Remidi Sejarah Indonesia Tokoh tokoh dal

Remidi Sejarah Indonesia
Tokoh-tokoh dalam Organisasi dan Kiprahnya

Disusun oleh :
Mochammad Januar Afandi
XI MIA 6
21

MAN 1 SIDOARJO
TAHUN AJARAN 2017/2018

Organisasi PKI
1.

Musso
Musso atau Paul
Mussotte bernama
lengkap Muso
Manowar atau Munawar Muso lahir: Kediri, Jawa Timur Tahun
1897, Ia adalah seorang tokoh komunis Indonesia yang
memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era 1920-an

dan dilanjutkan pada Pemberontakan Madiun 1948.

Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an.
Dia adalah pengikut Stalin dan anggota dari Internasional
Komunis di Moskwa Pada tahun 1925 beberapa orang pemimpin
PKI membuat rencana untuk menghidupkan kembali partai ini
pada tahun 1926, meskipun ini ditentang oleh beberapa
pemimpin PKI yang lain seperti Tan Malaka,. Pada tahun 1926
Musso menuju Singapura dimana dia menerima instruksi
langsung dari Moskow untuk melakukan pemberontakan kepada
penjajahan Belanda. Musso dan pemimpin PKI lainnya, Alimin,
kemudian berkunjung ke Moskow, bertemu dengan Stalin, dan menerima pemerintah untuk
membatalkan pemberontakan dan membatasi kegiatan partai menjadi dalam bentuk agitasi dan
propaganda dalam perlawananan nasional. Musso akan tetapi berpikiran lain. Pada bulan
November 1926 terjadi beberapa pemberontakan PKI di beberapa kota termasuk Batavia
(sekarang Jakarta), tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Musso dan
Alimin ditangkap. Musso lsetelah keluar dari penjara pergi ke Moskow, tetapi kembali ke
Indonesia pada tahun 1935 untuk memaksakan “barisan popular” yang dipimpin oleh 7 anggota
Kongres Comintern. Akan tetapi dia dipaksa untuk meninggalkan Indonesia dan kembali ke Uni
Sovyet pada tahun 1936.

Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali ke Indonesia melalui Yogyakarta. Pada tanggal 5
September 1948 dia memberikan pidato yang menganjurkan agar Indonesia merapat kepada uni
Soviet. Pemberontakan terjadi di madiun, jawa timur ketika beberapa militer PKI menolak untuk
dilucuti. Pihak meliter menyebutkan bahwa PKI memproklamasikan “Republik Soviet
Indonesia” pada tanggal 18 September 1948 dan mengangkat Musso sebagai prsiden dan Amir
Sjarifuddin sebagai perdana menteri. Akan tetapi pemberontakan dapat dipadamkan oleh pihak
militer. Pada tanggal 30 September 1948, Madiun diambil oleh pasukan republik dari Divisi
Silwangi. Ribuan kader partai terbunuh dan sejumlah 36.000 orang dipenjarakan. Di antara yang
terbunuh adalah Musso pada tanggal 31 Oktober dengan tuduhan hendak melarikan diri dari
penjara.
Kiprahnya:
Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia adalah pengikut Stalin dan
anggota dari Internasional Komunis di Moskwa. Pada tahun 1925 beberapa orang pemimpin PKI
membuat rencana untuk menghidupkan kembali partai ini pada tahun 1926, meskipun ditentang

oleh beberapa pemimpin PKI yang lain seperti Tan Malaka. Pada tahun 1926 Musso
menuju Singapura dimana dia menerima perintah langsung dari Moskwa untuk melakukan
pemberontakan kepada pemerintahan kapitalis Belanda. Musso dan pemimpin PKI
lainnya, Alimin, kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan menerima
perintah untuk membatalkan pemberontakan dan membatasi kegiatan partai menjadi dalam

bentuk agitasi dan propaganda dalam perlawananan nasional. Akan tetapi pikiran Musso berkata
lain. Pada bulan November 1926 terjadi beberapa pemberontakan PKI di beberapa kota
termasuk Batavia (sekarang Jakarta), tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah
Belanda. Musso dan Alimin ditangkap.

2.

Amir Sjarifuddin
Amir Sjarifuddin lahir di Medan, Sumatera Utara pada
27 April 1907 adalah seorang tokoh Indonesia, mantan menteri,
dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia.
Amir memulai jenjang pendidikannya di ELS atau sekolah
dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai
Agustus 1921. Kemudian atas tawaran saudara sepupunya,
T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota
Volksraad, Amir meneruskan sekolahnya di Leiden.

Pada periode 1926-1927, Amir aktif sebagai anggota
pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem dan
selama itu pula Amir sering terlibat dalam diskusi-diskusi

kelompok Kristen. Salah satunya di kelompok CSV-op Java
yang menjadi cikal bakal dari GMKI (Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia). Namun Amir tidak dapat menyelesaikan
pendidikannya di Leiden, karena pada September 1927 setelah lulus ujian tingkat kedua, Amir
harus kembali ke Medan karena masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya mendesak
agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Setelah itu Amir meneruskan kembali
pendidikannya di Sekolah Hukum di Batavia dan tinggal di asrama pelajar Indonesisch
Clubgebouw, Kramat 106, bersama dengan senior satu sekolahnya Mr. Muhammad Yamin.
Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha menyetujui dan menjalankan
garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk
menghancurkan Fasisme. Amir diminta oleh anggota-anggota kabinet Gubernur Jenderal,
menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam
menghadapi serbuan Jepang. Rencana tersebut tidak banyak mendapat sambutan, ini disebabkan
karena rekan-rekan Amir sesama aktivis masih belum pulih kepercayaannya terhadap Amir
akibat polemik yang terjadi di awal tahun 1940-an dan mereka tidak paham akan strategi Amir
melawan Jepang.

Pada bulan Januari 1943 Amir tertangkap oleh fasis Jepang. Kejadian ini diartikan
sebagai terbongkarnya jaringan organisasi anti fasisme Jepang yang sedikit banyak mempunyai
hubungan dengan Amir. Melalui beberapa sidang pengadilan tahun 1944, hukuman terberat

dijatuhkan pada para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.
Setelah Peristiwa Madiun 1948, pemerintah menuduh PKI berupaya untuk membentuk
negara komunis di Madiun dan menyatakan perang terhadap PKI. Amir sebagai salah seorang
tokoh PKI yang pada saat terjadi peristiwa Madiun sedang berada di Yogyakarta dalam rangka
kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) juga ditangkap beserta beberapa orang temannya.
Tanggal 19 Desember 1948, sekitar tengah malam, di dekat desa Ngalihan, Amir
Sjarifuddin tewas ditembak dengan pistol oleh seorang letnan Polisi Militer. Sebelumnya
beberapa orang penduduk desa setempat telah diperintahkan untuk menggali sebuah lubang
besar. Dari sebelas orang yang diangkut dengan truk dari penjara di Solo, Amir orang pertama
yang dieksekusi malam itu.
Kiprahnya:
Satu hal yang seharusnya juga dicatat dari seorang Amir Syarifuddin adalah sikap
militannya yang tetap anti fasis ketika teman-temannya lebih memilih bekerjasama dengan
pemerintahan kolonial. Amir Syarifuddin justru menjadi ketua gerakan anti fasis bawah tanah
(Front Anti Fasis yang dikenal dengan nama Gerakan Rakyat Anti Fasisme(GERAF)). Amir
merupakan seorang ahli hukum handal yang dalam berorasi dan berpidato mempunyai gaya yang
khas, berbeda dengan Soekarno yang menekankan pada intonasi bicara, Amir lebih dikenal
dengan gaya bahasa yang khas. menekankan pada sosok Amir yang pintar, bersemangat, tegas,
menjunjung tinggi kesetiakawanan dan sedikit emosional.


3.

M. H. Lukman Njoto
M. H. Lukman Njoto atau Nyoto saja adalah
Menteri Negara pada pemerintahan Soekarno. Nyoto juga
merupakan wakil Ketua CC PKI dan sangat dekat dengan
D.N.Aidit.
Njoto anak tertua (satu-satunya lelaki) dari 3 bersaudara.
Dilahirkan

di

Bondowoso, 17 Januari 1927; menikahi Soetarni (kelahiran
Solo, 10 Juni 1928) yang berasal dari keluarga ningrat
Mangkunegaran pada tahun 1955; dan punya 7 anak. Anak
pertama, Svetlana, baru berumur 9 tahun saat pecah tragedi
1965 sementara anak terkecil masih dalam kandungan dan
baru lahir pada Juli 1966. Njoto sendiri “hilang tanpa jejak” sejak 16 Desember 1965. Istri Njoto
dan ke-7 anaknya sempat ditahan di salah satu Kodim di Jakarta selama berbulan-bulan. Sekitar
akhir 1966 atau awal 1967 dibebaskan dari Kodim, tapi pertengahan 1969 kembali ditangkap dan


ditahan dari satu penjara ke penjara lainnya: Wonogiri, Semarang, Jakarta (Bukit Duri), dan
terakhir di Plantungan, Jawa Tengah.
Pada tanggal 11 Maret 1966 sepulangnya dari sidang kabinet Nyoto diculik oleh
sekelompok orang yang tidak diketahui identitasnya dalam perjalanan pulang menuju rumahnya
di Jl. Tirtayasa. Ada beberapa tapol yang pernah melihatnya di Rutan Salemba tapi setelah itu
mereka tidak melihat lagi karena kemudian terhembus kabar burung bahwa Nyoto sudah
dieksekusi di salah satu kepulauan Seribu di Teluk Jakarta.
Kiprahnya:
Njoto tidak hanya dikenal sebagai salah satu dari Tiga Serangkai orang-orang muda yang
memimpin Partai Komunis Indonesia: Aidit, Lukman, Njoto. Njoto sendiri kemudian dikenal
sebagai Wakil Ketua II CC PKI di samping sebagai seorang publisis, penyair, essais dan penulis
naskah pidato Bung Karno. Di kantor redaksi koran Harian Rakjat Njoto menulis editorial, pojok
atau kolom Catatan Seorang Publisis tempat dia menggunakan nama pena Iramani.

4.

DN Aidit
Dipa Nusantara Aidit, lebih dikenal dengan DN Aidit (30
Juli 1923 - 22 November 1965), adalah Ketua Central Comitte

Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama
Achmad Aidit di Pulau Bangka, dan dipanggil “Amat” oleh
orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit
mendapatkan pendidikan Belanda. Ayahnya, Abdullah Aidit, ikut
serta memimpin gerakan pemuda di Belitung dalam melawan
kekuasaan kolonial Belanda, dan setelah merdeka sempat
menjadi anggota DPR (Sementara) mewakili rakyat Belitung.
Abdullah Aidit juga pernah mendirikan sebuah perkumpulan
keagamaan, “Nurul Islam”, yang berorientasi kepada
Muhammadiyah

Ada beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini.
Menurut versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, lalu
dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Kemudian ia
dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya diberikan waktu setengah
jam sebelum "diberesi". Waktu setengah jam itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang
berapi-api. Hal ini membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga
mereka tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya
hingga mati. versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah
tempat ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya

dimakamkan.

Selain kematiannya, kelahiran Aidit pun bermacam-macam versi. Beberapa mengatakan
Aidit kelahiran Medan, 30 Juli 1923 dengan nama lengkap Dja'far Nawi Aidit. Keluarga Aidit
konon berasal dari Maninjau, Sumatera Barat yang pergi merantau ke Belitung. Namun banyak
masyarakat Maninjau tidak pernah mengetahui dan mengakui hal itu.
Kiprahnya:
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan
dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia. Dalam dasawarsa
berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik
Islam dan militer. Berakhirnya sistem parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan
peranan PKI, karena kekuatan ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit
dan pemimpin PKI lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi
massa yang sangat penting di Indonesia.

Organisasi PNI
1.

Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dilahirkan di Surabaya pada

tanggal 6 Juni 1901. Semasa hidupnya, Soekarno paling
dikenal sebagai pemimpin perjuangan negara baik dari
jajahan Belanda maupun Jepang. Selain sebagai bapak
perjuangan negara, Soekarno juga dikenal sebagai
presiden pertama Indonesia yang memerintah sejak
tahun 1945 hingga tahun 1967. Soekarno pernah
ditahan selama lebih dari satu dekade ketika Belanda
menjajah, dan kemudian dilepaskan saat Jepang tiba di
Indonesia. Soekarno dan teman-teman nasionalisnya
bekerja sama untuk mengumpulkan support demi
membantu Jepang sebagai imbalan karena Jepang telah
membantu penyebaran ide nasionalis di Indonesia.

Kiprahnya :
Soekarno merupakan seorang pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI). Dalam usahanya
untuk mengembangkan partai atau organisasi yang didirikannya, ia mencetuskan ide atau paham
Marhaenisme, yang didalamnya merupakan sintesis dari ajaran Marxisme. Soekarno adalah
orang yang sangat memperhatikan orang miskin. Seluruh kemelaratan dan kemiskinan orang lain
menjadi perhatiannya. Sikap inilah yang mendorong Soekarno untuk memperjuangkan serta
membela nasib rakyat miskin. Pada usia 20 tahun Soekarno mencetuskan suatu konsep

“Marhaenisme”. Marhaenisme adalah organisasi PNI. Dengan demikian organisasi PNI yang
didirikan oleh Soekarno tidak dapat dipisahkan dari “marhaenisme”.

2.

Mr. Raden Mas Sartono
Mr. Raden Mas Sartono (lahir di Slogohimo,
Wonogiri, 5
Agustus 1900 – meninggal
di Jakarta, 15
Oktober 1968 pada umur 68 tahun) adalah tokoh perjuangan
kemerdekaan Indonesia dan
menteri
pada kabinet
pertama Republik
Indonesia.
Tokoh Partai
Nasional
Indonesia (PNI) dan Partindo ini juga pernah menjabat ketua
parlemen sementara (DPRS) pada Republik Indonesia
Serikat (1949) dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat antara
tahun 1950 sampai 1959, dan pernah menjabat Gubernur
Bank Indonesia.
Menjelang Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, ia
termasuk yang memberi sponsor terlaksana Kongres II
bersama temannya Mr. Soenario.

Dilahirkan sebagai keturunan bangsawan Jawa,
Sartono berturut-turut mengikuti pendidikan di HIS, MULO, AMS, dan RHS yang
ditamatkannya pada tahun 1922. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke Universitas
Leiden Belanda dan mendapatkan gelar Meester in de Rechten pada tahun 1926.
Kiprahnya:
Mr Sartono dalam perjalalanan organisasinya merupakan mantan pengurus Perhimpunan
Indonesia di Belanda, salah satu pendiri PNI tahun 1927, Pendiri Partindo, mantan Ketua
Gerindo, mantan anggota Panitia perancang UUD dalam BPUPKI, ditunjuk sebagai ketua Panitia
III dalam BPKNIP. Sartono juga terkenal sebagai penyusun Manifesto 1925, suatu arah
perjuangan kemerdekaan Perhimpunan Indonesia di Belanda, yang pada akhirnya menjadi
tonggak awal lahirnya Sumpah Pemuda 1928.

3.

Gatot Mangkupraja
Gatot Mangkupraja lahir pada 15 Desember 1898 di
Kampung Citamiang, Desa Panjunan Kabupaten Sumedang.
Dari silsilahnya ia adalah seorang keturunan Menak Galuh
(Ciamis). Ayahnya, dr. Saleh Mangkoepradja adalah putra Rd.
H. Moehammad Tajib, Hoofdpenghulu di Landraad Ciamis
dengan Nyimas Soewarta, keturunan Prabu Wastukancana.

Ayahanda Gatot, dr. Saleh, adalah dokter yang cukup
terkenal di Sumedang karena dalam prakteknya selain
menggunakan obat-obat farmasi juga menggunakan obat
tradisional dari tumbuh-tumbuhan di Indonesia. Penghasilannya
sebagai dokter cukup besar sehingga bisa membeli rumah,
sawah, dan kebun.
Menurut tulisan Gatot, The PETA and My Relatons with
The Japanese (yang dimuat jurnal Indonesia, terbitan Cornell
University AS; 1968), ketika meninggal ayah Gatot juga
meninggalkan warisan armada angkutan jurusan SumedangCirebon. Seluruh kekayaan dibagikan pada keenam anaknya, dan sejak itu Gatot tak pernah
bekerja untuk mencari nafkah lagi.
Gatot pertama memasuki sekolah Frobel School Ny. Westenenk di Sumedang. Pada 1905
ia melanjutkan sekolahnya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bandung. Ketika usianya
tujuh tahun, ibunya meninggal dunia.
Pada 1912 Gatot melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter) namun hanya bertahan tiga
tahun. Ia pindah ke Hogere Burger School (HBS) yang lagi-lagi tidak dirampungkannya. Pada
1922 ia bekerja di Jawatan Kereta Api dan berhenti 1925, karena ayahnya meninggal dunia.
Kiprahnya:
Ia membantu Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia, kelak berubah
menjadi Partai Nasional Indonesia. Soekarno menjadi ketua, sedangkan Gatot menjadi sekretaris
pusat
“Karena partai tidak mempunyai keuangan yang cukup untuk mengongkosi cetakancetakan, balai pertemuan, dan ongkos-ongkos bagi propagandis, maka saya rela untuk
memberikan sumbangan-sumbangan. Dan karena saya tidak mempunyai sumber penghasilan
yang lain, maka sedikit demi sedikit dijuallah kekayaan peninggalan orang tua saya baik berupa
sawah, kebun, maupun otomobil yang ada di Sumedang,” tulis Gatot dalam catatan hariannya
yang kemudian dibukukan pada 2003 itu.
Gatot adalah propagandis yang handal. Salah satu berkat kerja kerasnya, PNI makin
masif dan mengundang banyak simpatisan baik di Bandung maupun di berbagai daerah. Pada
awal 1929 itui anggota terdaftar PNI sudah sekitar 6 ribu orang.

4.

Maskoen Soemadiredja
Maskoen Soemadiredja adalah pahlawan nasional
Indonesia yang berasal dari Jawa Barat yang lahir di Bandung,
Jawa Barat pada 25 Mei 1907 dan meninggal di Jakarta pada 4
Januari
1986.
Ia adalah putra dari Raden Umar Soemadiredja dan Nyi Raden
Umi. Sejak tahun 1927, Maskoen sudah aktif dalam pergerakan
politik untuk berjuang mewujudkan kemerdekaan negara
Indonesia. Karena itu ia bergabung dengan Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Maskoen meninggal pada tanggal 4 Januari 1986 di usia
79 tahun. Atas jasanya terhadap negara, Maskoen mendapatkan
gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.089/TK/Tahun 2004.
Kiprahnya:
Selama bergabung dengan PNI, Maskoen dipercaya memegang jabatan sebagai komisaris
merangkap sebagai sekretaris II PNI cabang Bandung. Ia sering melakukan propaganda dengan
menyebarkan prinsip-prinsip nasionalisme dan menggugah semangat rakyat untuk
memperjuangkan kemerdekaan, akibat aksinya tersebut, gerak-geriknya sering diawasi oleh
bangsa Hindia Belanda hingga akhirnya ia dibui ke Banceuy pada tahun 1929.

Organisasi Sarekat Islam
1.

K H Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi Lahir di Surakarta, Jawa
Tengah, 1868 dan Beliau adalah pahlawan nasional
sekaligus tokoh pergerakan nasional. Kiprahnya
sangat berjasa dalam pencerahan berfikir masyarakat
di jamannya. Ia adalah pendiri Sarekat Dagang
Islamiyah, sebuah organisasi massa di Indonesia
yang awalnya merupakan wadah bagi para
pengusaha batik di Surakarta.

Latar belakang pendirian SDI karena Samanhudi
merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa
penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang
mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina
pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi merasa
pedagang pribumi harus mempunyai organisasi
sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang
Islam untuk mewujudkan cita-citanya. Sepeninggalnya SDI berkembang pesat di bawah
pimpinan HOS Cokroaminoto dan akhirnya berubah namanya menjadi Sarekat Islam. SI
kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan yang sangat diseganidan melahirkan
tokoh-tokoh besar di Indonesia. Hi Samanhudi meninggal di Klaten, Jawa Tengah28 Desember
1956 dan dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo
Kiprahnya :
Di Surabaya, Samanhudi pun menyusun kekuatan di bidang perdagangan dan agama
melalui SDI. Pada 1912, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Organisasi ini mendapat
sambutan luas masyarakat, sehingga pada Kongres I, 25-26 Januari 1913 di Surabaya, ia sudah
memiliki 89.999 anggota. Pada 1916, anggota organisasi itu berkembang menjadi 360.000, dan
kemudian bertambah lagi menjadi 450.000 orang. Samanhudi berhasil menyatukan solidaritas
Muslim, khususnya dalam bidang perdagangan, yang di kemudian hari menjadi kekuatan untuk
menuntut kemerdekaan dari kolonial Belanda

2.

Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S Cokroaminoto)

Hadji_Oemar_Said_Tjokroaminoto_(H.O.S_C
okroaminoto)_adalah_tokoh_pergerakan_nasional,_pe
mimpin_organisasi_Sarekat_Islam_(SI)_yang_terkena
l_pandai_berpidato_dan_sangat_berpengaruh_terhada
p_tokohtokoh_generasi_muda._Lahir_di_Desa_Bakur,
_Madiun_pada_tanggal_16_Agustus_1883._Cokroami
noto_adalah_anak_kedua_dari_12_bersaudara_dari_a
yah_bernama_R.M._Tjokroamiseno,_salah_seorang_p
ejabat_pemerintahan_pada_saat_itu._Kakeknya,_R.M.
_Adipati_Tjokronegoro,_pernah_menjabat_sebagai_b
upati_Ponorogo.
Cokroaminoto_menamatkan_pendidikan_di_OSVIA_(
Sekolah_Pamongpraja)_di_Magelang._Sempat_bekerj
a_sebagai_juru_tulis_di_Ngawi_sebelum_pindah_ke_
Surabaya_untuk_bekerja_di_sebuah_perusahaan_daga
ng._Aktivitasnya_dalam_dunia_politik_dimulai_ketik
a_bergabung_dalam_organisasi_Sarekat_Dagang_Islam_(SDI)_pada_tahun_1912._Atas_usulny
a,_SDI_berubah_menjadi_partai_politik_yang_bernama_Sarekat_Islam_(SI)._Di_SI,_Cokroami
noto_menjadi_komisaris_dan_kemudian_ketua_partai._Sebagai_wakil_SI_dalam_Volksraad,_be
rsama_Abdul_Muis,_tanggal_25_November_1918_mengajukan_Mosi_Cokroaminoto_yang_me
nuntut_Belanda_untuk_membentuk_parlemen_dari_dan_oleh_rakyat.
Sebagai_salah_satu_pelopor_pergerakan_nasional,_Cokroaminoto_mempunyai_beberapa_murid
_yang_selanjutnya_memberikan_warna_bagi_sejarah_pergerakan_Indonesia,_yaitu_Musso_yan
g_sosialis/komunis,_Soekarno_yang_nasionalis,_dan_Kartosuwiryo_yang_agamis._Namun_keti
ga_muridnya_itu_saling_berselisih.
Cokroaminoto_pernah_menuntut_Sumatera_Landsyndicaat_supaya_mengembalikan_tanah_raky
at_di_Gunung_Seminung_(Sumatera_Selatan)_dan_menyamakan_kedudukan_dokter_Indonesia
_dengan_Belanda._Selain_aktif_dalam_politik,_ia_banyak_menulis_di_media_massa._Buku_ya
ng_ditulis_berjudul_Islam_dan_Sosialisme._Tahun_1920,_ia_dimasukkan_ke_penjara_dan_tuju
h_tahun_kemudian_diminta_lagi_duduk_dalam_Volksraad_namun_ditolaknya_karena_tidak_ma
u_bekerja_sama_lagi_dengan_Belanda.
Cokroaminoto_meninggal_di_Surabaya_pada_17_Desember_1934_dan_dimakamkan_di_TMP_
Pekuncen, Yogyakarta.
Kiprahnya :
Terkait ideologi Sosialisme Islam sebagai dasar ideologi H.O.S. Tjokroaminoto yang
kemudian memberi corak dan bentuk bagi organisasi Sarekat Islam dirasa sangat tepat jika
dibahas pada dua periode awal hingga masa puncak Sarekat Islam sebelum munculnya kaum
komunis dalam tubuh Sarekat Islam. Terdapat dua alasan yang menjadi latar belakang SI
didirikan, yaitu persaingan yang meningkat dalam perdagangan batik terutama dengan golongan
Cina dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang Indonesia terkait keberhasilan revolusi
Cina tahun 1911. Kemudian juga karena dirasakan tekanan dari kalangan bangsawan kepada
masyarakat di Solo. Oleh karena itu, Sarekat Dagang Islam bermaksud melindungi orang-orang
Indonesia yang terdiri dari pedagang batik di Solo dari sikap semena-mena orang Cina dan kaum
bangsawan pribumi.

3.

Haji Agus Salim
Haji Agus Salim lahir pada 8 Oktober 1884 di
Kota Gadang, Sumatera Barat, dengan nama Musyudul
Haq yang berarti ‘pembela kebenaran’. Ayahnya yang
seorang jaksa di pengadilan Riau memungkinkan Haji
Agus Salim untuk belajar di sekolah dasar Belanda ELS
(Europeese Lager School). Lulus pada 1897, dia bertolak
ke Batavia untuk masuk ke Hogere Burger School
(HBS), sekolah lanjutan yang sebenarnya hanya untuk
orang-orang Eropa. Pada masa itu,sangat jarang melihat
anak pribumi masuk ke sekolah Eropa. Ia lulus dari HBS
dengan nilai paling tinggi di tingkat nasional,
mengalahkan orang-orang Belanda saat berusia 19 tahun.

Pada tahun 1915, Haji Agus Salim masuk ke dalam Serikat Islam (SI) pada masa
kepemimpinan H.O.S. Cokroaminoto . Dalam waktu singkat, mereka menjadi kawan baik dan
bekerja sama demi masa depan Indonesia. Haji Agus Salim lantas dipercaya menggantikan
Cokroaminoto di Volksraad pada 1922-1925. Di sini, beliau tak jarang bicara terbuka, keras, dan
menantang. Seiring bergesernya gaya perjuangan SI ke arah non kooperatif, Agus Salim mundur
dari Volksraad . Ia kemudian aktif di JIB (Jong Islamieten Bond) dan bekerja sebagai jurnalis.
Kiprahnya:
Agus Salim masuk dalam kancah pergerakan politik saat ia bergabung menjadi anggota
Centraal Sarikat Islam (Sjarikat Islam). Pada tahun 1919, Agus Salim pindah ke Surabaya.
Disinilah Agus Salim berkenaln dengan HOS Tjokroaminoto. Dari Bandung HOS
Tjokroamonoto, Agus Salim dan kawan-kawan dalam National Congress Centraal Sarikat Islam
(Natico CSI), 17 Juni 1916, memberanikan menuntut pemerintahan sendiri. Memelopori
sosialisasi istilah nasional, menanamkan kesadaran cinta tanah air bangsa dan agama.
Para santri membanggakan diri bahwa Sarekat Islam (SI) merupakan gerakan nasional
modern pertama yang diorganisasi di Indonesia. SI telah memelopori dalam gerakan melawan
penjajahan Belanda dan dalam kurun waktu yang cukup singkat dapat mencapai hasil yang
sangat baik dalam menghimpun rakyat. Sebab bagi rakyat Indonesia yang mayoritasnya
beragama Islam, Islam bukan hanya menjadi sebuah keyakinan saja akan tetapi juga merupakan
faktor nasionalisme, sebuah unsur yang menyatukan rakyat Indonesia, sehingga mereka
kemudian bersatu untuk melawan penjajahan Belanda.
Perjalanan politik Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto di SI telah memberi warna
tersendiri pagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka berdua dikenal sebagai dwitunggal
pemimpin dari SI yang setia memperjuangkan persatuan unat Islam serta kemerdekaan
Indonesia. Pada tahun 1924, setelah Agus Salim memutuskan untuk leluar dari Volksraad, SI
menyatakan diri tidak lagi duduk dalam Volksraad.

4.

Abdul Muis
Abdul Muis lahir di Sungai Puar, dekat Bukittinggi,
pada tanggal 3 Juli 1883. Ia pernah belajar
di STOVIA (Sekolah Dokter), tetapi tidak tamat. Beberapa
lamanya ia bekerja sebagai pegawai negeri, kemudian
menerjunkan diri di bidang kewartawanan. Karangannya
banyak dimuat dalam harian De Express, berisi kecaman
terhadap karangan orang-orang Belanda yang sangat
menghina bangsa Indonesia. Karena karangan-karangan itu
nama Muis mulai dikenal oleh masyarakat. Kegiatan
berpolitik dimulai Muis dalam Sarekat Islam. Ia diangkat
sebagai anggota Pengurus Besar.

Pada tahun 1913 Pemerintah Belanda bermaksud
mengadakan perayaan untuk memperingati seratus tahun
bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Beberapa
orang tokoh pergerakan nasional mendirikan Komite Bumiputerayang berusaha menentang
rencana tersebut. Abdul Muis ikut di dalamnya. Karena itu, ia ditangkap oleh Pemerintah
Belanda.
Kiprahnya:
Dalam Kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1916 Muis menganjurkan agar SI bersiap-siap
menempuh cara keras apabila cara lunak dalam menghadapi pemerintah jajahan tidak berhasil.
Setahun kemudian, ia diutus ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar untuk
membicarakan masalah pertahanan bagi Indonesia sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia
I. Selain itu, ia mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda agar di Indonesia didirikan sekolah teknik.
Beberapa tahun kemudian di Bandung berdiri Technische Hooge School (sekarang Institut
Teknologi Bandung atau ITB).

Organisasi Muhammadiyah
1.

Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama
Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di
Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim
bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman,
pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta.
Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan,
pejabat
penghulu
kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal,
sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah
Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri
selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih
kepada
Ulama-ulama
di
Yogyakarta.
Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib,
belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang
menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh.
Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia
bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al
Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau
sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang
sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka
jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah
pada
tanggal
18
Nopember
1912.
KH Ahmad Dahlan Wafat pada tanggal 23 Pebruari 1923 M dan Sebelum wafat Beliau berpesan
kepada
kita
:
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
Kiprahnya:
KH. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi untuk melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin mnegadakan suatu pembaharuan
dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak umat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan sejak awal
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial
dan bergerak di bidang pendidikan

2.

KH. Hisyam
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta
tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei
1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu
hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres
ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta)
pada
tahun
1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban
administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada
periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah
lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan
pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103
Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School
(HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah
saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan
pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolahsekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah

Protestan.
Kiprahnya:
Dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah K.H. Hisyam mau bekerjasama dengan
pemerintah kolonial dengan bersedia menerima bantuan keuangan dari pemerintah kolonial,
walaupun jumlahnya sangat sedikit dan tidak seimbang dengan bantuan pemerintah kepada
sekolah-sekolah Kristen saat itu. Hal inilah yang menyebabkan K.H. Hisyam dan
Muhammadiyah mendapatkan kritikan keras dari Taman Siswa dan Syarikat Islam yang saat itu
melancarkan politik non-kooperatif. Namun, Hisyam berpendirian bahwa subsidi pemerintah itu
merupakan hasil pajak yang diperas dari masyarakat Indonesia, terutama ummat Islam. Dengan
subsidi tersebut, Muhammadiyah bisa memanfaatkannya untuk membangun kemajuan bagi
pendidikan Muhammadiyah yang pada akhirnya juga akan mendidik dan mencerdaskan bangsa
ini. Menerima subsidi tersebut lebih baik daripada menolaknya, karena jika subsidi tersebut
ditolak, maka subsidi tersebut akan dialihkan pada sekolah-sekolah Kristen yang didirikan
pemerintah kolonial yang hanya akan memperkuat posisi kolonialisme Belanda.
Berkat perkembangan pendidikan Muhammadiyah yang pesat pada periode Hisyam, maka
pada akhir tahun 1932, Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool,
69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan
menyambung ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, setingkat SMP saat ini) bagi murid
tamatan vervolgschool atau standaardschool kelas V. Di sekolah-sekolah Muhammadiyah
tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sekolah-sekolah
Muhammadiyah saat itu merupakan lembaga pendidikan pribumi yang dapat menyamai
kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik, dan sekolah-sekolah
Protestan.

3.

Ki Bagus Hadikusumo
Ki Bagus Hadikusumo (1890 – 1954), nama kecilnya
Hidayat, lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 24 Nopember
1890 dan wafat 3 September 1954 (usia 64 tahun). Menjadi
ketua PP Muhammadiyah tahun 1942-1953. Menjadi anggota
BPUPKI yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 dan
menjadi salah satu dari 15 anggota yang menuntut agar Islam
dijadikan sebagai dasar Negara. Beliau adalah tokoh
Muhammadiyah yang gigih memperjuangkan untuk
menginstitusionalisasikan syariat Islam di Indonesia.
Sumbangan terbesar beliau untuk Republik Indonesia adalah
ikut merumuskan kalimat "Ketuhanan yang Maha Esa dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya" dalam Piagam Jakarta yang ditolak oleh utusan
Kristen dari Indonesia Timur sehingga rumusannya berubah
menjadi "Ketuhanan yang Maha Esa" sebagai sila I Pancasila.

Kiprahnya:
Ki Bagus pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota
Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah (19421953). Pokok-pokok pikiran Ahmad Dahlan berhasil ia rumuskan sedemikian rupa sehingga
dapat menjiwai dan mengarahkan gerak langkah serta perjuangan Muhammadiyah. Bahkan,
pokok-pokok pikiran itu menjadi Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Muqaddimah
yang merupakan dasar ideologi Muhammadiyah ini menginspirasi sejumlah tokoh
Muhammadiyah lainnya. HAMKA, misalnya, mendapatkan inspirasi dari muqaddimah tersebut
untuk merumuskan dua landasan idiil Muhammadiyah, yaitu Matan Kepribadian
Muhammadiyah dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Ki Bagus juga sangat produktif dalam menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain
Islam sebagai Dasar Negara dan Achlaq Pemimpin. Karya-karyanya yang lain yaitu Risalah
Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941),
dan Poestaka Iman (1954). Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap
etika dan bahkan juga syariat Islam.

4.

Buya HAMKA

Buya HAMKA (1908 – 1984), HAMKA adalah
akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amarullah.
Beliau dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada
tanggal 16 Pebruari 1908. Tahun 1928 menjadi peserta
muktamar Muhammadiyah di Solo dan sejak itu terus
aktif di Muhammadiyah. Menjadi anggota PP
Muhammadiyah mulai tahun 1953 – 1971 dan
meninggal sebagai penasehat PP Muhammadiyah. Pada
masa orde lama pernah aktif sebagai anggota
Konstituante hasil pemilu I tahun 1955 mewakili partai
Masyumi jawa Tengah. Sewaktu di penjara di masa orde
lama belaiu menyelesaikan karyanya yang paling
monumental yaitu tafsir Al Azhar. Ketika MUI terbentuk pada tahun 1957 beliau menjadi ketua
umum yang pertama dan juga pada periode kedua pada tahun 1980, tetapi kemudian
mengundurkan diri karena fatwanya tentang haramnya mengikuti natalan bersama ditentang oleh
pemerintah.
Kiprahnya:
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau
mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat
dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang
Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan
pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di
Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera
Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946.
Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta
pada tahun 1950.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1