Pengukuran Loyalitas Pelanggan Pada Produk-Produk Brand Indonesia Dengan Metode Net Promoter Score Pada Generasi C (Youth)

14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Uraian Teoritis
2.2.1 Generasi C
Generation C atau gen C merupakan kaum muda masa kini yang ciri
khasnya connected, creative, communicating, content-centric, computerized,
community-oriented, always clicking dan creating change. Tak hanya hobi
mengulik teknologi digital, seringkali mereka juga menghasilkan karya yang
terkenal bahkan hingga ke mancanegara.
Generasi C, adalah mereka yang selalu connected, communicating,
content-centric, computerized, community-oriented, dan always-clicking. Mereka
cenderung tidak loyal kepada perusahaan, mudah berpindah-pindah kerja, dan
senang berkomunitas. Ini adalah generasi yang lahir di sekitar tahun 1990 dan
remaja di tahun 2000-an. Secara tipologi, mungkin generasi C adalah subgenerasi Y yang memiliki kedekatan dengan teknologi dan media sosial lebih
tinggi dari anggota generasi Y lainnya.

Customer dari generasi C akan lebih banyak menggunakan Internet dan
media sosial untuk berkomunikasi dengan perusahaan. Mereka fasih dan mahir
untuk berinteraksi melalui Facebook, menggunakan instant messenger, dan

mengandalkan komunikasi melalui dunia maya.

14
Universitas Sumatera Utara

15

Apa saja yang harus dipersiapkan untuk menghadapi generasi yang
samasekali berbeda ini? Sebagai manajer dan pimpinan perusahaan, tidak lagi
kita bisa menggunakan pendekatan yang klasik dan ortodoks untuk menangani
pelanggan dan karyawan yang berasal dari generasi C.

Setidaknya ada tiga

langkah yang bisa diambil untuk mengantisipasi hal ini: pertama, transformasi
model

kepemimpinan

menjadi open


leadership. Kedua,

mengembangkan

organisasi menjadi sebuah social organization; ketiga, membudayakan inovasi.

Sebuah survei dilakukan SurveyOne terhadap remaja yang salah satunya
mengenai kegiatan sehari-hari mereka menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden meluangkan waktunya untuk mengakses internet.. Untuk kategori
responden

anak

remaja,

semuanya

merasakan


tiada

hari

tanpa online.

Kegiatan online ini dilakukan baik melalui warnet ataupun ponsel. Dengan
demikian, mereka semua mengaku kalau akses internet itu kebanyakan
dipergunakan untuk Facebook dan chatting. Gen C juga bisa identik dengan
“partial attention”. Mereka sudah tidak bisa lagi memusatkan perhatian pada satu
media. Namun, pemusatan terhadap televisi, radio, berita, game, internet, mereka
lakukan dalam satu waktu.
Data tersebut di atas memang merupakan gambaran tren perilaku
masyarakat sekarang terhadap dampak kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Internet adalah media yang secara konsisten terus tumbuh signifikan
dari tahun ke tahun. Data yang dirilis oleh The Nielsen Company Indonesia dalam
Nielsen Marketing Media Presentation 2009, menunjukkan bahwa pada tahun

Universitas Sumatera Utara


16

2009 penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 17 persen dari penduduk
Indonesia, atau meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2005 lalu.
Di samping jumlah yang terus meningkat, frekuensi akses internet juga
semakin sering. Tiada hari tanpa online, itulah yang dirasakan oleh pengguna
internet sekarang. Selain sering, mereka juga lebih lama menghabiskan waktu
untuk internet, dibanding periode tahun sebelumnya. Tercatat sekitar 30 persen
pengguna internet yang berusia 15 tahun ke atas menghabiskan waktunya lebih
dari dua jam untuk mengakses internet. Lebih lanjut, presentasi tersebut juga
menunjukkan bahwa saat ini terdapat 7 persen dari pengguna internet yang
mengakses internet melalui ponsel—naik 4 persen dari tahun lalu.
Sejak ada internet, perilaku masyarakat dalam mengonsumsi media jadi
berubah. Pengguna radio yang tadinya mengonsumsi musik lewat radio, beralih ke
internet untuk mendengarkan musik, sekaligus bisa men-download lagu
ataupun music video. Para pengonsumsi media cetak seperti koran, juga sudah
mulai banyak yang beralih ke internet, karena mereka bisa mengakses berita
dengan lebih cepat. Tak ayal, jumlah pengguna koran pun turun dratis sejak tahun
2005 hingga sekarang. Di lain pihak, jumlah pengakses berita melalui internet
tumbuh 25 persen.

Dengan tumbuhnya Gen C, media telah mengalami evolusi dari mass
media menjadi social media. Kinisocial media telah menjadi tren di internet. Dari
Facebook, Twitter, dan berbagai jenis social media lainnya. Perkembangan social
media yang begitu pesat tidak pelak membuat para marketer mutlak harus
menyesuaikan strategi pemasarannya. Banyak kesempatan yang bisa diperoleh

Universitas Sumatera Utara

17

melalui social media. Antara lain, media ini bisa dipakai untuk berpromosi,
karena banyak orang yang ada di dalamnya. Lagi pula, biaya promosi lewat media
internet lebih murah ketimbang media lain.
Nielsen juga menengarai adanya potensi yang besar untuk bisa digarap
dalam bisnis 3 screen (tiga layar: layar TV, layar komputer dan layar ponsel). Ini
menunjukkan bahwa dalam tren perkembangan media sekarang telah terjadi
konvergensi antara TV, internet dan mobile phone. Artinya, para remaja tidak
hanya memusatkan perhatian pada TV, tetapi juga memusatkan perhatian pada
internet dan mobile phone dalam waktu yang bersamaan. Meski telah terjadi
konvergensi antar tiga media, namun sampai saat ini TV masih menjadi media

utama.
Hasil riset dari Nielsen menunjukkan penetrasi TV di Indonesia telah
mencapai 94 persen dari jumlah penduduk. Sementara penetrasi ponsel mencapai
48 persen, sedang internet mencatat 17 persen. Setiap harinya TV ditonton hingga
rata-rata tiga jam lebih. Sementara dalam sekali akses internet, rata-rata berdurasi
dua jam lebih. Kemudian, untuk sekali pemakaian ponsel dihabiskan waktu ratarata setengah jam.
Gen C adalah kekuatan baru yang kuat dalam budaya dan
perdagangan. Enam puluh lima persen berada di bawah 35 tetapi mereka span
generasi, diberdayakan oleh teknologi untuk mencari konten otentik bahwa
mereka mengkonsumsi di semua platform dan semua layar, kapanpun dan
dimanapun mereka inginkan. Mereka bisa sulit dijangkau dengan media
tradisional - tidak ada satu ukuran cocok untuk semua solusi di sini - tapi merek

Universitas Sumatera Utara

18

yang meluangkan waktu untuk memahami mereka dan benar terlibat dengan
mereka akan menemukan penonton bersedia dan berpengaruh.


Menjangkau konsumen digunakan untuk menjadi pekerjaan yang cukup
sederhana, namun teknologi telah mengubah semua itu. konsumsi media telah
terfragmentasi; perangkat mobile telah membawa konten ke dalam setiap saat
dalam hidup kita; dan media sosial telah hancur perbedaan lama antara penonton
dan pencipta.Untuk kelompok baru ini konsumen, internet tidak lagi duduk di
belakang layar komputer - itu cara mereka menjalani hidup mereka, dan itu sifat
kedua bagi mereka untuk terlibat dengan konten otentik di semua platform dan
semua layar, kapanpun dan dimanapun mereka inginkan.Mencapai ini konsumen
baru yang kuat adalah kerja keras, tetapi juga kesempatan besar untuk merek yang
benar-benar memahami mereka.

Mengapa mereka dikenal sebagai Gen C? Karena mereka berkembang
pada Connection, Community, Penciptaan dan Kurasi; mereka

terlibat

dan

mereka ingin suara mereka didengar. Mereka tidak generasi dalam arti tradisional
- sekitar 65% dari Gen C berada di bawah 35, tapi terlepas dari berapa usia

mereka, mereka semacam pakar yang membentuk opini dan pemikiran
memimpin. Sederhananya, Gen C bukan merupakan kekhasan dari kapan atau di
mana Anda dilahirkan; itu adalah cara hidup.

Gen C adalah unik karena mereka sangat terlibat, membuat keputusan
tujuan tentang cara mereka memilih untuk menjalani kehidupan mereka. Mereka
hidup dalam waktu sekarang, menghubungkan seluruh layar, sepanjang waktu,

Universitas Sumatera Utara

19

di mana-mana. 59% mengatakan internet adalah sumber utama hiburan dan 38%
beralih ke ponsel pertama mereka ketika mereka ingin dihibur, dengan 66%
menghabiskan jumlah waktu yang sama atau lebih banyak waktu menonton video
online dibandingkan dengan TV. Mereka tidak meninggalkan TV tradisional
melihat sama sekali, tapi mereka telah menambah dengan , 'suka', +1, komentar
dan retweets, yang semuanya menambah pengalaman menonton layar pertama..

Selalu dan selalu berinteraksi, 55% mengatakan mereka terhubung

dengan 100 orang atau lebih melalui situs sosial, sementara 15% yang terhubung
ke 500 + orang. Dan mereka senang untuk berinteraksi dengan merek juga, karena
Intel menemukan ketika serangkaian lima bulan selang waktu foto dan video di
YouTube. Intel berlabuh program ini dalam wawasan bahwa ada komunitas
terlibat membuat video time-lapse di YouTube, dan memanfaatkan komunitas ini
untuk menciptakan momentum dengan Gen C.

Tindakan menciptakan telah menjadi sifat kedua untuk Gen C, tapi
mereka selektif, hanya menambahkan sesuatu ketika mereka pikir itu relevan dan
mereka dapat memiliki dampak. Gen C memberikan kembali lebih dari yang
mereka ambil. Mereka kurator lahir alami, melepaskan dahaga mereka untuk
koneksi dengan mencari 'shareworthy' konten, termasuk konten dari pengiklan,
yang dapat mereka gunakan untuk memprovokasi reaksi dan memperkuat
hubungan emosional dalam komunitas mereka.

Gen C konsumen yang berkembang pada penciptaan, kurasi, koneksi,
dan masyarakat. Ketika merek menemukan cara yang tepat untuk melibatkan

Universitas Sumatera Utara


20

mereka, mereka dapat menjadi pemboros terbesar, pendukung paling vokal, dan
pembentuk opini paling berpengaruh. Singkatnya, mereka bisa menjadi pelanggan
terbaik Anda.

2.2.2 Pengertian Merek (Brand)
Merek (Brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap
kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik organisasi bisnis maupun nirlaba,
pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisai lokal, regional, global.
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, atau hurf-huruf, angka-angka, susunana atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pemebeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2011:3).
Sedangkan American Marketing Assosiation mendefenisikan merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semuanya,
yang dimaksudkan untuk mendefenisikan barang atau jasa penjual atau kelompok
penjual dan untuk mendifferensasikannya dari barang atau jasa pesaing (Kotler
dan Keller, 2009:258).
Suatu brand pada gilirannya member tanda pada konsumen mengenai

sumber produk tersebut. Di samping itu, brand melindungi, baik konsumen
maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk
yang tampak identik. Brand sebenarnya merupaka janji seorang penjual uantuk
secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada
pembeli. Brand terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, brand lebih

Universitas Sumatera Utara

21

sekedar simbol. Menurut Tjiptono (2011:40) sebuah merek lebih dari sekedar
produk. Produk adalah suatu yang produksi di pabrik, sedangkan produk adalah
suatu yang dibeli oleh konsumen.
Manfaat memberi Brand (Aaker, 2014:106) yaitu sebagai berikut:
1. Pertama dan terpenting, brand memberikan potensi untuk memiliki
inovasi karena brand merupakan indikator unik dari sumber penawaran.
Sebuah inovasi yang berhasil, dalam sebagian besar konteks, akan ditiru
atau seperti ditiru oleh perusahaan lain dan akibatnya diferensiasi akan
berumur pendek. Namun, para pesaing tidak dapat meniru sutu brand
yang telah dimiliki oleh suatu perusahaan.
2. Sebuah brand dapat menambah krediabilitas dan legitimasi dari sebuah
klaim. Branded differentiator secara khusus mengatakan manfaat itu
layak untuk diberi brand, dan sebuah organisasi mau berkomitmen untuk
menggunakan sumber-sumber demi menciptakan dan mengomunikasikan
sebuah brand. Pengamat secara naluriah percaya bahwa harus ada satu
alasan mengapa produk itu bermerek.
3. Adanya brand membuat komunikasi lebih efesien, lebih mungkin
dilaksanakan, dan lebih mudah diingat. Para pelanggan mungkin
mengalami kesulitan untuk mengenali nilai dari sebuah inovasi, terutama
bila inovasi itu agak rumit dan rilis ditengah-tengah kebingungan dan
kekacauan yang diciptakan para pesaing serta pasar. Tindakan memberi
nama untuk sebuah inovasi dapat membantu menyediakan sarana untuk
meringkas begitu banyak informasi.

Universitas Sumatera Utara

22

Kevin Keller (2014:60) menjabarkan beberapa tahapan langkah-langkah
membangun brand yang kuat. Tahap pertama, Memastikan pelanggan mampu
mengidentifikasi merek kita dengan benar, sekaligus mengasosiasikannya dengan
hal-hal yang sesuai. Jadi, dibenak pelanggan sudah tercipta brand image yang
sesuai dengan produk kita dan bagaimana produk tersebut bisa memenuhi
kebutuhan pelanggan. Tahap Kedua, Menanamkan arti dari merek dibenak
pelanggan dengan menghubungkan faktor-faktor yang tangible maupun intangible
dalam

proses

assosiasi

merek.

Tahap

ketiga, Setelah

konsumen

bisa

mengasosiasikan dan memahami merek dengan benar, adalah dengan memicu
atau memunculkan respon dari pelanggan sesuai dengan yang kita inginkan.
Tahap keempat, dan yang terakhir adalah mengubah atau mengonversi segala
respon terhadap merek tersebut agar tercipta loyalitas dan hubungan yang intens
anatara merek dengan pelanggan.
Jadi, kalau merek sudah memiliki citra yang baik, langkah selanjutnya
adalah membuat merek tersebut mempunyai arti (meaning) dimata konsumen.
Merek secara nyata harus menunjukkan kinerja (performance) dan membentuk
gagasan, ide, dan citra (imaginary) kepada konsumen.
Menurut Tjiptono (2011:3) brand bermanfaat bagi para produsen dan
konsumen. Bagi produsen, brand berperan sebagai:
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasisan
sediaan dan pencatatan akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

23

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur dan aspek produk yang unik.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
pelanggan bisa dengan mudah memilih dan membeli kembali pada lain
waktu.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesang.
5. Sumber keunggulan kompetitif terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.
6. Sumber financial return, terutama dalam menyangkut pendapatan masa
datang.
Bagi konsumen, brand bisa memberikan beraneka macam nilai melalui
sebuah fungsi dan manfaat potensial. Kotler dan Keller (2009:259) menjelaskan
peran brand bagi konsumen adalah untuk mempermudah konsumen untuk
menuntut dan meminta tanggung jawab terhadap kinerja brand kepada pabrikan
atau distributor brand tersebut, konsumen bisa mengevaluasi produk yang sama,
konsumen bisa mempelajari brand mana yang paling menguntungkan, konsumen
bisa memilih brand yang memberi kemudahan bagi kehidupan konsumen.
2.2.3 Unsur-Unsur Merek
Unsur merek atau identitas merek merupakan perangkat yang
membentuk sebuah merek. Melalui perangkat ini orang bisa mengidentifikasi dan
membedakan sebuah merek dengan merek lain. Unsur-unsur merek tersebut

Universitas Sumatera Utara

24

mencakup nama, URL, logo, simbol, karakter, juru bicara, slogan, kemasan dan
tanda. Unsur merek merupakan faktor penting untuk membangun ekuitas merek.
Menurut Keller (2014:68), ada enam kiteria yang mesti diperhatikan dalam
memilih unsur merek :
1. Memorability (Dapat Diingat)
Memorability sangat penting terutama dalam kaitannya merek kita
menjadi merek yang paling diingat konsumen. Sehingga ketika
konsumen berada dalam situasi memutuskan untuk membeli, merek kita
yang ada di benak konsumen. Seperti merek Zippo, Nike, Bata adalah
merek singkat yang mudah diingat.
2. Meaningfulness (Bermakna)
Artinya merek tersebut secara deskriptif dan persuasif menawarkan
sesuatu yang bermakna bagi konsumenya. Apakah itu menyangkut
sesuatu tentang produk atau karakter dari penggunanya. Merek asuransi
Bumi Putera memberi pesan yang kuat sebagai asuransi lokal Indonesia
dan untuk konsumen yang punya jiwa nasionalis.
3. Likability (Disukai)
Unsur merek tidak harus terkait langsung dengan produk. Sebuah produk
harus memiliki estetika menyenangkan dan menarik, baik secara visual
maupun verbal (ketika diucapkan). Merek seperti Blue Bird merupakan
merek yang memiliki estetika baik secara visual maupun verbal,
meskipun makna burung biru tidak memiliki relasi langsung dengan
usaha armada taksi.

Universitas Sumatera Utara

25

4. Transferability (Dapat Diubah)
Pertama, Sejauhmana unsur merek penggunaanya dapat diperluas untuk
memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau berbeda.
Amazon dikonotasikan sebagai sungai besar di Amerika Selatan,
sehingga mudah

merek

diasosiasikan

sebagai

perusahaan

yang

menawarkan berbagai tipe produk. Kedua, sejauhmana unsur-unsur
merek mampu meningkatkan ekuitas sebuah merek pada lingkungan
geografis dan segmen yang berbeda. Kendala kultural seperti bahasa bisa
menjadi batu sandungan. Merek yang seperti Exxon yang tidak memiliki
makna secara bahasa tidak akan menimbulkan hambatan ketika di
translasikan ke bahasa lain.
5. Adaptability (Dapat Diadaptasikan)
Adaptable merek harus mampu beradaptasi secara fleksibel dengan
tuntutan zaman dan perubahan selera konsumen. Banyak perusahaan
yang akhirnya mengubah tampilan desain logo merek agar tetap relevan
dengan mondrenitas.
6. Protectability (Dapat Dilindungi)
Sebuah merek harus dilindungi baik secara hukum maupun dari
pelanggaran. Pilihlah unsur merek yang dapat diproteksi secara global,
lalu daftarkan secara legal kebadan yang berwenang, dan bentengi merek
dari kemungkinan pelanggaran pihak lain. Unsur merek harus dilindungi
secara total, karena pelnggaran dapat berupa dalam bentuk nama yang
dimiripkan, kemasan, atau atribut lainnya yang sangat merugikan.

Universitas Sumatera Utara

26

Tiga dari unsur merek yang pertama dapat dikategorikan sebagai
tindakan membangun merek, dalam arti ekuitas merek dapat dibangun dengan
memilih unsur-unsur merek dengan bijaksana dan cerdas. Sementara tiga unsur
terakhir merupakan tindakan defensif untuk mempertahankan dan meningkatkan
ekuitas merek yang terkandung dalam unsur-unsur merek. Kombinasi dari enam
unsur diatas akan menghasilkan sebuah merek yang nyaris ideal.
Menurut Kotler dan Keller (2009:257) inti merek yang berhasil adalah
produk atau jasa yang hebat, didukung oleh perencanaan yang sekasama, sejumlah
besar komitmen jangka panjang, dan pemasaran yang dirancanng dan dijalankan
secara kreatif. Merek yang kuat menghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi.
Sebuah brand harus bisa beradaptasi dengan perubahan agar biasa selalu
dicintai oleh pelanggan. Brand yang dulunya merupakan top of mind dalam
masyarakat bisa mengalami kemunduran jika tidak bisa beradaptasi dengan
perubahan, seperti perubahan selera konsumen. Jika brand sudah mulai jatuh,
maka perusahaan harus mempertanyakan pada sistem apa yang terjadi
ketidakseimbangan sehingga brand menurun.
Sebuah brand yang menjadi top of mind adalah sebuah brand yang
mampu memberikan

kenyamanan pada pelanggan.

Brand tidak hanya

memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi brand menyediakan apa
yang dibutuhkan pelanggan. Jika brand bisa mengerti akan pelanggan, maka
pelanggan akan menjadi loyal.

Universitas Sumatera Utara

27

2.2.4 Top Brand Indonesia
Top brand adalah merek yang selalu diingat konsumen ketika membeli
suatu jenis produk, yang mampu menguasai pasar pada bidang atau kategorinya,
yaitu brand yang mampu menarik konsumen untuk melakukan pembelian ulang.
Dari sudut pandang konsumen yang mereka beli ketika melakukan
pembelian bukanlah produk. Mereka membeli kepercayaan akan value, kualitas,
manfaat dan lain-lain yang ditawarkan merek tersebut. Dengan fakta-fakta seperti
ini, mengukur kekuatan merek dari sudut pandang konsumen dan kemudian
mengelolanya menjadi sangat krusial dalam upaya membangun merek.
Menurut Irawan (2016:5), selama 16 tahun terakhir, Frontier Counsulting
Group melalui divisi riset pasarnya, telah melakukan pengukuran kekuatan merek
dengan menggunakan tiga parameter. Pertama mind share, yang diindikasikan
oleh nilai top of mind atau merek yang pertama kali terlintas dalam benak
konsumen saat ingat akan kategori produk tertentu. Mind share ini mencerminkan
kekuatan merek tertentu didalam benak konsumen relatif terhadap merek-merek
pesaingnya. Semakin tinggi nilai mind share dari suatu merek, maka semakin kuat
merek tersebut dalam kategori produk. Hal ini terutama terlihat sekali
kegunaannya ketika konsumen melakukan pembelian barang-barang yang
planned purchase dan high involvement. Apalagi jika konsumen tersebut tidak
ingin melakukan pencarian informasi untuk melakukan komparasi. Otomatis,
ketika dia melakukan pembelian kemungkinan besar yang akan dicari dan dibeli
adalah merek-merek yang menancap kuat dalam benaknya.

Universitas Sumatera Utara

28

Kedua adalah market share. Inilah kekuatan merek yang ada di pasar.
Merek yang kuat haruslah merek yang banyak dibeli dan memiliki pangsa pasar
yang tinggi. Merek boleh populer dan memiliki citra yang baik, tetapi juga harus
memiliki pangsa pasar yang tinggi. Melakukan pengukuran market share dengan
teknik survei konsumen memang relatif sulit dan tidak dapat dilakukan secara
langsung. Untuk itu,

nilai market share diperoleh dengan estimasi, estimasi

diperoleh berdasarkan merek yang terakhir kali seesuai dengan siklus pembelian
dari kategori produk yang digunakan oleh konsumen. Nilai yang didapatkan
kemudian di turunkan untuk mendapatkan estimasi nilai market share.
Ketiga adalah commitment share. Ini adalah untuk melihat loyalitas
konsumen terhadap merek tersebut. Commitment share diindikasikan oleh future
intention, yaitu tingkat keinginan konsumen untuk membeli atau menggunakan
merek tertentu di masa yang akan datang. Commitment share ini menggambarkan
posisi merek tertentu di hati para konsumen kategori produk terkait, future
intention ini kemudian diturunkan untuk mendapatkan nilai commitment share.
Jadi merek yang Top adalah merek yang menancap kuat dalam benak
konsumen, memiliki pangsa pasar yang tinggi karena banyak dibeli konsumennya
dan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi untuk menjaga kekuatan dalam benak
konsumen dan kekuatan di pasar.
Top Brand Index (TBI) diukur dengan menggunakan tiga parameter,
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

29

1. Top of mind awarnesse, yaitu berdasarkan atas merek yang pertama kali
disebut oleh responden ketika kategori produknya disebutkan.
2. Last used, yaitu berdasarkan atas merek yang terakhir kali dikonsumsi
oleh responden dalam satu repuchase cycle.
3. Future

intention,

yaitu

didasarkan

atas

merek

yang

ingin

digunakan/dikonsumsi di masa mendatang.

2.2.5 Net Promoter Score (NPS)
Metode yang digunakan untuk pengukuran customer loyalty adalah
metode Net Promoter Score. Metode Net Promoter Score dikembangkan oleh
Fred Reichheild dalam bukunya The Ultimate Question. Net Promoter Score
(NPS) merupalan model pengukuran loyalitas yang sangat sederhana. Metode ini
berfungsi untuk mengukur seberapa kuat brand dan seberapa besar brand mau
direkomendasikan pelanggan dibandingkan brand lain. Nilai NPS juga dapat
digunakan untuk membandingkan customer loyalty antara satu perusahaan/bisnis
dengan perusahaan/bisnis lain.
NPS merupakan metode yang fleksibel, mudah beradaptasi, sistem opensource. NPS bisa digunakan pada semua kategori bisnis. Telah banyak pihakpihak yang telah mengembangkan metode pengukuran loyalitas dan juga
melanjutkan sistem yang sudah ada, tetapi hanya sedikit dari metode itu yang
memberikan hasil memuaskan dan tidak ada sistem tersebut membahas kinerja
keungan. Itulah salah satu keunggulan terbesar dari NPS yaitu langsung

Universitas Sumatera Utara

30

berhubungan

ke

pertumbuhan

pendapatan

dan

mendorong

tindakan.

(Reichheld,2011:45)
Fred Reichheld mengembangkan sebuah metode efektif untuk mengukur
dan mengontrol tingkat kepuasan pelanggan. Namanya adalah Net Promoter
Score (NPS). Formatnya masih dalam bentuk kuesioner. Namun lebih rapi,
terstruktur dan dapat dihitung.
Di dalam NPS, tipe – tipe pelanggan dapat dibedakan menjadi:
a. Promoter, yaitu pelanggan yang antusias terhadap produk suatu
perusahaan dan akan terus membeli. Mereka dengan senang hati akan
mereferensikan produk suatu perusahaan kepada sahabat – sahabatnya.
b. Passive, yaitu pelanggan yang puas dengan produk suatu perusahaan
namun tidak antusias dan bisa jadi sewaktu – waktu akan pindah ke
produk lain jika menemukan deal yang lebih menarik.
c. Detractor, yaitu pelanggan yang memiliki pengalaman kurang baik
terhadap produk suatu perusahaan dan bila ada kesempatan akan
menyebarkan berita negatif tentang produk tersebut (negative word of
mouth).
Untuk mengetahui pelanggan apakah berada pada tipe Promoter, Passive
atau Detractor, metode Net Promoter Score (NPS) hanya menggunakan satu
pertanyaan yaitu: “Seberapa besar kemungkinan Anda merekomendasikan produk
kami kepada teman atau kolega Anda?”.

Universitas Sumatera Utara

31

Mereka yang merespon dengan skor 9 atau 10 disebut Promotor, dan
dianggap cenderung menunjukkan perilaku penciptaan nilai, seperti membeli
lebih, pelanggan yang tersisa lebih lama, dan membuat arahan yang lebih positif
kepada pelanggan potensial lainnya.Promoters adalah tipe konsumen yang puas
dan loyal dan tentu saja mau merekomendasikan produk atau merek perusahaan
anda. Mereka yang merespon dengan skor 0-6 diberi label Dectractor (pencela),
dan mereka diyakini cenderung menunjukkan perilaku penciptaan nilai.Detractors
adalah

konsumen

yang

kecewa

dan

tentu

saja

mereka

tidak

mau

merekomendasikan produ atau merek perusahaan anda kepada orang lain.
Tanggapan dari 7 dan 8 diberi label Passives, dan perilaku mereka jatuh di tengah
Promotor dan Dectractor. Passive adalah kategori konsumen yang puas terhadap
produk atau merek perusahaan anda namun kurang antusias terhadap pengalaman
mereka.

Gambar 2.1 Net Promoter Score

Mereka yang merespon dengan skor 9 atau 10 disebut Promotor, dan
dianggap cenderung menunjukkan perilaku penciptaan nilai, seperti membeli

Universitas Sumatera Utara

32

lebih, pelanggan yang tersisa lebih lama, dan membuat arahan yang lebih positif
kepada pelanggan potensial lainnya.Promoters adalah tipe konsumen yang puas
dan loyal dan tentu saja mau merekomendasikan produk atau merek perusahaan
anda. Tentu saja kita sudah tahu bahwa mengatur hubungan jangka panjang
dengan konsumen menjadi lebih efisien dibandingkan dengan mencari konsumen
baru. Perusahaan dapat meningkatkan hubungan dengan konsumen dapat berupa
reward, mengirim vouchers, kupon undian atau pengalaman menarik lainnya.
Mereka yang merespon dengan skor 0-6 diberi label Dectractor
(pencela), dan mereka diyakini cenderung menunjukkan perilaku penciptaan
nilai.Detractors adalah konsumen yang kecewa dan tentu saja mereka tidak mau
merekomendasikan produ atau merek perusahaan anda kepada orang lain. Hal
yang

perlu

perusahaan

cermati

adalah

dampak

negatif

Word

of

Mouth dari detactors yang memiliki dampak besar karena ketika konsumen
merasa diperlakukan tidak benar atau tidak adil berdampak langsung terhadap
penjualan perusahaan. Cara terbaik untuk menghadapi detractors adalah
menginvestigasi

mengapa

mereka

memiliki

pengalaman

yang

tidak

menyenangkan dengan produk atau merek kita. Dengan mengetahui jawaban dari
mereka, perusahaan dapat mengatasi dan memperbaiki aspek tertentu dan
membantu mengubah detractors menjadi passive atau promoter dengan
memberikan penawaran yang tidak dapat mereka tolak.
Tanggapan dari 7 dan 8 diberi label Passives, dan perilaku mereka jatuh
di tengah Promotor dan Dectractor. Passive adalah kategori konsumen yang puas
terhadap produk atau merek perusahaan anda namun kurang antusias terhadap

Universitas Sumatera Utara

33

pengalaman mereka. Perusahaan dapat menaruh fokus untuk mengubah pembeli
yang passive menjadi promoters dengan menggunakan NPS. Passive juga bisa
menjadi detractors jika mereka tidak diperlakukan dengan benar dan mendapatkan
pengalaman yang buruk saat menggunakan produk dengan merek perusahaan
anda. Pastikan hal tersebut tidak terjadi pada perusahaan anda dengan
memberikan pengalaman menyenangkan sehingga membuat passive mau
mempromosikan produk dengan merek perusahaan anda.
Respon pelanggan yang diukur dengan skala 0 – 10. Promoter berada
pada skala 9 – 10. Passive skala 7 – 8. Dan Detractor pada skala 0 – 6. Kemudian
pertanyaan tersebut boleh diikuti dengan pertanyaan yang bertujuan untuk
penyelidikan, seperti: “Apa alasan anda memberikan skor tersebut?” atau
“Perbaikan apa yang perlu kami lakukan agar dapat mendekati nilai 10?”. Survey
ini dapat dilakukan secara berkala atau based on transaction. Setelah angka
berhasil dikumpulkan, maka NPS dapat dihitung dengan rumus:

NPS = % Promoter - % Detractor
Net Promoter Score adalah jumlah netto pelanggan yang mau membeli
dan merekomendasikan produk (Promoter) dikurangi pelanggan yang kurang mau
membeli dan merekomendasikan produk (Detractor). Sedangkan di tengah dua
golongan pelanggan itu, ada golongan pelanggan

yang “setengah–setengah”

membeli dan merekomendasikan produk, disebut Passive.
Persentase Promoter dikurangi dengan persentase Detractor adalah nilai
NPS. Dalam hal ini Passive tidak dimasukkan dalam hitungan. Karena pelanggan

Universitas Sumatera Utara

34

Passive adalah pelanggan yang masih berpotensi menjadi Promoter atau
Detractor. Dari nilai NPS di atas dapat dketahui berapa persentase kepuasan
pelanggan. Jika nilai NPS mencapai 100% artinya semua pelanggan adalah
Promoter. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan majalah SWA dan Hachiko,
pemenang Net Promoter Score 2016 adalah Bank Muamalat (Perbankan Syariah)
dengan nilai NPS sebesar 1,79%; Garuda Indonesia (Jasa Penerbangan) sebesar
10,71%; Lotte mart (Hypermarket) sebesar 7,92%; iPhone (Smartphone) sebesar
40,85%.
Dalam penelitian Net Promoter Score (NPS) Top Brand Indonesia,
majalah SWA membagi NPS menjadi empat kategori yaitu NPS Star, NPS
Leader, NPS Excellent, dan NPS Good. NPS Star merupakan merek dengan nilai
NPS terbaik dari semua kategori, NPS Leader merupakan merek dengan nilai
NPS tertinggi di masing – masing kategori, NPS Excellent merupakan merek
dengan NPS minimal positif 10% di masing – masing kategori, dan NPS Good
merupakan merek dengan nilai NPS di bawah 10% dan masih positif di masing –
masing kategori.
Reichheild telah menyempurnakan metode pengukuran sikap dan
perilaku pelanggan yaitu metode Net Promoter Score. Net Promoter Score (NPS)
merupakan metode yang sangat bermanfaat dan praktis. Ada beberapa keunggulan
NPS yaitu:
1. Sederhana: Metode Net Promoter Score hanya membutuhkan dua atau
tiga pertanyaan supaya tidak menyulitkan pelanggan atau responden

Universitas Sumatera Utara

35

untuk menjawab. NPS memiliki pertanyaan kunci yaitu “kemungkinan
untuk merekomendasikan” yang diberi skala 0 – 10. NPS tidak memiliki
indeks kompleks atau koefisien korelasi, NPS bisa dilakukan setiap bulan
maupun setiap minggu.
2. Kemudahan Penggunaan: Suatu perusahaan bisa melakukan survey NPS
melalui telepon, e-mail, maupun web. Data tersebut bisa diolah dengan
cepat, sehingga setiap kalangan yang membutuhkan bisa melihat data
tersebut dengan cepat dan mengevaluasinya.
3. Cepat Tindak Lanjut: NPS dapat diolah dengan cepat, sehingga manajer
akan bisa lebih cepat mengidentifikasi pelanggan dan cepat menanggapi
masalah yang terjadi. Manajer garis depan dan para petinggi perusahaan
bisa menggunakan data NPS untuk membuat keputusan tentang
perubahan proses, produk baru, dan inovasi lainnya.
4. Kemampuan Beradaptasi: Sebagai metode open source, NPS tidak
membutuhkan biaya yang tinggi dan statistik yang rumit. NPS dapat
dengan mudah diaplikasikan pada berbagai jenis bisnis.
Berdasarkan penelitian Reichheild, perusahaan yang mempunyai kinerja
terbaik umumnya adalah perusahaan yang mempunyai Net Promoter Score
positif. Artinya, jumlah pelanggan yang mau membeli dan memberikan
rekomendasi lebih banyak dari pada jumlah pelanggan yang tidak mau membeli
dan “menjelek–jelekkan” perusahaan.
Metode Net Promoter Score (NPS) merupakan metode yang sangat
sederhana namun mudah dipahami dan efektif untuk mengukur tingkat loyalitas,

Universitas Sumatera Utara

36

sehingga metode ini banyak digunakan. NPS merupakan persentase Promoter
dikurangi persentase Dectractor yang disajikan dengan cara yang mudah untuk
dimengerti, dan juga ringkasan singkat paling efektif tentang bagaimana suatu
perusahaan berjalan(Reichheld, 2011:40)
Tujuan utama dari metodologi Net Promoter Score adalah untuk
mengevaluasi loyalitas pelanggan untuk merek atau perusahaan. Kemampuan
untuk mengukur loyalitas pelanggan adalah metodologi yang lebih efektif untuk
menentukan kemungkinan bahwa pelanggan akan membeli lagi, berbicara atas
perusahaan dan menolak tekanan pasar untuk membelot ke pesaing. Mengukur
loyalitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan peneliti telah menegaskan
bahwa ada prediktor yang lebih baik dari rekomendasi yang sebenarnya daripada
meminta "kemungkinan untuk merekomendasikan." Karena tujuan Net promotor
tidak untuk memprediksi rekomendasi yang sebenarnya saja, tapi untuk
memprediksi

rangkaian

lengkap

dari

perilaku

finansial-menguntungkan,

pendukung metodologi ini.
Konsep ini baik sekali dijadikan platform untuk mengukur tingkat
efektivitas program loyalitas pelanggan yang dijalankan perusahaan. Program
loyalitas harus mampu mendorong rekomendasi, bukan hanya meningkatkan
frekuensi dan volume pembelian.
2.2.6 Lima Cara Meningkatkan Net Promoter Score (NPS)
1. Focus on why
NPS merupakan skor akiat dari pengalaman pelanggan berinteraksi
dengan perusahaan. Elemen terpenting dari NPS adalah memahami sebab

Universitas Sumatera Utara

37

di balik penilaian yang diberikan konsumen. Mengapa seorang konsumen
bisa menjadi promoter, passive ataupun detractor. Mengetahui niat
konsumen merekomendasikan tanpa memahami alasan di balik itu, hanya
akan

menjadikan

NPS

sebuah

ritual

peneliian

tahunan

yang

menghabiskan anggaran perusahaan tanpa memiliki dampak pada kinerja
keuangan.
2. Transactional NPS
Saat perusahaan terjebak mengukur NPS sebagai ritual tahunan, maka
akan sulit melakukan peningkatan dan perbaikan pengalaman pelanggan.
Bayangkan jika interaksi pelanggan terjadi tiga bulan yang lalu dan
pelanggan diminta mengevaluasi pada saat ini. Pelanggan akan kesulitan
mengingat setiap pengalamannya dan bagaimana perasaan (emosi) di
setiap titik interaksi itu. Perbaikan pengalaman pelanggan justru bisa
diperoleh melalui evaluasi secara konsisten pada saat konsumen selesai
berinteraksi dengan perusahaan.
3. Improving and innovating experience
Detractor dan passive memberikan dua pelajaran yang berbeda bagi
perusahaan. Detractor menunjukkan bagaimana perusahaan gagal
memberikan pengalaman yang sesuai dengan standart industri. Artinya,
pelanggan kecewa karena pengalaman itu tidak sesuai dengan yang
dijanjikan. Khusus untuk detractor, harus dilakukan peningkatan standar
pengalaman pelanggan (improving experience). Sementara untuk passive,

Universitas Sumatera Utara

38

mereka mengharapkan perusahaan bisa melahirkan inovasi baru dalam
berinteraksi dengan pelanggan (innovating experience).
4. Mobilize promoter
Promoter adalah kategori pelanggan yang siap membantu dan
menyebarkan

hal

baik

tentang

perusahaan.

Tugas

perusahaan

mengaktivasi kelompok pelanggan untuk bercerita dan mengajak
temannya menjadi pelanggan.
5. NPS is long-term journey
NPS bukanlah ritual tahunan seperti layaknya sebuah skor atau metode
penelitian. NPS adalah sebuah disiplin sistem di dalam perusahaan yang
setiap hari mendengar keluhan dan pujian dari pelanggan serta
menjadikannya sebagai dasar untuk peningkatan dan inovasi pengalaman
pelanggan.
Dengan kelima langkah tersebut, NPS akan memberikan dampak
signifikan pada kinerja perusahaan, baik dalam hal mempertahankan dan
meningkatkan

pembelian

pelanggan

maupun

meningkatkan

keuntungan

perusahaan.
2.2.7 Customer Experience (CE)
Menurut Colin Shaw (2007), customer experience adalah sumber dari
keunggulan kompetitif perusahaan yang dapat digunakan untuk jangka panjang.
Costumer Experience adalah tentang bagaimana perusahaan memahamai
pengalaman pelanggan melalui hubungan langsung atau tidak langsung dengan

Universitas Sumatera Utara

39

strategi masing-masing perusahaan ketika hubungan bisnis terbangun. Experience
lebih berorientasi kepada proses. Dalam berpengalaman berbelanja, experience
lebih dari sekedar mendapatkan produk apa yang diinginkan oleh konsumen,
tetapi juga aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja, seperti desain
lingkungan, pelayanan staf, kualitas produk, diskon, dan lain-lain serta apa yang
dirasakan konsumen ketika berbelanja. Customer experience ini sebaiknya
diterapkan dalam setiap aspek bisnis maupun strategi bisnis. Hal ini dikarenakan
bahwa konsumenlah yang membeli produk dan jasa perusahaan sehingga
memberikan profit bagi perusahaan. Konsumen mendasarkan keputusan
pembelian mereka dari customer experience yang mereka terima.
Customer Experience didefinisikan berasal dari satu set interaksi antara
pelanggan dan produk, perusahaan, atau bagian dari organisasi, yang
menimbulkan reaksi. Pengalaman ini benar-benar pribadi dan menyiratkan
keterlibatan pelanggan pada tingkat yang berbeda (baik secara rasional,
emosional, sensorik, fisik, dan spiritual).
Schmitt (1999) mendefinisikan experience sebagai even pribadi yang
terjadi karena meresponi beberapa stimulus, yang dihasilkan dari observasi
langsung dan/atau partisipasi di dalam sebuah even. Schmit (1999) berpendapat
bahwa pengalaman yang didapatkan konsumen dibagi menjadi:
1. Sensory experience
Sensory experience merupakan usaha untuk menciptakan pengalaman
yang berkaitan dengan panca indra, meliputi penglihatan, suara, bau, rasa dan

Universitas Sumatera Utara

40

sentuhan. Sensory experience ini dapat disampaikan melalui produk serta store
environment yang akan dijelaskan di bawah ini:
1) Produk
a. Penampilan Desain dan penampilan produk yang unik dan menarik bagi
konsumen.
b.Rasa Cita rasa makanan dan minuman yang khas yang menstimulasi
indera perasa konsumen.
2) Store environment
Menurut Tiwari (2009), bagian-bagian dari store environment antara lain:
a. Interior, meliputi desain interior dan perabot restoran yang fungsional,
efisien dan nyaman.
b. Pencahayaan

Penggunaan,

cahaya

alami

dan

buatan

yang

dikombinasikan dapat memberikan kesan yang ceria dan terbuka.
c. Suara Tingkat, kebisingan harus memungkinkan terjadinya percakapan
oleh konsumen.
d. Scent (Bau atau aroma), bau atau aroma di area restoran yang
mempengaruhi indera penciuman konsumen.

2. Emotional experience
Meliputi strategi dan implementasi untuk memberikan pengaruh afektif
kepada konsumen terhadap suatu perusahaan melalui komunikasi, produk,
lingkungan, website, dan orang yang menawarkan produk. Emotional experience

Universitas Sumatera Utara

41

juga dapat dirasakan konsumen ketika perusahaan memberikan pelayanan yang
berkualitas bagi konsumen.
Tujuan dari emotional experience adalah untuk menggerakkan stimulus
emosional melalui kejadian, agen, dan obyek sehingga dapat membangkitkan
perasaan dan emosi internal dalam diri konsumen serta mempengaruhi emosi dan
suasana hati konsumen. Emosi yang berbeda-beda tersebut dipicu oleh tiga aspek
utama yaitu suatu event atau kejadian, agen (orang, institusi, situasi), dan obyek.
Menurut Smith dan Wheeler (2002), kualitas yang perlu dimiliki oleh
karyawan agar dapat menyampaikan customer experience yaitu:
a. Knowledge (the head), Karyawan harus mengetahui apa yang diinginkan
konsumen dan apa yang diperlukan untuk memenuhinya.
b. Attitude (the heart), Karyawan memiliki sikap yang profesional, ramah,
dan sopan terhadap konsumen.
c. Skill (the hand), Karyawan memiliki skill yang dibutuhkan untuk
memberikan customer experience kepada konsumen.

3. Sosial experience
Social experience bertujuan untuk menghubungkan individu kepada
orang lain, kepada suatu kelompok sosial (kelompok profesi, kelompok etnis,
kelompok gaya hidup, dan lain-lain), maupun kepada suatu entitas sosial yang
lebih abstrak seperti suatu negara, masyarakat, atau budaya tertentu yang
direfleksikan dalam suatu brand.

Universitas Sumatera Utara

42

Melalui social experience, konsumen menjadi terhubung dengan suatu
lingkungan sosial yang lebih luas sehingga menumbuhkan brand relation dan
brand communities. Komponen utama dari brand menurut Sexton (2010) meliputi:
a. Identifiers.Nama, logo, warna, bentuk dan segala hal yang membuat
konsumen mengenali sebuah perusahaan, produk, atau jasa.
b. Attributes.Segala yang timbul di pikiran konsumen mengenai sebuah
brand.
c. Associations.Hubungan antara identifiers dan attributes yang terdapat
pada benak konsumen.

2.2.Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini. Kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu.

Universitas Sumatera Utara

43

Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti/Tahun

Judul
Penelitian

6th Awarding
Customer
Loyalty Award
2016-Strategi
Membangun
SWA dan
Basis
Hachiko (2016) Pelanggan
Loyal

Variabel
Penelitian

Brand-brand
Indonesia

Indonesia Net
promoter Score
dan Net
SWA dan
Emotional
Brand-brand
Hachiko (2016) Value 2016
Indonesia
pada Brandbrand
Indonesia

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Menunjukkan bahwa
dari 47 kategori industri
dan melibatkan ratusan
merek diperoleh tiga
kelompok NPS yakni
NPSLeader,NPS
Excellent, dan NPS
Goods. Berdasarkan
hasil survey yang
dilakukan, pemenang
Net
Net Promoter Score
Promoter
2016 adalah Bank
Score (NPS)
Muamalat (Perbankan
Syariah) dengan nilai
NPS sebesar 1,79%;
Garuda Indonesia (Jasa
Penerbangan) sebesar
10,71%; Lotte mart
(Hypermarket) sebesar
7,92%; iPhone
(Smartphone) sebesar
40,85%.
Net
Promoter
Score (NPS)
dan Net
Emotional
Value
(NEV)

Menunjukkan bahwa
semakin banyak merek
yang NPS-nya
menurun/negatif yang
berarti pelanggan
detractor dan pelanggan
passive meningkat.

Universitas Sumatera Utara

44

Lanjutan Tabel 2.1
Nama
Peneliti/Tahun

Judul
Penelitian

Pengukuran
Loyalitas
Pelanggan
Pada ProdukProduk TOP
Kosmedi, Indra
Brand
(2015)
Indonesia
Dengan
Metode Net
Promoter Score

Trisunarno,
Lantip

Analisis
Pengaruh
Relationship
Dimension
Index (RDI)
Terhadap Net
Promoter Score
(NPS) Untuk
Meningkatkan
Loyalitas
Corporate
Customer PT.
Telkom

Variabel
Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Loyalitas
Pelanggan
dan ProdukProduk Top
Brand

Net
Promoter
Score (NPS)

Menunjukkan bahwa
semua Top Brand
Indonesia memiliki nilai
NPS positif

Variabel
Independent:
Relationship
Dimention
Index (RDI),
Net
Promoter
Score (NPS)

Relationship
Dimention
Index
(RDI), Net
Promoter
Score (NPS)

Variabel
Dependent:
Loyalitas

Menunjukkan bahwa
hasil yang diperoleh
adalah tingkatan
hubungan RDI terhadap
NPS kedua pengukuran
tersebut secara umum
masih rendah dan
disertai analisis
interpretasi behavior
dari database eksisting
TELKOM.

Sumber : SWA dan Hachiko (2016); SWA dan Hachiko (2016);Kosmedi,
Indra (2015);Trisunarno, Lantip.

2.3.Kerangka Pemikiran
Net Promoter Score (NPS) merupakan sebuah metode pengukuran
loyalitas pelanggan yang dikembangkan oleh Fred Reichheld, NPS tidak hanya
berfungsi sebagai pengukur loyalitas pelanggan tetapi juga sebagai alat pemantau
loyalitas pelanggan. NPS merupakan sebuah metode pengukuran loyalitas yang

Universitas Sumatera Utara

45

sangat sederhana, tetapi sangat efektif untuk mengukur

tingkat loyalitas

pelanggan. Perasaan yang postif akan semakin menjadikan banyak promoter dan
perasaan negatif akan menumbuhkan dectractor.
NPS sangat bermanfaat bagi perusahaan, karena NPS akan memberikan
gambaran kepada perusahaan bagaimana respon pelanggan terhadap perusahaan.
Costumer Experience adalah tentang bagaimana perusahaan memahamai
pengalaman pelanggan melalui hubungan langsung atau tidak langsung dengan
strategi masing-masing perusahaan ketika hubungan bisnis terbangun. Experience
lebih berorientasi kepada proses. Dalam berpengalaman berbelanja, experience
lebih dari sekedar mendapatkan produk apa yang diinginkan oleh konsumen,
tetapi juga aktivitas yang merupakan bagian dari proses berbelanja, seperti desain
lingkungan, pelayanan staf, kualitas produk, diskon, dan lain-lain serta apa yang
dirasakan konsumen ketika berbelanja. Dengan adanya gambaran tersebut,
sehingga perusahaan bisa menilai dan mengoptimalkan fungsi sebagai divisi
perusahaan untuk meningkatkan kualitas mutu dan layanan demi tercapainya
tujuan perusahaan yaitu Brand yang berkualitas sehingga menguasai pasar pada
kategorinya (Top Brand) dan keuntungan yang optimal.
Top Brand adalah merek yang selalu diingat konsumen ketika membeli
suatu produk, yang mampu menguasai pasar pada bidang atau kategorinya, yaitu
brand yang mampu menarik konsumen untuk melakukan pembelian ulang.
Indonesia merupakan negara yang luas dan memiliki jumlah penduduk yang
banyak, sehingga pasar di Indonesia sangat luas. Potensi ini yang memicu

Universitas Sumatera Utara

46

kreativitas dari perusahaan lokal maupun asing untuk menghasilkan brand yang
berkualitas sehingga mampu bersaing dalam mencuri perhatian pelanggan.
Top Brand Indonesia adalah merek yang dirumuskan oleh Frontier
Consulting Group berdasarkan mind share, market share, dan commitment share.
Mind share mengidikasikan kekuatan merek di dalam benak konsumen kategori
produk tersebut. Market share menunjukkan kekuatan merek didalam pasar
tertentu mengenai perilaku pembelian aktual dari konsumen. Commitment share
menjelaskan kekuatan merek dalam mendorong konsumen untuk membeli merek
terkait dimasa yang akan datang. Dalam penilaian top brand indonesia digunakan
dua kiteria yaitu merek-merek yang memperoleh indeks minimum top brand dan
merek-merek yang berada tiga besar pada masing-masing kategori.

Brand
Indonesia

Top Brand
Indonesia

Net Promoter
Score

Customer
Experience

Generasi C
(youth)

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

47

2.4.Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis dapat juga
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
jawaban yang empirik (Sugiyono, 2004:51).
Berdasarkan penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan maka hipotesis penelitian ini adalah Produk-Produk Brand Indonesia
memiliki nilai Net Promoter Score yang tinggi pada kategori Generasi C (youth).

Universitas Sumatera Utara