Strategi Pembangunan Perumahan dan Permukiman untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh di Kota Medan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota – kota besar di negara berkembang umumnya mengalami laju
pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor – faktor alami yaitu
kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat
pesat dari desa ke kota (urbanisasi). Laju pertumbuhan penduduk yang pesat ini
tentu akan membawa beragam permasalahan di daerah perkotaan seperti
kemacetan kota, kemiskinan, meningkatnya kriminalitas, munculnya pemukiman
kumuh (slum area) terutama pada lahan-lahan kosong seperti jalur hijau
disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api, taman-taman kota maupun di
bawah jalan layang.
Pemukiman kumuh (slum area) adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak
beraturan yang terdapat di daerah perkotaan. Pemukiman kumuh ini merupakan
pemukiman liar karena dibangun di atas tanah milik negara atau tanah milik orang
lain. Ciri-ciri permukiman kumuh ini adalah banyak dihuni oleh pengangguran,
tingkat kejahatan/kriminalitas tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin dan
berpenghasilan rendah, daya beli rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak
beraturan, warganya adalah kaum migran yang bermigrasi dari desa ke kota,
fasilitas publik sangat tidak memadai, kebanyakan warga slum bekerja sebagai
pekerja kasar dan serabutan, bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan
rumah semi permanen.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Keberadaan permukiman kumuh menjadi salah satu indikator gagalnya
pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perumahan dan tata kota
yang berkelanjutan. Selain menimbulkan keruwetan tata ruang kota maka
padatnya permukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta
api, areal pemakaman umum, di bawah jembatan maupun jalan layang ini juga
berdampak bagi lingkungan hidup, kesehatan dan standar hidup warga perkotaan,
serta rawan menimbulkan tindak kejahatan. Konflik juga tak terhindarkan ketika
pemerintah daerah berusaha mengatur tata ruang dan tata kota yang amburadul,
sementara keberadaan permukiman kumuh justru dianggap sebagai solusi bagi
warga miskin yang hidup di perkotaan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah
pada proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan lahan sangat minim sehingga
sering kali menimbulkan penolakan warga, bahkan tak jarang mereka sampai
bertindak anarkis demi membela tempat tinggal miliknya.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan permukiman kumuh
harus mendapat skala prioritas dalam penanganannya. Penghuni pemukiman
kumuh (slum area) adalah sekelompok orang yang datang dari desa menuju kota
dengan tujuan ingin mengubah nasib atau ingin mendapatkan kesuksesan, karena
tidak mendapatkan peluang atau keberhasilan di daerah asalnya. Mereka mencoba
keberuntungannya di kota tanpa adanya keahlian yang memadai dan jenjang
pendidikan yang cukup, sehingga akhirnya memasuki sektor informal yang
terdapat di kawasan perkotaan. Mereka merupakan kaum termiskin di kota yang
bekerja sebagai kuli pelabuhan, tukang becak, buruh kasar, tukang gali, kuli
bangunan, menyemir sepatu, memungut barang-barang bekas (pemulung),
menyapu jalan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3
Akibatnya mereka berada dalam kehidupan ekonomi yang miskin karena
hanya memiliki penghasilan yang rendah tetapi harus berhadapan dengan biaya
hidup yang tinggi di kota. Rendahnya upah, parahnya pengangguran dan setengah
pengangguran menjurus pada rendahnya pendapatan, langkanya harta milik yang
berharga, tiadanya tabungan, tidak adanya persediaan makanan dan terbatasnya
jumlah uang tunai.
Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia juga memiliki
masalah dalam penataan pemukiman penduduk yaitu banyaknya pemukiman
kumuh yang menghiasi Kota Medan. Alasan pemerintah atas perkembangan
permukiman kumuh ini tidak lain adalah masalah dana yang tidak memadai, hal
ini disampaikan oleh Tondi Nasha Yusuf Nasution selaku Kepala seksi Pembina
Rumah Formal dan Swadaya Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
bahwa Penanganan sebenarnya sudah dilakukan. Bahkan di seluruh kawasan
sudah dilakukan penataan. Hanya saja hal itu tidak sepenuhnya dilakukan karena
terbatasnya anggaran (http://larispa.or.id).
Kawasan permukiman kumuh di Kota Medan saat ini diperkirakan
mencapai 22,5% dari luas wilayah Kota Medan yang terdiri dari 88.166 unit
rumah atau 13,62% dari jumlah rumah yang ada di Kota Medan. Kawasan
permukiman kumuh tersebut tersebar di 145 titik lokasi, dimana pada umumnya
berada pada bantaran sungai dan bantaran rel kereta api, terutama di pusat kota
(Pemko Medan, 2012). Pemukiman kumuh tersebut menyebar di Kelurahan
TegalSari Mandala I dan II, Kelurahan Binjai Medan Denai, Kelurahan Bahari
Medan Belawan, Kelurahan Medan Barat, Kelurahan Aur Medan Maimoon,
Kampung Madras Kecamatan Medan Petisah (waspada online, 2011). Jumlah
Universitas Sumatera Utara
4
penduduk Medan pada akhir tahun 2011 adalah 2.117.224 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 0,94% (BPS Kota Medan, 2012).
Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan sejak tahun 2005 telah
menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi walaupun demikian Kota Medan
tercatat sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yakni 7.987
jiwa/km². Kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi demografi
yaitu menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian, tetapi disisi lain
meningkatnya arus perpindahan antar daerah dan proses urbanisasi, termasuk arus
ulang alik (commuters) (Pemko Medan, 2012).
Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara telah berkembang
menjadi pusat perekonomian daerah dan regional yang penting di Pulau Sumatera.
Pertumbuhan ekonomi kota sebesar 7,69% per tahun menyebabkan warga desa
semakin hari semakin terhisap oleh magnet ekonomi Kota Medan. Migrasi ini
terjadi karena berlebihnya jumlah sumber daya manusia yang terdapat di pedesaan
dan adanya peluang kerja di perkotaan. Beberapa masyarakat pedesaan di dunia
terdapat pandangan bahwa migrasi ke pota adalah cara untuk mendapatkan
sesuatu yang lebih baik dari sekedar pertanian di pedesaan. Banyaknya arus
migrasi ke Kota Medan menimbulkan sejumlah persoalan, antara lain adalah
masih tingginya persentase jumlah warga miskin di Medan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan,
persentase jumlah warga miskin pada tahun 2010 adalah 10,05%. Hal ini
disebabkan pertumbuhan dan pembangunan wilayah tidak mampu mengatasi
terjadinya kesenjangan pendapatan antara masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) dengan yang berpenghasilan tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah
Universitas Sumatera Utara
5
sangat sulit memperoleh rumah yang layak huni dan terjangkau, sehingga salah
satu masalah terbesar penataan Kota Medan adalah penataan pemukiman padat.
Salah satu pemukiman kumuh yang ada di Kota Medan terdapat di
Kampung Kubur, Jalan H Zainul Arifin, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan
Medan Petisah. Kampung Kubur dan daerah-daerah rawan narkoba lainnya di
Indonesia, terdapat satu benang merah, yaitu kampung ini terletak di kawasan
permukiman
kumuh.
Pertanyaanya
sekarang
adalah
mengapa
kawasan
permukiman kumuh rawan akan narkoba
Ini sudah dijawab oleh Yayat Supriyatna selaku pakar tata kota di mana
kampung kumuh yang menjadi gudang bandar narkoba rata-rata tidak tersentuh
hukum (detik.com, 2016). Pernyataan ini menegaskan bahwa ada semacam ironi
dalam pemberantasan bandar narkoba khususnya yang tinggal di kawasan kumuh.
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mempunyai program 100-0-100 dimana di tahun 2019 target yang ingin dicapai
yaitu 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi.
Diharapkan setelah 0% kawasan kumuh, maka kota akan bebas kawasan kumuh
seluruhnya di tahun 2019 (detik.com, 2016).
Ini seakan mengacu pada target dari UN Habitat yang mencanangkan kota
di abad 21 perlu menjadi kota yang pintar di mana ini mempunyai maksud kota
yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan.
Target 0% kumuh ini cukup menarik karena yang disasar bukan semata-mata
outputnya tetapi juga outcome yang timbul dari adanya program tersebut
(DetikSport,2016). Kawasan kumuh mempunyai beberapa premis yang saling
berhubungan. Hunian yang kurang layak, kehidupan Masyarakat Berpenghasilan
Universitas Sumatera Utara
6
Rendah (MBR), banyaknya pengangguran, jalan lingkungan yang sempit, tingkat
akses sanitasi dan air minum yang kurang adalah beberapa kata kunci yang terkait
dengan kawasan permukiman kumuh. Adanya kata-kata kunci ini akhirnya yang
berpotensi dapat melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang ada di dalam
kawasan ini untuk mencari jalan pintas, termasuk di dalamnya bertindak
kriminalitas maupun terlibat narkoba.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melaksanakan peremajaan
kawasan kumuh dalam rangka untuk memberantas perdagangan narkoba
(DetikSport, 2016), yaitu:
1. Terlibatnya masyarakat secara aktif dalam peremajaan kawasan
kumuh. Kegiatan pemetaan kondisi sosial ekonomi lingkungan harus
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Selain
tujuan untuk saling mengenal antar penduduk, kegiatan yang dapat
dikemas dalam bentuk rapat ini, juga akan merumuskan program
peremajaan kawasan kumuh apa yang dapat diwujudkan nantinya.
Langkah pertama ini juga akan menumbuhkan modal sosial (social
capital) berupa kepercayaan, norma dan jaringan (networking).
Dengan adanya modal sosial yang tumbuh, maka akan timbul
kepercayaan dan jaringan antar warga masyarakat di kawasan kumuh.
Apabila ada orang asing yang tinggal dan tidak ikut terlibat dalam
beberapa kegiatan, maka akan terlihat oleh forum ini. Selain itu, modal
sosial yang timbul menjadi kontrol sosial dan dapat mencegah
berkembangnya narkoba di kawasan kumuh tersebut. Dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
7
ini RT/RW setempat juga akan menjadi lebih perhatian dan tidak
bersikap acuh tak acuh kepada warganya.
2. Kerjasama antar pemangku kepentingan di daerah tersebut. Wali
Kota/Bupati dapat menginstruksikan program peremajaan kawasan
kumuh di kampung-kampung yang dirasa rawan terhadap perdagangan
narkoba. Program ini dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait misalnya Dinas Pekerjaan
Umum setempat berperan dalam membangun jalan lingkungan dan
sanitasi yang layak, Dinas Tenaga Kerja dapat berperan mengadakan
pelatihan/training ketrampilan komputer, bahasa asing dan lainnya
kepada para pengangguran di kawasan kumuh ini. Dinas Tenaga Kerja
juga dapat langsung menyalurkan lulusan pelatihan ini kepada
perusahaan-perusahaan yang ada di kota tersebut. Dinas lain yang
dapat terlibat misalnya Dinas Kesehatan memberikan fasilitas periksa
gratis, Dinas Pendidikan dapat berperan memberikan beasiswa kepada
anak – anak yang kurang mampu di kawasan kampung ini. Dari luar
SKPD, Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi juga
dapat masuk melalui sosialisasi bahaya narkoba. Dengan adanya
kerjasama program lintas SKPD ini, MBR dapat terbantu dalam hal
mencari pekerjaan, meringankan belanja rumah tangga masyarakat
sehingga masyarakat tidak akan mencari pekerjaan haram misal
menjadi kurir narkoba. Langkah ini juga dapat menimbulkan
kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah dan dalam rangka
memanusiawikan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh.
Universitas Sumatera Utara
8
3. Membentuk organisasi pengelola kawasan, langkah ini merupakan
lanjutan dari langkah pertama dan kedua. Dari kerjasama lintas SKPD
yang mempunyai tujuan meringankan beban belanja pendidikan,
kesehatan masyarakat, secara tidak langsung, masyarakat akan dididik
untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung (saving).
Masyarakat akan bisa menabung dan sebagian kecil uang dari
masyarakat dapat digunakan sebagai modal dalam membangun
kawasan. Modal ini dapat diputar melalui koperasi yang pada nantinya
koperasi ini akan berperan sebagai organisasi sebuah badan pengelola
kawasan eks – kawasan kumuh. Organisasi ini bertujuan menjaga agar
kawasan ini tidak menjadi kumuh, menjaga keberlanjutan lingkungan
di kawasan dan dapat menjadi alat kontrol sosial dari masyarakat
terhadap ancaman narkoba dari luar.
Langkah-langkah ini akan efektif dilakukan jika dilakukan secara
bersama-sama. Dengan langkah peremajaan kawasan kumuh ini diharapkan tujuan
mengentaskan kawasan kumuh sekaligus memberantas perdagangan narkoba
dapat tercapai dengan baik. Langkah ini juga dapat mencapai pengertian kota
yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan
seperti utarakan oleh UN Habitat..
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Strategi Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Untuk Mengatasi Masalah Permukiman
Kumuh di Kota Medan”.
Universitas Sumatera Utara
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah strategi yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman
Kota Medan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota
Medan.
b. Kendala apa saja yang dihadapi dalam mengatasi masalah permukiman
kumuh di Kota Medan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui strategi pembangunan perumahan dan permukiman
yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan.
b. Untuk mengetahui kendala – kendala apa saja yang dihadapi oleh Dinas
Perumahan dan Permukiman Kota Medan dalam mengatasi masalah
permukiman kumuh di Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
a. Secara
Subyektif,
sebagai
suatu
sarana
dalam
melatih
dan
mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi
dalam menyusun karya ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
10
b. Secara Akademis, sebagai suatu kontribusi baik secara langsung atau tidak
langsung bagi perpustakaan jurusan Ilmu Administrasi Negara dan bagi
kalangan penulis yang tertarik dalam masalah penelitian ini.
c. Secara Praktis, sebagai bahan masukan pemikiran bagi semua kalangan
terkhusus pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dalam
memahami lebih lanjut pembangunan perumahan dan pemukiman.
E. Kerangka Teori
Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan
masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan
bahan referensi dalam penelitian.
1. Strategi
Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni
atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk
memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari
serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan
pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi
lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno,
konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan
keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).
Strategi juga dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, dalam
perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Strategi biasanya
dikembangkan guna menghadapi isu strategi dengan cara membuat garis besar
tanggapan organisasi terhadap pilihan kebijakan fundamental dan strategi pada
Universitas Sumatera Utara
11
umumnya akan mengalami kegagalan apabila tidak mempersiapkan langkah
spesifik untuk menginplementasikan strategi tersebut.
Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya
pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam
organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan,
2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan,
yaitu:
a. Ruang lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau
institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa
yang akan datang.
b. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan
sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran
organisasi atau instansi.
c. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage), yaitu posisi unik yang
dikembangkan institusi atau organisasi.
d. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan
seluruh komponen yang ada mampu begerak secara terpadu dan efektif.
2.Pembangunan
Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh beberapa sarjana
dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan
negara - negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari
kata Development yang berarti pembangunan atau perkembangan dan perubahan
Universitas Sumatera Utara
12
sosial. Todaro dalam Arifin (2008:6) mendefinisikan pembangunan merupakan
suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial,
sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut
Todaro dalam Arifin (2008:7), makna sebenarnya pembangunan itu adalah
pemerataan jadi hakikatnya dibutuhkan cara yang baik agar pembangunan yang
begitu pesatnya merata yang berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat
dengan menjunjung tinggi azas keadilan.
a.Alat Ukur Pembangunan
Menurut Arif Budiman (dalam skripsi Alex Candro Sidabutar, 2008: 20)
dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, diuraikan indikator-indikator
pembangunan. Indikator tersebut adalah:
a. Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya ditandai
dengan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut kemajuan
ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam pembangunan.
b. Pemerataan. Bangsa atau Negara yang berhasil melakukan pembangunan
adalah mereka yang disamping tingginya produktivitasnya, penduduknya
juga makmur dan sejahtera secara relatif merata.
c. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata harapan
hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta huruf.
d. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh pengaruhnya
terhadap
lingkungan
sebagai
objek
yang
sangat
dekat
dengan
pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
13
e. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang
berkelanjutan adalah bukti bahwa pembangunan tersebut akan berhasil.
3. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan dan kepribadian
bangsa. Ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan perumahan dan
permukiman (Syahrin, 2003: 120), antara lain:
a. Adanya tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia
sebagai individu dalam lingkungan terkecil.
b. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang memperhatikan adanya
kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya dan lainnya.
c. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu
atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya.
d. Adanya unsur perbatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia
sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
penghidupannya.
a. Pengertian Perumahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukman (UUPP), perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
14
b. Pengertian Permukiman
Dalam Undang – Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), permukiman mengandung pengertian sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya
berasal dari satu kata, namun jika ditinjau dari struktur katanya, kata permukiman
terdiri dari dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu:
a. Isi yaitu mempunyai implementasi yang menunjukkan kepada manusia
sebagai penghuni maupun masyarakat dilingkungan sekitarnya.
b. Wadah yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan
elemen – elemen buatan manusia.
4. Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Dalam Keputusan Presiden (KePres) No. 63 Tahun 2000 Tentang Badan
Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional
tertulis bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan
yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu memperhatikan aspekaspek prasarana dan sarana lingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri
bahan, jasa kontruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia,
kemitraan antar pelaku, peraturan perundang-undangan, dan aspek penunjang
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
15
a. Asas Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Syahrin dalam bukunya “Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan” menguraikan beberapa asas selain
asas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perumahan dan Permukiman
(Syahrin, 2003:106), yaitu:
a. Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus
memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya adanya
pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara
pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan
partisipasi semua pihak yang terkait, tidak dikriminasi dalam perbuatan
dan
implementasi
kebijakan,
bertanggung jawab
kepada
publik,
penyelesaian konflik penguasaan dan pemanfaatan secara bijaksana, dan
menghargai hak-hak asasi manusia dalam pengelolaan sumber daya alam.
b. Asas Transpansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan
publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan
perumahan
permukiman,
mulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi.
c. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan
pembangunan perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi
dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat
dibina hubungan yang saling mendukung dan kerja sama, yang
menempatkan
kepentingan
pelestarian
fungsi
lingkungan
dan
Universitas Sumatera Utara
16
berkelanjutan fungsi perumahan dan permukiman diatas kepentingan
masing-masing sektor.
d. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara
bijaksana dengan memperhatikan sifat dapat diperbaharukan (renewable)
dan tidak terbaharukan (unrenewable), dengan selalu memperhitungkan
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan
generasi kini dan mendatang.
e. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab
pengelolaan perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan
lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau Mentei
kepada tingkat birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan
dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing
daerah.
f. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan permukiman
dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka
kesempatan
kepada
masyarakat
dan
semua
pihak
yang
terkait
(stakeholders), untuk mengambil bagian aktif dalam pengelolaan
perumahan dan permukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari
kegiatan
identifikasi dan
inventarisasi,
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
g. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur pengawasan
masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
17
perumahan dan permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan
mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif.
h. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan
dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai halhal yang berkaitan dengan kebijakan public dan kepentingan masyarakat,
sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada rakyat atas segala
tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan secara trasparan.
i.
Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang benar
dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelstarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan
tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi
persetujuan (free and prior informed consent).
b. Aspek-Aspek yang Terkait dalam Perumahan dan Permukiman
Ada 5 aspek yang terkait dalam perumahan dan permukiman (Aulia,
2008:20), yaitu:
1. Aspek Fisik
a. Typologi Hunian
a.1. Rumah Tunggal (Datached House)
Tipe rumah ini berdiri sendiri dan terpisah dari rumah di
sebelahnya dengan luas di atas 400 m².
Universitas Sumatera Utara
18
a.2. Rumah Koppel (Semi – Detached House)
Rumah yang terdiri dari satu bangunan dengan dua unit rumah
tinggal dimana atapnya menjadi satu.
a.3. Rumah Deret (Row House)
Sebuah hunian yang bangunan rumahnya menempel satu dengan
yang lainnya, umumnya berderet maksimal 6 unit dengan luas di
bawah 200 m².
a.4. Rumah Tipe Maisonette
Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, berupa 1 unit tersendiri,
berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar. Umumnya
lantai 1 dimanfaatkan untuk ruang tamu, ruang keluarga, dapur,
dan lain-lain. Sedangkan lantai 2 dimanfaatkan untuk ruang
pribadi seperti ruang tidur.
a.5. Apartemen
Apartemen adalah sebuah bangunan bertingkat dan terdiri dari
unit – unit hunian. Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan
rumah tinggal seperti ini, biasanya dibedakan atas kelompok
penghuninya seperti rumah susun atau flat untuk kelompok
penghuni masyarakat menengah ke bawah dan apartemen untuk
masyarakat mengah ke atas.
a.6. Ruko
Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi
bangunan yaitu fungsi hunian dan fungsi niaga, umumnya berada
pada pusat-pusat kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Prasarana
Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosio
ekonomi,
terdapat
juga
masalah
kesehatan
lingkungan
yang
menyangkut perumahan dan permukiman, yaitu:
b.1. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih
Masih belum tersedianya kualitas air bersih untuk semua
penduduk, bahkan sebagian kecil penduduk masih mendapatkan
air bersih dengan tingkat Water Of Questionable Safetly.
b.2. Pembuangan sampah dan air limbah
Pembuangan sampah di kota pada umumnya belum memadai
karena kurangnya fasilitas angkutan, semakin terbatasnya tempat
pembuangan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat.
Kualitas air limbah terutama yang berasal dari indutri masih
banyak yang kualitasmya di atas ambang batas yang ditetapkan
menurut peraturan yang ada, oleh karenanya tidak jarang timbul
keluhan masyarakat karena pencemaran yang terjadi.
b.3. Penyediaan sarana pembuangan kotoran
Di daerah perkotaan, penduduk yang menggunakan jamban lebih
tinggi, namun banyak kota, pembuangan kotoran dari jamban
tersebut disalurkan ke septic tank atau sumur penampungan
sebagian bahkan langsung ke sungai atau badan-badan air lainnya.
b.4. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum
Masalahnya
ini pada dasarnya berpangkal pada
ketidak
seimbangan antara jumlah penduduk yang semakin meningkat
Universitas Sumatera Utara
20
dengan
kemampuan
pengelolaan
kota,
ditambah
dengan
kurangnya kesadaran masyarakat senidiri akan hubungan antara
kesehatan lingkungan dengan kesehatan dirinya sendiri.
c. Struktur
c.1. Segi Konstruksi
Berbagai konstruksi bangunan rumah tinggal seperti sistim
struktur rangka, dinding geser, dan lain-lain.
c.2. Segi Perancangan
Perancangan
unit
hunian
mencakup
arsitektur
bangunan,
perancangan tata ruang, dan tampil bangunan serta pemberian
warna pada komponen bangunan.
c.3. Segi Pelaksanaan
Pada permukiman terencana, sistem pembangunan massal akan
merendahkan biaya bangunan.
d. Bahan Bangunan
Pemilihan
bahan
bangunan
juga
akan
mempengaruhi
biaya
pembangunan rumah tinggal, beberapa alternatif pemilihan bahan
bangunan disesuaikan dengan potensi material yang ada di sekitar
lahan bahan bangunan, hal ini bertujuan untuk menekan biaya
pengangkutan
bahan.
Pemilihan
bahan
bangunan
juga
dapat
mempengaruhi ruang yang akan direncanakan misalnya, bangunan
yang banyak memanfaatkan material kayu akan terasa lebih hangat dan
bersahabat bila dibandingkan dengan bangunan yang memanfaatkan
sebagian besar bahan bangunannya dari beton atau baja.
Universitas Sumatera Utara
21
Pada rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah
pertimbangan
bahan
bangunan
lebih
ditekankan
pada
fungsi
materialnya dan harga bahan bangunan.
2. Aspek Teknis
Pedoman penyusunana rencana tata ruang kawasan perkotaan mencakup
pedoman penyusunan:
a. Rencana struktur tata ruang kawasan perkotaan metropolitan.
b. Rencana umum tata ruang kawasan perkotaan.
c. Rencana detail tata ruang kawasan perkotaan.
d. Rencana teknik ruang kawasan perkotaan.
3. Aspek Ekonomi
a. Harga rumah
Ada 3 komponen utama yang mempengaruhi harga per unit
bangunan rumah tinggal, yaitu:
a.1. Harga lahan
Aspek–aspek yang mempengaruhi harga lahan, yaitu:
1. Lokasi
2. Nilai tanah
3. Status tanah
4. Pengembangan kawasan
a.2. Bahan bangunan
Komponen bahan bangunan merupakan pengaruh terbesar
kedua dari harga rumah. Oleh karena itu diusahakan pemilihan
Universitas Sumatera Utara
22
material bangunan dengan memanfaatkan bahan bangunan
produksi dalam negeri agar harganya bisa lebih murah.
a.3. Upah tenaga kerja
Kontraktor bangunan biasanya membayar upah tenaga kerja
menurut spesialisasi keahliannya. Misalnya tukang batu,
tukang besi, tukang kayu akan lebih tinggi upahnya bila
dibandingkan dengan tukang angkut biasa.
b. Nilai rumah
Aspek-aspek yang mempengaruhi nilai suatu bangunan, yaitu:
b.1. Nilai dari kepemilikan unit bangunan.
Nilai ini bertambah dari waktu ke waktu sehingga banyak
orang melakukan investasi uangnya dengan membeli rumah.
b.2. Harga sewa bangunan.
Nilai bangunan akan terlihat dari harga sewanya, apabila itu
rumah sewa maka akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
b.3. Kualitas rumah.
Biasanya kondisi bangunan akan semakin menurun, sehingga
perlu
dilakukan
renovasi
untuk
memperbaiki
kualitas
bangunan, tetapi ada juga bangunan rumah tinggal yang telah
berusia puluhan tahun tetapi masih terasa nyaman untuk
dihuni.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Aspek Sosial Budaya
a. Budaya
Kebudayaan adalah hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Kebudayaan merupakan
gabungan dari pandangan hidup dan
lingkungan alam dan masyarakat. Ada 3 aspek budaya yang
mempengaruhi pembangunan, yaitu:
a.1. Agama
a.2. Adat istiadat
a.3. Aturan
b. Sosial
Kehidupan sosial merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan
mendorong terwujudnya kelakuan-kelakuan yang dibedakan atas:
b.1. Kelakuan manusia dengan Tuhan
b.2. Kelakuan manusia dengan dirinya sendiri
b.3.Kelakuan
manusia
dengan
manusia
lain
yang
berada
disekelilingnya
b.4. kelakuan manusia dengan alam
5. Aspek Kebijakan
Kebijakan penanganan permukiman kumuh dilakukan dengan 3 cara,
misalnya perbaikan kampung, peremajaan kota, pemindahan penduduk
(resettlement).
Universitas Sumatera Utara
24
5. Permukiman Kumuh
Menurut UU No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 13 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, pengertian permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat.
Lahirnya pemukiman kumuh (slum area) adalah akibat pertumbuhan
penduduk yang lebih cepat dari penataan pemukiman. Sementara pada sisi lain,
pembangunan perumahan oleh masyarakat dalam beberapa hal juga ternyata lebih
cepat dari pada penataan dan pengawasan oleh pemerintah, sehingga munculnya
perumahan dan pemukiman di atas tanah yang dikuasai oleh negara atau milik
orang lain.
Selain itu, lahirnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah perkotaan
tidak terlepas dari perkembangan dan pertambahan penduduk kota, yang antara
lain akibat urbanisasi atau migrasi. Para migran yang datang ke kota dengan
berbagai motif dan tujuan, mereka tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan
yang memadai untuk bekerja di sektor-sektor formal. Mereka terpaksa harus
mengadu nasib di sektor – sektor informal dengan penghasilan rendah, tapi jumlah
jam kerja relatif lebih tinggi. Sedangkan untuk tempat tinggal, mereka memilih
daerah pemukiman kumuh karena harganya lebih murah.
Dengan adanya kemampuan untuk menghidupkan diri dengan layak inilah
diharapkan warga negara bisa menikmati taraf hidup yang layak. Ada beberapa
indikator yang bisa muncul dalam hidup yang layak (Revrison Baswir dkk,
1999:193), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
25
a. Perumahan yang layak huni dari kuantitas (luas) maupun dari segi kualitas
(jenis lantai dan bahan baku yang digunakan).
b. Ketersediaan dan kemampuan mengonsumsi air yang layak.
c. Ketersediaan udara yang sehat untuk dihirup.
d. Ketersediaan dan kemampuan menggunakan penerangan rumah yang baik
(listrik) serta kondisi dan perkembangan lingkungan hidup.
a. Strategi Mengatasi Permukiman Kumuh
Ada beberapa strategi untuk mengatasi permukiman
kumuh
ini
(https://www.academia.edu/) :
1. Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun ini diprioritaskan pada kawasan-kawasan
kumuh yang tingkat kekumuhannya sudah sangat tinggi atau kondisi
lingkungan permukiman yang sudah tidak layak huni, dimana infrastruktur
yang tersedia sangat terbatas, kepadatan bangunan sangat tinggi, lahan
terbatas, namun status lahan umumnya merupakan lahan hak milik, dan
berada di kawasan pusat kota. Bangunan rumah susun ini dilengkapi oleh
beberapa fasilitas lingkungan seperti balai pertemuan, TK, SD, lapangan
parkir, listrik, air Bersih, taman lingkungan, TPS, pengolahan limbah.
Pembangunan dan pengelolaan rumah susun ini dilakukan oleh Pihak
Perumnas bekerjasama dengan Pemda.
Universitas Sumatera Utara
26
2. Pembangunan Rumah Susun Sewa
Pembangunan rumah susun sewa ini diprioritaskan pada kawasan –
kawasan kumuh yang berada pada lahan-lahan yang ilegal (bantaran
sungai, taman kota, sempadan pantai) yang umumnya ditempati oleh
sebagian besar merupakan pekerja informal dan buruh dengan tingkat
pendapatan
yang rendah.
Selain
diperuntukan
bagi
kaum
yang
berpenghasilan rendah, model rumah susun sewa ini dapat juga dilakukan
untuk meremajakan kota pada kawasan kumuh. Bangunan rumah susun
sewa ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana infrastruktur seperti air
bersih, pengolahan sampah (TPS), pengolahan limbah, parkir, listrik,
parkir. Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa ini dapat dilakukan
oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan instansi terkait lainnya.
3. Program Perbaikan Kampung atau Bedah Rumah
Program perbaikan kampung merupakan program untuk memperbaiki
komponen infrastruktur dalam kampung, sedangkan bedah rumah
merupakan perbaikan beberapa rumah masyarakat yang tidak layak huni.
Program ini dilaksanakan secara terpadu dengan sektor – sektor terkait.
Kawasan kumuh yang mendapatkan prioritas program ini yaitu kawasan
kumuh dengan tingkat kekumuhan kurang kumuh sampai Kumuh , dimana
infrastruktur terbatas atau kurang, sering terkena banjir atau genangan,
merupakan kampung-kampung tua, dan pendapatan perkapita masyarakat
rendah. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan,
terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui
penataan lingkungan dan peningkatan serta penyediaan prasarana dasar,
Universitas Sumatera Utara
27
sehingga akan meningkatkan jumlah keluarga yang bertempat tinggal pada
rumah-rumah yang layak huni dan sehat. Teknis pelaksanaan program ini
adalah:
a. Perbaikan dan peningkatan sanitasi lingkungan.
b. Rehabilitasi kualitas rumah menjadi rumah yang layak huni.
4. Pembongkaran atau Penggusuran Rumah-Rumah Liar Di Bantaran/Sempadan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai
kawasan lindung (konservasi) dari bahaya banjir disamping menjaga
keindahan kota. Kegiatan ini diprioritaskan pada perumahan – perumahan
kaum migran (squatter) yang menepati kawasan ini. Sebagai solusinya
pemerintah harus menyediakan kawasan perumahan sederhana pada lokasi
– lokasi yang masih kosong (lahan tidak produktif). Kegiatan yang dapat
dilakukan seperti penertiban bangunan – bangunan liar di bantaran sungai
dan sempadan pantai sesuai dengan rencana tata ruang yang ada dan
menata dan mengembangkan daerah hijau disepanjang bantaran sungai
dan pantai. Program ini dapat diterapkan pada kawasan kumuh yang
menempati daerah – daerah dimana status lahannya bukan merupakan hak
milik masyarakat.
5. Resettlement (Pemindahan Penduduk).
Resettlement adalah suatu program penataan kawasan permukiman kumuh
melalui pemindahan penduduk yang biasanya memakan waktu dan biaya
sosial cukup besar, termasuk kemungkinan timbulnya keresahan bahkan
kerusuhan oleh masyarakat. Pemindahan penduduk dilakukan dikarenakan
kawasan tersebut berada pada kawasan tidak layak sehingga perlu
Universitas Sumatera Utara
28
direhabilitasi dan dapat memberikan nilai ekonomi, sosial, dan estetika
serta fisik lingkungan bagi kehidupan kota.
Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman(KSNPP), sebagai berikut :
1. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan
permukiman kumuh di perkotaan dan daerah pesisir/nelayan, yang meliputi :
a. Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh.
b. Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman.
c. Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa
(rusunawa) di perkotaan.
Untuk mendukung keberlanjutan permukiman, kualitas lingkungan secara
keseluruhan dari segi fungsional, lingkungan, dan visual wujud lingkungan harus
dapat terjaga sesuai dengan karakteristik dan dinamika sosial, ekonomi, dan
lingkungan setempat serta dampak kesalingterkaitannya dengan kawasan
disekitarnya pada skala yang lebih luas. Pada kawasan – kawasan permukiman
kumuh, upaya peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan hanya terbatas pada
aspek fisik lingkungannya, seperti pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana
dasar kawasan permukiman, tetapi harus secara komprehensif didasari konsep
TRIDAYA, yaitu secara menyeluruh disamping kegiatan utamanya memperbaiki
lingkungan, perumahan dan pendayagunaan prasarana serta sarana lingkungannya
secara kontekstual, juga harus dapat secara seimbang menampung kebutuhan
pengembangan sistem sosial masyarakat dan pemberdayaan ekonomi lokal
masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
29
Upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang pernah
dilaksanakan selama ini, seperti perbaikan kampung (KIP), pemugaran dan
peremajaan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh dilaksanakan secara
lebih komprehensif, sehingga untuk keberhasilannya sangat diperlukan aktualisasi
konsep pembangunan partisipatif yang berbasis kepada keswadayaan masyarakat,
termasuk didalamnya pertimbangan pengarusutamaan gender, dan melembaganya
kemitraan positif dari berbagai pelaku pembangunan, tidak saja dari sisi
pemerintah dan masyarakat, tetapi juga dari sisi dunia usaha. Pada kawasan
permukiman padat penduduk di perkotaan dan permukiman kumuh di daerah
pesisir/nelayan, upaya peningkatan kualitas permukiman juga sekaligus diarahkan
untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahannya, dapat dilakukan dengan
mengembangkan sistem rumah sewa, yang karena keterbatasan lahan di
perkotaan, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah, dapat
berupa rumah susun sederhana (rusuna), atau rumah susun sederhana sewa
(rusunawa).
Dalam hal dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas permukiman
kumuh, pembangunan rusuna/rusunawa tersebut harus tetap memberikan prioritas
kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah yang tinggal di
permukiman kumuh tersebut untuk dapat lebih mudah mengakses kebutuhan
huniannya, dengan menciptakan berbagai kemudahan tertentu bagi mereka, dan
tetap berpegang kepada prinsip pembangunan dengan tanpa menggusur.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, yang
meliputi :
a. Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun
(Lisiba).
b. Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pengembangan Kasiba dan Lisiba di daerah, termasuk Lisiba berdiri
sendiri, adalah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota,
dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di
Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan Lisiba
tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar
secara terencana sebagai bagian dari kawasan khususnya di perkotaan, mulai dari
kegiatan seperti penyediaan tanah siap bangun dan kaveling tanah matang, serta
penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, termasuk utilitas umum,
secara terpadu dan efisien, dan pelembagaan manajemen kawasan yang efektif.
Untuk mewujudkan struktur pemanfaatan ruang Kasiba dan Lisiba, disamping
melalui pentahapan program yang dikembangkan oleh badan pengelola dan
sejalan dengan program pembangunan daerah, tetap diperlukan dukungan
Pemerintah di dalam menyediakan prasarana dan sarana dasar kawasan yang
bersifat strategis sebagai kegiatan stimulan dan pendampingan, yang untuk
selanjutnya diharapkan dapat lebih diwujudkan berdasarkan prinsip kemitraan
yang positif dari dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah.
Prinsip-prinsip pembangunan kawasan permukiman yang berkelanjutan,
baik
secara
internal
di
dalam
kawasan
maupun
secara
eksternal
kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, diterapkan secara
Universitas Sumatera Utara
31
efektif di dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba, termasuk Lisiba berdiri
sendiri. Penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba dengan manajemen kawasan yang
efektif diharapkan juga mampu berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan
tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman yang tidak teratur dan
cenderung kumuh. Keragaman fungsi secara relatif terbatas dari Kasiba dan
Lisiba, disamping dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, juga
diharapkan dapat menampung secara seimbang kebutuhan perumahan dan
permukiman bagi semua lapisan masyarakat, termasuk lapisan masyarakat miskin
dan berpenghasilan rendah.
Sehingga dengan demikian mereka dapat terbantu untuk memperoleh
kesempatan yang sama untuk menikmati hunian yang layak, prasarana dan sarana
dasar permukiman yang memadai dengan harga yang relatif lebih terjangkau,
termasuk melalui pengembangan sistem subsidi silang bila diperlukan. Dalam
pengembangan Kasiba dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna
tanah, juga perlu dipertimbangkan pengembangan Bank Tanah untuk lebih
mengendalikan harga tanah.
3. Penerapan tata lingkungan permukiman, yang meliputi :
a. Pelembagaan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
permukiman di daerah (RP4D).
b. Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan permukiman
tradisional.
c. Revitalisasi lingkungan permukiman strategis.
d. Pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar
pelayanan minimal lingkungan permukiman.
Universitas Sumatera Utara
32
Upaya pengembangan permukiman juga ditujukan secara seimbang bagi
permukiman yang telah terbangun, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
penurunan kualitas permukimannya, melindungi nilai – nilai spesifik, unik,
tradisional, dan bersejarah yang telah tercipta sepanjang umur kawasan, dan untuk
meningkatkan kinerja kawasan sehingga dapat melampaui ukuran indeks minimal
keberlanjutan kawasan. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman di Daerah (RP4D) merupakan pedoman perencanaan,
pemrograman, pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah
dan atau jangka panjang yang harus diupayakan dapat melembaga di setiap
daerah, melalui peraturan daerah, yang untuk realisasinya harus dipantau dan
dikendalikan dari waktu ke waktu, serta dikelola dengan tata pemerintahan yang
baik dan melibatkan secara sinergi kemitraan pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat. RP4D merupakan arahan utama sehingga pada setiap kurun waktu
tertentu para pelaku pembangunan perumahan dan permukiman di daerah dapat
mengukur dan mengevaluasi kinerja keberhasilan penataan lingkungan perumahan
dan permukiman di daerah yang bersangkutan.
Perumahan atau permukiman yang bernilai spesifik dan unik ditinjau dari
aspek sosial budaya, teknologi, dan arsitektural, bernilai tradisional, dan bernilai
sejarah, termasuk secara khusus pada bangunan gedung dan lingkungannya,
berdasarkan peraturan perundang-undangan cagar budaya yang ada dapat
dikategorikan sebagai benda atau situs yang harus dilindungi dan dipelihara.
Perlindungan dan pemeliharaan yang dilakukan dapat mulai dari kegiatan
pendataan, dan pemugaran, konservasi atau renovasi sampai dengan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
33
pemeliharaan dan pengelolaan guna pelestarian khususnya nilai-nilai berharga
yang terkandung didalamnya.
Pelestarian juga dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan jati diri
masyarakat yang dinamis namun masih berbasis pada nilai – nilai kontekstual
setempat. Dalam hal tertentu, upaya revitalisasi kawasan perumahan dan
permukiman yang dinilai strategis tetap dimaksudkan untuk merealisasikan
pembangunan berkelanjutan, namun dengan memanfaatkan potensi spesifik dari
asset permukiman yang bisa dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Sejalan dengan dinamika masyarakat yang berinteraksi melakukan
kegiatan berusaha, bersosial budaya, dan bertempat tinggal, keberlanjutan suatu
permukiman menjadi sangat dipengaruhi oleh tingkat pencapaian masyarakat
secara keseluruhan dari segi sosial, ekonomi, dan tuntutan lingkungan yang
dikehendaki, disamping akan juga dibatasi oleh daya tampung dan daya dukung
lahan atau ruang yang tersedia.
Karena itu, standar pelayanan minimal kawasan permukiman harus terus
dimantapkan,
sekaligus
ditumbuhkembangkan
aplikasi
konsep
penataan
lingkungan permukiman yang responsif, yaitu yang layak huni, berjatidiri, dan
produktif. Penataan lingkungan permukiman dapat dikembangkan mulai dari yang
berskala tapak bangunan, suatu lingkungan, sampai dengan skala kawasan,
dengan
memperhatikan
berbagai
aspek
seperti
keragaman
fungsi
lingkungan/kawasan, aksesibilitas, ekologi lingkungan, dan kesalingterkaitan
dengan
fungsi
ruang
dan
kawasan
lainnya,
termasuk
pertimbangan
keberlangsungan keanekaragaman hayati yang ada.
Universitas Sumatera Utara
34
Dalam rangka pengembangan penataan lingkungan permukiman dan
pemantapan standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman, juga harus
pula dipertimbangkan pentingnya mencegah perubahan fungsi lahan, menghindari
upaya
pemaksaan/penggusuran
di
dalam
pelaksanaan
pembangunan,
mengembangkan pola hunian berimbang, menganalisis dampak lingkungan
melalui kegiatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), serta
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) secara konsisten, dan menerapkan proses perencanaan dan perancangan
kawasan permukiman yang partisipatif dan transparan, serta mengantisipasi
potensi bencana alam yang mungkin terjadi.
6. Permukiman Kumuh di Kota Medan
Salah satu pokok permasalahan yang sering dialami oleh kota – kota besar
di negara berkembang adalah permukiman kumuh (slum area).
Pengertian
permukiman kumuh (slum settlement) sering dicampur adukan dengan
permukiman liar (squartter settlement). Pada dasarnya squartter adalah orang
yang menghuni suatu lahan yang bukan miliknya atau bukan haknya, atau tanpa
izin dari pemiliknya. Pengertian permukiman liar ini mengacu kepada legalitas,
baik itu legalitas kepemilikan lahan/tanah, penghuni atau permukiman, serta
pengadaan sarana dan prasarananya.
Peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang permukiman kumuh yaitu
UU No. 1 Tahun 2011 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 640/039.K/I/2015.
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 pasal 1 ayat 13 permukiman kumuh adalah
Universitas Sumatera Utara
35
Pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
munculnya permukiman kumuh di Kota Medan, antara lain:
a. Faktor ekonomi, ketidakmampuan masyarakat memperbaiki rumah.
b. Tingginya permintaan atau kebutuhan tempat tinggal sedangkan luas lahan
terbatas.
c. Kepadatan penduduk.
Adapun ciri utama permukiman kumuh adalah :
a. Kenyaman tempat tinggal sangat kurang,
b. Nilai ekonomi tempat hunian rendah,
c. Permukiman mengandung resiko tinggi dari sudut menjangkitnya penyakit
menular dan kebakaran,
d. Kemungkinan sebagai sumber timbulnya kerawanan sosial.
Berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan
permukiman suatu lingkungan yang tidak sesuai dengan tata ruang adalah :
a. Kepadatan bangunan sangat tinggi
b. Kualitas bangunan sangat rendah
c. Prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat, rawan dapat menbahayakan
kehidupan dan penhidupan masyarakat penghuni dengan tidak memiliki
dan sangat kekurangan air bersih, system sanitasi dan drainase,
Universitas Sumatera Utara
36
pengelolaan limbah dan sampah penerangan jalan, jalan setapak, sekolah
(tempat pendidikan), klinik (balai kesehatan), tempat bermain olah raga
dan tempat bertemu/sosialisasi.
d. Ditetapkan oleh Pemda Kabupaten/Kota sebagai lingkungan permukiman
kumuh.
Sebagian besar penggunaan lahan di Kota Medan pada umumnya
dimanfaatkan untuk pemukiman. Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun
seperti perumahan dan permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan
fasilitas umum lainnya hampir tersebar di seluruh wilayah Kota Medan.
Berdasarkan RT/RW Kota Medan luas permukiman seluas 12.510 Ha, sawah
seluas 5.433 Ha, dan rawa/hutan rawa (428 H
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota – kota besar di negara berkembang umumnya mengalami laju
pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor – faktor alami yaitu
kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat
pesat dari desa ke kota (urbanisasi). Laju pertumbuhan penduduk yang pesat ini
tentu akan membawa beragam permasalahan di daerah perkotaan seperti
kemacetan kota, kemiskinan, meningkatnya kriminalitas, munculnya pemukiman
kumuh (slum area) terutama pada lahan-lahan kosong seperti jalur hijau
disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api, taman-taman kota maupun di
bawah jalan layang.
Pemukiman kumuh (slum area) adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak
beraturan yang terdapat di daerah perkotaan. Pemukiman kumuh ini merupakan
pemukiman liar karena dibangun di atas tanah milik negara atau tanah milik orang
lain. Ciri-ciri permukiman kumuh ini adalah banyak dihuni oleh pengangguran,
tingkat kejahatan/kriminalitas tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin dan
berpenghasilan rendah, daya beli rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak
beraturan, warganya adalah kaum migran yang bermigrasi dari desa ke kota,
fasilitas publik sangat tidak memadai, kebanyakan warga slum bekerja sebagai
pekerja kasar dan serabutan, bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan
rumah semi permanen.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Keberadaan permukiman kumuh menjadi salah satu indikator gagalnya
pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perumahan dan tata kota
yang berkelanjutan. Selain menimbulkan keruwetan tata ruang kota maka
padatnya permukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta
api, areal pemakaman umum, di bawah jembatan maupun jalan layang ini juga
berdampak bagi lingkungan hidup, kesehatan dan standar hidup warga perkotaan,
serta rawan menimbulkan tindak kejahatan. Konflik juga tak terhindarkan ketika
pemerintah daerah berusaha mengatur tata ruang dan tata kota yang amburadul,
sementara keberadaan permukiman kumuh justru dianggap sebagai solusi bagi
warga miskin yang hidup di perkotaan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah
pada proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan lahan sangat minim sehingga
sering kali menimbulkan penolakan warga, bahkan tak jarang mereka sampai
bertindak anarkis demi membela tempat tinggal miliknya.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan permukiman kumuh
harus mendapat skala prioritas dalam penanganannya. Penghuni pemukiman
kumuh (slum area) adalah sekelompok orang yang datang dari desa menuju kota
dengan tujuan ingin mengubah nasib atau ingin mendapatkan kesuksesan, karena
tidak mendapatkan peluang atau keberhasilan di daerah asalnya. Mereka mencoba
keberuntungannya di kota tanpa adanya keahlian yang memadai dan jenjang
pendidikan yang cukup, sehingga akhirnya memasuki sektor informal yang
terdapat di kawasan perkotaan. Mereka merupakan kaum termiskin di kota yang
bekerja sebagai kuli pelabuhan, tukang becak, buruh kasar, tukang gali, kuli
bangunan, menyemir sepatu, memungut barang-barang bekas (pemulung),
menyapu jalan dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3
Akibatnya mereka berada dalam kehidupan ekonomi yang miskin karena
hanya memiliki penghasilan yang rendah tetapi harus berhadapan dengan biaya
hidup yang tinggi di kota. Rendahnya upah, parahnya pengangguran dan setengah
pengangguran menjurus pada rendahnya pendapatan, langkanya harta milik yang
berharga, tiadanya tabungan, tidak adanya persediaan makanan dan terbatasnya
jumlah uang tunai.
Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia juga memiliki
masalah dalam penataan pemukiman penduduk yaitu banyaknya pemukiman
kumuh yang menghiasi Kota Medan. Alasan pemerintah atas perkembangan
permukiman kumuh ini tidak lain adalah masalah dana yang tidak memadai, hal
ini disampaikan oleh Tondi Nasha Yusuf Nasution selaku Kepala seksi Pembina
Rumah Formal dan Swadaya Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
bahwa Penanganan sebenarnya sudah dilakukan. Bahkan di seluruh kawasan
sudah dilakukan penataan. Hanya saja hal itu tidak sepenuhnya dilakukan karena
terbatasnya anggaran (http://larispa.or.id).
Kawasan permukiman kumuh di Kota Medan saat ini diperkirakan
mencapai 22,5% dari luas wilayah Kota Medan yang terdiri dari 88.166 unit
rumah atau 13,62% dari jumlah rumah yang ada di Kota Medan. Kawasan
permukiman kumuh tersebut tersebar di 145 titik lokasi, dimana pada umumnya
berada pada bantaran sungai dan bantaran rel kereta api, terutama di pusat kota
(Pemko Medan, 2012). Pemukiman kumuh tersebut menyebar di Kelurahan
TegalSari Mandala I dan II, Kelurahan Binjai Medan Denai, Kelurahan Bahari
Medan Belawan, Kelurahan Medan Barat, Kelurahan Aur Medan Maimoon,
Kampung Madras Kecamatan Medan Petisah (waspada online, 2011). Jumlah
Universitas Sumatera Utara
4
penduduk Medan pada akhir tahun 2011 adalah 2.117.224 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 0,94% (BPS Kota Medan, 2012).
Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan sejak tahun 2005 telah
menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi walaupun demikian Kota Medan
tercatat sebagai kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yakni 7.987
jiwa/km². Kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi demografi
yaitu menurunnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian, tetapi disisi lain
meningkatnya arus perpindahan antar daerah dan proses urbanisasi, termasuk arus
ulang alik (commuters) (Pemko Medan, 2012).
Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara telah berkembang
menjadi pusat perekonomian daerah dan regional yang penting di Pulau Sumatera.
Pertumbuhan ekonomi kota sebesar 7,69% per tahun menyebabkan warga desa
semakin hari semakin terhisap oleh magnet ekonomi Kota Medan. Migrasi ini
terjadi karena berlebihnya jumlah sumber daya manusia yang terdapat di pedesaan
dan adanya peluang kerja di perkotaan. Beberapa masyarakat pedesaan di dunia
terdapat pandangan bahwa migrasi ke pota adalah cara untuk mendapatkan
sesuatu yang lebih baik dari sekedar pertanian di pedesaan. Banyaknya arus
migrasi ke Kota Medan menimbulkan sejumlah persoalan, antara lain adalah
masih tingginya persentase jumlah warga miskin di Medan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan,
persentase jumlah warga miskin pada tahun 2010 adalah 10,05%. Hal ini
disebabkan pertumbuhan dan pembangunan wilayah tidak mampu mengatasi
terjadinya kesenjangan pendapatan antara masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) dengan yang berpenghasilan tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah
Universitas Sumatera Utara
5
sangat sulit memperoleh rumah yang layak huni dan terjangkau, sehingga salah
satu masalah terbesar penataan Kota Medan adalah penataan pemukiman padat.
Salah satu pemukiman kumuh yang ada di Kota Medan terdapat di
Kampung Kubur, Jalan H Zainul Arifin, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan
Medan Petisah. Kampung Kubur dan daerah-daerah rawan narkoba lainnya di
Indonesia, terdapat satu benang merah, yaitu kampung ini terletak di kawasan
permukiman
kumuh.
Pertanyaanya
sekarang
adalah
mengapa
kawasan
permukiman kumuh rawan akan narkoba
Ini sudah dijawab oleh Yayat Supriyatna selaku pakar tata kota di mana
kampung kumuh yang menjadi gudang bandar narkoba rata-rata tidak tersentuh
hukum (detik.com, 2016). Pernyataan ini menegaskan bahwa ada semacam ironi
dalam pemberantasan bandar narkoba khususnya yang tinggal di kawasan kumuh.
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mempunyai program 100-0-100 dimana di tahun 2019 target yang ingin dicapai
yaitu 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi.
Diharapkan setelah 0% kawasan kumuh, maka kota akan bebas kawasan kumuh
seluruhnya di tahun 2019 (detik.com, 2016).
Ini seakan mengacu pada target dari UN Habitat yang mencanangkan kota
di abad 21 perlu menjadi kota yang pintar di mana ini mempunyai maksud kota
yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan.
Target 0% kumuh ini cukup menarik karena yang disasar bukan semata-mata
outputnya tetapi juga outcome yang timbul dari adanya program tersebut
(DetikSport,2016). Kawasan kumuh mempunyai beberapa premis yang saling
berhubungan. Hunian yang kurang layak, kehidupan Masyarakat Berpenghasilan
Universitas Sumatera Utara
6
Rendah (MBR), banyaknya pengangguran, jalan lingkungan yang sempit, tingkat
akses sanitasi dan air minum yang kurang adalah beberapa kata kunci yang terkait
dengan kawasan permukiman kumuh. Adanya kata-kata kunci ini akhirnya yang
berpotensi dapat melibatkan masyarakat berpenghasilan rendah yang ada di dalam
kawasan ini untuk mencari jalan pintas, termasuk di dalamnya bertindak
kriminalitas maupun terlibat narkoba.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melaksanakan peremajaan
kawasan kumuh dalam rangka untuk memberantas perdagangan narkoba
(DetikSport, 2016), yaitu:
1. Terlibatnya masyarakat secara aktif dalam peremajaan kawasan
kumuh. Kegiatan pemetaan kondisi sosial ekonomi lingkungan harus
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Selain
tujuan untuk saling mengenal antar penduduk, kegiatan yang dapat
dikemas dalam bentuk rapat ini, juga akan merumuskan program
peremajaan kawasan kumuh apa yang dapat diwujudkan nantinya.
Langkah pertama ini juga akan menumbuhkan modal sosial (social
capital) berupa kepercayaan, norma dan jaringan (networking).
Dengan adanya modal sosial yang tumbuh, maka akan timbul
kepercayaan dan jaringan antar warga masyarakat di kawasan kumuh.
Apabila ada orang asing yang tinggal dan tidak ikut terlibat dalam
beberapa kegiatan, maka akan terlihat oleh forum ini. Selain itu, modal
sosial yang timbul menjadi kontrol sosial dan dapat mencegah
berkembangnya narkoba di kawasan kumuh tersebut. Dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
7
ini RT/RW setempat juga akan menjadi lebih perhatian dan tidak
bersikap acuh tak acuh kepada warganya.
2. Kerjasama antar pemangku kepentingan di daerah tersebut. Wali
Kota/Bupati dapat menginstruksikan program peremajaan kawasan
kumuh di kampung-kampung yang dirasa rawan terhadap perdagangan
narkoba. Program ini dapat dilaksanakan dengan melibatkan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait misalnya Dinas Pekerjaan
Umum setempat berperan dalam membangun jalan lingkungan dan
sanitasi yang layak, Dinas Tenaga Kerja dapat berperan mengadakan
pelatihan/training ketrampilan komputer, bahasa asing dan lainnya
kepada para pengangguran di kawasan kumuh ini. Dinas Tenaga Kerja
juga dapat langsung menyalurkan lulusan pelatihan ini kepada
perusahaan-perusahaan yang ada di kota tersebut. Dinas lain yang
dapat terlibat misalnya Dinas Kesehatan memberikan fasilitas periksa
gratis, Dinas Pendidikan dapat berperan memberikan beasiswa kepada
anak – anak yang kurang mampu di kawasan kampung ini. Dari luar
SKPD, Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi juga
dapat masuk melalui sosialisasi bahaya narkoba. Dengan adanya
kerjasama program lintas SKPD ini, MBR dapat terbantu dalam hal
mencari pekerjaan, meringankan belanja rumah tangga masyarakat
sehingga masyarakat tidak akan mencari pekerjaan haram misal
menjadi kurir narkoba. Langkah ini juga dapat menimbulkan
kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah dan dalam rangka
memanusiawikan masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh.
Universitas Sumatera Utara
8
3. Membentuk organisasi pengelola kawasan, langkah ini merupakan
lanjutan dari langkah pertama dan kedua. Dari kerjasama lintas SKPD
yang mempunyai tujuan meringankan beban belanja pendidikan,
kesehatan masyarakat, secara tidak langsung, masyarakat akan dididik
untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung (saving).
Masyarakat akan bisa menabung dan sebagian kecil uang dari
masyarakat dapat digunakan sebagai modal dalam membangun
kawasan. Modal ini dapat diputar melalui koperasi yang pada nantinya
koperasi ini akan berperan sebagai organisasi sebuah badan pengelola
kawasan eks – kawasan kumuh. Organisasi ini bertujuan menjaga agar
kawasan ini tidak menjadi kumuh, menjaga keberlanjutan lingkungan
di kawasan dan dapat menjadi alat kontrol sosial dari masyarakat
terhadap ancaman narkoba dari luar.
Langkah-langkah ini akan efektif dilakukan jika dilakukan secara
bersama-sama. Dengan langkah peremajaan kawasan kumuh ini diharapkan tujuan
mengentaskan kawasan kumuh sekaligus memberantas perdagangan narkoba
dapat tercapai dengan baik. Langkah ini juga dapat mencapai pengertian kota
yang fokus pada manusia dan dapat memadukan berbagai aspek kesejahteraan
seperti utarakan oleh UN Habitat..
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Strategi Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Untuk Mengatasi Masalah Permukiman
Kumuh di Kota Medan”.
Universitas Sumatera Utara
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah strategi yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman
Kota Medan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota
Medan.
b. Kendala apa saja yang dihadapi dalam mengatasi masalah permukiman
kumuh di Kota Medan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui strategi pembangunan perumahan dan permukiman
yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
untuk mengatasi masalah permukiman kumuh di Kota Medan.
b. Untuk mengetahui kendala – kendala apa saja yang dihadapi oleh Dinas
Perumahan dan Permukiman Kota Medan dalam mengatasi masalah
permukiman kumuh di Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
a. Secara
Subyektif,
sebagai
suatu
sarana
dalam
melatih
dan
mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi
dalam menyusun karya ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
10
b. Secara Akademis, sebagai suatu kontribusi baik secara langsung atau tidak
langsung bagi perpustakaan jurusan Ilmu Administrasi Negara dan bagi
kalangan penulis yang tertarik dalam masalah penelitian ini.
c. Secara Praktis, sebagai bahan masukan pemikiran bagi semua kalangan
terkhusus pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dalam
memahami lebih lanjut pembangunan perumahan dan pemukiman.
E. Kerangka Teori
Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan
masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan
bahan referensi dalam penelitian.
1. Strategi
Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang berarti seni
atau ilmu menjadi seorang jendral. Jendral Yunani yang efektif perlu untuk
memimpin tentara, menang perang dan memimpin wilayah, melindungi kota dari
serbuan musuh, menghancurkan musuh. Setiap jenis tujuan memerlukan
pemanfaatan sumber daya yang berbeda. Orang yunani mengetahui bahwa strategi
lebih dari sekedar berperang dalam pertempuran, sejak zaman yunani kuno,
konsep strategi sudah mempunyai komponen perencanaan dan pembuatan
keputusan atau komponen tindakan (Stoner, 1996:267).
Strategi juga dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, dalam
perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Strategi biasanya
dikembangkan guna menghadapi isu strategi dengan cara membuat garis besar
tanggapan organisasi terhadap pilihan kebijakan fundamental dan strategi pada
Universitas Sumatera Utara
11
umumnya akan mengalami kegagalan apabila tidak mempersiapkan langkah
spesifik untuk menginplementasikan strategi tersebut.
Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya
pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam
organisasi. Oleh karena itu menurut Hoffer dan Scheldel (dalam Tangkilisan,
2003:54) mengajukan empat komponen strategi yang perlu dipertimbangkan,
yaitu:
a. Ruang lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau
institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa
yang akan datang.
b. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan
sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran
organisasi atau instansi.
c. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage), yaitu posisi unik yang
dikembangkan institusi atau organisasi.
d. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan
seluruh komponen yang ada mampu begerak secara terpadu dan efektif.
2.Pembangunan
Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh beberapa sarjana
dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan
negara - negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari
kata Development yang berarti pembangunan atau perkembangan dan perubahan
Universitas Sumatera Utara
12
sosial. Todaro dalam Arifin (2008:6) mendefinisikan pembangunan merupakan
suatu proses multidimensial yang meliputi perubahan-perubahan struktur sosial,
sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus peningkatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut
Todaro dalam Arifin (2008:7), makna sebenarnya pembangunan itu adalah
pemerataan jadi hakikatnya dibutuhkan cara yang baik agar pembangunan yang
begitu pesatnya merata yang berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat
dengan menjunjung tinggi azas keadilan.
a.Alat Ukur Pembangunan
Menurut Arif Budiman (dalam skripsi Alex Candro Sidabutar, 2008: 20)
dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, diuraikan indikator-indikator
pembangunan. Indikator tersebut adalah:
a. Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya ditandai
dengan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut kemajuan
ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam pembangunan.
b. Pemerataan. Bangsa atau Negara yang berhasil melakukan pembangunan
adalah mereka yang disamping tingginya produktivitasnya, penduduknya
juga makmur dan sejahtera secara relatif merata.
c. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata harapan
hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta huruf.
d. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh pengaruhnya
terhadap
lingkungan
sebagai
objek
yang
sangat
dekat
dengan
pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
13
e. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang
berkelanjutan adalah bukti bahwa pembangunan tersebut akan berhasil.
3. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan dan kepribadian
bangsa. Ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan perumahan dan
permukiman (Syahrin, 2003: 120), antara lain:
a. Adanya tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia
sebagai individu dalam lingkungan terkecil.
b. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang memperhatikan adanya
kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya dan lainnya.
c. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu
atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya.
d. Adanya unsur perbatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia
sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
penghidupannya.
a. Pengertian Perumahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukman (UUPP), perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
14
b. Pengertian Permukiman
Dalam Undang – Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), permukiman mengandung pengertian sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya
berasal dari satu kata, namun jika ditinjau dari struktur katanya, kata permukiman
terdiri dari dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu:
a. Isi yaitu mempunyai implementasi yang menunjukkan kepada manusia
sebagai penghuni maupun masyarakat dilingkungan sekitarnya.
b. Wadah yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan
elemen – elemen buatan manusia.
4. Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Dalam Keputusan Presiden (KePres) No. 63 Tahun 2000 Tentang Badan
Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional
tertulis bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan
yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu memperhatikan aspekaspek prasarana dan sarana lingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri
bahan, jasa kontruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia,
kemitraan antar pelaku, peraturan perundang-undangan, dan aspek penunjang
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
15
a. Asas Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Syahrin dalam bukunya “Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan” menguraikan beberapa asas selain
asas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perumahan dan Permukiman
(Syahrin, 2003:106), yaitu:
a. Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus
memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya adanya
pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara
pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan
partisipasi semua pihak yang terkait, tidak dikriminasi dalam perbuatan
dan
implementasi
kebijakan,
bertanggung jawab
kepada
publik,
penyelesaian konflik penguasaan dan pemanfaatan secara bijaksana, dan
menghargai hak-hak asasi manusia dalam pengelolaan sumber daya alam.
b. Asas Transpansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan
publik dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan
perumahan
permukiman,
mulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi.
c. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan
pembangunan perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi
dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor, sehingga dapat
dibina hubungan yang saling mendukung dan kerja sama, yang
menempatkan
kepentingan
pelestarian
fungsi
lingkungan
dan
Universitas Sumatera Utara
16
berkelanjutan fungsi perumahan dan permukiman diatas kepentingan
masing-masing sektor.
d. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara
bijaksana dengan memperhatikan sifat dapat diperbaharukan (renewable)
dan tidak terbaharukan (unrenewable), dengan selalu memperhitungkan
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam bagi kepentingan
generasi kini dan mendatang.
e. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab
pengelolaan perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan
lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau Mentei
kepada tingkat birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan
dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing
daerah.
f. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan permukiman
dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka
kesempatan
kepada
masyarakat
dan
semua
pihak
yang
terkait
(stakeholders), untuk mengambil bagian aktif dalam pengelolaan
perumahan dan permukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari
kegiatan
identifikasi dan
inventarisasi,
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
g. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur pengawasan
masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
17
perumahan dan permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan
mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif.
h. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan
dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai halhal yang berkaitan dengan kebijakan public dan kepentingan masyarakat,
sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada rakyat atas segala
tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan secara trasparan.
i.
Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang benar
dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelstarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan
tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi
persetujuan (free and prior informed consent).
b. Aspek-Aspek yang Terkait dalam Perumahan dan Permukiman
Ada 5 aspek yang terkait dalam perumahan dan permukiman (Aulia,
2008:20), yaitu:
1. Aspek Fisik
a. Typologi Hunian
a.1. Rumah Tunggal (Datached House)
Tipe rumah ini berdiri sendiri dan terpisah dari rumah di
sebelahnya dengan luas di atas 400 m².
Universitas Sumatera Utara
18
a.2. Rumah Koppel (Semi – Detached House)
Rumah yang terdiri dari satu bangunan dengan dua unit rumah
tinggal dimana atapnya menjadi satu.
a.3. Rumah Deret (Row House)
Sebuah hunian yang bangunan rumahnya menempel satu dengan
yang lainnya, umumnya berderet maksimal 6 unit dengan luas di
bawah 200 m².
a.4. Rumah Tipe Maisonette
Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, berupa 1 unit tersendiri,
berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar. Umumnya
lantai 1 dimanfaatkan untuk ruang tamu, ruang keluarga, dapur,
dan lain-lain. Sedangkan lantai 2 dimanfaatkan untuk ruang
pribadi seperti ruang tidur.
a.5. Apartemen
Apartemen adalah sebuah bangunan bertingkat dan terdiri dari
unit – unit hunian. Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan
rumah tinggal seperti ini, biasanya dibedakan atas kelompok
penghuninya seperti rumah susun atau flat untuk kelompok
penghuni masyarakat menengah ke bawah dan apartemen untuk
masyarakat mengah ke atas.
a.6. Ruko
Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi
bangunan yaitu fungsi hunian dan fungsi niaga, umumnya berada
pada pusat-pusat kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
19
b. Prasarana
Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosio
ekonomi,
terdapat
juga
masalah
kesehatan
lingkungan
yang
menyangkut perumahan dan permukiman, yaitu:
b.1. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih
Masih belum tersedianya kualitas air bersih untuk semua
penduduk, bahkan sebagian kecil penduduk masih mendapatkan
air bersih dengan tingkat Water Of Questionable Safetly.
b.2. Pembuangan sampah dan air limbah
Pembuangan sampah di kota pada umumnya belum memadai
karena kurangnya fasilitas angkutan, semakin terbatasnya tempat
pembuangan sampah, dan kurangnya kesadaran masyarakat.
Kualitas air limbah terutama yang berasal dari indutri masih
banyak yang kualitasmya di atas ambang batas yang ditetapkan
menurut peraturan yang ada, oleh karenanya tidak jarang timbul
keluhan masyarakat karena pencemaran yang terjadi.
b.3. Penyediaan sarana pembuangan kotoran
Di daerah perkotaan, penduduk yang menggunakan jamban lebih
tinggi, namun banyak kota, pembuangan kotoran dari jamban
tersebut disalurkan ke septic tank atau sumur penampungan
sebagian bahkan langsung ke sungai atau badan-badan air lainnya.
b.4. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum
Masalahnya
ini pada dasarnya berpangkal pada
ketidak
seimbangan antara jumlah penduduk yang semakin meningkat
Universitas Sumatera Utara
20
dengan
kemampuan
pengelolaan
kota,
ditambah
dengan
kurangnya kesadaran masyarakat senidiri akan hubungan antara
kesehatan lingkungan dengan kesehatan dirinya sendiri.
c. Struktur
c.1. Segi Konstruksi
Berbagai konstruksi bangunan rumah tinggal seperti sistim
struktur rangka, dinding geser, dan lain-lain.
c.2. Segi Perancangan
Perancangan
unit
hunian
mencakup
arsitektur
bangunan,
perancangan tata ruang, dan tampil bangunan serta pemberian
warna pada komponen bangunan.
c.3. Segi Pelaksanaan
Pada permukiman terencana, sistem pembangunan massal akan
merendahkan biaya bangunan.
d. Bahan Bangunan
Pemilihan
bahan
bangunan
juga
akan
mempengaruhi
biaya
pembangunan rumah tinggal, beberapa alternatif pemilihan bahan
bangunan disesuaikan dengan potensi material yang ada di sekitar
lahan bahan bangunan, hal ini bertujuan untuk menekan biaya
pengangkutan
bahan.
Pemilihan
bahan
bangunan
juga
dapat
mempengaruhi ruang yang akan direncanakan misalnya, bangunan
yang banyak memanfaatkan material kayu akan terasa lebih hangat dan
bersahabat bila dibandingkan dengan bangunan yang memanfaatkan
sebagian besar bahan bangunannya dari beton atau baja.
Universitas Sumatera Utara
21
Pada rumah sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah
pertimbangan
bahan
bangunan
lebih
ditekankan
pada
fungsi
materialnya dan harga bahan bangunan.
2. Aspek Teknis
Pedoman penyusunana rencana tata ruang kawasan perkotaan mencakup
pedoman penyusunan:
a. Rencana struktur tata ruang kawasan perkotaan metropolitan.
b. Rencana umum tata ruang kawasan perkotaan.
c. Rencana detail tata ruang kawasan perkotaan.
d. Rencana teknik ruang kawasan perkotaan.
3. Aspek Ekonomi
a. Harga rumah
Ada 3 komponen utama yang mempengaruhi harga per unit
bangunan rumah tinggal, yaitu:
a.1. Harga lahan
Aspek–aspek yang mempengaruhi harga lahan, yaitu:
1. Lokasi
2. Nilai tanah
3. Status tanah
4. Pengembangan kawasan
a.2. Bahan bangunan
Komponen bahan bangunan merupakan pengaruh terbesar
kedua dari harga rumah. Oleh karena itu diusahakan pemilihan
Universitas Sumatera Utara
22
material bangunan dengan memanfaatkan bahan bangunan
produksi dalam negeri agar harganya bisa lebih murah.
a.3. Upah tenaga kerja
Kontraktor bangunan biasanya membayar upah tenaga kerja
menurut spesialisasi keahliannya. Misalnya tukang batu,
tukang besi, tukang kayu akan lebih tinggi upahnya bila
dibandingkan dengan tukang angkut biasa.
b. Nilai rumah
Aspek-aspek yang mempengaruhi nilai suatu bangunan, yaitu:
b.1. Nilai dari kepemilikan unit bangunan.
Nilai ini bertambah dari waktu ke waktu sehingga banyak
orang melakukan investasi uangnya dengan membeli rumah.
b.2. Harga sewa bangunan.
Nilai bangunan akan terlihat dari harga sewanya, apabila itu
rumah sewa maka akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
b.3. Kualitas rumah.
Biasanya kondisi bangunan akan semakin menurun, sehingga
perlu
dilakukan
renovasi
untuk
memperbaiki
kualitas
bangunan, tetapi ada juga bangunan rumah tinggal yang telah
berusia puluhan tahun tetapi masih terasa nyaman untuk
dihuni.
Universitas Sumatera Utara
23
4. Aspek Sosial Budaya
a. Budaya
Kebudayaan adalah hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Kebudayaan merupakan
gabungan dari pandangan hidup dan
lingkungan alam dan masyarakat. Ada 3 aspek budaya yang
mempengaruhi pembangunan, yaitu:
a.1. Agama
a.2. Adat istiadat
a.3. Aturan
b. Sosial
Kehidupan sosial merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan
mendorong terwujudnya kelakuan-kelakuan yang dibedakan atas:
b.1. Kelakuan manusia dengan Tuhan
b.2. Kelakuan manusia dengan dirinya sendiri
b.3.Kelakuan
manusia
dengan
manusia
lain
yang
berada
disekelilingnya
b.4. kelakuan manusia dengan alam
5. Aspek Kebijakan
Kebijakan penanganan permukiman kumuh dilakukan dengan 3 cara,
misalnya perbaikan kampung, peremajaan kota, pemindahan penduduk
(resettlement).
Universitas Sumatera Utara
24
5. Permukiman Kumuh
Menurut UU No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 13 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, pengertian permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat.
Lahirnya pemukiman kumuh (slum area) adalah akibat pertumbuhan
penduduk yang lebih cepat dari penataan pemukiman. Sementara pada sisi lain,
pembangunan perumahan oleh masyarakat dalam beberapa hal juga ternyata lebih
cepat dari pada penataan dan pengawasan oleh pemerintah, sehingga munculnya
perumahan dan pemukiman di atas tanah yang dikuasai oleh negara atau milik
orang lain.
Selain itu, lahirnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah perkotaan
tidak terlepas dari perkembangan dan pertambahan penduduk kota, yang antara
lain akibat urbanisasi atau migrasi. Para migran yang datang ke kota dengan
berbagai motif dan tujuan, mereka tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan
yang memadai untuk bekerja di sektor-sektor formal. Mereka terpaksa harus
mengadu nasib di sektor – sektor informal dengan penghasilan rendah, tapi jumlah
jam kerja relatif lebih tinggi. Sedangkan untuk tempat tinggal, mereka memilih
daerah pemukiman kumuh karena harganya lebih murah.
Dengan adanya kemampuan untuk menghidupkan diri dengan layak inilah
diharapkan warga negara bisa menikmati taraf hidup yang layak. Ada beberapa
indikator yang bisa muncul dalam hidup yang layak (Revrison Baswir dkk,
1999:193), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
25
a. Perumahan yang layak huni dari kuantitas (luas) maupun dari segi kualitas
(jenis lantai dan bahan baku yang digunakan).
b. Ketersediaan dan kemampuan mengonsumsi air yang layak.
c. Ketersediaan udara yang sehat untuk dihirup.
d. Ketersediaan dan kemampuan menggunakan penerangan rumah yang baik
(listrik) serta kondisi dan perkembangan lingkungan hidup.
a. Strategi Mengatasi Permukiman Kumuh
Ada beberapa strategi untuk mengatasi permukiman
kumuh
ini
(https://www.academia.edu/) :
1. Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun ini diprioritaskan pada kawasan-kawasan
kumuh yang tingkat kekumuhannya sudah sangat tinggi atau kondisi
lingkungan permukiman yang sudah tidak layak huni, dimana infrastruktur
yang tersedia sangat terbatas, kepadatan bangunan sangat tinggi, lahan
terbatas, namun status lahan umumnya merupakan lahan hak milik, dan
berada di kawasan pusat kota. Bangunan rumah susun ini dilengkapi oleh
beberapa fasilitas lingkungan seperti balai pertemuan, TK, SD, lapangan
parkir, listrik, air Bersih, taman lingkungan, TPS, pengolahan limbah.
Pembangunan dan pengelolaan rumah susun ini dilakukan oleh Pihak
Perumnas bekerjasama dengan Pemda.
Universitas Sumatera Utara
26
2. Pembangunan Rumah Susun Sewa
Pembangunan rumah susun sewa ini diprioritaskan pada kawasan –
kawasan kumuh yang berada pada lahan-lahan yang ilegal (bantaran
sungai, taman kota, sempadan pantai) yang umumnya ditempati oleh
sebagian besar merupakan pekerja informal dan buruh dengan tingkat
pendapatan
yang rendah.
Selain
diperuntukan
bagi
kaum
yang
berpenghasilan rendah, model rumah susun sewa ini dapat juga dilakukan
untuk meremajakan kota pada kawasan kumuh. Bangunan rumah susun
sewa ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana infrastruktur seperti air
bersih, pengolahan sampah (TPS), pengolahan limbah, parkir, listrik,
parkir. Pelaksanaan pembangunan rumah susun sewa ini dapat dilakukan
oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan instansi terkait lainnya.
3. Program Perbaikan Kampung atau Bedah Rumah
Program perbaikan kampung merupakan program untuk memperbaiki
komponen infrastruktur dalam kampung, sedangkan bedah rumah
merupakan perbaikan beberapa rumah masyarakat yang tidak layak huni.
Program ini dilaksanakan secara terpadu dengan sektor – sektor terkait.
Kawasan kumuh yang mendapatkan prioritas program ini yaitu kawasan
kumuh dengan tingkat kekumuhan kurang kumuh sampai Kumuh , dimana
infrastruktur terbatas atau kurang, sering terkena banjir atau genangan,
merupakan kampung-kampung tua, dan pendapatan perkapita masyarakat
rendah. Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan,
terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui
penataan lingkungan dan peningkatan serta penyediaan prasarana dasar,
Universitas Sumatera Utara
27
sehingga akan meningkatkan jumlah keluarga yang bertempat tinggal pada
rumah-rumah yang layak huni dan sehat. Teknis pelaksanaan program ini
adalah:
a. Perbaikan dan peningkatan sanitasi lingkungan.
b. Rehabilitasi kualitas rumah menjadi rumah yang layak huni.
4. Pembongkaran atau Penggusuran Rumah-Rumah Liar Di Bantaran/Sempadan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai
kawasan lindung (konservasi) dari bahaya banjir disamping menjaga
keindahan kota. Kegiatan ini diprioritaskan pada perumahan – perumahan
kaum migran (squatter) yang menepati kawasan ini. Sebagai solusinya
pemerintah harus menyediakan kawasan perumahan sederhana pada lokasi
– lokasi yang masih kosong (lahan tidak produktif). Kegiatan yang dapat
dilakukan seperti penertiban bangunan – bangunan liar di bantaran sungai
dan sempadan pantai sesuai dengan rencana tata ruang yang ada dan
menata dan mengembangkan daerah hijau disepanjang bantaran sungai
dan pantai. Program ini dapat diterapkan pada kawasan kumuh yang
menempati daerah – daerah dimana status lahannya bukan merupakan hak
milik masyarakat.
5. Resettlement (Pemindahan Penduduk).
Resettlement adalah suatu program penataan kawasan permukiman kumuh
melalui pemindahan penduduk yang biasanya memakan waktu dan biaya
sosial cukup besar, termasuk kemungkinan timbulnya keresahan bahkan
kerusuhan oleh masyarakat. Pemindahan penduduk dilakukan dikarenakan
kawasan tersebut berada pada kawasan tidak layak sehingga perlu
Universitas Sumatera Utara
28
direhabilitasi dan dapat memberikan nilai ekonomi, sosial, dan estetika
serta fisik lingkungan bagi kehidupan kota.
Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman(KSNPP), sebagai berikut :
1. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dengan prioritas kawasan
permukiman kumuh di perkotaan dan daerah pesisir/nelayan, yang meliputi :
a. Penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman kumuh.
b. Perbaikan prasarana dan sarana dasar permukiman.
c. Pengembangan rumah sewa, termasuk rumah susun sederhana sewa
(rusunawa) di perkotaan.
Untuk mendukung keberlanjutan permukiman, kualitas lingkungan secara
keseluruhan dari segi fungsional, lingkungan, dan visual wujud lingkungan harus
dapat terjaga sesuai dengan karakteristik dan dinamika sosial, ekonomi, dan
lingkungan setempat serta dampak kesalingterkaitannya dengan kawasan
disekitarnya pada skala yang lebih luas. Pada kawasan – kawasan permukiman
kumuh, upaya peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan hanya terbatas pada
aspek fisik lingkungannya, seperti pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana
dasar kawasan permukiman, tetapi harus secara komprehensif didasari konsep
TRIDAYA, yaitu secara menyeluruh disamping kegiatan utamanya memperbaiki
lingkungan, perumahan dan pendayagunaan prasarana serta sarana lingkungannya
secara kontekstual, juga harus dapat secara seimbang menampung kebutuhan
pengembangan sistem sosial masyarakat dan pemberdayaan ekonomi lokal
masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
29
Upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman yang pernah
dilaksanakan selama ini, seperti perbaikan kampung (KIP), pemugaran dan
peremajaan lingkungan perumahan dan permukiman kumuh dilaksanakan secara
lebih komprehensif, sehingga untuk keberhasilannya sangat diperlukan aktualisasi
konsep pembangunan partisipatif yang berbasis kepada keswadayaan masyarakat,
termasuk didalamnya pertimbangan pengarusutamaan gender, dan melembaganya
kemitraan positif dari berbagai pelaku pembangunan, tidak saja dari sisi
pemerintah dan masyarakat, tetapi juga dari sisi dunia usaha. Pada kawasan
permukiman padat penduduk di perkotaan dan permukiman kumuh di daerah
pesisir/nelayan, upaya peningkatan kualitas permukiman juga sekaligus diarahkan
untuk dapat memenuhi kebutuhan perumahannya, dapat dilakukan dengan
mengembangkan sistem rumah sewa, yang karena keterbatasan lahan di
perkotaan, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah, dapat
berupa rumah susun sederhana (rusuna), atau rumah susun sederhana sewa
(rusunawa).
Dalam hal dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas permukiman
kumuh, pembangunan rusuna/rusunawa tersebut harus tetap memberikan prioritas
kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah yang tinggal di
permukiman kumuh tersebut untuk dapat lebih mudah mengakses kebutuhan
huniannya, dengan menciptakan berbagai kemudahan tertentu bagi mereka, dan
tetap berpegang kepada prinsip pembangunan dengan tanpa menggusur.
Universitas Sumatera Utara
30
2. Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, yang
meliputi :
a. Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun
(Lisiba).
b. Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pengembangan Kasiba dan Lisiba di daerah, termasuk Lisiba berdiri
sendiri, adalah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau Kota,
dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di
Daerah (RP4D) yang telah ditetapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan Lisiba
tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan permukiman skala besar
secara terencana sebagai bagian dari kawasan khususnya di perkotaan, mulai dari
kegiatan seperti penyediaan tanah siap bangun dan kaveling tanah matang, serta
penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, termasuk utilitas umum,
secara terpadu dan efisien, dan pelembagaan manajemen kawasan yang efektif.
Untuk mewujudkan struktur pemanfaatan ruang Kasiba dan Lisiba, disamping
melalui pentahapan program yang dikembangkan oleh badan pengelola dan
sejalan dengan program pembangunan daerah, tetap diperlukan dukungan
Pemerintah di dalam menyediakan prasarana dan sarana dasar kawasan yang
bersifat strategis sebagai kegiatan stimulan dan pendampingan, yang untuk
selanjutnya diharapkan dapat lebih diwujudkan berdasarkan prinsip kemitraan
yang positif dari dunia usaha, masyarakat, dan pemerintah.
Prinsip-prinsip pembangunan kawasan permukiman yang berkelanjutan,
baik
secara
internal
di
dalam
kawasan
maupun
secara
eksternal
kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, diterapkan secara
Universitas Sumatera Utara
31
efektif di dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba, termasuk Lisiba berdiri
sendiri. Penyelenggaraan Kasiba dan Lisiba dengan manajemen kawasan yang
efektif diharapkan juga mampu berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan
tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman yang tidak teratur dan
cenderung kumuh. Keragaman fungsi secara relatif terbatas dari Kasiba dan
Lisiba, disamping dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, juga
diharapkan dapat menampung secara seimbang kebutuhan perumahan dan
permukiman bagi semua lapisan masyarakat, termasuk lapisan masyarakat miskin
dan berpenghasilan rendah.
Sehingga dengan demikian mereka dapat terbantu untuk memperoleh
kesempatan yang sama untuk menikmati hunian yang layak, prasarana dan sarana
dasar permukiman yang memadai dengan harga yang relatif lebih terjangkau,
termasuk melalui pengembangan sistem subsidi silang bila diperlukan. Dalam
pengembangan Kasiba dan Lisiba serta kaitannya dengan pengelolaan tata guna
tanah, juga perlu dipertimbangkan pengembangan Bank Tanah untuk lebih
mengendalikan harga tanah.
3. Penerapan tata lingkungan permukiman, yang meliputi :
a. Pelembagaan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
permukiman di daerah (RP4D).
b. Pelestarian bangunan yang dilindungi dan lingkungan permukiman
tradisional.
c. Revitalisasi lingkungan permukiman strategis.
d. Pengembangan penataan lingkungan permukiman dan pemantapan standar
pelayanan minimal lingkungan permukiman.
Universitas Sumatera Utara
32
Upaya pengembangan permukiman juga ditujukan secara seimbang bagi
permukiman yang telah terbangun, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
penurunan kualitas permukimannya, melindungi nilai – nilai spesifik, unik,
tradisional, dan bersejarah yang telah tercipta sepanjang umur kawasan, dan untuk
meningkatkan kinerja kawasan sehingga dapat melampaui ukuran indeks minimal
keberlanjutan kawasan. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman di Daerah (RP4D) merupakan pedoman perencanaan,
pemrograman, pembangunan dan pengendalian pembangunan jangka menengah
dan atau jangka panjang yang harus diupayakan dapat melembaga di setiap
daerah, melalui peraturan daerah, yang untuk realisasinya harus dipantau dan
dikendalikan dari waktu ke waktu, serta dikelola dengan tata pemerintahan yang
baik dan melibatkan secara sinergi kemitraan pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat. RP4D merupakan arahan utama sehingga pada setiap kurun waktu
tertentu para pelaku pembangunan perumahan dan permukiman di daerah dapat
mengukur dan mengevaluasi kinerja keberhasilan penataan lingkungan perumahan
dan permukiman di daerah yang bersangkutan.
Perumahan atau permukiman yang bernilai spesifik dan unik ditinjau dari
aspek sosial budaya, teknologi, dan arsitektural, bernilai tradisional, dan bernilai
sejarah, termasuk secara khusus pada bangunan gedung dan lingkungannya,
berdasarkan peraturan perundang-undangan cagar budaya yang ada dapat
dikategorikan sebagai benda atau situs yang harus dilindungi dan dipelihara.
Perlindungan dan pemeliharaan yang dilakukan dapat mulai dari kegiatan
pendataan, dan pemugaran, konservasi atau renovasi sampai dengan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
33
pemeliharaan dan pengelolaan guna pelestarian khususnya nilai-nilai berharga
yang terkandung didalamnya.
Pelestarian juga dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan jati diri
masyarakat yang dinamis namun masih berbasis pada nilai – nilai kontekstual
setempat. Dalam hal tertentu, upaya revitalisasi kawasan perumahan dan
permukiman yang dinilai strategis tetap dimaksudkan untuk merealisasikan
pembangunan berkelanjutan, namun dengan memanfaatkan potensi spesifik dari
asset permukiman yang bisa dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Sejalan dengan dinamika masyarakat yang berinteraksi melakukan
kegiatan berusaha, bersosial budaya, dan bertempat tinggal, keberlanjutan suatu
permukiman menjadi sangat dipengaruhi oleh tingkat pencapaian masyarakat
secara keseluruhan dari segi sosial, ekonomi, dan tuntutan lingkungan yang
dikehendaki, disamping akan juga dibatasi oleh daya tampung dan daya dukung
lahan atau ruang yang tersedia.
Karena itu, standar pelayanan minimal kawasan permukiman harus terus
dimantapkan,
sekaligus
ditumbuhkembangkan
aplikasi
konsep
penataan
lingkungan permukiman yang responsif, yaitu yang layak huni, berjatidiri, dan
produktif. Penataan lingkungan permukiman dapat dikembangkan mulai dari yang
berskala tapak bangunan, suatu lingkungan, sampai dengan skala kawasan,
dengan
memperhatikan
berbagai
aspek
seperti
keragaman
fungsi
lingkungan/kawasan, aksesibilitas, ekologi lingkungan, dan kesalingterkaitan
dengan
fungsi
ruang
dan
kawasan
lainnya,
termasuk
pertimbangan
keberlangsungan keanekaragaman hayati yang ada.
Universitas Sumatera Utara
34
Dalam rangka pengembangan penataan lingkungan permukiman dan
pemantapan standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman, juga harus
pula dipertimbangkan pentingnya mencegah perubahan fungsi lahan, menghindari
upaya
pemaksaan/penggusuran
di
dalam
pelaksanaan
pembangunan,
mengembangkan pola hunian berimbang, menganalisis dampak lingkungan
melalui kegiatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), serta
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) secara konsisten, dan menerapkan proses perencanaan dan perancangan
kawasan permukiman yang partisipatif dan transparan, serta mengantisipasi
potensi bencana alam yang mungkin terjadi.
6. Permukiman Kumuh di Kota Medan
Salah satu pokok permasalahan yang sering dialami oleh kota – kota besar
di negara berkembang adalah permukiman kumuh (slum area).
Pengertian
permukiman kumuh (slum settlement) sering dicampur adukan dengan
permukiman liar (squartter settlement). Pada dasarnya squartter adalah orang
yang menghuni suatu lahan yang bukan miliknya atau bukan haknya, atau tanpa
izin dari pemiliknya. Pengertian permukiman liar ini mengacu kepada legalitas,
baik itu legalitas kepemilikan lahan/tanah, penghuni atau permukiman, serta
pengadaan sarana dan prasarananya.
Peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang permukiman kumuh yaitu
UU No. 1 Tahun 2011 dan Keputusan Walikota Medan Nomor 640/039.K/I/2015.
Menurut UU No. 1 Tahun 2011 pasal 1 ayat 13 permukiman kumuh adalah
Universitas Sumatera Utara
35
Pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan
prasarana yang tidak memenuhi syarat. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
munculnya permukiman kumuh di Kota Medan, antara lain:
a. Faktor ekonomi, ketidakmampuan masyarakat memperbaiki rumah.
b. Tingginya permintaan atau kebutuhan tempat tinggal sedangkan luas lahan
terbatas.
c. Kepadatan penduduk.
Adapun ciri utama permukiman kumuh adalah :
a. Kenyaman tempat tinggal sangat kurang,
b. Nilai ekonomi tempat hunian rendah,
c. Permukiman mengandung resiko tinggi dari sudut menjangkitnya penyakit
menular dan kebakaran,
d. Kemungkinan sebagai sumber timbulnya kerawanan sosial.
Berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan
permukiman suatu lingkungan yang tidak sesuai dengan tata ruang adalah :
a. Kepadatan bangunan sangat tinggi
b. Kualitas bangunan sangat rendah
c. Prasarana lingkungan tidak memenuhi syarat, rawan dapat menbahayakan
kehidupan dan penhidupan masyarakat penghuni dengan tidak memiliki
dan sangat kekurangan air bersih, system sanitasi dan drainase,
Universitas Sumatera Utara
36
pengelolaan limbah dan sampah penerangan jalan, jalan setapak, sekolah
(tempat pendidikan), klinik (balai kesehatan), tempat bermain olah raga
dan tempat bertemu/sosialisasi.
d. Ditetapkan oleh Pemda Kabupaten/Kota sebagai lingkungan permukiman
kumuh.
Sebagian besar penggunaan lahan di Kota Medan pada umumnya
dimanfaatkan untuk pemukiman. Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun
seperti perumahan dan permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran dan
fasilitas umum lainnya hampir tersebar di seluruh wilayah Kota Medan.
Berdasarkan RT/RW Kota Medan luas permukiman seluas 12.510 Ha, sawah
seluas 5.433 Ha, dan rawa/hutan rawa (428 H