files27285DRAF PORTOFOLIO EMT
KONSEP “EMERGENCY MEDICAL TEAMS (EMTs)” DI INDONESIA
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap ancaman bencana, baik bencana
alam, bencana non alam dan bencana sosial. Kondisi geografis Indonesia yang berada
pada posisi “Ring of Fire” menyebabkan kerentanan bagi masyarakatnya. Setelah
bencana Tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu, pelan-pelan Indonesia mulai bangkit dan
membentuk sistem penanggulangan bencana yang diperkuat dengan Undang-Undang
nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU ini menjadi tonggak
kebangkitan sistem penanggulangan bencana di Indonesia.
Saat ini Indonesia bisa dikatakan sebagai Laboratorium Bencana, dengan banyaknya
jenis bencana dan penanganannya yang spesifik untuk masing-masing bencana
sehingga banyak masyarakat pemerhati bencana baik dari dalam dan luar negeri
belajar dan melakukan penelitian di Indonesia.
Pada tahun 2008 telah dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
badan ini yang menjadi komando bagi lintas sektor terkait pada saat bencana terjadi.
Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari sistem penanggulangan bencana
berperan aktif dan berada dalam sistem komando ini. Pada tahun 2014 BNPB
mengeluarkan kebijakan tentang Sistem Klaster Nasional untuk memudahkan
koordinasi, kolaborasi, dan integrasi lintas sektor. Kementerian Kesehatan merupakan
koordinator dari Klaster Kesehatan Nasional dari 8 klaster yang berada dibawah
komando BNPB.
Paradigma Penanggulangan Bencana saat ini sudah tidak lagi fokus pada fase tanggap
darurat akan tetapi sudah bergeser pada fase prabencana yang bertujuan untuk
Pengurangan Risiko Bencana, hal ini sesuai dengan kesepakatan di tingkat
Internasional. Kerangka kerja Internasional terakhir yang telah disepakati pada tahun
2015 adalah Kerangka Kerja Sendai (“Sendai Framework”) dimana “Disaster Risk
Reduction (DRR)” atau Pengurangan Risiko Bencana (PRB) menjadi fokus utama bagi
setiap negara dan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan.
Kecepatan, keakuratan, dan penanganan medis secara efektif dan efisien menjadi
dasar kerja bagi Klaster Kesehatan, yang terbagi menjadi 8 subklaster. Pelayanan
kesehatan mempunyai peran yang sangat krusial pada penanganan bencana, sehingga
bila terjadi bencana maka subklaster pelayanan kesehatan dibutuhkan di fase awal.
Dalam pelaksanaannya, disinilah peran dari tenaga kesehatan yang tergabung dalam
“Emergency Medical Teams (EMTs)” diperlukan. Banyaknya bantuan dan “EMTs” yang
berdatangan untuk membantu suatu wilayah yang terkena bencana dapat menimbulkan
masalah tersendiri, sehingga perlu dibentuk Klaster Kesehatan di wilayah tersebut
untuk mengkoordinir, mengkolaborasi, dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan holisitik. Sehingga peran tersebut perlu dipegang oleh
komandan kesehatan tertinggi di wilayah tersebut, yaitu Kepala Dinas Kesehatan
setempat.
“Emergency Medical Teams (EMTs)”
Definisi
“EMTs” adalah sekelompok profesional di bidang kesehatan yang melakukan
pelayanan medis secara langsung kepada masyarakat yang terkena dampak bencana
ataupun akibat wabah dan kegawatdaruratan sebagai tenaga kesehatan bantuan dalam
mendukung sistem pelayanan kesehatan setempat. (WHO)
Tim tersebut bisa berisi tenaga kesehatan dari kalangan pemerintah (sipil dan militer)
dan dari kalangan masyarakat (akademisi, dunia usaha, organisasi non pemerintah),
dan juga bisa terdiri dari tenaga kesehatan lokal, nasional, dan internasional.
Klasifikasi EMTs berdasarkan Kapasitas (WHO)
Type 1 - Mobile
Type 1 - Fixed
PRIMARY & EMERGENCY CARE
PRIMARY
MOBILE OUTPATIENT CARE
CARE OUTPATIENT CLINIC
&
Type 2
EMERGENCY
EMERGENCY
OUTPATIENT
INPATIENT
Type 3
CARE
CLINIC
&
SURGICAL
Specialist Cells
EMERGENCY
CARE
OUTPATIENT
INPATIENT
CLINIC
INTENSIVE
TRAUMA CARE FACILITY
REFERRAL CARE FACILITY
SPECIALIST CARE TEAMS
&
&
Able to treat minimum per day:
Able to treat minimum per
Able to treat minimum per
Able to treat minimum per
Pre-hospital transport
50 outpatients
day:
day:
day:
Primary medical care
100 outpatients
100 outpatients
100 outpatients
Maternal child health
20 inpatients
40 inpatients
Surgical speciality
7 major surgical procedures
4 intensive care
Infectious & Outbreak
15 minor surgical procedures
15 major surgical procedures
DIalysis
30 minor surgical procedures
Rehabilitation
Day time services only
Medevac retrieval
Day time services only
Day time outpatient services
Day time outpatient services
24 hour inpatient & surgical
24 hour inpatient & surgical
services
services
Embedded specialist services only
Mobile team & equipment
Fixed team & equipment
Fixed team & equipment
No temporary clinical facility
Temporary clinical
Temporary clinical
Deployment 14 days minimum
facility
provided
Fixed team & equipment
Mobile or Fixed team & equipment
facility
provided
No temporary clinical facility
Temporary clinical
facility
provided
Deployment
minimum
14
days
Deployment
minimum
21
days
Deployment
minimum
28
days
Deployment 14 days minimum
Konsep di Indonesia
“EMTs” tingkat Kabupaten/Kota
Adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah tentang Penanggulangan Bencana
secara komprehensif
Perlu pemantapan Sistem Penanggulangan Gawat darurat Terpadu (SPGDT),
termasuk dibentuknya “Public Safety Center (PSC) 119” sebagai Call Center
Dinas Kesehatan minimal membentuk “EMTs type 1-mobile dan type 1-fixed”
dari puskesmas, klinik, atau rumah sakit setempat
Sesuai dengan kondisi RS yang ada di wilayah tersebut dapat juga membentuk
“EMTs type 2 dan Specialist Cells”
Pembiayaan dan pembinaan “EMTs” menjadi tanggungjawab Pemerintah
(Pemda, BPBD, Dinas Kesehatan)
“EMTs” tingkat Provinsi
Adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah tentang Penanggulangan Bencana
secara komprehensif
Dinas Kesehatan membentuk “EMTs type 2, dan Specialist Cells” dari kapasitas
yang sudah ada di rumah sakit setempat
Dalam melaksanakan tugas “EMTs” tetap melakukan koordinasi dengan instansi
komando pengendali yang ditunjuk
Pembiayaan dapat dilakukakan melalui APBD, APBN, dan sumber dana lain
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
“EMTs” tingkat Nasional
Adanya Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan membentuk “EMTs type 2, type 3 dan Specialist Cells”
menggunakan kapasitas nasional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(RS Vertikal, UPT Kemenkes, PPK Regional, tenaga kesehatan TNI/POLRI,
perhimpunan profesi medis, dll)
Aktivasi “EMTs” nasional tidak berdiri sendiri tetapi perlu melibatkan sektor
lain/multisektoral, melalui BNPB – Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes – EMTs
Pembiayaan berasal dari APBN atau sumber dana lain sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap ancaman bencana, baik bencana
alam, bencana non alam dan bencana sosial. Kondisi geografis Indonesia yang berada
pada posisi “Ring of Fire” menyebabkan kerentanan bagi masyarakatnya. Setelah
bencana Tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu, pelan-pelan Indonesia mulai bangkit dan
membentuk sistem penanggulangan bencana yang diperkuat dengan Undang-Undang
nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU ini menjadi tonggak
kebangkitan sistem penanggulangan bencana di Indonesia.
Saat ini Indonesia bisa dikatakan sebagai Laboratorium Bencana, dengan banyaknya
jenis bencana dan penanganannya yang spesifik untuk masing-masing bencana
sehingga banyak masyarakat pemerhati bencana baik dari dalam dan luar negeri
belajar dan melakukan penelitian di Indonesia.
Pada tahun 2008 telah dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
badan ini yang menjadi komando bagi lintas sektor terkait pada saat bencana terjadi.
Kementerian Kesehatan sebagai bagian dari sistem penanggulangan bencana
berperan aktif dan berada dalam sistem komando ini. Pada tahun 2014 BNPB
mengeluarkan kebijakan tentang Sistem Klaster Nasional untuk memudahkan
koordinasi, kolaborasi, dan integrasi lintas sektor. Kementerian Kesehatan merupakan
koordinator dari Klaster Kesehatan Nasional dari 8 klaster yang berada dibawah
komando BNPB.
Paradigma Penanggulangan Bencana saat ini sudah tidak lagi fokus pada fase tanggap
darurat akan tetapi sudah bergeser pada fase prabencana yang bertujuan untuk
Pengurangan Risiko Bencana, hal ini sesuai dengan kesepakatan di tingkat
Internasional. Kerangka kerja Internasional terakhir yang telah disepakati pada tahun
2015 adalah Kerangka Kerja Sendai (“Sendai Framework”) dimana “Disaster Risk
Reduction (DRR)” atau Pengurangan Risiko Bencana (PRB) menjadi fokus utama bagi
setiap negara dan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan.
Kecepatan, keakuratan, dan penanganan medis secara efektif dan efisien menjadi
dasar kerja bagi Klaster Kesehatan, yang terbagi menjadi 8 subklaster. Pelayanan
kesehatan mempunyai peran yang sangat krusial pada penanganan bencana, sehingga
bila terjadi bencana maka subklaster pelayanan kesehatan dibutuhkan di fase awal.
Dalam pelaksanaannya, disinilah peran dari tenaga kesehatan yang tergabung dalam
“Emergency Medical Teams (EMTs)” diperlukan. Banyaknya bantuan dan “EMTs” yang
berdatangan untuk membantu suatu wilayah yang terkena bencana dapat menimbulkan
masalah tersendiri, sehingga perlu dibentuk Klaster Kesehatan di wilayah tersebut
untuk mengkoordinir, mengkolaborasi, dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan holisitik. Sehingga peran tersebut perlu dipegang oleh
komandan kesehatan tertinggi di wilayah tersebut, yaitu Kepala Dinas Kesehatan
setempat.
“Emergency Medical Teams (EMTs)”
Definisi
“EMTs” adalah sekelompok profesional di bidang kesehatan yang melakukan
pelayanan medis secara langsung kepada masyarakat yang terkena dampak bencana
ataupun akibat wabah dan kegawatdaruratan sebagai tenaga kesehatan bantuan dalam
mendukung sistem pelayanan kesehatan setempat. (WHO)
Tim tersebut bisa berisi tenaga kesehatan dari kalangan pemerintah (sipil dan militer)
dan dari kalangan masyarakat (akademisi, dunia usaha, organisasi non pemerintah),
dan juga bisa terdiri dari tenaga kesehatan lokal, nasional, dan internasional.
Klasifikasi EMTs berdasarkan Kapasitas (WHO)
Type 1 - Mobile
Type 1 - Fixed
PRIMARY & EMERGENCY CARE
PRIMARY
MOBILE OUTPATIENT CARE
CARE OUTPATIENT CLINIC
&
Type 2
EMERGENCY
EMERGENCY
OUTPATIENT
INPATIENT
Type 3
CARE
CLINIC
&
SURGICAL
Specialist Cells
EMERGENCY
CARE
OUTPATIENT
INPATIENT
CLINIC
INTENSIVE
TRAUMA CARE FACILITY
REFERRAL CARE FACILITY
SPECIALIST CARE TEAMS
&
&
Able to treat minimum per day:
Able to treat minimum per
Able to treat minimum per
Able to treat minimum per
Pre-hospital transport
50 outpatients
day:
day:
day:
Primary medical care
100 outpatients
100 outpatients
100 outpatients
Maternal child health
20 inpatients
40 inpatients
Surgical speciality
7 major surgical procedures
4 intensive care
Infectious & Outbreak
15 minor surgical procedures
15 major surgical procedures
DIalysis
30 minor surgical procedures
Rehabilitation
Day time services only
Medevac retrieval
Day time services only
Day time outpatient services
Day time outpatient services
24 hour inpatient & surgical
24 hour inpatient & surgical
services
services
Embedded specialist services only
Mobile team & equipment
Fixed team & equipment
Fixed team & equipment
No temporary clinical facility
Temporary clinical
Temporary clinical
Deployment 14 days minimum
facility
provided
Fixed team & equipment
Mobile or Fixed team & equipment
facility
provided
No temporary clinical facility
Temporary clinical
facility
provided
Deployment
minimum
14
days
Deployment
minimum
21
days
Deployment
minimum
28
days
Deployment 14 days minimum
Konsep di Indonesia
“EMTs” tingkat Kabupaten/Kota
Adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah tentang Penanggulangan Bencana
secara komprehensif
Perlu pemantapan Sistem Penanggulangan Gawat darurat Terpadu (SPGDT),
termasuk dibentuknya “Public Safety Center (PSC) 119” sebagai Call Center
Dinas Kesehatan minimal membentuk “EMTs type 1-mobile dan type 1-fixed”
dari puskesmas, klinik, atau rumah sakit setempat
Sesuai dengan kondisi RS yang ada di wilayah tersebut dapat juga membentuk
“EMTs type 2 dan Specialist Cells”
Pembiayaan dan pembinaan “EMTs” menjadi tanggungjawab Pemerintah
(Pemda, BPBD, Dinas Kesehatan)
“EMTs” tingkat Provinsi
Adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah tentang Penanggulangan Bencana
secara komprehensif
Dinas Kesehatan membentuk “EMTs type 2, dan Specialist Cells” dari kapasitas
yang sudah ada di rumah sakit setempat
Dalam melaksanakan tugas “EMTs” tetap melakukan koordinasi dengan instansi
komando pengendali yang ditunjuk
Pembiayaan dapat dilakukakan melalui APBD, APBN, dan sumber dana lain
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
“EMTs” tingkat Nasional
Adanya Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan membentuk “EMTs type 2, type 3 dan Specialist Cells”
menggunakan kapasitas nasional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(RS Vertikal, UPT Kemenkes, PPK Regional, tenaga kesehatan TNI/POLRI,
perhimpunan profesi medis, dll)
Aktivasi “EMTs” nasional tidak berdiri sendiri tetapi perlu melibatkan sektor
lain/multisektoral, melalui BNPB – Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes – EMTs
Pembiayaan berasal dari APBN atau sumber dana lain sesuai dengan ketentuan
yang berlaku