ANALISIS Being A Better Future Teacher G

ANALISIS
Being A Better Future Teacher
Guru Masa Depan

Mata Kuliah Pembelajaran PKN Kelas Rendah

Dosen Pengampu: Nunu Nur Firdaus, M.Pd

OLEH
Rossi Wulansari
NIM : 156223152

PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2017

Tugas analisis Being A Better Future Teacher Guru Masa Depan being the futere
teacher yang di tulis artikel oleh pak nunu dalam lyceum. Tertulis sekolah tinggi
mencetak guru-guru yang berkualitas namun nyatanya pendidikan bukan malah
meningkat, namun pendidikan semakin merosot.
Karena karakter anak bangsa yang semakin merosot, diantaranya norma

kesopanan yang mulai luntur, tandanya dengan bebasnya anak didik berbicara kepada
guru, bahkan sampai ada murid yang memanggil guru dengan panggilan “brow”.(Nana
Sutarna-lyceum).
Itu disebabkan karena norma kesopanan yang sudah tidak dipakai dalam sebuah
pembelajaran dan makin lama akan menghilang. Sebelum kita berbicara lebih jauh kita
harus tahu, apasih norma kesopanan itu.
Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena pergaulan masyarakat dan
diikuti atau di taati manusia lain sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia
yang satu sama lain.
Anak bangsa sekarang dalam pergaulan hidup sehari-hari kurang memperhatikan
lagi sopan santun, tatakrama dan etika dalam pergaulan, dengan siapa dia berbicara,
apakah dengan guru, apakah dengan orang tua apakah dengan pejabat dll.
Hal itu dikarenakan arus globalisasi yang secara nyata mempengaruhi kehidupan
masyarakat dunia. Globalisasi bukan hanya sekadar bertambahnya alat-alat baru seperti
handphone, video, televise, fashion(mode), computer dan jaringan internet, tetapi juga
menyebabkan terjadinya proses transformasi (perubahan) budaya besar-besaran.
Merebak dan canggihnya teknologi media memungkinkan masyarakat di
harapkan pada plularitas kebudayaan yang saling mempengaruhi, yang tidak pernah kita
bayangkan sebelumnya.
Aliran informasi global melalui berbagai media cetak ataupun

elektronik(televisi, video, internet, dll) dapat digunakan sebagai sarana pendidikan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Dewasa ini berkat
kemajuan teknologi informasi dan dan komunikasi seorang anak didik bahkan bisa lebih
mengetahui ilmu pengetahuan dari pada gurunya sendiri.
Walaupun saat ini guru di tutntut untuk melek teknologi namun tak menjadi
solusi yang begitu tepat. Karena dampak globalisasi yang begitu bebas. Teknologi yang
semakin canggih dan bisa di dapati dimana saja dan melihat apa saja. Hampir semua
anak memiiki gadget dan rata-rata mereka telah memiliki media social. Social media
bukan menjadikan pendidikan maju, namun semakin merosotnya nilai-nilai norma.
Dampak buruk social media bisa menyetarakan semua kalangan, gander, usia, profesi,
tinggal dimana pun tak jadi alasan, yang menjadikan perbedaan adalah status siapa yang
paling banyak di sukai, status yang bagaimana yang dapat di gemari hingga berlomba-

loba membuat status/foto yang dapat menarik perhatian. Dan bahkan guru pun yang di
anggap tabu(dulu). Sekarang anak didik dapat melihat gurunya seperti apa.
Saat ini guru di tuntut untuk mempunyai fb, harusnya kesempatan seperti itu,
guru harus memanfaatkan media social untuk menebar ilmu di muka bumi. Bukan
sebaliknya menurunkan wibawa mereka dengan memposting hal-hal yang tidak pantas
di fb. Harusnya guru menghimbau kebebasan tersebut, dengan tidak melarang hak-hak
meraka, hanya di kasih tahu secara bijak tentang kekurangan/ ketidak baikan yang ada

di fb. Selain itu guru harus menjadi public figure yang baik. Karena itu guru harus
menjadi teladan bagi murid-muridnya, karena anak didik sesuai dengan cerminan
gurunya.
Guru bertanggung jawab penuh atas keberhasilan anak bangsa atas keberhasilan
anak bangsa dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik-buruknya
perilaku anak bangsa merupakan hasil dari peran guru dalam melaksanakan proses
pendidikan yang di sekolah maupun di luar sekolah.
Guru harusnya menjadi teladan bagi anak, baik pada saat bertemu dengan anak
maupun tidak perilaku senantiasa harus taat terhadap nilai-nilai moral. Dengan
demikian, guru senantiasa patut di contoh, oleh anak dapat di jadikan imitasi dan
identifikasi perilaku guru. Selain itu proses pendidikan khususnya PPKN, dan PAI
jangan hanya menekan kan kepada nilai kognitif saja , jangan hanya dinilai anak yang
paling pintar mengerjakan soal-soal saja. Itu tidak akan efektif itu tidak akan
menjadikan anak berbudi pekerti luhur serta tidak bertindak sesuai cita-cita pancasila.
dan UUD 45 pada kutipan “……mencerdaskan kehidupan bangsa……”, kita garis
bawahi kata mencerdaskan disini , kita maknai dengan cerdas dzahir dan batin, sehingga
tidak terpaku pada satu kecerdasan saja. Ketika anak didik kita hanya cerdas secara
dzahir karena yang kita nilai hanya sebuah kepintaran yang nampak terlihat dan kita
hanya melatih kecerdasan otaknya dan tanpa melatih kecerdasan hatinya, maka akan
menghasilkan karakter siswa yang pintar akan tetapi tidak berperilaku baik.

Karena keberhasilan ppkn bukan tentang nilai 100 di kertas tapi tujuan pkn
yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu
perilaku yang memencarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dan
berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (djahiri, 1994/1995:10).
Apakah semua itu bisa ditanamkan oleh lembaran kertas ? tentunya tidak bisa
sepenuhnya/ tidak akan seoptimal dengan apa yang di jalankan. Terus bagimana system
pendidikan yang harus di rubah? Maaf jika dengan lancang saya mengatakan bahwa
pendidikan yang di ukur oleh selembar kertas tidak akan menjamin pendidikan pkn dan
agama sukses, pendidikan yang menomorsatukan nilai yang mengukur kesuksesan
seseorang tidak akan berhasil. Karena apa sesungguhnya keberhasilan pendidikan itu

adalah tindakan dan selembar kertas hanya mengevaluasi dirinya sejauh mana dia
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena jika hanya belajar dari kertas ke kertas kita tidak akan memahami norma
kesopanan, bahkan untuk ukuran SD anak kecil , hakikat sopan itu bahkan meraka
hanya segelintir orang yang tau, meraka bahkan tak pernah menyadari untuk apa
berbuat sopan, dan bagaimana konsekensi dari sopan.
Karena itu yang jadi nomor satu ialah keteladan seorang guru. Serta sistim

pendidikan yang harus dialihkan kepada pendidikan kerakter khusunya untuk mata
pelajaran pkn dan agama. Hasil penelitian yang pernah saya jalankan selama di SD, jika
ada pelajaran yang menyangkut kehidupan sehari-hari maka seorang guru harus
menerangkan secara detail tentang pelajaran tersebut misalnya sopan santun, saya
mencoba menerangkan se rinci mungkin, dan meminta anak untuk memberi contoh
dengan mempraktekannya/mendramakan bersama teman, di depan kelas yang di angkat
dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk memahami sejauh mana anak menyerap apa
yang di pelajari maka meraka secara individu di tugaskan membuat suatu karangan atau
contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Dan selepas pelajaran itu akan selesai saya mewanti-wanti kepada anak didik
bahwa evaluasi hari itu hanya 50% jika kalian ingin menambah nilai kalian maka kalian
harus menjalakan dalam kehidpan sehari-hari, ibu guru akan menilai kalian, tanpa
kalian sadari, ibu akan memperhatikan kalian. Dan nilai kalian tergantung sikap kalian
dan pehaman kalian terhadap mata pelajaran ini.
Mugkin memang saya terlalu awam untuk semua ini, karena itu di STKIP
MUHMMADIYAH ini saya berharap bisa meraup banyak ilmu yang semoga bisa saya
amalkan untuk menjadikan anak didik yang cerdas, serta berkarakter, mencintai tanah
air dengan wujud nyata berlandaskan pancasila dan UUD 45.