KAJIAN ALAT MESIN PASCA PANEN SEDERHANA

MAKALAH
ALAT DAN MESIN PASCA PANEN
PENGERINGAN DENGAN LANTAI JEMUR

ANTON LESMANA

(05121402013)

HAJRAH NANDA PUTRI

(05121402013)

HALIMANTO

(05031381320018)

RIDHO ZILKA

(05121402015)

SITI FATIMAH


(05031381320019)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan pasca panen tanaman pangan dewasa ini belum optimal, ini dapat
dilihat pada masih besarnya susut bobot maupun susut mutu gabah dalam tahapan
proses. Menurut Jindal (1999) di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia,
susut pasca panen masih mencapai 15%. Terjadinya susut mutu terjadi pada semua
tahapan proses pasca panen.
Tahapan proses pasca panen terutama pengeringan adalah salah satu tahap
penanganan pasca panen terpening pada sebagian besar hasil komoditas pertanian
negara-negara asia tenggara seperti Indonesia.

Pengeringan merupakan cara untuk menghilangkan sebagian besar
air dari suatu bahan dengan bantuan panas dari sumber alami (sinar matahari) atau
buatan (mesin dan peralatan pengering). Cara pengeringan berpengaruh terhadap
mutu hasil panen, benih dan daya simpannya. Komoditas pertanian Indonesia seperti
padi, kopi, teh, jagung serta beberapa tanaman yang memiliki kadar air tinggi sangat
memelukan perlakuan pengeringan yang tepat.
Padi adalah sumber makanan pokok utama masyarakat Indonesia yang jumlah
produksi per tahunnya sangat besar. Lahan sawah di Indonesia tidak semuanya
dimiliki oleh petani dalam jumlah yang luas. Mayoritas petani Indonesia adalah
petani produksi beras skala kecil. Alat mesin pengering skala besar seperti box dryer
(bak pengering) sangat sulit didapatkan pada kondisi ini karena beberapa factor biaya
serta keterbatasan pengetahuan petani Indonesia, serta akan tidak efektif jika semua
petani padi termasuk yang berskala kecil harus menggunakan alat pengeringan
modern ini. Oleh sebab itu, pengeringan secara tradisional seperti lantai jemur dengan
menggunakan sinar matahari masih menjadi pilihan sebagian petani Indonesia.
Pengeringan dengan sumber energi sinar matahari dilakukan dengan dua cara, yaitu
(1) pengeringan langsung di atas lantai jemur, (2) pengeringan dengan alas terpal di
atas lantai jemur.

Tahapan pengeringan sangat menentukan hasil akhir produk beras.

Apabila pengeringan tidak sempurna akan meningkatkan terjadinya beras pecah
pada waktu penggilingan. Selain itu pengeringan tidak sempurna akan mempermudah
jamur dan m i k r o b i a

lainnya

tumbuh

sehingga

mutu

beras

m e n j a d i j e l e k b a h k a n t i d a k d a p a t dikonsumsi (suharto, 1991). Demi
mendapatkan hasil yang optimal, kajian mengenai metode pengeringan dengan lantai
jemur sangat diperlukan agar metode ini tetap efektif digunakan demi menjaga mutu
dan kualitas serta mengurangi kehilangan dan kerusakan pasca panen hasil produksi
pertanian. hasil pengeringan ini akan menjadikan gabah siap digiling atau
disimpan untuk waktu yang lama.


1.2 Tujuan
Menganalisis karakteristik dan efisiensi pengeringan dengan lantai jemur
meliputi kapasitas lapang efektif pengeringan, penurunan kadar air optimal, durasi
lama pengeringan serta analisis biaya pengeringan .

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan adalah upaya untuk menurunkan kadar air komoditas agar aman
disimpan atau baik untuk tahap pasca panen selanjutnya. Kadar air biji yang aman
untuk disimpan berkisar antara12-14%. Pada saat komoditas dikeringkan terjadi
proses penguapan air karena adanya panas dari media pengering, sehingga uap air
akan lepas dari permukaan kulit komoditas

ke ruangan di sekeliling tempat

pengering (brooker et al . 1974) Pada budidaya tanaman padi, untuk melakukan
pengeringan gabah petani biasanya langsung menjemur gabah dipanas matahari,
dimana waktu pengeringan dengan cara seperti itu akan memakan waktu yang relatif

lama biasanya 2 hari, apabila cuaca terik sepanjang hari. Jumlah kandungan air pada
gabah disebut kadar air dan dinyatakan dengan persen (%). Karena tingginya
kandungan air gabah maka perlulah dilakukan pengeringan, dimana pada umumnya
kadar air gabah mencapai 20 % - 26 % ini bergantung cuaca pada saat pemanenan
tentunya.
Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan menurunkan kadar
air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan, mutu
gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak berkecambah dan tidak
berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan rendemen
serta menghasilkan beras gilingan yang baik (Damardjati, 1978) .
Pengeringan merupakan salah satu kegiatan pascapanen yang penting, dengan
tujuan agar kadar air gabah aman dari kemungkinan berkembangbiaknya serangga
dan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Pengeringan harus sesegera mungkin
dimulai sejak saat dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka
usahakan agar gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk
menghindarkan dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan
semakin cepat apabila ada pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran
udara.
Adapun tujuan pengeringan disamping untuk menekan biaya transportasi juga
untuk menurunkan kadar air dari 23-27 % menjadi 14 %, agar dapat disimpan lebih

lama serta menghasikan beras yang berkualitas baik. Proses pengeringan gabah
sebaiknya dilakukan secara merata, perlahan-lahan dengan suhu yang tidak terlalu

tinggi. Pengeringan yang kurang merata, akan menyebabkan timbulnya retak-retak
pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu kering akan mudah pecah saat digiling.
Sedangkan dalam kondisi yang masih terlalu basah disamping sulit untuk digiling
juga kurang baik ditinjau dari segi penyimpanannya karena akan gampang terserang
hama gudang, cendawan dan jamur (Strumillo and Kudra, 1986).
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai
nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam
waktu yang lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses
pengeringan dapat mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah
berkembang dari cara penjemuran menjadi pengering buatan.
2.1. Metode Pengeringan
a. Pengeringan Alami
Menurut Widiastuti (1980), Metode pengeringan terbagi atas :
1. Pengeringan di atas lantai
2. Pengeringan di atas rak
3. Pengeringan dengan ikatan-ikatan ditumpuk
Penjemuran gabah pada lantai jemur (lamporan) adalah cara pengeringan

gabah secara alami yang praktis, murah, sederhana dan umum digunakan oleh para
petani. Energi untuk penguapan diperoleh dari angin dan sinar matahari. Lamporan
harus bersih agar gabah padi yang dikeringkan tidak kotor. Lamporan haruslah
memenuhi syarat antara lain tidak menimbulkan panas yang terlalu tinggi, mudah
dibersihkan dan dikeringkan, tidak basah sewaktu digunakan, dan tidak berlubanglubang. Lamporan pada umumnya dibuat dari semen, permukaannya agak miring dan
bergelombang dengan maksud agar air tidak menggenang, mudah dikeringkan dan
permukaannya menjadi lebih luas.
b. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan mempunyai kelebihan dibanding pengering alami yaitu
waktu penjemuran yang lebih singkat, luasan lahan yang dibutuhkan sedikit, gabah
yang dijemur lebih bersih dan terlindung dari debu, bebas kontaminasi, tidak terkena

hujan dan lain-lain. Pengeringan buatan memerlukan biaya yang lebih mahal
dibandingkan dengna pengeringan alami. Oleh karena itu, petani harus menyesuaikan
kebutuhan dengan kapasitas hasil panen serta biaya produksi apabila hendak
melakuakan pengeringan buatan. Pengeringan buatan bemacam-macam, ada yang
menggunakan listrik, matahari, bahan bakar sekam dan lain-lain (Setijahartini, 1980).
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama pengeringan dengan lantai jemur
sebagai berikut :
a.


Kelembaban Udara
Kelembaban udara mempengaruhi kemampuan udara untuk memindahkan

uap air. Secara umum, kelembaban udara adalah ukuran kandungan air di udara.
Kelembaban udara dapat dinyatakan dalam dua pengertian yang berbeda yaitu
kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak adalah massa uap air
dalam tiap satuan massa udara kering. Kelembaban udara relatif adalah perbandingan
kelembaban udara tertentu dengan kelembaban udara jenuh pada kondisi dan tekanan
yang sama. Perbandingan ini dinyatakan dalam persentase kejenuhan dengan 100 %
untuk udara jenuh dan 0 % untuk udara yang benar-benar kering (Taib dan
Wiraatmadja,1988).
b. Radiasi Surya
Tenaga matahari berjumlah besar dan bersifat kontiniu. Tenaga matahari dapat
dikonversi langsung menjadi tenaga lainnya dengan tiga proses terpisah yaitu :
1. Proses heliochemical : tenaga matahari dapat merubah atau menstimulir proses
kimia dari suatu bahan
2. Proses helioelectrical : tenaga matahari dapat dirubah menjadi tenaga listrik
melalui fotosel sebagai pengumpul dan perubah tenaga matahari
3. Proses heliothermal : tenaga radiasi matahari dapat dirubah menjadi tenaga panas

dengan suatu alat pengumpul panas (kolektor keping datar) yang selanjutnya
dapat digunakan untuk pengeringan atau untuk keperluan lain (Rizaldi, 2006).
Radiasi surya yang sampai pada permukaan bumi telah mengalami perubahan
intensitas akibat penghamburan antara lain oleh molekul-molekul udara, nitrogen dan

oksigen, aerosol, uap air dan debu dan partikel-partikel lain. Penghamburan radiasi
ini menyebabkan langit tampak berwarna biru pada hari cerah. Beberapa radiasi yang
sudah mengalami penghamburan ini mencapai permukaan bumi dikenal dengan
radiasi difusi. Radiasi difusi biasanya juga disebut radiasi langit. Apabila radiasi surya
tidak mengalami penghamburan oleh atmosfer, maka radiasi sampai ke permukaan
sebagian radiasi langsung (beam radiation) (Arismunandar, 1995).
2.2 Metode Penjemuran Gabah
a.


Cara penjemuran dengan lantai jemur :

Jemur gabah di atas lantai jemur dengan ketebalan 5 cm – 7 cm untuk musim
kemarau dan 1 cm – 5 cm untuk musim penghujan.




Lakukan pembalikan setiap 1 – 2 jam atau 4 – 6 kali dalam sehari dengan
menggunakan garuk dari kayu.



Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 – 17.00 dan
tempering time jam 11.00 – jam 14.00.



Lakukan pengumpulan dengan garuk, sekop dan sapu.

Gambar 1. Pengeringan padi dengan lantai jemur
b. Cara penjemuran dengan alas terpal/plastik
Alas terpal/plastik dapat juga dipakai untuk alas penjemuran. Beberapa
keuntungan pengguna-an alas terpal/plastik adalah :
1. Memudahkan pengumpulan untuk pengarungan gabah pada akhir penjemuran.


2. Memudahkan penyelamatan gabah bila pada waktu penjemuran hujan turun
secara tiba-tiba.
3. Dapat mengurangi tenaga kerja buruh di lapangan.
Berikut cara penjemuran dengan alas terpal/plastik :


Jemur gabah di atas alas terpal/plastik dengan ke-tebalan 5 – 7 cm untuk musim
kemarau atau 1 – 5 cm untuk musim peng-hujan.



Lakukan pembalikan secara teratur setiap 1 – 2 jam sekali atau 4 – 6 kali dalam
sehari.

Pembalikan di-anjurkan tanpa mengguna-kan garuk karena dapat

mengakibatkan alas sobek.


Waktu penjemuran : pagi jam 08.00 – jam 11.00, siang jam 14.00 – 17.00, dan
tempering time jam 11.00 – jam 14.00.



Lakukan pengumpulan dengan cara langsung digulung.

2.3. Analisa Teknis
Kapasitas lapang termasuk salah satu komponen dari kinerja suatu alat.
Menurut Daywin et al (1992) ada dua jenis kapasitas lapang yang biasa digunakan
dalam pertanian, yaitu kapasitas lapang teoritis dan kapasitas lapang efektif. Kedua
jenis kapasitas ini dinyatakan dalam satuan ha/jam. Kapasitas lapang teoritis adalah
kemampuan kerja suatu alat di dalam suatu bidang tanah, Perhitungan kapasitas
lapang teoritis menggunakan lebar kerja mesin dan kecepatan teoritis. Kapasitas
lapang efektif merupakan rata-rata dari kemampuan kerja mesin di lapang untuk
menyelesaikan suatu bidang tanah atau jumlah dari produktivitas yang benar-benar
terjadi saat bekerja. Kehilangan kapasitas merupakan perhatian sangat penting bagi
operator mesin, karena dapat mempengaruhi pendapatan dan sumber daya.
Kehilangan kapasitas dipengaruhi oleh waktu hilang, waktu tidak beroperasi, dan
mengoperasikan mesin kurang dari lebar kerja maksimum (Field & Solie, 2007).
Kapasitas penjemuran per meter persegi lantai jemur sangat perlu diperhatikan
untuk memperkirakan hasil ataupun kapasitas jemur lantai jemur tersebut. Meskipun
lama penjemuran sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim tetapi kapasitas lantai jemur

perlu disesuaikan dengan keperluan untuk memperhitungkan hasil pengolahan pasca
panen sehingga lebih efektif dan efisien.
Pengeringan

dengan

menggunakan

lantai

jemur

dilakukan

dengan

penumpukan padi setebal 3 – 5 cm pada musim hujan atau 5 – 7 cm pada musim
kering. Gabah yang ditumpuk tidak dalam bentuk padat melainkan sebagian
volumenya juga akan berisi udara dan tidak rapat berkisar 20-25% (Firmansyah,
2006). Berdasarkan ketebalan penumpukannya dapat dihitung kapasitas penjemuran
per meter persegi (1m x 1m ) lantai jemur, yaitu :
Volume total = P x L x T
= 1 m x 1 m x 0.05 m
= 50 dm3 = 50 liter = 40 kg
= 70 dm3 = 70 liter = 56 kg
Volume gabah = (100 - 20)% x (40 kg sampai 56 kg)
= 32 kg sampai 45 kg
Dengan demikian, Setiap satu meter per segi lantai jemur, gabah yang bisa
dikeringkan adalah sebanyak ± 32 – 45 kg pada musim kering. Dengan metode
penghitungan yang sama didapatkan juga perkiraan kapasitas pengeringan pada
musim hujan yaitu ± 19 – 32 kg gabah. Kapasitas penjemuran pada lantai jemur
beton maupun lantai jemur dengan plastik terpal adalah sama. Hal ini dikarenakan
kapasitas penjemuran tidak ditentukan berdasarkan jenis media penjemuran melaikan
ditentukan oleh luas permukaan media jemur dan beberapa faktor lain seperti cuaca.
Perhitungan ini tidak dapat mutlak dipastikan karena pengeringan dengan media
lantai jemur (tanpa mesin) ini sangat memungkinkan terjadinya human error misalnya
pada penumpukan gabah yang tidak merata.
Jangka lama penggunaan lantai jemur dapat mencapai 20 tahun bahkan lebih
apabila perawatan dilakukan secara benar dengan tidak memberikan beban berlebihan
pada beton yang dapat menyebabkan beton lantai jemur retak ataupun pecah.
Sedangkan jangka ketahanan terpal maksimum 2 tahun karena bahan plastic polyester
sangat mudah rapuh jika terus menerus terkena air(lembab) dan sinar panas ekstrim.

2.4. Analisa Finansial
Menurut Daywin et al (1992) analisis biaya alat dan mesin pertanian terdapat
dua komponen biaya yakni biaya tetap (fixed cost atau owning cost) dan biaya tidak
tetap (variable cost atau operating cost). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya
tetap pada suatu perioda dan tidak tergantung pada jumlah produk/jam kerja mesin.
Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal dan asuransi, biaya pajak,
biaya gudang/garasi, biaya beban listrik, dan lain-lain. Biaya penyusutan bervariasi
menurut umur design dan perkiraan umur pemakaian dari alat atau mesin. Penyusutan
didefinisikan sebagai penurunan dari nilai suatu alat akibat pertambahan umurnya.
Biaya tidak tetap atau biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian. Biaya
ini sangat dipengaruhi oleh jam pemakaian. Biaya tidak tetap meliputi biaya bahan
bakar, biaya pemeliharaan preventif,biaya perbaikan, dan biaya operator. Pengeringan
dengan lantai jemur tidak menggunakan mesin. Jadi biaya yang perlu diperhatikan
hanyalah biaya tetap awal pembuatan dan biayab operasional tiap kali pengeringan.
Adapun analisis finansial pengeringan dengan latai jemur menggunakan
media beton menggunakan analisis biaya awal bangunan(sipil) dengan asumsi luas
178.5 m2 yaitu :
Tabel 1. Anggaran Pembangunan Lantai Jemur Sebagai Media Pengeringan
No
I.
1
II.
1
2
3
4
5
6

Uraian pekerjaan

Volume

Satuan

PEKERJAAN TANAH
Perataan lokasi/ skrap lahan 178,50
M2
(asumsi 50%)
PEKERJAAN PASANGAN, BESI & BETON
Pondasi Batu Kumbung 30 x
76,00
M1
30 cm (3 shaff)
Pasang Batu Saren 1 Pc ; 3 Ps
12,16
M2
Plesteran 1 Pc : 5 Ps
42,56
M2
Acian Lantai Jemur 1 Pc : 2 Ps
357,00
M2
Cor Beton Rabatan 1 Pc : 3 Ps :
35,70
M3
5 Kr - 10 cm
Pembesian Plat Ø 6 mm - 15 197,00
KG
cm
TOTAL ANGGARAN

Harga
Satuan
(Rp)

-

Jumlah
Harga
(Rp)

-

400.000

6.500

494.000

18.000
22.000
-

218.880
936.320
722.000
4.750.000
1.260.000
8.781.200

(sumber : anggaran biaya pembangunan lantai jemur kabupaten dana APBD II / dak tahun
anggaran 2012 desa pule kecamatan tikung - kabupaten lamongan)

Gambar 2. Lantai Jemur Beton
Dengan menggunakan asumsi luas yang sama kita dapat menghitung juga
biaya awal yang harus dikeluarkan pada pemebelian plastic terpal sebagai media
penjemuran, yaitu :
Tabel 2. Anggaran PLastik Terpal sebagai Media Pengeringan
No
1

Uraian pekerjaan

Volume

Satuan

Plastik terpal 6m x 8m
TOTAL ANGGARAN

3.72

pieces

Harga
Satuan
(Rp)
320.000

BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Jumlah
Harga
(Rp)
1.190.400
1.190.400

Penelitian ini dilakukan di lahan padi sawah milik PT. Bumi Waras di Desa
Pule Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Waktu
pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan April 2011 - Juni 2011.

3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analitik pencatatan hasil
penjemuran gabah yang telah diukur ketebalan penumpukannya dan durasi lamanya
penjemuran serta mencatat keterangan kondisi cuaca pada saat penjemuran.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kapasitas gabah yang dapat dikeringkan tiap satu meter per segi lantai jemur
adalah ± 32 – 45 kg pada musim kering. Dengan metode penghitungan yang sama
didapatkan juga perkiraan kapasitas pengeringan pada musim hujan yaitu ± 19 – 32
kg gabah. Selama rata-rata 2 hari penjemuran pada musim kering dimana suhu
berkisar 32-36 oC.
Anggaran pembangunan lantai jemur sebagai media jemur berdimensi 178.5
m2 adalah Rp.8.781.200 (delapan juta tujuh ratus delapan puluh satu ribu dua ratus
rupiah) untuk umur pakai 20 tahun. Sedangkan, anggaran pembelian plastik terpal
sebagai media jemur berdimensi 178.5 m2 adalah Rp.1.190.400 untuk umur pakai
maksimum 2 tahun.
Kapasitas gabah yang dapat dikeringkan tiap meter persegi adalah 32 – 45 kg.
Dengan demikian, pada lantai jemur berdimensi 178.5 m 2 gabah yang dapat
dikeringka adalah sebanyak
Kapasitas pengeringan gabah = 178.5 m2 x 32 kg
= 5712 kg
= 5,712 ton gabah per 178.5 m2
4.2. Pembahasan
Penjemuran dengan lantar jemur berdimensi 178.5 m 2 atau 17 m x 10 m
memiliki kapasitas jemur gabar sebanyak 5.712 ton, dengan lama penjemuran ratarata 2 hari pada musim kering tanpa hujan. Kapasitas ini tidak akan sama jika
penjemuran dilakukan pada musim penghujan. Petani harus menyiapkan lahan yang
cukup luas agar target pengeringan ini dapat terlaksana sesuai target. Petani dengan
hasil panen lebih dari 10 ton akan mengalami kerugian bila menggunakan metode
pengeringan dengan lantai jemur pada lahan sempit terutama pada musim hujan serta
tidak adanya lahan untuk menjemur hasil panen. Keterlambatan penjemuran akan
mempengaruhi kualitas padi. Padi yang tidak segera dikeringkan akan kehilangan
mutu simpannya sehingga padi akan mudah rusak, tidak tahan lama serta mudah
ditumbuhi jamur. Petani skala besar ataupun petani yang tidak mempunyai lahan

lebih untuk penjemuran harus menggunakan metode lain seperti metode pengeringan
buatan dengan menggunakan box dryer dan lain-lain untuk menjaga kualitas hasil
panen mereka.
Petani dengan kapasitas hasil panen kurang dari 10 ton masih memungkinkan
dan cukup dianjurkan untuk memggunakan metode ini. Hal ini tersebut dikarenaka
metode ini cukup efektif untuk petani dengan hasil panen skala kecil. Biaya awal
pembangunan lantai jemur yang cukup mahal dinilai setimbang apabila diukur dari
umur pakainya yang cukup lama. Penggunaan terpal sebenarnya cukup praktis, akan
tapi apabila dilihat dari umur pakainya yang hanya 2 tahun, media ini akan merugikan
bagi petani skala besar. Petani akan lebih baik jika petani menggunakan lantai jemur
beton permanen apabila hendak menggunakan metode pengeringan dengan lantai
jemur. Selain itu, pembelian mesin pengering buatan oleh petani padi harus
dipertimbangkan karena biaya operasional dan biaya perawatannya yang mahal,
terutama petani padi skala kecil akan memerlukan biaya awal besar serta
kemungkinan tidak tepat guna atau tidak digunakan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Sekam Padi Kulit Gabah. http://www.artikelbagus.com . Diakses pada
2 Maret 2015
Daywin, J.F., Sitompul, G., & Hidayat, I. 1992. Mesin-mesin Budidaya Pertanian.
Bogor (ID): IPB Pr.
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh
M.Muljohardjo. UI-Press, Jakarta
Fernandy, G. 2012. Pengaruh Suhu Udara Pengering dan Komposisi Zeolit 3A
Terhadap Lama Waktu Pengeringan Gabah pada Fluidized Bed Dryer.
http://kreatifmahasiswa.com . Diakses pada 2 Maret 2015
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Pedoman
Penanganan Pasca Panen Padi. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian
Tanaman. Maros. P 1-5
Irawan, A. 2011. Modul Laboratorium Pengeringan. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Jindal, 1998. Food Process Engineering I , Agricutural and Food Engineering
Program. Asian Instute of Technology, Bangkok, Thailand.
Kusumawati, W.D., Susrusa, B.K., Wulandira, A. 2012. Studi Perbandingan Kinerja
Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) dengan dan Tanpa Pengering Buatan.
Tabanan. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata.
Sutrisno, Wahyudi. 2001. The Technical and Economical Performance of The “ABC”
Type Paddy Dryer. Indonesian Journal of Agricultural Science. Vol.2, No.2,
Oktober 2001.Agency for Agricultural Research and Development.
Tambunan, A.H. 1996. Dasar-dasar Pengeringan di dalam Bahan Pelatihan Singkat
Rancang Bangun Sistem Thermal CREATA. Energi dan Elektrifikasi
Pertanian Jurusan Mekanisasi Pertanian. IPB Bogor. Bogor.