Fatwa tentang Peperangan

Fatwa tentang Peperangan
Pertanyaan :
1.Adakah hubungan ayat 216 Surah al Baqarah dengan peperangan ?
2. Apakah sebelum turun kitab Taurat, Zabur dan Injil sudah terjadi peperangan?
Mohon penjelasan secara rinci.
Sawon
Simpang Logas, Muara – Sijunjung
Sumatera Barat
Jawaban :
Perlu diketahui bahwa ayat tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan
masih erat hubungannya dengan ayat lainnya, terutama ayat tentang perang.
Maka untuk memahaminya perlu dikutipkan ayat-ayat lainnya yang mempunyai
tema yang sama, yaitu qital (peperangan), sekalipun tidak semuanya. Baiklah
kami kutipkan ayat-ayat dimaksud:

Artinya : Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesutu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia
amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. Al Baqarah : 216.


1

Artinya:Mereka bertanya kepadamu teantang berperang pada bulan haram.
Katakanlah:Berperang pada bulan haram itu adalah dosa besar;
tetapi (menghalangi) manusia dari jalan Allah, kafirkepada Allah,
(menghalangi masuk) masjid al haram dan mengusir penduduknya
dari sekitarnya, lebih besar dosanya di sisi Allah. Dan berbuat fitnah
lebih besar dosanya dari pada membunuh. Mereka tidak hentuhentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan
kamu dari agamamu (dari kekafiran), seandaiunya mereka sanggup.
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia
mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di
dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya. Al Baqarah : 217.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang
berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan
rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al
Baqarah :218.

2


Artinya: Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benarbenar Maha Kuasa menolong mereka itu. Al Hajj: 39.
Pada ayat 216 Surat Al Baqarah, ditegaskan bahwa Allah telah
mewajibkan kaum muslimin memerangi orang-orang kafir, padahal pearang
adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab perang itu akan menghabiskan harta
dan menghilangkan jiwa begitu banyak. Tetapi kadang-kadang sesuatu yang
dibenci di dalamnya terdapat kebaikan dan manfaat yang besar, dan sesuatu
yang disenangi di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak baik dan tidak
bermanfaat atau membahayakan. Maka janganlah merasa tidak senang terhadap
kewajiban berperang melawan musuh., sebab di dalamnya terdapat kebaikan,
cepat atau lambat. Sudah menjadi sunnah Allah atau tabiat, bahwa solusi suatu
masalah harus melalui jalan yang berat, sebagaimana penyembuhan penyakit,
harus minum obat yang pahit.
Ayat ini adalah ayat yang pertama diturunkan mewajibkan berperang,
diturunkan pada tahun 2 H. Pada periode sebelumnya, yaitu pada periode
Makkah, Allah belum mengizinkan berperang, sebab pada periode tersebut
kekuatan kaum muslimin belum memadai. Setelah Nabi saw berhijrah, barulah
diizinkan memerangi kaum musyrikin yang memerangi Nabi saw, dengan
diturunkan ayat 39 surat Al Hajj:


Artinya: Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah di aniaya . . .
Sesudah itu barulah Allah mewajibkan berperang. (Al Maraghi, 1969, I : 132).
Telah menjadi sunnah Allah juga, bahwa hal-hal yang enak, yang
menyenangkan, di belakangnya terdapat hal-hal yang membahayakan. Misalnya
meninggalkan jihad di jalan Allah, atau berperang melawan musuh, pada
permulaannya tidak menimbulkan korban, baik jiwa maupun harta, dan tampak
sangat aman dan tenteram, tetapi sebenarnya di belakang ketenangan tersebut
terdapat bahaya yang mengancam, seperti penguasaan orang-orang terhadap
negara-negara kaum muslimin dan harta mereka, seperti kita saksikan sekarang,
betapa sombong negara-negara yang dikuasai orang-orang kafir terhadap
negara-negara muslim, mereka dengan seenaknya menuduh orang-orang
muslim sebagai teroris.

3

Hanya Allah-lah yang mengetahui hilkmah segala macam peristiwa
yang terjadi, dan kita harus yakin bahwa Allah tidak memerintahkan sesuatu,
melainkan untuk kebaikan dan kemaslahatan. Kita harus meyakini bahwa Allah

akan membela kebenaran dan menghancurkan kebatilan, sekalipun jumlah
pembela kebenaran hanya sedikit, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya:

Artinya:

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orangorang yang sabar. Al Baqarah : 249.

Tentu saja dalam masalah jihad, harus mempersiapkan segala kemampuan, baik
fisik maupun non fisik.
Setelah menjelaskan bahwa perang adalah wajib bagi kaum muslimin
apabila diserang musuh, maka pada ayat berikutnya Allah menjelaskan
pertanyaan para sahabat tentang perang pada bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah,
Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.
Sebab turun (sababun nuzul) ayat ini, menurut riwayat dari Ibn ‘Abbas,
bahwa Rasulullah saw pada bulan Jumadal Akhirah, dua bulan sebelum perang
Badar, mengutus ‘Abdullah Ibn Jahsy membawa satu pasukan untuk
menghadang kafilah orang Quraisy yang terdiri dari ‘Amr Ibn ‘Abdillah dan
tiga orang lainnya. Pasukan tersebut berhasil membunuh ‘Amr dan menahan
dua orang dan menggiring kafilah tersebut beserta dagangannya. Peristiwa ini

terjadi pada awal bulan Rajab, tetapi mereka menyangka bulan Jumadal
Akhirah. Maka berkatalah orang-orang Quraisy: Muhammad telah
menghalalkan bulan haram., yang seharusnya pada bulan itu orang-orang
merasa aman untuk mencari penghidupan. Kemudian Rasulullah saw
menghentikan kafilah tersebut, tetapi mereka berkata: Kami akan berhenti
hingga sampai ke tempat kembali kami. Kemudian turunlah ayat:

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang perang pada bulan haram . . .

4

Apakah dihalalkan perang berperang pada bulan haram? Rasulullah saw
menjawab setelah menerima wahyu dari Allah swt: Perang itu sendiri masalah
besar, tetapi menghalang-halangi kamu dari jalan Allah, dan dari al Masjid al
Haram, dan mengingkari Allah serta mengusir kamu dari al Makkah al
Mukarramah, padahal kamu adalah penghuninya, semua itu lebih besar
kejahatan dan dosanya menurut Allah dari membunuh seorang musyrik yang
selalu memfitnah kamu sekalian. Fitnah yang dilakukan oleh kaum musyrikin
adalah lebih besar dosanya menurut Allah dari pada pembunuhan. Tidak apalah
kamu menyerang kaum musyrikin pada bulan haram, sebab mereka telah

melakukan kejatan yang lebih keji, mereka telah memfitnah agamamu, dan
fitnah adalah lebih kejam dari pada pembunuhan,
Al Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, dimasudkan dengan fitnah
yang dilakukan kaum musyrikin terhadap kaum muslimin ialah memasukkan
keragu-raguan dalam kalbu kaum muslimin, atau melakukan penganiayaan,
sebagaimana merelka lakukan terhadap ‘Ammar Ibn Yasir, Bilal Ibn Rabah,
Khabbab Ibn al Arats dan lain-lainnya. Mereka menganiaya ‘Ammar dengan api
agar kembali kepada kekafiran, dan menganiaya saudara dan ibunya. Ketika
mereka melakukannya dengan penganiayaan yang sangat keji itu, Rasulullah
saw bersabda: Sabarlah keluarga Yasir! Sabarlah! Tempatmu adalah surga. Yasir
wafat dalam penganiayaan tersebut, sedang ibunya wafat karena ditikam pada
anggota kesuciannya. Adalah Bilal disiksa oleh Umayyah Ibn Khalaf dengan
tidak diberi makan dan minum satu hari satu malam, kemudian punggungnya
dilemparkan di atas pasir yang telah dipanaskan, lalu ditekan dengan batu besar.
Ketika itu berkatalah Umayyah Ibn Khalaf: ,Kamu akan diperlakukan terus
seperti ini hingga mati atau ingkar kepada Muhammad, dan menyembah Lata
dan ‘Uzza. Tetapi ia tetap tabah, tidak menyerah dalam meyakini dan menjaga
agamanya.
Kaum musyrikin tidak hanya menganiaya para sahabatnya, melainkan
juga menganiaya Rasulullah saw, dengan meletakkan isi perut unta di atas

punggungnya ketika beliau melakukan shalat, kemudian disingkirkan oleh
Fatimah, dan tidak hanya sampai di situ, sering sekali beliau diperlakukan
dengan berbagai macam penganiayaan, yang kemudian diselamatkan oleh Allah
swt, sebagaimana diungkapkan dalam firmanNya:

Artinya: Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari pada kejahatan orangorang yang memperolok-olokkan kamu. Al Hijr : 95.

5

Setelah kaum muslimin berhijrah ke Madinah dan jumlah mereka
bertambah besar, barulah mereka memerangi kaum musyrikin untuk
memusnahkan fitnah dan profokasi mereka (Al Maraghi, l969, I: 135).
Selanjutnya Allah mengungkapkan bahwa tujuan perang bagi kaum
musyrikin adalah agar Islam tidak tersebar di muka bumi ini, sebab
permusuhan mereka terhadap Islam, sangat mendalam. Maka menunggu iman
mereka hanya dengan dakwah, merupakan harapan kosong belaka. Karena
itulah Allah mengizinkan perang melawan kaum musyrikin di bulan haram.
Mereka memang sangat mengharapkan agar kaum muslimin kembali kepada
kekafiran, tetapi apabila iman sudah menjadi darah daging, tidaklah mungkin
dapat memurtadkan mereka.

Murtad adalah perbuatan yang sangat besar dosanya, maka Allah
mengancam siapa saja yang murtad dan mati dalam kekafiran, semua amal
kebaikannya terhapus, seakan-akan tidak pernah berbuat kebaikan, dan merugi
baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian pada ayat berikutnya, yaitu ayat 218, Allah menegaskan
bahwa orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah itulah
yang benar-benar mengharapkan rahmat Allah. Para ulama berbeda pendapat
mengenai hijrah dari negara kafir ke Negara Islam pada masa sekarang.
Sebagian ulama berpendapat bahwa kewajiban berhijrah itu tergantung kepada
‘illat (alasannya), apabila benar-benar tidak dapat melaksanakan kewajiban
agama, karena terancan jiwanya, maka berhijrah adalah wajib, tetapi apabila
tidak ada alasan yang kuat, maka berhijrah tidaklah wajib. (Rasyid Ridla, tt, II:
320).
Dimaksudkan dengan jihad pada ayat tersebut, ialah mencurahkan segala
kemampuannya untuk membela agama Allah, dan jihad tidak selalu berarti
perang. Sebab perang baru diizinkan apabila telah didhalimi dan difitnah.,
sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat al Hajj : 39.
Al Qur’an telah menggariskan beberapa peraturan dan etika perang;
kapan dan di mana perang itu dibolehkan, apa yang harus dilakukan terhadap
tawanan, bagaimana pemanfaatan harta rampasan, dan kapan perang itu harus

diakhiri, serta kapan harus diadakan perdamaian,
Pertama, perang diizinkan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh,
seperti ditegaskan dalam surat al-Baqarah : 190. Kedua, untuk membalas karena
telah didhalimi, seperti ditegaskan dalam surat al Hajj: 39. Ketiga, untuk
menegakkkan kebenaran, seperti disebutkan dalam surat al Bara’ah: 12.
Keempat, untuk menghilangkan penganiayaan, seperti disebutkan dalam surat al
Baqarah: 193. Kelima, untuk mempertahankan ketenangan beragama,
sebagaimana disebutkan dalam surat al Baqarah : 191.

6

Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perang dalam
Islam prinsipnya adalah untuk pembelaan diri (defensive). Islam melarang
ummatnya menyerang musuh lebih dahulu, tetapi apabila diserang musuh, Islam
melarang mundur setapakpun, sebagaimana ditegaskan dalam surat al Anfal: 15
– 16. Pada ayat tersebut Allah menegaskan, barangsiapa mundur dalam
peperangan, maka ia akan membawa kemurkaan Allah swt. Jika kaum
muslimin diberi kemenangan pun tidak boleh berbuat sewenang-wenang
terhadap musuh yang kalah, sebagaimana diatur dalam surat al Mumtahanah : 7
– 8. Terhadap tawanan perang Islam memberikan dua alternative; membebaskan

tanpa tebusan, dan membebaskan dengan tebusan, sebagaimana diatur dalam
surat Muhammad : 4.
Perang dalam arti saling membunuh antara manusia memang telah
terjadi sejak permulaan sejarah kehidupan manusia, sebelum diturunkan Kitab
Taurat, Zabur, Injil dan al Qur’an. Karena pada waktu itu jumlah manusia belum
begitu banyak.
Sumber: SM-14-2002

7