat oleh NS. Ia juga dekat dengan NT.

3. Subjek ketiga a. Menantu

Nama : AI

Usia : 27 tahun

Jenis kelamin : laki-laki Status dalam Keluarga : anak tunggal

Pendidikan : SMA

Tahun menikah : 2015

Usia pernikahan : 1 tahun

AI adalah seorang menantu laki-laki yang berusia 27 tahun. Ia merupakan anak tunggal dalam keluarganya. AI menikah dengan anak dari SM pada tahun 2015 tepatnya 1 tahun yang lalu. Setelah menikah AI memutuskan untuk tinggal dengan keluarga istrinya karena tempat kerjanya lebih dekat dari rumah istrinya daripada dari rumahnya sendiri. Ia bekerja sebagai karyawan pabrik di daerah Gresik.

Saat ini ia tinggal dengan keluarga istrinya bersama mertua dan kakak iparnya. Sebelum menikah, AI memang sudah sangat dekat dengan mertuanya apalagi dengan ibu mertua. Ia mengungkapkan bahwa ibu mertuanya sudah seperti ibunya sendiri dan kedekatannya melebihi ibu kandungnya.


(60)

51

b. Mertua

Nama : SM

Usia : 46 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Status dalam Keluarga : ibu dari 2 anak dan sebagai mertua dari AI

Pendidikan : MI

Pekerjaan : ibu rumah tangga

SM merupakan ibu mertua dari AI. Ia memiliki 2 anak. Usia SM saat ini menginjak 46 tahun. Anak kedua dari SM merupakan istri dari AI. Pekerjaan dari SM ialah sebagai ibu rumah tangga. Setiap harinya dia ikut mengurus dan menjaga cucu-cucunya. Anak perempuan pertama SM sudah menikah, setelah menikah anaknya tinggal dirumah bersamanya karena rumah suaminya saat ini bekerja di Bali. Sedangkan anak keduanya yakni istri dari AI setelah menikah juga memutuskan untuk tinggal bersamanya karena tempat kerja dari menantunya lebih dekat dari rumahnya dibandingkan dari rumah menantunya.

SM sangat bahagia dengan kehidupannya sekarang karena ia sudah dapat menikahkan 2 anak perempuannya. Ia juga bahagia dan sangat bersyukur memiliki menantu-menantu yang baik. Suami dari anak pertamanya saat ini bekerja di Bali dan jarang pulang. Sedangkan suami dari anak keduanya yakni AI bekerja di sebuah pabrik dan setiap hari dapat pulang kerumah. Ia mengaku sangat dekat dengan menantu-menantunya dan sudah menganggap seperti anaknya sendiri.


(61)

52

Kemudian informan pendukung atau significant other, untuk subjek pertama berjumlah 1 orang yakni DN. Ia merupakan tetangga dari SM. Ia merupakan orang yang sangat dekat dengan SM. Mereka sudah saling menganggap saudara dan ia merupakan tempat SM bercerita tentang masalah kehidupannya termasuk tentang anak dan menantunya.

4. Subjek keempat a. Menantu

Nama : MK

Usia : 29 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Status dalam Keluarga : anak pertama dari 3 bersaudara

Pendidikan : SMA

Tahun menikah : 2013

Usia pernikahan : 3 tahun

MK adalah menantu yang berusia 29 tahun. Saat ini MK bekerja di usaha selep padi milik keluarganya. Setelah menikah, MK memutuskan untuk tinggal dirumah keluarga istrinya. Alasan MK tinggal dirumah istrinya karena IKD(istri MK) merupakan anak terakhir. Mertua dari MK menginginkan ia untuk tinggal disini.

Hubungan MK dengan keluarga istrinya terjalin dengan baik. b. Mertua

Nama : BY


(62)

53

Jenis kelamin : perempuan

Status dalam Keluarga : ibu dari 2 anak dan sebagai mertua dari MK

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : ibu rumah tangga

BY merupakan ibu dari 2 orang anak. Saat ini, BY tinggal bersama anak perempuannya dan menantu laki-laki serta cucunya. Setelah anaknya menikah, BY menginginkan anak perempuannya tersebut tetap tinggal bersama dengannya. Usia BY saat ini menginjak 42 tahun. Hubungan antara BY dengan menantu cukup baik. BY mengaku bahwa ia termasuk orang yang cerewet dalam hal anak.

Kemudian informan pendukung atau significant other, untuk subjek pertama berjumlah 1 orang yakni IKD. Ia merupakan istri dari MK. Ia merupakan orang yang setiap hari bertemu dengan MK dan BY.

B. Temuan Penelitian

Deskripsi temuan dan analisis temuan penelitian

a. Gambaran komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama

Pada dasarnya komunikasi interpersonal antara menantu dan ibu mertua terjalin dengan baik jika berlangsung secara tatap muka dimana keduanya dapat saling menerima serta menanggapi secara langsung. Seperti halnya pada keempat pasangan subjek.


(63)

54

1) Arus pesan dua arah

Terdapat perbedaan antara keempat pasang subjek, seperti pada pasangan subjek pertama, antara menantu dan ibu mertua ketika berkomunikasi dalam posisi sejajar. Tidak ada rasa canggung yang dirasakan PR dan WK ketika saling berkomunikasi. PR merasa sudah terbiasa apalagi dengan WK. Ia sudah menganggap WK seperti ibu kandungnya sendiri. Namun PR mengaku pada waktu masih awal tinggal dirumah mertua, ketika berkomunikasi PR harus menggunakan bahasa jawa kromo dan ketika ingin memulai pembicaraan ia memikirkan terlebih dahulu bahan pembicaraan apa yang harus dibicarakan dengan mertuanya. Begitupun dengan WK, tidak ada rasa sungkan yang ia rasakan. Seperti pada kutipan wawancara sebagai berikut:

“Yo wes ngomong opo ae mbak. Wes biasa aku nek ambek ibuk. Wes koyok ibuku dewe”(PR.220616.09)

(Ya ngomong apa aja mbak. Sudah biasa aku kalo ngomong sama ibu mertua, sudah seperti ibu ku sendiri) PR.220616.09

“Yo iyo mbak. Ndok kono kudu boso, ngomong mbek sopo ae kudu boso. Mbasi ngomong mbek mas yo kudu boso tapi nek wong 2 yo gak hehe”(PR.220616.20)

(ya iya mbak. Disana harus bahasa jawa kromo, ngomong sama siapa aja harus bahasa jawa kromo. Mesikupn ngomong sama mas ya pakek bahasa jawa kromo tapi kalau berdua aja ya ngga) PR.220616.20

“Iyo leren mikir-mikir sek kate ngomong opo ngunuku biyen.hehe tapi nek mbek ibuk ket biyen yowes biasa mbak. Tapi yo nek mbek bapak iku gak biasa”(PR.220616.23)

(iya mikir-mikir dulu mau ngomongin apa gitu dulu, hehe tapi kalau sama ibu dari dulu ya sudah biasa mbak. Tapi kalau sama bapak ngga biasa) PR.220616.23

“Ngge biasa mawon, eco-eco mawon, lancar. Mboten atek sungkan


(1)

110

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan ketika dalam proses wawancara hendaknya sudah mempersiapkan pertanyaan secara matang dan dengan menggunakan kata-kata yang tidak menyinggung subjek maupun significant other.

2. Bagi menantu dan mertua diharapkan dapat mengontrol emosi ketika sedang berkomunikasi, sebab emosi yang tidak terkendali dapat mengubah pandangan keduanya dalam berkomunikasi.

3. Bagi menantu maupun mertua yang tinggal bersama diharapkan mampu membagi waktu untuk menjaga komunikasi diantara keduanya, dapat saling terbuka agar tidak terjadi kesalah pahaman dan konflik dalam keluarga sehingga terjalin hubungan yang harmonis.


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

✆✆ ✆

Daftar Pustaka

Anissa, Nova. & Handayani, A. 2012. Hubungan antara Konsep Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Penyesuaian Diri Istri Yang Tinggal Bersama Keluarga Suami. Jurnal Psikologi, Volume 1 Nomor 1 Juni 2012.

Creswell John W. 2010.Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed Edisi 3.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djamarah, S B. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fitroh, S F. 2011. Hubungan antara Kematangan Emosi dan Hardiness dengan Penyesuaian Diri Menantu Perempuan yang Tinggal di Rumah Ibu Mertua.Jurnal Psikologi Islam (JPI) Volume 8 Nomor 1 Tahun 2011. Ghony, M. Junaidi & Almanshur, F. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Hanaco, Indah. & Wulandari, A. 2013. Disayang Mertua, Mesra Dengan Menantu, Mesra dalam Keluarga. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Herdiansyah, H. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hurlock, E B. 1980.Psikologi Perkembangan.Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Istiyanto, S B. 2007. Pentingnya Komunikasi Keluarga : Menelaah Posisi Ibu

Antara Menjadi Wanita Karir atau Penciptaan Keluarga Berkualitas. Jurnal Komunika, Volume 1 No. 2 Juli-Desember 2007.

Karel, Rivika Sakti & Sondakh, Miriam & Pasoreh, Yuriwaty. 2014. Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Suami Istri Beda Negara. Jurnal “acta diurna” Volume III. Nomor 4 Tahun 2014.

Moleong, L J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhammad, A. 1995.Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Nagiga dan Ibung, D. 2009. Haru biru mertua dan menantu. Jakarta: PT Gramedia.

Poerwandari, E Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.


(3)

✝✝ ✞

Sartika & Sulistyaningsih, W. 2012. Gambaran Komunikasi Interpersonal Menantu Dan Mertua Yang Menggunakan Adat Rebu Di Budaya Karo. Jurnal Psikologi Volume 1 Nomor 2 Desember 2012.

Sudardjo, Siska & Purnamaningsih, E H. 2003. Kepercayaan Diri Dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa.Jurnal Psikologi No.2 67-71 2003.

Sugiyono. 2008.Metode Penelitian Administrasi. Bandung: ALFABETA.

Sumbulah, Umi. & Jannah, F. 2012. Pernikahan Dini Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Keluarga Pada Masyarakat Madura. Jurnal Kesetaraan Dan Keadilan Gender Volume VII Nomor 1 Januari 2012.

Suranto, Aw. 2011.Komunikasi Interpersonal.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Surya, T F. 2013. Kepuasan Perkawinan Pada Istri Ditinjau Dari Tempat Tinggal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 2 nomor 1 2013.

Widjaja. 1997. KOMUNIKASI Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat.Jakarta : Bumi Aksara.

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ✟✟ ✠ LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara Menantu

1. Apakah anda sering berkomunikasi dengan mertua? 2. Hal-hal apa saja yang sering dibicarakan dengan mertua?

3. Pernahkah meluangkan waktu untuk berbagi cerita dan mendengarkan cerita dengan mertua?

4. Ketika anda menghadapi masalah, apakah anda menceritakan kepada mertua anda secara terbuka dan jujur?

5. Apakah anda sering menanyakan hal-hal yang dialami mertua anda dalam keseharian?

6. Apakah anda mendukung mertua anda dalam melakukan hal-hal yang diinginkan?

7. Apakah anda mengetahui jika suatu ketika mertua anda sedang menghadapi suatu masalah?darimana anda mengetahui?

8. Apakah anda merasa senang jika berkomunikasi dengan mertua? 9. Bagaimana menurut anda tentang mertua?

10. Apakah anda berhati-hati jika sedang berkomunikasi dengan mertua? Mertua

1. Apakah anda sering berkomunikasi dengan menantu?

2. Hal-hal apa saja yang biasanya dibicarakan dengan menantu?

3. Apakah anda sering menanyakan hal-hal yang dialami menantu anda dalam keseharian?

4. Apakah anda mendukung menantu anda dalam melakukan hal-hal yang diinginkan?

5. Jika menantu anda menceritakan sesuatu, apakah anda berempati terhadap apa yang dia rasakan?

6. Apakah anda merasa senang jika berkomunikasi dengan menantu?

7. Bagaimana menurut anda tentang menantu?apakah menantu anda sudah dapat dikatakan menantu yang baik?

8. Jika menantu melakukan kesalahan. Bagaimana tanggapan anda?

9. Hal apa yang sebenarnya anda inginkan dari menantu?apakah sudah dikomunikasikan?

10. Apakah ada perbedaan antara komunikasi anda dengan anak dan komunikasi anda dengan menantu?


(5)

✡✡ ☛

Significant Other

Nama :

Alamat :

Pekerjaan :

Tempat tanggal lahir : Hubungan dengan subyek :

1. Bagaimana pandangan anda tentang subyek (menantu)?dan tentang subyek (mertua)?

2. Bagaimana menurut anda tentang hubungan mereka? 3. Bagaimana komunikasi dari keduanya?

4. Apakah anda pernah mengetahui jika misalkan diantara mereka pernah ada konflik?


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

☞☞ ✌

LAMPIRAN 2

Pedoman Observasi

1. Ekpsresi wajah ketika subyek (menantu/ibu mertua) menceritakan tentang hubungan dan komunikasi dengan (menantu/ibu mertua).

2. Hubungan subyek (menantu/ibu mertua) dengan (menantu/ibu mertua) saat ini.