Fungsi dan Makna Meditasi pada Kebaktian Keagamaan Buddha Theravada bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meditasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memusatkan pikiran
pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli
meditasi disebut juga dengan Samādhi. Meditasi menjadi semakin populer di
kalangan masyarakat dunia karena masyarakat mulai menyadari pentingnya
melakukan meditasi. Manfaat yang didapatkan dari melakukan meditasi
sangatlah banyak, baik ditinjau dari segi kesehatan fisik maupun kestabilan
emosional.
Terdapat banyak ragam meditasi dari berbagai agama dan suku di dunia,
seperti meditasi yoga yang berasal dari ajaran agama hindu dan populer di India
bahkan telah mendunia. Banyak masyarakat yang melakukannya dengan
berbagai alasan seperti untuk membentuk tubuh, melatih fokus, serta berbagai
alasan lainnya dan para artis sekalipun melakukannya dengan alasan yang sama.
Selain yoga adapula dzikir dalam ajaran agama islam, dimana meditasi ini
dipopulerkan oleh para sufi dan lebih menekankan konsentrasi tentang pemujaan
kepada Tuhan, dan meditasi pada kebaktian kegamaan Buddha yang
menitikberatkan kepada pencapaian nibbāna atau kelenyapan seperti yang sering
dilakukan oleh para bhikku atau sayalay.
Dalam aliran Buddha Theravāda, Terdapat kebaktian keagamaan yang

didalamnya terdapat meditasi. Seseorang yang melakukan meditasi disebut yogi
apabila ia adalah seorang laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut yogini.
Bhikku merupakan sebutan untuk pemuka agama Buddha yang berjenis kelamin

laki-laki, sedangkan Sayalay adalah sebutan untuk pemuka agama Buddha yang
berjenis kelamin perempuan. Pada langkah awal, meditator terlebih dahulu
melakukan namakāra yaitu penghormatan atau persujudan kepada BuddhaDhamma-Saṅgha, kemudian dilakukan pembacaan Paritta ataupun Paṭṭhāna
yang berasal dariAbhidhamma piṭaka dimana seluruh kitab tersebut ditulis dalam
bahasa Pāli, barulah dilanjutkan dengan meditasi. Terdapat dua tahap meditasi,
yaitu Samatha dan Vipassanā. Samatha adalah meditasi tahap awal atau meditasi
dasar, sedangkan vipassanā adalah meditasi tahap lanjutan bagi meditator yang
telah mampu melakukan meditasi samatha dengan benar. Samatha adalah
meditasi yang bertujuan untuk memusatkan pikiran agar mencapai kediaman
yang tenang. Sedangkan Vipassanā adalah meditasi yang bertujuan untuk
mendapatkan pandangan terang atau pengembangan wawasan.
Biasanya para guru meditasi menganjurkan agar mengesampingkan semua
jenis latihan lain sebelum berlatih suatu subjek meditasi tertentu yang sudah
dipilih. Innatakaw-Pa Auk, (2011:2) menyatakan: “... Dalam ajaran Buddha, ada
empat puluh objek meditasi Samatha, seseorang dapat mengembangkan salah
satunya untuk mengembangkan konsentrasi. Biasanya jika seorang meditator

tidak mampu menentukan satu dari empat puluh objek yang harus dipilih untuk
meditasi Samatha, guru meditasi menyarankan untuk memulai dari berlatih
ānāpānasati”.
Ānāpānasati berasal dari bahasa Pāli. Ānāpāna artinya menarik dan
menghembuskan napas, sedangkan Sati artinya penuh perhatian.Ānāpānasati
dapat diterjemahkan sebagai penuh perhatian pada pernapasan. Penuh perhatian
berarti ingatan, artinya mengingat napas dengan jelas. Untuk itu, apabila berlatih

Ānāpānasati, harus menjaga pikiran agar penuh perhatian (mengingat) pada
napas. Seseorang sebaiknya tidak perlu terlalu banyak memperhatikan aktivitas
pernapasan, melainkan memperhatikan napas saja, (Innatakaw Pa-Auk, 2012:6).
Sebelum melakukan meditasi, ada tahapan pertama yang harus dijalani
yaitu sila. Sila atau moralitas adalah aturan moral yang harus dijalani seorang
meditator agar dapat melakukan meditasi. Setelah mampu menjaga sila dengan
baik, kemudian dapat dilanjutkan dengan proses meditasi. Bagi orang awam atau
pemula, terdapat lima sila atau panca sila yang harus dipatuhi yaitu:
1. Tidak membunuh (termasuk membunuh atau menyembelih hewan
untuk dijadikan makanan)
2. Tidak mencuri
3. Tidak melakukan tindakan asusila

4. Tidak memakan atau meminum sesuatu yang buruk
5. Tidak berbicara yang buruk.

Salah satu fungsi meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha Theravāda
adalah meningkatkan fokus terhadap sesuatu. Selain itu, dapat lebih
mengendalikan emosi dari dalam diri dan lebih berpikir jauh kedepan tentang
sebab-akibat. Meditasi juga berguna melatih kesabaran dan ketenangan batin,
karena proses menjalankan meditasi ini tidak mudah dan dibutuhkan konsentrasi
tinggi dan bimbingan dari seorang guru.
Salah satu makna dari meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha adalah
dapat melepaskan sifat kepemilikan atas diri sendiri, yaitu seseorang dapat
menyadari bahwa sesungguhnya segala sesuatu di dunia ini termasuk raganya
bukanlah miliknya sendiri. Ketika melakukan meditasi, seseorang dapat

menyadari bahwa ia hanya makhluk hidup yang terdiri dari miliaran atom sel
tanpa mengingat siapa dirinya, apa pekerjaan dan jabatannya, sehingga hanya
ingin melakukan perbuatan yang baik selama hidup di dunia ini.
Penulis memilih Kota Medan sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan
data BPS Kota Medan tahun 2010, terdapat 202.839 jiwa etnis Tionghoa di ota
Medan dan merupakan etnis ke-tiga terbanyak setelah etnis batak dan etnis jawa.

Selain itu mayoritas sebanyak 112.456 jiwa dari suku Tionghoa di Medan
beragama Buddha. Meskipun dalam ajaran agama Buddha bermeditasi adalah
salah satu kewajiban, namun pada kenyataannya tidak semua umat Buddha
melakukan meditasi. Mereka yang melakukan meditasi biasanya adalah orangorang yang mampu menekan nafsu duniawi dan telah berhasil menjalankan lima
sila atau panca sila. Panca silamerupakanaturan wajib yang harus dilakukan
sebelum melakukan meditasi, namun tidak sedikit juga masyarakat Tionghoa
yang belum mampu seutuhnya menjaga sila dengan baik.
Vihara adalah tempat ibadah agama Buddha, berdasarkan data dari
departemen agama Buddha Provinsi Sumatera Utara tahun 2015, terdapat
sebanyak 219 vihara di Kota Medan. Vihara-vihara tersebut terdiri dari beberapa
aliran seperti Mahāyāna, Theravāda,Maitreya, dan lain sebagainya. Setiap aliran
biasanya melakukan meditasi, namun caranya berbeda-beda setiap aliran.
Terkhusus Maitreya, tidak melakukan meditasi. Penulis hanya meneliti meditasi
aliran Theravāda saja karena aliran Theravāda sangat menekankan ajaran
tentang meditasi dan terdapat banyak Vihara aliran Theravada yang mengadakan
pelatihan meditasi.

Penulis melakukan observasi seputar meditasi di Vihara Dhammadayada Jl.
Karantina no.35 Medan. Penulis melakukan penelitian di tempat ini karena
fokus kegiatan yang dilakukan di Vihara ini adalah meditasi, selain itu guru

meditasi yang terdapat di Vihara ini adalah Sayalay yang khusus berlatih
meditasi selama puluhan tahun di Myanmar, dan kebaktian meditasi di Vihara
ini dilakukan setiap hari setiap pukul tujuh malam.
Masyarakat Tionghoa yang mengikuti kebaktian meditasi di Vihara
Dhammadayada kebanyakan berusia paruh baya, namun ada beberapa orang
yang masih terbilang muda bahkan anak-anak sekalipun ada. Umat wanita dan
pria yang bermeditasi pun jumlahnya berimbang dengan berbagai macam latar
belakang pekerjaan dan pendidikan. Di vihara ini mereka melakukan kebaktian
meditasi di Aula utama Vihara yang dipimpin oleh seorang guru meditasi.
Mereka mengatakan dengan berlatih meditasi mereka jadi lebih tenang, lebih
bijak dalam bersikap, dan lebih memikirikan untuk terus melakukan Dana atau
perbuatan baik seperti bersedekah dan aktif dalam kegiatan sosial.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dirumuskan penelitian dengan judul
Fungsi dan Makna Meditasi pada Kebaktian Keagamaan Buddha Theravāda
bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

1.2 Batasan Masalah
Pokok pembahasan dalam penelitian ini dibatasi dengan fungsi dan makna
meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha Theravādadari mulai tahap
namakāra, pembacaan Paṭṭhāna, dan meditasi samatha dengan subjek

Ānāpānasatibagi masyarakat Tionghoa di
Dhammadayada Jl. Karantina no. 35 Medan.

Kota Medan tepatnya di Vihara

1.3 Rumusan Masalah
Sebuah penelitian dapat dilakukan, apabila rumusan masalah sudah
didapat. Perumusan masalah diperlukan agar dalam penelitian di lapangan tidak
terjadi penyimpangan dalam pengambilan data. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hariwijaya dan Triton, (2008:46) bahwa: “ ... Rumusan masalah merupakan inti
dari penelitian yang disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang
isinya mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan”. Sesuai
dengan latar belakang masalah ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa fungsi meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha
Theravādabagi masyarakat Tionghoa di kota Medan?
2. Apa makna meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha
Theravādabagi masyarakat Tionghoa di kota Medan?
1.4. Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian selalu memiliki tujuan. Tujuan penelitian harus

diorientasikan pada suatu titik permasalahan agar kegiatan yang akan dilakukan
tidak melenceng dari sasaran utama yang hendak diteliti. Hariwijaya dan Triton,
(2008:50) menyatakan bahwa : “ ... Tujuan penelitian merupakan sasaran yang
hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian dan mengacu kepada
permasalahan”.Setelah menganalisis masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui fungsi meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha
Theravādabagi masyarakat Tionghoa di kota Medan.

2. Untuk mengetahui makna meditasi pada kebaktian kegamaan Buddha
Theravādabagi masyarakat Tionghoa di kota Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian dilakukan untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang
terjadi. Penelitian ini memiliki dua manfaat yakni manfaat praktis dan manfaat
teoritis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hariwijaya dan Triton, (2008:50) :
“ ... Manfaat penelitian adalah apa yang diharapkan dari hasil penelitian tersebut,
dan manfaat penelitian adalah mencakup dua hal yaitu kegunaan dalam
pengembangan ilmu atau manfaat dibidang teoritis dan manfaat dibidang
praktik”.
Setelah penelitian ini dirangkum maka manfaat yang dapat dirumuskan

adalah agar masyarakat mengetahui dengan jelas apa itu meditasi pada kebaktian
keagamaan Buddha Theravāda, serta bagaimana fungsi dan maknanya bagi
masyarakat Tionghoa di Kota Medan .

1.5.1. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan penelitian ini mampu memberikan arahan bagi
masyarakat pemeluk agama Buddha Theravādapada tujuan mutlak mereka yaitu
pencapaian nibbana. Pencapaian nibbana memerlukan beberapa proses yang harus
dilalui diantaranya adalah melakukan meditasi, maka dari itu penulis ingin
menyampaikan pentingnya melakukan meditasi bagi pemeluk agama Buddha
Theravāda. Fungsi dan makna yang terkandung di dalam kegiatan kebaktian
meditasi merupakan hakikat hidup pemeluk agama Buddha Theravādatersebut

yang sangat penting untuk dilaksanakan dan diamalkan dalam kehidupan seharihari agar tercapai tujuan utama mereka yaitu mencapai nibbana.

1.5.2 Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini mampu memperkokoh teori yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh
Bronislaw Malinowski dan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes
bahwa fungsi sosial memiliki tiga tingkatan abstraksi yang berbeda, dan suatu

makna dapat dikenali melalui penanda dan petanda pada suatu objek atau aksi
tertentu dalam masyarakat bersangkutan.