Eksplorasi Tumbuhan Aromatik di Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh Kecamatan Panribuan Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa
kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,
psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar
antara usia 12-21 tahun (Dewi, 2012). Remaja sering dikenal dengan fase mencari
identitas diri guna menjelaskan dirinya dan apa peranannya. Tugas penting yang
dihadapi remaja ialah sense of individual identity, yaitu mencari jawaban dari
pertanyaan mengenai dirinya mencakup keputusan. Mencari identitas dan
mengangkat harga diri akan membuat remaja memakai simbol status harga diri.
Dalam hal ini juga remaja akan memiliki standar dan harapan terhadap perilaku
diri sendiri agar sesuai dengan dunia sosial yang akhirnya membentuk konsep diri
(Pieter & Namora, 2010).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh,
menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Sunaryo, 2010). Salah
satu komponen konsep diri adalah harga diri. Menurut Stuart dan Sundeen (dalam
Muhith, 2015) harga diri adalah penilaian seseorang terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri sangat
terancam selama masa remaja. Pada masa ini harga diri remaja mengalami

perubahan karena banyak keputusan yang harus dibuat remaja menyangkut

1
Universitas Sumatera Utara

dirinya sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan sendiri, posisi peran,
dan memutuskan apakah remaja mampu meraih sukses (Purba dkk, 2013).
Menurut Potter dan Perry (2005, dalam Purba dkk, 2013) bahwa seseorang
memiliki harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang
diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Remaja yang memiliki harga diri
tinggi juga memiliki prestasi karena mereka memiliki keyakinan bahwa dirinya
bisa memberikan hasil yang terbaik (Santrock, 2007). Berdasarkan penelitian
Surani (2012) ada hubungan prestasi belajar dengan harga diri. Semakin besar
prestasi belajar maka harga diri semakin tinggi.
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan (Muhith, 2015). Ciri-ciri
dari seseorang yang mengalami harga diri rendah yaitu merendahkan martabat,
menarik diri, dan kurang percaya diri. Kejiwaan harga diri rendah juga
dapatmenyebabkan seseorang mengalami depresi, bahkan bisa mengarah ke
perilaku kekerasan sampai dengan bunuh diri serta masalah penyesuaian diri

lainnya (Santrock, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) melaporkan angka bunuh diri
di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa pada tahun 2010 dan
kebanyakan terjadi pada remaja. Bunuh diri terjadi akibat gangguan jiwa yaitu
depresi karena putus asa, memiliki pemikiran yang pesimis, dan berpikir tidak ada
gunanya

hidup

(www.cnnindonesia.com).

Hasil

data

Komnas

Nasional

Perlindungan Anak dalam 6 bulan pertama di tahun 2012 mencatat 20 kasus

bunuh diri pada remaja akibat depresi. Depresi terjadi karena remaja cenderung

2
Universitas Sumatera Utara

mengalami tekanan dalam penyesuaian dirinya berinteraksi dengan orang lain dan
situasi kondisi yang penuh tuntutan (www.inpasonline.com).
Tinggi rendahnya harga diri seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satunya pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua adalah cara yang
digunakan orang tua dalam mendidik anak dalam keluarga. Keluarga adalah
lingkungan pertama bagi seorang anak yang memberikan fondasi primer bagi
perkembangan anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah
diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah, seorang anak akan mencontoh
apa yang diajarkan dan dilakukan oleh setiap anggota keluarganya (Muhith,
2015).
Ada empat macam pola asuh orang tua, yaitu otoriter, demokratis,
permisif, dan penelantar. Keluarga yang menganut pola asuh otoriter biasanya
menggunakan gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak
remaja untuk mengikuti perintah orang tua (Santrock, 2007).
Orang tua dengan pola asuh yang demokratis akan mengikuti keberadaan

anak sebagai individu dan makhluk sosial, serta mau menghargai pendapat anak
(Shochib, 2010). Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2007) orang tua yang
menerapkan pola asuh demokrasi mengakibatkan perilaku anak yang kompeten
dan berorientasi pada prestasi. Hal ini sesuai dengan penelitan Meutia (2013)
mengenai gambaran pola asuh dan prestasi belajar remaja. Meutia mengemukakan
bahwa remaja yang mendapatkan pola asuh demokrasi memperlihatkan prestasi
yang baik juga.

3
Universitas Sumatera Utara

Keluarga yang menganut pola asuh permisif cenderung memanjakan anak.
Pola asuh penelantar adalah orang tua yang terlalu sibuk dalam pekerjaannya,
orang tua yang tidak pernah peduli dengan anaknya sehingga membentuk pribadi
yang nakal, bebas dan sering melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang
(Paramitha, 2014).
Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja di Indonesia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yaitu pernikahan usia
remaja, sex pra nikah dan kehamilan tidak dinginkan, Aborsi 2,4 jt : 700-800 ribu
adalah remaja, HIV/AIDS: 1283 kasus, diperkirakan 52.000 terinfeksi (fenomena

gunung es), 70% remaja mengonsumsi miras dan narkoba. Adapun Hasil
Penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas
Indonesia (UI) menunjukkan jumlah penyalahgunaan narkoba sebesar 1,5% dari
populasi atau 3,2 juta orang, terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31%
kelompok pecandu dengan proporsi laki-laki sebesar 79% dan perempuan 21%.
Kelompok teratur pakai terdiri dari penyalahgunaan ganja 71%, shabu 50%,
ekstasi 42%, dan obat penenang 22%. Kelompok pecandu terdiri dari
penyalahgunaan ganja 75%, heroin/ putaw 62%, shabu 57%, ekstasi 34% dan obat
penenang 25%. Beban ekonomi terbesar adalah untuk pembelian/ konsumsi
narkoba yaitu sebesar Rp. 11,3 triliun. Angka kematian (Mortality) pecandu
15.000 orang meninggal dalam 1 tahun (BKKBN, 2011).
Orang tua yang menerapkan pola asuh penelantar juga banyak diantaranya
memiliki anak dengan harga diri yang rendah, tidak dewasa, dan mudah terasing

4
Universitas Sumatera Utara

dari keluarga karena orang tua disini tidak banyak berperan sehingga anak
menjadi tidak terurus (Santrock, 2010).
Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan peneliti di SMA Katolik Tri

Sakti Medan pada tanggal 05 November 2015 melalui wawancara dengan guru
Bimbingan Konseling (BK) bahwa penyimpangan yang terjadi di komplek
sekolah yaitu terlambat masuk sekolah, tidak memakai lengkap atribut sekolah,
bolos sekolah, dan berkelahi. Ada juga siswa dengan prestasi-prestasi yang dapat
diraih baik dibidang pengetahuan dan seni sehingga mereka memiliki kepercayaan
diri yang tinggi, namun terdapat juga siswa dengan kepercayaan diri yang kurang
dan tidak percaya dengan kemampuannya sendiri. Berdasarkan fenomena
tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil topik penelitian Hubungan Pola
Asuh Orang Tua dan Perkembangan Harga Diri Anak Remaja di SMA Katolik Tri
Sakti Medan”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pola asuh orang tua dan
perkembangan harga diri anak remaja di SMA Katolik Tri Sakti Medan.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengidentifikasikan hubungan pola asuh orang tua dan perkembangan
harga diri anak remaja di SMA Katolik Tri Sakti Medan.


5
Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasikan pola asuh orang tua yang diterapkan pada
anak remaja di SMA Katolik Tri Sakti Medan.
b. Untuk mengidentifikasikan bagaimana perkembangan harga diri pada
anak remaja di SMA Katolik Tri Sakti Medan.
c. Untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan pola asuh orang tua
dan perkembangan harga diri anak remaja di SMA Katolik Tri Sakti
Medan.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan bahasan atau
pembelajaran pada mata kuliah komunitas keluarga atau dalam bidang
keperawatan anak tentang hubungan pola asuh orang tua dan
perkembangan harga diri anak remaja.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini untuk peningkatan pengetahuan perawat dan masukan dalam
memberikan praktik pelayanan keperawatan yang komprehensif dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada remaja maupun orang tua
dalam membahas masalah terkait pola asuh orang tua dan perkembangan
harga diri anak remaja.

6
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Orang Tua atau Masyarakat
Penelitian ini memberi masukan kepada orang tua serta keluarga dalam
menentukan pola asuh yang akan diberikan pada anak dalam upaya
mengembangkan harga diri yang tinggi pada remaja.
4. Bagi SMA Katolik Tri Sakti Medan
Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk mengetahui pola
asuh orang tua yang dominan diterapkan bagi siswa-siswi dan memberikan
rasa percaya diri bagi siswa-siswi agar memiliki harga diri yang tinggi.
5. Bagi Penelitian Keperawatan
Dapat memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai pola asuh
orang tua dalam perkembangan konsep diri anak remaja.


7
Universitas Sumatera Utara