Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Bottom Ash terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai UCT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Latar Belakang
2.1.1. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partkel padat tersebut.
Tanah merupakan material yang selalu berkaitan dengan konstruksi dan
mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perencanaan seluruh konstruksi
Karena itu, dalam perencanaan suatu konstruksi harus dilakukan penyelidikan
terhadap karakteristik dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kekuatan dukungan tanah dalam menahan beban konstruksi yang
ada di atasnya atau disebut juga dengan daya dukung.
Menurut Terzaghi, “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan
massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil, pasir,
lanau, lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan
organik”. Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan
udara, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1.
Gambar 2.1a menunjukkan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat W.

sementara Gambar 2.1b menunjukkan 3 fase tanah (yaitu : butiran padat, air, dan
udara )yang dipisahkan.

8
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah dalam Keadaan Asli ; (b) Tiga Fase Elemen Tanah
(Das,1995)
Pada Gambar 2.1 memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume
V dan berat total W. Berikut hubungan volume-berat:
�=��+� =��+��+�

(2.1)

� =��+�

(2.2)

Dengan:


� = volume udara (cm3)

�� = volume pori (cm3)

�� = volume butiran padat (cm3)

�� = volume air (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari

contoh tanah dapat dinyatakan dengan:
=
Dengan:

�+ �

(2.3)

� = berat butiran padat (gr)
� = berat air (gr)


9
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)
Kadar Air Tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air
( �) dengan berat butiran ( �) dalam tanah. Kadar air tanah dapat dinyatakan
dalam persamaan :

(2.4)
dengan :
: kadar air (%)
Ww

: berat air (gr)

Ws

: berat butiran (gr)


2.1.2.2 Porositas (Porocity)
Porositas ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga
(� ) dengan volume total (�) dalam tanah. Porositas tanah ( ) dapat dinyatakan
dalam persamaan :

n

Vv
V

(2.5)

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga
(� ) dengan volume butiran (��) dalam tanah. Angka pori ( ) dapat dinyatakan
dalam persamaan:

10
Universitas Sumatera Utara


e

Vv
Vs

(2.6)

Dengan :
: angka pori
: volume rongga (cm3)



: volume butiran (cm3)



2.1.2.4 Berat Volume (Unit Weight)
Berat Volume Basah ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat

butiran tanah termasuk air dan udara ( ) dengan volume total tanah (�). Berat
Volume Tanah ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :
(2.7)

γ

Dengan :
γ

: berat volume basah (gr/cm3)
: berat butiran tanah (gr)



: volume total tanah (cm3)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat Volume Kering (

) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat


butiran tanah ( �) dengan volume total tanah (�). Berat Volume Tanah (

)

dapat dinyatakan dalam persamaan :

d 

Ws
V

(2.8)

Dengan:
: berat volume kering (gr/cm3)
11
Universitas Sumatera Utara

: berat butiran tanah (gr)



: volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Volume Butiran Padat ( �) didefinisikan sebagai perbandingan antara

berat butiran tanah ( �) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat Volume

Butiran Padat ( �) dapat dinyatakan dalam persamaan :

s 

Ws
Vs

(2.9)

Dengan :
: berat volume padat (gr/cm3)

: berat butiran tanah (gr)


: volume total padat (cm3)

2.1.2.7 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat Kejenuhan (�) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air
(��) dengan volume total rongga pori tanah (� ). Bila tanah dalam keadaan
jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam
persamaan:

S (%) 

Vw
x100
Vv

(2.10)

Dengan:







: derajat kejenuhan
: berat volume air (cm3)
: volume total rongga pori tanah (cm3)
12
Universitas Sumatera Utara

Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Keadaan tanah

Derajat kejenuhan

Tanah kering


0

Tanah agak lembab

> 0 - 0,25

Tanah lembab

0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab

0,51 - 0,75

Tanah basah

0,76 - 0,99

Tanah jenuh

1

Sumber : Hardiyatmo,2002
2.1.2.8 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat Jenis Tanah ( �) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat

volume butiran tanah ( �) dengan berat volume air ( �) dengan isi yang sama

pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah ( �) dapat dinyatakan dalam
persamaan :

Gs 

s
w

(2.11)

Dimana:
: berat volume padat (gr/cm3)
: berat volume air(gr/cm3)
: berat jenis tanah

13
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah
Macam tanah

Berat jenis

Kerikil

2,65 - 2,68

Pasir

2,65 - 2,68

Lanau tak organic

2,62 - 2,68

Lempung organic

2,58 - 2,65

Lempung tak organic

2,68 - 2,75

Humus

1,37

Gambut

1,25 - 1,80

Sumber : Hardiyatmo,2002

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Dalam permasalahan karateristik tanah, perlu diketahui pengaruh kadar air
terhadap perubahan sifat mekanis tanah, misalnya suatu sampel tanah berbutir
halus dicampur dengan air sampai mencapai keadaan cair. Lalu bila dikeringkan
sedikit demi sedikit maka tanah tersebut akan melalui beberapa keadaan tertentu
dari cair sampai sampai keadaan padat (solid). Konsistensi suatu tanah tergantung
pada daya tarik antar partikel lempungnya.
Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah
lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara
untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981). Batasbatas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Hal ini dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 .

14
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 2002)
2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah
berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari
pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah
dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh
grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan dua sampel
dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25
pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.
Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan
nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 –
1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100.
(Holtz dan Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving Tool (Das,1998)

2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah
ketika tanah berada diantara keadaan semi padat dan keadaan plastis. Untuk
mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami
retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas.

2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah di keadaan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan
kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan
batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter
44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan
diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven.
16
Universitas Sumatera Utara

Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat
dinyatakan dalam persamaan
  m  m2   v1  v2   w 

SL   1
 x100%
m2
 m2


(2.12)

dengan :
= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
= berat tanah kering oven (gr)
= volume tanah basah dalam cawan (cm3)
= volume tanah kering oven (cm3)
= berat jenis air (gr/cm3)

2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah
tersebut. Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka
tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki
interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitas
(PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas
plastis dari tanah tersebut. Tabel 2.3 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas
dari jenis-jenis tanah.
(2.13)
Dimana :
LL = Batas Cair

17
Universitas Sumatera Utara

PL = Batas Plastis
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
PI

Sifat

Macam tanah

Kohesi

0

Non – Plastis

Pasir

Non - Kohesif

17

Plastisitas Tinggi

Lempung

Kohesif

sumber : (Hardiyatmo,2002)

2.1.2.9.5. Indeks Kecairan (Liquidity Index)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan
perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks
Plastisitanya. Berikut persamaannya:
(2.14)
Dimana :
LI = Liquidity Index (%)
WN = kadar air asli (%)

Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)
18
Universitas Sumatera Utara

Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan
1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk
lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai
Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >
LL akan mempunyai LI > 1.

2.1.2.10 Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)
Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran
partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari
ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang
hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah
yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah
disebut bergradasi baik.
Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan
secara numerik dengan Koefisien Uniformitas

dengan Koefisien Lengkungan

. Koefisien Uniformitas dan Koefisien Lengkungan digunakan sebagai bagian
dari sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien Uniformitas didefenisikan sebagai
rasio:
(2.15)
Koefisien Lengkungan didefenisikan sebagai :
(2.16)
Dimana :
: Koefisien Uniformitas
19
Universitas Sumatera Utara

: Koefisien Lengkungan
: diameter butir yang lolos 10% dari berat (mm)
: diameter butir yang lolos 30% dari berat (mm)
: diameter butir yang lolos 60% dari berat (mm)
Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk
tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan nilai Cc antara 1 – 3(untuk kerikil dan
pasir).

2.1.2.11 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)
Analisis Hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva
distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang
butirannya lebih kecil dari saringan No.200. Analisis Hidrometer tidak secara
langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat
ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984)

2.1.2.12. Klasifikasi Tanah
Klasisfikasi Tanah sangat membantu perencana dalam memberikan
pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu.
Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian
masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah
sering menimbulkan kesalahan yang berarti. Umumnya klasifikasi tanah
didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan
plastisitasnya. Terdapat tigas sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu

20
Universitas Sumatera Utara

Unified Soil Classification System (USCS) dan American Association of State
Highway Transportation Official (AASHTO)

2.1.2.12.1. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)
Pengklasifikasian menurut sistem Unified Soil Classification System
(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika

suatu tanah tertahan pada

saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai
tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200
lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah
berbutir halus. Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat
pada Gambar 2.5. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini
diantaranya :
G

= kerikil (gravel)

W

= bergradasi baik (well-graded)

S

= pasir (sand)

P

= bergradasi buruk (poor-graded)

C

= lempung (clay)

H

= plastisitas tinggi(high-plasticity)

M

= lanau (silt)

L

= plastisitas rendah (low-plasticity)

O

= lanau/empung organik (organic silt or clay)

Pt

= gambut (peat)

21
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem Unified (Das, 1991)

22
Universitas Sumatera Utara

2.2.12.2. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation
Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan
jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7
kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi
terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian
yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.

23
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)
2.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah
2.1.3.1. Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume
rongga diisi dengan udara, sedangkan volume butiran tanah padat dan kadar air
tetap pada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi
kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi
permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan
kadar air dan lainnya.
Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi
dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang
dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup
dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit
didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang

24
Universitas Sumatera Utara

rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan
memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut
tergantung dari jenis kandungan mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah,
dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,
yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort
(Bowles, 1984).
Hubungan berat volume kering (

) dengan berat volume basah ( ) dan

kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :
(2.17)
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder
mould dengan volume 9,34 x

, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan

tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan
(standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25
kali pukulan. Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan
Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah
(Hardiyatmo, 1992)

25
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)
Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan salah
satu cara percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji
kuat tekan ini mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang
diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga
mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.8 menunjukkan
skema pengujian Unconfined Compression Test

Gambar 2.8 Skema Uji Tekan Bebas (Hardiyatmo, 1992)

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur
ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,
karena

3

= 0, maka:

f 

1
2



qu
 cu
2

(2.18)

Dimana:
f

: kuat geser (kg/cm2)

1

: tegangan utama (kg/cm2)

26
Universitas Sumatera Utara

qu

: kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)

cu

: kohesi (kg/cm2)

Pada Gambar 2.9 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined
Compression Test (UCT).

Gambar 2.9 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas
Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung
diperlihatkan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Konsistensinya

Konsistensi

(kN/m2)

Lempung keras

>400

Lempung sangat kaku

200 – 400

Lempung kaku

100 – 200

Lempung sedang

50 – 100

Lempung lunak

25 – 50

Lempung sangat lunak

< 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2
Sumber : (Hardiyatmo, 2002)

27
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan
normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah
ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan.
Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat
menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat
cepat.
Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang
terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

 f  c  tan 

(2.19)

Dimana:
c : kohesi (kg/cm2)
: sudut geser internal ( o)

Gambar 2.10 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser. (Das,
1995)

28
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan
contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah
kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat
nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan
didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana
perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.11 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah
lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut
diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.12.

29
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural
tanah disebut

sensitifitas (sensitifity). Tingkat

sensitifitas adalah

rasio

(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah
yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut
diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired
sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

St 

qu asli
qu kerusakan

(2.20)

Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai
8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai
tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap
gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang
berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.5.

30
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Sensitifitas lempung
Konsistensi

qu (kN/m2)

Very soft

0-24

Soft

24-48

Medium

48-96

Stiff

96-192

Very stiff

192-383

Hard

>383

Sumber : (Das, 2008)
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit
2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti
waktu maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :



L
Lo

(2.21)

Dimana :
ε

: regangan axial (%)

∆L

: perubahan panjang (cm)

Lo

: panjang mula-mula (cm)

31
Universitas Sumatera Utara

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
A

A0
1 

(2.22)

Dimana:
A

: luas rata-rata pada setiap saat (cm2)

Ao

: luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :



P k .N

A
A

(2.23)

Dimana:
: tegangan (kg/cm2)
P

: beban (kg)

k

: faktor kalibrasi proving ring

N

: Pembacaan proving ring (div)

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :


(2.24)

Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
= Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)
„ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)

2.2. Bahan-Bahan Penelitian

32
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Tanah Lempung
Definisi Lempung menurut beberapa ahli :
1. Das (2008), mendefinisikan tanah lempung adalah tanah berukuran
mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsurunsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam
keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air
lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.
2. Hardiyatmo,(1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah
lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif,
kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
3. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang
mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm.
Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri
dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah
silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari
empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri
dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das,
2008).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika
(silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran
oktahedra (gibbsite sheet).

33
Universitas Sumatera Utara

Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom
oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk
memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica
sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) Lembaran Oktahedra (gibbsite) ; ( e )
Lembaran Silika – gibbsite (Das, 2008).
Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral
lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain
dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite
group).

34
Universitas Sumatera Utara

a. Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama
sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite
putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinite
merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada
temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuningkuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang
digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika
dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal
kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempenganlempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari
100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang
memiliki rumus kimia
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite 1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga
molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia
sebagai berikut.
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.14.

35
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.14. Struktur Kaolinite (Das, 2008)

b. Montmorillonite
Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena
satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika
tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua
lempeng SiO2. Karena struktur inilah Montmorillonite dapat
mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya
adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å
(0,96 μm), seperti ditunjukkan Gambar 2.15 dibawah ini sebagaimana
dikutip Das. Braja M (1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh
ikatan gaya Van der Walls, diantara ujung-ujung atas dari lembaran
silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang
dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan
antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah.
Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat
kuat, mudah mengalami proses pengembangan.

36
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.15 Struktur Montmorillonite (Das Braja M, 1988)
c. Illite.
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di
Illinois. Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena
illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral
illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 . Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur
satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan
montmorillonite. Perbedaannya ada pada :
-

Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal
sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

-

Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al)
pada lempeng tetrahedral.

-

Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana
montmorillonite.

Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Bila sebuah

37
Universitas Sumatera Utara

anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi
kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan
bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan
mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.
Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.16

Gambar 2.16 Struktur Illite
2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung
Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah:
1. Hidrasi
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisanlapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini
umumnya memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai
lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2.

Aktivitas
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
IP) dengan prosentase

butiran lempung, dan dapat disederhanakan

dalam persamaan:

38
Universitas Sumatera Utara

Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat
ekspansif. Pada nilai 1,25 Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+
Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion
Ca2+, ion Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan
pertukaran kation. Sebagai contoh : Na

( lempung )

+ CaCl

2

 Ca

( lempung )

+

NaCl
Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah
pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung
kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering.
Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion
mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.19 ).

Gambar 2.19 Kation dan Anion Pada Partikel (Das,1991)

42
Universitas Sumatera Utara

2.2.1.2 Pertukaran Ion Tanah Lempung
Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan
tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan
dan akan berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel.
Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada
permukaan lempung berbeda dari free water. Perbandingan hydrogen bonds,
gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia dengan jarak molekul dengan partikel
lempung dapat dilihat pada Gambar.2.20.

Gambar 2.20 Grafik Perbandingan Unsur Kimia Dan Jarak Dari
Permukaan Partikel Lempung (Holtz dan Kovacs, 1981)

2.2.2 Semen
2.2.2.1 Umum
Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru
yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang
berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Semen non-Hidrolik

43
Universitas Sumatera Utara

Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan
mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland,
semen pozzolan, semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.
2. Semen Hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara.
Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland
Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua
buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi
lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi,
dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain :
1. Semen Portland Biasa
Semen portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara
umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap
sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya.
ASTM mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

44
Universitas Sumatera Utara

Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat
dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air
tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak
kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi
Semen portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium
silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini
memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan
pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa.
ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.
4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium
aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang
lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :
a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu
lama sama dengan semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.
5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini
diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan
pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat,

45
Universitas Sumatera Utara

yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing
0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi
pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.
6. Semen Portland Blended
Semen portland Blended dibuat dengan mencampur material selain
gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak
dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan
sebagainya. Jenis-jenis semen portland blended adalah :
a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)
b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)
c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland BalstFurnase Slag Cement)
d. Semen Super Masonry

2.2.3 Bottom Ash (BA)
Bottom Ash adalah abu dasar hasil limbah pembakaran dari batubara yang
terletak dibawah tungku pembakaran. Limbah ini banyak di jumpai di beberapa
pabrik yang masih menggunakan batubara sebagai sumber pemanas dalam proses
pembakaran, sehingga tingkat limbah batubara meningkat tiap tahunnya. Oleh
karena itu, perlu kajian penggunaan Bottom Ash sebagai bahan yang dapat
digunakan salah satunya sebagai stabilisasi tanah.
Bottom Ash yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari PT. ASAHI
yang terletak di Sibolga.

46
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan data Soehardjono, 2000 dan Coal Bottom ash/Boiler SlagMaterial Description 2000 diperoleh data Bottom Ash sebagai berikut.
Tabel 2.7 Deskripsi Bottom Ash

Tabel 2.8 Hasil Analisa Bottom Ash MIPA, UNPAD

Sumber : (Soehardjono, 2000)
47
Universitas Sumatera Utara

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terhadap bahan sampel
Bottom ash, diperoleh hasil yang terlihat pada tabel 2.9
Tabel 2.9 Hasil analisa Bottom Ash Laboratorium Kimia Analitik
NO

Parameter

Hasil

Metode

1

SiO2

28.45

Gravimetri

2

Fe2O3

0.04

Spektrofotometri

3

Al2O3

5.31

Gravimetri

4

CaO

0.34

Tritimtri

Sumber : Laboratorium Kimia Analitik,FMIPA USU
2.3. Stabilitas Tanah
2.3.1

Konsep Umum Stabilisasi Tanah
Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat

sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi
yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain
yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam
suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi
tanah.
Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau
menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan
persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Tanah lempung merupakan salah satu
jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak
plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan
perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah

48
Universitas Sumatera Utara

mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah
yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut
diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepadatan tanah.
2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau
kekuatan geser dari tanah.
3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan
secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.
4. Memperendah permukaan air tanah.
5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.
Menurut Ingels dan Metcalf (1972) ada beberapa karakteristik utama tanah
yang harus dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu:
1. Stabilisasi volume
Perubahan volume sangat erat hubungannya dengan kadar air. Banyak
jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan
terhadap perubahan kadar airnya, dimana perubahan kadar air sejalan
dengan perubahan musim di wilayah tersebut misalnya retak-retak pada
musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini
biasanya diatasi dengan waterproofing dengan berbagai bahan seperti
bitumen, dan lain-lain.
Bertambahnya kemampuan menyusut dan mengembang bergantung dari
faktor lingkungan dan mineralogi seperti:

49
Universitas Sumatera Utara

2.



Distribusi partikel



Kadar air mula-mula



Tekanan

Kekuatan
Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan
tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah. Hampir
semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah
organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya
dibuang

seluruhnya.

Pelaksanaan

pemadatan

yang

baik

terbukti

bermanfaat meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam
stabilisasi yang diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis
stabilisasi

bertujuan

meningkatkan

stabilisasi

volume

sekaligus

meningkatkan kekuatan tanah.
3.

Permeabilitas
Biasanya untuk rentang harga normal dari kadar air, batas plastis dan batas
cair, besaran permeabilitas akan lebih kecil dari 1 x 10-10 cm/sec, misalnya
pada Montmorllionite. Pada umumnya untuk lempung asli berkisar antara
1 x 10-6 sampai 1x 10-8cm/sec. Bergantung dari jumlah mineral lempung
yang paling dominan, maka harga permeabilitas mineral Montmorillonnite
< Attapulgite, Attapulgite < Illite, dan Illite < Kaolinite.
Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro
(micropore). Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya
tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan

50
Universitas Sumatera Utara

pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan
pemadatan yang kurang baik.
4.

Durabilitas
Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan
kondisi lalu lintas di atasnya. Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas
yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang
keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca. Pengetesan
untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang
masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka
dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan.

5.

Kompressibilitas
Kompresibilitas bergantung dari kandungan mineral lempung, umumnya
kompresibilitas membesar dengan urutan mineral Kaolinite