ISLAM DAN MODERNISASI islam tokoh (1)

ISLAM DAN MODERNISASI

1.Latar Belakang

“Islam dan Modernisasi”, suatu judul yang menimbulkan pertanyaan yang biasa di bahas oleh bayak
kalangan. Segelintir orang (ekstrimis) beranggapan bahwa Islam dan Modernisasi adalah suatu
paduan kata yang tidak tepat untuk di sandingkan, menurut mereka modernisasi adalah pintu
utamanya bid’ah dan bid’ah adalah virusnya agama.

Disamping itu, sebagian orang berpendapat bahwa “kembali ke Islam artinya kembali ke
zaman doeloe”. Ada juga yang mengatakan, “jika kembali ke Islam kita akan mundur beberapa ratus
tahun ke belakang, seolah-olah jika kita menjalankan aturan Islam secara kaffah maka kita harus
meninggalkan semua teknologi yang kita miliki”.

Perbedaan pendapat dan sikap umat Islam dalam menyikapi modernisasi inilah yang mendorong kami
untuk mencoba menyampaikan informasi yang sebenarnya mengenai Islam dan modernisme. Semoga
tulisan ini menjadi memberi mamfaat bagi kita semua .

2. Batasan

Tulisan ini membahas masalah seputar Pengertian Islam dan Modernisme, Sejarah Perkembangan

Islam dan Modernisme, Filter Modernisasi, Modernisasi Agama, Tajdid bukan Modernisasi Agama,
dan Tajdid dalam Tradisi Islam.

3.Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah memberikan informasi mengenai Islam dan Modernisme dan
dapat memberikan landasan menyikapi modernisme Islam yang terjadi saat ini.

4. Metode Penulisan

Pemakalah mengumpulkan berbagai informasi berdasarkab studi pustaka melalui buku-buku referensi
dan internet yang berhubungan dengan judul makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

1.

1.


Pengertian Islam dan Modernisme

1.

a.

Islam

Islam (berserah diri kepada Tuhan) adalah agama yang mengimani keesaan Allah Ta’ala. Islam adalah
agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam adalah sebuah keyakinan, yaitu Tidak Ada Tuhan Selain
Allah, dan Muhammad saw adalah Rasul Allah.

Dari keyakinan itu kemudian manusia yang sudah yakin, harus memiliki rukun Iman dan rukun Islam.

Kesempurnaan Islam ada pada ajarannya, meskipun manusia belum menjadikannya sebagai pedoman
hidup, namun kesempurnaannya tidak akan luntur.

Sehingga, meskipun Islam sekarang tercoreng dengan kelemahan penganut-penganutnya, yang
“munafik”, namun janji Allah swt akan membuktikan bahwa masa keemasan Islam sebagai bentuk

kesempurnaan Islam. Dan tidak patut diucapkan, bahwa Islam dan bentuk masyarakat islam
bertentangan.

Syari’ah Islam bertujuan untuk mewujudkan hal-hal berikut:

1. Memperkenalkan manusia dengan Tuhan dan Pencipta mereka, melalui nama-nama-Nya yang mulia
dan sifat-sifat-Nya yang agung, serta perbuatan-perbuatan-Nya yang sempurna.

2. Menyeru manusia untuk beribadah hanya kepada Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dengan
menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, yang merupakan kemaslahatan bagi
mereka di dunia dan akhirat.

3. Mengingatkan mereka akan keadaan dan tempat kembali setelah mati, dan apa yang akan mereka
hadapi di dalam kubur, serta ketika dibangkitkan dan dihisab. Kemudian tempat kembali mereka surga
atau neraka.

1.

b.


Modernisme

Kata-kata modern, modernisme, dan moderenisasi berasal dari kata Latin “modernus” yang artinya
“baru saja; just now”, atau “terkini”. Akan tetapi, dalam pemaknaan yang luas modernisasi selalu saja
dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas.

Terlalu sempit bila ada orang berpikiran bahwa kemajuan itu hanya berkaitan dengan teknologi saja.
Kemajuan bisa saja ada di sektor penting lainnya, seperti kebijakan ekonomi, pemerintahan, dll.
Negara Uni Soviet sangat maju dibidang teknologi luar angkasa, tapi ketinggalan jauh disektor
ekonomi dibanding Amerika Serikat. Negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat, tidak memiliki
kebijakan yang bisa mengatasi kemiskinan, kesulitan kredit, apalagi gelandangan. Tapi pemerintahan
komunis Cina dalam sekali kongres tahunan bisa mengurus permasalahan ekonomi 1,6 Milyar lebih
warganya.

Kemajuan peradaban tidak di tentukan oleh produknya (barang-barang teknologi), tetapi oleh ide dan
ideologi, serta sistem yang membangun peradaban itu.

1.

2.


Sejarah Perkembangan Islam dan Modernisme

Sudah menjadi pengatahuan umum bahwa Eropa Barat pada abad-abad pertengahan belum memiliki
peradaban yang dapat dibanggakan dalam sejarah.

Islam sudah mengenal apa itu mandi dan apa itu kebersihan seperti yang diajarkan nabi Muhammad
saw sementara orang-orang Eropa pada waktu itu belum mengenalnya, sehingga badan mereka begitu
bau. Orang Eropa mulai mengenal bersuci ketika terjadi kontak dalam Perang Salib. Ketika Yerusalem
direbut maka banyak orang-orang Frank (sebutan untuk tentara Salib) datang ke tempat-tempat
pemandian, mereka sangat senang. Namun mereka belum memiliki adab, mereka masuk
kepemandian dengan telanjang sementara orang muslim masuk ke pemandian dengan ditutupi oleh
handuk.

Islam sangat memberikan ruang berpikir untuk menjadi modern. Pada masa Abasiyah muncul para
pemikir seperti matematikawan, sejarawan, ahli geografi, filsuf dan sosiolog seperti Ibnu Khaldun.
Bahkan buku yang ditulis oleh Ibnu Sina tentang ilmu kedokteran masih menjadi bahan rujukan utama
dalam ilmu ini. Al Khawarizmi adalah ahli matematika yang menemukan angka nol dan angka nol ini
akan membuka pengetahuan-pengetahuan lain seperti penemuan termometer dan lain-lain.


Islam pun berkembang pesat di Kordova (Spanyol) dimana banyak raja-raja di Eropa yang
mengirimkan anak-anaknya untuk belajar di Universitas Kordova, mereka belajar bahasa Arab dan
mata uang dirham berkembang dengan pesat. Pada waktu itu bahasa Arab dapat dikatakan sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dimana jika kita ingin dapat membaca buku-buku ilmiah maka kita harus
mampu membacanya dalam bahasa Arab, keadaannya sama dengan posisi bahasa Inggris pada masa
sekarang.

Islam telah membuktikan bahwa Islam bukanlah agama yang menolak modernisasi, justru Islam dapat
dikatakan sebagai pelopor modernisasi. Islam mampu menafsirkan dan mengimplementasikan
pemikiran dari para filsuf Yunani di Eropa sehingga mampu membuat islam maju, sedangkan Barat
tidak mampu mengimplementasikan ilmu dari para filsuf tersebut karena terkekang oleh kekuasaan
gereja di abad ke-5 sampai abadke-15. Bahkan Gereja menghukum mati Copernicus yang menyadari
bahwa ternyata bumi lah yang mengelilingi matahari bukan sebaliknya. Namun pikiran tersebut
dianggap menentang dogma gereja sehingga ia dihukum mati.

Petaka bagi Islam mulai muncul ketika Baghdad diserang oleh pasukan Mongol dan mereka membakar
buku-buku Islam sehingga umat Islam kehilangan ilmu-ilmunya yang menjadikan islam mundur hingga
sekarang. Petaka itu pun terjadi di Spanyo tatkala Islam diusir dan dibantai oleh Ratu Isabella,
sedangkan buku-buku Islam diterjemahkan lalu diakui sebagai karya-karya orisinal buatan orang Barat
hingga kini. Turki Ustmani sebagai pewaris islam yang terakhir pun turut larut dalam modernisasi

yang salah. Para pejabat yang mulai korupsi dan sewenang-wenang ditambah masuknya paham
modern seperti nasionalisme dan demokrasi yang didengungkan oleh Inggris dan Prancis. Kemal
Attaturk adalah orang yang berusaha memodernisasikan Islam, namun caranya begitu menyimpang.
Ia menganggap Islam adalah agama yang kolot, orang yang memelihara jenggot dianggap sebagai
kaum ekstremis dan Barat adalah kiblat ke arah kemajuan.

Modernisasi akan membawa dampak buruk seperti yang terjadi pada Turki namun modernisasi akan
membawa dampak baik dikala modernisasi itu tetap berpegang pada Quran dan hadits seperti pada
saat dinasti Abassiyah.

Islam tidak melarang modernisasi selama modernisasi tersebut tidak bertentangan dengan hukum
Islam dan akidah islam

Berkat belajar dari peradaban Islam, Eropa Barat terstimulasi untuk bangkit dari Dark Age (zaman
kegelapan) menuju masa renaissance (lahir kembali) yang bermula pada abad ke 16. Kebangkitan
Eropa Barat diawali dengan proses sekularisasi yaitu pemisahan agama Nasrani dari aturan kehidupan.
Dengan demikian masyarakat terbebas dari kungkungan dogma-dogma gereja dan terbukalah
pengembangan ilmu pengetahuan melalui penalaran akal. Maka, pada abad ke-18, Eropa Barat
melahirkan peradaban modern yang dikenal dengan Masa Pencerahan (Enlightenment).


Paham Modernisme ini lahir antara tahun 1650 sampai tahun 1800 M yangdikenal dalam sejarah Eropa
sebagai The Age of Reason (pemujaan akal)

1.

3.

Filter Modernisasi

Disaat teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan, umat Islam kebingungan dalam menyaring
segala sesuatu yang berasal dari Barat. Akibatnya, timbul 3 gologan.

1.

Golongan yang melarang segala sesuatu yang datang dari Barat
karena berasal dari kaum kafir.

1.

Golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan

alasan agar Islam jadi maju, tidak ketinggalam zaman.

1.

Golongan yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam dan mana
yang tidak sesuai.

Ide penyaringan inilah yang nampaknya tepat berada ditengah-tengah, tidak menolak atau menerima
secara mutlak paham modernisasi.

Namun, apakah alat penyaring modernisasi yang tepat untuk umat Islam?

Alat penyaring itu adalah kategorisasi hadharah dan madaniyah.

Kategorisasi ini diperkenalkan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab “Nidzamul Islam”.

Hadharah, yang sering diartikan sebagai peradaban, beliau definisikan dengan
sekumpulan mafahim (pemahaman/pemikiran/hukum) tentang kehidupan, contohnya: ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan hukum-hukum serta adat istiadat.
Sedangkan madaniyah didefinisikan sebagai bentuk-bentuk materiil, berupa benda-benda hasil karya

manusia yang digunakan dalam kehidupannya, contohnya: semua benda konkrit dapat dilihat, dirasa,
diraba, dan dipergunakan seperti komputer, handphone dan mobil.

1.

a.

Hadharah

Hadharah ini khas sesuai dengan ideologinya. Ia dihasilkan dari pandangan hidup tertentu.

Hadharah Barat dihasilkan dari pemisahan antara agama dan kehidupan. Sederhananya: segala hal
yang berkaitan dengan kehidupan ( kecuali ibadah, harus diatur manusia. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan hadharah Islam.

Hadharah Islam asasnya aqidah Islam. Aqidah Islam menuntut ketundukan penuh terhadap aturan
yang diturunkan Allah melalui rasul-Nya. Secara konsep, aturan yang dimiliki Islam menjangkau setiap
tindakan pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan jasmaniah maupun naluriah (beragama, seksual,
mempertahankan diri).


Karena bertentangan asasnya, sudah pasti hadharah Barat ini lah yang kita saring.

Bila kita melihat lebih rinci, kita akan menemukan banyak pertentangan antara hadharah Islam dan
hadharah Barat.

Dalam keyakinan misalnya, pemahaman Allah adalah Dzat yang memberi rizki, Maha Pemurah dan
Maha Kuasa yang dipresentasikan dengan senantiasa memohon rizki kepada-Nya dan berlindung
kepada-Nya saja merupakan hadharah Islam. Sementara, keyakinan adanya kekuatan lain seperti ratu
laut selatan atau dewa-dewi hingga perlu pesta laut agar nelayan memperoleh rizki dan mendapatkan
keselamatan bukan hadharah Islam.

Begitu pula pemikiran bahwa manusia harus menutup aurat merupakan hadharah Islam. Sebab
merupakan perintah Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31. Sementara, pemikiran
manusia itu bebas berperilaku hingga wanita boleh berpakaian mini, ketat dan transparan di hadapan
umum merupakan hadharah yang tidak Islami.

Menyangkut ekonomi, hukum dalam perekonomian tidak boleh sedikit pun mengandung unsur riba
merupakan hadharah Islam. Sebab Allah mengharamkannya. Sebaliknya, peternakan riba yang
membudaya yang dilakukan di tengah kehidupan sekarang ini merupakan hadharah yang bukan
Islami.

1.

b.

Madaniyah

Madaniyah adalah bentuk fisik, namun tidak otomatis bebas nilai. Ada bentuk fisik yang dipengaruhi
suatu hadharah tertentu dan ada pula yang tidak dipengaruhi.

Contoh madaniyah yang dipengaruhi hadharah Islam: ilmu hisab dalam astronomi yang dipergunakan
untuk memperkirakan datangnya hilal, Kita pun perlu menyaring hal seperti ini.

Contoh madaniyah yang dipengaruhi hadharah Kristen: pakaian pastur. Karena itu, kita tidak boleh
mempergunakannya/ memakainya.

Contoh madaniyah yang tidak dipengaruhi hadharah tertentu: sains dan teknologi, siapapun dia,
apapun agama dan ideologinya, asalkan dia meneliti dengan cermat maka akan menemukan hasil
yang sama dalam penelitian. Adapun lukisan porno dan sejenisnya sebagai aplikasi sains dan
teknologi tidak bisa menggeneralisasi semua aplikasi sains dan teknologi yang ada, lukisan
adalah madaniyah, sedangkan kepornoannya karena dipengaruhi hadharah tertentu.. Tentu saja
tergantung siapa pemakainya.

Rasulullah saw bersabda (yang maknanya):

“Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian” [HR. Muslim]

Hadits ini menjelaskan aturan bahwa: seorang muslim diperbolehkan mengembangkan ilmu
pengetahuan, profesi, industri, dan teknologi modern dan apa saja yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan selama tidak bertentangan dengan aturan Islam.

1.

4.

Modernisasi Agama

Istilah modernisme dalam agama baru dikenal pada abad 19 M di Eropa. Term ini dinisbatkan kepada
gerakan protes Gereja Katolik Roma terhadap otoritas Gereja konservatif. Gerakan yang berupa protes
ini juga dipakai untuk gerakan liberalisme dalam Kristen Protestan. Sebelumnya, gerakan liberalisasi
agama lebih dahulu dipelopori oleh Yahudi. Hanya saja, Yahudi pada waktu itu tidak menamakan
gerakannya dengan istilah modernisme.

Jadi, pada saat itu, istilah liberalisasi dikenalkan lebih dahulu oleh Yahudi, Sedangkan modernisasi
dipopulerkan oleh Kristen. Meski begitu, motif gerakan keduanya sama, yakni merelevansikan agama
dengan sains dan filsafat agar senafas dengan zaman yang baru. Maka, pada gerakan selanjutnya,
modernisasi adalah istilah lain dari liberalisasi agama.

Dalam Encyclopedia Americana (1972) V.19, modernisasi agama diartikan sebagai pemikiran agama
yang berangkat dari keyakinan bahwa kemajuan-kemajuan sains dan kebudayaan modern menuntut
adanya reinterpretasi terhadap ajaran agama klasik sesuai pemikiran filsafat. Dengan demikian,
doktrin utama modernisasi adalah, meletakkan teks wahyu di bawah sains, Teks agama harus ditafsir
ulang agar sesuai dengan zaman. Pemikiran ini tidak lain mereduksi agama, dan membuat ajaran yang
baru.

1.

Tajdid bukan Modernisasi Agama
Istilah pembaharuan Islam telah disalah-pahamkan oleh kaum liberal melalui kampanye istilah baru
dengan proyek westernisasi worldview Barat melalui pemikiran cendekiawan muslim.

Pembaharuan (tajdid) oleh mereka disebut dengan modernisasi agama. Dalam buku Reorientasi
Pembaruan Islam, Sekularisme Liberalisme dan Pluralisme Paradigma Baru Islam
Indonesia”, yang ditulis Budhy Munawar Rahman, misalnya, ternyata maksud pembaharuan dalam
buku itu adalah proyek sekularisasi dan pluralisasi. Di dalam buku yang diterbitkan pada 2010 tersebut
tidak ditemukan sama sekali konsep dan kaidah tajdid seperti yang telah dilakukan
para mujaddid terdahulu.

Mohammed Arkoun, pemikir liberal asal Aljazair contohnya, menganjurkan agar agama-agama
disekularkan, mencontoh tradisi Kristen. Asumsi dasarnya, agama-agama di dunia – termasuk Islam –
adalah produk historis yang dalam istilah Arkoun, social imaginaire. Ketika zaman berubah, maka
doktrin lama tidak diperlukan lagi dan harus dimodernisasi.

Padahal istilah pembaharuan dalam tradisi Islam disebut konsep tajdid yang secara konseptual tidak
sama dengan gerakan modernisasi agama Islam. Konsep-konsep dalam Islam tidak memerlukan
modernisasi dalam arti liberalisasi. Yang diperlukan sekarang adalah penggalian kembali konsepkonsep dalam Islam yang telah terkaburkan. Antara tajdid dan modernisasi agama berbeda
secara etimologis maupun konseptual. Perbedaan ini dapat pula ditelusuri dari historisitas lahirnya
istilah tersebut.

Agus Spetch, Guru Besar Teologi Protestan di Unviersitas Paris, menjelaskan arti pembaharuan agama;
“Yang dimaksud konsep pembaharuan agama ialah bahwa pengetahuan agama harus mengikuti
perubahan kehidupan dan pemikiran manusia. Bentuk-bentuk yang tidak dapat menerima perubahan
menggambarkan kematian dan kemandulan yang akan segera ditinggalkan orang”.

Baik dalam Yahudi maupun Kristen, doktrin dan isu pembaharuannya sama. Gerakannya bermula dari
protes terhadap sakralitas kitab suci, penggunaan metode historis kritis, dan penolakan terhadap
otoritas agama (anti-otoritas).

Perintis modernisasi agama Islam mengusung ajaran; Poligami bertentangan dengan semangat Islam,
hukum potong tangan adalah biadab dan harus diganti, Isra’ Mi’raj adalah cerita ilusi, Tuhan itu samarsamar tidak berbuat sesuatu untuk alam, al-Qur’an dan Sunnah hanya khusus mengatur masalah tata
cara ibadah bukan soal sosial-ekonomi-budaya, dan jihad dilarang.

Tren pemikiran kaum modernis bukanlah pencerahan (tanwir) sebagaimana yang telah dilakukan oleh
paramujaddid. Mereka ternyata sekadar mengadopsi pengalaman Yahudi Kristen ke dalam Islam.
Padahal, kasus-kasus yang melahirkan modernisasi ala Yahudi Kristen tidak pernah dialami oleh Islam.

1.

6.

Tajdid dalam Tradisi Islam

Tajdid adalah konsep yang ada dalam Islam, tidak di Barat. Secara lughawi (bahasa) tajdid memiliki
beragam arti; sesuatu yang baru, kembali, menggali dan memotong. Secara ringkas arti tersebut
memberi tiga penjelasan. Pertama, bahwa sesuatu yang diperbaruhi itu telah ada permulaannya dan
telah dikenal, Bahwa sesuatu yang telah berlalu beberapa waktu kemudian usang atau rusak, lalu
sesuatu itu dikembalikan kepada keadaan semula agar tidak rusak.

Arti tersebut berkait dengan nama istilahnya. Secara global dapat didefinisikan bahwa pembaharuan
adalah pembentukan kembali, yakni pengembaliannya kepada asal mula. Sebab pada mulanya agama
telah sempurna. Kemudian mengalami distorsi. Maka usaha pengembalian, atau pemulihan itulah
namanya tajdid.

Oleh sebab itu, pembaharuan sebenarnya bukanlah menciptakan ajaran yang baru, akan tetapi
‘memotong’ penyimpangan, pemulihan konsep untuk dikembalikan agar sesuai dengan ajaran alQur’an dan Hadis setelah ajaran itu terdistorsi (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud Juz 11).

Secara ringkas tajdid adalah;

ü

ü

ü

menghidupkan ajaran, membangkitkannya, dan mengembalikan kepada aslinya.

memelihara nash-nash agama secara benar dan bersih.

menempuh metode yang benar dalam memahami nash dan memaknai sebagaimana para salaf.

ü

menjadikan hukum agama agar berlaku dan menguasai dimensi kehidupan.

ü

menganalisa secara Islami setiap hal yang baru dan menentukan pandangan Islam terhadapnya.

ü
pembedaan mana yang termasuk ajaran agama, mana yang mengotorinya dan
menyelewengkannya.

Dalam tradisi Islam, setiap generasi dipastikan terdapat ulama’ yang menjadi mujaddid.

Rasulullah SAW dalam haditsnya telah menyebutkan bahwa setiap abad akan ada
mujaddid. “Sesungguhnya Allah SWT mengutus dalam setiap penghujung abad orang yang
memperbarui agama” (HR. Ahmad). Ciri-ciri seorang mujaddid menurut imam al-Suyuthi ialah:



harus memiliki keunggulan akal fikiran menguasai semua cabang ilmu.



harus selalu aktif dalam aktifitas pembersihan Islam dari penyelewengan-penyelewengan,
peduli terhadap persoalan kontemporer pada zamannya. Seperti al-Ghazali yang melakukan kritik
terhadap Filsafat Aristoteles yang mempengaruhi ilmuan muslim dan usaha al-Asy’ari memerangi
bid’ah Mu’tazilah. (Tabyin Kidzbi al-Muftara, hal.53).



harus berciri memperbaiki sistem pemerintahan, penolong sunnah dan pemberantas bid’ah
(Faidlul Qadir, Juz 1).



harus memiliki pengaruh yang tidak terbatas pada daerahnya saja, tapi mengglobal dalam
dunia Islam.
Dengan mengamati konsep tajdid tersebut, maka secara epistemologis dan historis, modernisasi tidak
dapat dipersamakan dengan istilah tajdid. Penyamaan term ini –rupanya- merupakan usaha
pengaburan makna konsep tajdid para ulama salaf. Pembaharuan bukan modernisasi agama, bukan
pula penyesuaian agama dengan doktrin-doktrin modernisme; sekularisme dan pluralisme. Sebab
doktrin postmodern tersebut adalah doktrin Barat-sekular bukan Islam. Jika seperti ini halnya,
maka bukan pembaharuan namanya akan tetapi pembaratan.

BAB III

PENUTUP



Propaganda yang menyerukan “bila ingin maju maka berkiblatlah ke Barat” adalah pendapat
keliru yang mungkin disebabkan oleh dua faktor:

1.

keinginan melecehkan Islam.

2.

pemahaman Islam yang kurang sempurna.



Kemajuan peradaban tidak di tentukan oleh produknya (barang-barang teknologi), tetapi oleh
ide dan ideologi, serta sistem yang membangun peradaban itu.



Modernisasi membutuhkan filter, saringan, dan tolak ukur, agar bisa di nilai positif dan
negatifnya. Filter tersebut adalah hadharah dan madaniyah.



Islam tidak melarang modernisasi selama modernisasi tersebut tidak bertentangan dengan
hukum Islam dan akidah Islam.



Perbedaan tajdid dan modernisasi agama secara etimologis maupun konseptual dapat
ditelusuri dari historis lahirnya istilah tersebut.



Pembaharuan/ tajdid sebenarnya bukanlah menciptakan ajaran yang baru, akan tetapi
‘memotong’ penyimpangan, pemulihan konsep untuk dikembalikan agar sesuai dengan ajaran alQur’an dan Hadis setelah ajaran itu terdistorsi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. H. Irfan anshory, Modernisme Islam di Indonesia , Artikel Pada Majalah “Suara Muhammadiyah”
No.8, 16-30 April 2002:

2. Yusuf Al-Qardawi, Dr, Islam Abad 21, Judul Asli: Ummatuna baina Qarnaini, 2000, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta Timur.

3. Nasution, Harun. 2002. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya.Jakarta : Penerbit
UniversitasIndonesia (UI-Press).

4. http://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/24/makalah-modernisasi-dalampandangan-islam/

5.http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=648:tajdidbukan-modernisasi-agama&catid=70:opini&Itemid=104