Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :
TTL :
Tempat Tinggal :
Usia :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Anak :
Lama tinggal bersama mertua :
Usia Pernikahan :
Pertanyaan umum:
1. Apakah anda sebelum menikah sudah mengetahui harus tinggal bersama dengan mertua?
2. Apakah respon anda ketika mengetahui harus tinggal bersama mertua? 3. Sudah berapa lama anda tinggal bersama mertua?
4. Bagaimana perasaan anda setelah tinggal bersama mertua?
5. Bagaimana anda menyesuaikan diri anda tinggal bersama mertua?
6. Butuh berapa lama anda menyesuaikan diri anda tinggal bersama mertua? 7. Menurut anda bagaimana cara berbicara mertua dengan anda?
8. Apakah ada rasa ketakutan ketika anda harus tinggal bersama mertua? 9. Seberapa dekat anda dengan mertua?
10.Bagaimana usaha anda mendekatkan diri dengan keluarga pasangan anda termasuk dengan mertua?
11.Apakah anda sudah tahu alasan mengapa harus tinggal bersama mertua? 12.Apakah suka dan duka selama tinggal bersama mertua?
13.MENGENAI KONFLIK
(2)
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anda dengan mertua berkonflik?
c. Apakah anda pernah mengalami konflik yang luar biasa dengan mertua?
d. Berapa lama biasanya anda dengan mertua berkonflik?
e. Apakah anda bercerita dengan suami ketika anda sedang berkonflik dengan mertua?
f. Bagaimana reaksi suami ketika anda sedang berkonflik dengan mertua?
g. Menurut anda apakah berbicara dengan suami permasalahan anda dengan mertua dapat selesai?
h. Apa yang anda lakukan jika sewaktu-waktu anda tidak dapat mengontrol emosi anda?
i. Bagaimana hubungan anda dengan suami ketika terjadi konflik dengan mertua? Apakah menjadi renggang atau tidak?
j. Apakah mertua anda selalu mengikutcampurkan pernikahan anda? k. Apakah anda pernah mengalami stres karena berkonflik dengan
mertua?
l. Bagaimana cara anda menghilangkan stres tersebut?
m. Apakah yang anda lakukan ketika berkonflik dengan mertua?
14. MENGENAI STRATEGI
a. Bagaimana cara anda dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan?
b. Adakah strategi khusus yang anda lakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut?
c. Bagaimana strategi komunikasi yang anda lakukan dengan mertua anda?
d. Apakah ada usaha yang anda lakukan untuk menyelesaikan konflik anda dengan mertua?
(3)
f. Apakah kegiatan pekerjaan rumah sepenuhnya dilakukan oleh mertua atau anda?
15. HARAPAN DAN MOTIVASI
a. Apakah anda mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
b. Pernah ada usaha berbicara dengan suami untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
c. Apa reaksi suami ketika anda berbicara untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
d. Apa motivasi terbesar anda yang membuat anda bisa bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua sampai sekarang?
(4)
Hasil Wawancara Informan
Informan I
Ibu Masniyar Rambe
Peneliti : Sebelumnya, ibu berapa tahun sudah menikah?
MR : Berapa ya kalau ga salah? Dari kelas 2 SMP, 13 tahun. Dari tahun 2000? 13 tahun ya? (dengan wajah bingung sambil menanyakan kepada adik dari suaminya) Eh, 15 tahun ya? Iyalah, berarti 15 tahun.
Peneliti : Oh… 15 tahun ya, hmm... sebelum ibu menikah, ibu udah tahu harus tinggal sama mertua?
MR : Hmm… gatau sih, cuman sudah menikah baru tahu tinggal sama mertua.
Peneliti : Memang dari awal? MR : Iya, tinggal sama mertua. Peneliti : Anak ibu ada berapa?
MR : Dua.
Peneliti : Oh, ada dua ya, hmm… itu anak ibu laki-laki semuanya atau ada laki-laki perempuan?
MR : Hmm… cewek.
Peneliti : Oh, cewek dua-duanya, udah sekolah bu?
MR : Udah.
Peneliti : Sekolah kelas berapa bu?
MR : Ha?
Peneliti : Sekolah kelas berapa?
MR : Satu… SMP.
Peneliti : Oh… satu SMP, terus satu lagi anak yang kedua bu? MR : Anak yang kedua kelas 5 SD.
Peneliti : Oh, kelas 5 SD. Terus bu, bagaimana ibu menyesuaikan diri tinggal dengan mertua? Apakah? Hmm… ibu langsung
(5)
apa dekat atau butuh waktu untuk mendekatkan dengan mertua?
MR : Sebelum menikah pun sudah dekat sama ibu, gitu. Ya… sesudah sama ya sudah menyesuaikanlah.
Peneliti : Terus, kan kami ini masih muda bu, jadi kami denger kata mertua itu agak takut. Jadi, waktu pertama kali ibu ada rasa takut ga tinggal sama mertua?
MR : Ya… pertama-tama ada sih. Peneliti : Takutnya itu karena apa bu?
MR : Ya… di cerewetin atau apa gitu ya kan, kan gitu. Tapi enggak kok.
Peneliti : Terus bu, apa sih suka dan dukanya tinggal dengan mertua?
MR : Sukanya bisa kek sharing gitu kan, ngobrol tentang keluarga. Dukanya?
Peneliti : Iya dukanya apa bu?
MR : Keknya ga ada duka, biasa-biasa aja.
Peneliti : Pernah ga, keknya ada masalah gitu? Pasti ada pernahlah ya konflik?
MR : Ya… ada masalah ya kita selesaikan sama-sama.
Peneliti : Biasanya ibu langsung menyelesaikan masalah itu dengan suami dulu ataukah dengan mertuanya langsung?
MR : Suami dulu, baru mertua.
Peneliti : Terus, suami ibu apa yang dibilang? Apakah ibu salah dibilang? Atau langsung ngomong secara diskusi gitu langsung bu?
MR : Pertimbangkanlah.
Peneliti : Oh… terus faktor-faktor apa saja yang biasanya di konflikkan bu?
MR : Maksudnya?
Peneliti : Misalnya, tentang anak atau tentang ekonomi yang di konflikkan.
(6)
MR : Ya… paling tentang anak-anaklah selalu kalo di rumah yah.
Peneliti : Anak-anaknya suka?
MR : Ya… suka berantem atau apa gitu gangguin mertua. Peneliti : Ibu memang asli di sini? Asli orang medan?
MR : Enggak, bapaknya yang asli sini. Peneliti : Oh, berarti ibu anak rantaulah ya?
MR : Iya.
Peneliti : Ibu, punya ga keinginan untuk tidak tinggal dengan mertua?
MR : Hmm… punya, punyalah keinginan kalau bisa kita lebih mandiri.
Peneliti : Terus, ada ga usaha ibu buat ngomong sama suami untuk tidak tinggal sama mertua?
MR : Yah… sekali-sekali.
Peneliti : Terus, suami ibu bilang apa?
MR : Ya sabarlah, nanti kita ada waktunya.
Peneliti : Ibu pernah gak mengalami stress gitu karena berkonflik dengan mertua?
MR : Enggak, udah dijalani gak ada.
Peneliti : Usia pernikahan ibu tadi 15 tahun ya? Berarti udah lama lah ya bu ya?
MR : Iyalah dari tahun 2000, udah 15 tahun. Peneliti : Berarti ibu dari SMP udah nikah gitu? MR : Iya, usianya umur berapa itu ya? 22. Peneliti : Oh, Berarti sudah cukup lama lah ya bu? MR : Iyalah, si anak-anak kan udah SMP kelas 2. Peneliti : Oh… udah besar anak-anaknya ya bu.
MR : (Tertawa)
Peneliti : Ibu orang batak atau orang jawa?
MR : Saya mandailing.
(7)
MR : Boru rambe.
Peneliti : Oh, boru rambe. Suami ibu orang?
MR : Orang jawa.
Peneliti : Oh suami ibu orang jawa, berarti nang jowo. MR : (Seisi ruangan tertawa)
Peneliti : Terus, pernah gak bu karena ada masalah dengan mertua, ibu jadi kena imbasnya gitu sama adik-adiknya dari suami ibu?
MR : Udah pasti adalah ga enaknya, namanya kita ipar-iparan. Cuman sedikit, tapi bisa diselesaikan kok dengan cara baik-baik. Ya, namanya kita ipar-iparan, ya pasti ada itu konflik. Peneliti : Terus bu, ibu termasuk menantu yang dekat dengan
mertua?
MR : Iya deketlah.
Peneliti : Sering sharing gitu bu?
MR : Iya… ya pergi bareng, belanja bareng. Peneliti : Berdua gitu bu?
MR : Iya sering, belanja atau pergi undangan atau apa gitu. Peneliti : Terus bu, dengan adanya masalah ini hubungan ibu
dengan suami jadi renggang atau malah tidak?
MR : Biasa aja.
Peneliti : Biasanya yang melakukan kegiatan rumah itu, apakah ibu atau bersama-sama dengan mertua?
MR : Saya sendiri.
Peneliti : Oh, ibu sendiri. Ibu memang tinggal satu atap sama ibu mertua?
MR : Udah enggak.
Peneliti : Oh, sekarang udah enggak ya?
MR : Sekarang udah enggak, berapa tahun yang lalu ya tinggal sama-sama mertua? Udah 3 tahun lah kami tinggal sama mertua.
(8)
MR : Sama juga sih sebenarnya, cuman kan enam-enamnya di sini semua tapi lebih sering tinggal sama kami.
Peneliti : Berarti ibu pinter ngambil hati lah ya?
MR : (tersenyum).
Peneliti : Alasan kenapa sih suami ibu mengajak ibu untuk tinggal bersama mertua?
MR : Belum ada ini aja… apa namanya? Belum ada hmm… uang gitu kan. Ya, untuk sementara tinggal sama mertua. Peneliti : Berarti kalau sementara, berarti ada niat untuk tidak
tinggal sama mertua?
MR : Iya…
Peneliti : Terus bu, ibu kan termasuk dekat dengan adik-adik dari suami ibu, ada ga masalah gitu sama adik-adik dari suami ibu?
MR : Ya, itu udah pasti ada lah. Peneliti : Biasanya masalah apa bu?
MR : Ya… masalah anak-anak ini atau anak-anak kita sama anak dia berantem atau apa gitulah.
Peneliti : Pernah ga karena masalah ini, ibu jadi ga ngomongan sama adik-adik dari suami ibu?
MR : Sekali-sekali ada lah, namanya dekat yakan. Peneliti : Ibu dekat juga sama adik-adik dari suami ibu?
MR : Ya… dekat juga.
Peneliti : Usia mertua ibu berapa ya bu?
MR : Itulah saya lupa (tertawa), kayaknya sekitar 60 an gitu lah itu.
Peneliti : Oh… 60 an, masih hidup dua-duanya bu? MR : Enggak, cewek aja.
Peneliti : Mertua ibu sekarang di mana?
MR : Itu, ikut sama adik yang semalam yang kita semalam disitu.
(9)
MR : Dia suka-suka dia mau tinggal di mana. Peneliti : Tapi lebih sering di sini?
MR : Yah…
Peneliti : Terus bu, pernah gak bu mertua ibu kayak ikut campur dalam pernikahan ibu?
MR : Enggak, enggak sama sekali.
Peneliti : Oh enggak ya bu, kalau hubungan ibu dengan mertua baik-baik aja?
MR : Baik.
Peneliti : Terus bu, waktu ada konflik dengan mertua, gimana ibu mengatasinya?
MR : Ya… dengan ngobrol atau apalah gitu.
Peneliti : Biasanya kalau ada masalah gitu ngomong sama suami dulu atau mertua?
MR : Ya… sama bapaknya dulu, baru mertua. Kek mana yang terbaiklah.
Peneliti : Oh… kalau misalnya masalah urusan dapur gitu, ibu sendirikah yang kerja atau mertua?
MR : Sendiri.
Peneliti : Kalau misalnya mertua ibu di rumah, itu biasanya ngapain bu?
MR : Enggak ngapa-ngapain sih. Peneliti : Terus bu, hobi ibu apa?
MR : Hobi? (tertawa). Ibu di rumah aja, hobi ya paling bersih-bersih atau apa gitu.
Peneliti : Anak ibu sekarang sekolah nih?
MR : Gak, di rumah.
Peneliti : Oh… lagi libur ya bu?
MR : Iya.
Peneliti : Oh ya, yang kemarin ibu anak ke 4 dari 5 bersaudara ya bu? Berarti cewek semua?
(10)
Peneliti : Oh, adik-adik dari suami ibu ini tinggal di sini semua atau gak?
MR : Iya, di sini semua.
Peneliti : Adik suami ibu berapa semuanya di sini bu?
MR : Adiknya suami di sini ada 5, satu ini kan ada 6 pintu. Eh, ada 5 lah ya.
Peneliti : Emang sengaja tinggal berdekatan bu? MR : Iya itu, dekat semua.
Peneliti : Memang dari awal bu?
MR : Enggak, awalnya enggak sih, cuman karena udah dikasi terus dibagi-bagi, ya mereka di sini semua.
Peneliti : Udah nikah semuanya bu?
MR : Udah semua.
Peneliti : Yang cowok ada berapa bu?
MR : Cowoknya ada 3.
Peneliti : Kalau adik ipar ibu? MR : Kalau adik ipar ada 3.
Peneliti : Gak apa bu? Hmm… apa namanya? Ga ada masalah kayak gitu kalau rame-rame?
MR : Ya… ada sih ya, ya itu tadi ya sekali-sekali udah pasti ada. Yakan? Kek gini-gini. Ya… namanya kita rame ya kan.
Peneliti : Ada ga kata-kata yang bikin ibu tersinggung gitu bu? MR : Ya… pasti ada lah ya itu kan.
Peneliti : Sampai konflik besar gitu ada bu?
MR : Enggak.
Peneliti : Terus bu, dengan adanya kata-kata yang buat ibu tersinggung itu, ibu gimana? Apakah ibu langsung emosi? Sampai ga bisa mengontrol emosi gitu bu?
MR : Ya… paling dalam hati, kok kayak gitu dia ya? Ya gitu aja.
(11)
Peneliti : Terus bu, waktu bertengkar sama ibu mertua, ibu pernah ga sampai ga bisa menahan amarah ibu?
MR : Saya kalau marah kali gitu sih enggak, cuman kalau saya marah, ya langsung saya tinggal.
Peneliti : Ibu biarin aja gitu ya?
MR : Iya, nanti kan diam sendiri dia. Apalagi kan marah sama marah gitu kan jadi tambah panas. Apalagi sama adik ipar dengan menantu itu susah sebenarnya, tapi mudah-mudahan sudah ga ada lah, ya… paling biasa-biasa aja. Peneliti : Ibu dekat juga lah ya sama adik-adik dari suami ibu?
MR : Dekat.
Peneliti : Biasanya, ibu yang paling deket sama anak ke berapa bu? MR : Ini yang paling kecil itu, yang perempuan. Yah, sering
juga ngobrol sama suaminya, paling sering yah ngobrol sih. Peneliti : Mertua ibu sekarang ga di sini ya bu?
MR : Enggak, mungkin lagi keluar.
Peneliti : Mertua ibu biasanya kerja apa ya bu? MR : Yah… ikut-ikut masak gitu.
Peneliti : Oh… catering ya bu?
MR : Iya, saya pun gatau tadi di rumah apa enggak karena saya baru keluar itu tadi.
Peneliti : Oh… terus bu, ada gak bu strategi khusus yang ibu pakai gitu kayak untuk menyelesaikan konflik. Misalnya, entah ibu buat makanan buat mertua ibu atau adakah strategi gitu ibu buat?
MR : Kalau buat makanan sih enggak, tapi ayok kita pergi sama-sama gitu kan supaya lebih akrab gitu kan. Ya… paling pergi sama-sama.
Peneliti : Biasanya, liburan sama gitu ya bu?
MR : Iya.
Peneliti : Berarti ibu belum ada konflik besarlah ya bu? MR : Iya, paling biasa aja.
(12)
Peneliti : Ibu kemarin berapa lama menikah bu?
MR : 15 tahun.
Peneliti : Oh… 15 tahun ya?
MR : Iyalah, dari tahun 2000? 15 lah ya.
Peneliti : Sebelum ibu menikah, gimana ibu bilang sama orang tua ibu buat nikah sama suami? Apakah di izinin langsung atau suami yang ngomong sendiri?
MR : Ya… pertama-tama ditanyain dulu lah latar belakang keluarganya gitu kan.
Peneliti : Terus bu, orang tua ibu sama orang tua suami ibu pernah ga gitu ketemu? Atau jarang gitu? Atau sering?
MR : Ya, sering sih.
Peneliti : Orang tua ibu di mana?
MR : Orang tua saya di tanjung balai.
Peneliti : Oh… di tanjung balai, berarti di mana itu tanjung balai bu?
MR : Kisaran tau ga?
Peneliti : Oh… tau bu, terus bu, tempat lahir ibu ini labuhan beli ya?
MR : Labuhan bili…
Peneliti : Oh bili, terus bu, kan suami ibu jawa, nah ibu kan mandailing. Ada ga gitu kayaknya karena beda adatnya, keknya susah gitu kan. Apalagi kan mandailing sama kayak batak, keras-keras orangnya, kalau jawa kan orangnya lembut-lembut. Pertama-tama gitu bu?
MR : Gak ada, saling menghargai aja.
Peneliti : Ibu kan ibu rumah tangga gitu kan? Berarti kan sering ketemu mertua, biasanya yang paling sering diceritain gitu apa bu?
MR : Cerita apa aja, kayak cerita kerjaan gitu.
Peneliti : Terus bu, mertua ibu gimana cara bicaranya sama ibu? Apakah dengan suara lantang, atau tegas gitu?
(13)
MR : Biasa aja, biasanya sama anaknya aja.
Peneliti : Beda berarti ya bu? Terus bu, ada ga perubahan dari mertua ibu? Kek awal pernikahan baik, terus lama kelamaan berubah gitu bu?
MR : Ga ada.
Peneliti : Sama aja gitu bu? Berarti ibu awal nikah gak susah beradaptasi lah ya bu? Kan ibu beda suku gitu bu.
MR : Yah… paling beradaptasi sama inilah, adik-adiknya sama mertua juga begitu pertama-tamanya.
Peneliti : Apa sih motivasi ibu, sampai bisa bertahan untuk tinggal dengan mertua?
MR : Ya… karena ibu itu baik, mengerti keadaan kita. Peneliti : Mertua ibu suku apa?
MR : Suku jawa.
Peneliti : Biasanya bu, kalau ada konflik gitu biasanya selesainya berapa lama gitu bu?
MR : Ya… paling satu hari dua hari lah.
Peneliti : Oh… cepet ya bu, kan ada gitu kan sampai yang bertahun-tahun dipendam gitu kan bu.
MR : Yah… namanya satu keluarga gitu kan, apalagi dekat-dekatan. Mana bisa, mungkin kalau jauh bisa.
Peneliti : Terus bu, ada ga usaha ibu untuk bilang ke suami untuk tidak tinggal dengan mertua?
MR : Maksudnya?
Peneliti : Maksudnya kayak gini bu, ibu ke pengen ga buat tidak tinggal sama mertua?
MR : Ke pengen ya pasti ada lah, tapi ya tunggu ada rejeki dulu lah.
(14)
Informan II Ibu Syarli Melisa
Peneliti : Ibu, sebelumnya udah berapa tahun menikah?
SM : Nikah 3 tahun.
Peneliti : Tinggal sama mertua?
SM : Sama, semenjak menikah langsung di sini.
Peneliti : Oh… berarti sebelum menikah ibu udah tahu tinggal sama mertua?
SM : Iya udah tahu, udah dikasih tahu. Peneliti : Terus, reaksi ibu gimana?
SM : Ya… gapapa sih, biasa aja. Peneliti : Oh, biasa aja.
SM : Karena kebetulan kan rumah pun deket sama kantor kan, lebih enak sih banyak positif-positifnya.
Peneliti : Terus, awal ibu menyesuaikan diri sama mertua gimana? SM : Gimana ya? Karena sebelumnya kan udah kenal, udah
sering main kesini, jadi gak banyak perubahan.
Peneliti : Oh, berarti dari awal sampai sekarang gak ada berubah mertua?
SM : Biasa sih, gak ada.
Peneliti : Terus, waktu ibu sebelum menikah ada gak rasa ketakutan gitu tinggal sama mertua?
SM : Jadi ya karena udah kenal sebelumnya kan jadi biasa aja. Peneliti : Oh biasa aja, ada gak suka dan dukanya tinggal sama
mertua?
SM : Sukanya banyaklah, kumpul rame gak sepi. Peneliti : Kalo dukanya?
SM : Dukanya apa ya? Iya… kadang-kadang iri aja sih, kenapa gak bisa sama orang tua kita sendiri gitu kan, kok jadinya sama mertua tinggalnya, gitu aja.
(15)
SM : Alhamdulillah enggak, lancar-lancar aja.
Peneliti : Terus, mertua dengan ibu bagaimana cara berbicaranya?
SM : Sama, biasa aja.
Peneliti : Oh, biasa aja. Pernah punya konflik besar gitu bu sama mertua?
SM : Enggak, aman.
Peneliti : Terus, ada gak keinginan ibu untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
SM : Kalo untuk sekarang sih kayaknya belum ya, karena mertua pun tinggal sendirikan, bapak kan udah gak ada. Jadi ya… sesuai kesepakatan dari sebelum menikah kami jadi orang tua.
Peneliti : Terus, motivasi ibu bisa bertahan tinggal sama mertua apa?
SM : Enggak ada, jagain orang tua aja. Berharap orang tua disana pun ada yang jagain gitu kan, karena kan kita jauh dari orang tua.
Peneliti : Orang tua ibu di mana?
SM : Di bangka.
Peneliti : Oh, Terus mertua ibu pernah gak mengikutcampurkan dalam pernikahan?
SM : Enggak.
Peneliti : Terus, pernah gak kayak ibu tuh marah gitu sama mertua terus sampai gak bisa mengontrol emosi?
SM : Enggak sih, ya kalo aku sih tipenya jangan saling menganggu aja, gitu aja. Kan kadang udah punya keluarga sendiri, ya udah kami urus kami aja gitu.
Peneliti : Terus, pernah gak ibu salah sama mertua tapi enggak ibu kasih tahu sama suami?
SM : Enggak.
Peneliti : Selalu ibu kasih tahu sama suami?
(16)
Peneliti : Terus, reaksi suami ibu gimana?
SM : Ya… ga ada sih. Apa ya? Jarang ada masalah sih. Peneliti : Berarti ibu deket dengan mertua lah ya?
SM : Iya lumayan, karena kayak orang tua sendiri lah. Peneliti : Anak ibu usianya berapa?
SM : 1 tahun 4 bulan.
Peneliti : Terus, usaha ibu mendekatkan diri dengan keluarga pasangan bagaimana?
SM : Kalau dulu sih pendekatannya ya zaman-zaman pacaran, kalau udah nikah ini udah gak pendekatan lagi, udah biasa aja. Dulu aja yang sering main ke sini, zaman-zaman pacarannya. Jadi, pas tinggal di sini udah gak kaku lagi. Dulu malah ibu, suami ibu di siantar, ibu di sini sama mertua.
Peneliti : Itu udah menikah?
SM : Udah, berapa ya? 10 bulan lah. Iya, 10 bulan kayak gitu. Abang kerja di siantar, ibu di sini sendiri sama… mertua lah, bertiga, berempat sama ponakan satu. Abang pulang jumat sabtu, minggu balek lagi ke siantar.
Peneliti : Usia mertua ibu berapa?
SM : Mama dulu 57, berarti sekarang 58 tahun. Dari awal waktu pacaran pun udah dibilang, imam anak terakhir jadi harus jaga orang tua, udah komitmen dari awal.
Peneliti : Berarti belum ada konflik lah ya bu sejauh ini?
SM : Belum, ibu sih orangnya cuek. Pokoknya kalau tinggal gabung itu kan kek gitu, jangan saling ikut campur aja.
(17)
Informan III Ibu Rita Esti
Peneliti : Sebelumnya, ibu udah berapa lama menikah? RE : 2012 sampai sekarang, berarti 3 tahun.
Peneliti : Oh udah 3 tahun ya, sebelumnya ibu udah tahu harus tinggal sama mertua?
RE : Bagaimana?
Peneliti : Sebelum ibu menikah, ibu udah tahu harus tinggal sama mertua?
RE : Iya, udah tahu.
Peneliti : Terus, respon ibu gimana setelah mengetahui? RE : Senenglah ada yang bantuin aku.
Peneliti : Ibu berapa tahun tadi menikah? 2012? RE : 2012, 2013, 2014, 2015, 3 tahun.
Peneliti : Berarti selama ibu menikah, ibu sama mertua gitu? Atau sesudah berapa tahun baru tinggal sama mertua?
RE : Setelah punya anak baru tinggal sama mertua, punya anaknya 2 tahun lah. Umurnya 2 tahun.
Peneliti : Terus, selama ibu tinggal sama mertua bagaimana perasaan ibu?
RE : Hmm… ya senenglah, karena kan mertua bantuin jagain anak gitu kan. Ya… memang kebetulan alhamdulillahnya dapet mertuanya yang baik. Jadikan dia juga ngerti aku jauh, kan kamikan jauh-jauhan kan. Suami jauh, aku di sini sendiri sama anakku, jadi mertua aku bantuin aku di sini… senenglah.
Peneliti : Terus bu, ada gak waktu pertama kali ibu tinggal sama mertua ada rasa ketakutan tuh, gimana bu?
RE : Ya, pertamanya kan takut karena kan belum kenal sama mertua apalagi tinggal sama mertua kan. Teruskan, apalagi bayangannya tinggal sama mertua itu kejam, seremkan,
(18)
sayangnya cuman sama anaknya sendiri, aku kan baru, belum kenal. Eh, tapi ternyata mertua aku gak kayak gitu, dia nganggep aku udah kayak anaknya sendiri.
Peneliti : Ada gak perubahannya bu, selama ibu tinggal sama mertua? Apakah cara berbicaranya atau cara perlakuannya? RE : Pertamanya kan karena sama-sama belum sering ketemu
ya, belum saling kena, belum saling kenal atau akrab, pasti pertamanya tuh masih takut, tapi lama-lama seiring berjalannya waktu kan, dia udah ngerti aku gimana, aku juga udah ngerti dia gimana. Yaudah, makin akrab udah kayak ibu sendiri. Kek gitu, ya alhamdulillah dapetnya yang baik, mertua yang ga kayak di tv gitu.
Peneliti : Anak ibu ada berapa?
RE : Satu.
Peneliti : Cowok atau cewek?
RE : Cewek.
Peneliti : Umurnya berapa bu?
RE : Umurnya dua tahun.
Peneliti : Ibu termasuk dekat gak sama mertua?
RE : Lumayan, untuk sekarang ya karena sudah kenal karakternya masing-masing. Lumayan dekat, jadi udah sering curhat-curhat, sudah sering jalan kemana-mana. Peneliti : Terus bu, apa suka dan dukanya selama ibu tinggal sama
mertua?
RE : Suka dukanya? banyakan sukanya sih. Sukanya itu dia, hmm... bantuin aku itu tanpa pamrih, sayang banget sama anakku. Aku sih ga peduli lah dia mau sayang sama aku atau ga, terserah. Tapi, kalo ngeliat itu dia sayang banget sama anakku. Terus juga, gak pernah cek-cok kami kan, berarti dia juga ngertiin aku, mungkin dia sayang sama ku karena aku pun udah mulai sayang juga sama dia kan. Dukanya? apa dukanya ya… ga ada sih, selama ini
(19)
baik-baik aja. Cuman kan karena dia bukan orang sini, jauh, dia kan orang palembang, makanya dia ikut aku di sini kan. Peneliti : Suami ibu berarti orang palembang juga?
RE : Iya…
Peneliti : Ibu orang?
RE : Aku orang palembang juga, ya anggeplah gitu. Jadi, mungkin dia itu sering ngeluhnya itu kangen sama keluarganya. Yah, maklumlah ya kan namanya orang tua kan, semua saudara disana. Ya… itu aja sih.
Peneliti : Terus bu, selama ibu tinggal sama mertua pernah mengalami konflik?
RE : Enggak ada, selama ini gak ada. Peneliti : Enggak ada ya bu?
RE : Aku kan baik hati. Haha…
Peneliti : Pasti pernahlah ya bu, walaupun bukan konflik besar tapi hanya cek-cok atau beda pendapat gitu?
RE : Enggak ada sih.
Peneliti : Lurus-lurus aja?
RE : Hmm… iya, lurus-lurus aja. Aman-aman aja.
Peneliti : Pernah ga bu, ibu mengalami stres selama tinggal sama mertua?
RE : Hmm… stres? selama tinggal sama mertua? Hmm… oh mungkin pertanyaanmu yang tadi itu ya? Enggak, bukan stres sih. Cuman, ya memang kadang-kadang ada beda pendapat sedikit karena kan dia orang tua ya, orang tua kan apalagi udah kayak orang tua kita sendiri kan ya, mungkin kan maunya “kamu tuh kayak gini” ngaturlah ya kan, “kamu harusnya begini”. Cuman, kadang kan kenapa kok aku diatur-atur kek gitu, aku kan ga biasa kek gitu. Tapi, ya ngerti juga maksudnya dia itu sebenarnya baik. Yaudah, kek gitu aja sih. Bukan cek-cok atau konflik yang besar gitu. Beda pendapat sedikit.
(20)
Peneliti : Terus bu, gimana cara ibu menyelesaikan konflik tersebut? Apakah ibu cuekin aja atau ibu diemin aja?
RE : Hmm… iya, di diemin aja. Diemin aja terus lama-lama. Oh, yaudah memang dianya kek gitu. Jadi dia juga ngertiin aku. Ya, kek gitu sih.
Peneliti : Terus bu, usaha ibu mendekatkan diri selain mertua, dengan keluarga pasangan gimana?
RE : Gimana-gimana?
Peneliti : Selain ibu mendekatkan diri sama mertua, gimana cara ibu mendekatkan diri dengan keluarga pasangan?
RE : Karena kami jauh ya, kan keluarga semua kan ada di palembang, ada di bandung juga kan. Jadi minimal adalah sedikit kontek-kontek via telfon, ngasi kabar, nanya kabar. Yah… kayak kek gitu aja sih. Yah… silaturahmi paling, selama ini aku mudik pas lebaran aja kan, kemarin-kemarin gak mudik tahun kemarin kan, jadi via telfon ngomong-ngomong. Ya… kek gitu aja sih.
Peneliti : Terus bu, ada gak kayak hubungan suami dengan ibu jadi renggang gitu karena gara-gara ibu berkonflik sama mertua?
RE : Apa? gimana? Jadi gak renggang?
Peneliti : Iya karena hubungan ibu dengan mertua jadi renggang sama suami?
RE : Oh, enggak.
Peneliti : Gak ada?
RE : Gak ada.
Peneliti : Terus selama ibu beda pendapat sama mertua ibu, apakah bicara langsung ke mertua untuk minta maaf atau sama suami dulu?
RE : Karena konfliknya itu bukan konflik yang besar, jadi angin lalu aja. Jadi kayak biasa aja, namanya juga ibu kan. Misalnya kan “kamu jangan ini”, terus aku bilang “oh iya”.
(21)
Kesel kadang kan, tapi udah gitu aja. Nah, besoknya udah ngobrol lagi kayak biasa, ga sampai melibatkan suami atau langsung ngomong ke dia. Ya… gitu aja karena bukan konflik yang besar.
Peneliti : Mertua gak langsung masuk ke hati lah ya bu?
RE : Hmm… enggak, mudah memaafkan karena dia udah nganggep aku udah kayak anaknya sendiri. Jadi wajar kalo orang tua nasihati anaknya kan. Kita juga sering bandel sama orang tua ya, ya samalah kayak kamu sama mama mu sendiri gitukan? suka cerewetin kamu kan. Ah, mama ini cerewet kali pun tapi abis itu sudah.
Peneliti : Sering gak ibu jalan bareng sama mertua?
RE : Sering…
Peneliti : Biasanya kemana bu?
RE : Ke mall.
Peneliti : Abis itu kemana bu?
RE : Ke mall, ke acara-acaralah. Kemana ya? Jalan-jalan lah tapi lebih sering ke mall.
Peneliti : Terus bu, mertua pernah gak mengikutcampurkan pernikahan ibu?
RE : Oh, enggak. Dia sangat menghormati privasi aku dengan suami.
Peneliti : Terus, biasanya pekerjaan rumah sepenuhnya dilakukan oleh mertua atau ibu?
RE : Kami sama-sama.
Peneliti : Terus bu, ada gak keinginan untuk tidak tinggal bersama mertua?
RE : Kalo untuk sekarang ini karena kebutuhan ya belum kepikiran mau pindah. Kalo anak kedua nanti lahir kemungkinan ya, mungkin nanti mau ngajak siapa gitu kan, terus juga mungkin entah mertua aku udah bosen di sini ya atau dia udah rindu banget sama kampungnya kan, jadi gak
(22)
mau lagi sama aku, nah itu aku serahin lagi ke dia, terserah mau gimana kan. Tapi untuk sejauh ini gak ada keinginan untuk pindah.
Peneliti : Terus bu, ibu pernah bilang sama suami ibu untuk tidak tinggal sama mertua?
RE : Enggak, belum ada.
Peneliti : Terus selama ibu tinggal sama mertua, apa motivasi ibu sampai bisa bertahan tinggal sama mertua?
RE : Anak aja sih.
Peneliti : Terus pernah gak bu, apa yang ibu lakukan sama anak salah di mata mertua?
RE : Oh ya pernah, pernah kek gitu. Hmm… misalnya gini, pola asuh orang tua zaman dulu sama sekarang kan beda. Jadi kan kalo zaman dulu itu kan banyak mitos. Misalnya, contohnya itu apa ya… oh ini, namanya anak bayi kan sering di pakein kayak jimat-jimat gitu kan, kalung apa segala macem kayak gitu-gitu sedangkan aku kan gak kayak gitu, terus dia bilang “kamu tuh ya jangan kek gitu, nurutlah sama orang tua” zaman dulu kan kayak gitu, kita tuh bukannya sirik tapi ya namanya mencegah gitu kan. Aku kan bertentangan sama aku, gak usahlah kayak gitu. Ini kan zamannya kek gini-gini. Ya akhirnya, dia tetep makein tapi besoknya aku lepas. Nah, kalo udah kek gitu dia udah ngerti sendiri. Ya, kek gitulah contoh kecilnya. Peneliti : Terus bu, pernah gak ibu berkonflik dengan mertua
sampai ga bisa mengontrol emosi?
RE : Untuk sekarang ga pernah, gak pernah sampai marah gitu kan?
Peneliti : Ibu orangnya cuek lah ya?
RE : Cuek? Mungkinlah. Cuek kek gimana tuh? Hmm… kalo aku gini, yang penting mertua ku seneng tinggal sama aku, dia gak ngeluh, dia sayang sama anak ku gitu, itu aja sih.
(23)
Peneliti : Jadi suami ibu gak tinggal di sini? RE : Enggak, sebulan sekali.
Peneliti : Berarti setelah nikah bu?
RE : Selama nikah, jadi sebulan sekali dia ke sini. Peneliti : Rindu kali lah ya bu?
RE : Makanya cari yang sini.
Peneliti : Terus bu, biasanya kan anak kecil belum terlalu inget nih sama wajah ataupun suara orang tuanya, cara ibu biar anaknya gak lupa gimana?
RE : Iya, biasanya komunikasi setiap hari. Hmm… terus kalo datang kan aku jelasin sama anak aku “ini abi” gitu. Ya… ngomong kek gitulah. Memang capek kan setiap bulan harus ngenalin lagi sama anak tapi lama-lama dia tahu, kan semakin lama semakin besar anaknya, gitu deh.
Peneliti : Berarti selama ini belum ada konflik besarlah ya bu? RE : Konflik besar? Enggak ada. Konfliknya ya konflik-konflik
masih biasa.
Peneliti : Terus bu, orang tua ibu di palembang juga? RE : Orang tua aku di bandung.
Peneliti : Terus, pernah gak bu kayak hmm… ini cucu pertama dari mertua ibu?
RE : Enggak, ini cucu ketiga kalo dari orang tua aku ini cucu pertama.
Peneliti : Ada gak bu rasa kecemburuan orang tua ibu, kan biasanya kalo kita lebih enak tinggal sama orang tua kita sendiri dari pada mertua apalagi ini cucu pertama kan dari orang tua ibu, ada gak rasa kecemburuan orang tua ibu? Kok kenapa gak orang tua ibu sendiri yang rawat anak ibu?
RE : Karena ini, karena kebutuhan itu tadi ya… sama kesibukan. Orang tua aku kan ada kesibukan sendiri, yang kebetulan lagi kosong ya mertua aku, jadi dia yang kesini. Ngalahlah mertuaku. Ga ada sih kecemburuan soalnya
(24)
sering komunikasi juga, sering telfon, sering… apa kalo sekarang itu? Video call kan. Ya… kek gitulah.
(25)
Informan IV Ibu Betti Dameria
Peneliti : Bu, sebelumnya sudah berapa lama tinggal bersama mertua?
BD : Dari nikah dari tahun 95. Peneliti : Sampai?
BD : Sampai 3 tahun 8 bulanlah, sampai anakku umur… berapa tahun ya itu? Pindah ke kota bangunkan, ke kota bangun sewa 2 tahun, pindah lagi ke panglong ini, depan SPBU ini setahun, baru balek lagi kan setelah dibangun rumah kami. Kembali lagi.
Peneliti : Sebelum menikah, ibu udah tahu harus tinggal sama mertua?
BD : Tahu.
Peneliti : Terus, respon ibu gimana?
BD : Biasa aja, haha…
Peneliti : Gak ada rasa ketakutan gitu?
BD : Gaklah, cuman ya karena ekonomi aja memang udah kayak gitu.
Peneliti : Terus, berapa lama ibu menyesuaikan diri sama mertua? BD : Udah langsung menyesuaikannyalah.
Peneliti : Dari awal memang udah kenal?
BD : Iyalah, cumakan beda suami kan kadang terlalu dekat sama keluarga aja dia kan jadi gak terlalu apa… cuek-cuek aja sih.
Peneliti : Terus, ibu udah berapa lama menikah?
BD : 20
Peneliti : 20 tahun?
BD : Iyalah, anakku udah kuliah kok kan dari tahun 95. Peneliti : Anak ibu ada berapa?
(26)
BD : Satu aja cowok, udah kuliah dia semester tiga lah ini nantikan.
Peneliti : Terus, ada gak usaha ibu untuk mendekatkan diri dengan keluarga pasangan?
BD : Ya, pasti adalah.
Peneliti : Gimana cara ibu mendekatkan diri dengan keluarga pasangan?
BD : Mendekatkan bukan mendekatlah, apa aja… kek mana ya? Adaptasi biasa aja. Kek mana ya? Ya, anggap kek temen gitu karena kan kami lain suku juga sebelumnya.
Peneliti : Ibu termasuk dekat sama mertua? BD : Biasa aja, gak dekat.
Peneliti : Terus, apa alasan dan mengapa ibu harus tinggal bersama mertua sudah tahu?
BD : Karena ekonomi.
Peneliti : Terus, apa suka dan duka ibu selama tinggal bersama mertua?
BD : Oh banyak, haha… pasti banyak-banyak, gak bisa disebutkan satu persatu habis itu nanti.
Peneliti : Sebutkan satu aja bu, intinya ajalah.
BD : Intinya? Ya, pasti kurang bebaslah kan mesti jaga-jaga jugalah kan perasaan mertua, gak sebebas kita tinggal di rumah sendiri. Apalagi waktu tinggal di kota bangun kan lebih apa lagi kan… mau jungkir balik atau mau apa kan jaga perasaan. Udah gitukan mamak dulu kan gak boleh kita apa kali kan… suka-suka dia aja gitu.
Peneliti : Sukanya?
BD : Sukanya? Kek manalah mau dibilang ya? Biasa aja, sukanya ya lebih rame aja tapi dari dulu karena gak-gak sistem bergantung sama mertua, gak ada masalah sebenarnya karena ekonomi aja, diterima aja sih. Bukan karena keinginan juga tapi karena keadaan.
(27)
Peneliti : Pernah mengalami konflik dengan mertua?
BD : Pernah.
Peneliti : Faktor-faktornya apa aja?
BD : Menantulah, karena gabung tiga orang kan. Menantunya satu rumah bukan sendiri tapi tiga menantu satu rumah. Bukan sendiri aja, dia kan pilih kasih, ada lah pernah.
Peneliti : Biasanya mengenai apa masalahnya?
BD : Masalah anak, apa-apa namanya? Hmm… gak bisa menempatkan diri mertua maksudnya bisa pilih kasih. Beda-bedakan dia kan hatinya yang sama menantu ini lain, cucunya ini itu, gitu aja.
Peneliti : Terus, berapa lama biasanya ibu berkonflik dengan mertua?
BD : Gaklah, sebentar aja. Udah lewat itu udah ga inget lagi. Yaudah, gak berapa lama kan kami pindah, langsung sewa rumah semenjak ada konflik jadi pindah.
Peneliti : Dulu berarti sempat tinggal bersama mertua?
BD : Sempat, karena kan udah sampek tiga menantu di rumah, gak mungkinlah terus-terusan kita sama mertua.
Peneliti : Biasanya ibu kalau berkonflik sama mertua cerita ke suami atau enggak?
BD : Enggak, gak pernah. Sama mamakku pun gak pernah, terakhir pernah sih dibilang sama suami gara-gara ini… ipar gitu.
Peneliti : Terus, cara menyelesaikan konflik dengan mertua gimana?
BD : Sama mertua?
Peneliti : Iya…
BD : Enggak diselesaikan, gak ada main diselesaikan aja. Suruh pindah aja gitu biar gak jadi apa.
Peneliti : Berarti, selama ibu berkonflik sama mertua gak ada kayak apa gitu… penyelesaiannya gitu?
(28)
BD : Menyelesaikannya, ya kami terus enggak beberapa lama, beberapa bulan kan kami nyewa rumah.
Peneliti : Terus, ibu pernah mengalami stres enggak karena berkonflik sama mertua?
BD : Stres udah pasti adalah, ya pasti adalah.
Peneliti : Terus, cara ibu menghilangkan stressnya bagaimana? BD : Ya… deket sama Tuhan, gak ada lagi lainnya itu. Iya, kalo
kawan pun itu hanya melampiaskannya aja, sekejap aja. Nanti udah habis, itukan teringat lagi. Jadi kita lebih dekat sama Tuhan, itu untuk menghilangkan biar gak sesak ajanya itu.
Peneliti : Terus, ibu pernah gak sewaktu-waktu gak bisa mengontrol emosi?
BD : Ya pernah.
Peneliti : Terus gimana ibu cara mengontrol emosinya?
BD : Mengontrolnya? Dibawa tidur ajalah, dibawa pergi. Diusahakan pikirannya gak usah apa gitu. Nah, sejak saat itu ada kegiatan kayak gini baru gak ada pikiran apa-apa. Dulu kan gak kerja sebelumnya, di rumah aja 24 jam. 24 jam di rumah jaga anak belakangan kan baru jalankan bisnis kan. Sekarang sih lebih happy malahan, mau deket atau gimana… mau jungkir balik udah gak open, serba cuek aku sekarang, kalo dulu semua kita liat sikit-sikit. Nah, itu dia bedanya.
Peneliti : Terus dengan adanya konflik, hubungan ibu dengan suami jadi renggang atau tidak?
BD : Ya pasti adalah sedikit gak enak.
Peneliti : Terus, ada enggak keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
BD : Ada sih, kita kan lebih bebas kalo sama suami sama anak aja. Pasti ada itu.
(29)
Peneliti : Pernah ada usaha enggak berbicara dengan suami untuk tidak tinggal bersama dengan mertua?
BD : Oh pastilah… adalah, makanya kan sempat pindah juga kan.
Peneliti : Terus respon suami ibu gimana?
BD : Dia karena ekonomi aja alasannya, gak bisa subsidi. Terakhir kita yang cari solusi lah ya kan.
Peneliti : Terus selama ibu tinggal bersama dengan mertua, apakah motivasi terbesar ibu sampai bisa bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua?
BD : Perkawinan itukan kalo di Kristen itu kan sekali, kayak mana pun kan lagian itukan pilihan kita. Mau kek mana? Ya harus tahankan.
Peneliti : Ibu tadi berapa tahun tinggal bersama dengan mertua? BD : Kalo sampai sekarang di itung sama sekarang itu kan
transisi ini sebenarnya, aslinya dari mulai nikah 3 tahun 8 bulan. Baru nyewa 2 tahun di kota bangun, baru nyewa di sini… di panglong ini yang ada perumahan deket SPBU komplek cina setahun, baru kembali lagi kesini, sebelah-sebelah rumahnya tapi rumahnya pisah-pisah sampai sekaranglah ya kan.
Peneliti : Terus, selama ibu berkonflik dengan mertua ada enggak strategi khusus gitu untuk menyelesaikan konflik?
BD : Enggak, cuman pengen keluar aja biar gak tambah dalam. Karena kan menantu bukan sendiri, tadi kan aku bilang kami tinggal bukan satu sama mertua aja, ipar lagi sampai tiga.
Peneliti : Terus selama ibu tinggal bersama mertua, pernah enggak mertua mengikutcampurkan dalam pernikahan ibu?
BD : Enggak, dia cuman karena segi adat aja.
Peneliti : Terus bu, cara berbicara mertua kepada ibu gimana? Apakah ada perbedaan?
(30)
BD : Enggak, kalo bicara dia agak kaku aja. Dia kurang bahasa indonesianya. Awalnya sebenarnya dianya baiknya sebenarnya mertua aku itu, dia kan kurang perhatian, mau ngomong-ngomong dekat. Tambah menantu banyak saingan, jadi kan perang kan. Udah gitu hatinya beda kan, sama cucu yang ini beda. Teruskan aku kan gak suka gitu. Peneliti : Mertua ibu orang apa?
BD : Cina.
Peneliti : Oh cina…
BD : Makanya lain suku tadi kan, makanya banyak adaptasinya. Peneliti : Terus bu, apakah kegiatan pekerjaan rumah sepenuhnya
dilakukan oleh mertua atau ibu?
BD : Ya sama-sama lah, karena tukang cuci lain. Yang nyuci kan pembantu, yang masak, nyuci piring, nyapu ajanya kami tapi kalo bagian masak yang lebih sering ya aku. Peneliti : Mertua ibu berapa umurnya?
BD : Sekarang? Waduh, 70 berapa ya? 70 berapa ya? 39… gak jelas itu di apanya sih 39.
Peneliti : Kelahirannya tahun 39? BD : Iya, berarti 76 lah.
Peneliti : Masih lengkap bu mertua ibu?
BD : Masih, beda setahun ajanya cowok sama cewek. Peneliti : Suami ibu anak pertama dari keluarga itu? BD : Enggak, anak keempat.
(31)
Informan V Ibu Maria Pane
Peneliti : Ibu, sebelum menikah ibu udah tahu harus tinggal sama mertua?
MP : Sudah tahu.
Peneliti : Terus, respon ibu setelah mengetahui?
MP : Saya responnya melihat kedepan ya jalanin aja dulu, baru ya kalo kira-kira ini tidak cocok, ya baru kita cari tempat lain.
Peneliti : Terus, sudah berapa lama ibu tinggal sama mertua?
MP : Hmm… di itung dari tahun 2010 pernikahan saya, 2010 tepatnya 10 maret 2010 dan sampai sekarang masih tetep juga sama mertua dan mudah-mudahan sampai saat ini belum ada permasalahan yang kita hadapi yang begitu sulit kalau pun ada masalah ya diselesaikan secara bersamalah secara kekeluargaan.
Peneliti : Terus, sebelum ibu tinggal sama mertua ada gak rasa ketakutan gitu?
MP : Rasa ketakutan itu selalu ada, kita berbuat apa pun kan namanya kita tinggal sama mertua ya pasti ada, gitu. Ketakutannya contohnya, ya kita sering telat pulang pasti kena marah ini, ya itu salah satunya gitu. Kalo kita berbuat lain istilahnya kita berpakaian happy-happy atau gimana, pasti oh udah, kita pun udah berpikir jangan sampai kena marah gitu. Ya, itu juga di waspadailah. Jadi untuk menghilangkan rasa kekhawatiran itu sebelumnya kita waspadai, apa yang kita kerjakan itu ya seharusnya yang di kerjakan.
Peneliti : Terus, butuh berapa lama ibu menyesuaikan diri tinggal bersama mertua?
(32)
MP : Hmm… kurang lebih berapa ya? Setiap saatlah, ya namanya setiap saat itu kan berubah, namanya orang tua cepat sensitif, ya setiap saat kita harus berubah pikiran gitu ya, gak mungkin selamanya, eh, ga mungkin hanya satu atau dua bulan. Ya… seperti saya udah 5 tahun juga belum tentu juga saya tahu seluruhnya isi hati mertua saya gitu. Peneliti : Seberapa dekat ibu dengan mertua?
MP : Dekat banget, seperti saudara gitu.
Peneliti : Terus, apa suka dan dukanya selama tinggal bersama mertua?
MP : Kalo sukanya sih… apa ya? Ya… saling terbuka, kalo ada masalah itukan kita diskusilah gimana cara penyelesaiannya itu yang pertama. Terus kalo keburukannya, hmm… suka pilih kasih sama anaknya gitu, suka pilih kasih karena kebetulan kan saya disana bukan hanya saya aja menantunya, ada dua disana menantunya, jadi suka memilah-milah. Pilih kasih gitulah, jadi ya kita sebagai menantu ya sadar dirilah.
Peneliti : Terus, selama ibu tinggal bersama mertua pernah mengalami konflik gak?
MP : Konfliknya? Pernah.
Peneliti : Faktor-faktornya apa aja bu?
MP : Faktor-faktor yang mempengaruhi tentang anak, faktor anaklah ya. Hmm… yang jelas kalo anak saya udah cucunya mertua saya kan gitu. Contohnya, kalo saya nasehatin anak saya atau saya cubit, dia gak terima. Nah, dari situ bisa jadi kita udah emosional dengan anak kita sementara kalo kita cubit, dia gak terima. Dia balik menyalahkan kita, nah itu dia yang menjadi konflik besar kadang sama kita. Jadi kita pun gak bisa mendidik sepenuhnya anak kita. Itu dia faktor-faktornya kadang, faktor masalahnya seperti itu. Kalo anak mau les, anak saya
(33)
lagi gak enak badan permintaan sama saya “mak, gak usah dulu les besok-besok aja ya mak? Capek kali rasanya karena tadi kami penjas mak disekolah” gitu. Kata saya, “oh yaudahlah tapi besok les ya nang?” Terus nanti sorenya bertanya nih mertua saya, “kenapa si etha ga les?” terus kata saya, “iya, katanya gak enak badan dia mak” terus mertua saya bilang, “iyalah, kau manjakan begini-begini”. Jadi kadang ga sejalan, kadang sejalan gitu.
Peneliti : Terus selama ibu tinggal sama mertua, ada gak konflik yang besar gitu?
MP : Kalau konflik yang besar itu ya selalu ada juga sih. Masalah… gimana ya? Saya masalah uangnya, masalah dana untuk sehari-hari. Kalau kita kan memberikan tidak sama dengan apa yang diberikan adik saya yang tinggal juga dengan kami, ya gitu karena pekerjaannya lebih bagus dari kita, ya kita hanya sanggup membayar setengah dari apa yang diberikan dia sama mertua saya. Jadi, mungkin itu juga yang jadi konflik besar sama adik saya sama mertua saya juga gitu, tapi kalo masalah waktu saya lebih banyak waktunya di rumah dari pada di luar. Jadi, itu juga jadi konflik besar juga itu di rumah tangga gitu.
Peneliti : Biasanya ibu cerita gak sama suami kalau lagi berkonflik dengan mertua?
MP : Oh, jelas dong.
Peneliti : Terus?
MP : Kalau bertengkar sama suami tidak begitu bertengkar cuman hanya sekedar pendapat aja gimana bagusnya. Yaudah, kita jalanin aja segini nanti kan suatu saat akan tahu kepuasan itu di mana. Suatu saat akan bisa kita mandiri tanpa mereka juga, tanpa mertua juga kita harus bisa. Jadi, kita juga harus belajar mandiri, dari situ kita mempelajari kesehari-harian kitalah tinggal sama orang itu,
(34)
kita tahu menilai diri kita siapa, kesanggupan kita bagaimana, dari situ kita bisa belajar untuk mandiri gitu. Peneliti : Terus, berapa lama biasanya ibu berkonflik dengan
mertua?
MP : Bisa dua sampai tiga hari. Peneliti : Terus cara penyelesaiannya?
MP : Cara penyelesaiannya mungkin ya kita duluan sebagai menantu, ya kita duluan yang ngomongin. Contohnya, kita memasak “mak, hari ini kita masak apa?” nah gitu. Jadi, gak mungkinkan orang tua membiarkan kita sudah memberikan pertanyaan dia gak menjawab? Ya dari situ kita bisa. Yaudah-udah kek gitu ya, “oh ya, masak ini lebih enak ya?”. Jadi, kita pun jadi nyambung ceritanya. Jadi, permasalahan tadi bisa ditutupin dengan kita tadi meminta atau bertanya atau kita menghilangkan perasaan ego kita, menghilangkan rasa kita menang sendiri dihilangkan aja, namanya kita tinggalkan sama mereka gitu.
Peneliti : Terus, pernah gak ibu sampai gak bisa mengontrol emosi karena berkonflik sama mertua gitu?
MP : Kalau biasanya saya sih usahakan selalu menjaga kontrol, menjaga emosi, selalu kontrol emosi karena kebetulan kan saya dari kecil memang jangan sampai terjadi yang “wah gitulah” jadi saya selalu jaga jangan sampai terjadi. Kalau saya pun emosikan, dia pun menjawab emosi yang adanya stroke dong.
Peneliti : Terus bu, hubungan ibu dengan suami ketika anda berkonflik dengan mertua apakah menjadi renggang atau tidak?
MP : Kalau saya sendiri, kalau pun saya ada konflik dengan mertua, saya sama suami saya tidak pernah, tidak pernah saya diam-diam kan dia. Hmm… kalau untuk itu untuk suami ya tidak pernah, tidak pernah walaupun saya ada
(35)
konflik dengan mertua saya, sama suami saya sama aja, biasa aja, tidak pernah ada masalah.
Peneliti : Terus, pernah gak ibu mengalami stress karena berkonflik dengan mertua?
MP : Pernah.
Peneliti : Terus, bagaimana cara ibu menghilangkan stress tersebut? MP : Yah… saya ngomong sama teman, bicara sama teman.
Hmm… cari solusi gimana bagusnya. Yah… setelah saya dapet informasi, saya sudah banyak berteman, sudah banyak curhat sama kawan terus kawan bilang “oh ya, begini-begini” terus saya bilang “oh, iya ya”. Yaudah, saya koreksi lagi diri saya, “siapa sih?” saya kembalikan lagi sama diri saya. Yaudah, kalo tetep saya juga harus keras kepala walaupun saya akui kalo saya itu gak terlalu salah dalam masalah ini, ya saya akui saya sebagai menantu, saya paling muda, dia orang tua saya, saya tetep hargai apa pun itu untuk menyelesaikan emosi tadi.
Peneliti : Pernah gak mertua mengikutcampurkan dalam pernikahan ibu?
MP : Kalo ikut campur dalam pernikahan saya kayaknya… pernah, tapi dalam segi positif ya. Contohnya, ulang tahun pernikahan “gak, kelen rayakan ulang tahun pernikahannya?” terus saya bilang “iya” cukup itu aja, sekedar begitu aja. Terus saya bilang, “gausahlah mak, di rumah aja” cukup itu aja.
Peneliti : Terus, apa yang ibu lakukan ketika sedang berkonflik? Apakah diem aja atau malah ngomong-ngomong atau melawan gitu?
MP : Hmm… kalau melawan sih tidak, cuman dibenak kita pasti berbicara. Hmm… cuman gak perlu kita sampaikan ke umum, gak perlu kita sampaikan itu kepada orang tua kita,
(36)
cukup kita aja yang tahu nanti akan ada kebenarannya itu, begitu aja.
Peneliti : Terus, cara bicara mertua dari awal pernikahan sampai sekarang ada gak yang berubah?
MP : Ada.
Peneliti : Seperti apa?
MP : Hmm… di tahun pertama saya sama mertua saya tuh bicaranya kasar. Saya suka dibilang “ngapain kau kerja begitu-begitu jauh, gajinya gak seberapa” suka dulu ngomongin itu sama saya, tapi kalo akhir-akhir ini dia berubah total dan gak pernah dia menanyakan “udah berapa gajimu? Malah sekarang dia mendukung “udah-udah cepat bangun! Biar cepat kelen kerja nanti banyak apa… kecelakaan, telat pigi nanti banyak kendaraan” nah kek gitu. Kalau dulu, itu tadi suka diejek-ejek begini-begini. Kalo sekarang jauh berubah, berubah banget.
Peneliti : Terus, apakah anda punya strategi khusus untuk menyelesaikan konflik dengan mertua?
MP : Strategi khusus? Maksudnya?
Peneliti : Misalnya, hmm… ibu buat sesuatu gitu buat mertua atau jalan-jalan?
MP : Oh iya, kita kalo menyelesaikan masalah… masalah tadi kan? Sering kita makan sama diluar, kita selesaikan masalah, kita adakan makan bersama atau kebetulan hari ulang tahunnya dengan masalah yang sudah lama tersimpan-simpan pas di ulang tahunnya kita bicarakan. Kita sampaikan terus mertua bilang “oh, iyanya? Maaflah ya” terus saya bilang “iya, gpp mak” nah itu dia.
Peneliti : Terus, selama ibu berkonflik dengan mertua apakah menggunakan orang perantara atau suami sendiri?
(37)
Peneliti : Terus, kegiatan pekerjaan rumah sepenuhnya dilakukan oleh mertua atau ibu?
MP : Bersama, hmm… gotong royong.
Peneliti : Terus, ada gak keinginan untuk tidak tinggal bersama mertua?
MP : Ada, suatu saat nanti. Ada, pasti ada. Peneliti : Udah pernah dibicarakan sama suami? MP : Sudah, sudah kita bicarakan.
Peneliti : Terus, respon suami ibu gimana?
MP : Hmm… setuju aja, responnya ya suatu saat nanti.
Peneliti : Terus, apa motivasi terbesar anda sampai bisa bertahan untuk tinggal bersama mertua?
MP : Motivasinya? Kebetulan sampai sekarang anak saya masih SD dan tunggu dulu anak saya sampai SMA dulu baru kita mandiri, karena kebetulan sekolah anak saya kan kebetulan rumah mertua saya strategis deket sama sekolah anak saya, sementara kalo saya pindah saya gak bisa lagi mengontrol anak saya gitu, karena pekerjaan saya jauh dengan rumah yang kami tempati jadi sekarang kan yang mengontrol penuh kan mertua saya. Jadi motivasi saya itu, ya tunggu anak saya mandiri dulu, bisa cari angkot sendiri, kalau memang naik angkot baru bisa kita cari rumah untuk bisa leluasa gitu bisa lebih mandiri.
Peneliti : Terus, anak ibu ada berapa?
MP : Anak saya ada dua, anak pertama saya itu perempuan, anak kedua itu laki-laki. Yang pertama namanya itu margareth, yang kedua itu namanya hans sihombing.
Peneliti : Terus, umur mertua ibu berapa?
MP : Umur mertua saya sekarang menjalani 61 tahun.
Peneliti : Kan ibu selalu cerita sama suami kalo lagi berkonflik sama mertua, biasanya yang sering dibela siapa?
(38)
MP : Hmm… kalau yang sering dibela itu… tidak ada bagian pembelaan itu, sama rasa sih rasanya. Dia membela orang tuanya gak mungkin sepenuhnya? Dia bagian saya sepenuhnya gak mungkin? Jadi dia ditengah-tengah, dia penengah. Nah! gitu dia.
Peneliti : Terus, ibu kan gak tinggal sama mertua aja, ada istri dari adik ipar juga, ada gak rasa gak nyaman tinggal sama mereka juga?
MP : Ada, pernah-pernah gak nyaman. Peneliti : Terus, ibu bilang ke suamikah?
MP : Bilang ke suami, dan kebetulan juga ada tetangga sebelah, ada anak kos yang satu halaman dengan rumah kita dan mereka juga melihat kenyataannya tentang masalah anak juga. Anak dia juga dua, anak saya juga dua. Kalau mereka salahpahaman, anak saya sama anak dia sering berantem. Yang duluan siapa yang menendang, yang duluan siapa yang ambil bolanya. Istilahnya kalau main bola mereka, kita belain ini salah, kita belain anak kita salah. Jadi ya, dari situ kadang mereka gak terima kalau anaknya kita salahkan gitu, itu contohnya. Kalau anaknya kencing celana atau pipis celana, gak langsung kita apakan, hmm… gak langsung kita ganti, itu juga jadi masalah itu. Jadi, gara-gara itu pernah juga karena saya gatau kalo udah basah celananya, gak langsung saya ganti, langsung itu marah-marah belum tahu masalahnya apa, marah-marah-marah-marah itu. Baru pulang kerja pun dia bilang “kamu begini-begini, gak peduli sama anakku!” terus kata saya “bukan, saya gatau itu kencing, saya gatau itu pipis” nah gitu. Kadang kalo jatuh gak langsung kita tengok, contohnya begitu.
Peneliti : Terus, usaha ibu dapat menyelesaikan masalah dengan mertua tercapai atau tidak?
(39)
MP : Penyelesaian masalahnya tercapai, karena kita kalo masalah kek gitu langsung kita kumpul. Terus mertua bilang, “nanti malem kumpul kita dulu, kita selesaikan, tengok cctv” kebetulan rumah kita kan pake cctv, di tengok masalahnya apa. Setelah melihat kenyataanya kan penyelesaiannya selesai.
(40)
DOKUMENTASI OBSERVASI
Keterangan: Informan I pada saat peneliti wawancarai
(41)
Keterangan: Informan III pada saat peneliti wawancarai
(42)
(43)
BIODATA PENELITI
I. Data Pribadi
Nama : Siska Juli Permatasari
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 19 Juli 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
Alamat : Komplek PLN Jl. PLTN Paya Pasir No. 58 A Medan-Marelan
Email : [email protected]
Nama Orang Tua
Ayah : Drs. Ir. Warmen Sihombing, M.M
Ibu : Sorta Panjaitan, S.pd
II. Pendidikan
1998 – 1999 : TK Dr. Wahidin Sudirohusodo Medan
1999 – 2005 : SD Dr. Wahidin Sudirohusodo Medan
2005 – 2008 : SMP Dr. Wahidin Sudirohusodo Medan
2008 – 2011 : SMA Dr. Wahidin Sudirohusodo Medan
(44)
DAFTAR REFERENSI
Budyatna, Muhammad & Leila Mona Ganiem. 2011. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media. Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
______________. 2013. Perencanaan dan Strategi Komunikasi: Edisi ke-1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Chandra, Robby I. 1992. Konflik Dalam Hidup Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.
Chariri, A. 2009. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Universitas Diponegoro.
Denzin, Norman K &Yvonna S. Lincoln. 1994. Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publications.
Effendy, Onong Uchjana. 1986. Ilmu Komunikasi, Teori, dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
____________________. 1993. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
____________________. 2005. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
____________________. 2007. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori & Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.
Indranata, Iskandar. 2008. Pendekatan Kualitatif Untuk Pengendalian Kualitas. Jakarta: Universitas Indonesia.
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
(45)
_________________. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
_________________. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi disertai contoh praktis riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Kuhn, Thomas S. 2002. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.
___________. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana. Moleong, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
______________. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
______________. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Morissan, Andy. 2013. Teori Komunikasi: Individu Hingga Media Massa. Jakarta: Kencana.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Sarlito & Eko Meinarno. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Satori, Djam’an &Aan Komariah. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Setiadi, Elly & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. ________. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
(46)
________. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
West, Richard & Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi 2, Edisi 3: Analisis dan Aplikasi (Maria Natalia Damayanti Maer. Penerjemah). Jakarta: Salemba Humanika.
Wibowo, Indiwan Seto Wahyudi. 2011.Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sumber Lain:
http://news.okezone.com/read/2015/03/17/340/1119689/teriaki-mertua-menantu-dikepruk-vas-bunga (diakses pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 19.21 WIB)
http://tentang-pernikahan.com/article/articleindex.php?aid=590 (diakses pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 20.00 WIB)
http://www.suaramerdeka.com/hubungan-mertua-anak (diakses pada tanggal 17 Maret 2015 pukul 20.03 WIB)
http://www.intisari-online.com/majalah.asp?tahun=2004&edisi=497&file=warna0702&page= 02 (diakses pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 16.00 WIB)
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0507/22/111405.html (diakses pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 16.45 WIB)
http://muhtarom007.multiply.com/journal/item/32 (diakses pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 17.03 WIB)
http://www.academia.edu/5268443/hambatan-hambatan_dalam (diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 22.30 WIB)
http://www.scribd.com/doc/15252080/Paradigma-Konstruktivisme-Paradigma-Kritikal (diakses pada 30 Desember 2015 pukul 12.30 WIB)
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005: 6).
Pendekatan kualitatif terdiri dari pengamatan, wawancara, dan penelusuran kepustakaan. Pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan pendekatan kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, pendekatan ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, pendekatan ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Indranata, 2008: 11).
Menurut Creswell (dalam Bungin, 2006: 303), beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif, yaitu: pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar. Kelima, proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membuat konsep, hipotesa, dan teori berdasarkan data lapangan yang diperoleh serta terus mengembangkannya di lapangan dalam proses “jatuh-bangun”.
Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why” bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan
(48)
diselidiki, dan bila mana fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003:1).
Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Instrumen pengumpulan data dalam studi kasus berupa wawancara mendalam, observasi partisipatoris, dokumentasi-dokumentasi, hasil survei, rekaman, bukti-bukti fisik, dan lainnya (Kriyantono, 2010: 65).
Kelebihan studi kasus: pertama, studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik, dan hal-hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi lain. Kedua, studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa, suasana kebatinan, dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif. Ketiga, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh. Keempat, fleksibilitas tinggi, memberi penekanan pada konteks, sumber data banyak, melibatkan banyak faktor sehingga dimungkinkan penemuan-penemuan lain di luar pertanyaan permasalahan, dan apabila dilakukan dengan benar maka teori yang dihasilkan dapat menjawab permasalahan (Gunawan, 2013: 139).
3.2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah karakteristik tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Indriantoro & Supomo, 2007: 56). Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini adalah strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik di Kota Medan.
3.3. Subjek Penelitian
Hasil penelitian kualitatif lebih bersifat kontekstual dan kesualistik yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan, karena itu pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel melainkan informan. Untuk
(49)
studi kasus, subjek penelitian ini adalah orang ataupun informan yang dipilih secara sengaja sesuai dengan tujuan dan kebutuhan peneliti. Merujuk pada hal tersebut, penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan seorang informan. Purposive adalah sebuah teknik yang menyeleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat berdasarkan tujuan riset (Kriyantono, 2006: 158).
Moleong (2010: 132) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan mulai dari satu tahun hingga lima tahun karena bersatunya dua individu yang berbeda latar belakang serta kebiasaan bisa menimbulkan berbagai masalah, apalagi jika harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ketika orang tua berada dalam satu atap dengan anak-anaknya yang telah berumah tangga, kemungkinan terjadinya konflik akan semakin besar. Seperti artikel yang peneliti kutip di (http://www.suaramerdeka.com/hubungan-mertua-anak).
3.4. Unit Analisis
Unit analisis merupakan satuan objek yang akan dijadikan satuan penelitian atau yang akan dianalisis. Setiap unit analisis memberikan kesempatan bagi pengumpulan data secara tersendiri, fokus yang tersendiri, yang mungkin tingkatannya berbeda sehingga penarikan kesimpulannya membawa perbedaan pula (Moleong, 2005: 166).
Menurut Spradly (dalam Sugiyono, 2011: 68), unit analisis dalam penelitian ini meliputi tiga komponen, yaitu:
1. Tempat (place). Tempat penelitian ini berlangsung di Kota Medan.
2. Pelaku (actor). Pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian ini adalah menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan mulai dari satu tahun hingga lima tahun di Kota Medan.
3. Kegiatan (activity), merupakan kegiatan yang dilakukan pelaku berkaitan dengan objek penelitian. Yang menjadi kegiatan dalam penelitian ini
(50)
adalah strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik di Kota Medan.
3.5. Kerangka Analisis
Langkah awal dari penelitian ini dimulai dengan menelaah dan menganalisis hasil wawancara dengan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan di Kota Medan. Selanjutnya dilakukan penentuan strategi komunikasi yang digunakan oleh menantu perempuan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan di Kota Medan. Dalam penelitian ini juga, dianalisisis mengenai alasan mengapa tinggal bersama dengan mertua perempuan, penyebab konflik, dan cara menyelesaikan konflik tersebut oleh informan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus-menerus hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model Miles dan Huberman. Langkah-langkah dalam analisis data adalah sebagai berikut:
Peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan sangat banyak, sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal-hal yang penting. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2005: 92).
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset dalam mengumpulkan data (Kriyantono, 2006: 91). Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama dan tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2006: 43). Adapun data untuk mendapatkan data primer yaitu:
(51)
Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2012: 72) menjelaskan wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Stainback dalam Sugiyono (2012: 318) mengemukakn bahwa dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.
b. Observasi
Observasi ialah kunjugan ke tempat kegiatan secara langsung, sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau objek yang ada tidak luput dari perhatian dan dapat dilihat secara nyata. Semua kegiatan, objek, serta kondisi penunjang yang ada dapat diamati dan dicatat (Satori & Aan, 2012: 106).
2. Data sekunder
Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh lembaga tertentu (Ruslan, 2003: 138). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat, dan membuka dokumen, situs-situs, atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.
3.7. Keabsahan Data
Keabsahan data adalah setiap keadaan harus memenuhi: 1) mendemonstrasikan nilai yang benar; 2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan; dan 3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya (Moleong, 2005: 320). Untuk mengecek keabsahan data dengan kriteria derajat kepercayaan dapat dilakukan dengan tujuh teknik yang dikembangkan oleh Moleong (2009: 327) yaitu: perpanjangan keikutsertaan, meningkatkan ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Dalam
(52)
penelitian ini, peneliti hanya menggunakan tiga teknik dari tujuh teknik tersebut, yaitu:
1. Meningkatkan ketekunan pengamatan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematik. Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang akurat dan sitematis tentang apa yang diamati. 2. Triangulasi
Triangulasi dalam penelitian kreadibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dan berbagai teknik. Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh kepada beberapa sumber. Triangulasi adalah teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek pada sumber yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh melalui wawancara kemudian dicek dengan data hasil observasi atau hasil analisis dokumen.
3. Pemeriksaan sejawat
Diskusi dengan dosen dan teman sejawat maksudnya adalah untuk membicarakan proses dan hasil penelitian. Dari hasil diskusi secara informal peneliti memperoleh masukan-masukan baik dari segi metodologi maupun konteks penelitian, sehingga peneliti dapat lebih baik dalam mengambil tindakan selanjutnya.
3.8. Teknik Analisis Data
Dalam sebuah penelitian, tentu saja memerlukan analisis data berdasarkan apa yang di dapat di lapangan. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dengan mengelompokkannya dalam suatu bentuk yang mudah dibaca dan interpretasi (Silalahi, 2009: 332). Menurut Boglan dan Biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan
(53)
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2009: 248).
Analisis data kualitatif digunakan apabila data-data yang telah terkumpul dalam penelitian adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir yang berangkat dari hal-hal yang khusus (fakta empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep) (Kriyantono, 2006: 196).
Berdasarkan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2005: 92):
1. Melakukan reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dalam hal ini, mereduksi artinya adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian data
Dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat grafik, matriks, network (jaringan), dan chart (grafik).
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibilitas.
(54)
Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994) Kegiatan analisis data dalam penelitian ini, akan dimulai dengan menelaah semua data yang terkumpul dengan wawancara, pengamatan, serta catatan lapangan. Hasil data yang diperoleh berdasarkan teknik analisis data yang telah dijelaskan sebelumnya, akan disususun membentuk laporan secara sistematis. Selanjutnya data yang disusun akan dibagi menjadi data utama dan data penjelas.
Sesuai dengan metodologi penelitian ini, maka hasil penelitian akan dijabarkan dalam bentuk studi kasus yang di dukung dengan teori yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, dan lainnya, kemudian peneliti akan menganalisisnya untuk mengetahui strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di Kota Medan.
Pemaparan Kesimpulan Display
Koleksi Data
Reduksi
(55)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Proses Pelaksanaan Penelitian
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti baik secara observasi maupun dengan cara mewawancarai langsung satu per satu informan yang telah ditetapkan. Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang tiga bulan mulai dari bulan Mei 2015 hingga Juli 2015. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di kota Medan. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi mengenai karakteristik dan jumlah subjek yang akan dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini. Adapun karakteristik informan yang menjadi subjek penelitian yaitu:
1. Subjek sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan mulai dari satu tahun hingga lima tahun karena bersatunya dua individu yang berbeda latar belakang serta kebiasaan bisa menimbulkan berbagai masalah, apalagi jika harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ketika orang tua berada dalam satu atap dengan anak-anaknya yang telah berumah tangga, kemungkinan terjadinya konflik akan semakin besar.
Seperti artikel yang peneliti kutip
di http://www.suaramerdeka.com/hubungan-mertua-anak.
2. Subjek difokuskan kepada menantu perempuan karena mempunyai peran yang sama sebagai ibu rumah tangga dalam satu rumah yang mengakibatkan sulitnya menghindari konflik. Seperti artikel yang peneliti kutip di salah satu media online (http://www.intisari-online.com/majalah.asp?tahun=2004&edisi=497&file=warna0702&page= 02).
(56)
Proses awal penelitian ini dimulai dengan melakukan pengajuan judul kepada jurusan dan disetujui oleh dosen pembimbing. Setelah mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian sesuai dengan judul yang peneliti ajukan, maka peneliti melakukan segala persiapan yang berhubungan dengan penelitian ini. Persiapan awal dimulai dengan melakukan observasi mengenai strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di kota Medan. Selanjutnya, peneliti membuat pedoman wawancara sebagai acuan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan mengenai strategi komunikasi dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama. Kemudian, peneliti melanjutkan pencarian informan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan pendekatan kepada calon-calon informan. Proses wawancara dilakukan di berbagai tempat sesuai dengan permintaan masing-masing informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Lokasi wawancara ada yang dilaksanakan di rumah informan, di rumah adik ipar informan, dan ada juga di kantor informan bekerja. Waktu penelitian terlebih dahulu ditetapkan bersama-sama dengan cara mencari waktu senggang, sehingga proses wawancara dapat berlangsung dengan lancar tanpa banyak mengalami intervensi.
Informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang. Hal ini dikarenakan dari hasil wawancara dengan informan, peneliti tidak memperoleh data baru karena jawaban yang diberikan oleh informan sebagian besar memiliki maksud yang sama, sehingga penambahan informan tidak lagi diperlukan karena tidak memberikan informasi yang baru dan berarti bagi penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang, yaitu menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama satu tahun hingga lima tahun di Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta untuk mengetahui
(57)
penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di Kota Medan.
Proses wawancara berlangsung sesuai dengan pedoman wawancara, yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada informan yang menyangkut tujuan penelitian. Melalui proses wawancara, peneliti akan memperoleh data mengenai informan secara lebih mendalam. Setelah wawancara selesai dilakukan, maka penelitian dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu tahap analisis data. Pada tahap ini, peneliti menguraikan hasil wawancara terhadap kelima informan tersebut. Kemudian peneliti melakukan reduksi data hasil wawancara yaitu dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari pola serta tema data hasil wawancara. Kemudian peneliti melakukan penyajian data dan melakukan penarikan kesimpulan.
Dalam melakukan pengamatan tahap awal, peneliti kemudian melakukan penelitian untuk pertama kali menuju ke tempat di mana informan pertama tersebut tinggal, namun pada saat peneliti ingin mewawancarai informan tersebut, peneliti bertemu dengan adik ipar dari informan dan menyarankan peneliti untuk pulang dan datang kembali pada malam hari karena informan tersebut sedang beristirahat. Setelah peneliti pulang dan datang kembali pada malam hari, akhirnya peneliti bertemu dengan Informan I yaitu Ibu Masniyar Rambe yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun, namun karena sekarang tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya yang membuat ibu mertuanya memiliki hak kebebasan untuk tinggal di mana saja. Akan tetapi, meskipun tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya, ibu mertuanya lebih memilih dan sering tinggal bersama dengan Ibu Masniyar.
Kemudian peneliti menanyakan langsung kepada informan tersebut untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini, akan tetapi informan tersebut merasa ragu-ragu untuk menjadi informan dalam penelitian ini dengan alasan tidak mengerti bagaimana harus menjawab pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada informan tersebut bahwa pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti tidaklah
(58)
begitu sulit untuk dipahami. Setelah peneliti memberikan penjelasan kepada informan tersebut, akhirnya informan tersebut mau dan bersedia dalam kegiatan wawancara ini. Peneliti melakukan wawancara dengan beliau sebanyak dua kali karena pada saat wawancara sedang berlangsung, kondisi rumah dari adik ipar informan sangat ramai sehingga peneliti tidak dapat menyelesaikan wawancara dalam satu hari. Lokasi wawancara pertama dilakukan di rumah adik ipar informan dan wawancara yang kedua dilakukan dirumah informan. Setelah wawancara kedua selesai, peneliti meminta nomor kontak Ibu Masniyar agar nantinya dapat dihubungi apabila masih ada informasi yang kurang di kemudian hari.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang kedua dengan Informan II yaitu Ibu Syarli Melisa yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun sampai sekarang. Ibu Syarli merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Syarli untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini.
Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, akhirnya peneliti melakukan penelitian kedua menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Lokasi wawancara dalam penelitian kedua ini dilakukan di rumah informan tersebut. Wawancara dengan Ibu Syarli berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari.
Peneliti selanjutnya melakukan wawancara yang ketiga dengan Informan III yaitu Ibu Rita Esti yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama dua tahun sampai sekarang. Ibu Rita merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk
(59)
menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Rita untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini.
Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, peneliti pun melakukan penelitian ketiga menuju ke tempat di mana informan tersebut bekerja. Lokasi wawancara dalam penelitian ketiga ini dilakukan di tempat beliau bekerja. Wawancara dengan Ibu Rita berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang keempat dengan Informan IV yaitu Ibu Betti Dameria yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun delapan bulan, namun sekarang Ibu Betti tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena terus-menerus berkonflik dengan ibu mertuanya. Beliau menuturkan bahwa penyebab ia tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. Ibu Betti bukanlah satu-satunya menantu perempuan yang tinggal bersama dengan ibu mertuanya, akan tetapi terdapat tiga orang menantu perempuan dalam satu rumah yang membuat Ibu Betti tidak lagi nyaman untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Akhirnya, ia memilih untuk tidak tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Meskipun beliau tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya, ia tetap tinggal berdekatan dari tempat tinggal ibu mertuanya.
Ibu Betti merupakan teman dari ibu peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Betti untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi Ibu Betti untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai
(1)
ABSTRACT
The title of this research is Communication Strategy The Daughter in law with Mother in law (Case Study of Communication Strategy The Daughter in law with Mother in law in Face The Conflict in Medan). The objective of this research is to study a communication strategy applied by daughter in law in face a conflict with mother in law and the causal factor of conflict between the daughter in law with mother in law in Medan. This research applies qualitative approach with case study method. The theory applied in this research is Relational Dialectics Theory, Communication Strategy, and Conflict. The object of this research is communication strategy the daughter in law with mother in law in face the conflict. The subjects of this research is daughter in law who already lives together with a mother in law during 1-5 years. Informant in this research is consist of five daughter in law who already lives together with mother in law in Medan. The techniques used in the informant selection is a techniques purpose sampling, which is the source based on these criteria that are made of researchers based on the purposes of research. Techniques of data analysis method in this research is Miles and Huberman with stage data reduction, data presentation, and conclusion. The result of research indicates that communication strategy applied by daughter in law in face a conflict with mother in law is to leave her and be quiet. The causal factor of conflict face by daughter in law who already live with mother in law is various, such as: the naughty of children (Informant I), the different opinion in care the children (Informant III and V), a lower income of daughter in law (Informant V), and the mother in law who always compare and take a side because any informant in this research did not only stay with mother in law but also the brother in law (Informant IV and V).
Keywords:
(2)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... ... viii
ABSTRACT ... ... ix
DAFTAR ISI ... ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah ... 1
1.2. Fokus Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perspektif/Paradigma Kajian ... 8
2.2. Kerangka Teori ... 11
2.2.1. Komunikasi ... 11
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 13
2.2.3. Strategi Komunikasi ... 14
2.2.4. Konflik ... 20
2.2.5.Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) ... 23
2.2.5.1. Asumsi Teori Dialektika Relasional ... 24
(3)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ... 27
3.2. Objek Penelitian ... 28
3.3. Subjek Penelitian ... 28
3.4. Unit Analisis ... 29
3.5. Kerangka Analisis ... 30
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.7. Keabsahan Data ... .... 31
3.8. Teknik Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 35
4.1.1. Proses Pelaksanaan Penelitian ... 35
4.1.2. Profil Informan ... 41
4.1.2.1. Informan I ... 41
4.1.2.2. Informan II ... 43
4.1.2.3. Informan III ... 44
4.1.2.4. Informan IV ... 45
4.1.2.5. Informan V ... 47
4.1.3. Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan Dalam Menghadapi Konflik ... 53
4.1.4. Penyebab Konflik Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan 68 4.2. Pembahasan ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 81
5.2. Saran ... 82
DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN
(4)
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
4.1. Deskripsi Menantu Perempuan ... 49
4.2. Deskripsi Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua
Perempuan Dalam Menghadapi Konflik ... 66
4.3. Deskripsi Penyebab Konflik Menantu Perempuan Dengan Mertua
(5)
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Kerangka Pemikiran ... 26
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Hasil Wawancara 3. Dokumentasi Observasi 4. Biodata Penulis