Respon Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis F.) Terhadap Berbagai Ketebalan Mulsa Spons dan Interval Penyiraman

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Sukun (Artocapus communisF.)
Sukun merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat dikenal di
Indonesia dan banyak negara lainnya. Tanaman jenis ini memiliki banyak nama
lokal tergantung daerah persebarannya. Klasifikasi tanaman sukun menurut
Rauf (2009), adalah:
Kerajaan

: Plantae

Filum

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Bangsa

: Rosales


Keluarga

: Moraceae

Suku

: Artocarpus

Spesies

: Artocarpus communis Forst.
Sukun merupakan salah satu tanaman penghasil buah utama dari keluarga

Moraceae yang memiliki peran dalam ketahanan pangan di indonesia. Sukun
memiliki arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber
kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki akar yang kuat dan
tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah
satu alternatif tanaman sumber pangan (Hendalastuti dkk., 2006).
Selain itu sukun juga merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada

lahan kering (daratan), dengan tinggi pohon mencapai 10 m atau lebih. Buah
muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih
agak krem, teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan
memiliki aroma yang spesifik. Berat buah sukun dapat mencapai 1 kg per buah.

4
Universitas Sumatera Utara

5

Pada masa awal pertumbuhan, tanaman sukun sangat peka terhadap cekaman air.
Tapi setelah melewati masa rentan tersebut, tanaman sukun mampu tumbuh
dengan baik di berbagai kondisi. Tanaman sukun memiliki kemampuan
beradaptasi yang baik termasuk pada lahan marginal atau lahan kritis (Kartono
dkk., 2004).
Tanaman sukun menyukai lahan terbuka dan banyak menerima sinar
matahari. Keberadaan tanaman sukun di suatu tempat merupakan indikator bahwa
tanaman sukun bisa tumbuh dengan baik di daerah tersebut asal tidak berkabut
(Alrasjid, 1996).
Sukun merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi yang tinggi

terhadap lingkungan, khususnya terhadap timbulnya salinitas dan keadaaan
fisiografi dengan adanya air dangkal. Tanaman sukun tumbuh menjulang tinggi
dan dapat mendukung usaha diversifikasi tanaman pangan sehingga dijadikan
sebagai cadangan pangan non beras (Triwiyatno, 2006).
Tempat tumbuh tanaman sukun tersebar mulai dari daratan rendah hingga
mencapai ketinggian 1500 mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah panas
dengan suhu rata-rata sekitar 20-40 oC yang beriklim basah dengan curah hujan
2000-3000 mm/tahun dan kelembaban relatif 70-90% (Adinugraha, 2011).
Deskripsi Sukun (Artocarpus communis)
Sebaran tanaman sukun di Kepulauan Indonesia meliputi Sumatera (Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Jawa (Kepulauan Seribu,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Madura, P. Bawean,
Kepulauan Kangean), Bali, Nusa tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
(Minahasa, Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru Kai,

Universitas Sumatera Utara

6

Ambon, Halmahera dan Ternate), dan Papua (Sorong, Manokwari, dan pulaupulau kecil di Kepala Burung). Jenis sukun dapat tumbuh baik sepanjang tahun

(evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi deciduous serta di daerah
yang beriklim monsoon. Batangnya memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun
dengan percabangan melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau
kecoklatan, berserat kasar dan pada semua bagian tanaman memiliki getah
encer(Pitojo 1992).
Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar
samping yang dangkal. Apabila akar tersebut terluka atau terpotong akan memacu
tumbuhnya tunas alam atau root shoots tunas yang sering digunakan untuk bibit.
Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval sampai lonjong, ukurannya
bervariasi walaupun pada satu pohon memiliki ukuran panjang 20-60 cm dan
lebar 20-40 cm dengan panjang tangkai daun 3-7 cm. Bagian ujung daun
meruncing, sedangkan bagian pangkalnya membulat, tepi daun berlekuk menyirip
dan kadang-kadang siripnya bercabang. Permukaan daun bagian atas licin,
warnanya hijau mengkilap sedang bagian bawahnya kasar, berbulu dan berwarna
kusam. Posisi daun menyebar menghadap ke atas dengan jarak antar daun
bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1992).
Sampai saat ini terdapat beberapa versi mengenai sejarah penyebaran
tanaman sukun di Indonesia. Ada yang beranggapan bahwa tanaman sukun adalah
tanaman asli Indonesia. Dalam buku History of Indian Archipelago, disebutkan
bahwa orang Jepang menemukan tanaman sukun di Kepulauan Ambon, kemudian

menyebar luas ke Pulau Jawa, Sumatera dan Malaysia bagian barat. Beberapa ahli
yang lain berpendapat bahwa tanaman sukun diduga berasal dari Amerika Latin,

Universitas Sumatera Utara

7
yaitu Peru, Argentina dan Chilli. Anggapan yang lain menyebutkan bahwa
tanaman sukun berasal dari Kepulauan Pasifik, yakni di sekitar Polinesia.
Dari daerah asalnya, tanaman sukun tersebut masuk ke Indonesia melalui
orang-orang Spanyol dan Portugis yang datang ke Indonesia pada abad XV
(Triwiyatno, 2006).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan tanaman didefinisikan sebagai pertambahan ukuran yang
dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter, dan luas bagian
tanaman. Parameter lain yaitu dengan adanya pertambahan volume, massa, berat
basah dan kering tanaman (Harjadi dkk., 1988).
Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari beberapa proses
metabolisme tumbuhan Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini meliputi faktor
intrasel (Sifat genetik atau hereditas) dan intersel (Hormon dan enzim). Faktor

eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya
dan sebagainya (Gardnerdkk., 1991).
Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air
antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga
turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi
kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Kekurangan air merupakan salah
satu faktor abiotik yang dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan
tanaman (Ghannoun, 2009).
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada

Universitas Sumatera Utara

8

aktivitas

metabolismenya,

morfologinya,


tingkat

pertumbuhannya,

atau

produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling
sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel
sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis
dinding sel (Gardner dkk., 1991).
Peranan Air Dalam Pertumbuhan Tanaman
Kebutuhan

air

bagi

tumbuhan


berbeda-beda,

tergantung

jenis

tumbuhan dan fase pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan sering
mendapatkan cekaman air (water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah
perakaran dan laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan
(Levitt, 1980).
Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu
banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya pencucian
unsur hara, dan dapat pula terjadi erosi aliran permukaan dan erosi percikan.
Tanaman kekurangan air dapat menyebabkan kematian, sebaliknya kelebihan air
dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya
udara pada tanah yang tergenang. Untuk mengendalikan penguapan air maka
penggunaan mulsa merupakan bahan yang potensial untuk mempertahankan suhu,
kelembaban tanah, kandungan bahan organik, mengurangi jumlah dan kecepatan
aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan mengendalikan pertumbuhan
gulma (Setyati, 1996).

Bagi tanaman air diperlukan untuk menjaga turgiditas sel-sel tanaman
yang sangat penting dalam aktivitas fisiologis tanaman melalui pengaruhnya
terhadap aktivitas enzim. Kekurangan air akan menurunkan turgiditas sel dan

Universitas Sumatera Utara

9

selanjutnya menghambat pertumbuhan tanaman. Air juga berpengaruh terhadap
penyerapan unsur hara yang dilakukan oleh akar tanaman. Unsur hara hanya dapat
diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion di dalam larutan tanah. Mengingat
pentingnya peranan air bagi tanaman maka ketersediaan air secara proporsional
merupakan faktor penting keberhasilan budidaya tanaman. Ketersediaan air bagi
tanaman harus bersifat kontinu. Kekurangan air yang secara terus-menerus dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman, bahkan dapat mengakibatkan
kematian. Begitu juga lingkungan tumbuh dengan kondisi air yang berlebih
(excess water atau flooding) dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan
tanaman akibat kondisi anaerob yang ditimbulkan. Fungsi air bagi tanaman adalah
sebagai pelarut dan medium untuk reaksi kimia, medium untuk transport zat
terlarut organic dan anorganik, medium yang memberikan turgor pada sel

tanaman, hidrasi dan netralisasi muatan pada molekul-molekul koloid, bahan baku
untuk fotosintesis, proses hidrolisa dan reaksi-reaksi kimia lainnya dalam
tumbuhan, evaporasi air (transpirasi) untuk mendinginkan permukaan tanaman
(Gardner dkk., 1991).
Peran Mulsa Spons
Untuk tetap mempertahan produktivitas dari pengaruh lingkungan yang
tidak mendukung selain menggunakan varietas unggul dan pemupukan yang baik,
dapat dilakukan aplikasi penggunaan mulsa. Mulsa dibagi menjadi dua, yaitu
mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa anorganik yaitu mulsa yang bersifat
sintetik, sedangkan mulsa organik merupakan mulsa yang berasal dari sisa
tanaman. Penggunaan mulsa anorganik dapat mempercepat tanaman yang

Universitas Sumatera Utara

10

dibudidayakan berproduksi, efisien dalam penggunaan air, serta mengurangi erosi,
hama dan penyakit (Noorhadidkk., 2003).
Penggunaan mulsa anorganik antara lain dapat mempercepat tanaman
berproduksi, meningkatkan hasil per satuan luas, efisien dalam penggunaan pupuk

dan air, mengurangi erosi akibat hujan dan angin, mengurangi serangan hama dan
penyakit tanaman, menghambat pertumbuhan gulma, mencegah pemadatan tanah
dan mempunyai kesempatan untuk menanam pada bedengan yang sama lebih dari
satu kali (Lamont, 1993).
Mulsa adalah bahan-bahan alami atau sintetik yang diberikan di atas tanah
secara artifisial. Penggunaan mulsa memberikan berbagai keuntungan, baik dari
aspek biologi, fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu
tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran
tanaman (Doringdkk,2006).
Mulsa merupakan material penutup tanah tanaman budidaya yang
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan
gulma dan penyakit sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal
(Hamdani, 2009). Fungsi lain dari pemulsaan adalah mempertahankan kesuburan
(kehilangan unsur hara) akibat air hujan, memperbaiki agregat dan porositas
tanah, mencegah pencucian hara serta melindungi agregat tanah dari daya rusak
butiran air hujan (Handayani,1996).
Dengan adanya bahan mulsa di atas permukaan tanah, benih gulma tidak
dapat tumbuh. Akibatnya tanaman yang ditanam akan bebas tumbuh tanpa
kompetisi dengan gulma dalam penyerapan hara mineral tanah. Tidak adanya
kompetisi dengan gulma tersebut merupakan salah satu penyebab keuntungan

Universitas Sumatera Utara

11

yaitu meningkatnya produksi tanaman budidaya (Arga, 2010). Penggunaan mulsa
juga dapat memaksimalkan penerimaan cahaya yang dapat diserap oleh tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman akan optimal (Multazam, 2014).
Mulsa dapat memperbaiki tata udara tanah dan meningkatkan pori-pori
makro tanah sehingga kegiatan jasad renik dapat lebih baik dan ketersediaan air
dapat lebih terjamin bagi tanaman. Mulsa dapat pula mempertahankan
kelembaban dan suhu tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap unsur hara
lebih baik (Tisdale dkk., 1975). Pemberian mulsa ini dapat mengurangi erosi dan
evaporasi, memperbesar porositas tanah sehingga daya infiltrasi air menjadi lebih
besar (Sarief, 1985).
Pemberian mulsa pada permukaan tanah mampu meminimalkan kerugian
akibat radiasi matahari yang mengenai permukaan tanah. Menurut mulsa sangat
mempengaruhi suhu tanah, karena suhu tanah sangat tergantung pada proses
pertukaran panas antara tanah dengan lingkungannya. Proses tersebut terjadi
akibat adanya radiasi matahari dan pengalirannya ke dalam tanah melalui
konduksi. Adanya mulsa akan menyebabkan panas yang mengalir ke dalam tanah
lebih sedikit dibandingkan tanpa mulsa (Zainal, 2004).
Pada lahan yang diberi mulsa memiliki temperatur tanah yang cenderung
menurun dan kelembaban tanah yang cenderung meningkat. Pemulsaan berfungsi
untuk menekan fluktuasi temperatur tanah dan menjaga kelembaban tanah
sehingga dapat mengurangi jumlah pemberian air (Widyasari dkk., 2011).
Peran Rumah Kaca
Rumah kaca (atau juga dikenal dengan istilah green house) adalah sebuah
bangunan yang dimanfaatkan untuk membudidayakan tanaman. Rumah kaca

Universitas Sumatera Utara

12

terbuat dari bahan kaca yang menjadi panas karena radiasi elektromagnetik yang
datang dari matahari memanaskan tumbuhan, tanah dan barang lainnya di dalam
bangunan ini.
Kaca digunakan sebagai medium tranmisi yang dapat memilih frekuensi
spektral yang berbeda-beda, dan efeknya adalah untuk menangkap energi di dalam
rumah kaca, yang memanaskan tumbuhan dan tanah di dalamnya dan juga
memanaskan udara dekat tanah, dan udara ini dicegah naik ke atas dan mengalir
keluar.

Universitas Sumatera Utara