DIMENSI PENGEMBANGAN DIRI BERNUANSA ISLA

DIMENSI PENGEMBANGAN DIRI BERNUANSA ISLAMI DALAM KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah)
Oleh:

Tarmizi
Dosen Fakultas tarbiyah IAIN Sumatera Utara
Jl. Willem iskandar Psr V Medan Estate

Abstract
Self development is an education activity outside from subject of study part of school
curriculum.The aim of Self development that give chance to all student to increase and to
express their selves commensurate with their necessity, talent, interest. Self development activity
was guided by counselor, teacher, or educator did in extracurricular activity. Self development
activity was done through a counseling service with self trouble and social live, learn, and
with
named KTSP, curriculum structure covers three components, there are : (1) subject of study (2)
local capacity (3) self development.
Key words: Pengembangan Diri, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, di antaranya adalah dengan

dikeluarkannya Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya, untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut
dikeluarkan pula Permendiknas No 24 tahun 2006.
Dari ketiga peraturan tersebut memuat beberapa hal penting di antaranya bahwa satuan
pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP. Di dalam
KTSP, struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1) mata
pelajaran; (2) muatan lokal dan (3) pengembangan diri.Komponen pengembangan diri merupakan
komponen yang relatif baru dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan.

LANDASAN
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir
6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang
menyatakan bahwa setiap siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.


2. PP. No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 - Pasal 18 tentang
standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, yang memuat pengembangan diri siswa dalam struktur kurikulum setiap satuan
pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan.

4. Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di
luar sekolah.

PENGERTIAN
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai
bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya
pembentukan watak dan kepribadian siswa yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan
karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan
pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas
dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan
kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus siswa.

Hal ini sejalan dengan pesan-pesan agama sebagaimana yang termuat di dalam surat alAshri bahwa Allah Swt memerintahkan kaum muslimin untuk saling berwasiat dalam melakukan
kebenaran dan kesabaran, meningkatkan iman dan amal saleh. Inilah landasan dari pelayanan
konseling Islami. Firman Allah Swt:

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Di dalam tafsir Ibnu Katsir
dijelaskan bahwa setiap para sahabat Rasulullah Saw saling bertemu dan menyapa tidaklah
mereka berpisah melainkan salah seorang mereka membaca surat al-Ashr kemudian
mengucapkan salah. Bahkan imam syafi`I menjelaskan kalaulah manusia merenungkan surat ini
maka cukuplah bagi mereka untuk kebaikan dunia dan akhirat.(Ibnu Katsir, 550) Syaikh alGhazali menjelaskan ringkasnya surat ini cukup menjelaskan segala akibat dari aktivitas manusia
di dunia ini sepanjang zaman. Orang yang senantiasa member bimbingan wasiat dan menerima
nasehat untuk pengembangan diri dalam segenap waktunya berupa melakukan segala aktivitas
yang baik dan bermanfaat serta saling menasehati untuk melakukan kebenaran dan kesabaran dan
keimanan mereka inilah yang tidak menyia-nyiakan umurnya. Sementara itu orang yang terus
mengabaikan waktunya tidak mau dibimbing dan tidak mau memberi nasehat kepada orang lain
untuk beriman, mengisi waktu dengan aktivitas bermanfaat serta melakukan kebenaran dan
kesabaran maka merekalah orang yang merugi dunia dan akhirat menyia-nyiakan hidupnya di
dunia.(Muhammad al-Ghazali, 539).
Semakna dengan ini di dalam hadis juga dijelaskan landasan dari konseling Islami
sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis:


Artiny
Rasulullah telah bersabda : Agama itu adalah Nasehat , Kami bertanya : Untuk Siapa ?, Beliau
bersabda : Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh
Tamim Ad Daari hanya meriwayatkan hadits ini, kata nasihat merupakan sebuah
kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa arab tidak ada kata
lain yang pengertiannya setara dengan kata nasihat, sebagaimana disebutkan oleh para ulama
bahasa arab tentang kata Al Fallaah yang tidak memiliki padanan setara, yang mencakup makna
kebaikan dunia dan akhirat.

dan bagian terpenting haji.Tentang penafsiran kata nasihat dan berbagai cabangnya, Khathabi dan
ulama-ulama lain mengatakan : ( 1). Nasihat untuk Allah maksudnya beriman semata-mata
kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan
kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat
kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu
semata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas segala
nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala kebaikan,
menganjurkan orang berbuat kebaikan, bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Khathabi
-sifat baik tersebut, kebaikannya kembali kepada pelakunya
. (2). Nasihat untuk kitab-Nya

maksudnya beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada
Rasul-Nya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula
dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun, kemudian menghormati firman Allah,
membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkan dengan baik dengan sikap rendah hati
dalam membacanya, menjaganya dari takwilan orang-orang yang menyimpang, membenarkan
segala isinya, mengikuti hukum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimatkalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya,
mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang
bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut diatas dan menimani
Kitabullah. (3). Nasihat untuk Rasul-Nya maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani
semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun
setelah wafat, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati hak-haknya,
memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya,
tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami
segala arti dari ilmu-ilmunya dan mengajak manusia pada ajarannya, berlaku santun dalam
mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak
membicarakan sesuatu yang tidak diketahui sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya,
meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meninggalkan orang
yang melakuka

sebagainya. 4. Nasihat untuk para pemimpin umat islam maksudnya menolong mereka dalam

kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah
lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum
muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada
mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang
m
5. Nasihat untuk seluruh kaum muslim maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa
yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan
bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang

mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada
mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik
kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak
mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu
yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan
kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan
kepada mereka menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas. Memberi nasihat merupakan fardu
kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini
merupakan keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan. Nasihat dalam bahasa arab artinya
membersihkan atau memurnikan seperti pada
membersihkan madu hingga tersisa yang murni, namun ada juga yang mengatakan kata nasihat

memiliki makna lain. (an-Nawawi, 67).
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh
konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga
kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang
dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat
mengembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Penggunaan istilah pengembangan diri dalam kebijakan kurikulum memang relatif baru.
Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual maupun dalam praktiknya. Jika
menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan, khususnya psikologi pendidikan, istilah
pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan
kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan banyak dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self)
tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian (personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi
disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari
kepribadian, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik
yang disadari atau pun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut self
picture (gambaran diri), sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self
(aku tak sadar) (Nana Syaodich Sukmadinata, 2005). Menurut Freud (Calvin S. Hall & Gardner
Lindzey, 1993) ego atau diri merupakan eksekutif kepribadian untuk mengontrol tindakan
(perilaku) dengan mengikuti prinsip kenyataan atau rasional, untuk membedakan antara hal-hal
terdapat dalam batin seseorang dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.


Setiap orang memiliki kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan dirinya, ada yang
realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat memiliki kepercayaan, sikap,
perasaan dan cita-citanya akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama
kesehatan mentalnya. Kepercayaan, sikap, perasaan dan cita-cita akan seseorang akan dirinya
secara tepat dan realistis memungkinkan untuk memiliki kepribadian yang sehat. Namun,
sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis boleh jadi akan menimbulkan pribadi yang
bermasalah.
Kepercayaan akan dirinya yang berlebihan (over confidence) menyebabkan seseorang
dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungannya dan cenderung melabrak norma dan etika
standar yang berlaku, serta memandang sepele orang lain. Selain itu, orang yang memiliki over
confidence sering memiliki sikap dan pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu.Sebaliknya
kepercayaan diri yang kurang, dapat menyebabkan seseorang cenderung bertindak ragu-ragu,
rasa rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan maupun kurang
dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi lingkungan sosialnya.
Begitu pula, setiap orang memiliki sikap dan perasaan tertentu terhadap dirinya. Sikap
akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan
dinyatakan dalam bentuk rasa senang atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap
dirinya berkaitan erat dengan pembentukan harga diri (penilaian diri), yang menurut Maslow
merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang amat penting.Sikap dan mencintai diri yang

berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasa disebut narcisisme. Sebaliknya, orang
yang membenci dirinya secara berlebihan dapat menimbulkan masochisme.
Di samping itu, setiap orang pun memiliki cita-cita akan dirinya. Cita-cita yang tidak
realistis dan berlebihan, serta sangat sulit untuk dicapai mungkin hanya akan berakhir dengan
kegagalan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustrasi, yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku salah-suai (maladjusted). Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan
mendorong ke arah kemajuan.
Berkenaan dengan diri atau ego ini, John F. Pietrofesa (1971) mengemukakan tiga
komponen tentang diri, yaitu : (1) aku ideal (ego ideal); (2) aku yang dilihat dirinya (self as seen
by self); dan (3) aku yang dilihat orang lain (self as seen by others). Dalam keadaan ideal ketiga
aku ini persis sama dan menunjukkan kepribadian yang sehat, sementara jika terjadi perbedaanperbedaan yang signifikan di antara ketiga aku tersebut merupakan gambaran dari ketidakutuhan
dan ketidaksehatan kepribadian.
Dengan memperhatikan dasar teoritik tersebut di atas, kita bisa melihat arah dan hasil
yang diharapkan dari kegiatan pengembangan diri di sekolah yaitu terbentuknya keyakinan,
sikap, perasaan dan cita-cita para siswa yang realistis, sehingga siswa dapat memiliki kepribadian
yang sehat dan utuh.

TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pengembangan


diri

bertujuan

memberikan

kesempatan

kepada

siswa

untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
kondisi dan perkembangan siswa, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

2. Tujuan Khusus
Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan siswa dalam mengembangkan: (a)

bakat, (b) minat, (c) kreativitas, (d) kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, (e)
kemampuan kehidupan keagamaan, (f) kemampuan sosial, (g) kemampuan belajar, (h)
wawasan dan perencanaan karir, (i) kemampuan pemecahan masalah, dan (j) kemandirian.

RUANG LINGKUP
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan
terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh siswa sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan
tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua siswa.
Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:
1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: (i) kehidupan pribadi (ii) kemampuan
sosial (iii) kemampuan belajar dan (iv) wawasan dan perencanaan karir

2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan: (i) kepramukaan (ii) latihan kepemimpinan,
ilmiah remaja, palang merah remaja dan (iii) seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik,
teater, keagamaan

BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN
Secara konseptual, dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan rumusan
pengembangan diri: Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh
oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap
siswa sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karir siswa.
Jelas bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh
oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar
mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan
tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum
(pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki
kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan
untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan
kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam
reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat
disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah
bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar

sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di
sekolah, antara lain: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra
kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk
pengembangan diri.
Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya,
kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif
yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan
kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui
kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui
kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara
sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan
pengembangan diri siswa itu sendiri.
Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa
saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan
andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif
terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri
itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.
Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara
psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang
beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat
menyediakan beragam pilihan. Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan pengembangan diri
bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk
mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes
kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori,
observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).
Dalam hal ini, peranan bimbingan dan konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan
aplikasi instrumentasi data dan himpunan data, bimbingan dan konseling seyogyanya dapat
menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik siswa
lainnya. Data tersebut menjadi acuan dasar untuk penyelenggaraan pengembangan diri di
sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat temporer, kegiatan ekstra kurikuler, maupun melalui
layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Namun harus diperhatikan pula bahwa kegiatan
pengembangan diri tidak identik dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan Konseling
tetap harus ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah dengan
keunikan karakteristik pelayanannya.
Terkait dengan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah kemungkinan
besar akan menggunakan konsep baru menggantikan Pola 17 yang selama ini diterapkan. Ia
digantikan dengan Bimbingan dan Konseling Komprehensif dan Pengembangan (Developmental
and Comprehensive Guidance and Counseling), di mana layanan Bimbingan dan Konseling lebih
bersifat menyeluruh (guidance for all) dan tidak lagi terfokus pada pendekatan klinis (clinical
atau therapeutical approach) akan tetapi lebih mengutamakan pendekatan pengembangan

(developmental approach). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan perbedaan
dari kedua pendekatan tersebut adalah:
Pendekatan Pengembangan:
Bersifat pedagogis
Melihat potensi klien (siswa)
Berorientasi pengembangan potensi positif klien (siswa)
Menggembirakan klien (siswa)
Dialog konselor menyentuh klien (siswa), klien (siswa) terbuka
Bersifat humanistik- religius
Klien (siswa) sebagai subyek memegang peranan, memutuskan tentang dirinya.
Konselor hanya membantu dan memberi alternatif-alternatif
Pendekatan Klinis (Model Lama)
Bersifat klinis
Melihat kelemahan klien
Berorientasi pemecahan masalah klien (siswa)
Konselor serius
Klien (siswa) sering tertutup
Dialog menekan perasaan klien
Klien sebagai obyek
Dengan demikian, layanan Bimbingan dan Konseling yang memiliki fungsi
pengembangan, seperti layanan Pembelajaran, Penempatan dan Bimbingan Kelompok kiranya
perlu lebih dikedepankan dan ditingkatkan lagi dari segi frekuensi maupun intensitas
pelayanannya.
Kriteria pelaksanaan pengembangan diri di sekolah, sebagai berikut:
1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus
dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual, kelompok,
dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:
a. layanan dan kegiatan pendukung konseling
b. kegiatan ekstra kurikuler.
2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah
khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan
perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang
pendapat (pertengkaran).
c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi,
berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain,
datang tepat waktu.
Sedangkan pelaksanaan pengembangan diri di sekolah melalui pelayanan konseling
sebagai berikut:

1. Pengertian Konseling
Konseling adalah pelayanan bantuan untuk siswa, baik secara perorangan maupun
kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan
perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan
norma-norma yang berlaku.

2. Paradigma, Visi, dan Misi
a.

Paradigma
Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai
budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan
teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan
konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan siswa.

b.Visi
Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang
membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan
perkembangan dan pengentasan masalah agar siswa berkembang secara optimal,
mandiri dan bahagia.
c. Misi
1) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan siswa melalui pembentukan
perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi
siswa di dalam lingkungan sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat.
3) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah siswa
mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
3. Bidang Pelayanan Konseling
a) Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa
dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat
dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan
dirinya secara realistik.
b)

Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa
dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial
yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga
lingkungan sosial yang lebih luas.

c)

Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu
siswa mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

d) Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu siswa dalam
memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
4. Fungsi Konseling
a. Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu siswa memahami diri dan lingkungannya.

b. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu siswa mampu mencegah atau menghindarkan
diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
c. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu siswa mengatasi masalah yang dialaminya.
d. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu siswa memelihara dan
menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
e. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu siswa memperoleh pembelaan atas hak
dan/kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
5. Prinsip dan Asas Konseling
a. Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang
dialami siswa, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
b. Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan,
kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan
kasus, dan tut wuri handayani.
6. Jenis Layanan Konseling
a. Orientasi, yaitu layanan yang membantu siswa memahami lingkungan baru, terutama
lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan
diri serta mempermudah dan memperlancar peran siswa di lingkungan yang baru.
b. Informasi, yaitu layanan yang membantu siswa menerima dan memahami berbagai
informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
c. Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu siswa memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar,
jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
d. Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu siswa menguasai konten tertentu,
terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah,
keluarga, dan masyarakat.
e. Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu siswa dalam mengentaskan
masalah pribadinya.
f. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa dalam pengembangan
pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan
keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
g. Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu siswa dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
h. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu siswa dan atau pihak lain dalam memperoleh
wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi
dan/masalah siswa.
i. Mediasi, yaitu layanan yang membantu siswa menyelesaikan permasalahan dan
memperbaiki hubungan antar mereka.
7. Kegiatan Pendukung
a. Aplikasi Instrumentasi: Kegiatan mengumpulkan data tentang diri siswa dan
lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

b. Himpunan Data: Kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan siswa,
yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan
bersifat rahasia.

c. Konferensi Kasus: Kegiatan membahas permasalahan siswa dalam pertemuan khusus
yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen
bagi terentaskannya masalah siswa, yang bersifat terbatas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah: Kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya masalah siswa melalui pertemuan dengan orang tua dan atau
keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan: Kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat
digunakan siswa dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan
karir/jabatan.
f. Alih Tangan Kasus: Kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah siswake pihak
lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
8. Format Kegiatan
a. Individual: Format kegiatan konseling yang melayani siswa secara perorangan.
b. Kelompok: Format kegiatan konseling yang melayani sejumlah siswa melalui suasana
dinamika kelompok.
c. Klasikal: Format kegiatan konseling yang melayani sejumlah siswa dalam satu kelas.
d. Lapangan: Format kegiatan konseling yang melayani seorang atau sejumlah siswa
melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.
e. Pendekatan Khusus: Format kegiatan konseling yang melayani kepentingan siswa
melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.
9. Program Pelayanan
a. Jenis Program
1) Program Tahunan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan
selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
2) Program Semesteran: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan
selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
3) Program Bulanan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama
satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
4) Program Mingguan: Program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan
selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
5) Program Harian: Program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari
tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program
mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan/satuan kegiatan pendukung
(SATKUNG) konseling.
b. Penyusunan Program
1) Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan siswa (need
assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.

2) Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan
dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban
tugas konselor.
10. Pelaksanaan Kegiatan
10.1. Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi
secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan
keteladanan.
10.2. Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan
SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu,
tempat, dan pihak-pihak yang terkait.
10.3. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling
Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:
1) Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan
informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi,
serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.
2) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan
dilaksanakan secara terjadwal
3) Kegiatan tidak tatap muka dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan konsultasi,
kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan
kepustakaan, dan alih tangan kasus.
Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:
1) Kegiatan tatap muka dengan siswa untuk menyelenggarakan layanan orientasi,
konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta
kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.
2) Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam
pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas.
3) Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum
50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada
pimpinan sekolah/madrasah.
4.

Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program
(LAPELPROG).

5.

Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas
dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan
sekolah/madrasah

6.

Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola
dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan
antar jenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan
kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta
mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.

11. Penilaian Kegiatan
a. Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui:

1) Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan
kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan siswa yang dilayani.
2)

Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu
minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan
pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan
terhadap siswa.

3)

Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu
(satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan
kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh
dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap siswa.

4)

Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap
keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan
SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.

5) Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam LAPELPROG.
6) Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk
setiap siswa dilaporkan secara kualitatif.

12. Pelaksana Kegiatan
a. Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.
b. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib:
1)

Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional
konseling.

2)

Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak
terkait, terutama siswa, pimpinan sekolah/madrasah, sejawat pendidik, dan orang
tua.

3)

Melaksanakan

tugas

pelayanan

profesional

konseling

yang

setiap

kali

dipertanggung jawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan
sekolah/madrasah, orang tua, dan siswa.
4)

Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan
pelayanan profesional konseling.

5)

Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan.

c. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di
sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

d. Pelaksana pelayanan konseling
1) Pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas
yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan
penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam
pembelajaran, serta untuk siswa kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan
layanan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
2) Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang
konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling.
3) Pada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat
sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang siswa.

13. Pengawasan Kegiatan
a. Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina
melalui kegiatan pengawasan.
b. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara:
1) Interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
2)

Eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.

c. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan
pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah.
d. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
e. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindak lanjuti untuk peningkatan
mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah.

PENUTUP
Pengembangan diri di sekolah merupakan salah satu komponen penting dari struktur
KTSP yang diarahkan guna terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para siswa
yang realistis, sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan mereka untuk memiliki kepribadian
yang sehat dan utuh. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan secara klasikal pada jam
efektif, namun seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), baik melalui
kegiatan yang dilembagakan maupun secara temporer, bersifat individual maupun kelompok.
Pengembangan diri harus memperhatikan kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa dan
bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting untuk mengidentikasi kebutuhan,
bakat, dan minat setiap siswa melalui kegiatan aplikasi instrumentasi dan himpunan data, untuk
ditindaklanjuti dalam berbagai kegiatan pengembangan diri.
Kegiatan pengembangan diri akan melibatkan banyak kegiatan sekaligus juga banyak
melibatkan orang, oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi nyata di sekolah. Sebagai penutup tulisan ini, ada baiknya kita
renungkan ungkapan dari R.F. Mackenzie yang banyak mengilhami ribuan guru di Inggris
tentang bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung, dikaitkan dengan kegiatan
pengembangan diri di sekolah:
-siswa kesempatan untuk menceburkan ke dalam
cara hidup yang berbeda, dan kenangan yang bertahan lebih lama. Di sana tidak akan ada
paksaan atau keharusan, ketekanan, ketergesaan, atau ujian. Apabila mereka ingin
memanjat atau berski, kita akan membantu mereka untuk mendapatkan keterampilan itu.
Apabila mereka ingin mengidentifikasi tumbuhan gunung tinggi atau burung, kita akan
mengusahakan diperolehnya pengetahuan itu. Dan apabila mereka ingin tidak memiliki
kedambaan akan adanya kegiatan atau kehausan akan pengetahuan, tetapi maunya hanya
duduk diam seperti kaum penghuni dataran tinggi yang dulunya di sini, atau ingin
memandangi awan berarak melaju di atas Creag Dhubh, atau mendengarkan suara rintik
hujan yang menitik jatuh di antara cecabang pohon setelah hujan berhenti mengucur, itu
semua juga merupakan bagian penting dari perkembangan. Pada saat inilah, ketakutan,
ide, harapan, dan pertanyaan yang setengah tenggelam mulai muncul kembali ke
dalam Roger Combie White, 1997).

DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi. 1997. Hadis al-Arba`un an-Nawawiyah.Cairo: Dar as-Salam.
Calvin S. Hall & Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis); Psikologi
Kepribadian 1. (terj. A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
____. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
____.2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar Dan Menengah, Jakarta: Depdiknas.
Ibnu Katsir.1996. Tafsir Ibnu Katsir. Beirut :Dar al-Jail.
Muhammad al-Ghazali. 1996. Nahwu tafsir Maudhu`i.Cairo: Dar as-Syuruq.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Pietrefosa, J.F. 1971. The Authentic Counselor. Chicago: Rand McNally College Pub. Co.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdiknas.
, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Roger Combie White. 1997. Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice (Terj.
Aprilia B. Hendrijani). Buckingham: Open University Press.
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta.