WAJAR INDONESIA DIPIMPIN TOKOH ISLAM

WAJAR INDONESIA DIPIMPIN TOKOH ISLAM
Beberapa kali pertemuan tokoh Islam dan tokoh partai politik Islam akhir-akhir ini
menandakan bahwa umat Islam mulai menggalang kekuatan untuk tujuan jangka
panjang. Yakni lahirnya kaukus politik yang berbasis umat Islam. Akan lahirkah
pemimpin dari kalangan umat Islam untuk pencerahan bangsa? Sebab selama ini masingmasing tokoh selalu bersebarangan dan mengalami pasang surut hubungan antartokoh
dan kekuatan Islam. Bagaimana prospek ke depan, apakah umat Islam akan mengalami
kemenangan, berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dari SM dengan Prof.DR. H.
Yahya A. Muhaimin mantan Mendiknas dan Guru Besar Ilmu Politik UGM
Pasang surut hubungan tokoh Islam dan kekuatan Islam, bagaimana sejarah hubungan
tersebut pada era pra kemerdekaan, kemerdekaan hingga tahun l950, pada masa Orde
Baru dan di era Reformasi sekarang ini?
Kalau kita berbicara masalah perpolitikan umat Islam dari dulu sebelum Indonesia ini
merdeka ada MAI yang kemudian menjadi Masyumi, dimana ummat Islam pada waktu
itu ada dalam satu wadah yang cukup solid. Kemudian karena ada beberapa faktor baik
aksternal maupun internal umat Islam, pada tahun l952 Masyumi pecah karena NU keluar
dari Masyumi dan menjadi partai sendiri. Ketika bangsa ini dipimpin oleh Bung Karno,
kemudian diganti oleh Pak Harto dinamika politik Islam luar biasa dan mengalami
pasang surut. Di situ ada satu benang merah yang kita perhatikan karena ini masalah
politik, sementara masalah idiologi tidak begitu menentukan dibandingkan dengan faktor
kepentingan. Baik kepentingan individual maupun kepentingan kelompok. Maksud saya
adalah adanya kepentingan organisasi NU dan Muhammadiyah, Perti, dan lain-lain.

Di dalam politik faktor kepentingan itu sangat menentukan, tetapi dari segi idealisme
tidak demikian. Seharusnya yang paling ideal adalah bahwa umat Islam itu harus diikat
dalam satu wadah dengan ide yang sama dan kepentingan bersama dalam rangka untuk
mensejahterakan umat sesuai dengan ajaran Islam. Tapi sayangnya baik di masa Orde
Baru maupu sekarang ini era Reformasi tidak terjalin hubungan yang seperti itu. Padahal
itu sangat menentukan. Sekarang ini menurut saya kecenderungan itu masih sangat jelas
yakni antara NU dan Muhammadiyah dan yang lainnya.
Di Muhammadiyah sendiri secara internal masih banyak unsur yang berebut kepentingan
demikian juga di NU. Memang di sebuah organisasi besar itu selalu ada sekelompok
orang yang memimpin dan memerintah, maka di berbagai Ormas Islam sebaiknya ada
pemimpin yang memiliki idealisme yang tinggi yang bisa mengendalikan organisasi ke
arah pencerahan, bukan untuk dimainkan dalam berbagai kepentingan-kepentingan
pribadi atau kelompoknya.
Mengapa hubungan tokoh umat Islam itu kadang rukun dan kadang saling bertengkar?
Karena faktor kepentingan lebih dominan dari pada tokoh umat Islam yang mendapatkan
hidayah.
Mengapa mereka sulit merumuskan visi dan platform bersama?

Sebenarnya tidak sulit, asal mereka itu bisa saling memahami dan mengerti tentang
perjuangan Islam. Bahkan kaukus politik Islam itu bisa terjadi manakala mereka mau

berjuang bersama dan memperkuat ikatan Islam dalam rangka memajukan negara dan
bangsa ini. Karena bangsa Indonesia ini bukan terdiri dari umat Islam saja. Ada
Hindunya, Katholik, Budha dan seterusnya. Maka kekuatan Islam bisa merumuskan visi
dan platform bersama untuk mengefektifkan potensi umat Islam, untuk membina negara
ini dalam bidang politik, ekonomi, teknologi, sosial budaya dan sebagainya.
Mengapa kemenangan politik nasional itu sering dipegang oleh kaum sekuler dan
nasionalis konservatif. Kenapa tokoh Islam dan kekuatan Islam selalu tersisih dalam
kancah perpolitikan nasional?
Saya tidak setuju pernyataan itu. Menurut saya dalam kaukus Islam saya rasa ide-ide
sekularisme juga ada, misalnya di NU dan Muhammadiyah. Di Muhammadiyah kan ada
sekolah-sekolah umum, kemudian di NU juga ada lembaga-lembaga umum. Itu kan
sekuler, tapi tidak masalah. Dan saya kira kita tidak usah mempertentangan Islam dengan
sekularisme,Tidak usah mempertentangkan Islam dengan nasionalisme, karena Islam itu
bisa bersifat konservatif dan sekuler.
Nah mengenai kaukus Islam itu kalau terjadi tidak usah mempertentangakan itu semua,
yang penting bagaimana kekuatan Islam itu bisa untuk memberdayakan umat Islam
dalam membela negara ini untuk bersatu dan mensejahterakan rakyatnya.
Lalu bagaimana prospek dan langkah strategis menuju kekuatan politik Islam dimaksud?
Yang perlu diingat bahwa kekuatan Islam itu bukan hanya sekadar kekuatan untuk
mementingkan umat Islam saja. Artinya kekuatan Islam itu untuk pencerahan bangsa dan

seluruh rakyat. Kekuatan Islam ini harus dipakai untuk lebih banyak menyumbangkan
pemikiran-pemikiran dan aksi nyata dalam mensejahterakan rakyat melalui kiprah di
berbagai bidang dan profesi. Sehingga bisa menghilangkan image di dunia internasional,
bahwa Islam itu sebetulnya bermutu tinggi, tidak radikal dan bukan sarang teroris
Akan dijalinnya kaukus antar tokoh dan kekuatan politik Islam itu, salah satu agendanya
apakah untuk pemenangan Pemilu 2004 dan memunculkan Presiden dan Wakul Presiden
dari tokoh umat Islam?
Karena mayoritas penduduk Idonesia ini beragama Islam lebih dari 70 persen, saya kira
kalau dalam pemilu nanti terjadi koalisi partai Islam apa salahnya, dan kalau tahun 2004
nanti Indonesia dipimpin oleh tokoh umat Islam sudah wajar dan itu sebuah realita yang
harus kita terima.
Untuk memenangkan tokoh Islam jadi Presiden dan wakil Presiden dimasa datang, harus
dimulai dari mana?

Dari sekian banyak umat Islam yang menjadi tokoh tentu saja ada yang berkualitas dan
memiliki kemampuan untuk memimpin bangsa secara profesional. Karena itu kompetisi
untuk pemimpin bangsa dari kalangan umat Islam ini harus dilakukan secara terbuka dan
didukung oleh semua elemen umat Islam.
Harapan-harapan anda kepada tokoh dan kekuatan umat Islam di masa mendatang?
Saya sebenarnya tidak mengikuti berbagai pertemuan yang dilakukan oleh beberapa

tokoh umat Islam dan tokoh lain. Tetapi pertemuan –pertemuan itu cukup baik sebagai
salah satu penggalangan kekuatan Islam atau konsolidasi antar tokoh Islam untuk
kepentingan bangsa. Islam itu adalah rahmatan lil alamin, sehingga pertemuan itu harus
visioner dan harus berfikir jauh untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Supaya kaukus Islam ini tidak ditafsirkan oleh kelompok lain, maka kaukus itu harus
visioner dan bisa merengkuh semua elemen dan harus bisa berbesar hati dalam satu
perbedaan –perbedaan dan menghargai semua pihak.
Sumber: SM-14-2002