Artikel Galuh PUSPITEK 5
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
PENGARUH KONSENTRASI KATALIS DAN PERBANDINGAN
MOLARITAS REAKTAN PADA SINTESIS SENYAWA
α-MONOLAURIN
Galuh Widiyarti*) dan Muhammad Hanafi
Pusat Penelitian Kimia, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314
*)
Penulis korespondensi : [email protected]
Abstract
In the laboratory scale, the effect of the concentration of H2SO4 catalyst (1.25-6.25) (% w/w) and the
equivalent mol ratio between lauric acid and glycerol (1:1; 1:2.5; 2.5:1) on the synthesis of αmonolaurin has been studied. The α-monolaurin compound has been synthesized from lauric acid and
glycerol was done by batch esterification on the free solvent system. The esterification by using 5%
H2SO4 catalyst and equivalent mol ratio between lauric acid and glycerol 1:2.5 produced most
monolaurin, and dilaurin in amount of 31.14 and 4.42%, respectively. The monolaurin and dilaurin
are identified by thin layer chromatography (TLC), infrared spectrophotometer (FTIR), liquid
chromatography-mass spectrometer (LC-MS), and Nuclear Magnetic Resonance (NMR) spectrometer.
The spectral data of monolaurin was compared to spectral data of standard α-monolaurin.
Key words: α-monolaurin,α,α’-dilaurin, etherification, identification
Abstrak
Telah dilakukan penelitian sintesis senyawa α-monolaurin dari asam laurat dan gliserol, dengan
konsentrasi katalis H2SO4 (1,25 s.d. 6,25) (% berat) dan perbandingan molaritas reaktan asam laurat
terhadap gliserol (1:1; 1:2,5; dan 2,5:1) sebagai parameter. Pada reaksi esterifikasi dengan
konsentrasi katalis H2SO4 5% dan perbandingan molaritas asam laurat terhadap gliserol 1:2,5
dihasilkan senyawa α-monolaurin terbanyak 31,14% sebagai hasil utama dan senyawa α,α’-dilaurin
4,42% sebagai hasil samping sintesis. Kedua senyawa hasil sintesis diidentifikasi dengan kromatografi
lapis tipis (KLT), spektrofotometer infra merah (FTIR), spektrometer massa liquid chromatographymass spectrometer (LC-MS), dan spektrometer resonansi magnetik inti (NMR). Karakteristik senyawa
α-monolaurin hasil sintesis dibandingkan dengan karakteristik α-monolaurin standar.
Kata kunci: α-monolaurin, α,α’-dilaurin, esterifikasi, identifikasi
PENDAHULUAN
Monolaurin adalah monogliserida atau monoester
asam lemak dari lemak jenuh rantai sedang, asam laurat
(C-12) dengan gliserol (Juliati, 2002). Ester asam lemak
dapat digunakan untuk aditif bahan makanan, surfaktan,
farmasi, kosmetik dan sebagainya. Sebagai surfaktan
non-ionik yang mengandung gugus hidrofilik dan
hidrofobik, monolaurin dapat dimanfaatkan sebagai
suplemen nutrisi (http://www.lauricidin.com).
Monoester tertentu diketahui mempunyai
bioaktivitas antimikroba terhadap berbagai jenis
mikroorganisme tertentu. Antimikroba dari monoester
tersebut dipengaruhi oleh strukturnya. Monoester
bersifat aktif, sedangkan diester dan triester tidak aktif
(Kabara, 1984; Kabara, 1998).
90
Studi tentang antimikroba, yang mencakup
antivirus dan antibakteri dari monolaurin telah
dilakukan oleh Prof. Kabara, sejak tahun 1966
(Kabara, 1978). Monolaurin diketahui mempunyai
bioaktivitas antivirus terhadap virus RNA dan DNA
pada manusia (Kabara, 1982). Antibakteri dari
monolaurin hanya berpangaruh terhadap bakteri
patogen,
seperti
Listeria
monocytogenes,
Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae,
Hemophilus influenzae, dan Helicobacter pylory.
Pertumbuhan dan produksi racun dari Staphylococcus
aureus menurun dengan penambahan 150 mg
monolaurin per liter (Preuss et al, 2005).
Sintesis monolaurin dapat dilakukan secara
kimiawi ataupun enzimatis. Sintesis monolaurin
secara enzimatis dilakukan dengan menggunakan
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
senyawa monolaurin yang dihasilkan tinggi.
Mekanisme reaksi esterifikasi asam laurat dengan
gliserol pada sintesis monolaurin jika dikatalisis oleh
asam tampak pada Gambar 1 sebagai berikut :
OH
+
O
OH
H+
R
C
R
R'OH
OH
R
C
OH
OH
C
: O+
R'
H
O
R
H
O
+
C
O H2
R
C
+
OR'
H2O
+ H+
OR'
Gambar 1. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan
menggunakan katalis asam (H+)
Reaksi esterifikasi selain dapat dikatalisis oleh
asam [H+], dapat juga dikatalisis oleh basa [OH-].
Jika reaksi esterifikasi yang dikatalisis oleh asam
bersifat bolak-balik, maka reaksi esterifikasi yang
dikatalisis oleh basa bersifat satu arah. Hal ini
disebabkan karena garam karboksilat yang terbentuk
dapat membentuk struktur resonansi (I ↔ II).
Mekanisme reaksi dengan katalis basa tampak pada
Gambar 2 sebagai berikut :
O
O
-
OH
R
C
OH
R'OH
+
R
C
OR'
+ H2O
O
O
O
- H2O
R
C
OH
-
R
+ OH
C
O
O
R
R
C
OH
II
I
O
C
+ R'OH
O
R
C
O
:
O
R'
O
H
O
-
R
C
:
biokatalis enzim lipase atau papain (Monteiro et al,
2003; Pereira et al, 2004; Gandhi, 1997; Gandhi and
Mukherjee, 2000). Sedangkan sintesis kimiawi dapat
dilakukan dengan cara esterifikasi asam laurat dengan
gliserol, dengan menggunakan katalis basa atau asam
(Bossaert et al, 1999; Fureby et al, 1996). Pemurnian
senyawa hasil sintesis dapat dilakukan dengan
kromatografi kolom, kristalisasi, atau distilasi
molekuler.
Reaksi esterifikasi pada sintesis monolaurin
secara kimiawi biasanya dilakukan pada temperatur
tinggi. Penggunaan katalis asam anorganik dengan
konsentrasi yang sesuai, diharapkan dapat menurunkan
temperatur reaksi sintesis. Selain itu, dengan kondisi
reaksi yang tepat, seperti perbandingan molaritas
reaktan antara asam laurat dan gliserol, waktu, dan
temperatur reaksi, diharapkan dapat menghasilkan
monolaurin dengan rendemen yang tinggi.
Pada reaksi esterifikasi asam laurat dengan
gliserol pada sintesis monolaurin ini, dilakukan tanpa
gugus pelindung sehingga semua gugus hidroksil pada
gliserol dapat diesterifikasikan dan ester yang
dihasilkan dapat terjadi pada posisi α, β atau α’menjadi
α, β atau α’-monolaurin. Selain itu, ester dapat juga
terjadi pada posisi α dan β atau α’ dan β menjadi α,βdilaurin atau α,α’-dilaurin, atau semua gugus hidroksil
teresterkan menjadi trilaurin. Dengan mengatur
perbandingan molaritas asam laurat terhadap gliserol,
diharapkan produk sintesis yang dihasilkan hanya
monoester (monolaurin) sebagai hasil utama tidak
tercampur dengan diester (dilaurin) atau trilaurin
sebagai hasil samping. Karena tidak ada halangan
sterik, maka gugus hidroksil (OH) pada gliserol pada
CH2, OH primer pada posisi α dan α’ dari gliserol lebih
mudah tersubstitusi oleh laurat menjadi monoester (αmonolaurin) daripada gugus OH pada CH, OH sekunder
pada posisi β dari gliserol. Oleh karena itu, monoester
(monolaurin) yang dihasilkan diperkirakan adalah αmonolaurin.
Penelitian ini mencakup 4 tahapan proses, yaitu
sintesis monolaurin, pemurnian dengan kromatografi
kolom, dan identifikasi monolaurin hasil sintesis.
Sintesis monolaurin dilakukan tanpa pelarut pada
temperatur1300C dan waktu reaksi selama 6 jam.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
konsentrasi katalis H2SO4 dan perbandingan molaritas
antara asam laurat dan gliserol pada reaksi esterifikasi
sintesis α-monolaurin. Konsentrasi katalis H2SO4
divariasikan antara (1,25-6,25) (% berat) dan variasi
perbandingan molaritas antara asam laurat terhadap
gliserol (1:1; 1:2,5 dan 2,5:1). Karakteristik αmonolaurin hasil sintesis diharapkan sama dengan
karakteristik α-monolaurin standar.
Reaksi esterifikasi asam laurat dengan gliserol
bersifat bolak-balik jika dikatalisis oleh asam karena
katalis asam menyebabkan asam karboksilat mengalami
konyugasi. Dengan memisahkan produk samping air
dari reaksi esterifikasi dengan menggunakan peralatan
deanstark, kesetimbangan reaksi diharapkan akan
bergeser ke kanan ke arah produk, sehingga rendemen
(Widiyarti dan Hanafi)
OH
OH
R
C
OR'
OR'
Gambar 2. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan
menggunakan katalis basa (OH-)
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : asam laurat (SIGMA), gliserol (Sumi Asih
dengan kemurnian 99%), H2SO4 dan NaHCO3 (E.
Merck), pelarut teknis n-heksana dan etil asetat yang
telah didestilasi, monolaurin standar (DL-α-laurin
dari Fluka) sebagai pembanding.
91
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
Seperangkat alat proses yang terdiri dari labu
leher dua yang dilengkapi dengan alat refluks, kolom
deanstark, pengaduk magnetik, dan termometer.
Seperangkat alat kolom kromatografi untuk pemurnian
senyawa hasil sintesis. Seperangkat alat identifikasi
senyawa hasil sintesis yaitu plat silika gel (E. Merk)
untuk analisa KLT, Melter (Fisher Scientific), FTIR
(Shimadzu), LC-MS (Shimadzu Mariner HP 5972), dan
NMR (JEOL ECA 500 Mhz).
Sintesis Monolaurin
Sintesis monolaurin dilakukan tanpa pelarut dan
dalam kondisi gas nitrogen. Labu leher dua yang telah
berisi campuran reaksi, 10,016 g (0,05 mol) asam laurat
dan 3,7 mL (0,05 mol) gliserol, dihubungkan dengan
kolom deanstark, diaduk dengan pengaduk magnetik
pada kecepatan putar tetap selama 6 jam waktu reaksi,
direfluks pada temperatur 1300C, dan ditambahkan
katalis H2SO4 0,4 mL (5% berat). Selama waktu reaksi,
dilakukan sampling setiap jam waktu reaksi secara
periodik. Terbentuknya monolaurin dianalisis dengan
menggunakan KLT dengan eluen campuran n-heksana
dan etil asetat. Identifikasi pemisahan spot dimonitor
di bawah lampu Ultra Violet (UV) pada panjang
gelombang, λ = 254 dan dideteksi dengan penampak
noda larutan 5% H2SO4 pekat dalam etanol, yang
memberikan warna coklat pada noda setelah
dipanaskan. Terbentuknya monolaurin dapat diketahui
dengan membandingkan monolaurin standar.
Hasil sintesis diekstraksi dengan n-heksana.
Katalis H2SO4 dipisahkan dari hasil sintesis dengan cara
dinetralkan. Pemekatan dilakukan dengan menguapkan
pelarut n-heksana. Pemurnian senyawa yang terkandung
dalam hasil sintesis dilakukan dengan kromatografi
kolom, dengan silika gel sebagai fasa diam dan
campuran pelarut n-heksana dan etil asetat yang
dielusikan secara bertahap. Fraksi-fraksi yang
mengandung noda dominan dengan Rf sama
dikumpulkan, pelarutnya diuapkan dengan penguap
putar vakum. Pekatan hasil sintesis didiamkan selama
24 jam pada temperatur ruang, sehingga diperoleh
kristal putih. Kristal yang diperoleh, ditimbang
beratnya, dan dihitung rendemennya. Kristal yang
diperoleh ditentukan titik lelehnya dan diidentifikasi
dengan menggunakan FTIR, LC-MS, 1H dan 13C-NMR.
Dengan prosedur yang sama dilakukan sintesis
monolaurin dengan konsentrasi katalis H2SO4 yang lain
(1,25; 2,5; 3,75; dan 6,25) (% berat) dan perbandingan
molaritas asam laurat terhadap gliserol yang lain (1:2,5
dan 2,5:1).
diester yang diperkirakan adalah dilaurin dengan Rf
0,55 seperti tampak pada Gambar 3.
P2
5 cm
S1
4 cm
P1
AL
G
P
S
Keterangan :
AL
= Asam laurat
G
= Gliserol
P
= Produk
P1
= Monolaurin
P2
= Dilaurin
S, S1 = Monolaurin standar
Gambar 3. Hasil analis KLT
Hasil sintesis diekstraksi dengan n-heksana,
dipisahkan katalisnya dengan cara dinetralkan dan
dicuci dengan air. Pemekatan kedua fraksi, n-heksana
dan air dilakukan dengan penguap putar vakum. Dari
berat pekatan fraksi n-heksana yang diperoleh,
diketahui rendemen ester yang diperoleh. Pemurnian
senyawa dilakukan dengan kromatografi kolom silika
gel dan campuran pelarut n-heksana-etil asetat yang
dielusikan secara bertahap. Pengaruh konsentrasi
katalis pada reaksi esterifikasi dikaji dengan
memvariasikan konsentrasi katalis H2SO4 1,25; 2,5;
3,75; 5 dan 6,25 (% berat). Pemurnian senyawa ester
hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan kolom
kromatografi menghasilkan monolaurin dan dilaurin.
Pengaruh konsentrasi katalis H2SO4 pada reaksi
esterifikasi sintesis monolaurin tampak pada Gambar
4.
35
30
25
rendemen (%)
Alat
20
Monolaurin
Dilaurin
15
10
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Senyawa ester hasil reaksi esterifikasi dianalisa
awal dengan KLT. Dua (2) spot yang terbentuk pada
plat KLT menunjukkan reaksi esterifikasi menghasilkan
2 senyawa. Campuran 2 senyawa hasil sintesis
diperkirakan adalah monoester (monolaurin) dengan Rf
0,45, sama dengan Rf monolaurin standar, dan senyawa
92
0
1.25
2.5
3.75
5
6.25
konsentrasi katalis (%berat)
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi katalis terhadap
rendemen monolaurin pada reaksi esterifikasi asam
laurat/gliserol.
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
(Widiyarti dan Hanafi)
Pada
konsentrasi
katalis
5%
H2SO4
menghasilkan monolaurin dengan rendemen 31,05%,
dan dilaurin sebagai hasil samping sebesar 4,48%
seperti tampak pada Gambar 4. Kajian pengaruh
perbandingan molaritas reaktan asam laurat terhadap
gliserol menunjukkan bahwa, pada perbandingan
molaritas asam laurat terhadap gliserol 1:2,5
menghasilkan monolaurin dengan rendemen terbesar
31,14%, dan dilaurin sebagai hasil samping sintesis
sebesar 4,42% seperti tampak pada Gambar 5.
Monolaurin dan dilaurin yang dihasilkan
dianalisa titik lelehnya. Hasil analisa titik leleh yang
diukur dengan Melter Scientific menunjukkan titik
leleh dari monolaurin hasil sintesis 300C identik
dengan monolaurin standar, sedangkan titik leleh dari
dilaurin adalah 380C.
Analisis FTIR
Identifikasi infra merah terhadap monolaurin
hasil sintesis menunjukkan terbentuknya gugus baru
pada bilangan gelombang 3224,98 dan 3290,56 cm-1,
vibrasi ulur asimetrik gugus hidroksil dari gliserol,
dan serapan pada bilangan gelombang 1730,15 cm-1,
vibrasi ulur gugus karbonil dari ester yang terbentuk,
berbeda dengan serapan pada bilangan gelombang
1697,36 cm-1, vibrasi ulur gugus karbonil dari asam
asam laurat. Hasil analisis FTIR monolaurin hasil
sintesis identik dengan monolaurin standar seperti
tampak pada Gambar 6.
Identifikasi infra merah terhadap diester yang
diperkirakan senyawa dilaurin menunjukkan serapan
pada bilangan gelombang 3493,09 cm-1, vibrasi ulur
asimetrik hidroksil dari gliserol. Serapan pada
bilangan gelombang 1708,93 dan 1730,15 cm-1,
vibrasi ulur gugus karbonil dari ester, berbeda dengan
serapan gugus karbonil dari asam laurat dan
monolaurin standar (gugus karbonil dari asam laurat
pada bilangan gelombang 1697,36 cm-1, sedangkan
gugus karbonil dari monolaurin standar hanya pada
bilangan gelombang 1730,15 cm-1).
35
30
20
monolaurin
dilaurin
15
10
5
0
1,0:1,0
1,0:2,5
2,5:1,0
asam laurat : gliserol (mol)
Gambar 5. Pengaruh perbandingan molaritas asam
laurat terhadap gliserol pada reaksi esterifikasi.
Berdasarkan data kajian konsentrasi katalis
H2SO4 dan perbandingan molaritas asam laurat terhadap
gliserol dapat dikatakan bahwa, kondisi optimum reaksi
esterifikasi pada sintesis monolaurin adalah pada
konsentrasi katalis 5% H2SO4, perbandingan molaritas
asam laurat terhadap gliserol 1:2,5, pada temperatur
reaksi 1300C dan 6 jam waktu reaksi.
dilaurin
Monolaurin standar
9 0
9 5
% T
% T
8 7 .5
9 2 .5
8 2 .5
2015.61
2 308.79
234 3.51
233 1.94
8 5
9 0
914.26
2669.48
2729.27
7 7 .5
2729.27
8 5
8 2 .5
2636.69
2671.41
8 0
2573.04
3408.22
8 7 .5
1068.56
777.31
628.79
7 5
8 0
1141.86
1269.16
1240.23
1190.08
1392.61
6 0
715.59
947.05
551.64
3493.09
1421.54
1047.35
1298.09
719.45
1103.28
6 5
1471.69
O-H gliserol
6 7 .5
6 2 .5
1213.23
991.41
1269.16
1392.61
1417.68
7 0
1469.76
2956.87
1207.44
3224.98
3290.56
7 5
7 2 .5
943.19
1124.50
1377.17
7 0
1296.16
7 7 .5
875.68
7 2 .5
5 5
1730.15
5 2 .5
5 0
4 7 .5
4 0 0 0
M G
3 7 5 0
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
4 0 0 0
M G
3 7 5 0
0 9 0 5 0 1
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
1708.93
1730.15
C=O ester
1730,15 cm-1,
1708,93 cm-1
2916.37
2916.37
6 0
2956.87
5 7 .5
C=O-R ester
1730,15 cm-1
6 5
3224,98 cm-1
2848.86
2848.86
1182.36
6 7 .5
6 2 .5
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
9 2 .5
105
% T
% T
9 0
100
2808.36
2723.49
1631.78
925.83
557.43
6 0
1730.15
5 7 .5
5 5
2918.30
1730,15 cm-1
55
1049.28
C=O ester
60
788.89
798.53
3093.82
3142.04
3182.55
514.99
1182.36
2850.79
3209.55
6 5
6 2 .5
C-O-H
3224,98 cm-1 C-H gliserol
885.33
719.45
1122.57
943.19
991.41
1103.28
6 7 .5
1047.35
1207.44
1269.16
1238.30
1296.16
1390.68
1417.68
2954.95
O-H gliserol
65
1467.83
70
C=O
1631,76 cm-1
7 0
1377.17
3224.98
1458.18
75
3259.70
663.51
7 5
7 2 .5
80
2924.09
3012.81
7 7 .5
85
2966.52
8 0
2673.34
2729.27
2860.43
8 2 .5
90
2763.99
8 5
1867.09
23 12.65
8 7 .5
95
3614.60
rendemen (%)
25
5 2 .5
5 0
4 0 0 0
L 1
50
4000
M G
3750
090502
3500
3250
3000
2750
α-monolaurin
2500
2250
2000
1750
1500
1250
1000
750
3 7 5 0
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
500
1 /c m
Asam laurat
Gambar 6. Spektrum IR reaktan dan produk
93
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
dihitung dengan membandingkan luas area
monolaurin dengan luas total area pada kromatogram,
menunjukkan kemurnian monolaurin hasil sintesis
95,9%. LC-MS monolaurin hasil sintesis identik
dengan monolaurin standar. Analisis LC-MS
terhadap diester yang diperkirakan dilaurin,
menghasilkan kromatogram dengan puncak dominan
pada waktu retensi 17,8 menit, dengan luas area
13412,20 dan BM 454,87 (BM dilaurin berdasar
literatur 456) dengan kemurnian produk 95,2%.
Analisis Berat Molekul
Analisis berat molekul (BM) yang diukur dengan
menggunakan LC-MS terhadap hasil utama sintesis
menghasilkan kromatogram dengan puncak dominan
pada waktu retensi 12,7 menit, dengan luas area
15397,79 dan BM 274,28. Hasil analisis LC-MS ini
menunjukkan hasil utama sintesis adalah monolaurin
(BM monolaurin berdasar literatur 274,4). Puncak
kedua pada waktu retensi 22,6 menit dengan luas area
654,17 merupakan pengotor. Kemurnian monolaurin
O
12
10
11
8
9
6
7
4
5
2
3
1
asam laurat
α-monolaurin standar
O
O
13
1'
2'
H
2
1
O
HO
OH
4
3
6
5
8
7
9
10
11
12
12'
11'
10'
9'
8'
7'
6'
5'
4'
3'
2
1
O
O
1'
2'
4
3
5
6
7
8
9
10
12
11
14
OH
OH
O
15
3'
α-monolaurin
α,α’-dilaurin
Gambar 7. Spektrum 1H-NMR reaktan dan produk
O
12
11
10
8
9
6
7
4
5
2
3
1
OH
asam laurat
α-monolaurin standar
O
1'
HO
H
O
O
2'
1
2
3
OH
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
12'
11'
10'
9'
8'
7'
6'
5'
4'
2'
1'
1
14
OH
3'
α-monolaurin
3'
O
O
O
15
α, α’ -dilaurin
Gambar 8. Spektrum 13C-NMR reaktan dan produk
94
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
11
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
(Widiyarti dan Hanafi)
Tabel 1. Data pergeseran kimia (δ, ppm) spektrum 1H dan
hasil sintesis dan α-monolaurin standar.
C-NMR (CDCl3, 500 MHz) senyawa α-monolaurin
13
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
α-Monolaurin Hasil Sintesis
α-Monolaurin Standar
1
13
1
13
H
C
H
C
1
174,57
175,60
2
2,34 (2H, t,
34,32
2,34 (2H, t,
34,50
J = 7,3 Hz)
J = 7,3 Hz)
3
1,61 (2H, p,
25,07
1,61 (2H, p,
25,85
J = 7,3 Hz )
J = 7,3 Hz)
4 -11
1,28 (16H, m)
22,75 (11); 29,28 - 1,27 (16H, m)
22,90 (11);
29,87 (4-9); 32,07
30,31-30,83
(10)
(4-9); 32,50(10)
12
0,87 (3H, t,
14,05
0,87 (3H, t,
14,54
J = 6,7 Hz)
J = 6,7 Hz)
1’
4,15 (1H, dd,
65,31
4,15 (1H, dd, J = 6,1 & 66,56
J = 6,1 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
4,18 (1H, dd,
J
4,17 (1H, dd, J = 4,9 &
= 4,9 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
2’
3,93 (1H, p,
70,43
3,92 (1H, p,
J
71,24
J = 4,2 Hz)
= 4,2 Hz)
3’
3,61 (1H, dd,
63,50
3,60 (1H, dd, J = 5,5 & 64,15
J = 5,5 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
3,67 (1H, dd,
J
3,67 (1H, dd, J = 4,3 &
11,6 Hz)
= 3,7 & 15 Hz)
Keterangan : t = triplet, dd = doublet-doublet, m = multipet, dan p = pentaplet.
C/H
Tabel 2. Data pergeseran kimia (δ, ppm) spektrum 1H dan 13C-NMR (CDCl3, 500 MHz) senyawa α,α’-dilaurin hasil
samping sintesis dan reaktan asam laurat
1
1, 1’
2,2’
H
2,34 (2H,t,
J = 7,3 Hz)
1,61 (2H,p,
J = 7,3 Hz)
3, 3’
4 -11 &
4’-11’
12,12’
14
13 & 15
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
Asam laurat
13
1
C
H
174,14
-
α,α’-dilaurin
C/H
1,28 (32H,m)
0,87 (6H,t,
J = 6,7 Hz)
4,17 (2H,m)
13
C
180
34,29
2,34 (2H,t,J=7,3 Hz)
34,20
32,08
1,63 (2H,p,J=7,3 Hz)
24,87
22,87 (11,11’)
25,06; 29,63 (510 & 5’-10’)
31,10 (4, 4’)
14,30
65,21
68,56
1,29 (16H,m)
Analisis spektra 1H-NMR dan 13C-NMR
Spektrum 1H-NMR digunakan untuk menentukan
jumlah dan posisi proton dalam senyawa hasil sintesis,
sedangkan spektrum 13C-NMR digunakan untuk
mengetahui jumlah karbon (C), karbon metil, metilen,
metin, ataupun karbonil ester. Spektrum dan data
spektroskopi 1H-NMR dan 13C-NMR (CDCl3, 500
MHz, δ ppm) dari hasil sintesis : senyawa monolaurin,
monolaurin standar, dilaurin, dan reaktan asam laurat
terdapat pada Gambar 7 dan Gambar 8, serta Tabel 1
dan Tabel 2.
0,88 (3H,t,J=7,4 Hz)
-
22,86(C11)
29,52 (C4-C9)
32,09 (C10)
14,29
-
Berdasarkan data spektrum 1H-NMR senyawa
monolaurin hasil sintesis, pemisahan spin pada δH =
4,15 dan 4,17 ppm yang berbentuk doublet-doublet
(dd), menunjukkan terbentuknya ester pada posisi α
(C1’), senyawa monolaurin yang dihasilkan adalah
α-monolaurin. Selain itu, spektrum 1H-NMR dan
13
C-NMR hasil utama sintesis dan α-monolaurin
standar (DL-α-laurin) identik, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil utama sintesis adalah αmonolaurin.
95
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
Selain itu, jika dibandingkan dengan spektrum
H-NMR reaktan asam laurat, pada spektrum 1H-NMR
monolaurin terdapat puncak-puncak pergeseran kimia
baru yang sebelumnya tidak ada pada reaktan asam
laurat, yaitu pada δH=2,34 ppm yang berbentuk triplet
adalah pergeseran kimia 2 proton dari gugus CH2 yang
berinteraksi dengan gugus CH2. Pada δH=3,60 ppm dan
δH=3,67 ppm adalah pergeseran kimia 2 proton gugus
CH2 dari gliserol yang berbentuk doublet-doublet dan
muncul downfield, karena letaknya dekat dengan
oksigen yang elektronegatif pada posisi α dan ester pada
posisi α, δH=3,92 ppm yang berbentuk pentaplet adalah
pergeseran kimia 1 proton gugus CH yang berinteraksi
dengan 2 gugus CH2 dari gliserol dan δH=4,14 ppm
yang berbentuk doublet-doublet, dan δH=4,18 ppm yang
berbentuk doublet-doublet adalah pergeseran kimia 2
proton gugus CH2 dari gliserol. Pada spektrum 13CNMR, karbonil karboksilat dari asam laurat pada
δc=180 ppm, menjadi karbonil ester dari monolaurin
pada δc=174,57 ppm.
Hasil samping sintesis, senyawa dilaurin yang
dihasilkan diperkirakan adalah α,α’–dilaurin. Gugus
hidroksil (OH) pada CH2, OH primer pada posisi α dan
α’ dari gliserol lebih mudah tersubstitusi oleh laurat
daripada gugus OH pada CH (OH sekunder pada posisi
β dari gliserol), dikarenakan tidak ada halangan sterik.
Jika 2 gugus OH pada posisi α dan α’ dari gliserol
tersubstitusi oleh laurat, maka produk yang dihasilkan
adalah α, α’–dilaurin. Pada spektrum 1H-NMR tersebut,
dapat dilihat bentuk pemisahan spin pada δH=4,17 ppm
yang berbentuk pentaplet (C14) dan doublet-doublet (dd)
(C13)yang bertumpuk sehingga seperti bentuk multiplet,
menunjukkan terbentuknya ester pada posisi α dan α’.
Hal ini menunjukkan bahwa 2 dari 3 gugus hidroksil
awal dari gliserol tersubstitusi oleh laurat, sehingga
dipastikan bahwa hasil samping sintesis adalah dilaurin,
yaitu α, α’-dilaurin. Dari spektrum 13C-NMR pada
Gambar 8, terbentuknya ester ditunjukkan oleh
pergeseran kimia karbon (C1 dan C1’), gugus karbonil
ester yang paling downfield pada δc=174,14 ppm.
Spektrum 1H dan 13C-NMR tersebut menunjukkan
adanya kesimetrian senyawa dari produk, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil samping sintesis adalah
α, α’-dilaurin.
Berdasarkan
hasil
analisis
KLT
yang
menunjukkan terjadinya perubahan nilai Rf dari Rf
reaktan asam laurat 0, menjadi Rf monolaurin hasil
sintesis 0,45 dan data spektroskopi (IR, Massa dan
NMR) di atas, membuktikan bahwa reaksi esterifikasi
pada sintesis monolaurin telah berhasil dilakukan.
1
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu pada kondisi
optimum reaksi esterifikasi asam laurat dengan gliserol,
dengan perbandingan molaritas asam laurat terhadap
gliserol 1:2,5; konsentrasi katalis 5% H2SO4, temperatur
1300C, dan 6 jam waktu reaksi, dihasilkan senyawa αmonolaurin sebanyak 31,14% sebagai hasil utama
96
sintesis dan senyawa α,α’-dilaurin sebanyak 4,48%
sebagai hasil samping sintesis.
Identifikasi sampel dengan KLT, FTIR, LCMS, 1H dan 13C-NMR menunjukkan bahwa senyawa
α-monolaurin yang dihasilkan identik dengan αmonolaurin standar (DL-α-laurin). Identifikasi
sampel dengan NMR menunjukkan bahwa, hasil
utama dan hasil samping sintesis adalah senyawa αmonolaurin dan α,α’-dilaurin, sedangkan identifikasi
dengan LC-MS menunjukkan kemurnian senyawa
α-monolaurin dan α,α’-dilaurin hasil sintesis adalah
95,9% dan 95,2%.
SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
memperoleh kondisi reaksi esterifikasi yang tepat,
sehingga dihasilkan senyawa α-monolaurin dengan
rendemen tinggi, dan dilakukan uji aktivitas
antibakteri senyawa α-monolaurin terhadap bakteri
uji seperti Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, Streptococcus
iniae dan jamur
Candida albicans.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PP
Kimia LIPI dan Biro Organisasi dan Kepegawaian
LIPI atas bantuan dana dalam kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bossaert, W.D. et al, (1999), Mesoporous Sulfonic
Acids as Selective Heterogeneous Catalyst for the
Synthesis of Monoglycerides, J. Catalysis, 182, 156164.
Clarke, A., Minimal Inhibitory Concentration of
Fatty acids in Mothers Milk Againts Some
Microorganisme, In Lauricidin, The Natural Way To
Better Health, http://www.lauricidin.com, 24-022006.
Fureby, A.M., Creutz, P.A., and Mattiasson, B.,
(1996), Glyceride Synthesis in a Solvent Free
System, J. Am. Oil Chem. Soc., 74 (11), 1489-1495.
Gandhi, N.N., (1997), Application of Lipase, J. Am.
Oil. Chem. Soc, 74 (6), 621-634.
Gandhi, N.N. and Mukherjee, (2000), Papaya (Carica
papaya) lipase with some distinct acyl and alkyl
specifities as compared with microbial lipases,
Biochem. Soc., 977-978.
Juliati, B.T., (2002), Ester Asam Lemak, Kimia,
FMIPA USU, digital library.
Kabara, J.J., (1984), Inhibition of Staphylococcus
aureus in a model agar meat system by monolaurin,
J. Food Safety, 6, 197-201.
Kabara, J.J., (1998), Medium-chain fatty acids and
ester: In Antimicrobial in Food, Marcel Dekker, New
York, 307-342.
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
Kabara, J.J., (1978), Fatty acids and derivatives as
antimicrobial agent, AOCS.
Kabara, J.J., and Hierholzer, J.C., (1982), In vitro
effects of monolaurin compound on enveloped RNA
and DNA viruses, J. Food Safety, 4, 1-12.
Monteiro, J.B. et al, (2003), Lipase-catalyzed synthesis
of monoacylglycerol in a homogeneous system, J.
Biotechnology, 8, 641-644.
(Widiyarti dan Hanafi)
Pereira, C.C B., Silva, M.A.P., and Langone, M.A.P.,
(2004), Enzymatic Synthesis of Monolaurin, J. Appl.
Biochem. Biotech., 114, 433-446.
Preuss, H.G. et al, (2005), Effects of Essential Oils
and Monolaurin on Staphylococcus aureus: In Vitro
and In Vivo Studies, 1-15.
97
PENGARUH KONSENTRASI KATALIS DAN PERBANDINGAN
MOLARITAS REAKTAN PADA SINTESIS SENYAWA
α-MONOLAURIN
Galuh Widiyarti*) dan Muhammad Hanafi
Pusat Penelitian Kimia, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314
*)
Penulis korespondensi : [email protected]
Abstract
In the laboratory scale, the effect of the concentration of H2SO4 catalyst (1.25-6.25) (% w/w) and the
equivalent mol ratio between lauric acid and glycerol (1:1; 1:2.5; 2.5:1) on the synthesis of αmonolaurin has been studied. The α-monolaurin compound has been synthesized from lauric acid and
glycerol was done by batch esterification on the free solvent system. The esterification by using 5%
H2SO4 catalyst and equivalent mol ratio between lauric acid and glycerol 1:2.5 produced most
monolaurin, and dilaurin in amount of 31.14 and 4.42%, respectively. The monolaurin and dilaurin
are identified by thin layer chromatography (TLC), infrared spectrophotometer (FTIR), liquid
chromatography-mass spectrometer (LC-MS), and Nuclear Magnetic Resonance (NMR) spectrometer.
The spectral data of monolaurin was compared to spectral data of standard α-monolaurin.
Key words: α-monolaurin,α,α’-dilaurin, etherification, identification
Abstrak
Telah dilakukan penelitian sintesis senyawa α-monolaurin dari asam laurat dan gliserol, dengan
konsentrasi katalis H2SO4 (1,25 s.d. 6,25) (% berat) dan perbandingan molaritas reaktan asam laurat
terhadap gliserol (1:1; 1:2,5; dan 2,5:1) sebagai parameter. Pada reaksi esterifikasi dengan
konsentrasi katalis H2SO4 5% dan perbandingan molaritas asam laurat terhadap gliserol 1:2,5
dihasilkan senyawa α-monolaurin terbanyak 31,14% sebagai hasil utama dan senyawa α,α’-dilaurin
4,42% sebagai hasil samping sintesis. Kedua senyawa hasil sintesis diidentifikasi dengan kromatografi
lapis tipis (KLT), spektrofotometer infra merah (FTIR), spektrometer massa liquid chromatographymass spectrometer (LC-MS), dan spektrometer resonansi magnetik inti (NMR). Karakteristik senyawa
α-monolaurin hasil sintesis dibandingkan dengan karakteristik α-monolaurin standar.
Kata kunci: α-monolaurin, α,α’-dilaurin, esterifikasi, identifikasi
PENDAHULUAN
Monolaurin adalah monogliserida atau monoester
asam lemak dari lemak jenuh rantai sedang, asam laurat
(C-12) dengan gliserol (Juliati, 2002). Ester asam lemak
dapat digunakan untuk aditif bahan makanan, surfaktan,
farmasi, kosmetik dan sebagainya. Sebagai surfaktan
non-ionik yang mengandung gugus hidrofilik dan
hidrofobik, monolaurin dapat dimanfaatkan sebagai
suplemen nutrisi (http://www.lauricidin.com).
Monoester tertentu diketahui mempunyai
bioaktivitas antimikroba terhadap berbagai jenis
mikroorganisme tertentu. Antimikroba dari monoester
tersebut dipengaruhi oleh strukturnya. Monoester
bersifat aktif, sedangkan diester dan triester tidak aktif
(Kabara, 1984; Kabara, 1998).
90
Studi tentang antimikroba, yang mencakup
antivirus dan antibakteri dari monolaurin telah
dilakukan oleh Prof. Kabara, sejak tahun 1966
(Kabara, 1978). Monolaurin diketahui mempunyai
bioaktivitas antivirus terhadap virus RNA dan DNA
pada manusia (Kabara, 1982). Antibakteri dari
monolaurin hanya berpangaruh terhadap bakteri
patogen,
seperti
Listeria
monocytogenes,
Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae,
Hemophilus influenzae, dan Helicobacter pylory.
Pertumbuhan dan produksi racun dari Staphylococcus
aureus menurun dengan penambahan 150 mg
monolaurin per liter (Preuss et al, 2005).
Sintesis monolaurin dapat dilakukan secara
kimiawi ataupun enzimatis. Sintesis monolaurin
secara enzimatis dilakukan dengan menggunakan
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
senyawa monolaurin yang dihasilkan tinggi.
Mekanisme reaksi esterifikasi asam laurat dengan
gliserol pada sintesis monolaurin jika dikatalisis oleh
asam tampak pada Gambar 1 sebagai berikut :
OH
+
O
OH
H+
R
C
R
R'OH
OH
R
C
OH
OH
C
: O+
R'
H
O
R
H
O
+
C
O H2
R
C
+
OR'
H2O
+ H+
OR'
Gambar 1. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan
menggunakan katalis asam (H+)
Reaksi esterifikasi selain dapat dikatalisis oleh
asam [H+], dapat juga dikatalisis oleh basa [OH-].
Jika reaksi esterifikasi yang dikatalisis oleh asam
bersifat bolak-balik, maka reaksi esterifikasi yang
dikatalisis oleh basa bersifat satu arah. Hal ini
disebabkan karena garam karboksilat yang terbentuk
dapat membentuk struktur resonansi (I ↔ II).
Mekanisme reaksi dengan katalis basa tampak pada
Gambar 2 sebagai berikut :
O
O
-
OH
R
C
OH
R'OH
+
R
C
OR'
+ H2O
O
O
O
- H2O
R
C
OH
-
R
+ OH
C
O
O
R
R
C
OH
II
I
O
C
+ R'OH
O
R
C
O
:
O
R'
O
H
O
-
R
C
:
biokatalis enzim lipase atau papain (Monteiro et al,
2003; Pereira et al, 2004; Gandhi, 1997; Gandhi and
Mukherjee, 2000). Sedangkan sintesis kimiawi dapat
dilakukan dengan cara esterifikasi asam laurat dengan
gliserol, dengan menggunakan katalis basa atau asam
(Bossaert et al, 1999; Fureby et al, 1996). Pemurnian
senyawa hasil sintesis dapat dilakukan dengan
kromatografi kolom, kristalisasi, atau distilasi
molekuler.
Reaksi esterifikasi pada sintesis monolaurin
secara kimiawi biasanya dilakukan pada temperatur
tinggi. Penggunaan katalis asam anorganik dengan
konsentrasi yang sesuai, diharapkan dapat menurunkan
temperatur reaksi sintesis. Selain itu, dengan kondisi
reaksi yang tepat, seperti perbandingan molaritas
reaktan antara asam laurat dan gliserol, waktu, dan
temperatur reaksi, diharapkan dapat menghasilkan
monolaurin dengan rendemen yang tinggi.
Pada reaksi esterifikasi asam laurat dengan
gliserol pada sintesis monolaurin ini, dilakukan tanpa
gugus pelindung sehingga semua gugus hidroksil pada
gliserol dapat diesterifikasikan dan ester yang
dihasilkan dapat terjadi pada posisi α, β atau α’menjadi
α, β atau α’-monolaurin. Selain itu, ester dapat juga
terjadi pada posisi α dan β atau α’ dan β menjadi α,βdilaurin atau α,α’-dilaurin, atau semua gugus hidroksil
teresterkan menjadi trilaurin. Dengan mengatur
perbandingan molaritas asam laurat terhadap gliserol,
diharapkan produk sintesis yang dihasilkan hanya
monoester (monolaurin) sebagai hasil utama tidak
tercampur dengan diester (dilaurin) atau trilaurin
sebagai hasil samping. Karena tidak ada halangan
sterik, maka gugus hidroksil (OH) pada gliserol pada
CH2, OH primer pada posisi α dan α’ dari gliserol lebih
mudah tersubstitusi oleh laurat menjadi monoester (αmonolaurin) daripada gugus OH pada CH, OH sekunder
pada posisi β dari gliserol. Oleh karena itu, monoester
(monolaurin) yang dihasilkan diperkirakan adalah αmonolaurin.
Penelitian ini mencakup 4 tahapan proses, yaitu
sintesis monolaurin, pemurnian dengan kromatografi
kolom, dan identifikasi monolaurin hasil sintesis.
Sintesis monolaurin dilakukan tanpa pelarut pada
temperatur1300C dan waktu reaksi selama 6 jam.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
konsentrasi katalis H2SO4 dan perbandingan molaritas
antara asam laurat dan gliserol pada reaksi esterifikasi
sintesis α-monolaurin. Konsentrasi katalis H2SO4
divariasikan antara (1,25-6,25) (% berat) dan variasi
perbandingan molaritas antara asam laurat terhadap
gliserol (1:1; 1:2,5 dan 2,5:1). Karakteristik αmonolaurin hasil sintesis diharapkan sama dengan
karakteristik α-monolaurin standar.
Reaksi esterifikasi asam laurat dengan gliserol
bersifat bolak-balik jika dikatalisis oleh asam karena
katalis asam menyebabkan asam karboksilat mengalami
konyugasi. Dengan memisahkan produk samping air
dari reaksi esterifikasi dengan menggunakan peralatan
deanstark, kesetimbangan reaksi diharapkan akan
bergeser ke kanan ke arah produk, sehingga rendemen
(Widiyarti dan Hanafi)
OH
OH
R
C
OR'
OR'
Gambar 2. Mekanisme reaksi esterifikasi dengan
menggunakan katalis basa (OH-)
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : asam laurat (SIGMA), gliserol (Sumi Asih
dengan kemurnian 99%), H2SO4 dan NaHCO3 (E.
Merck), pelarut teknis n-heksana dan etil asetat yang
telah didestilasi, monolaurin standar (DL-α-laurin
dari Fluka) sebagai pembanding.
91
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
Seperangkat alat proses yang terdiri dari labu
leher dua yang dilengkapi dengan alat refluks, kolom
deanstark, pengaduk magnetik, dan termometer.
Seperangkat alat kolom kromatografi untuk pemurnian
senyawa hasil sintesis. Seperangkat alat identifikasi
senyawa hasil sintesis yaitu plat silika gel (E. Merk)
untuk analisa KLT, Melter (Fisher Scientific), FTIR
(Shimadzu), LC-MS (Shimadzu Mariner HP 5972), dan
NMR (JEOL ECA 500 Mhz).
Sintesis Monolaurin
Sintesis monolaurin dilakukan tanpa pelarut dan
dalam kondisi gas nitrogen. Labu leher dua yang telah
berisi campuran reaksi, 10,016 g (0,05 mol) asam laurat
dan 3,7 mL (0,05 mol) gliserol, dihubungkan dengan
kolom deanstark, diaduk dengan pengaduk magnetik
pada kecepatan putar tetap selama 6 jam waktu reaksi,
direfluks pada temperatur 1300C, dan ditambahkan
katalis H2SO4 0,4 mL (5% berat). Selama waktu reaksi,
dilakukan sampling setiap jam waktu reaksi secara
periodik. Terbentuknya monolaurin dianalisis dengan
menggunakan KLT dengan eluen campuran n-heksana
dan etil asetat. Identifikasi pemisahan spot dimonitor
di bawah lampu Ultra Violet (UV) pada panjang
gelombang, λ = 254 dan dideteksi dengan penampak
noda larutan 5% H2SO4 pekat dalam etanol, yang
memberikan warna coklat pada noda setelah
dipanaskan. Terbentuknya monolaurin dapat diketahui
dengan membandingkan monolaurin standar.
Hasil sintesis diekstraksi dengan n-heksana.
Katalis H2SO4 dipisahkan dari hasil sintesis dengan cara
dinetralkan. Pemekatan dilakukan dengan menguapkan
pelarut n-heksana. Pemurnian senyawa yang terkandung
dalam hasil sintesis dilakukan dengan kromatografi
kolom, dengan silika gel sebagai fasa diam dan
campuran pelarut n-heksana dan etil asetat yang
dielusikan secara bertahap. Fraksi-fraksi yang
mengandung noda dominan dengan Rf sama
dikumpulkan, pelarutnya diuapkan dengan penguap
putar vakum. Pekatan hasil sintesis didiamkan selama
24 jam pada temperatur ruang, sehingga diperoleh
kristal putih. Kristal yang diperoleh, ditimbang
beratnya, dan dihitung rendemennya. Kristal yang
diperoleh ditentukan titik lelehnya dan diidentifikasi
dengan menggunakan FTIR, LC-MS, 1H dan 13C-NMR.
Dengan prosedur yang sama dilakukan sintesis
monolaurin dengan konsentrasi katalis H2SO4 yang lain
(1,25; 2,5; 3,75; dan 6,25) (% berat) dan perbandingan
molaritas asam laurat terhadap gliserol yang lain (1:2,5
dan 2,5:1).
diester yang diperkirakan adalah dilaurin dengan Rf
0,55 seperti tampak pada Gambar 3.
P2
5 cm
S1
4 cm
P1
AL
G
P
S
Keterangan :
AL
= Asam laurat
G
= Gliserol
P
= Produk
P1
= Monolaurin
P2
= Dilaurin
S, S1 = Monolaurin standar
Gambar 3. Hasil analis KLT
Hasil sintesis diekstraksi dengan n-heksana,
dipisahkan katalisnya dengan cara dinetralkan dan
dicuci dengan air. Pemekatan kedua fraksi, n-heksana
dan air dilakukan dengan penguap putar vakum. Dari
berat pekatan fraksi n-heksana yang diperoleh,
diketahui rendemen ester yang diperoleh. Pemurnian
senyawa dilakukan dengan kromatografi kolom silika
gel dan campuran pelarut n-heksana-etil asetat yang
dielusikan secara bertahap. Pengaruh konsentrasi
katalis pada reaksi esterifikasi dikaji dengan
memvariasikan konsentrasi katalis H2SO4 1,25; 2,5;
3,75; 5 dan 6,25 (% berat). Pemurnian senyawa ester
hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan kolom
kromatografi menghasilkan monolaurin dan dilaurin.
Pengaruh konsentrasi katalis H2SO4 pada reaksi
esterifikasi sintesis monolaurin tampak pada Gambar
4.
35
30
25
rendemen (%)
Alat
20
Monolaurin
Dilaurin
15
10
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Senyawa ester hasil reaksi esterifikasi dianalisa
awal dengan KLT. Dua (2) spot yang terbentuk pada
plat KLT menunjukkan reaksi esterifikasi menghasilkan
2 senyawa. Campuran 2 senyawa hasil sintesis
diperkirakan adalah monoester (monolaurin) dengan Rf
0,45, sama dengan Rf monolaurin standar, dan senyawa
92
0
1.25
2.5
3.75
5
6.25
konsentrasi katalis (%berat)
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi katalis terhadap
rendemen monolaurin pada reaksi esterifikasi asam
laurat/gliserol.
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
(Widiyarti dan Hanafi)
Pada
konsentrasi
katalis
5%
H2SO4
menghasilkan monolaurin dengan rendemen 31,05%,
dan dilaurin sebagai hasil samping sebesar 4,48%
seperti tampak pada Gambar 4. Kajian pengaruh
perbandingan molaritas reaktan asam laurat terhadap
gliserol menunjukkan bahwa, pada perbandingan
molaritas asam laurat terhadap gliserol 1:2,5
menghasilkan monolaurin dengan rendemen terbesar
31,14%, dan dilaurin sebagai hasil samping sintesis
sebesar 4,42% seperti tampak pada Gambar 5.
Monolaurin dan dilaurin yang dihasilkan
dianalisa titik lelehnya. Hasil analisa titik leleh yang
diukur dengan Melter Scientific menunjukkan titik
leleh dari monolaurin hasil sintesis 300C identik
dengan monolaurin standar, sedangkan titik leleh dari
dilaurin adalah 380C.
Analisis FTIR
Identifikasi infra merah terhadap monolaurin
hasil sintesis menunjukkan terbentuknya gugus baru
pada bilangan gelombang 3224,98 dan 3290,56 cm-1,
vibrasi ulur asimetrik gugus hidroksil dari gliserol,
dan serapan pada bilangan gelombang 1730,15 cm-1,
vibrasi ulur gugus karbonil dari ester yang terbentuk,
berbeda dengan serapan pada bilangan gelombang
1697,36 cm-1, vibrasi ulur gugus karbonil dari asam
asam laurat. Hasil analisis FTIR monolaurin hasil
sintesis identik dengan monolaurin standar seperti
tampak pada Gambar 6.
Identifikasi infra merah terhadap diester yang
diperkirakan senyawa dilaurin menunjukkan serapan
pada bilangan gelombang 3493,09 cm-1, vibrasi ulur
asimetrik hidroksil dari gliserol. Serapan pada
bilangan gelombang 1708,93 dan 1730,15 cm-1,
vibrasi ulur gugus karbonil dari ester, berbeda dengan
serapan gugus karbonil dari asam laurat dan
monolaurin standar (gugus karbonil dari asam laurat
pada bilangan gelombang 1697,36 cm-1, sedangkan
gugus karbonil dari monolaurin standar hanya pada
bilangan gelombang 1730,15 cm-1).
35
30
20
monolaurin
dilaurin
15
10
5
0
1,0:1,0
1,0:2,5
2,5:1,0
asam laurat : gliserol (mol)
Gambar 5. Pengaruh perbandingan molaritas asam
laurat terhadap gliserol pada reaksi esterifikasi.
Berdasarkan data kajian konsentrasi katalis
H2SO4 dan perbandingan molaritas asam laurat terhadap
gliserol dapat dikatakan bahwa, kondisi optimum reaksi
esterifikasi pada sintesis monolaurin adalah pada
konsentrasi katalis 5% H2SO4, perbandingan molaritas
asam laurat terhadap gliserol 1:2,5, pada temperatur
reaksi 1300C dan 6 jam waktu reaksi.
dilaurin
Monolaurin standar
9 0
9 5
% T
% T
8 7 .5
9 2 .5
8 2 .5
2015.61
2 308.79
234 3.51
233 1.94
8 5
9 0
914.26
2669.48
2729.27
7 7 .5
2729.27
8 5
8 2 .5
2636.69
2671.41
8 0
2573.04
3408.22
8 7 .5
1068.56
777.31
628.79
7 5
8 0
1141.86
1269.16
1240.23
1190.08
1392.61
6 0
715.59
947.05
551.64
3493.09
1421.54
1047.35
1298.09
719.45
1103.28
6 5
1471.69
O-H gliserol
6 7 .5
6 2 .5
1213.23
991.41
1269.16
1392.61
1417.68
7 0
1469.76
2956.87
1207.44
3224.98
3290.56
7 5
7 2 .5
943.19
1124.50
1377.17
7 0
1296.16
7 7 .5
875.68
7 2 .5
5 5
1730.15
5 2 .5
5 0
4 7 .5
4 0 0 0
M G
3 7 5 0
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
4 0 0 0
M G
3 7 5 0
0 9 0 5 0 1
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
1708.93
1730.15
C=O ester
1730,15 cm-1,
1708,93 cm-1
2916.37
2916.37
6 0
2956.87
5 7 .5
C=O-R ester
1730,15 cm-1
6 5
3224,98 cm-1
2848.86
2848.86
1182.36
6 7 .5
6 2 .5
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
9 2 .5
105
% T
% T
9 0
100
2808.36
2723.49
1631.78
925.83
557.43
6 0
1730.15
5 7 .5
5 5
2918.30
1730,15 cm-1
55
1049.28
C=O ester
60
788.89
798.53
3093.82
3142.04
3182.55
514.99
1182.36
2850.79
3209.55
6 5
6 2 .5
C-O-H
3224,98 cm-1 C-H gliserol
885.33
719.45
1122.57
943.19
991.41
1103.28
6 7 .5
1047.35
1207.44
1269.16
1238.30
1296.16
1390.68
1417.68
2954.95
O-H gliserol
65
1467.83
70
C=O
1631,76 cm-1
7 0
1377.17
3224.98
1458.18
75
3259.70
663.51
7 5
7 2 .5
80
2924.09
3012.81
7 7 .5
85
2966.52
8 0
2673.34
2729.27
2860.43
8 2 .5
90
2763.99
8 5
1867.09
23 12.65
8 7 .5
95
3614.60
rendemen (%)
25
5 2 .5
5 0
4 0 0 0
L 1
50
4000
M G
3750
090502
3500
3250
3000
2750
α-monolaurin
2500
2250
2000
1750
1500
1250
1000
750
3 7 5 0
3 5 0 0
3 2 5 0
3 0 0 0
2 7 5 0
2 5 0 0
2 2 5 0
2 0 0 0
1 7 5 0
1 5 0 0
1 2 5 0
1 0 0 0
7 5 0
5 0 0
1 /c m
500
1 /c m
Asam laurat
Gambar 6. Spektrum IR reaktan dan produk
93
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
dihitung dengan membandingkan luas area
monolaurin dengan luas total area pada kromatogram,
menunjukkan kemurnian monolaurin hasil sintesis
95,9%. LC-MS monolaurin hasil sintesis identik
dengan monolaurin standar. Analisis LC-MS
terhadap diester yang diperkirakan dilaurin,
menghasilkan kromatogram dengan puncak dominan
pada waktu retensi 17,8 menit, dengan luas area
13412,20 dan BM 454,87 (BM dilaurin berdasar
literatur 456) dengan kemurnian produk 95,2%.
Analisis Berat Molekul
Analisis berat molekul (BM) yang diukur dengan
menggunakan LC-MS terhadap hasil utama sintesis
menghasilkan kromatogram dengan puncak dominan
pada waktu retensi 12,7 menit, dengan luas area
15397,79 dan BM 274,28. Hasil analisis LC-MS ini
menunjukkan hasil utama sintesis adalah monolaurin
(BM monolaurin berdasar literatur 274,4). Puncak
kedua pada waktu retensi 22,6 menit dengan luas area
654,17 merupakan pengotor. Kemurnian monolaurin
O
12
10
11
8
9
6
7
4
5
2
3
1
asam laurat
α-monolaurin standar
O
O
13
1'
2'
H
2
1
O
HO
OH
4
3
6
5
8
7
9
10
11
12
12'
11'
10'
9'
8'
7'
6'
5'
4'
3'
2
1
O
O
1'
2'
4
3
5
6
7
8
9
10
12
11
14
OH
OH
O
15
3'
α-monolaurin
α,α’-dilaurin
Gambar 7. Spektrum 1H-NMR reaktan dan produk
O
12
11
10
8
9
6
7
4
5
2
3
1
OH
asam laurat
α-monolaurin standar
O
1'
HO
H
O
O
2'
1
2
3
OH
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
12'
11'
10'
9'
8'
7'
6'
5'
4'
2'
1'
1
14
OH
3'
α-monolaurin
3'
O
O
O
15
α, α’ -dilaurin
Gambar 8. Spektrum 13C-NMR reaktan dan produk
94
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
11
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
(Widiyarti dan Hanafi)
Tabel 1. Data pergeseran kimia (δ, ppm) spektrum 1H dan
hasil sintesis dan α-monolaurin standar.
C-NMR (CDCl3, 500 MHz) senyawa α-monolaurin
13
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
α-Monolaurin Hasil Sintesis
α-Monolaurin Standar
1
13
1
13
H
C
H
C
1
174,57
175,60
2
2,34 (2H, t,
34,32
2,34 (2H, t,
34,50
J = 7,3 Hz)
J = 7,3 Hz)
3
1,61 (2H, p,
25,07
1,61 (2H, p,
25,85
J = 7,3 Hz )
J = 7,3 Hz)
4 -11
1,28 (16H, m)
22,75 (11); 29,28 - 1,27 (16H, m)
22,90 (11);
29,87 (4-9); 32,07
30,31-30,83
(10)
(4-9); 32,50(10)
12
0,87 (3H, t,
14,05
0,87 (3H, t,
14,54
J = 6,7 Hz)
J = 6,7 Hz)
1’
4,15 (1H, dd,
65,31
4,15 (1H, dd, J = 6,1 & 66,56
J = 6,1 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
4,18 (1H, dd,
J
4,17 (1H, dd, J = 4,9 &
= 4,9 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
2’
3,93 (1H, p,
70,43
3,92 (1H, p,
J
71,24
J = 4,2 Hz)
= 4,2 Hz)
3’
3,61 (1H, dd,
63,50
3,60 (1H, dd, J = 5,5 & 64,15
J = 5,5 & 11,6 Hz)
11,6 Hz)
3,67 (1H, dd,
J
3,67 (1H, dd, J = 4,3 &
11,6 Hz)
= 3,7 & 15 Hz)
Keterangan : t = triplet, dd = doublet-doublet, m = multipet, dan p = pentaplet.
C/H
Tabel 2. Data pergeseran kimia (δ, ppm) spektrum 1H dan 13C-NMR (CDCl3, 500 MHz) senyawa α,α’-dilaurin hasil
samping sintesis dan reaktan asam laurat
1
1, 1’
2,2’
H
2,34 (2H,t,
J = 7,3 Hz)
1,61 (2H,p,
J = 7,3 Hz)
3, 3’
4 -11 &
4’-11’
12,12’
14
13 & 15
Pergeseran Kimia (δ, ppm)
Asam laurat
13
1
C
H
174,14
-
α,α’-dilaurin
C/H
1,28 (32H,m)
0,87 (6H,t,
J = 6,7 Hz)
4,17 (2H,m)
13
C
180
34,29
2,34 (2H,t,J=7,3 Hz)
34,20
32,08
1,63 (2H,p,J=7,3 Hz)
24,87
22,87 (11,11’)
25,06; 29,63 (510 & 5’-10’)
31,10 (4, 4’)
14,30
65,21
68,56
1,29 (16H,m)
Analisis spektra 1H-NMR dan 13C-NMR
Spektrum 1H-NMR digunakan untuk menentukan
jumlah dan posisi proton dalam senyawa hasil sintesis,
sedangkan spektrum 13C-NMR digunakan untuk
mengetahui jumlah karbon (C), karbon metil, metilen,
metin, ataupun karbonil ester. Spektrum dan data
spektroskopi 1H-NMR dan 13C-NMR (CDCl3, 500
MHz, δ ppm) dari hasil sintesis : senyawa monolaurin,
monolaurin standar, dilaurin, dan reaktan asam laurat
terdapat pada Gambar 7 dan Gambar 8, serta Tabel 1
dan Tabel 2.
0,88 (3H,t,J=7,4 Hz)
-
22,86(C11)
29,52 (C4-C9)
32,09 (C10)
14,29
-
Berdasarkan data spektrum 1H-NMR senyawa
monolaurin hasil sintesis, pemisahan spin pada δH =
4,15 dan 4,17 ppm yang berbentuk doublet-doublet
(dd), menunjukkan terbentuknya ester pada posisi α
(C1’), senyawa monolaurin yang dihasilkan adalah
α-monolaurin. Selain itu, spektrum 1H-NMR dan
13
C-NMR hasil utama sintesis dan α-monolaurin
standar (DL-α-laurin) identik, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil utama sintesis adalah αmonolaurin.
95
Reaktor, Vol. 12 No. 2, Desember 2008, Hal. 90-97
Selain itu, jika dibandingkan dengan spektrum
H-NMR reaktan asam laurat, pada spektrum 1H-NMR
monolaurin terdapat puncak-puncak pergeseran kimia
baru yang sebelumnya tidak ada pada reaktan asam
laurat, yaitu pada δH=2,34 ppm yang berbentuk triplet
adalah pergeseran kimia 2 proton dari gugus CH2 yang
berinteraksi dengan gugus CH2. Pada δH=3,60 ppm dan
δH=3,67 ppm adalah pergeseran kimia 2 proton gugus
CH2 dari gliserol yang berbentuk doublet-doublet dan
muncul downfield, karena letaknya dekat dengan
oksigen yang elektronegatif pada posisi α dan ester pada
posisi α, δH=3,92 ppm yang berbentuk pentaplet adalah
pergeseran kimia 1 proton gugus CH yang berinteraksi
dengan 2 gugus CH2 dari gliserol dan δH=4,14 ppm
yang berbentuk doublet-doublet, dan δH=4,18 ppm yang
berbentuk doublet-doublet adalah pergeseran kimia 2
proton gugus CH2 dari gliserol. Pada spektrum 13CNMR, karbonil karboksilat dari asam laurat pada
δc=180 ppm, menjadi karbonil ester dari monolaurin
pada δc=174,57 ppm.
Hasil samping sintesis, senyawa dilaurin yang
dihasilkan diperkirakan adalah α,α’–dilaurin. Gugus
hidroksil (OH) pada CH2, OH primer pada posisi α dan
α’ dari gliserol lebih mudah tersubstitusi oleh laurat
daripada gugus OH pada CH (OH sekunder pada posisi
β dari gliserol), dikarenakan tidak ada halangan sterik.
Jika 2 gugus OH pada posisi α dan α’ dari gliserol
tersubstitusi oleh laurat, maka produk yang dihasilkan
adalah α, α’–dilaurin. Pada spektrum 1H-NMR tersebut,
dapat dilihat bentuk pemisahan spin pada δH=4,17 ppm
yang berbentuk pentaplet (C14) dan doublet-doublet (dd)
(C13)yang bertumpuk sehingga seperti bentuk multiplet,
menunjukkan terbentuknya ester pada posisi α dan α’.
Hal ini menunjukkan bahwa 2 dari 3 gugus hidroksil
awal dari gliserol tersubstitusi oleh laurat, sehingga
dipastikan bahwa hasil samping sintesis adalah dilaurin,
yaitu α, α’-dilaurin. Dari spektrum 13C-NMR pada
Gambar 8, terbentuknya ester ditunjukkan oleh
pergeseran kimia karbon (C1 dan C1’), gugus karbonil
ester yang paling downfield pada δc=174,14 ppm.
Spektrum 1H dan 13C-NMR tersebut menunjukkan
adanya kesimetrian senyawa dari produk, sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil samping sintesis adalah
α, α’-dilaurin.
Berdasarkan
hasil
analisis
KLT
yang
menunjukkan terjadinya perubahan nilai Rf dari Rf
reaktan asam laurat 0, menjadi Rf monolaurin hasil
sintesis 0,45 dan data spektroskopi (IR, Massa dan
NMR) di atas, membuktikan bahwa reaksi esterifikasi
pada sintesis monolaurin telah berhasil dilakukan.
1
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu pada kondisi
optimum reaksi esterifikasi asam laurat dengan gliserol,
dengan perbandingan molaritas asam laurat terhadap
gliserol 1:2,5; konsentrasi katalis 5% H2SO4, temperatur
1300C, dan 6 jam waktu reaksi, dihasilkan senyawa αmonolaurin sebanyak 31,14% sebagai hasil utama
96
sintesis dan senyawa α,α’-dilaurin sebanyak 4,48%
sebagai hasil samping sintesis.
Identifikasi sampel dengan KLT, FTIR, LCMS, 1H dan 13C-NMR menunjukkan bahwa senyawa
α-monolaurin yang dihasilkan identik dengan αmonolaurin standar (DL-α-laurin). Identifikasi
sampel dengan NMR menunjukkan bahwa, hasil
utama dan hasil samping sintesis adalah senyawa αmonolaurin dan α,α’-dilaurin, sedangkan identifikasi
dengan LC-MS menunjukkan kemurnian senyawa
α-monolaurin dan α,α’-dilaurin hasil sintesis adalah
95,9% dan 95,2%.
SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
memperoleh kondisi reaksi esterifikasi yang tepat,
sehingga dihasilkan senyawa α-monolaurin dengan
rendemen tinggi, dan dilakukan uji aktivitas
antibakteri senyawa α-monolaurin terhadap bakteri
uji seperti Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, Streptococcus
iniae dan jamur
Candida albicans.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PP
Kimia LIPI dan Biro Organisasi dan Kepegawaian
LIPI atas bantuan dana dalam kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bossaert, W.D. et al, (1999), Mesoporous Sulfonic
Acids as Selective Heterogeneous Catalyst for the
Synthesis of Monoglycerides, J. Catalysis, 182, 156164.
Clarke, A., Minimal Inhibitory Concentration of
Fatty acids in Mothers Milk Againts Some
Microorganisme, In Lauricidin, The Natural Way To
Better Health, http://www.lauricidin.com, 24-022006.
Fureby, A.M., Creutz, P.A., and Mattiasson, B.,
(1996), Glyceride Synthesis in a Solvent Free
System, J. Am. Oil Chem. Soc., 74 (11), 1489-1495.
Gandhi, N.N., (1997), Application of Lipase, J. Am.
Oil. Chem. Soc, 74 (6), 621-634.
Gandhi, N.N. and Mukherjee, (2000), Papaya (Carica
papaya) lipase with some distinct acyl and alkyl
specifities as compared with microbial lipases,
Biochem. Soc., 977-978.
Juliati, B.T., (2002), Ester Asam Lemak, Kimia,
FMIPA USU, digital library.
Kabara, J.J., (1984), Inhibition of Staphylococcus
aureus in a model agar meat system by monolaurin,
J. Food Safety, 6, 197-201.
Kabara, J.J., (1998), Medium-chain fatty acids and
ester: In Antimicrobial in Food, Marcel Dekker, New
York, 307-342.
Pengaruh Konsentrasi Katalis dan…
Kabara, J.J., (1978), Fatty acids and derivatives as
antimicrobial agent, AOCS.
Kabara, J.J., and Hierholzer, J.C., (1982), In vitro
effects of monolaurin compound on enveloped RNA
and DNA viruses, J. Food Safety, 4, 1-12.
Monteiro, J.B. et al, (2003), Lipase-catalyzed synthesis
of monoacylglycerol in a homogeneous system, J.
Biotechnology, 8, 641-644.
(Widiyarti dan Hanafi)
Pereira, C.C B., Silva, M.A.P., and Langone, M.A.P.,
(2004), Enzymatic Synthesis of Monolaurin, J. Appl.
Biochem. Biotech., 114, 433-446.
Preuss, H.G. et al, (2005), Effects of Essential Oils
and Monolaurin on Staphylococcus aureus: In Vitro
and In Vivo Studies, 1-15.
97