UNJUK KERJA PENGERING KOPRA ENERGI SURYA
UNJUK KERJA PENGERING KOPRA ENERGI SURYA JENIS ALIRAN PAKSA TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun oleh: RICKY PRASTYO PUTRANTO
NIM: 115214064
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERFORMANCE OF FORCE FLOW SOLAR ENERGY COPRA DRYER FINAL PROJECT
Presented as partial fulfillment of requirements to obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
Presented by: RICKY PRASTYO PUTRANTO
NIM: 115214064
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMME MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHONOLGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2012
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan di dalam Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 14 Juli 2012 Penulis
Ricky Prastyo Putranto
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Ricky Prastyo Putranto
Nomor Mahasiswa : 115214064 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
UNJUK KERJA PENGERING KOPRA ENERGI SURYA JENIS ALIRAN PAKSA
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 14 Juli 2012
Yang menyatakan
Ricky Prastyo Putranto
INTISARI
Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kopra yang melimpah untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan minyak kelapa. Mesin pengering kopra dengan sumber panas dari pembakaran batok dan sabut kelapa menimbulkan polusi udara yang mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan bagi para pekerja. Salah satu alternatif pengganti sumber panas yang ramah lingkungan adalah sumber panas dari energi surya. Dengan pemanfaatan energi surya, hasil sisa pengolahan kopra yakni batok dan sabut kelapa dapat diolah menjadi produk yang bernilai jual. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat model pengering kopra menggunakan energi surya jenis aliran paksa, (2) meneliti efisiensi pengambilan kadar air maksimum, (3) meneliti efisiensi kolektor maksimum, (4) meneliti efisiensi sistem pengeringan maksimum, (5) meneliti penurunan massa kopra maksimum.
Alat pengering ini menggunakan kolektor ½ parabola dengan luas 1 m 2 , kolektor plat datar dengan luas 0,5 m 2 dan menggunakan penukar kalor jenis pipa
bersirip dengan fluida berupa air. Variabel yang divariasikan, kecepatan udara masuk ruang pengering, massa kopra, jenis kolektor dan terbuka atau tertutupnya kaca dengan alumunium foil diatas ruang pengering. Variabel yang diukur temperatur masuk dan keluar penukar kalor, temperature udara keluar ruang pengering, temperatur penerima kalor kolektor, temperature masuk dan keluar air di penukar kalor.
Hasil penelitian menunjukkan efisiensi pengambilan kadar air maksimum sebesar 84,67 pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 1 kg. Efisiensi sistem pengering maksimum dicapai sebesar 9,69 pada variasi variasi laju aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg. Efisiensi kolektor maksimum dicapai sebesar 99,16 pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg. Penurunan massa kopra maksimum dicapai sebesar 210 gram pada variasi laju aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 2 kg.
Kata kunci: pengering kopra, energi surya, aliran paksa
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tugas Akhir ini berjudul “Unjuk Kerja Pengering Kopra Energi Surya Jenis
Aliran Paksa”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, khususnya kepada:
1. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ir. F.A. Rusdi Sambada, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
4. Para dosen Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan bekal untuk menyusun tugas akhir ini.
5. Bapak Kasto dan Ibu Surati selaku orangtua penulis yang telah memberikan dukungan dana dan dukungan spiritual sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan.
6. Kakakku Dody dan Ayun selaku keluarga penulis yang telah memberi dukungan spiritual dan memberi inspirasi.
7. Teman-teman penulis baik dari Teknik Mesin, PMK Apostolos, dan Sangkakala yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberi inspirasi dan semangat dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati terbuka penulis akan menerima segala kritik, dan saran dari setiap pembaca.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 14 Juli 2012 Penulis
Ricky Prastyo Putranto
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) .................... 25
Tabel 4.2
Data penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kgs, kaca terbuka, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) .................... 26
Tabel 4.3
Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa kopra 1 kg, kolektor ½ parabola) .................... 28
Tabel 4.4
Data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa kopra 2 kg, kolektor ½ parabola) .................... 29
Tabel 4.5
Data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa kopra 1 kg, kolektor plat datar) ...................... 31
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah pemanfaatan buah kopra untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan minyak kelapa. Dari pembuatan buah kopra kering yang siap untuk diolah menjadi minyak kelapa, diperlukan sebuah alat untuk mempercepat pengeringan kopra itu sendiri. Petani kopra yang masih tradisional, banyak yang belum menggunakan alat pengering untuk membantu mempercepat pengeringan. Sedangkan untuk petani yang memiliki modal kerja cukup besar dan berorientasi pada jumlah kopra yang dihasilkan, mereka memakai mesin pengering untuk mempercepat pengeringan.
Untuk memperoleh buah kopra kering yang berkualitas baik, mesin yang digunakan adalah mesin pengering yang sumber panasnya tidak langsung mengenai bahan yang dipanaskan. Pada umumnya sumber panas yang digunakan adalah pembakaran dari batok dan kulit kelapa itu sendiri. Sumber panas itu dipilih karena biaya yang murah dan mudah didapat serta memanfaatkan dari batok serta kulit kelapa itu sendiri. Adapun sumber energi untuk menggerakkan kipas yang berfungsi untuk mengalirkan udara panas dari penukar kalor ke ruang pengeringan menggunakan mesin diesel atau menggunakan motor listrik.
Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan sumber panas dari pembakaran batok dan kulit kelapa adalah polusi udara yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan bagi para pekerja. Apabila panas yang digunakan dari Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan sumber panas dari pembakaran batok dan kulit kelapa adalah polusi udara yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan bagi para pekerja. Apabila panas yang digunakan dari
1.2 Perumusan Masalah
Dari penelitian ini penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Energi surya yang digunakan untuk mengeringkan kopra dapat digunakan secara langsung atau tidak langsung.
2. Pengeringan dengan energi surya tak langsung menggunakan penukar kalor, dimana energi surya digunakan untuk memanaskan air. Sebuah penukar kalor dan kipas digunakan untuk memindahkan panas dari air ke udara.
3. Pengeringan dengan energi surya, secara langsung ke ruang pengeringan. Pada ruang pengeringan di bagian atasnya dipasang kaca untuk meneruskan energi termal surya sekaligus sebagai penjebak gelombang energi termal dari surya. Sebuah kipas ditambahkan untuk membuat aliran udara masuk ke ruang pengering.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Membuat model pengering kopra energi surya jenis aliran paksa.
2. Meneliti efisiensi pengambilan kadar air maksimum.
3. Meneliti efisiensi kolektor maksimum.
4. Meneliti efisiensi sistem pengering maksimum.
5. Meneliti penurunan massa kopra maksimum.
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Menambah kepustakaan tentang teknologi pengering energi surya.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan mempu untuk diaplikasikan secara nyata dalam pembuatan pengering kopra energi surya.
3. Ketergantungan sumber panas dari energi pembakaran biomass dapat dikurangi, sehingga dapat tercipta lingkungan yang bebas polusi udara dan sehat bagi pekerja pembuat kopra.
1.4 Batasan Masalah
Batasan dari penelitian ini adalah :
1. Pada peneltian ini dibuat sebuah model pengering tenaga surya secara tidak langsung menggunakan penukar kalor, dimana fluida yang digunakan berupa air dengan sumber energi panas dari energi surya.
2. Luas kolektor model ½ reflektor parabola adalah ± 1 m 2 , luas kolektor jenis plat datar 0,5 m 2 dan luas penampang penerima cahaya matahari secara langsung ke dalam ruang pengering adalah 0,279 m 2 .
3. Udara mengalir ke dalam ruang pengering menggunakan bantuan kipas dimana variasi kecepatan sebesar 2,06 ms dan 1,05 ms. Maka laju aliran massa udara yang divariasikan sebesar 0,2 kgs dan 0,1 kgs.
4. Bahan yang dikeringkan adalah kopra dengan variasi massa 1 kg dan 2 kg.
5. Kopra dipergunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang berbeda, baik dari umur buah kelapa maupun tebal dan tipis daging kelapa. Hal ini disebabkan karena sulit menemukan kopra dengan kualitas yang sama.
6. Perhitungan berat massa kopra yang dikeringkan dilakukan diawal dan akhir proses penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Pada umumnya konstruksi alat pengering hasil pertanian menggunakan absorber pelat (Gambar 2.1 dan 2.2). Bagian utama dari pengering tipe ini adalah absorber (terletak dalam kotak kolektor) yang akan menerima energi surya yang datang dan mengkonversikannya menjadi panas. Absorber ini berfungsi untuk memanasi udara luar yang mengalir ke kotak tempat bahan yang akan dikeringkan secara alami seperti Gambar 2.1 atau dapat juga dengan bantuan blower seperti Gambar 2.2. Udara yang sudah dipanasi absorber ini akan mengalir menembus hasil pertanian yang akan dikeringkan. Pada saat udara panas ini menembus hasil pertanian terjadi perpindahan panas dan massa air dari hasil pertanian ke udara panas tersebut, proses ini disebut proses pengeringan.
Gambar 2.1 Alat pengering energi surya jenis aliran udara alami.
Kolektor Plat Datar
Blower
Ruang Pengering
Gambar 2.2 Alat pengering energi surya jenis aliran udara paksa.
Gambar 2.3 Skema alat pengering energi surya tipe aliran udara paksa.
Prinsip kerja dari alat pengering energi surya pada Gambar 2.1 adalah udara yang masuk ke kolektor dipanasi oleh sinar matahari dan di sirkulasikan melalui lapisan tempat bahan dikeringkan dengan konveksi alami. Udara yang bertemperatur tinggi yang melalui lapisan tempat bahan dikeringkan, sehingga terjadi proses pengeringan. Cerobong memberikan tarikan tambahan, yang diciptakan oleh perbedaan massa jenis antara udara di dalam dan di luar pengering.
Sedangkan prinsip kerja dari alat pengering energi surya pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 adalah udara yang masuk lewat pipa bagian bawah lalu diteruskan melewati kolektor plat datar untuk dipanaskan. Udara yang telah panas lalu naik, berkumpul dipipa bagian atas lalu masuk ruang pengering. Sirkulasi udara ini dilakukan dengan bantuan blower.
Secara umum ada empat sistem termal yang dapat mengkonversi energi surya menjadi panas. Keempat sistem termal itu adalah Solar Pond, Plat Datar, Parabolik dan Heliostat. Sistem Solar Pond menggunakan suatu kolam yang berisi suatu fluida yang dapat menyimpan panas, contoh seperti Gambar 2.4. (a). Sistem plat datar seperti pada Gambar 2.4 (b) adalah jenis kolektor yang terbuat dari sebuah plat logam yang diberi warna hitam. Pemberian warna hitam dimaksudkan agar radiasi surya dapat semaksimal mungkin di serap oleh plat logam itu sendiri. Jenis ini paling banyak digunakan sebagai pemanas fluida air, walaupun ada yang digunakan sebagai pemanas udara.
(a)
(b)
Gambar 2.4 (a) Sistem Kolektor Termal Solar Pond, (b) Sistem Kolektor Termal Plat Datar.
Sistem Parabolik seperti pada Gambar 2.5 (a) adalah sistem yang menggunakan reflektor yang berbentuk parabola. Dengan menggunakan reflektor berbentuk parabola ini, energi surya yang diterima difokuskan pada suatu titik. Pemfokusan ini menyebabkan temperatur yang ada di titik dapat
mencapai 150 o C – 800
o
C. Beberapa pengembangan dari sistem termal ini salah
satunya adalah penemuan dari Wolfgang Scheffler yang menemukan reflektor yang dinamai dari dirinya sendiri yakni parabola scheffler dimana titik fokus dari parabola ini tetap pada suatu titik tanpa harus memindahkan titik fokus sesuai arah datangnya sinar matahari. Untuk menjaga agar titik fokus tetap, parabola schfflernya harus berputar secara teratur sesuai dengan waktu penyinaran matahari, sedangkan titik fokusnya tetap pada suatu tempat tanpa bergerak. Hal inilah yang membedakan antara parabola schffler dan parabola biasa.
(a)
(b)
Gambar 2.5 Sistem Kolektor Termal Parabola (a) Parabola biasa, (b) Parabola Scheffler
Pada parabola biasa, titik fokus harus ikut berpindah sesuai arah datangnya matahari. Parabola scheffler pada dasarnya diambil dari bentuk parabola itu sendiri, lihat Gambar 2.6. Pada Gambar 2.6 terlihat bahwa parabola scheffler merupakan bagian kecil dari parabola itu sendiri. Karena diambil dari ½ parabola dan sisi sebelah kanan dan kiri di perkecil sehingga membentuk pola seperti elips maka parabola scheffler dapat menjaga titik fokus tetap di depan. Adapun pergerakan matahari dapat diatasi dengan memutar parabola scheffler saat matahari terbit dari timur ke barat. Perputaran parabola scheffler ini dapat diatasi dengan penambahan mechanical tracking atau electrikal tracking.
Gambar 2.6 Bagian parabola scheffler di parabola biasa
Sistem termal Heliostat merupakan sistem kolektor yang menggunakan banyak sekali reflektor datar yang disusun mengelilingi suatu titik di menara atau bangunan, lihat Gambar 2.7. Pola pergerakan cermin diatur secara elektronik sesuai arah datangnya sinar matahari. Cermin-cermin yang berjumlah sangat banyak itu mampu menghasilkan suhu temperatur yang sangat tinggi
pada bidang yang difokuskan. Suhu yang mampu dihasilkan dari sistem ini 250
o
C – 1000 o C.
Gambar 2.7 Sistem Kolektor Termal Heliostat
2.2 Persamaan yang Digunakan
Untuk mengetahui unjuk kerja dari sistem pengering maka diperlukan persamaan yang dapat membantu mengetahui unjuk kerja sistem. Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menghitung energi berguna. Energi berguna ini adalah jumlah energi yang dipindahkan dari sumber energi ke tempat yang lain. Persamaanya dapat dinyatakan sebagai berikut:
= . . 1 − 2 ….(1)
dimana: Q u = energi berguna (W) ṁ = laju aliran massa fluida (kgs)
C P = panas spesifik fluida (Jkg.°C)
T 1 = temperatur fluida akhir (°C) T 2 = temperatur fluida awal (°C)
Untuk untuk menghitung laju aliran massa dari fluida udara menggunakan persamaan:
A = Luas penampang saluran masuk udara (m²) v = Kecepatan udara masuk saluran (ms)
ρ = Massa jenis fluida udara (kgm 3 )
Apabila fluida yang digunakan adalah air maka untuk mengetahui laju aliran massa dapat menggunakan persamaan sebagi berikut:
….(3)
dimana: Q 3 = Debit air (m s)
ρ 3 = Massa jenis air (kgm )
Dalam sistem pengering diperlukan energi untuk menguapkan air yang terdapat pada bahan yang akan dikeringkan. Untuk menghitung energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air digunakan persamaan sebagai berikut.
= . ….(4)
dengan:
: Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan uap air (MJkg) : laju massa air yang menguap (kgdetik)
: Entalpi uap jenuh (kJkg)
Unjuk kerja sistem pengering dapat diketahui dengan menghitung efisiensi dari kolektor, efisiensi sistem pengering dan efisiensi pengambilan kadar air.
Efisiensi kolektor ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna
dengan total energi surya yang datang ke kolektor, dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
….(5)
dengan :
Q U : Energi berguna ( W)
A 2
C : Luas kolektor surya (m )
0 . : Intensitas energi surya yang datang (Wm )
Efisiensi pengambilan kadar air ( P ) didefinisikan sebagai perbandingan uap air yang dipindahkan (diambil) oleh udara dalam alat pengering dengan kapasitas teoritis udara menyerap uap air, dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
_ − _
_ : kelembaban relatif udara keluar alat pengering _ : kelembaban relatif udara masuk alat pengering
_ : kelembaban jenuh adiabatis udara masuk alat pengering
Dimana besarnya tingkat kelembaban udara (RH) menyatakan banyaknya komposisi kadar air yang terkandung dalam udara (Cengel, 1989), dan dinyatakan dalam persamaan :
0.622+ ….(7)
ω 1 : Kelembaban spesifik udara (kg H 2 Okg udara kering) ω 2 : Kelembaban spesifik udara jenuh (kg H 2 Okg udara kering)
P g1 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur kering (kPa)
P
: Tekanan udara luar (kPa)
diperoleh dengan persamaan :
P g2 : Tekanan uap air jenuh pada temperatur basah (kPa) P : Tekanan udara luar (kPa)
diperoleh dengan persamaan :
2 − 1 + 2 2
….(9)
1 − 2
dengan :
C o
p : Panas spesifik udara (1.005 kJkg C)
ω 2 : Kelembaban spesifik (kg H 2 Okg udara kering)
h fg2 : Entalpi penguapan pada temperatur basah (kJkg)
h g1 : Entalpi uap jenuh pada temperatur kering (kJkg)
h f2 : Entalpi cair jenuh pada temperatur basah (kJkg) T o
1 : Temperatur udara kering ( C) T o
2 : Temperatur udara basah ( C)
Sedangkan Efisiensi sistem pengering ( S ) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air dari kopra yang dikeringkan dengan energi yang datang pada alat pengering, dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
.
=
: laju massa air yang menguap (kgdetik) : kalor laten dari air yang menguap saat temperatur pengering
(Jkg)
A 2
C : luas kolektor surya (m )
2
0 . : intensitas energi surya yang datang (Wm )
2.3 Penelitian Terdahulu
Pengeringan didefinisikan sebagai operasi perpindahan panas secara simultan dengan perubahan fase untuk memindahkan sejumlah relatif kecil air dan cairan lainnya dari suatu system yang terdiri dari banyak komponen, sehingga diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air yang aman untuk dapat disimpan lama (Taib, Said dan Wiratmaja, 1988). Didalam proses pengeringan akan terjadi beberapa proses : a) proses pemindahan panas dari udara pengering kedalam bahan lembab yang akan dikeringkan, b) proses pemindahan massa air (uap air) dari dalam bahan kepermukaan yang dikeringkan dan kemudian diikuti oleh pemindahan uap air dari permukaan bahan masuk kedalam aliran udara pengering. Kedua proses ini berlangsung secara simultan dan saling mempengaruh, namun demikian dapat dianalisa secara terpisah antara kedua proses tersebut (Muljoharjo, 1987). Pengeringan merupakan cara terbaik dalam pengawetan bahan makanan dan pengering energi surya merupakan teknologi yang sesuai bagi kelestarian alam (Scanlin, 1997). Pengeringan dengan penjemuran langsung (tradisional) sering menghasilkan kualitas pengeringan yang buruk. Hal ini disebabkan bahan yang dijemur langsung tidak terlindungi dari debu, hujan, angin, serangga, burung atau binatang lain. Kontaminasi dengan mikroorganisme yang terdapat di tanah dapat membahayakan kesehatan (Häuser et. Al,2009). Kelemahan utama dari pengering energi surya adalah kecilnya koefisien perpindahan panas antara pelat absorber dan udara yang dipanasi, sehingga menyebabkan efisiensi kolektor yang rendah. Beberapa modifikasi telah banyak diusulkan meliputi penggunaan sirip (Garg et al., 1991), penggunaan absorber dengan permukaan kasar
(Choudhury et al., 1988), dan penggunaan absorber porus (Sharma et. al., 1991). Penelitian pengering energi surya dengan luas kolektor 1,64m 2 yang dilengkapi
8 sampai 32 sirip segi empat dengan luas total sirip 0,384 m 2 dapat menaikkan temperatur udara keluar dan efisiensi kolektor. Sirip dipasang di dalam kolektor
dengan dua variasi pemasangan yaitu sirip dapat bergerak bebas dan tetap (Kurtbas, 2006).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skema Alat
Pada penelitian ini rancangan sistem pengering berbeda dengan sistem pengering tenaga surya pada umumnya. Sistem ini menggunakan penukar kalor jenis pipa bersirip dan pemanasan secara langsung oleh energi matahari. Gambar
3.1 adalah skema alat yang digunakan dalam penelitian.
Ruang Pengering
Kaca
Penerima Kalor
Penukar Kalor
Kolektor ½ Parabola
Kipas
Pompa Sirkulasi Fluida Air
Gambar 3.1 Skema alat penelitian dengan kolektor ½ parabola. Bagian-bagian utama dari alat pada Gambar 3.1:
a) Kolektor ½ Parabola dengan luas permukaan ± 1m².
b) Ruang pengering ukuran 1 x 0,33 x 0,25 m.
c) Penerima kalor berbentuk segiempat 0,15 x 0,15 m.
d) Penukar kalor model pipa bersirip.
e) Kipas angin.
f) Pompa air dengan debit 2,16 Lm .
Ruang Pengering
Kolektor plat datar
Kaca
Penukar Kalor Kipas
Pompa Sirkulasi Air
Gambar 3.2 Skema alat penelitian dengan kolektor plat datar.
Bagian-bagian utama dari alat pada Gambar 3.2 hampir sama dengan Gambar 3.1. Yang menjadi perbedaan adalah kolektor yang digunakan. Kolektor
yang digunakan adalah jenis plat datar dengan luas permukaan ± 0,5 m 2 . Gambar
3.3 sampai Gambar 3.8 adalah gambar dimensi alat penelitian yang digunakan. Satuan yang dipergunakan dalam (cm).
Gambar 3.3 Ruang pengering tampak atas.
Gambar 3.4 Ruang pengering tampak depan.
Gambar 3.5 Ruang pengering tampak belakang.
(a)
(b)
Gambar 3.6 Penukar kalor (a) Tampak depan, (b) Tampak kiri.
Gambar 3.7 Kolektor ½ parabola tampak atas
(a)
(b)
Gambar 3.8 Kolektor plat datar (a) Tampak depan, (b) tampak samping
3.2 Langkah Penelitian
Langkah penelitian dimulai dengan menentukan variasi data yang akan diambil dari pengujian alat. Adapun variabel yang akan divariasikan saat pengambilan data adalah:
1. Laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kgs dan 0,1 kgs.
2. Penambahan pemanasan langsung diatas benda yang dikeringkan dengan membuka atau menutup kaca menggunakan alumunium foil yang diletakkan diatas ruang pengering.
3. Massa kopra yang dikeringkan sebesar 1 kg dan 2 kg.
4. Jenis kolektor plat datar dengan luas 0,5 m 2 dan kolektor ½ parabola dengan luas 1 m 2 .
Setelah menentukan variabel data yang divariasikan, lalu menentukan variabel yang akan diukur. Berikut ini adalah variabel yang akan diukur saat melakukan penelitian:
1. Energi surya yang datang (G T ).
2. Temperatur udara masuk penukar kalor yakni temperatur kering (T ₁) dan
temperatur basah (T 2 ).
3. Temperatur udara keluar penukar kalor yakni temperatur kering (T 3 ) dan
temperatur basah (T 4 ).
4. Temperatur udara keluar dari ruang pengering yakni temperatur kering
(T 5 ) dan temperatur basah (T 6 ).
5. Temperatur masuk penukar kalor (T 7 ).
6. Temperatur keluar penukar kalor (T 8 ).
7. Temperatur penerima kolektor surya (T 9 ).
8. Massa bahan yang dikeringkan (M)
Dengan mengetahui variabel yang divariasikan serta variabel yang akan diukur, maka penelitian dapat dilakukan. Dalam melakukan penelitian harus melalui prosedur yang sama, agar hasil penelitian dapat dicapai dengan sempurna. Berikut ini prosedur yang harus dilakukan saat melakukan penelitian:
1. Penelitian diawali dengan mempersiapkan alat seperti Gambar 3.1 atau penelitian menggunakan variasi seperti Gambar 3.2.
2. Pengambilan data dilakukan selama 3 jam dari jam efektif matahari yakni dari pukul 10.30 sampai 13.30 WIB.
3. Pengambilan data dilakukan dengan menvariasikan kecepatan udara, penambahan pemanasan langsung dengan membuka tutup alumunium foil diatas kaca dan jumlah massa kopra yang dikeringkan.
4. Pada variasi data suatu parameter, nilai parameter yang lain sama.
5. Data yang dicatat adalah konstanta energi surya yang datang (G), temperatur
kering dan basah udara masuk penukar kalor (T 1 dan T 2 ), temperatur kering dan basah udara keluar penukar kalor (T 3 dan T 4 ), temperatur kering dan basah udara keluar ruang pengering (T 5 dan T 6 ), temperatur air masuk
penukar kalor (T 7 ), temperatur air keluar penukar kalor (T 8 ), Temperatur
penerima kolektor surya (T 9 ) dan penurunan massa bahan yang dikeringkan
(M).
6. Pengambilan data dari parameter yang lain dilakukan pada hari yang berbeda dengan tujuan agar temperatur alat kembali pada kondisi semula.
Setelah pengambilan data dari masing-masing variabel yang divariasikan sudah selesai dilakukan, maka hal yang akan dilakukan selanjutnya adalah melakukan perhitungan dan analisa. Perhitungan dilakukan pada parameter- parameter yang diperlukan dengan menggunakan persamaan (1) sampai dengan persamaan (10). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik hubungan:
1. Hubungan efisiensi kolektor, efisiensi pengambilan kadar air dan efisiensi sistem pengering dengan energi surya yang datang.
2. Hubungan massa kopra yang dikeringkan terhadap waktu dan jenis variasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Di bawah ini disajikan data pengambilan data variasi satu. Data variasi satu adalah data yang diambil saat kondisi laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kgs, penutup kaca diatas ruang pengering dilepas, berat kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola. Tabel 4.1 Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Kering Basah Kering Basah Kering Basah In
Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Tabel 4.1 Data penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
…(lanjutan)
Kering Basah Kering Basah Kering Basah In
Out Reciefer
Pukul Wm²
Berikutnya adalah pengambilan data penelitian pada data variasi kedua. Data variasi kedua adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,1 kgs, penutup kaca diatas ruang pengering dilepas, berat kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola. Tabel 4.2 Data penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Tabel 4.2 Data penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
…(lanjutan)
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Selanjutnya adalah pengambilan data penelitian untuk variasi tiga. Data penelitian variasi tiga adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kgs, penutup kaca diatas ruang pengering terpasang, berat kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola. Tabel 4.3 Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
Kering Basah Kering Basah Kering Basah In Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Tabel 4.3 Data penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa
kopra 1 kg, kolektor ½ parabola).
…(lanjutan)
Kering Basah Kering Basah Kering Basah In Out Reciefer
Pukul Wm²
Data selanjutnya adalah data penelitian pada variasi empat. Variasi empat adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,1 kgs, penutup kaca diatas ruang pengering dilepas, berat kopra sebesar 2 kg dan menggunakan kolektor ½ parabola. Tabel 4.4 Data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 2 kg, kolektor ½ parabola).
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In
Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Tabel 4.4 Data penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa
kopra 2 kg, kolektor ½ parabola).
…(lanjutan)
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In
Out Reciefer
Pukul Wm²
Data penelitian yang terakhir adalah data penelitian variasi lima. Variasi lima adalah data yang diambil saat laju aliran massa udara yang masuk ke ruang pengering sebesar 0,2 kgs, penutup kaca diatas ruang pengering terpasang, berat kopra sebesar 1 kg dan menggunakan kolektor plat datar.
Tabel 4.5 Data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa
kopra 1 kg, kolektor plat datar).
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In
Out Reciefer
Pukul Wm²
˚C
Kg
Tabel 4.5 Data penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa
kopra 1 kg, kolektor plat datar).
…(lanjutan)
Kering Basah Kering Basah Kering Basah
In
Out Reciefer
Pukul Wm²
Pembahasan data penelitian ini meliputi perhitungan untuk menghitung nilai kelembapan relatif, efisiensi pengambilan kadar air (η p ), nilai energi
berguna (Q u ), efisiensi penukar kalor, efisiensi kolektor (η c ), efisiensi sistem
pengering (η u ) dan membuat analisa pembahasan berupa grafik. Grafik analisa meliputi grafik perbandingan RH masuk penukar kalor, keluar penukar kalor, keluar ruang pengering terhadap waktu dan daya surya yang diterima. Grafik analisa yang lain adalah grafik efisiensi sistem pengambilan, efisiensi kolektor, efisiensi sistem pengering dan penurunan massa kopra terhadap masing-masing variasi.
Hal yang pertama dalam menghitung variabel data penelitian adalah menghitung nilai kelembapan relatif (RH). Berikut ini adalah salah satu perhitungan kelembapan relatif dari data penelitian variasi satu pukul 10.35 di
variabel T 1 dan T 2 . Persaam untuk menghitung kelembapan relatif diambil dari
persamaan (7), (8) dan (9). Variabel yang diketahui :
T 1 = 30 ˚C
c p = 1,005 kJkg.˚C
T 2 = 27 ˚C
h f2 = 114,261 kJkg
P 2 = 101,325 kPa
h g1 = 2554,758 kJkg P g1 = 3,708 kPa h fg2. = 2435,517 kJkg
P g2 = 3,282 kPa
Perhitungan untuk ω 2 dan ω 1 adalah
2 = 0,0208 kg H 2 Okg udara kering
1,005 × 27 − 30 × 0,0208 × 2435,517
2554,758 − 114,261
1 = 0,0196 kg H 2 Okg udara kering
. Setelah ω 2 dan ω 1 diketahui, maka kelembaban relatif (RH) dihitung dengan
persamaan (3) :
0,0196 × 101,325
0,622 + 0,0208 × 3,708 = 0,84
Untuk mempercepat perhitungan RH dari masing-masing variabel setiap variasi, perhitungan dilakukan di Ms. Excel. Setelah masing-masing variabel selesai dihitung maka selanjutnya adalah menghitung nilai efisiensi sistem pengambilan. Persamaan efisiensi sistem pengambilan menggunakan persamaan (6).
Berikut ini perhitungan sistem efisiensi dari data penelitian variasi satu. Efisiensi yang dihitung adalah efisiensi rata-rata dari variabel data.
Setelah menghitung kelembapan relatif dan efisiensi sistem pengambilan. Selanjutnya adalah menghitung energi berguna. Persamaan yang digunakan untuk menghitung energi berguna diambil dari persamaan (1)
= . .( 1 − 2 )
Untuk mengetahui laju aliran massa air yang keluar dan masuk penukar kalor () digunakan persamaan (3)
dimana nilai debit (Q) adalah 2,14 Lm atau 3,56.10 3 m s dan rata-rata air pada suhu 32 °C adalah 999,8 kgm 3 . Maka dapat diketahui nilai
= . = 3,56. 10 −5 . 999,8 = 0,03566 kgs
Bila laju aliran massa pada fluida air diketahui maka selanjutnya menghitung energi berguna. Berikut ini adalah variabel perhitungan energi berguna pada temperatur rata-rata suhu air yang masuk dan keluar penukar kalor pada data variasi 5. Cp air suhu rata-rata 36 °C = 4225 Jkg. °C
T 1 = 37 °C T 2 = 35 °C
Maka,
= . . 1 − 2 = 0,03566 . 4225 . 37 − 35
Setelah energi berguna sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung efisiensi kolektor. Efisiensi kolektor dapat dihitung dari persamaan (5) yakni:
Nilai 0 . diambil dari rata-rata energi surya yang diterima pada variasi lima yakni sebesar 602 wattm 2 .s . Adapun Ac adalah luas kolektor yang digunakan.
Pada variasi lima kolektor yang digunakan adalah kolektor plat datar, dengan luas 0,5 m 2 . Maka besarnya nilai efisiensi kolektor adalah
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung energi yang digunakan untuk menguapkan air. Energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air dituliskan dengan persamaan (4)
= . dimana adalah massa air yang
berkurang tiap 1 detik, dengan menghitung dari penurunan berat kopra dari waktu pengambilan data selama 3 jam. Dari variasi data lima didapatkan nilai
= 1,19. 10 −5 dan nilai yang diambil dari rata-rata entalpi uap
jenuh udara yang keluar dari penukar kalor yakni sebesar 2,44. 10 6 .
Sehingga didapatkan nilai energi yang dibutuhkan untuk mengupakan air per satuan waktu adalah sebagai berikut.
= 1,19. 10 −5 . 2,44. 10 6 = 29,18
Perhitungan yang terakhir adalah menghitung nilai efisiensi dari sistem pengering. Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi sistem pengering diambil dari persamaan (10). Berikut ini adalah perhitungan efisiensi
sistem pengering dari variasi data lima dimana nilai 0 . rata-rata energi
2 surya yang diterima sebesar 602 wattm 2 .s . dan Ac sebesar 0,5 m .
Masing-masing variabel dari tiap-tiap variasi dihitung dengan menggunakan Ms. Excel. Dalam perhitungan terdapat hasil-hasil yang tidak valid. Hal ini disebabkan oleh ketidakakuratan alat ukur temperatur, sehingga terjadi perbedaan antara temperatur yang terbaca dalam alat ukur dan temperatur sebenarnya. Dalam menganalisis data penelitian dari masing-masing variasi, maka hasil analisis dilakukan lewat pengamatan grafik. Berikut ini adalah grafik hasil perhitungan data penelitian dan uraian singkat dari analisis masing-masing grafik.
RH in Penukar Kalor ()
RH out Penukar Kalor ()
RH out Ruang Pengering()
Gt (Energi Surya)
Waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi satu (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa kopra
1 kg, kolektor ½ parabola).
RH in Penukar Kalor ()
RH out Penukar Kalor ()
RH Out Ruang Pengering()
Gt (Energi Surya)
Waktu (menit)
Gambar 4.2 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi dua (aliran udara 0,1 kgs, kaca terbuka, massa kopra
1 kg, kolektor ½ parabola).
RH in Penukar Kalor ()
RH out Penukar Kalor ()
b 30 300
ia
d RH Out Ruang Pengering()
Gt (Energi Surya)
Waktu (menit)
Gambar 4.3 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi tiga (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa kopra
1 kg, kolektor ½ parabola).
RH in Penukar Kalor ()
RH out Penukar Kalor ()
d RH Out Ruang Pengering()
Gt (Energi Surya)
Waktu (menit)
Gambar 4.4 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi empat (aliran udara 0,2 kgs, kaca terbuka, massa kopra 2 kg, kolektor ½ parabola).
a RH in Penukar Kalor ()
RH out Penukar Kalor ()
d RH Out Ruang Pengering()
Gt (Energi Surya)
Waktu (menit)
Gambar 4.5 Grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu pada data
penelitian variasi lima (aliran udara 0,2 kgs, kaca tertutup, massa kopra
1 kg, kolektor plat datar).
Var 1 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 2 ( Aliran udara 0,1 kgs, Kaca
Terbuka, Massa kopra 1 66.33 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Tertutup, Massa kopra 1
36.95 33.62 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 4 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Terbuka, Massa kopra 2
Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 5 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca 0 Tertutup, Massa kopra 1
Kg, Kolektor Plat Datar)
Gambar 4.6 Grafik efisiensi pengambilan kadar air.
Efisiensi pengambilan kadar air didefinisikan sebagai perbandingan uap air yang dipindahkan (diambil) oleh udara dalam alat pengering dengan kapasitas teoritis udara menyerap air. Dari grafik batang efisiensi pengambilan kadar air pada Gambar 4.6, nilai tertinggi terdapat di variasi data keempat. Efisiensi pengambilan kadar air dari variasi empat lebih besar 45,94 dari variasi satu. Meningkatnya efisiensi pengambilan kadar air pada varisi data empat dipengaruhi oleh jumlah massa kopra yang dikeringkan. Semakin besar massa kopra yang dikeringkan meningkatkan konsentrasi uap air yang dilepas ke udara dibandingkan dengan massa kopra yang kecil. Sehingga udara yang keluar dari ruang pengering dengan massa kopra lebih besar mempunyai nilai kelembapan relatif yang lebih besar dibanding dengan massa kopra yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat di Gambar 4.4 dan Gambar 4.1 tentang grafik hubungan RH dan energi surya terhadap waktu.
Var 1 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 Kg, Kolektor 12 Parabola)
10 8.71 Var 2 ( Aliran udara 0,1 kgs, Kaca
Terbuka, Massa kopra 1
Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1
5 3.98 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 4 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Terbuka, Massa kopra 2
Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 5 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca 0 Tertutup, Massa kopra 1
Kg, Kolektor Plat Datar)
Gambar 4.7 Grafik efisiensi sistem pengering
Efisiensi sistem pengering didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air hasil pertanian yang dikeringkan dengan energi yang datang pada alat pengering. Dari grafik batang pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 diketahui bahwa efisiensi sistem pengering dengan menggunakan kolektor plat datar pada variasi lima meningkat 121,62 daripada menggunakan kolektor ½ parabola pada variasi tiga. Hal ini disebabkan kolektor plat datar ada selubung kaca yang menyebabkan kalor tidak mudah lepas dari permukaan plat, berbeda dengan plat penerima kalor dari kolektor ½ parabola yang tidak diberi selubung. Sehingga kalor yang dilepas di penukar kalor dapat efektif.
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 5 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Tertutup, Massa kopra 1
Kg, Kolektor Plat Datar)
Gambar 4.8 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 3 dan 5
Efisiensi sistem pengering pada variasi 1 dan 3 pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa nilai efisiensi dari tertutupnya kaca pada ruang pengering meningkat 22,76 dibanding penutup kaca yang terbuka. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pada proses pengeringan dengan menggunakan jenis aliran paksa, pada pemanasan langsung menggunakan energi surya kepada benda yang dikeringkan tidak memberi hasil cukup baik. Penyebab hal ini adalah karena kalor yang masuk ke dalam ruang pengering lebih cepat hilang bersama udara yang mengalir ke dalam ruangan. Sehingga kalor hanya memanasi udara yang mengalir dan tidak memanasi benda yang dikeringkan.
Var 1 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 5 4.37 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Gambar 4.9 Grafik efisiensi sistem pengering pada variasi 1 dan 3
Efisiensi kolektor adalah perbandingan jumlah energi yang dipindahkan penukar kalor ke udara dengan total energi yang datang ke kolektor. Dari grafik batang efisiensi kolektor pada Gambar 4.10 diketahui bahwa efisiensi kolektor dengan menggunakan kolektor plat datar pada variasi lima meningkat 40,67 dibandingkan dengan menggunakan kolektor ½ parabola pada variasi tiga. Hal ini disebabkan pada kolektor plat datar fluida air terpanasi secara sempurna ketika melewati kolektor plat datar, karena luas penyerapan kalor yang lebih besar dibanding dengan penerima kalor dari kolektor ½ prabola. Sehingga panas yang dibuang ke udara lewat penukar kalor lebih baik sehingga efisiensi kolektor meningkat.
Penurunan massa kopra pada masing-masing variasi ditunjukkan pada Gambar
4.11 . Penurunan massa pada variasi empat lebih besar 17,32 dibandingkan variasi satu, dikarenakan jumlah massa yang lebih besar, sehingga nilai penurunan massa 4.11 . Penurunan massa pada variasi empat lebih besar 17,32 dibandingkan variasi satu, dikarenakan jumlah massa yang lebih besar, sehingga nilai penurunan massa
Var 1 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 99.16 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 2 ( Aliran udara 0,1 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 80 70.49 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca 60 44.21 Tertutup, Massa kopra 1
Kg, Kolektor 12 Parabola) 40 28.64 Var 4 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
15.20 Terbuka, Massa kopra 2
Kg, Kolektor 12 Parabola) 0 Var 5 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1 Kg, Kolektor Plat Datar)
Gambar 4.10 Grafik efisiensi kolektor
Var 1 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 1 Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 2 ( Aliran udara 0,1 kgs, Kaca
Terbuka, Massa kopra 1
Kg, Kolektor 12 Parabola)
Var 3 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1
am
Kg, Kolektor 12 Parabola)
gr 100
Var 4 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca Terbuka, Massa kopra 2
Kg, Kolektor 12 Parabola) 0 Var 5 ( Aliran udara 0,2 kgs, Kaca
Tertutup, Massa kopra 1 Kg, Kolektor Plat Datar)
Gambar 4.11 Grafik penurunan massa kopra
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Telah dibuat pengering kopra energi surya jenis aliran paksa.
2. Efisiensi pengambilan kadar air maksimum dicapai sebesar 84,67 dengan
variasi laju aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 1 kg.
3. Efisiensi sistem pengering maksimum sebesar 9,69 dengan variasi laju
aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg.
4. Efisiensi kolektor maksimum sebesar 99,16 dengan variasi laju aliran
massa udara 0,2 kgs, penutup kaca tertutup, kolektor plat datar dan massa kopra 1 kg.
5. Penurunan massa kopra maksimum sebesar 210 gram dengan variasi laju
aliran massa udara 0,2 kgs, penutup kaca terbuka, kolektor ½ parabola dan massa kopra 2 kg.
5.2 Saran
Setelah penulis menyelesaikan penelitian maka beberapa saran yang dapat penulis berikan agar penelitian selanjutnya dapat lebih optimal adalah:
1. Perlunya kalibarasi alat ukur temperatur antara nilai suhu yang tercantum di penampil termometer digital dengan nilai yang tercantum di termometer air raksa pada waktu dan keadaan yang sama.
2. Pengecekan alat seperti termokopel selalu dilakukan sebelum pengambilan data untuk mencegah bila ada termokopel yang rusak sehingga tidak mengganggu saat pengambilan data.
3. Bahan yang digunakan untuk penelitian mempunyai sifat-sifat yang sama untuk tiap percobaan, agar data penelitian dapat optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, W., (1995), Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta : Pradnya Paramita,pp 141-152. Cengel, Y.A.,, M.A., (1989) Thermodynamics an Enginering Aproach 5 th , Mc. Graw
Hill New York,pp 717-739.
Taib, Gunarif. Said, Gumbira dan Wiraatmadja, Sutedja, (1988), Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: PT Melton Putera.
Choudhury C.; Anderson S.L.; Rekstad, J., (1988) A solar air heater for low temperature applications, Solar Energy 40, pp 335-344.
Garg, H.P.; Choudhury, C.; , Datta, G., (1991), Theoretical analysis on a new finned type solar air heater, Solar Energy, 16, pp1231-1238.
Häuser; Markus; Ankila; Omar, (2009) Morroco Solar Dryer Manual; Centre de Développement des Energies Renouvelables (CER), http:lwww.gtz.degateisat
Kurtbas, I.; Turgut, E. (2006), Experimental Investigation of Solar Air Heater with Free and Fixed Fins: Efficiency and Exergy Loss, International Journal of Science Technology, Volume 1, No 1, 75-82.
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, (2003), Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Energi Hijau), Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Jakarta
Scanlin, D., (1997), The Design, Construction And Use Of An Indirect, Through-Pass, Solar Food Dryer, Home Power , Issue No. 57, pages 62 -72, FebruaryMarch 1997.
Scanlin, D; Renner, M.; Domermuth, D.; Moody, H., (1999), Improving Solar Food Dryers, Home Power, Issue No. 69, pages 24 -34, February March 1999
Sharma, S.P.; Saini J.S.; Varma, K.K.; (1991), Thermal performance of packed-bed solar air heaters, Solar Energy, 47, pp 59 - 67.
Solar Dryer. http:www.nepalsolar.comproducts.php. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012.
LAMPIRAN
Gambar 6.1 Ruang pengering kopra.
Gambar 6.2 Penerima kalor dari kolektor ½ parabola Gambar 6.2 Penerima kalor dari kolektor ½ parabola
Gambar 6.3 Alat penelitian menggunakan kolektor ½ parabola
Gambar 6.4 Alat penelitian menggunakan kolektor plat datar
Gambar 6.5 Alat pendukung pengambilan data, (a) Anemometer; (b) Solarmeter;
(c) Termo Logger; (d) Timbangan Digital
Gambar 6.6 Buah kelapa (kopra) yang dikeringkan