FENOMENA POLITIK KEKERASAN DALAM PILKADES DI DESA KETAPANG LAOK KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG MADURA.

(1)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

ISTIFARIN

NIM: E04211018

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

FENOMENA POLITIK KEKERASAN DALAM PILKADES DI DESA KETAPANG LAOK KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

MADURA Oleh: Istifarin ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Fenomena Politik Kekerasan dalam Pilkades di Desa Ketapang Laok Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan yaitu, bagaimana politik kekerasan dalam pilkades di desa Ketapang Laok Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang? dan apa motif dari terjadinya politik kekerasan dalam pilkades di desa Ketapang Laok Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang? Dimaksudkan agar dapat mengungkapkan realita aksi politik kekerasan dalam pilkades dan motif terjadinya politik kerasan salam pilkades dengan menggunakan analisis teori politik kekerasan dan teori fenomenologi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Penentuan informan menggunakan teknik Purposive sampling. Jumlah informan 20 orang, Adapun teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi. Sedangkan analisis yang digunakan adalah deskripstif-analitik.

Dari peneliti ini di dapat hasil pertama, telah terjadi politik kekerasan di desa ketapang laok seperti pembacokan, pemblokiran jalan-jalan yang ada di desa sehingga mempersempit aktivitas masyarakat, intimidasi kepada masyarakat untuk memilih dari pihak abdussalam. Kedua, Sejak sebelum pemilihan kepala desa pihak Incumbent (mattaher) tidak di perbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala desa. dan pada waktu pemilihan, yaitu surat suara tidak dibagi secara merata hanya dibagikan kepada pendukung abdussalam oleh panitia, Syahwat politik berlebihan untuk menguasai, karena pertentangan dan persaingan sehingga memicu terjadinya kecurangan sehingga terjadi politik kekerasan.


(7)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM...i

PERNYATAAN KEASLIAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

ABSTRAK...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TRANSLITERASI...ix

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah………01

B. Rumusan Masalah……….09

C. Tujuan Penelitian………..09

D. Manfaat Penelitian………10

E. Definisi Konsep……….10

F. Ruang Lingkup Penelitian……….12

G. Sistematika Pembahasan………13

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….14


(8)

x

1. Teori Politik Kekerasan………...17

2. Teori Fenomenologi Alfred Schutz………20

B. Penelitian terdahulu yang relevan/Telaah Pustaka…………22

BAB III METODE PENELITIAN………...24

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian………24

B. Lokasi dan Waktu Penelitian………26

C. Jenis dan Sumber Data………..27

D. Teknik Pengumpulan Data………31

E. Teknik Analisis Data……….34

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA……….38

A. Gambaran Umum Objek Penelitian Desa Ketapang Laok...38

B. Deskripsi Hasil Penelitian……….40

C. Analisis Data……….57

BAB V PENUTUP………..66

A. Kesimpulan………66


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena Politik Kekerasan dalam kehidupan bermasyarakat memang menarik untuk di bicarakan. Sisi yang menarik bukan saja karena pemberitaan tentang berbagai perilaku manusia yang ganjil itu dapat mendongkrak oplah media massa dan ratting dari suatu mata acara di stasiun televisi, atau gosip-gosip gaya hidup selebritas yang terkesan jauh berbeda dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat. Dengan hal ini dalam dunia nyata tepatnya dalam pemilihan kepala desa juga dapat memberikan gaya kehidupan yang mendongkrak media massa untuk memberikan informasi yang disebabkan perilaku politik masyarakat yang semakin tidak stabil, tepatnya dalam pemilhan kepala desa yang sering menunjukkan kekerasan dalam percaturan politiknya

Desa sebagai bagian unit terkecil dari bagian administrasi negara Indonesia adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan dari terbentuknya pemerintahan desa adalah keberanekaragaman masyarakat yang terdapat dalam desa dan partisipasi aktif masyarakat dalam sistem politik desa dalam mewujudkan otomoni desa dengan memberdayakan masyarakat. Desa terbentuk dari adat dan kebudayaan bangsa indonesia. Desa dianggap merupakan sumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia seperti gotong royong, musyawarah mufakat, kekeluargaan dan lainnya. Nilai-nilai luhur inilah yang menjadi landasan dalam penerapan sistem Demokrasi Pancasila yang di dasari oleh pandangan dan


(10)

filsafah bangsa indonesia. Desa sebagai sumber kekuatan Pembangunan bangsa memunculkan sintesa bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi. Landasan falsafah dari Demokrasi Pancasila ini di dasarkan oleh musyawarah mufakat yang di wujudkan dalam bentuk rembung desa.

Desa merupakan bentuk pemerintahan tradisional yang tetap dapat bertahan dengan nilai-nilai budaya, sejarah dan adatnya. Desa sebagai pemerintahan tradisional telah menganut nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya. Dalam sistem pemerintahan desa telah dikenal sistem demokrasi yang terlihat dengan adanya musyawarah yang dilakukan untuk mencapai mufakat dalam membahas permasalah yang terdapat dalam desa. Dalam musyawarah ini masyarakat desa memiliki hak suara untuk dapat berkumpul dan mengajukan aspirasinya. Bentuk lain dari sistem demokrasi di desa dapat kita lihat dengan melihat dalam proses pemerintahan tradisional dalam pemilihan pemimpin desa yang akan memimpin desanya.

Sistem pemerintahan tradisional tersebut berbeda-beda di tiap daerah namun pemerintahan tersebut bertujuan sama dengan landasan demokrasi yakni sebuah masyarakat yang terdiri atas sejumlah warga negara yang berkumpul dan melaksanakan sendiri pemerintahannya. Pemerintahan desa di dasari dengan oleh prinsip pemerintahan yang baik seperti keterbukaan, partisipasi pertanggungjawaban dan penegakan hukum untuk mengarahkan budaya politik. Pemerintahan tradisional ini menganut nilai–nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya dengan mempertahankan nilai-nilai budaya, sejarah dan adat istiadatnya. Desa merupakan miniatur dari bangsa dan negara indonesia karena


(11)

dalam desa terdapat unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia seperti wilayah tempat masyarakat berkumpul dan bertempat tinggal, masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dan pemerintahan yang berfungsi mengatur masyarakat. Sehingga dalam desa dapat di gunakan sebagai cermin dari indonesia karena di dalam desa terdapat aspek-aspek yang saling mempengaruhi dalam masyarakat desa seperti juga sistem politik yang mengatur desa tersebut sebagaimana yang terdapat dalam negara.

Pada tahun 2015 pemerintah khususnya pemerintah sampang memberikan kebijakan untuk melaksanakan pemilihan kepala desa serentak, dimana pemilihan serentak ini akan dilakukan oleh kecamatan Ketapang pada hari rabu tanggal 28 oktober 2015 seperti yang kita ketahui pemilihan kepala desa yang sering di singkat pilkades mungkin bukan istilah yang asing lagi untuk saat ini. Sebagai wadah untuk menampung aspirasi politik rakyat sekaligus sebagai sarana pergantian atau kelanjutan pemerintahan desa. Pilkades di harapkan mampu memenuhi keinginan masyarakat untuk mengangkat calon yang sebagai kepala desa, pilkades merupakan instrument dalam pembentukan pemerintahan modern dan demokratis.

Pemilihan Kepala Desa sebagai ajang konsolidasi politik di tingkat desa memberi pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat. Karenawarga secara terbuka dihadapkan dengan bakal calon atau calon pemimpinnya. Pemilihan Kepala Desa tentu identik dengan kampanye-kampanye yang berbau politik,karena calon pemimpin yang akan dipilih adalah pemipmpin yang dapat membanwa pembangunan untuk desa itu sendiri. Hal yang menarik untuk dikaji


(12)

dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa adalah tahapan kampanye dimana masing-masing calon kepala desa berlomba-lomba memperkenalkan diri, memberikan janji-janji, melakukan pendekatan dengan masyarakat desa, dan beberapa pendekatan lainnya melalui proses komunikasi politik,baik dilakukan secara langsung oleh calon kepala desa maupun oleh tim suksesnya. Pemilihan kepala desa merupakan arena kontestasi politik demokrasi yang ditandai oleh mobilisasi berbagai sumber daya (modal) kekuasaan. Sumber daya kekuasaan dalam bentuk sosial, cultural, sampai sumber daya ekonomi yang menjadi generator dinamika konflik politik.Karena penyelesaian isu teknis seringkali dibersamai oleh pengelolaan mobilisasi sumber daya kekuasaan oleh para calon kepala desa dalam pemilihan langsung. Akibatnya dinamika konflik politik dalam pemilihan kepala desa seringkali meruncing menjadi konflik kekerasan dan anarkis.

Dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala desa sering kita jumpai kekerasan yang mengancam keselamatan jiwa, fisik manusia maupun harta benda. Kekerasan merupakan tindakan berlebihan yang dilakukan demi melindungi dan memperjuangkan nilai serta kepentingannya.1Tindakan kekerasan berimplikasi kepada pelecehan kemanusiaan dan demokrasi yang menjamin eksistensi dan perjuangan hak asasi manusia.

Berbicara tentang kekerasan politik, tidak bisa mengabaikan pembahasan tentang kekerasan politik yang terjadi dalam pemilihan kepala desa di desa ketapang laok kecamatan ketapang kabupaten sampang. Kekerasan politik dalam

1


(13)

pemilihan kepala desa, telah melanggar hak asasi manusia. Baik kekerasan yang dilakukan antar massa. Ataupun kekerasan personal, maupun kekerasan struktural. Meskipun data yang ada dalam laporan pelanggaran pemilihan kepala desa lebih menunjukan bahwa kekerasan politik dalam pemilihan kepala desa di desa ketapang laok lebih banyak dilakukan oleh aparat, dengan motif menegakkan hukum. Hal ini bisa kita lihat dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala desa yang selalu diwarnai dengan kecurangan-kecurangan politik. Contohnya, pemanfaatan milik negara oleh golongan tertentu. Meluasnya kolusi antara aparat dengan kontestan tertentu untuk mendapatkan kemudahan dalam proses pemilihan umum.

Sebagaimana yang sudah di jelaskan di atas, penilitian ini adalah politik kekerasan. Politik kekerasan yang terjadi di ketapang laok terjadi dengan aktivitas penutupan jalan seperti merusak fasilitas umum dan carok sehingga menelan banyak korban.Karena itu tidak salah bila C. Right Mills mengatakan bahwa politik, kekuasaan dan kekerasan saling memperkuat satu sama lain. Karena ”Semua politik pada hakekatnya adalah pertarungan kekuasaan; dan hal paling pokok dari kekuasaan adalah kekerasan”2

Pesta demokrasi yang dilakukan oleh pemerintahan terkecil ini pada dasarnya sudah di atur dalam perudang-undangan desa tentang tata cara penyelenggaraan pilkades sehingga seluruh rangkaian tahapannya mulai dari pembentukan panitia sampai kepada pelantikan kepala desa terpilih diharapakan sesuai dengan

2

Jurnal. A Made Supriatna, “Kekerasan, Pembangunan dan Militerisasi” dalam Busyro M (eds)Kekerasan Politik yang Over Acting, hlm.81. kamis, 11 februari 2016.


(14)

ketentuan yang sudah di tentukan. Dengan demikian proses pemilihan kepala desa akan bejalan dengan baik seperti yang diharapkan oleh semua masyarakat.

Namun pada praktiknya pemilihan kepala desa yang sudah di atur oleh perundang-undangan pemerintah untuk saat ini sangat sulit untuk terselenggara dengan lancar dan baik, karena bermainnya faktor-faktor kepentingan politik.Kepentingan untuk merebut kekuasaan ketimbang hakikat yang di ingini, di samping itu penyelenggaraan pilkades tersentuh dan juga tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan.

Seiring dengan hal ini didalam pelaksanaan pilkades tidak jarang terjadi atau menuai kericuhan dan konflik didalam penyeleggaraan pesta demokrasi ini terdapat masalah dan persoalan sebagai gejala awal konflik pilkades yang diwarnai kericuhan kekerasan yang dapat merusak keutuhan masyarakat. Situasi yang memprihatinkan ini tidak jarang lagi terjadi di berbagai daerah, seperti didaerah kecamatan ketapang kabupaten sampang yang pelaksanaan proses pilkades di warnai dengan persaingan yang tidak sehat, kericuhan, kekerasan yang akhirnya menuai konflik.

Dalam menjelang pemilihan kepala desa di kecamatan ketapang laok sangat banyak menuai konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sehingga menjadikan masyarakat tidak serukun antar tetangga maupun masih dalam ikatan saudara, seperti yang di ketahui bahwa masyarakat Madura, khususnya masyarakat kecamatan ketapang sangat erat hubungannya atau yang memiliki kekeluargaan yang sangat erat, akan tetapi hubungan tersebut hancur ketika


(15)

pilkades tiba, hal ini sudah terjadi di desa yang ada di kecamatan ketapang. Salah satu konflik yang sering terjadi yaitu runtuhnya hubungan kekeluargaan.

Kekerasan terjadi seperti pembacokan antar pendukung, pemblokiran jalan-jalan yang ada di desa sehingga mempersempit aktivitas masyarakat tersebut di karenakan konflik pilkades, seperti yang sudah terjadi di desa ketapang laok, dimana konflik yang terjadi di sana merupakan salah satu calon tidak di perbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala desa oleh panitia pilkades tersebut sehigga terajdi kekerasan, dengan adanya kekerasan di ketapang laok sudah dikatan menjadi desa yang tidak aman karena salah satu kubu saling mengancam, sampai-sampai jalan desa di blokir lebih tepatnya di gali sehingga tidak bisa di lewati oleh kendaraan bermotor, sampai pada akhirnya ada salah satu yang memberontak sehingga terjadi kekacauan dan menimbulkan banyak korban ada yang luka-luka dan lumayan parah.3

Akhirnya, yang lebih memprihatinkan ialah tidak sampainya surat suara, surat suara tidak di bagikan secara merata. Merebaknya intimidasi terhadap pemilih supaya menjatuhkan pilihannya kepada kontestan tertentu.Sering terjadi penyimpangan politik ketika pemilihan kepala desa di desa ketapang laok. Di mana aktor-aktor yang berkepentingan disana memiliki kekuasaan yang penuh untuk memainkan surat suara. Keanehan yang terjadi di desa ketapang laok seperti halnya dalam pilkades yakni sering terjadi kecurangan dalam pembagian surat suara dimana masyarakat yang tidak memilih abdussalam tidak diberikan hak pilih nya. Dan disitulah mulai menimbulkan konflik antara Abdussalam selaku

3


(16)

pemenang pilkades 2015 dengan Mattaher selaku lawannya dan ternyata antara Mattaher dengan Abdussalam ada hubungan kekerabatan.

Letak ketertarikan peneliti dalam mengambil judul “Fenomena Politik Kekerasan dalam Pilkades di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang” adalah di desa Ketapang Laok untuk kesekian kalinya terjadi politik kekerasan atau kekerasan politik pada pra pilkades maupun pasca pilkades. Peneliti disini ingin mengungkap apa motif dan dan bagaimana bentuk kekerasan politik yang terjadi di desa Ketapang Laok.

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam menganalisis obyek dan subyek penelitian maka dianggap perlu adanya pembatasan masalah dalam bentuk rumusan masalah, dan adapaun rumusan masalah tersebut yaitu :

1. Bagaimana Politik Kekerasan dalam pilkades di desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang ?

2. Apa motif dari terjadinya politik kekerasan pada pilkades desa Ketapang laok Kec. Ketapang Kab. Sampang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk menganalisis politilk kekerasan dalam pilkades di desa ketapang laok kec. Ketapang kab. Sampang ?


(17)

2. Untuk mendeskripsikan motif dari terjadinya politik kekerasan dalam pilkades di desa ketapang laok kec. Ketapang kab. Sampang ?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi peneliti dan khalayak umum, lebih khususnya bagi para akademisi dan intelektualis dapat dijadikan sebagai rujukan konseptual dalam dunia keilmuan dan sebagai landasan awal untuk melakukan penelitian lanjutan nantinya.

Bagi Intsansi terkait dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan agenda kerja dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan tema yang ditulis oleh peneliti.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis untuk memperkaya kahazanah kajian ilmu politik dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang politik kekerasan. 2. Manfaat Praktis

Adapun secara praktis untuk memberi pemahaman bahwa kemunculan politik kekerasan dapat memperkuat kekuatan politik dan juga untuk membantu peneliti memahami realitas politik di desa Ketapang Laok Kec. Ketapang, Kab. Sampang Madura.

E. Definisi Konsep

Untuk menghindari adanya kesalah pahaman dalam memahami judul dalam karya ilmiahini dan untuk memperjelas interpretasi, pendapat atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan proposal yang berjudul “Fenomena Politik


(18)

Kekerasandalam Pilkades di DesaKetapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura”maka akan di jelaskan sedikit mengenai istilah-istilah yang terangkai pada judul dan konteks kebahasaannya.

1. Fenomena

Fenomena adalah suatu kejadian permasalahan yang ada disebuah tempat ataupun daerah tertentu. Fenomena juga dapat dikatakan sebagai suatu rangkaian peristiwa atau bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena dapat terjadi di semua tempat yang dapat diamati oleh manusia. Fenomena berasal dari bahasa yunani “phainomenon” atau dapat diartikan sebagai “apa yang terlihat”4

Jadi menurut penjelasan di atas dapat diambil sedikit kesimpulan mengenai fenomena, fenomena yakni segala sesuatu yang terjadi sekitar atau sekeliling kita yang dapat kita amati dan teliti lebih lanjut sesuai fakta dan realita yang ada. Dan dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada fenomena politik kekerasan yang terjadi di desa ketapang laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura, Jawa Timur.

2. Politik Kekerasan

Kekerasan politik bila ditelusuri lewat tingkah laku, selain mengancam jiwa, fisik, serta harta benda, juga mengancam hak berpendapat, berorganisasi, dan hak pilih. Walaupun di satu pihak, kekerasan politik merupakan maksimalisasi pengendalian atau intervensi penguasa dan pemerintah terhadap hak berpendapat, hak berorganisasi, dan hak pilih. Bagi penguasa dan pemerintah, maksimalisasi pengendalian terhadap eksistensi dan kewibawaan serta kebijaksanaan yang

4


(19)

diyakini benar, merupakan hal yang perlu dilakukan. Menurut Johan Galtung, kekerasan itu ada bila manusia dipengaruhi oleh keinginan yang kuat untuk menyakiti, sehingga realitas jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya.5

3. Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura

Desa ketapang laok berada di ujung selatan kecamatan ketapang kabupaten sampang berjarak 4 km dari pusat kecamatan ketapang Desa Ketapang laok terletak di antara Desa ketapang Bunten Timur-Bunten Barat-Paopale Laok.

F. Ruang lingkup Penelitian

Sesuai latar belakang di atas dan agar penelitian ini tidak menyimpang dari rumusan masalah dan agar lebih spesifik pembahasan skripsi ini.Maka diperlukan yang namanya ruang lingkup penelitian, Dalam penelitian peneliti hanya membatasi pada “Fenomena Politik Kekerasan di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang, Kab. Sampang Madura”.

G. Sistematika Pembahasan

Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penelitian ini, maka peneliti perlu mendiskripsikan sistematika penelitian, yaitu :

BAB I : Pendahuluan (Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penjelasan Judul, Ruang Lingkup Penelitian, Metodologi Penelitian, Telaah Pustaka, Sistematika Pembahasan)

5

Arbi Sanit (A), “Memahami Kekerasan Politik”, dalam Busyro Muqodas (eds) Kekerasan Politik Yang Over Akting, Yogyakarta : LKBH UII, 1998, hlm. 25.


(20)

BAB II : Kajian Pustaka (Teori Politik Kekerasan, Teori Fenomenologi, Penelitian Terdahulu)

BAB III : Metode Penelitian (Pendeketan Penelitian, Lokasi dan Waktu, Jenis dan Sumber Data, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Data)

BAB IV : Penyajian Data dan Analisis Data(Setting, Data dan Analisis)


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Teori Fenomenologi Alfred Schutz

Dalam peta tradisi Teori Ilmu Sosial terdapat beberapa pendekatan yang menjadi landasan pemahaman terhadap gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat.Salah satu dari pendekatan yang terdapat dalam ilmu sosial itu adalah fenomenologi. Fenomenologi secara umum dikenal sebagai pendekatan yang dipergunakan untuk

membantu memahami berbagai gejala atau fenomena sosial dalam

masyarakat.Peranan fenomenologi menjadi lebih penting ketika di tempat secara

praxis sebagai jiwa dari metode penelitian sosial dalam pengamatan terhadap pola perilaku seseorang sebagai aktor sosial dalam masyarakat. Namun demikian implikasi secara teknis dan praxis dalam melakukan pengamatan aktor bukanlah esensi utama dari kajian fenomenologi sebagai perspektif.

Fenomenologi Schutz sebenarnya lebih merupakan tawaran akan cara pandang baru terhadap fokus kajian penelitian dan penggalian terhadap makna yang terbangun dari realitas kehidupan sehari-hari yang terdapat di dalam penelitian secara khusus dan dalam kerangka luas pengembangan ilmu sosial. Dengan demikian, fenomenologi secara kritis dapat diinterpretasikan secara luas sebagai sebuah gerakan filsafat secara umum memberikan pengaruh emansipatoris secara implikatif kepada metode


(22)

penelitian sosial. Pengaruh tersebut di antaranya menempatkan responden sebagai subyek yang menjadi aktor sosial dalam kehidupan sehari-hari.Selanjutnya pemahaman secara mendalam tentang pengaruh perkembangan Fenomenologi itu sendiri terhadap perkembangan ilmu sosial belum banyak dikaji oleh kalangan ilmuwan sosial.Pengkajian yang dimaksud adalah pengkajian secara historis sebagai salah satu pendekatan dalam ilmu sosial.Salah satu ilmuwan sosial yang berkompeten dalam memberikan perhatian pada perkembangan fenomenologi adalah Alfred Schutz. Ia mengkaitkan pendekatan fenomenologi dengan ilmu sosial.1

Posisi pemikiran Alfred Schutz yang berada di tengah-tengah pemikiran Fenomenologi murni dengan ilmu sosial menyebabkan buah pemikirannya mengandung konsep dari kedua belah pihak.Pihak pertama, fenomenologi murni yang mengandung konsep pemikiran filsafat sosial yang bernuansakan pemikiran metafisik dan transendental pada satu sisi. Di sisi lain, pemikiran ilmu sosial yang berkaitan erat dengan berbagai macam bentuk interaksi dalam masyarakat yang tersebar sebagai gejala-gejala dalam dunia sosial. Gejala-gejala dalam dunia social tersebut tidak lain merupakan obyek kajian formal (focus of interest) dari fenomenologi sosiologi. Salah satu ilmuwan sosial yang berkompeten dalam memberikan perhatian pada perkembangan fenomenologi adalah Alfred Schutz.Ia mengkaitkan pendekatan fenomenologi dengan ilmu sosial.2

1

Schutz, Alfred, 1967, The Phenomenology of The social World, German: Der sinnhafi Aufbau Der Sozialen. 2


(23)

Selain Schutz, sebenarnya ilmuwan sosial yang memberikan perhatian terhadap perkembangan fenomenologi cukup banyak, tetapi Schutz adalah salah seorang perintis pendekatan fenomenologi sebagai alat analisa dalam menangkap segala gejala yang terjadi di dunia ini. Selain itu Schutz menyusun pendekatan fenomenologi secara lebih sistematis, komprehensif, dan praktis sebagai sebuah pendekatan yang berguna untuk menangkap berbagai gejala (fenomena) dalam dunia sosial. Dengan kata lain, buah pemikiran Schutz merupakan sebuah jembatan konseptual antara pemikiran fenomenologi pendahulunya yang bernuansakan filsafat sosial dan psikologi dengan ilmu sosial yang berkaitan langsung dengan manusia pada tingkat kolektif, yaitu masyarakat.3

Menurut Schutz sangatlah penting kesadaran dan ilmu penegetahuan, karena apa yang dipaparkan oleh Schutz kalau di analisis dalam politik kekerasan yang terjadi di desa ketapang laok, disana memang sangatlah kurang kesadaran masyarakat dalam berpolitik, karena seandainya mereka sadar mungkin tidak akan terjadi yang namanya kekerasan, seandainya mereka sadar bahwa apa yang dilakukannya itu menyimpang dari hukum agama dan hukum posif mungkin kekrerasan itu tidak akan terjadi, jadi kalau disimpulkan atau disingkronkan dengan teorinya Schutx terjadinya kekersan di desa ketapang laok tersebut kurangnya kesadaran dalam masyarakat. Dan juga ilmu penegetahuan, ilmu pengetahuan disini juga sangat penting dalam hidup bermasyarakat kaena ilmu yang akan membawa kita dalam keadaan keteraturan dan

3

Soekanto, Soerjono. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


(24)

sebagainya tanpa ilmu kita akan buta atas segalanya. Coba kita bayangkan orang yang mempunyai ilmu pasti akan berbeda dalam bertindak karena orang yang berilmu itu akan lebih banyak berfikir untuk untuk bertindak, akan tetapi dalam kehidupan masyarakat didesa ketapang laok berpikiran positif itu sanagtlah minim jadi kalau disimpulakan dengan terjadi politik kekerasan tersebut masyarakat desa ketapang masih kurang ilmu penegetahuannya khususnya alam ilmu politik, karena seandainya mereka tahu apa sebenarnya politik itu dan tujuan politik kemungkinan besar kejadian kekerasan tersebut bisa tidak terjadi.

B. Kerangka Teoritik

1. Teori Politik Kekerasan

Menurut Johan Galtung, kekerasan itu ada bila manusia dipengaruhi oleh keinginan yang kuat untuk menyakiti, sehingga realitas jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya4. Berbicara tentang kekerasan politik, tidak bisa mengabaikan pembahasan tentang kekerasan politik yang terjadi dalam pemilihan umum.Kekerasan politik dalam pemilihan umum, telah melanggar hak asasi manusia. Baik kekerasan yang dilakukan antar massa, (horisontal) maupun kekerasan yang dilakukan oleh aparat (vertikal). Ataupun kekerasan personal, maupun kekerasan struktural. Meskipun data yang ada dalam laporan pelanggaran.

4

Jurnal. Johan Galtung, “Kekerasan, Perdamaian, dan Penelitian Perdamaian”, dalam Mochtar Lubis, Menggapai Dunia Damai, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1988, hlm, 140.


(25)

Galtung menyatakan bahwa level potensial untuk merealisasikan adalah pengetahuan dan sumber daya. Apabila pengetahuan dan/atau sumber daya dimonopoli oleh kelompok atau kelas atau digunakan untuk tujuan lainnya, maka tingkat yang aktual akan turun di bawah yang potensial, dan kekerasan hadir dalam sebuah sistem. Sebagai tambahan atas konsep kekerasan yang tidak langsung ini, Galtung juga menjelaskan bentuk kekerasan langsung, yaitu ketika tujuan untuk melakukan realisasi (seperti integritas fisik/psikologis seperti paramedis, infrastruktur fisik seperti rumah sakit, sekolah) tidak dilakukan namun dirusak. Ketika terjadi peperangan, terjadi kekerasan langsung dimana pembunuhan atau pencideraan seseorang dipastikan menempatkan realisasi somatis aktual (actual somatic realization) di bawah realisasi somatis potensial (potential somatic realization). Namun dimungkinkan pula terjadi kekerasan tidak langsung, ketika pengetahuan dan sumber daya disalurkan jauh dari upaya konstruktif untuk mendekatkan yang aktual kepada yang potensial.5

Selanjutnya, Galtung membagi kekerasan dalam tiga kategori, yaitu Kekerasan Langsung (antara Pelaku-Korban), Kekerasan Struktural (yang bersumber dari struktur sosial antar orang, masyarakat, kumpulan masyarakat (aliansi, daerah)]), dan dibalik keduanya Kekerasan Kultural (simbolis dalam agama, ideologi, bahasa, seni, pengetahuan, hukum, media, pendidikan; gunanya melegitimasi Kekerasan Langsung

5

Jurnal. Johan Galtung, Violence, Peace, and Peace Research, Journal of Peace Research, Vol 6 No 63 (1969), hal.168. Kanisius, Yogyakarta, 1997, hal. 64-65


(26)

dan Kekerasan Struktural). Kekerasan Kultural dan Kekerasan Struktural

menyebabkan kekerasan Langsung. Kekerasan Langsung juga

menguatkan/memperburuk Kekerasan Struktural dan Kekerasan Kultural. Kekerasan Langsung berupa fisik atau verbal tampil sebagai prilaku yang tidak berubah, karena akarnya adalah struktur dan budaya.6

Pemilihan Umum lebih menunjukan bahwa kekerasan politik dalam pemilihan umum di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh aparat, dengan motif menegakkan hukum.7Hal ini bisa kita lihat dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum yang selalu diwarnai dengan kecurangan-kecurangan politik.Contohnya, pemanfaatan milik negara oleh golongan tertentu. Meluasnya kolusi antara aparat dengan kontestan tertentu untuk mendapatkan kemudahan dalam prosespemilihan umum.

Akhirnya, yang lebih memprihatinkan ialah merebaknya intimidasi terhadap pemilih supaya menjatuhkan pilihannya kepada kontestan tertentu.8Bentuk-bentuk kekerasan politik dalam pemilu lainnya ialah perusakan fasilitas fisik pemilu, pemukulan, pembunuhan lawan politik dan huru-hara politik. Pengulangan pencoblosan, pengulangan proses perhitungan suara, politik uang yang masih berlaku di beberapa daerah, kecurangan dalam perhitungan suara, adanya saling hujat antar pendukung partai. Dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang lebih ekstrim.Yang kesemuanya termasuk dalam kemungkaran.

6Johan Galtung,

Violence, Peace, and Peace Research, Ibid, hal. 168-169

7

Arbi Sanit (B), Partai, Pemilu dan Demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997,hlm. 91

8


(27)

Terjadinya berbagai tindak kekerasan, tidak bisa melepaskan diri dari peran negara terhadap terjadinya kekerasan negara (kekerasan terorganisir).Karenanya kekerasan negara merupakan jenis kekerasan yang perlu mendapat perhatian serius dari kalangan sipil.Sebab kekerasan negara memiliki kekuatan destruktif sangat besar dibandingkan dengan kekerasan tidak terorganisir.Kekerasan ini sulit ditembus oleh kekuatan moral dan sosial karena hambatan justifikasi politik hukum yang melekat di dalamnya.9

Dalam percaturan politik Indonesia saat ini, kekerasan adalah sebuah kata klasikal yang tak asing lagi bagi pendengaran kita.Kata ini mengingatkan kita pada situasi yang kasar, sadis, menyakitkan dan menimbulkan efek negatif.Atau yang biasa diterjemahkan dari bahasa asing (Inggris) violence.Kekerasan menunjukan kata keras, pemaksaan, paksaan.10

Johan Galtung juga memaparkan bahwa ketidak adilan yang diciptakan oleh suatu sistem yang menyebabkan terjadinya kekerasan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya yang merupakan konsep kekerasan structural. Model kekerasan yang model seperti ini ditunjukkan oleh rasa tidak aman karena tekanan yang dilandasi oleh kebijakan politik otoriter. Kalau di analisis dengan politik kekerasan yang sudah terjadi desa ketapang laok sangatlah cocok, karena kekerasan terjadi yang sampai ada jatuhnya korban atau ada pembunuhan itu smua salah satuanya karena ketidak adilan yang diciptakan oleh salauh satu calon kepala desa dimana politiknya

9

Lambang Triyono, Baca Wacana Kekerasan Dalam Masyarakat Transisi, Yogyakarta : Insist, Edisi 9 tahun III. 2002, hlm. 75.

10


(28)

itu tidak memberikan surat undangan terhadap masyarak yang di anggap akan ikut pihak lawan sehingga dengan adanya tidak adanya keadilan yang seperti itu menyebabkan pembunhan.

Bentuk-bentuk kekerasan politik dalam pemilu lainnya ialah perusakan fasilitas fisik pemilu, pemukulan, pembunuhan lawan politik dan huru-hara politik. Pengulangan pencoblosan, pengulangan proses perhitungan suara, politik uang yang masih berlaku di beberapa daerah, kecurangan dalam perhitungan suara, adanya saling hujat antar pendukung partai. Dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang lebih ekstrim.11

Pembahasan kekerasan politik pemilihan umum ini, pernah dilakukan Arbi Sanit. Yang mana dalam pembahasannya diawali dengan tipe dan bentuk–bentuk kekerasan politik serta berbagai macam retorika politik dalam pemilihan umum.12 Arbi Sanit juga melihat bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan politik dalam pemilihan umum ini dilatar belakangi oleh tekanan kehidupan yang semakin berat, terabaikannya peran lembaga politik dan tingkat perkembangan sosial politik yang tidak adil. Tekanan kehidupan berupa persaingan lapangan kerja, produksi dan pemasaran yang semakin sengit meletakkan warga masyarakat dalam posisi sulit. Di satu pihak perkembangan pendidikan dan informasi melahirkan aspirasi yang lebih

11

Soetjipto, Indonesia Menjelang Pemilu, dalam Genta Edisi 120 thn. Ke XXXV /19April 1999, Surabaya : Universitas Petra, hlm. 9.

12


(29)

luas, kebebasan pribadi dan keluarga yang semakin mendalam. Dilain pihak, kondisi ekonomi mereka tidak menunjang realisasi bagi aspirasi yang berkembang tersebut.13

Johan Galtung membagi kekerasan dalam kategori. Pertama, kekerasan struktural dikenali dari dua ciri: 1). Bersifat vertikal atas kebawah (yang kuat kepada yang lemah, yang berkuasa kepada yang dikuasai, yang besar kepada yang kecil); dan 2). Mengandung represi (dominasi, hegemoni, eksploitasi). Kekerasan semacam ini terjadi dalam konteks makro, dengan aktor-aktor besar (Negara, militer/aparat keamanan, non-negara, perusahaan trans-nasional, sindikasi, organisasi). Kedua,

kekerasan Horizontal terjadi pada aktor yang „relatif’ setara dan tidak berdimensi vertikal, baik yang terjadi antar-individu (kerabat atau asing) antar-kelompok (keluarga atau bukan keluarga), atau individu versus kelompok vice versa. Sebagaimana konflik struktural, motivasi dasar dari konflik ini adalah kepentingan untuk melakukan dominasi (penundukan), penguasaan (sumber daya), serta penegasian. Termasuk didalamnya adalah motivasi pengakuan eksistensi dalam lingkungan atau pada bidang tertentu.

Kekerasan ini terjadi dalam bentuk „serangan’ individual/kelompok, umumnya dengan dasar perbedaan relasi (laki-laki-perempuan, orang tua-anak, atasan-bawahan, benar-salah), identitas (ideologi, agama, suku, ras, afiliasi), atau Keduanya. Pembedaan relasi dan identitas disamping menjadi „alasan pembenar’ juga dipandang

13


(30)

efektif untuk menjadi sarana mobilisasi, peningkatan militansi, materi doktrinasi maupun pemicu aksi.

Kekerasan Horizontal adalah kepentingan pengakuan eksistensi, kepemilikan, „penegakan’ hukum/nilai (adat, agama, negara) atau konsensus, diluar dari apa yang secara resmi mengikat dan sah (beberapa argumentasi „alasan’ agama tidak bisa menjadi pembenar „kekerasan’ dalam satu Negara yang sistem politiknya sekuler misalnya). Contoh kasus kekerasan semacam ini adalah pelanggaran pidana (kriminal), pelanggaran perdata, pelanggaran pemenuhan hak-hak (hak publik, hak pribadi, hak karena ikatan tertentu). Tindakan terhadap diri sendiri (bunuh diri dan pencideraan misalnya) juga merupakan bagian dari pelanggaran ini.

Karenanya solusi efektif dari kekerasan Horizontal adalah penegakan Hukum, Reparasi hak-hak korban, Reinterpretasi atau penguatan hukum dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan kelemahan atau ketiadakan hukum, serta perumusan konsensus normatif baru. Dalam kasus kekerasan yang berlarut-larut, biasanya terjadi karena ketiadaan, ketidaktegasan, ketidakjelasan atau ketidakadilan dari proses hukum.

Ketiga, Kekerasan sebagai “reaksi normal dalam situasi tidak normal” Kekerasan semacam ini merupakan peristiwa yang tidak mendapat tempat khusus dan eksplisit dalam kajian-kajian di atas, padahal persoalan yang terjadi nyata dan massif. Pengalaman kekerasan di wilayah konflik ataupun kekerasan dengan konteks tertentu


(31)

(pembunuhan dukun santet, pengadilan jalanan) sebagai contoh negatif, dan pembelaan diri dalam kasus perampasan aset atau perjuangan kemerdekaan adalah contoh positif.

Dalam konteks ini, „situasi tidak normal’ yang dimaksud adalah situasi-situasi yang dianggap „bukan seharusnya’ seperti konflik, kemiskinan, keterasingan, dan ketertindasan. Kekerasan yang kemudian terjadi bisa sebagai reaksi pelaku atas sistem (dinas polisi rahasia yang harus menjalankan tugas eksekusi lawan politik pemerintah, anak yang „dipaksa’ berperang) atau reaksi korban (serangan terhadap pelaku atau simbol-simbol represi, pemberontakan, atau kegilaan).

C. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, menganggap penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan penting untuk dipelajari sebagai referensi dan memberikan pengetahuan yang lebih mendalam lagi bagi peneliti. Penelitian terdahulu yang dianggap relevan oleh peneliti atau telaah pustaka memuat hasil-hasl penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, dengan maksud untuk menghindari duplikasi. Disampin itu, untuk menunjukkan bahwa topik yang diteliti belum pernah diteliti oleh peneliti lain dalam konteks yangsama serta menjelaskan posisi penelitian yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Dengan kata lain, telaah pustaka bertujuan untuk meletakkan posisi penelitian diantara penelitian-penelitian yang telah ada.


(32)

Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Lailatin Fajriyah, yang berjudul “Kekerasan Politik dalam pemilihan umum tahun 1999 di Semarang”. Model kekerasan politik di Dongos terjadi secara beruntun dan dalam waktu yang singkat.Hal ini terjadi dipicu oleh konflik antar pendukung partai politik dalam pemilu tahun 1999.Menurutnya, konflik kekerasan politik di Dongos tidak terjadi dengan sendirinya, namun dibalik kekerasan politik itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kekerasan tersebut. Antara lain, perubahan psikologis massa, ideologisasi agama, tranformasi social politik massa Nahdlatul Ulama, kesenjangan ekonomi, euforia politik, dan kedekatan ideologi antar partai.14 Dongos yang berubah menjadi kekerasan politik keagamaan, bukan konflik yang dipicu oleh perbedaan agama. Konflik itu terjadi antara simpatisan partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sama-sama sebagai warga Nahdlatul Ulama.19 Termasuk dalam kekerasan horizontal. Oleh karenanya, berpijak dari kilas balik sejarah peradaban Islam, uraian Arbi Sanit, dan Lailatin penulis bermaksud membahas tentang kekerasan politik dalam pemilu tahun 1999 di Semarang. Dari segi letak geografis, kehidupan ekonomi, sosial budaya, dan politik berbeda dengan ketiga pembahasan terebut di atas. Sehingga besar

14

Lailatin Fajriyah “Kekerasan Politik dalam Pemilihan Umum Tahun 1999 di Semarang” (Semarang: UIN Walisongo, 2003).


(33)

kemungkinan akan mendapatkan data, maupun fakta baru yang berbeda tentang kekerasan politik dalam pemilu.

Persamaan : persamaan yang ada antara skripsi peneliti dengan skripsi di atas ini yakni sama sama membahas mengenai politik kekerasan.

Perbedaan : perbedaan antara bahasan di atas dengan bahasan peneliti yakni pada pembahasannya, jika pada bahasan skripsi di atas itu lebih menekankan pada kekerasan politik pada pemilu, berbeda dengan pembahasan peneliti, kalau peneliti lebih menekankan pada kekerasan politik dalam pemilihan kepala desa di desa ketapang laok kecamatan ketapang kabupaten sampang. berbeda dengan pembahasan peneliti, kalau peneliti lebih menekankan pada bentuk kekerasan politik dalam pilkades dan motif terjadinya kekerasan

2. Jurnal tentang “Kekerasan Atas Nama Agama Dalam Perspektif Politik”. Kekerasan atas nama agama atau yang menempatkan agama sebagai pembenarannya mendapatkan respon yang bervariasi. Aksi ini bisa karena faktor agama saja dan bisa juga karena politik. Ini bisa bertitik tolak dari pemahaman keagamaan tertentu kemudian oleh muatan politik. Atau sebaliknya muatan politik lebih dulu baru diberikan justifikasi agama.15

15


(34)

Persamaan : persamaan yang ada antara skripsi peneliti dengan skripsi di atas ini yakni sama sama membahas mengenai kekerasan politik.

Perbedaan : perbedaan antara bahasan di atas dengan bahasan peneliti yakni pada pembahasannya, jika pada bahasan skripsi di atas itu lebih menekankan pada kekerasan politik pada agama, berbeda dengan pembahasan peneliti, kalau peneliti lebih menekankan pada bentuk kekerasan politik dalam pilkades dan motif kekerasannya.


(35)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni data yang digunakan merupakan data kualitatif (data yang tidak terdiri dari angka-angka) melainkan berupa gambaran dan kata-kata.1 Adapun secara terminologi pendekatan kualitatif adalah metode yang mana hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.2 Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena tentang sesuatu yang dialami oleh obyek penelitian secara holistik, dan di diskripsikan dengan bentuk kata-kata dan bahasa. Pada konteks khusus yang natural dengan menggunakan metode ilmiah.3

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Yaitu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu fenomena atau kenyataan sosial. Model penelitian kualitatif ini dipilih peneliti karena peneliti bermaksut untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya: perilaku, motivasi, tindakan, secara holistic,4 serta memperoleh pemahaman tentang Fenomena Politik Kekerasan di Desa

1

Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Remaja Rosdakarya, Bandung: 2000). Hal 36.

2

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Alfabeta, Bandung: 2010). Hal 8.

3

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitaif Edisi Revisi, (Bandung: RosdaKarya, 2007). Hal 6.

4


(36)

Ketapang Laok. Maka metode yang akan digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.

B. Lokasi Penelitian

Alasan peneliti melakukan penelitian di desa Ketapang Laok karena pada saat pemilihan kepala desa maupun sebelum pemilihan kepala desa terjadi sebuah kekerasan politik, kekerasan yang terjadi di ketapang laok yaitu carok. Disitulah letak ketertarikan peneliti untuk meneliti lebih dalam apa penyebab, motif, dan apa akibatnya dari adanya politik kekerasan tersebut.

C. Sumber Data

a. Data Primer

Data Primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, yaitu subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan variabel yang diteliti atau data yang diperoleh dari responden secara langsung.5 Di dalam penelitian ini informan yang diambil penulis yaitu Abdussalam selaku kepala desa ketapang laok.

Sedangkan dalam menentukan informan, menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu penentuan informan tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman, atau wilayah tetapi didasarkan pada adanya tujuan dan pertimbangan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan

5


(37)

penelitian.6 Informan yang dipilih dalam wawancara penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Sumber data dalam hal ini adalah informan, disini informan yang dimaksud dalam wawancara penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Abdus Salam selaku kepala desa di desa Ketapang Laok sebagai informan utama untuk mengetahui proses pencalonan dirinya sebagai Kepala Desa.

2. Tokoh Agama, KH. Zainal Abidin. 3. H, fauzan salah satu tokoh masyarakat. 4. Ibu Siyah selaku pedagang pasar. 5. Bapak Madun selaku sekertaris desa. 6. Sarjono, selaku aparat kepolisian. 7. Usman, kepala dusun

8. Budi, salah satu blater

9. Beberapa masyarakat yang memiliki pengetahuan luas tentang politik kekerasan dalam pilkades di desa ketapang laok, yaitu:

a) Bapak Siram b) Bapak Su’ud

c) Bapak Hamdun

d) Abdul Kodir

6


(38)

e) Rosyid f) Supardi g) Hendri h) Liman i) Bapak Tiwat

Selanjutnya teknik yang digunakan dalam pemilihan informan menggunakan Purposive Sampling, adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu.

b. Data Sekunder

Yang kedua ini adalah sumber sekunder, dimana jenis sumber data ini menggunakan literatur. Literatur yang digunakan adalah buku, jurnal yang berkaitan dengan objek penelitian.

D. Penentuan Informan

Informan adalah orang yang bisa memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.7 Adapun teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample

didasarkan atas tujuan tertentu (orang yang dipilih betul-betul memiliki kriteria

7


(39)

sebagai sampel).8 Informan ini di butuhkan untuk mengetahui kondisi yang sesuai dengan Fenomena Politik Kekerasan dalam Pilkades di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang kab. Sampang.

Teknik yang digunakan dalam pemilihan informan menggunakan

Prurposive Sampling, artinya teknik penentuan sumber data

mempertimbangkan terlebih dahulu, bukan diacak. Artinya menentukan informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.9 Selanjutnya menurut Arikunto10 pemilihan sempel secara purposive pada penelitian ini akan berpedoman pada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut :

a) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

b) Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis).

c) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan hal yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara

8

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 85.

9

Burhan Bungin, PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, (Fajar Interpratama Offset, Jakarta: 2007), Hal107.

10


(40)

cermat, karena penelitian ini mengkaji tentang fenomena politik kekerasan dalam pilkades di desa ketapang laok maka peneliti memutuskan informan pertama atau informan kunci yang paling sesuai adalah Abdussalam, adalah kepala desa ketapang laok. Dari informan kunci ini selanjutnya akan dilakukan wawancara dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai politik kekerasan dalam pilkades di desa ketapang laok.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara.11 Burhan bungin mengemukakan bahwa Metode pengumpulan data adalah bagian instrument pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidak suatu penelitian.12Dalam hal ini diperlukan adanya teknik pengambilan data yang dapat digunakan secara cepat dan tepat sesuai dengan masalah yang diselidiki dan tujuan penelitian, maka penulis menggunakan beberapa metode yang dapat mempermudah penelitian ini, antara lain:

1. Metode Observasi

Observasi merupakan suatu cara yang sangat bermanfaat, sistematik dan selektif dalam mengamati dan mendengarkan interaksi

11

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 137

12

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 129


(41)

atau fenomena yang terjadi.13 Jadi metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.14

Yang dimaksud observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung dengan melihat, mengamati sendiri kejadian pra pilkades dan pasca pilkades seperti waktu pra pilkades dimana jalan-jalan di desa Ketapang Laok ditutup agar tidak bisa dilewati oleh timsukses dari lawan, disini peneliti mengamati dan memperhatikan kejadian penutupan jalan tersebut. Dan peneliti mengikuti setiap pelaksanaan kegiatan dan acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura. Peneliti juga mencatat perilaku dan kejadian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya baik di dalam proses kegiatan maupun diluar kegiatan. 2. Metode Interview (wawancara)

Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (pengamatan), sudah tentu para peneliti, walaupun dibantu oleh banyak asisten yang dapat menggantikan observasi mereka secara bergiliran,

13

Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian; Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 236-237

14


(42)

karena kekurangan data yang di dapat dari observasi harus diisi dengan data yang didapat dari wawancara.15

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan responden melalui percakapan langsung dan berhadapan. Wawancara atau interview adalah proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

responden/orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide) wawancara.16

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini melibatkan beberapa masyarakat Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan data yang lebih relevan. Wawancara ini telah penulis lakukan kepada saudara Kh. Moh, zainal, salah satu tokoh agama ketapang laok.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.17 Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk kejadian yang pernah ada di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura. Sifat utama dari data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga member peluang kepada peneliti untuk

15

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 62

16

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 133

17


(43)

mengetahui hal-hal yang pernah terjadi diwaktu silam. Kumpulan data bentuk tulisan ini di sebut dokumen dalam arti luas termasuk monument, artefak, foto, tape, mikrofilm, disc, CD, harddisk, flashdisk, dan sebagainya.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya menggola data dengan mengumpulkan data, memilah-milah dan menemukan pola (finding a patter), menemukan apa yang penting dan apa yang diperlukan, menguji kembali (verification), dan memutuskan kesimpulan (tentative conclusion).18

Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitik yaitu metode dalam mengolah data-data yang telah dikumpulkan dengan menganalisisnya sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan dengan analisa data kualitatif berupa reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan dan verifikasi.

a) Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian direduksi untuk memilah data pokok yang penting yaitu yang berkaitan dengan fokus tema penelitian. Kemudian data tersebut disusun secara sistematis agar mudah untuk difahami sehingga pemahaman ini akan membantu menjawab pertanyaan baru berkaitan dengan tema penelitian, yaitu :

18


(44)

a. Bagaimana Fenomena Politik Kekeasan dalam Pilkades di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang.

b. Apa Motif terjadinya politik Kekerasan dalam Pilkades di Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang.

b) Data Display/Penyajian Data.

Data display adalah data yang telah mengalami proses reduksi yang langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, maupun diagram. Tujuan penyajian data disini adalah untuk mempermudah dalam memahami hal yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan hal-hal yang telah difahami tersebut. Data yang didapat kemudian dijelaskan hubungannya dengan data yang lain sehingga terbentuk suatu korelasi data terkait permasalaan penelitian.

c) Menarik Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik dan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang telah ditetapkan.

G. Teknik Keabsahan Data

Semua data yang diperoleh dari lapangan yang telah dipisahkan kemudian disusun untuk mencari pola, hubungan dan kecenderungan


(45)

hingga sampai pada tahap kesimpulan. Untuk memperkuat kesimpulan dari penelitian diperlukan verifikai ulang atau menambahkan data baru yang mendukung kesimpulan tersebut sehingga kesimpulan akan menjadi data yang valid. Dalam proses ini peran bahan bacaan atau literature review dapat membantu peneliti untuk memperoleh kesimpulan yang valid berkaitan dengan hasil data yang diperoleh dari lapangan dengan triangulasi data.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, dan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Sugiyono memaparkan triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian.19

penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan teknik dimana peneliti mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber

19


(46)

(informan), hingga data tersebut bisa dinyatakan benar (valid) dan juga melakukan observasi serta dokumentasi diberbagai sumber.


(47)

39

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Objek Penelitian Desa Ketapang Laok

1. Demografi Wilayah PenelitianDesa Ketapang Laok

a. Sosial Ekonomi Desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura.

Berdasarkan data yang diperoleh dari badan statistik Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang luas wilayah Kecamatan Ketapang 141,03 Km2 yang berdampingan dengan berbatasan Kecamatan Banyuates disebelah Barat, sebelah Timur Kecamatan Sokobanah, sebelah Selatan Kecamatan Robatal. Jumlah penduduk Desa Ketapang Laok 1.520 yang mayoritas pemeluk Agama Islam. Desa Ketapang Laok merupakan salah satu desa dari empat belas desa yang terletak di Kecamatan Ketapang.

Desa Ketapang Laok merupakan salah satu desa di Wilayah Kecamatan Ketapang yang letak geografisnya terletak di Selatan Kecamatan Ketapang jarak antara Kecamatan dan desa Ketapang Laok 4 Km. Lihat Gambar Peta dibawah ini.

Pekerjaan dari empat dusun di desa Ketaang Laok rata-rata/sebagian besar merupakan petani, dimana pertanian di desa Ketapang Laok mengandalkan air hujan atau dengan kata lain merupakan sawah tadah hujan, ketapang Laok memiliki lahan sawah yang amat luas para petani pada umumnya bercocok tanam


(48)

padi, kemudian jagung dan kacang panjang, itu semua merupakan pertanian tadah hujan, dimana itu semua sangat bergantung pada turunnya curah hujan. Pada musim kemarau otomatis semua sektor pertanian akan lumpuh karna tidak adanya air yang mengairi sawah-sawah, umumnya tanaman yang masih ditanam oleh petani adalah singkong dan ketela, sehingga para petani di musim kemarau yang memiliki ternak akan menternakkan ternaknya, namun bagi para petani yang memiliki disel pompa air untuk mengairi sawahnya, maka akan tetap bertani padi dan sebagainya.

Pertanian yang dapat dihasilkan oleh penduduk desa Ketapang Laok beranikaragam. Hasil tanaman berupa jagung, kacang panjang, kacang tanah, padi, keladi, dan singkong. Cara pertanian mereka masih berpindah-pindah dari satu lahan ke lahan lain di sekitar lahan yang mereka meliki, dan masih belum mengarah pada orientasi pasar. Peternakan juga di hasilkan oleh penduduk desa Ketapang Laok. Selain ternak unggas seperti ayam dan itik, penduduk juga memelihara ternak-ternak ukuran besar. Jenis ternak yang sangat penting bagi penduduk desa Ketapang laok adalah sapi dan kambing, karena memiliki nilai kultural, selain itu juga digunakan selalu dalam setiap pemutongan hewan kurban. Ternak sapi dan kambing dipelihara secara tradisional, siang hari dibawa ke padang pengembalaan dan malam hari di masukkan ke dalam kandang.

Pemeliharaannya masih sederhana, namun sapi merupakan ternak yang penting. Rata-rata penduduk beternak sapi. Secara ekonomi harga jual sapi juga relative tinggi, sehingga usaha-usaha pencurian sapi semakin sering terjadi


(49)

Selain petani yang merupakan pekerjaan mayoritas masyarakat desa Ketapang Laok, juga masyarakat Ketapang Laok ada yang bekerja sebagai pedagang dan rata-rata jika bukan petani dan pedagang maka akan menjadi TKI di Negara Kerajaan Malaysia dan juga di Negara Saudi Arabia.

b. Politik Desa Ketapang Laok

Sebagai desa yang berada dibawah naungan Bendera Merah Putih, desa Ketapang Laok memiliki daftar pemilih yang tetap untuk pemilukada. Jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih sebanyak 1.330 orang dari empat dusun.

Partai politik pemenang pemilu/pilkada merupakan partai-partai Islam besardalam 3 Tahun berturut-turut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendongkrak suara yang besar dari desa Ketapang Laok, disusul dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Akan tetapi politik dalam tubuh desa ketapang Laok itu sendiri sangatlah buruk karena pada setiap pemilihan kepala desa selalu terjadi yang namanya politik kekerasan.

c. Potensi Konflik

Potensi konflik yang sering terjadi di masyarakat desa Ketapang Laok pada umumnya disebabkan oleh masalah “ reng bhine’ “ atau karena masalah wanita

namun beberapa tahun belakangan ini nampaknya konflik sudah sangat jarang terjadi namun konflik terakhir terjadi pada 3 tahun yang lalu karena disebabkan pemukulan, dimana kakak sikorban pemukulan itu langsung nebas pada tersangka oleh karena itu akhirnya tersangka tewas ditempat. Akan tetapi pada


(50)

tahun ini terjadi jatuhnya korban lagi terhadap masyarakat ketapang laok yang dilatar belakangi pemilihan kepala desa.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Politik kekerasan dalam pilkades desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang

Dalam menganalisis proses Pemilihan kepala desa (pilkades) yang terjadi di desa Ketapang Laok Kec. Ketapang Kab. Sampang tersebut dapat di jelaskan dengan pembagian item penelitian dalam beberapa bagian yang diantaranya. Bagaimana terjadinya politik kekerasan itu terjalin dalam masyarakat itu sendiri dan bagaimana politik kekerasan itu bisa terjadi. Dan bagaimana respon masyarakat dalam menyikapi terhadap plitik kekerasan. Dari item rincian yang telah disusun maka nantinya akan mengerucut terhadap satu penjelasan yang komplek tentang situasi pada saat ini. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan secara fokus tindakan-tindakan politik kekerasan yang terjadi di dalam proses pemilihan kepala desa Ketapang Laok. Pembahasannya meliputi latar belakang terjadinya politik kekerasan dan sekaligus bentuk-bentuk tindakan politik kekerasan. Penjelasan berikut diperoleh dari lapangan setelah penulis melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang telah ditentukan sebelumnya.

Dikatakan oleh Soerjono soekanto bahwa setiap fenomena yang terjadi dalam masyarakat pasti ada sebab yang melatar belakanginya. Termasuk di dalamnya


(51)

tindakan politik kekerasan yang terjadi dalam pemilihan kepala desa ketapang laok Sampang Madura.

Hal yang sangat penting juga merupakan pengawasan dari pemerintah setempat, karena politik yang membawa kekerasan yang seperti sudah lama terjadi akan tetapi perhatian dari masyarakat masih sangat sedikit, seandainya pengawasan dari pemerintah misalanya sanagat intensif atau bagus kemungkinan besar tidak akan terjadi politik kekerasan. Kecurangan yang terjadi didalam pemilihan desa ketpang laok seperti tidak sampainya surat suara atau surat undangan yang memang sudah haknya masyarakat.seandainya ada pengawasan dari pemerintah misalnya ketika ada kecurangan seperti yang sudah terjadi desa ketapang laok tersebut jangan di biarkan agar tidak terjadi kecemburuan sosial.

Abdussalam kepala desa ketapang laok menyatakan:

Saudara mattaher itu dendam soalnya saya juga mencalonkan diri sebagai kepala desa, jadi dia melakukan kekerasan terhadap kakak ipar saya.

Tiwat menyatakan:

Saya itu hanya dipaksa untuk mencoblos dalam pemilihan kepala desa, kalau tidak mencolos saya di ancam.1

Informan lain mengatakan:

Saya dan keluarga diberi uang dalam jumlah yang lumayan besar, dan kami terima. Ke esokan harinya, mereka datang lagi untuk memperingatkan dan mengancam agar mencoblos salah satu calon, jika tidak maka maling di desa ini akan banyak.2

1

Hasil Wawancara Dengan Tiwat Pada Tanggal 14 Januari 2016

2


(52)

Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa jika dia menuruti apa yang diinginkan untuk mencoblos calon tertentu, maka dia tidak akan dimintai iuran ketika membuka kios atau berjualan di pasar.

Saya kan pedagang dek, biasanya kalau di pasar ada orang yang minta iuran. Dan pada waktu itu (pilkades maksudnya) orang yang biasa minta iuran itu datang ke rumah dengan mengatakan “jika kamu memilih calon ini maka kamu tidak akan saya mintai iuran di pasar.3

Bahkan jika masyarakat yang memiliki keluarga yang cukup besar, maka mereka akan diberi imbalan yang besar pula. Sebagaimana keluarga Sulan yang memiliki sekitar 26 suara. Menurut penuturannya dia bahkan akan diberi motor asalkan dapat mengordinasi semua anggota keluarganya untuk mencoblos calon tertentu.

Politik yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Desa di Ketapang Laok ada yang berbentuk Politik pemaksaan yang bisa menimbulkan Kekerasan juga, seperti yang sudah di alami oleh pedagang pasar. Hal itu sebenarnya menjadi resahnya masyarakat dengan adanya politik yang seperti itu karena terhadap masyarakat menimbulkan ketidak nyamanan terhadap masyarakat.

Beneran saya, kata salah satu tim sukses saya akan dibelikan motor jika saya mampu mengajak seluruh keluarga saya yang berjumlah 26 untuk mencoblos salah satu calon. Tapi saya tidak meng’iya’kannya. Sebenarnya, saya takut, tapi gimana lagi, ini terkait dengan masing-masing anggota keluarga dan saya tidak bisa memaksa mereka satu persatu.

Dari pernyataan beberapa informan tersebut memang tidak ada indikasi tindakan politik kekerasan yang berbentuk fisik seperti memukul akan tetapi

3


(53)

indikasi itu sudah mendekati Politik Kekerasan dimana nantinya termasuk dalam Kekerasan karena dalam Politik disana sudah ada yang namanya ancaman atau pemaksaan terhadap masyarakat. Tidak seperti di desa lainnya di kecamatan Banyuates yang sering kali hanay konflik yang berbentuk kecil, tidak sampai terjadi pembnuhan seperti di desa ketapang laok kecamatan ketapang.

Hamdun sebagai masyarakat desa ketapang laok memaparkan :

Iyeh lek edinna’ pas pemilian klebunan terjadi kekerasan antara kedua calon,

oreng tuwanah se mennang klebunan epate’eh bi’ se kala, koca’en gara-gara

polan se mennang jiah pamer polan se mennang, ngara beji’ pas ecarokih, pas reng tuanah se mennang jiah sampe’ mateh. Sempat ki’ ekibeh ka roma sake’ sorbejeh tapeh ta’ tertolong kiyah. (Iya dek disini ketika pemilihan kepala desa terjadi kekerasan antara kedua calon, orang tuanya yang menang pemilihan kepala desa itu di bunuh sama calon yang kalah. Katanya gara-gara yang menang itu pamer mungkin karena sudah menang pemilihan. Mungkin yang kalah benci trus di ajak temgkar, trus orang tuanya yang menang itu sampai meninggal. Sempat di bawa ke rumah sakit Surabaya (Dr Soetomo) akan tetapi tidak tertolong lagi).4

Seperti yang sudah di paparkan oleh Hamdun dimana peneliti menangkap bahwasanya dalam pemilihan kepala desa yang ada di desa ketapang laok Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang Madura sudah jelas ada Politik Kekerasan, dimana Politik Kekerasan tersebut membawa dampak yang sangat negative. Karena dalam Politik desa ini terdapat kekerasan yang menyebabkan pembunuhan. Pembunuhan tersebut di lakukan oleh calon yang kalah terhadap bapaknya calon yang menang. Terjadinya pembunhan tersebut yang pasti karena politik pemilihan kepala desa yang sudah dilakasanakan, akan tetapi yang paling

4


(54)

dominan terjadinya pembunuhan tersebut di latar belakangi dengan adanya pelecehan atau meremehkan calon yang kalah dan yang menang pamer atas kemenangannya sehingga yang calon yang kalah merasa terlecehkan atau merasa benci dan pada akhirnya terjadilah pembunuhan.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwasanya politik merupakan sebuah tahapan dimana untuk membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan kondisi masyarakat. Seperti pandangan para ahli politik barat yaitu aristoteles mengatakan bahwa politik merupakan usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Oleh karena itu secara garis besar definisi atau makna dari politik ini adalah sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara kalau dalam pembahasan disini dalam tatanan desa agar dapat merealisasikan cita-cita Negara atau desa yang sesungguhnya. Sehingga mampu membangun dan membentuk Negara atau desa yang sesuai dengan nilai dan agar kebahagiaan bersama didalam masyarakat disebuah negara atau desa tersebut lebih mudah tercapai.

Kesadaran dan pengetahuan berpolitik juga harus diketahui oleh masyarakat agar tidak selalu terjadi politik kekerasan karena pada dasarnya politik itu bertujuan untuk mewujudkan kebaikan bersama, dan politik itu juga mempunyai etika atau acara bagaimana berpolitik yang benar. Ketika melihat dari politik yang sudah terjadi di desa ketapang laok merupakan politik yang jauh dari tujuan


(55)

politikyang sebenarnya karena disana sampai terjadi politik kekerasan yang membawa korban sampai meninggal.

Lebih lanjut dari bentuk politik yang terjadi di desa ketapang laok yang dipaparkan oleh bapak Madun sebagai sekretaris desa ketapang laok :

Masyarakat disini ini masih sangat primitif, pengetahuan politiknya itu masih sangat rendah, makanya pada setiap pemilihan kepala desa dari sebelum pemilihannya sampai selesai pemilihannya konfliknya tidak selesai-selesai. Ada yang memblokade jalan, ada yang konflik antar saudara atau kerabat, yang paling menyedihkan lagi sampai ada korban yang meninggal, yang meninggal itu termasuk bapak dari yang menang pemilihan itu, di bunuh oleh calon yang kalah, yang paling parahnya lagi kedua calon ini masih kerabat dekat. Betapa buruknya politik desa ini semuanya memakai kekerasan.5

Abdul kodir sebagai masyarakat mengatakan :

Engko’ jiah sampe’ bingung tibi’ dek, masa’ engko’ sampe’ ekamoso bi’ tretan tibi’ Cuma margenah engko’ ta’ nuru’ ka se sdukung tang tretan, ya allah tretan sampe’ deddhih muso Cuma gara-gara pemelean kepala disah.(Saya itu sampai bingung sendiri dek, masak saya dibenci oleh saudara sendiri Cuma gara-gara tidak ikut calon yang di dukung oleh saudara ku itu, ya allah saudara sampai menjadi musuh Cuma gara-gara pemilihan kepala desa).6

Rosid mengatakan :

Iyeh dek, egko’ sabben malem epata’ nyaman tedung bi’ margenah klebunan

reyah, tim sukses dari sekabbinnah calon entar ka engko’, mereka ngaje’ engko’

untuk nyoblos dari sala sittungah calon, bedeh se aberri’eh pesse korla nuro’ de’ salah sitting calon jiah, tapeh ta’ leburreh pas ngancam apah dek mun ta’ nuro’ koca’en. (Iya dek, saya setiap malam sampai tidak enak tidur karena gara-gara pemilihan kepala desa ini, timsuksesnya dari semua calon selalu kerumah saya, mereka mengajak saya untuk mencoblos dari salah satu itu, ada yang sampai mau

5

Hasil Wawancara Dengan Madun, sebagai Sekretaris Desa Pada Tanggal 2 Januari 2016

6


(56)

kasih uang yang penting ikut terhadap calon tersebut. Tapi yang tidak senengnya mereka mengancam juga kalau tidak ikut katanya).7

Ketika di garis bawahi politik itu memang kejam, ketika menyimpulkan dari pemaparan dari semua informan bahwasanya dalam perpolitikan yang di pakai oleh masyarakat khususnya masyarakat desa ketapang laok sangatlah tidak bagus, memang salah satunya bentuk dari politik kekerasan secara umumnya karena memang masih kurangnya pengetahuan tentang politik, masyarakat masih kurang ngerti tujuan politik yang sebenarnya, bisa dikatakan juga masyarakat masih sangat primitive sehingga dengan demikian hanya menghasilkan politik kekerasan.

Kesadaran dalam berpolitik yang baik memang perlu dalam masyarakat, demi terwujudnya yang sudah di cita-citakan oleh semua masyarakat, akan tetapi berdeda politik yang ada dalam masyarakat khususnya masyarakat desa ketapnag laok, dimana politik disana bisa dikatakan jauh dari yang sudah di cita-citakan oleh semua masyarakat, politik yang ada disana sangat merugikan terhadapa masyarakat karena hasil politik tersebut membawa konflik dan meluluh lantahkan banyak hal, seperti ikatan kekerabatan dan persaudaraan mereka rusak Cuma gara politik yang tidak baik tersebut, dampak dari politik tersebut melunturkan solidaritas yang ada, sampai saudara sendiri menjadi musuh.

Dengan bentuk politik yang seperti ini yang membuat masyarakat tidak tenang, kenapa tidak kalau politik yang ada di desa ketapang laok disertai dengan

7


(57)

ancaman terhadap masyarakat, mereka melakukan untuk menjadi pemenang dalam pemilihan tersebut, uang juga ikut serta dalam pemilihan kepala desa yang ada di desa ketapang laok tersebut.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Bajingan atau blater merupakan yang memiliki peran strategis atauyang mempunyai pengaruh di tengah kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk konkret peran mereka adalah keterlibatannya dalam pemilihan kepala desa. Dalam pemilu, biasanya mereka diangkat atau dijadikan sebagai tim sukses yang sekaligus untuk mencari masa. Dengan bekal keberanian yang dimilikinya, mereka dengan gagah mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mengajak mereka dalam mencoblos calon yang diusungnya.

Menurut pusiman, salah satu dari calon telah menyewanya selama proses pilkades berlangsung.

Saya itu sistemnya disewa, otomatis saya juga mencoblos dia, begitu juga dengan keluarga saya. Saya ajak semuanya.

Dan selanjutnya :

Saya itu, sudah dibayar duluan dan setelah itu dijadikan sebagai ketua tim sukses di dusun tertentu, dan disuruh untuk mencari masa dengan cara silaturrahim. Ya saya mau. Lagi pula, jika calon itu terpilih maka saya akan diberi imbalan yang lebih besar katanya.8

Liman sebagai masyarakat mengatakan :

Keterlibatan Blater sebenarnya bukan hanya masyarakat dsini akan tetapi banyak masyarakat yang dari luar desa disini, kalau saya sendiri sebenarnya tidak

8


(58)

suka keterlibatan orang luar terhadap desa saya ini karena akan membuat rusaknya jalanya politik yang ada disini.9

Paparan dari seorang blater yang bernama Budi:

Saya itu cuma diminta membantu untuk mengamankan selama pilkades berlangsung. Saya tidak dipaksa untuk mencoblosnya. Ya saya cuma sebatas bantu pengamanan, dibayar gak apa-apa, gak dibayar juga tidak mengapa. Ini kan desa sendiri.10

Hendri sebagai masyarakat memaparkan :

Iya semua calon kepala desa menyewa orang luar desa disini untuk ikut berperan dan pengamanan ini, orang-orang sewaan seperti ini yang biasanya memaksa dan mengancam masyarakat untuk ikut yang di dukungnya.11

Dari beberapa paparan tersebut, penulis mengklasifikasikan bahwa keterlibatan blater dalam pemilihan kepala desa ketapang laok menjadi dua bentuk, yaitu: pertama, secara struktural. Artinya, seorang blater terlibat langsung dan berpartisipasi langsung dalam pemilu dengan masuk pada sistem atau struktur, seperti menjadi tim sukses atau struktur lainnya. Kedua, nonstruktural. Dalam tipe ini, blater hanya berpartisipasi hanya sebatas membantu dan tidak masuk dalam struktur pemenangan calon tertentu. Akan tetapi ada juga seorang blater yang ikut serta dalam pemilihan kepala desa tersebut itu dari desa lain. Banyak perspektif dari masyarakat dengan terlibatnya orang luar dalam pesta

9

Hasil Wawancara Dengan Liman, salah satu masyarakat Pada Tanggal 3 Januari 2016

10

Hasil Wawancara Dengan Budi, salah satu Blater Pada Tanggal 2 Januari 2016

11


(59)

demokrasi tersebut, karena masyarakat menilai dengan adanya orang luar ikut serta dalam pemilihan kepala desa hanya mendatangkan kekacauan. Sperti yang sudah sering terjadi bahwa biasanya ketika orang luar ikut dalam hal itu yang di mainkan adalah otak licik politiknya. Seperti yang sudah terjadi di desa Ketapang laok. Banyak masyarakat yang tidak dapat kartu undangan, secara otomatis hal itu mengundang kerusuhan atau konflik dalam masyarakat.

Di samping itu juga para calon Kepala Desa tersebut menyewa orang di luar desanya sendiri untuk ikut serta dalam politiknya, hal itu sudah terjadi di desa ketapang laok,

Tugas utama aparat kepolisian adalah menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu peran tersebut tidak lagi dindahkan oleh kepolisisan Negara ini. Seperti halnya yang terjadi di Desa Ketapang Laok.

Peran aparat kepolisian di Ketapang Laok seringkali tidak banyak bermanfaat bagi masyarakat disana, terutama saat pemilihan Kepala Desa. Seperti yang telah diungkapkan oleh salah satu masyarakat Ketapang yaitu bapak Subah “Manabi edhisah nikah sobung polisinah, mangkanah napah? Maggih

bedeh Polisinah padeh beih, corak tadhek”. (di desa ini tidak ada polisinya, ya apa? Mesipun ada polisinya sama saja seperti tidak ada).12

Dari pernyataan Bapak Subah diatas dapat kita simpulkan bahwa aparat Kepolisian di Desa Ketapang Laok memang tidak memiliki peran Penting untuk masyarakat setempat. “saya disini bukan sebagai kepala kepolisian di Desa ini, saya hanya mengerjakan tugas saya menjaga ketertiban masyarakat dalam pemilihan kepala Desa. Memang ketua kepolisian kami sangat dekat dan

12


(60)

menghormati Haji Syahid. Saya rasa semua tokoh-tokoh di Desa ini juga demikian” ujar Sarjono.13

Haji Sahid memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Ketapang, bahkan bagi masyarakat pelosok sekalipun. Perannya lebih tepat dikenal sebagai penguasa Desa Ketapang. Apapun keputusan beliau, tidak ada yang berani menyanggahnya. Hal ini terjadi bukan karena sosok Hj. Sahid yang disegani, melainkan ditakuti. Karena ketakutan tersebut maka banyak pihak yang bekerjasama dengan Hj. Sahid, karena jika ada yang berani melawannya, maka nyawa adalah taruhannya.

2. motif dari terjadinya politik kekerasan pada pilkades desa Ketapang laok kec. Ketapang kab. Sampang.

Kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang meresahkan keamanan masyarakat serta mengganggu ketertiban umum dan memberikan pengaruh yang negatif bagi kesejahteraan dan perekonomian masyarakat.

Terdapat beberapa faktor penyebab munculnya tindakan anarkis atau politik kekerasan di desa ketapang laok antara lain, incumbent tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala desa oleh panitia, kecurangan, pertentangan dan persaingan.

Dalam pemilihan kepala desa tersebut banyak di warnai dengan politik kekerasan yang banyak menyebabkan kerugian materil maupun nonmateriil

13


(61)

terhadap kehidupan masyarakat. Seperti yang sudah peneliti tanyakan terhadap masyarakat.

Menurut Kh. Moh. Zainal, salah satu tokoh agama di desa ini mengatakan bahwa tindakan politik dan kekerasan dalam pemilihan kepala desa lebih didorong oleh syahwat politik yang berlebihan:

Manabih menorot kauleh ka’dissah deddhih masalah polanah demi

kekoasaan ben syahwat politik se bilebbiyan. Kadhihnapah pole. Oddhih ngen

angenaki sampe’ bedeh se amosoan se kluargaan. Ka’dissah ta’ masok akal. (Menurut saya: hal itu karena demi kekuasaan dan syahwat politik yang berlebihan. Bagaimana tidak, coba bayangkan ada yang sampai memusuhi saudaranya sendiri. Itu tidak masuk akal).14

Memang harus diakui bahwa politik dan kekuasaan dapat merubah sesuatu menjadi 180 derajat. Dalam politik, apapun bisa saja terjadi. Dalam tataran yang riil, kawan menjadi lawan, saudara menjadi musuh, hitam menjadi putih, bahkan halal menjadi haram, dapat dikatakan merupakan hal yang lumrah dan sudah mentradisi. Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa politik itu memang sering terjadi membawa konflik dalam kehidupan masyarakat desa, disisi lain karena masyarakat desa masih belum terlalu mengerti apa sebenarnya arti politik tersebut.

Pendapat itu kemudian diperkuat dengan fakta bahwa salah seorang calon kepala desa bersedia untuk membayar para tim kampanye berapapun juga dan memberikan uang kepada masyarakat asalkan dia berjanji untuk memilihnya

14


(1)

69

disimpulakan dengan terjadi politik kekerasan tersebut masyarakat desa ketapang masih kurang ilmu penegetahuannya khususnya alam ilmu politik, karena seandainya mereka tahu apa sebenarnya politik itu dan tujuan politik kemungkinan besar kejadian kekerasan tersebut bisa tidak terjadi. Karena orang Yang sudah berpendidikan itu selalu berpikir dengan jangka panjang dalam bertindak.

Jadi kekerasan terjadi seperti pembacokan antar pendukung, pemblokiran jalan-jalan yang ada di desa sehingga mempersempit aktivitas masyarakat tersebut di karenakan konflik pilkades, seperti yang sudah terjadi di desa ketapang laok, dimana konflik yang terjadi di sana merupakan salah satu calon tidak di perbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala desa oleh panitia pilkaades tersebut sehigga terajdi kekerasan, dengan adanya kekerasan di ketapang laok sudah dikatan menjadi desa yang tidak aman karena salah satu kubu saling mengancam, sampai-sampai jalan desa di blokir lebih tepatnya di gali sehingga tidak bisa di lewati oleh kendaraan bermotor, sampai pada akhirnya ada salah satu yang memberontak sehingga terjadi kekacauan dan menimbulkan banyak korban ada yang luka-luka dan lumayan parah.


(2)

70

70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan dari rumusan masalah dan uraian dari analisis yang peneliti paparkan di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Telah terjadi Politik kekerasan di desa ketapang laok pertama, seperti pembacokan antar pendukung. Kedua, pemblokiran jalan-jalan yang ada di desa ketapang laok. Ketiga, intimidasi kepada masyarakat untuk memilih pihak abdussalam.

2. Terjadinya kekerasan tersebut dikarenakan antara lain, pertama, Sejak sebelum pemilihan kepala desa pihak Incumbent (mattaher) tidak di perbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala desa dan pada waktu pemilihan, yaitu surat suara tidak dibagi secara merata hanya dibagikan kepada pendukung abdussalam oleh panitia. Kedua, Syahwat politik berlebihan untuk menguasai. Ketiga, karena pertentangan dan persaingan sehingga memicu terjadinya kecurangan sehingga terjadi politik kekerasan.


(3)

71

B. Saran-Saran

1. Peran pemerintah dalam proses menjaga stabilitas kehidupan dalam masyarakat di lingkungan yang masih kurang mengerti tentang politi yang baik dan pengertiaan kebijaksanaan bagi setiap masyarakat dalam menjaga hubungan yang berbeda ideologi. Dengan tujuan agar ketertiban, kedamaian dan solidaritas dalam masyarakat masih tetap terbangun seperti yang diharapkan oleh semua masyarakat, khususnya masyarakat desa ketapang Laok. 2. Pentingnya sebuah kerukunan dalam bermasyarakat sehingga

tercipta lingkungan masyarakat yang rukun, damai dan berbahagia walaupun berbeda kelompok, jenis dan kepercayaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A Made Supriatna. “Kekerasan, Pembangunan dan Militerisasi” dalam Busyro M (eds)Kekerasan Politik yang Over Acting.

Arbi Sanit (A). “Memahami Kekerasan Politik”, dalam Busyro Muqodas (eds) Kekerasan Politik Yang Over Akting. Yogyakarta: LKBH UII, 1998.

Arbi Sanit (B). Partai, Pemilu dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Burhan Bungin. Metode Penelitian Sosial; Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Cet 5. Jakarta: Kencana, 2011.

Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Dedy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu

Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Henk Schult Nordholt. Kriminalitas Modernitas dan Identitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Haris Hardiansyah, Metode Penelitian Kualitatif; Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2012.

Johan Galtung. “Kekerasan, Perdamaian, dan Penelitian Perdamaian”. dalam Mochtar Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985.


(5)

Lubis. Menggapai Dunia Damai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988.

Lambang Triyono. Baca Wacana Kekerasan Dalam Masyarakat Transisi. Yogyakarta: Insist, Edisi 9 tahun III. 2002.

Lailatin Fajriyah “Kekerasan Politik dalam Pemilihan Umum Tahun 1999 di Semarang”. Semarang: UIN Walisongo, 2003.

Lexy J. Maleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010. Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer, Arkola. Surabaya, 2001.

Paul Jhonson, Doyle. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986

Restu Kartiko Widi. Asas Metodologi Penelitian; Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Schutz, Alfred. The Phenomenology of The social World. German: Der Sinnhafi Aufbau Der Sozialen. 1967.

Soekanto, Soerjono. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011. Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,

2006.


(6)

Muhammad Hasan. Tentang Kekerasan Dalam pilkades di Desa Ktapang Laok. Wawancara pada tanggal 02 Desember 2015, pada jam 12:30.

Wawancara Dengan Abdussalam pada tanggal 2 Januari 2016

Wawancara Dengan Kh. Moh. Zainal, salah satu tokoh agama Pada Tanggal 2 Januari 2016 Wawancara Dengan Siram, salah satu masyarakat Pada Tanggal 2 Januari 2016

Wawancara Dengan H. Fauzan Pada Tanggal 3 Januari 2016

Wawancara Dengan Bapak Rof’i, salah satu guru Pada Tanggal 13 Januari 2016 Wawancara Dengan Hamdun, masyarakat Pada Tanggal 13 Januari 2016

Wawancara Dengan Siyeh pedagang pasar Pada Tanggal 13 Januari 2016 Wawancara Dengan Tiwat Pada Tanggal 14 Januari 2016

Wawancara Dengan Bapak Su’ud Pada Tanggal 15 Januari 2016


Dokumen yang terkait

KEKERASAN POLITIK PASCA PEMILIHAN KEPALA DESA (PILKADES) (Studi Di Desa Komis Kecamatan Kedungdung Kabupaten Sampang)

0 8 2

FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS PADA PENDUDUK PULAU GILI KETAPANG, DESA GILI KETAPANG, KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO

0 6 20

Studi Ukuran Tubuh Sapi Madura di Desa Samaran Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang Madura

0 4 76

HUBUNGAN PERSEPSI TUNJANGAN PROFESI GURU DENGAN PROFESIONALISME GURU DI KELOMPOK KERJA MADRASAH TSANAWIYAH (KKMTs ) KETAPANG SAMPANG MADURA.

0 0 180

POLITIK DINASTI : STUDI KASUS KEMENANGAN DINASTI SAMIDIN DALAM PILKADES DI DESA BANJAR KEC. KEDUNGDUNG KAB. SAMPANG.

0 4 109

RELASI MAKNA ADJEKTIVA DASAR DALAM BAHASA MADURA DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN BENUA KAYONG, KETAPANG

0 0 7

FAKTOR ORANG TUA DAN STATUS IMUNISASI DPT ANAK 12–36 BULAN DI KECAMATAN KETAPANG DAN KECAMATAN SOKOBANAH KABUPATEN SAMPANG Factor of Parents and DPT Immunization Status in Ketapang and Sokobanah Sub District, Sampang District

0 0 9

PENGGUNAAN BAHASA MADURA DI DESA GILI KETAPANG, KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 37

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1 Keadaan Geografis Desa Gili Ketapang - PENGGUNAAN BAHASA MADURA DI DESA GILI KETAPANG, KECAMATAN SUMBERASIH, KABUPATEN PROBOLINGGO: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Repository - UNAIR REPOSITORY

1 2 21

PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI MELON DI DESA RABIYAN KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG SKRIPSI

0 0 13