Representasi Feminisme dalam Film (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Feminisme Dalam Film Maleficent )

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan suatu acuan bagi peneliti dalam menyusun
tinjauan teori, hipotesis, dan kerangka pemikiran. Penelitian terdahulu terdiri dari
skripsi dan jurnal yang berhubungan dengan topik atau masalah penelitian.
Penelitian terdahulu bukan semata-mata untuk memaparkan sejumlah penelitian,
melainkan untuk menunjukkan keterkaitan permasalahan penelitian yang
diusulkan dengan hasil penelitian terdahulu.
Tabel 2.1. Tabel Penelitian Terdahulu
Literatur 1
Judul

Rasisme Dalam Film Fitna (Analisis Semiotika Rasisme di Dalam Film Fitna)

Tahun

2011

Peneliti


Shinta Anggraini Budi Widianingrum

Sumber

http://repository.upnyk.ac.id/2754/1/RASISME_DALAM_FILM_FITNA.pdf

Hasil

Hasil penelitian dari literature ini memberikan hasil bahwa dari Potongan
scene yang terdapat dalam film Fitna beberapa diantaranya menunjukkan
sikap, perilaku, maupun tindakan rasisme. Tampak jelas terlihat bahwa film
ini mempresentasikan sikap rasisme.
Literatur 2

Judul

Representasi Feminisme dalam Film Snow White and The Huntsmen‖

Tahun


2013

Peneliti

Yolanda Hana Chornelia

Sumber

Jurnal E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Petra,
Surabaya

Hasil

Film ini mengandung feminisme dalam pengambilan keputusan, feminisme
dalam kekuatan, feminisme dalam kepemimpinan dan androgini
Literatur 3

Judul


Representasi Feminisme dalam Film Sex and The City

Universitas Sumatera Utara

Tahun

2011

Peneliti

Rika Komala Sari Harahap

Sumber

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26755/3/Chapter%20III-V.pdf

Hasil

Film ini mengandung feminisme dalam hubungan dunia kerja, feminisme
dalam hubungan dengan pasangan dan keluarga, feminisme dalam hubungan

dunia sosial.
Literatur 4

Judul

Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika
Representasi Citra Perempuan Dalam Iklan Wrp Diet To Go Di Televisi
Swasta) Medan

Tahun

2013

Peneliti

Fradina Dwi Safitri

Sumber

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38192/3/Chapter%20III-V.pdf


Hasil

Penelitian ini menemukan bahwa iklan WRP versi “Diet To Go” merupakan
iklan yang banyak mengangkat representasi citra perempuan di dalamnya.
Beberapa citra yang dimaksud adalah citra sosial, citra keibuan, citra
pergaulan dan sebagainya. Selain itu ditemukan bahwa kecantikan dan
keelokan tubuh merupakan hal yang sangat penting yang wajib dijaga oleh
perempuan.
Literatur 5

Judul

REPRESENTASI STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM FILM BRAVE

Tahun

2013

Peneliti


Fanny Puspitasari Go

Sumber

Jurnal E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Petra,
Surabaya

Hasil

Penelitian ini menunjukkan bagaimana Pixar ikut mengkomodifikasi
stereotipe perempuan melalui narasi film Brave dengan mengikuti
standardisasi terhadap film-film putri Disney.
Literatur 6

Judul

REPRESENTASI

FEMINISME


DALAM

FILM

“KU

TUNGGU

Universitas Sumatera Utara

JANDAMU” (Studi Analisis Semiotika Representasi Feminisme melalui
Tokoh Persik)
Tahun

2010

Peneliti

Arga Fajar Rianto


Sumber

http://eprints.upnjatim.ac.id/714/1/file1.pdf

Hasil

Penelitian ini menunjukkan Konstruksi feminisme dalam film “Ku Tunggu
Jandamu” ini adalah masih tergolong feminisme setengah jalan, karena
pandangan feminismenya masih terangkai dalam bingkai pemikiran dan
perspektif patriarkhi.
Literatur 7

Judul

Representasi Kemiskinan Pada Tayangan Reality Show (Analisis Semiotika
Pada Program Acara Orang Pinggiran Trans 7)

Tahun


2016

Peneliti

Endowidya Marselina

Sumber

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/55481

Hasil

penelitian ini menunjukkan gambaran tentang kemiskinan menurut realitas
media dalam tayangan reality show didefenisikan sebagai orang yang tinggal
di luar perkotaan dan kekurangan secara materi semata. Ketiadaan harta
benda, kekurangan bahan makanan, keadaan rumah yang tidak layak untuk
ditempati, serta rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang menjadi hal
yang paling sering disoroti oleh media

2.2 Paradigma

Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi
yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan
bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya.
Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang
kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui cara seseorang melihat sesuatu
(Morissan, Andy dan Wardhany, 2009:107).

Universitas Sumatera Utara

Paradigma konstruktivisme ialah paradigma yang menyatakan bahwa
kebenaran suatu realitas sosial merupakan hasil konstruksi sosial yang bersifat
relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada dalam perspektif interpretivisme
(penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis
dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik
terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial
yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang,
seperti

yang biasa dilakukan oleh kaum


positivis. Konsep mengenai

konstruksionis diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama
Thomas Luckman. Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa
disebut berada di antara teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto 2004:13).
Menurut Denzin dan Guba dalam (Wibowo, 2013: 52) paradigma adalah
basis kepercayaan atau metaphysics utama dari sistem berpikir: basis dari
ontologi, epistemologi, dan metodologi. Paradigma dalam pandangan filosofis,
memuat pandangan awal yang membedakan, memperjelas, dan mempertajam
orientasi berpikir seseorang. Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi
dan kebijakan terhadap pemilihan masalah.
Paradigma diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap
(afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma sangat menentukan bagaimana
seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi objek ilmunya (Vardiansyah,
2008: 27). Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan). Teori ini
beranggapan bahwa unsur objek dan subjek sama-sama berperan dan saling
berinteraksi dalam mengonstruksi ilmu pengetahuan. Pengetahuan tersebut
dibangun dari proses kognitif dan interaksinya dengan dunia objek material.
Menurut Driver dan Bell, ilmu pengetahuan bukanlah hanya kumpulan hukum
atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua
gagasan dan konsepnya yang ditemukan secara bebas (Ardianto dan Q-Aness,
2007: 153).
Dalam (Vardiansyah, 2008:59), konstruktivisme muncul setelah para
ilmuan menolak tiga prinsip dasar positivisme:

Universitas Sumatera Utara

a)

Ilmu merupakan upaya mengungkap realitas yang terstruktur,

b) Hubungan subjek peneliti dengan objek penelitian harus terpisahkan secara
tegas guna mengejar objektivitas,
c)

Hasil temuan harus merupakan generalisasi yang universal, berlaku kapan
pun dan di mana pun.
Menurut Von Glasersferld dan Kitchener tahun 1987 dalam (Ardianto dan

QAnees,

2007:155)

secara

ringkas

gagasan

konstruktivisme

mengenai

pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:
1.

Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi
selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

2.

Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu
untuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Dalam pandangan konstruksionis, tidak ada realitas dalam arti riil,

sebelum peneliti mendekatinya. Sesungguhnya yang ada konstruksi atau suatu
realitas. Realitas sosial bergantung pada bagaimana seseorang memahami dunia,
dan bagaimana menafsirkannya. Penafsiran dan pemahaman itulah yang disebut
realitas. Karena itu, peristiwa dan realitas yang sama bisa jadi menghasilkan
konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda (Eriyanto, 2004: 45).

2.3 Kerangka Teori
2.3.1 Komunikasi Massa
Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Dari awal perkembangannya, komunikasi massa
berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media
komunikasi). Media massa yang ditekankan dalam hal ini bukannya media
tradisional seperti kentongan, angklung maupun gamelan. Media massa ini
merujuk pada produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen.

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan media massa dibandingkan dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa
mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan
pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.
Pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan
media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak
dalam jumlah besar. Kata massa sampai dengan saat ini mengandung makna
ambivalensi yaitu makna positif dan negatif. Dilihat dari segi makna positifnya,
mengandung makna konotasi solidaritas dan kekuatan sedangkan dari sisi negatif,
massa bermakna kerumunan atau banyak orang khususnya sejumlah orang yang
tidak teratur (McQuail, 1994:1).
Dalam artian umum dan dalam pengertian komunikasi massa, pengertian
massa dalam komunikasi massa menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan
dengan media massa. Dengan kata lain massa yang dalam sikap dan perilakunya
berkaitan dengan peran media massa. Massa ditunjukkan kepada khalayak,
audience, penonton, pemirsa maupun pembaca. Disamping itu dalam kamus
bahasa Inggris, ringkas memberikan defenisi “massa” sebagai suatu kumpulan
orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas dan defenisi ini
hampir menyerupai pengertian “massa” yang digunakan ahli sosiologi, khususnya
bila dipakai kaitannya dengan khalayak media.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa,
baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), berbiaya yang
relatif mahal yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan
yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat,
anonim dan heterogen (Mulyana,2005:83). Komunikasi massa terjadi ketika
sejumlah orang mengirimkan pesan kepada audiens yang besar yang bersifat
anonymous dan heterogen melalui penggunaan media komunikasi khusus. Studi
komunikasi massa mempelajari pemanfaatan media oleh audiens, dan
menjelaskan efek media terhadap human interaction dalam konteks komunikasi,
dan unit analisis komunikasi massa antara lain pesan, media, dan audiens
(Liliweri, 2011: 219).
Josep A Devito memberikan pendapatnya tentang pengertian dari
komunikasi massa. Dia mengatakan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi

Universitas Sumatera Utara

yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini
tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang
menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan
pada umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalukrkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau
visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis
didefenisikan menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film buku
dan pita) (Nurudin, 2014:12).
Sementara itu menurut Jay Black dan frederick C Whitney disebutkan
bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang
diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima
pesan yang luas, anonim dan heterogen (Nurudin, 2014:12).
Defenisi yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto &
Erdinaya, 2004:5) yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang. Maksud dari defenisi tersebut
adalah komunikasi massa tersebut harus menggunakan media massa dalam
penyampaian pesan. Jadi dalam penyampaian pesan misalnya kepada khalayak
ramai dalam suatu acara di lapangan jika tidak menggunakan media massa, maka
hal tersebut bukanlah termasuk komunikasi massa.
Industri media massa memiliki kemampuan dalam menyediakan informasi
dan hiburan. Akan tetapi, media massa juga dapat mempengaruhi institusi politik,
sosial, dan budaya. Media massa secara aktif memengaruhi masyarakat serta
mencerminkannya. Media massa sudah begitu memenuhi kebutuhan kita seharihari sehingga kita sering tidak sadar lagi dengan kehadirannya, apalagi dengan
pengaruhnya. Media massa sering kali menganggap masyarakat sebagai
komoditas semata. Akan tetapi, media massa menolong dalam mendefenisikan
diri kita; membentuk realitas kita (Baran, 2012: 5).
Budaya adalah suatu tingkah laku yang dipelajari oleh anggota suatu
kelompok sosial. Penciptaan dan pemeliharaan budaya terjadi melalui
komunikasi, termasuk komunikasi massa, yaitu ketika professional media
memproduksi isi pesan yang kita lihat, baca, dengarkan, atau tonton, makna yang

Universitas Sumatera Utara

sedang dibagikan dan budaya sedang dikonstruksi dan dipelihara (Baran, 2012:
11).
Sepanjang kehidupan komunikasi, kita sudah mempelajari hal-hal yang
diharapkan oleh budaya dari kita. Akan tetapi, dampak budaya yang membatasi
dapat berakibat negatif, seperti ketika kita tidak mau atau tidak dapat mengubah
cara berpikir, bertindak, berperasaan, yang terpola dan berulang, atau kita
mempercayakan “pembelajaran” kita kepada guru yang memiliki kepentingan
yang berpusat pada dirisendiri, sempit, atau mungkin justru tidak sesuai dengan
pemikiran kita (Baran, 2012:12).
2.3.1.1 Ciri-ciri Komunikasi Massa
Banyak sekali pendapat para ahli tentang pengertian komunikasi massa.
Pada akhirnya, pendapat tersebut dapat melengkapi pengertian komunikasi yang
dicetuskan oleh mereka satu sama lain. Seperti yang sudah dijelaskan di atas
bahwa para ahli membatasi pengertian dari komunikasi massa. Komunikasi massa
merupakan penyampaian pesan kepada khalayak ramai dengan menggunakan
media seperti media elektronik dan media cetak.
Komunikasi massa mempunyai proses yang melibatkan beberapa
komponen. Dua komponen yang saling berinteraksi (sumber dan penerimaan)
terlibat satu sama lain, dimana pesan akan diberi kode oleh sumber disalurkan
melalui saluran dan diberi kode oleh penerima; tanggapan yang diamati: umpan
balik yang memungkinkan interaksi berlanjut antara sumber dan penerima. Akan
tetapi terdapat ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dengan
komunikasi lainnya. Ciri-ciri komunikasi massa adalah (Nurudin, 2003: 16-20 ):
1.

Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga
Komunikator dalam komunikasi massa bukanlah hanya satu orang tetapi

terdiri dari beberapa kumpulan orang-orang dimana gabungan berbagai kumpulan
orang tersebut bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Di dalam
komunikasi massa, komunikator yang berperan dalam penyampaian informasi
kepada

khalayak

adalah

lembaga

media

massa

itu

sendiri.

Artinya

komunikatornya bukan perorangan tetapi komunikator dalam komunikasi massa
itu adalah lembaga yang disebabkan elemen utama komunikasi massa itu adalah

Universitas Sumatera Utara

media massa. Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerjasama antar
beberapa orang.
Dengan demikian, komunikator dalam komunikasi massa memiliki ciri
sebagai berikut (Nurudin, 2003:19) :
1) Kumpulan individu-individu.
2) Dalam berkomunikasi individu terbatasinya perannya dengan sistem dalam
media massa.
3) Pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan bukan atas
nama pribadi unsur-unsur yang terlibat.
4) Apa yang dikemukakan oleh komunikator biasanya untuk mencapai
keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.
2.

Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen dikarenakan

komunikan tersebut beragam dan terdiri dari beberapa lapisan masyarakat yang
berbeda terlihat dari pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi,
punya jabatan yang beragam, punya agama atau kepercayaan yang tidak sama
pula.
Herbert

Blumer

pernah

memberikan

ciri

tentang

karakteristik

audience/komunikan sebagai berikut (Nurudin,2003:20) ;
1) Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen artinya ia
mempunyai heterogenitas komposisi atau sususan. Jika ditinjau dari
asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.
2) Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain.
Disamping itu, antar individu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara
berlangsung.
3) Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.
3.

Pesannya Bersifat Umum
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu

ditujukan untuk semua orang. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada
khalayak plural sehingga pesan yang disampaikan bersifat umum tidak boleh

Universitas Sumatera Utara

bersifat khusus, dimana khusus maksudnya pesan tidak disengaja untuk golongan
tertentu.
Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun
tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi disekitar kita dapat dimuat dalam
media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apa pun harus
memenuhi kriteria penting sekaligus menarik bagi sebagian besar komunikan.
Dengan demikian, kriteria pesan yang penting dan menarik itu mempunyai ukuran
tersendiri yakni bagi sebagian besar komunikan.
4.

Komunikasinya Berlangsung satu arah.
Komunikasi massa itu adalah komunikasi dengan menggunakan media

massa sehingga karena menggunakan media massa maka komunikator dan
komunikannya tidak dapat melakukan kontak secara langsung. Komunikator
selalu aktif menyampaikan informasi ataupun pesan sedangkan komunikannya
pun aktif dalam menerima pesan, tetapi diantara keduanya tidak dapat melakukan
kontak secara langsung seperti halnya komunikasi antar personal.
5.

Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan.
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya

adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak
dan tidak terbatas. Dengan massa yang relatif banyak maka komunikasi dalam
proses penyebaran pesan-pesannya dilakukan secara serempak. Serempak disini
memiliki arti khalayak bisa menikmati media massa dan memperoleh pesan
tersebut hampir bersamaan. Pastinya bersamaan yang dimaksud bersifat relatif. Ini
hanyalah masalah teknik semata,
Menurut Effendy (Ardianto & Erdinaya, 2004:10) menjelaskan bahwa
keserempakan media massa itu merupakan keserempakan kontak dengan sejumlah
besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator dan penduduk tersebut
satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Walaupun demikian harapan
komunikator dalam komunikasi massa, pesan atau informasi itu tetap ingin
dinikmati secara bersamaan oleh para pembacanya. Tidak terkecuali bahwa pesan
itu disebar dan didistribusikan oleh media secara bersamaan. Hanya karena jarak

Universitas Sumatera Utara

dan jangkuan media terhadap wilayah saja yang berbeda memungkinkan
perbedaan dalam penerimaan media.

2.3.1.2 Fungsi Komunikasi Massa
Ada banyak pendapat yang dikemukakan untuk mengupas apa fungsifungsi komunikasi massa. Sama dengan defenisi komunikasi massa, fungsi
komunikasi massa juga mempunyai latar belakang dan tujuan yang berbeda satu
sama lain. Meskipun satu pendapat dengan pendapat lain berbeda, tetapi inti dari
yang ingin disampaikan mereka bisa jadi sama.
Dalam membicarakan fungsi-fungsi komunikasi massa, ada satu hal yang
perlu disepakati terlebih dahulu. Hal tersebut adalah komunikasi massa itu sendiri
berarti komunikasi lewat media massa. Ini berarti, komunikasi massa tidak akan
ditemukan maknanya tanpa menyertakan media massa sebagai elemen terpenting
dalam komunikasi massa. Sebab, tak ada komunikasi massa tanpa media massa.
Alasan inilah yang mendasari mengapa ketika kita memperbincangkan fungsi
komunikasi massa sekaligus membicarakan fungsi media massa pula.
Dalam (Wiryanto, 2000:10), Wilbur Schramm menyatakan komunikasi
massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Komunikasi massa
mendecode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya
bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek dari hiburan.
Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang di-decode sehingga dapat
mengambil kebijakan efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu
anggota-anggota masyarakat menikmati hidup. Komunikasi massa juga mengencode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta
menyampaikan kebudayaan baru kepada anggota-anggota masyarakat. Peluang ini
dimungkinkan karena komunikasi massa mempunyai kemampuan memperluas
pandangan, pendengaran dalam jarak yang hampir tidak terbatas dan dapat
melipatgandakan suara dan kata-kata secara luas.
Tidak hanya Schramm, Harold D laswell juga menyebutkan fungsi-fungsi
komunikasi dan pada dasarnya pendapat mereka tidak lah berbeda, fungsi
komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :
a.

Surveillance of the environment

Universitas Sumatera Utara

Fungsinya sebagai pengamatan lingkungan, yang oleh Schramm disebut
sebagai dengan decoder yang menjalankan fungsi The Watcher.
b.

Correlation of the parts of society in responding to the environment
Fungsinya menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai

dengan lingkungan. Schramm menamakan fungsi ini sebagai interpreter yang
melakukan fungsi The Forum.
c.

Transmission of the social heritage from one generation to the next
Fungsinya penerusan atau pewarisan sosial dari suatu generasi ke generasi

selanjutnya. Schramm menamakan fungsi ini sebagai encoder yang menjalankan
fungsi TheTeacher.
Tidak hanya Laswell saja, sebagai ahli komunikasi yang memberikan
pendapatnya tentang fungsi komunikasi, seorang ahli sosiologi, Charles R. Wright
memberikan 4 fungsi komunikasi massa yaitu :
1.

Surveillance
Menunjuk pada fungsi pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai

kejadian-kejadian dalam lingkungan, baik di luar maupun di dalam masyarakat.
Fungsi ini berhubungan dengan apa yang disebut Handling of News
2.

Correlation
Meliputi fungsi interpretasi pesan yang menyangkut lingkungan dan

tingkah laku tertentu dalam mereaksi kejadian-kejadian. Untuk sebagian, fungsi
ini diidentifikasikan sebagai fungsi editorial atau propaganda.
3.

Transmission
Menunjuk pada fungsi mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai dan

norma-norma sosial budaya dari satu generasi ke generasi yang lain atau dari
anggota-anggota suatu

masyarakat

kepada

pendatang baru.

Fungsi

ini

diidentifikasikan sebagai fungsi pendidikan.
4.

Entertainment
Menunjuk pada kegiatan-kegiatan komunikatif yang dimaksudkan untuk

memberikan hiburan tanpa mengharapkan efek-efek tertentu (Wiryanto, 2000:1012).
2.3.1.3 Bentuk-bentuk Media Massa

Universitas Sumatera Utara

Menurut Ardianto, Komala, dan Karlinah (dalam Komunikasi Massa Suatu
Pengantar Edisi Revisi, 2009:103) media massa pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak
yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan
majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa
adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet). Masing-masing media
massa tersebut memiliki ciri khasnya sendiri, berikut penjelasan dari masingmasing bentuk media massa :
1.

Surat Kabar
Surat kabar atau yang lebih dikenal dengan koran adalah media massa

utama bagi orang untuk memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada
sumber berita yang bisa menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita koran.
Hal ini memperkuat popularitas dan pengaruh koran. (Vivian, 2008:71)
John Vivian dalam Teori Komunikasi Massa (2008:71-72) mengatakan
bahwa di sebagian besar komunitas, koran meliput berita secara lebih mendalam
ketimbang media saingannya. Koran metropolitan seperti Washington Post
biasanya memuat 300 item dan lebih banyak pada hari Minggu – lebih banyak
ketimbang acara televisi dan radio, serta lebih luas cakupannya. Koran
mengandung isi yang amat beragam – berita, saran, komik, opini, teka-teki silang
dan data. Semuanya ada untuk dibaca sekehendak hati.
2.

Majalah
Menurut John Vivian (2008:109) majalah adalah medium yang pervasif.

Majalah bukan hanya untuk kalangan atas. Banyak majalah yang diterbitkan
untuk kalangan bawah, yang berarti bahwa peran medium majalah dalam
masyarakat melintasi hampir seluruh lapisan masyarakat. Bahkan orang yang buta
huruf dapat memperoleh kesenangan dan manfaat dari majalah yang umumnya
banyak memuat gambar dan berwarna. Majalah mampu mengungguli media lain
dengan inovasi yang signifikan dalam jurnalisme, advertising dan sirkulasi.
Inovasi itu mencakup laporan investigasi, profil tokoh secara lengkap dan foto
jurnalisme.
3.

Radio Siaran

Universitas Sumatera Utara

Ardianto, Komala dan Karlinah (Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
2009:123) mengatakan radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat
luwes. Selama hampir satu abad lebih keberadaannya, radio siaran telah berhasil
mengatasi persaingan keras dengan bioskop, rekaman kaset, televisi, televisi
kabel, electronic games dan personal casset players. Radio telah beradaptasi
dengan

perubahan

dunia,

dengan

mengembangkan

hubungan

saling

menguntungkan dan melengkapi dengan media lainnya.
Keunggulan dari radio siaran adalah berada dimana saja: ditempat tidur
(ketika orang akan tidur atau bangun tidur, di dapur, di dalam mobil, di kantor, di
jalanan, di pantai dan berbagai tempat lainnya). Radio memiliki kemampuan
menjual bagi pengiklan yang produknya dirancang khusus untuk khalayak
tertentu.
4.

Televisi
Dalam Komunikasi Massa Suatu Pengantar (2009:134) di katakan bahwa

dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada
kehidupan manusia. 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya.
Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita dan iklan. Mereka menghabiskan
waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari.
Melalui buku John Vivian (2008:226) dikatakan bahwa pada tahun 1981
Ted Turner pernah memprediksi bahwa era koran akan berakhir dalam waktu 10
tahun, namun sampai muncul media televisi koran masih tetap ada. Turner terlalu
melebih-lebihkan dampak televisi, tetapi dia benar ketika menyatakan bahwa
televisi terus merebut pembaca dan pengiklan dari koran, dan juga dari media
massa lainnya.
5.

Internet
Internet muncul sebagai medium massa besar kedelapan dengan banyak

isi, terutama melalui web coding, yang melebihi media tradisional dalam banyak
hal (Vivian, 2008:262). Dalam bukunya, Vivian (2008:262) menjelaskan bahwa
internet muncul di pertengahan 1990-an sebagai medium massa baru yang amat
kuat. Internet adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menghubungkan
komputer. Hampir semua orang di planet ini yang memiliki komputer bisa masuk

Universitas Sumatera Utara

ke jaringan. Dengan beberapa kali mengklik tombol mouse kita akan masuk ke
lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia.

6.

Film
Dalam Teori Komunikasi Massa (Vivian, 2008:159-160) dikatakan bahwa

pengalaman menonton film di ruang gelap telah dinikmati orang sejak masa awal
munculnya medium ini. Ini adalah pengalaman hebat, yang membuat film
memiliki kekuatan spesial dalam membentuk nilai-nilai kultural.
Film bisa membuat orang tertahan, setidaknya saat mereka menontonnya,
secara lebih intens ketimbang medium lainnya. Film adalah bagian kehidupan
sehari-hari kita dalam banyak hal. Bahkan cara kita bicara sangat dipengaruhi oleh
metafora film.
Dari beberapa bentuk media massa yang telah dijabarkan di atas,
selanjutnya peneliti akan lebih memfokuskan pada bentuk media massa yaitu film
sesuai dengan objek penelitian ini.
2.3.2 Film Sebagai Media Massa
Gambar bergerak atau sering juga disebut film adalah bentuk dominan dari
komunikasi visual di belahan dunia ini. Film lebih dahulu menjadi media hiburan
dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi
aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an
(Ardianto, Komala, Karlinah, 2009:143).
Dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2009 tentang perfilman pada Bab 1
Pasal 1 menyatakan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan
pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah
sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Film merupakan
kajian yang sangat relevan dengan analisis struktural atau semiotika. Menurut Van
Zoest (Sobur,2004:128) mengatakan bahwa film dibangun dengan tanda-tanda.
Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik
untuk mencapai efek yang diharapkan. Hal yang sangat penting dalam film adalah

Universitas Sumatera Utara

gambar dan suara dimana kata yang diucapkan ditambah dengan suara-suara lain
yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film.
Film adalah bagian dari media komunikasi dalam bentuk elektronik dan
merupakan sebuah teknologi baru. Film hampir menjadi media massa yang
sesungguhnya dalam artian film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar
dan cepat sehingga film memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat potensial
dalam mempengaruhi khalayak. Sudah banyak ahli melakukan penilitian untuk
melihat dampak film yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan hasilnya
menunjukkan bahwa film dan masyarakat dipahami secara linear. Artinya, film
sangat berperan penting untuk mempengaruhi dan membentuk masyarakat
berdasarkan muatan pesan (message).
Film merupakan suatu media yang mempunyai peranan penting dalam
menyampaikan pesan dan pengaruhnya sangat kuat terhadap masyarakat. Zaman
modern ini, masyarakat sangat ketagihan akan alur cerita maupun visualisasi
yang ditampilkan. Banyak khalayak datang ke bioskop hanya untuk sekedar
menonton film yang menjadi favoritnya dan yang selama ini ditunggu-tunggu
sehingga tujuan khalayak menonton film ingin memperoleh hiburan. Tidak hanya
hiburan saja, film juga hadir untuk menyampaikan pesan-pesan yang bersifat
informatif, edukatif bahkan persuasif.
Menurut McQuail (1987) dalam (Jurnal Representasi Feminisme dalam
film sex and the city 2), film sebagai bentuk media massa memilki ide dasar
mengenai tujuan media dalam masyarakat
1.

Informasi
a.

Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat
dan dunia

b.

Menunjukkan hubungan kekuasaan.

c.

Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan.

2.

Korelasi
a.

Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi.

b.

Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan.

c.

Melakukan sosialisasi.

d.

Mengkoordinasi beberapa kegiatan.

Universitas Sumatera Utara

e.

Membentuk kesepakatan.

f.

Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif.

3.

Kesinambungan
a.

Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan
khusus (subcultural) serta perkembangan budaya baru.

b.
4.

5.

Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
Hiburan

a.

Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi.

b.

Meredakan ketegangan sosial.
Mobilisasi

a. Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang,
pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala dalam bidang agama,
seni dan budaya.
2.3.2.1 Jenis-jenis Film
Dalam (Vera, 2014:95), pada dasarnya film dibedakan menjadi dua jenis
utama yaitu
1.

Film Fiksi
Film Fiksi sering juga disebut sebagai film cerita. Film fiksi atau film

cerita dibuat berdasarkan kisah fiktif. Film ini dibagi menjadi dua yaitu film cerita
pendek dan film cerita panjang. Film cerita pendek berdurasi dibawah 60 menit
dan film cerita panjang berdurasi 90-100 menit, ada juga film yang berdurasi
sampai 120 menit. Film fiksi atau film cerita memiliki banyak genre yaitu film
drama, film laga (action), film komedi, film horor, film animasi, film science
fiction, film musikal, dan film kartun.
2.

Film Non Fiksi
Film Non Fiksi disebut juga dengan film non cerita. Film dokumenter

merupakan contoh dari film non fiksi. Film dokumenter yaitu film yang
menampilkan dokumentasi sebuah kejadian baik alam, flora, fauna ataupun
manusia.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, Erdiyanto dan Erdiyana menyatakan bahwa penting sekali
mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan
karakteristiknya. Sehingga

dalam (Erdiyanto & Erdiyana, 2004:138) yang

menjadi jenis-jenis film adalah sebagai berikut
1.

Film Cerita
Jenis film ini adalah film yang mengandung suatu cerita yang lazim

dipertunjukkan di gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini menjadi
film dagangan. Tema yang diangkat menjadi topik dalam jenis film ini bisa
berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi sehingga ada
unsur menarik dari segi jalan cerita ataupun gambar yang dipertontonkan
2.

Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang

benar-benar terjadi. Film yang disajikan kepada publik megandung nilai berita
(news value) oleh karena itu sifatnya adalah berita. Film berita ini dapat langsung
direkam dengan suaranya atau film beritanya bisu tetapi pembaca berita yang
membacakan narasi.
3.

Film Dokumenter
Film ini berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan.

Film dokumenter merupakan hasil interpretasi pembuat film mengenai kenyataan
tersebut. Film jenis ini biasanya menyajikan hal-hal yang berhubungan dengan
peristiwa, tokoh-tokoh atau biografi dan lokasi-lokasi yang nyata. Cara
pengemasan jenis film ini sangat sederhana agar penonton mudah untuk
memahami isi dari film tersebut
4.

Film Kartun
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian

besar film kartun akan membuat para penonton tertawa karena film kartun sering
sekali menampilkan kelucuan-kelucuan dari tokoh pemainnya. Tidak jarang juga
film kartun memunculkan perasaan iba pada penontonnya karena penderitaan
yang dialami tokohnya. Namun ada juga film kartun yang mengandung pesan-

Universitas Sumatera Utara

pesan pendidikan yang menunjukkan tokoh jahat dan baik dan pada akhirnya
tokoh baiklah yang menang.

2.3.2.2 Genre Film
Selain Jenisnya, Film dapat diklasifikasikan berdasarkan genre. Istilah
genre berasal dari bahasa Prancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Menurut
Pratista (2008) dalam (Jurnal Representasi Feminisme dalam film sex and the city
2) di dalam film, genre diartikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok
film yang memiliki karakter atau pola yang sama (khas) seperti setting, isi, dan
subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon,
mood, serta karakter. Sedangkan fungsi utama dari genre adalah membantu kita
memilah-milah atau mengklasifikasikan film-film yang ada sehingga lebih mudah
untuk mengenalinya
Genre adalah klasifikasi tertentu pada sebuah film yang memiliki ciri
tertentu, dalam film fiksi maupun film cerita antara lain, sebagai berikut : (Vera,
2014:95-96)
1.

Film drama

2.

Film laga (action)

3.

Film komedi

4.

Film animasi

5.

Film science fiction

6.

Film musical

7.

Film kartun

2.3.2.3 Karakteristik Film
Begitu banyak media yang dijadikan sebagai alat untuk penyampaian
pesan kepada khalayak, salah satunya adalah film. Film merupakan salah satu
media yang sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk
membedakannya dengan media lain, para ahli mencoba untuk menjelaskan faktorfaktor yang menunjukkan karakteristik film, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1.

Layar yang lebar/luas
Media yang hampir sama dengan film adalah televisi, sehingga dalam hal

layar film dan televisi sama-sama menggunakannya, tetapi hal yang membedakan
diantara keduanya adalah media film menggunakan layar yang berukuran luas.
Walaupun di era modern ini televisi juga dapat menggunakan layar yang luas
tetapi itu hanya digunakan pada waktu khusus saja. Layar film memberikan
keleluasaan bagi penontonnya untuk melihat adegan yang ditunjukkan dalam film
2.

Pengambilan Gambar
Seperti sudah dijelaskan bahwa film mempunyai layar yang lebar dan luas,

hal ini berdampak dalam pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop harus
dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot yaitu pengambilan
pemandangan menyeluruh. Shot dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana
sesungguhnya, sehingga film semakin terlihat menarik. Panoramic shot dilakukan
untuk memberikan suguhan gambaran yang sangat baik dan cukup tentang daerah
yang dijadikan lokasi film.
3.

Konsentrasi Penuh
Bioskop merupakan tempat pertama kali dalam penayangan film-film yang

baru diluncurkan. Dalam tempat ini, penonton akan terbebas dari keramaian dan
hiruk pikuk karena ruangan yang kedap suara. Layar merupakan satu-satunya
tujuan dari mata para penonton sehingga konsentrasi penonton yang sepenuhnya
terhadap film membuat penonton akan terbawa suasana dalam alur cerita.
4.

Identifikasi Psikologis
Pengaruh film terhadap keadaan psikologis penonton tidak hanya terjadi

ketika penonton menikmati film tersebut dalam bioskop atau tidak hanya selama
penonton duduk dan menonton film, tetapi pengaruh film ini akan terjadi dalam
waktu yang cukup lama, misalnya perilaku imitasi seperti cara berpakaian
maupun model rambut. Perilaku imitasi ini akan banyak dilakukan oleh anak-anak
dan generasi muda, walaupun terkadang orang dewasa juga ada yang melakukan
perilaku ini.
2.3.3 Teknik Pengambilan Gambar

Universitas Sumatera Utara

Pengambilan gambar adalah tahapan terpenting di dalam proses produksi.
Film memiliki dua elemen, yaitu audio dan visual. Sehingga tidak dapat
dipungkiri jika kamera sebagai alat untuk menyajikan elemen visual kepada
penonton memiliki peranan yang penting dalam penyampaian pesan. Juru kamera
atau biasa disebut juga kameramen haruslah benar-benar paham, mengerti dan
tahu mutu gambar yang baik dan mampu membuat gambar sesuai tuntutan alur
cerita.
Seorang juru kamera harus memahami berbagai hal yang berkaitan dengan
mutu gambar, diantaranya mampu membuat gambar dengan komposisi yang baik,
paham berbagai teori tata cahaya, tata suara dan editing. Beberapa pengetahuan
mutlak harus dikuasai juru kamera diantaranya ukuran shot, pergerakan gambar
dan camera angel.
2.3.3.1 Camera Angel
Meletakkan lensa kamera pada sudut pandang pengambilan gambar yang
tepat

dan

mempunyai

motivasi

tertentu

untuk

membentuk

kedalaman

gambar/dimensi dan menentukan titik pandang penonton dalam menyaksikan
suatu adegan dan membangun kesan psikologis gambar, seperti :
1.

High angel (HA), pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi kamera
diatas objek/garis mata. Kesan psikologis yang ingin disampaikan objek
tampak seperti tertekan.

2.

Eye Level (normal), pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi kamera
sejajar dengan garis mata objek yang dituju. Kesan psikologis yang
disajikan adalah kewajaran, kesetaraan atau sederajat.

3.

Low Angel (LA), pengambilan gambar dengan meletakkan tinggi kamera di
bawah objek atau di bawah garis mata orang. Kesan psikologis yang ingin
disajikan adalah objek tampak berwibawa.

2.3.3.2 Ukuran Gambar
Ukuran gambar biasanya dimulai dari tampak yang paling besar hingga
ukuran yang paling kecil, dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu close up, medium

Universitas Sumatera Utara

shot, dan long shot. Walaupun demikian, dari ketiga ukuran gambar tersebut,
masih terdapat rincian yang akan dijabarkan sebagai berikut :
1.

Extreme Long Shot (ELS). Ukuran gambar ELS merupakan kekuatan yang
ingin menetapkan suatu (peristiwa, pemandangan) yang sangat-sangat jauh,
panjang, dan luas berdimensi lebar. ELS biasa digunakan untuk komposisi
gambar indah pada sebuah panorama.

2.

Very Long Shot. Gambar-gambar opening scene dan bridging scene dimana
penonton divisualkan adegan kolosal, kota metropolitan, dan sebagainya.
Posisi kamera diletakkan beragam seperti top angle dari helikopter,
menggunakan crane atau jimmy jib.

3.

Long Shot (LS). Keseluruhan gambaran dari pokok materi dilihat dari
kepala ke kaki atau gambar manusia seutuhnya.

4.

Medium Long Shot (MLS). Setelah gambar LS ditarik garis imajiner lalu dizooming sehingga lebih padat, maka masuk ke medium long shot. Angle
MLS sering dipakai untuk memperkaya keindahan gambar.

5.

Medium Shot (MS). Gambar diambil dari pinggul pokok materi sampai pada
kepala pokok materi. Ukuran MS biasa digunakan sebagai komposisi
gambar terbaik untuk wawancara.

6.

Middle Close Up (MCU). Dari dada pokok materi sampai puncak kepala.
MS dapat dikategorikan sebagai komposisi “potret setengah badan” dengan
keleluasaan background yang masih bisa dinikmati.

7.

Close Up (CU). Meliputi wajah yang keseluruhan dari pokok materi. CU
fokus kepada wajah, digunakan sebagai komposisi gambar yang paling baik
untuk menggambarkan emosi atau reaksi seseorang.

8.

Big Close Up (BCU). Lebih tajam dari CU, yang mampu mengungkapkan
kedalaman pandangan mata, kebencian raut muka, dan emosional wajah.

9.

Extreme Close Up (ECU). Kekuatan ECU pada kedekatan dan ketajaman
yang hanya fokus pada satu objek. Paling sering digunakan untuk
memperhebat emosi dari suatu pertunjukkan musik atau situasi yang
dramatis.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Konstruksi Realitas Sosial
Dalam pandangan paradigma defensi sosial, realitas adalah hasil ciptaan
manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di
sekelilingnya. Awalnya konstruksi ini berasal dari filsafat konstruktivisme yang
semuanya dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Dalam (Bungin
2008:11), realitas menurut paradigma konstruktivis adalah konstruksi sosial yang
diciptakan oleh individu, walau demikian, kebenaran suatu realitas sosial
mempunyai sifat nisbi yang berlaku secara spresifik dan haruslah relevan oleh
pelaku sosial.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann memperkenalkan istilah konstruksi
sosial atas realitas ( social construction of reality ) melalui tulisan-tulisan mereka.
Kedua ahli sosiologi ini menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan
interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas
yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2007:189).
Penjelasan yang dinyatakan oleh Berger dan Luckmann dalam (Bungin,
2007:191) atas realitas sosial dimulai dengan memisahkan pemahaman antara
kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat
didalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung
kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefenisikan sebagai
kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spresifik.
Pengetahuan yang dimaksud adalah realitas sosial masyarakat.
Realitas sosial tersebut adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang
hidup dan berkembang di masyarakat dan pengetahuan adalah konstruksi dari
individu yang mengetahui dan hal tersebut tidak dapat ditransfer kepada individu
yang pasif. Karena konstruksi tersebut dilakukan oleh dirinya sendiri terhadap
pengetahuan itu dan lingkungan hanyalah media bagi terjadinya konstruksi
tersebut.
Segala bentuk realitas sosial termasuk isi media merupakan realitas yang
sengaja dikonstruksi. Dalam (Wibowo, 2013;152), Berger dan Luckman
menjelaskan bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah
melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial

Universitas Sumatera Utara

terlihat nyata secara objektif. Namun pada kenyataannya semua dibangun dalam
defenisi sebjektif melalui proses interaksi.
Berdasarkan penjelasan di atas, hal-hal yang terdapat dalam institusi
masyarakat sengaja dibangun oleh masyarakat itu sendiri melalui suatu interaksi.
Semua interaksi itu dilakukan berdasarkan defenisi subjektif dari setiap anggota
masyarakat yang selanjutnya ditegaskan secara berulang-ulang dan menjadi suatu
nilai objektif bagi masyarakat.
Realitas sosial dibagi menjadi tiga macam realitas menurut Berger dan
Luckmann ( Bungin, 2007;192 ) yaitu :
1.

Realitas Objektif yaitu realitas yang dibentuk dari pengalaman di dunia
objektif yang berada di luar diri individu dan realitas ini dianggap kenyataan.

2.

Realitas Simbolis yaitu ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai
bentuk.

3.

Realitas Subjektif yaitu realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan
kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses
internalisasi.
Realitas sosial ini juga terbentuk dalam 3 tahap yaitu eksternalisasi,

objektivasi dan internalisasi. Proses ekternalisasi adalah penyesuaian diri dengan
dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Objektivasi yaitu interaksi sosial
dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses
institusional. Internalisasi adalah individu mengidentifikasikan diri dengan
lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi
anggotanya. Ketiga tahap ini menghasilkan suatu konstruksi kenyataan sosial
yang merupakan hasil ciptaan manusia.
Realitas sosial itu ‘ada’ dapat dilihat dari subjektivitas ‘ada’ itu sendiri,
dan dunia objektivitas di sekeliling realitas sosial itu. Setiap individu tidak hanya
dilihat dari kediriannya, tetapi mereka juga dapat dilihat dari mana ‘kedirian’
tersebut berada, bagaimana individu tersebut menerima dan mengaktualisasikan
diri individu tersebut serta seperti apa lingkungan menerimanya. Sehingga
konstruksi sosial sangat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas sosial
itu. Oleh karena itu, kesadaran merupakan hal yang paling penting dalam
konstruksi sosial.

Universitas Sumatera Utara

Pada akhirnya, realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran
individu, baik didalam maupun diluar realitas tersebur. Realitas sosial itu
memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara
subjektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.
Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan merekonstruksikannya dalam dunia
realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam
institusi sosialnya.
Menurut Sauusure, persepsi dan pandangan kita tentang sebuah realitas
akan dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam
konteks sosial. Menurut Paul Watson, pendiri Greenpeace, kebenaran yang dianut
oleh media massa bukanlah sebuah kebenaran yang sejati, tetapi sesuatu yang
dianggap masyarakat sebagai sebuah kebenaran. (Sobur, 2004:87)
Pada dasarnya, Isi media merupakan hasil para pekerja media
mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Isi media pada hakikatnya
adalah hasil dari konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasar.
Bahasa tidak hanya saja sebagai alat merepresentasikan sebuah realitas namun
juga bahasa dapat menentukan relif seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa
tentang realitas. Oleh karena itu, media massa mempunyai sebuah peluang yang
sangat besar dalam mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari
realitas yang dikonstruksikannya.
Penggunaan bahasa tertentu sangat jelas berimplikasi terhadap kehadiran
makna tertentu. Setiap pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas akan turut
menentukan bentuk sebuah konstruksi realitas yang sekaligus akan menentukan
makna yang akan muncul dari bahasa itu sendiri. Hamad mengatakan bahwa
bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi dapat pula
menciptakan sebuah realitas. Bahasa merupakan sebuah unsur utama dalam
sebuah konstruksi realitas dan merupakan instrumen pokok dalam menceritakan
sebuah realitas (Sobur, 2004:90).
2.3.4.1 Film Sebagai Konstruksi Realitas
Tema tunggal tampaknya telah mempedomani berbagai isi media adalah
hubungan isi media dengan realitas sosial. Tidak terkecuali dengan film. Film

Universitas Sumatera Utara

merupakan sebuah teknologi baru yang lahir pada akhir abad kesembilan belas.
Film menjadi fenomena yang sangat berkembang dengan pesatnya dan semakin
tidak terprediksi. Film mempunyai peran sebagai sarana baru yang dipakai dalam
penyebaran informasi, hiburan serta digunakan dalam penyajian cerita kepada
masyarakat umum.
Terdapat kebiasaan yang lazim untuk mengenali tuntutan realitas atau
potensi isi dan harapan tertinggi tentang sebuah kebenaran realitas sangat melekat
pada berita dan informasi. Seperangkat isi dalam sebuah film umumnya
dipandang sebagai fantasi atau abstraksi yang selalu dikaitkan dengan harapan
audiensnya. Dalam sebuah film, dapat ditemukan kisah fiksi ilmiah, adikodrati
(hal-hal gaib) serta dongeng maupun horor yang ditampilkan dengan beberapa
bentuk abstrak seperti musik dan tarian. Standar penimbangan itu tidak hanya
digunakan secara luas tetapi bahwa kesimpulan berulang dari kebanyakan studi
beragam tentang isi, dalam posisi apapun disepanjang kontinum harapan realitas
adalah bahwa isi daripada film menyimpang jauh dari realitas. Sebagian besar isi
yang ditampilkan sebuah film bersifat fiktif dan khayalan. Dalam film, lokasi
yang digambarkan dalam kisah fiksi terdapat bias ke beberapa negara dan tempat
yang disenangi khususnya amerika serikat, eropa barat dan berbagai kota
internasional yang terkemuka.
Film cenderung mengandung stereotip tentang minoritas dan kelompok
luar seperti kaum perempuan, militan buruh dan orang-orang miskin. Salah
satunya adalah film yang merupakan produk media yang dituding mengkonstruksi
realitas perempuan sebagai yang “rendah diri” atau “cengeng”. Film terbukti
mampu membentuk dan menghadirkan sosok perempuan yang dikonstruksikan
sebagai pekerjaan yang lekat dengan wilayah domestik seperti menjadi
resepsionis, sekretaris, gadis dengan pekerjaan sambilan, gadis yang disokong dan
lain-lain. Perempuan juga ditindas dengan diperankan sebagai citra negatif seperti
objek seks, korban, atau perempuan penggoda laki-laki. Film dalam kontennya
cenderung memberikan dan menyediakan banyak tentang dongeng tentang situasi
dan perilaku, karena alasan yang sama cenderung merupakan kebenaran historis
dan manusiawi tertentu. Film juga, dalam pemilihan peristiwa lebih