Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare
2.1.1. Definisi
Menurut Merck Manuals, diare merupakan sebuah penyakit di saat feses
berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam
24 jam. Diare menjadi penyebab kematian yang paling umum pada balita sehingga
mencapai 1,5 juta kematian setiap tahun (Consolin, 2013).
Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja, air dan
elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24jam diklasifikasi
diare. Pada umur 3 tahun yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa,
volume >200g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsisitensi bukan merupakan
indikator untuk volume tinja.

2.1.2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization Practice Guideline 2008,
etiologi diare dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri

: Diarrheagenic Escherichia coli, Campylobacter,

Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella.

2. Virus

: Rotavirus, Human calicivirus (HuCVs), Adenovirus.

3. Parasit

: Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba
histolytica, Cyclospora cayetanesis.

4. Non-infeksi

: malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, immunodefiensi, kesulitan makan, dll
(Simadibrata,2006)

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Faktor Resiko

Penularan diare terjadi melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (5F= faeces, flies, food, fluid, finger) (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).
Faktor risiko terjadi diare adalah:
1. Faktor perilaku ibu
2. Faktor lingkungan
3. Faktor sosioekonomi
4. Faktor anak
Faktor perilaku ibu antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI ekslusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi terkontak terhadap
kuman.
b. Tingkat pendidikan yang rendah sehingga mengabaikan bahaya diare terhadap
kesehatan anak
c. Tidak perhatian pada kebersihan dan asupan makanan anak
d. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sulit membersihkan botol susu.
e. Tidak menerapkan Kebiasaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB

anak.
f. Tidak membawa anak ke puskesmas untuk immunisasi.
g. Penyimpanan makanan yang tidak higenis (Adisasmito, 2007).
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurang tersedianya fasilitas
Mandi Cuci Kakus (MCK)
b. Kebersihan Lingkungan dan pribadi yang buruk.

Universitas Sumatera Utara

c. Terjadi pencemaran pada sarana air bersih sehingga kualitas air menurun.
d. Tidak menggunakan jamban atau memiliki jamban yang kotor serta
berkualitas buruk.
e. Saluran pembuangan air limbah yang buruk (Adisasmito, 2007).
Faktor sosioekonomi sepertinya berikut:
a. Pemasukan rezeki dan pendapatan yang tidak mencukupi
b. Mempunyai anak yang banyak sehingga tidak dapat memenuhi asupan gizi
setiap anak.
c. Fasilitas rumah tidak memenuhi standar seperti tidak dipasang jamban dan
mendapatkan air dari sumber sungai secara langsung (Adisasmito, 2007).

Faktor anak antara lain:
a. Gizi anak yang buruk atas sebab asupan makanan yang tidak berkhasiat
b. Tidak menjagakan kebersihan sewaktu bermain di luar rumah
c. Tidak membersihkan diri selepas BAB dan sebelum makan (Adisasmito,
2007).

2.1.4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut.
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:
a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotik (osmotic diarrhea) (Suraatmaja, 2007)

2.1.5. Patofisiologi

Universitas Sumatera Utara


Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah
ini:

1. Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit dari usus, sehingga
absorpsinya menurun. Ciri khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali (Simadibrata, 2006).
2. Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi
umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus (Simadibrata, 2006).
3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak
Diare tipe ini terjadi pada gangguan pembentukan/produksi asam empedu dan
penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).
4. Defek sistem pertukaran anion transport/transport elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA +K+
ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dari air yang abnormal (Simadibrata, 2006).
5. Motilitas dan waktu transit susu yang abnormal
Diare tipe ini disebabkan iregularitas motilitas dan hipermotilitas usus sehingga

menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus (Simadibrata, 2006).
6. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan oleh
kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).
7. Diare inflamasi
Terjadinya inflamasi di usus halus kolon karena kehilangan sel eiptel dan
kerusakan tight junction. Diare ini biasanya berhubungan dengan diare tipe lain
seperti diare osmotic dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).
8. Diare infeksi

Universitas Sumatera Utara

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan
usu, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa).
Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh
bakteri tersebut (Simadibrata,2006).

2.1.6.Manifetasi klinis
Pada gejala awal bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah dan suhu badan
yang biasanya meninggi, nafsu makan berkurang atau tidak ada dan akhirnya timbul

diare. Tinja cair dan mungkin mengandung darah atau lendir. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijauan-hijauan karena tercampur dengan empedu. Karena sering
defekasi maka anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat, hasil laktosa yang tidak dapat diabsorpsi usus
selama diare.
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubunubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi ini dapat dibagi menurut banyaknya cairan yang hilang (dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang dan dehirasi berat) dan menurut tonisitas daripada cairan dalam
tubuh( dehidrasi hipotonik, dehidrasi isotonik dan dehirasi hipertonik).

2.1.7. Diagnosis
Diagnosis penyakit diare dibagikan kepada beberapa prosedur seperti di bawah ini.
1. Anamesis
Pasien dengan diare datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab
penyakit dasarnya. Kriteria-kriteria seperti berikut harus ditanyakan untuk penegakan
diagnose
1) Frekuensi buang air besar (BAB) anak
2) Lamanya diare terjadi(beberapa hari)


Universitas Sumatera Utara

3) Apakah ada darah dalam tinja
4) Apakah ada muntah (WHO, 2013)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa:
1) Tanda-tanda dehidrasi seperti rewel, gelisah, letargia, mata cekung, cubitan
kulit perut kembalinya lambat dan haus.
2) Tinja apakah lembek, encer, berdarah dan warnanya
3) Tanda-tanda invaginasi
4) Tanda-tanda gizi buruk seperti tubuh pasien yang kurus
5) Perut kembung
Berikut adalah tabel untuk penentuan derajat dehidrasi anak menurut WHO. Dalam
pemeriksaan fisik pada dokter dianjurkan memeriksa pasien berdasarkan kriteriakriteria berikut (WHO, 2013).

Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2005
Penilaian
Lihat:
Keadaan umum
Mata


A

B

Baik, sadar

*

Normal

Cekung

Gelisah, rewel

C
*

Lesu,
lunglai,

atau tidak sadar
Sangat cekung dan
kering

Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus

Ada
Tidak ada
Basah
Kering
Sangat kering
Minum
biasa *Haus,
ingin *Malas minum dan
tidak
mampu
tidak haus
minum banyak

minum
*
*
Kembali lambat
Kembali sangat
Periksa
turgor Kembali cepat
lambat
kulit
Kekurangan
10% dari BB
cairan
atau 100ml/kg
dari BB
dari BB
Hasil
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
Dehidrasi
pemeriksaan
ringan/sedang
Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :

Universitas Sumatera Utara

a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)
b.

Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci
(yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1
gejala) pada kolom yang sama.

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

2.1.8. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diarejuga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit merupakan cairan yang
terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak
bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan

Universitas Sumatera Utara

cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes
RI,2011)
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun: ¼- ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1-4 tahun: ½- 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 tahun: 1-1½ gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg BB dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit diare tanpa dehidrasi
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk diinfus

Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Umur

5 bulan
Dewasa
2. Zinc

Jumlah Oralit yang dierikan

Jumlah Oralit yang

tiap BAB

disediakan di rumah

50-100ml
100-200ml
200-300ml
300-400ml

400ml/hari (2 bungkus)
600-800ml/hari (3-4 bungkus)
800-1000ml/hari (4-5 bungkus)
1200-2800ml.hari

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc berperan
dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011). Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang
air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc
segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:

Universitas Sumatera Utara

a. Umur 6 bulan: 1 tablet (20mg) per hari selama 10 hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian
tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).
4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang berbahaya dan bisa berakibat fatal (Kemenkes RI, 2011).
5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2.

Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila
a. Diare lebih sering
b.

Tidak membaik dalam 3 hari

Universitas Sumatera Utara

c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e.

Timbul demam

f. Tinja berdarah
g. Muntah berulang (Kemenkes RI, 2011).

2.1.9. Pencegahan
Menurut Kemenkes RI (2011), aspek-aspek yang terutama dalam pencegahan
diare meliputi perilaku sehat pada balita dan penjaga balita. Kegiatan pencegahan
penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
2. Makanan pendamping ASI
3. Menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan
5. Menggunakan jamban
6. Membuang tinja bayi yang benar
7. Pemberian imunisasi Campak
Penyehatan lingkungan
I. Penyediaan air bersih
II. Pengelolaan sampah
III. Sarana pembuangan air limbah

1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi dan bersifat steril, berbeda
dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan dengan
air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI
saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan

Universitas Sumatera Utara

anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui faecal-oral
kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan,
minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan
yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
4. Mencuci Tangan

Universitas Sumatera Utara

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban. Kebersihan jamban tersebut harus dijagakan supaya
dalam kondisi bersih dan berfungsi dengan bagus.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.
7. Pemberian Immunisasi Campak
Pemberian immunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare
sehingga pemberian immunisasi campak juga dapat mencegah diare.

I. Penyelidikan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka peyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-sehari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit

Universitas Sumatera Utara

tersebut, penyediaan air bersih yang cukup di setiap rumah tangga harus tersedia. Di
samping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
II. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vector
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dan sebagainya. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika. Oleh karena
itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang
ke tempat penampungan sementara.
III. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus selalu
diperiksaagar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
menganggu estetika dan dapat menjadi tempat rindukan nyamuk dan bersarangnya
tikus, kondisi ini berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, flariasis untuk
daerah yang endermis filarial (Kemenkes RI ,2011).

2.2. Perilaku Ibu Rumah Tangga
2.2.1. Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon
ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan

dapat

dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif
dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi,
atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga

Universitas Sumatera Utara

domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah
knowledge, attitude, action. (Sarwono, 2004).
2.2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah
yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang
disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster,
majalah dan surat kabar.
Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab
masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan
berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan
sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang
dihadapi (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)

Universitas Sumatera Utara

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan suatu teori.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian atau
justifikasi terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu cerita yang
ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

2.2.1.2 Sikap (Attitude)
Sikap merupakan respon atau reaksi yang masih tersirat dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dapat mencerminkan kenyamanan atau
ketidaknyamanan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau
dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu,
atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).

Universitas Sumatera Utara

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan
seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan peribadi terhadap
objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi teladan (Personal reference) merupakan faktor
pengukuhan sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada
pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Daya sumber (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap
positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan
kebutuhan daripada individu tersebut.
4. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang
untuk bereaksi terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1.3. Tindakan (Action)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior).Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007).
Tindakah mempunyai beberapa peringkat
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan peringkat pertama dalam konsep tindakan.
Contohnya, seseorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi
anak balitanya.
2) Responsi terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang besar dan sesuai dengan
contoh. Misalnya seseorang ibu dapat masak dengan benar, mulai dari
mencuci dan memotongnya,lamanya memasak, menutup pancinya dan
sebagainya.
3) Mekanisme (mechanisme)

Universitas Sumatera Utara

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar dan secara
otomatis serta dalam bentuk kebiasaan. Sebagai contoh seorang ibu yang
sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu
ajakan atau perintah orang lain.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu pratik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakah itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut. Misalnya ibu dapat memilih dan memasak makanan yang
bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana
(Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Gizi Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan Tahun 2002

1 57 78

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 4 106

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

3 18 72

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 12

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 13

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 4

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 3

Hubungan Perilaku Ibu Rumah Tanggan dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 46