Terapi Sulih Hormon Testosterone Pada Lansia

TERAPI SULIH HORMON TESTOSTERONE PADA LANSIA
Bistok Sihombing, Dina A Ariestine, Ariantho S Purba, Memorison T
Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

I.

PENDAHULUAN
Hormon testosterone merupakan bagian dari hormon androgen, yang mana

testosterone dibutuhkan untuk ekspresi perawakan lelaki.1 Testosterone mencapai
puncaknya pada usia 17 tahun dan mulai turun pada usia 30 – 40an tahun, semakin
bertambah usianya semakin menurun testosterone dan ketika usia mencapai 80an tahun
menjadi setengahnya dari ketika dia masih muda dan kuat. 2 Testosterone memiliki
banyak fungsi, selain diperlukan pada fungsi reproduksi dan seksualitas lelaki,
testosterone juga dibutuhkan pada pembentukan otot, komposisi tubuh, mineralisasi
tulang, metabolisme lemak dan juga fungsi kognitif.3
Hipogonadisme pada lelaki lansia ataupun Andropause berhubungan dengan
defisiensi androgen yang mana memberikan efek negatif terhadap banyak fungsi organ
dan kualitas hidup.3,4 Diperkirakan 20% pada lelaki usia 60an dan 50% pada usia 80an
memiliki testostosterone yang siknifikan dibawah nilai normal pada usia muda.5

Sekarang semakin banyak orang menggunakan testosterone untuk melawan efek
penurunan dari hormone terhadap usia (andropause) dimana di Amerika Serikat
penggunaan testosterone meningkat tiga kali lipat dan total penjualan sekitar $ 400 juta
per tahun yang diperikirakan masih akan terus meningkat. 2
Pada tulisan ini penulis khusus membahas mengenai terapi sulih hormone testosterone
atau testosterone replacement therapy (TRT) pada lelaki usia tua atau lansia.

II.

DEFINISI
1

Hipogonadisme pada lelaki usia tua merupakan sindroma yang ditandai dengan
dijumpai kadar testosterone yang rendah, tanda dan gejala klinis dari hipogonadisme.
Beberapa istilah yang dapat dijumpai seperti late-onset hypogonadism (LOH), androgen
deficiency in the aging male (ADAM), partial androgen deficiency in the aging male

(PADAM), testosterone deficiency syndrome (TDS), dan andropause.5

III. PREVALENSI

Prevalensi yang sebenarnya dari testosterone yang rendah akibat penuaan pada
pria tidak diketahui dengan pasti. Insidensi hipogonadisme pada lelaki usia paruh baya
bervariasi dari 2,1% sampai 12,8%.3 Salah satu penelitian di Eropa mencatat prevalensi
keseluruhan dari hipogonadisme adalah 2,1%, dimana terjadi peningkatan 0,1% mulai
usia 40-49 tahun menjadi 5,1% pada usia 70-79 tahun. Penelitian di Massachusetts
mencatat prevalensi keseluruhan simptomatis defisiensi androgen 5,6% pada usia 30 -79
tahun, sedangkan prevalensi pada lelaki usia 70an tahun adalah 18,4%. Di Hongkong
salah satu penelitian mencatat prevalensi hipogonadisme yang simtomatis adalah 9,5%
dengan peningkatan prevalensi 16,7% pada usia 60-64 tahun.5

IV. EFEK FISIOLOGIS HORMON TESTOSTERONE
Testosterone merupakan hormon androgen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Dihasilkan di testis pada sel leydig yang mensitesis testosterone 6-7mg perhari.6
Testosterone disintestis dari kolesterol melalui beberapa tahap. Testosterone pada
beberapa organ dimetabolisme menjadi bentuk metabolisme yang lebih aktif 5αdihydrotestosterone. Testosterone dan 5α-dihydrotestosterone merupakan androgen
yang paling utama. Mereka bekerja pada reseptor androgen dengan afinitas testosterone
2 kali lebih lemah dari 5α-dihydrotestosterone dan laju penguraian testosteron dari
reseptor adalah lima kali lipat lebih cepat daripada 5α-dihidrotestosteron.1
Transportasi testosterone dalam sirkulasi darah umum terjadi terutama melalui
vena spermatika. Androgen berdifusi ke cairan interstitial dan kemudian masuk ke

kapiler testis atau masuk ke kapiler langsung dari sel-sel Leydig yang berada dalam
kontak langsung dengan sistem mikrovaskular testis. Mekanisme transportasi
testosteron dari sel Leydig ke dalam darah atau getah bening diperkirakan melalui
distribusi difusi pasif steroid lipofilik dalam sel atau kelompok sel kecil. Transpostasi
testosterone pada plasma terutama terikat pada sex hormone binding globulin (SHBG)
2

atau albumin. Afinitas testosterone terhadap SHBG lebih kuat 100 kali dibandingkan
dengan albumin. Dari keseluruhan testosterone hanya 2% dari total testosterone yang
dalam bentuk bebas di sirkulasi, 44% terikat pada SHBG dan 54% pada albumin. Waktu
paruh testosterone pada plasma adalah 12 menit. Pada target organ testosterone yang
terikat pada SGBG akan terpisah dan berdifusi ke dalam sel.6

Gambar 1. Ilutrasi target organ hormon testosterone.6
Peran testosterone di sistem organ:


Testosterone merupakan androgen utama yang dijumpai di otot. Testosterone
memiliki efek anabolik langsung pada otot polos maupun otot lurik yang
menyebabkan peningkatan masa otot dan hipertrophi serat otot. Penurunan

testosterone dapat menyebabkan atrophi otot, penurunan kekuatan dan daya dari



otot, penurunan fungsi fisik, kapasitas aerobik, dan peningkatan resiko jatuh.6,7
Androgen menginduksi peningkatan densitas tulang dengan stimulasi proses
mineralisasi dan pembentukan tulang, kurangnya hormon ini dapat menyebabkan
osteoporosis. Testosterone yang rendah dihubungkan dengan peningkatan resiko
fraktur, terutama pada tulang pinggul dan bukan vertebra.6

3



Pada sistem saraf pusat (SSP), testosterone diperlukan untuk karakteristik laki-laki
seperti perilaku agresif, inisiatif, dan kapasitas konsentrasi. Ada hubungan erat
antara lingkungan androgen dan kinerja jasmani dan rohani yang normal dan
aktivitas serta suasana umum yang baik dan percaya diri. Testosteron tampaknya
mengaktifkan distribusi jaringan cortical, dan dapat meningkatkan kognisi spasial.
Aktifitas seksual, fantasi seksual, morning erection berhubungan dengan konsentrasi

testosterone yang normal.6 Defisiensi testosterone sering disertai dengan hilangnya
minat, letargi, mood depresi, hilangnya libido dan seksual yang tidak aktif,
gangguan konsentrasi dan fungsi kognitif, gangguan tidur dan gangguan kualitas
tidur.6,7 Testosterone merupakan neuroprotektif pada otak, walaupun mekanisme
belum diketahui dengan jelas.



Diperkirakan testosterone dapat berguna untuk

pengobatan penyakit kognitif.6
Pengaruh androgen pada sistem hematopoietic ada dua. Melalui sistem yang
dependen androgen, sintesis eritropoietin pada stimulasi pembentukan eritrosit.
Androgen juga langsung mempengaruhi sel-sel induk hematopoietik dan
menyebabkan peningkatan sintesis hemoglobin.6

V. FISIOLOGIS DASAR Dari ANDROPAUSE
Penurunan serum testosterone terkait dengan usia. Penuaan berhubungan
dengan penurunan yang bertahap dari testosterone, dimulai dari usia dekade 30an
dengan kecepatan berkisar 1% per tahun. Sebagai akibatnya, 20% lelaki yang lebih tua

dari 60 dan 50% yang lebih tua dari 80 tahun memiliki tingkat serum dibawah nilai
normal pada usia muda.7
Penurunan fungsi testis dan regulasi gonadotropin releasing hormone
(GnRH) hipotalamus dengan penuaan. Penurunan kadar serum testosterone
diakibatkan gangguan produksi testosterone dari testis dan sekresi Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) menyebabkan stimulasi sekresi Luteinazing hormone (LH)
yang tidak adekuat oleh kelenjar pituitary. Lelaki lansia mengalamai penurunan jumlah
sel Leydig (sel yang menghasilkan testosterone) sehingga terjadi penurunan produksi
basal testosterone, dan penurunan sekresi testosterone oleh testis respon terhadap
stimulasi.7

4

Penyakit komorbid terkait usia dan pengobatan yang menekan serum
testosterone. Penyakit komorbid yang terkait usia (ginjal kronik, liver, penyakit paru,
malignanci) meningkat, dan penggunaan pengobatan tertentu yang sering digunakan
untuk beberapa penyakit (glucocorticoid dan obat-obatan untuk SSP) dan malnutrisi
tersebut sering dikaitkan dengan penyakit yang menekan tingkat serum testosterone
lebih lanjut.7
Penurunan androgen adrenal terkait usia. Konsentrasi serum DHEA, sebuah

androgen adrenal lemah yang merupakan prekursor dari Testosterone, menurun lebih
cepat pada proses penuaan.7

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis hipogonadisme harus berdasarkan pada ditemukannya gejala dan tanda
yang sugestif dari defisiensi testosterone dan dijumpai testosterone yang rendah pada
pemeriksaan yang dapat dipercaya pada dua atau lebih pemeriksaan. 5
Tabel 1. Gejala maupun tanda yang berhubungan dengan Hipogonadisme. 3,5,8
Fungsi Seksual
Kognitif dan Vitalitas



Penurunan libido



Perubahan ukuran testis




Gangguan ereksi



Penurunan fertilitas



Oligospermia atau azoospermia

Otot, Tulang, dan Komposisi Tubuh






Mood depresi




Penurunan performance visuospatial



Penurunan vitalitas
Penurunan inisitaif dan konsentrasi

Lainnya


Penurunan masa otot yang
progresif/Sarcopenia



Gangguan tidur




Anemia ringan



inhibitors



Penurunan fungsi fisik
Penurunan densitas mineral tulang,
osteopenia, osteoporosis, peningkatan





Penurunan memori verbal dan visual

resiko fraktur




Peningkatan lemak visceral

5

Abnormalitas lipid

Berkurangnya respon terhadap PDE5

Kerontokan rambut tubuh
Muka memerah

Gambar 2. Algoritma diagnosis hipogonadisme pada laki-laki usia tua.5

Nilai rentang normal testosterone total (TT) pada dewasa berkisar antara 300–
1000 ng/dL. Bila serum TT pagi hari kurang dari 250ng/dL, kemungkinan
hipogonadisme. Pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis. Evaluasi
lebih lanjut dibutuhkan bila TT berada pada zona abu-abu 250 sampai 350 ng/dL.
Evaluasi free testosterone (FT) ketika testosterone total pada zona bu-abu.5 Bila TT dan
atau FT yang rendah (FT < 65 pg/mL) maka pasien Hipogonadisme. Diagnosis
6

sebaiknya tidak dilakukan pada penyakit akut karena dapat menyebabkan testosterone
yang rendah untuk sementara waktu.5,9

Gambar 3. Pendekatan diagnosis dan penanganan hipogonadisme pada penuaan.9
Kuesioner Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM) bisa menjadi penanda
yang sensitif dari status testosteron yang rendah (97%) tetapi tidak berkorelasi yang
kuat dengan testosteron yang rendah (spesifisitas 30%), terutama di batas kisaran serum
testosteron rendah. Kuesioner tidak direkomendasikan untuk skrining defisiensi
androgen pada pria yang menerima perawatan kesehatan untuk alasan yang tidak
berkaitan. Positif bila jawaban ya untuk pertanyaan 1, 7 dan 2-4.9

7

Tabel 2. Kuisoner Androgen Deficiency In Ageing Male (ADAM) 9

VII. INDIKASI Dan MANFAAT TERAPI TESTOSTERONE
Indikasi terapi testosterone bila dijumpai tanda dan gejala yang berhubungan
hipogonadisme atau andropause disertai dengan testosterone yang rendah. 3,5 Tujuan
terapi testosterone adalah meningkatkan testosterone sampai dalam rentang nilai normal
dan perbaikan gejala hipogonadisme, memperbaiki kualitas hidup dan vitalitas. 5






Efek pada seksual dan libido: Terapi testosterone memiliki efek positif yang
moderate terhadap libido dan seksual dan perbaikan terhadap ereksi.3,10,11
Efek testosterone terhadap mood dan kognitif: Dapat memperbaiki gejala depresi
dan mood. Memperbaiki memori verbal, spasial dan kemampuan spasial.3,10,11,12
Efek terhadap tulang: secara umum memperlihatkan meningkatkan densitas mineral
tulang (lumbar spine), menurunkan degradasi tulang dan mencegah fraktur.3,10,11
Efek terhadap komposisi tubuh dan masa otot: terapi testosterone meningkatkan
masa tubuh bebas lemak, dan mengurangi masa lemak tubuh, penurunan yang
signifikan pada lemak badan dan pinggang. Penelitian juga memperlihatkan
peningkatan yang signifikan dari kekuatan otot, seperti kekuatan genggaman,
kekuatan leg press dan volume otot quadricep.3,10,11 TRT memperlihatkan penurunan
sarkopenia yang berhubungan dengan hipogonadisme pada lelaki usia tua. Pada
penilitian memperlihatkan pemberian testosterone membantu mempertahankan
massa otot dan mencegah kemunduran fungsi dan struktur otot pada lelaki yang
lemah.13
8



Pemberian testosterone memperlihatkan perbaikan pada berat badan, BMI ( body
mass index) dan profil lipid setelah pengobatan 3 bulan terapi. TRT memperlihatkan

efek yang positif pada kontrol glikemik dan lipid, resistensi insulin dan adiposit
visceral pada laki-laki hipogonadisme dengan gangguan toleransi glukosa dan lipid
dan akibatnya adalah penurunan mortalitas.3
Tabel 3. Penelitian TRT pada lelaki usia 60 tahun atau lebih.14

9

VIII.


PILIHAN TERAPI TESTOSTERONE

Oral:

bentuk

sediaan

methyltestosterone,

oral

17-α

oxandrolone,

alkylated

dan

androgen

danazol).

Hampir

(

fluoxymesterone,
98%

mengalami

metabolisme pertama di hati sehingga mengurangi efikasinya. Dapat menyebabkan
penigkatan enzyme hati, cholestasis, peliosis hati dan tumor hati. Sebaiknya


dihindari untuk pengobatan defisiensi androgen.10
Pareneteral: Suntikan intramuscular dari ester testosterone kerja panjang merupakan
pilihan utama dari pemberian testosterone. Yang paling banyak digunakan adalah
testosterone enanthate dan testosterone cypionate, dosis 200-300mg setiap 2-3



minggu.10
Transdermal: terdapat dua bentuk sediaan testosterone yang diberikan melalui kulit
berupa patch atau koyo, yaitu scrotal patch dan nonscrotal patch yang dapat
ditempelkan di lengan, badan dan juga paha. Contoh sediaannya adalah Androderm




dan Testoderm TTS.10
Testosterone Gel: pemberian harian 5 gram Androgel 1% pada bahu, lengan atas
dan perut. Sebaiknya diberikan pada daerah yang tertutup pakaian.10
Sublingual dan Bukal: formulasi sublingual cyclodextrin-complexed testosterone
diserap secara cepat. Tablet bukal mukoadhesif Striant diberikan 2 kali sehari pada
pagi dan sore hari, diberikan pada bagian gusi atas lateral dari gigi seri.9

Tabel 4. Sediaan Testosterone.15
Sediaan Testosterone
Methyltestosterone
(Android)

Dosis
10-50 mg /hari. Oral

Fluoxymesterone
(Halotestin)
Testosterone buccal
(Striant)
Testosterone patch
(Androderm)

5-20 mg / hari. Oral

Testosterone transdermal
(Testoderm)

Koyo ditempelkan pada
kulit scrotum yang dicukur
sekali sehari
50 to 400 mg intramuscular
setiap 2-4minggu

Testosterone cypionate
(Depo-Testosterone

30 mg diberikan di gusi 2
kali per hari
Diberikan pada kulit sekali
perhari

10

Efek Samping
Efek hepatik, respon
androgen yang lebih
rendah
Efek hepatik, respon yang
lebih rendah
Iritasi mulut
Reaksi setempat
Reaksi setempat,
kontaminasi ke pasangan
Urticaria, reaksi setempat

Testosterone enanthate
(Delatestryl)
Testosterone 1 % gel
(AndroGel)

50-400 mg intramuscular
setiap 2-4 minggu
5 gm topikal sekali perhari

Reaksi setempat

Testosterone pellet
(Testopel)

150 to 450 mg dimplantasi
subkutan setiap 3-6 bulan

Nyeri setempat dan
inflamasi

Reaksi setempat,
kontaminasi setempat

IX. EFEK SAMPING Dan KONTRA INDIKASI TESTOSTERONE
1.

2.



Efek samping pemberian testosterone.5,16



Erythrocytosis



Kulit berminyak dan berjerawat



Gynecomastia



Perburukan gejala BPH



Perkembangan dari kanker prostate yang sudah ada



Penurunan kecepatan aliran urine dan retensi urine



Penurunan produksi sperma dan fertilitas (reversibel pada waktu singkat)



Kebotakan (familial)



Menginduksi atau memperburuk obstructive sleep apnea



Berkembangnya kanker payudara (teoritis).
Kondisi yang beresiko munculnya efek samping.17



Nodul atau indurasi prostat yang tak terdiagnosis



seperti orang afrika-amerika).



PSA >4 ng/mL (> 3 ng/mLpada individual dengan resiko tinggi kanker prostate,

Hematocrit > 50%.
Gejala saluran kemih bagian bawah yang berat yang berhubungan dengan BPH
(benign prostatic hypertrophy) dengan nilai American Urological Association /





lnternational Prostate Symptom Score > 1 9.

Penyakit congestive heart failure yang tak terkontrol atau kontrol yang jelek.
Riwayat myocard infarck, stroke, atau acute coronary syndrome pada 6 bulan
sebelumnya.

3. Kontra Indikasi Pemberian Testosterone3,5



Kanker prostate
Kanker payudara
11




Sleep apnoea yang berat



Haematokrit > 54%



hyperplasia)



Laki-laki infertile yang menginginkan keturunan

Gejala saluran kemih bagian bawah yang berat karena BPH (benign prostatic

Gagal jantung berat/NHYA (New York Heart Association) fungsional klas IV

X. MONITORING TERAPI TESTOSTERONE
Pemberian testosterone memerlukan monitoring untuk menilai respon pengobatan
maupun efek samping dari pemberian testosterone. Berikut langkah-langkah monitoring
terapi testosterone.17
1. Evaluasi pasien 3-6 bulan setelah terapi dimulai dan berikutnya dievaluasi setiap
tahun untuk menilai apakah respon terhadap pengobatan dan munculnya efek
samping.
2. Pantau level testosterone 3-6 bulan setelah memulai terapi testosterone:
Tujuan terapi adalah mencapai kadar testosterone pada pertengahan rentang nilai
normal.


Testosterone injeksi enanthate atau cypionate: pengukuran kadar testosterone
pertengahan diantara pemberian. Bila testosterone > 700 ng/dL atau >400 ng/dL,



sesuaikan dosis atau frekuensi pemberian.



aplikasi dari koyo, atur dosis untuk mencapai pertengahan range nilai normal.



setelah baru pemberian.

Koyo/Patch transdermal: hitung nilai kadar testosterone 3-12 jam setelah

Tablet bioadhesif bukal testosterone: segera hitung kadarnya sebelum dan

Gel dan larutan transdermal: hitung kadar testosterone 2-8 jam setelah
pengobatan dilakukan setidaknya dalam 2 minggu, sesuaikan dosis untuk



mencapai kadar testosterone pertengahan rentang nilai normal.
Pellet testosterone: hitung kadar testosterone pada akhir interval dosis.
Sesuaikan penggunaan banyaknya pellet dan atau interval dosis untuk mencapai



kadar serum testosterone normal pada range normal.
Oral testosterone undecanoate: pantau kadar serum testosterone 3-5 jam setelah
memakan obat.
12



Suntikan testosterone undecanoate: hitung nilai kadar serum testosterone tepat
sebelum suntikan berikutnya dan sesuaikan dosis interval untuk menjaga serum
testosterone pada pertengahan nilai range normal.

3. Periksa hematokrit pada awal, pada 3-6 bulan, dan setiap tahunnya. Bila hematokrit
>54 % therapi dihentikan sampai hematokrit turun ke nilai normal, evaluasi pasien
adakah hipoksemia dan sleep apnea , mulai therapy dengan menurunkan dosis.
4. Periksa densitas mineral tulang pada vertebra lumbar dan atau pada leher femoral
setelah 1-2 tahun terapi testosterone.
5. Pada laki-laki dengan kadar PSA awal >0,6ng/mL lakukan pemeriksaan prostate
dengan RT sebelum memulai terapi, pada 3-6 bulan dan kemudian sesuai panduan
untuk skrening kanker bergantung pada usia dan ras dari pasien.
6. Konsultasi urologis bila



Peningkatan serum PSA >1,4ng/mL dalam 12 bulan periode pengobatan.
Kecepatan peningkatan PSA > 0,4ng/mL setiap tahun menggunakan kadar PSA
setelah 6 bulan pemberian sebagai acuan (diaplikasikan bila data PSA tersedia




untuk jangka waktu lebih dari 2 tahun.
Ditemukan keadaan abnormal dari prostate pada pemeriksaan RT
Nilai AUA/IPSS prostate symptom score > 1 9

7. Evaluasi efek samping berdasarkan bentuk sediaan setiap kunjunagn


Tablet testosterone bukal: apakah dijumpai perubahan pada rasa dan memeriksa



iritasi mukosa gusi atau mulut.



mengenai fluktuasi pada mood atau libido dan jarang batuk setelah suntikan.



Suntikan testosterone esters (enanthate, cypionate dan undecanoate): ditanyakan

Koyo testosterone: lihat apakah dijumpai reaksi kulit pada tempat penempelan.
Testosterone gel: anjurkan untuk menutup tempat pemakain dengan pakaian dan
mencuci tangan sebelum kontak dengan orang lain, karena testosterone dapat
meninggalkan residu dan bisa berpindah pada wanita dan anak-anak pada kontak
yang erat. Serum testosterone tetap terjaga bila dibersihkan setelah 4-6 jam



penggunaan.
Testosterone pellet: amati tanda-tanda infeksi, fibrosis, atau penolakan terhadap
pellet.

13

XI. KESIMPULAN
Testosterone memiliki banyak peran di dalam tubuh. Semakin bertambahnya usia
seseorang maka testosteronenya akan semakin berkurang sehingga pada usia 60an tahun
nilainya akan berada dibawag nilai normal. Kadar hormone testosterone yang rendah
dihubungkan dengan berbagai keadaan mulai dari gangguan seksual dan libido sampai
kepada gangguan mood dan kognitif.
Terapi sulih hormon testosterone dapat diberikan pada pada lelaki lansia bila
dijumpai gejala-gejala yang berhubungan dengan penurunan kadar testosterone dan dari
hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar testosterone yang rendah dalam dua
kali pemeriksaan atau lebih. Tujuan utama terapi sulih hormone adalah untuk mencapai
kadar testosterone dalam rentang nilai yang normal dan berbagai keluhan
hipogonadisme akan berkurang sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup.
Berbagai bentuk sediaan obat yang dapat digunakan. Penggunaan testosterone
melalui oral sebaiknya dihindarkan karena efeknya pada hati. Pilihan terapi melalui
suntikan direkomendasikan. Monitoring terapi harus dilakukan untuk melihat apakah
terapi sudah mencapai target maupun munculnya efek samping dan pemeriksaan berkala
itu dianjurkan.

14

XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Brinkmann AO. Molecular Mechanisms of Androgen Action – A Historical
Perspective. 2011 [cited 2015 Oct 3]. Available from: http://DOI 10.1007/978-161779-243-4_1.

2. Harvard. Hormone replacement, the male version. Available from:
http://www.health.harvard.edu/mens-health/hormone-replacement-the-male-version.

3. Dohle GR, Arver S, Bettocchi C, et al. Guidelines on Male Hypogonadism.
European Association of Urology 2015. Available from:
http://www.uroweb.org/guidelines/online-guidelines/.

4. Ruiz-Cortés ZT. Gonadal Sex Steroids: Production, Action and Interactions in
Mammals. Available from: http://dx.doi.org/10.5772/52994.

5. Surampudi PN, Wang C, Swerdloff R. Hypogonadism in the AgingMale Diagnosis,
Potential Benefits, and Risks of Testosterone Replacement Therapy. International
Journal of Endocrinology. 2012: 1-20.

6. Weinbauer GF, Luetjens CM, Simoni M, Nieschlag E. Physiology of Testicular
Function. In. Nieschlag E, Behre HM, Nieschlag S, editors. Andrology Male
Reproductive Health And Dysfunction. Springer. 2010. P11-59. Available from:
http://www.springer.com/978-3-540-78354-1.

7. Matsumoto AM. Andropause: Clinical Implications of the Decline in Serum
Testosterone Levels With Aging in Men. Journal of Gerontology: MEDICAL
SCIENCES. 2002; 57A (2): 76–99.

8. AACE Hypogonadism Task Force. American Association Of Clinical
Endocrinologists Medical Guidelines For Clinical Practice For The Evaluation And
Treatment Of Hypogonadism In Adult Male Patients—2002 Update. Endocrine
Practice. 2002; 8( 6): 439-56.

9. Bassil N, Alkaade S, Morley JE. The benefits and risks of testosterone replacement
therapy: a review. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2009;5: 427–448.

10.Pasqualotto FF, Lucon AM, Hallak J, Pasqualotto EB, Arap S. Risks And Benefits
Of Hormone Replacement Therapy In Older Men. REV. HOSP. CLÍN. FAC. MED.
S. PAULO. 2004; 59(1):32-38.

15

11.Tenover JS. Declining testicular function in aging men. International Journal of
Impotence Research. 2003; 15: 3–8.

12.Borst SE, Mulligan T. Testosterone replacement therapy for older men. Clinical
Interventions in Aging 2007:2(4) 561–566.
13. Griebling TL. Late Onset Hypogonadism, Testosterone Replacement Therapy, and
Sexual Health in Elderly Men. Curr Transl Geriatr and Exp Gerontol Rep. 2013;
2:76-83.

14.Cunningham GR, Toma SM. Why Is Androgen Replacement in Males
Controversial?. J Clin Endocrinol Metab. 2011; 96(1):38–52.

15.Margo K, Winn R. Testosterone Treatments: Why, When, and How?. Am Fam
Physician 2006;73:1591-8.

16.Bebb RA. Testosterone deficiency: Practical guidelines for diagnosis and treatment.
BC Medical Journal. 2011; 53(9): 474-479.

17.Bhasin S, Jameson JL. Disorders of the Testes and Male-Reproductive System. In.
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, et.al editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 19th Ed. US: McGraw-Hi11 Education; 2015.p 2357-2374.

16