Berbakti kepada orang tua. docx

4. Waqaf Mutlaq (‫)ط‬: Tanda waqaf ini berarti "harus berhenti". Jadi apabila anda
menemukan tanda waqaf ini maka anda harus berhenti.

Cara Berbakti pada Orang Tua Setelah
Mereka Tiada
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc August 30, 2015 Akhlaq 5 Comments 40,364 Views

Bagaimana cara berbakti pada orang tua ketika mereka telah meninggal dunia atau tiada?
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,

‫ج ل‬
‫ ُإ إ ر‬-‫صلى ُاَلله ُعليه ُوسلم‬-ُ ‫ه‬
‫ل‬
‫ن ُ إ‬
‫ل ُاَلل ل إ‬
‫ه ُرر ج‬
‫ذاَ ُ ر‬
‫عن ن ر‬
‫ب ري نرناَ ُن ر ن‬
‫د ُرر ج‬
‫جاَرء ج‬

‫سوُ إ‬
‫ح ج‬
‫ر‬
‫ه ُهر ن‬
‫سوُ ر‬
‫قاَ ر‬
‫ى ُ ر‬
‫ىلء‬
‫ة ُفر ر‬
‫م ر‬
‫ى ُ إ‬
‫ل ُب ر إ‬
‫ل ُاَلل ل إ‬
‫إ‬
‫ل ُرياَ ُرر ج‬
‫ن ُب رإنى ُ ر‬
‫سل إ ر‬
‫ن ُب إرر ُأب روُر ل‬
‫م ن‬
‫م ن‬

‫ش ن‬
‫ق ر‬
‫ر‬
‫ماَ ُرقاَ ر‬
َ‫ما‬
‫ست إغن ر‬
‫صل ر ج‬
‫ماَ ُب إ إ‬
‫ه ُب رعن ر‬
‫ماَ ُرواَل إ ن‬
‫فاَجر ُل رهج ر‬
‫ة ُع رل ري نهإ ر‬
‫موُنت إهإ ر‬
‫د ُ ر‬
‫أب رررهج ر‬
‫م ُاَل ل‬
‫ل ُ» ُن رعر إ‬
‫ل ُإ إ ل‬
‫م ُاَل لإتى ُ ر‬
‫ص ج‬

‫فاَ ج‬
َ‫ما‬
‫ورإ إن ن ر‬
‫ة ُاَللر إ‬
‫صل ر ج‬
‫ماَ ُور إ‬
‫ماَ ُ إ‬
‫ل ُب إهإ ر‬
‫ن ُب رعند إه إ ر‬
‫ذ ُع رهند إه إ ر‬
‫ل ُجتوُ ر‬
‫م ن‬
‫ح إ‬
.«ُ َ‫ما‬
‫دي إ‬
‫ص إ‬
‫ورإ إك نرراَ ج‬
‫قه إ ر‬
‫م ُ ر‬
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu

ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada
bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada
keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk
keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim
(kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan
teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini
dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Dalam hadits yang lain, kita dapat melihat bagaimana bentuk berbakti pada orang tua yang
telah meninggal dunia lewat berbuat baik pada keluarga dari teman dekat orang tua.
Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa
ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah.
Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas
keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada
Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah
orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar
berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin AlKhattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,


‫ل ُو ر‬
‫ة ُاَل نوُل ر ر‬
‫إ ر‬
‫د ُأإبيهإ‬
‫صل ر ج ر إ‬
‫ن ُأب رلر ُاَل نب إرر ُ إ‬
‫د ُأهن ر ج ر‬
‫إ ل‬
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung
hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar bercerita tentang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
“Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta
apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi
ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya
kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul
sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di
atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya (imamahnya) seraya berkata, “Pakailah
sorban ini di kepalamu.”
Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan
kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan

untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ل ُود ُأ ربيه ُبع ر‬
‫ة ُاَلرج ر‬
‫إن ُم ر‬
‫ر‬
‫ى‬
‫ن ُأب ررر ُاَل نب إرر ُ إ‬
‫د ُأ ن‬
‫ل ُأهن ر ج ر إ إ ر ن ر‬
‫صل ر ر ل ج إ‬
‫إ ل إ ن‬
‫ن ُي جوُرل ر‬
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung
hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.”
Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).
Bisa jadi pula bentuk berbuat baik pada orang tua adalah dengan bersedekah atas nama orang
tua yang telah meninggal dunia.
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,


‫ج‬
‫ر‬
‫وُ ُ ر‬
‫ب‬
‫ن ُع جرباَد ر ر‬
‫غاَئ إ ل‬
‫سعن ر‬
‫أ ل‬
‫ن ُ ر‬
‫م ج‬
‫ت ُأ ر‬
‫ة ُ– ُرضى ُاَلله ُعنه ُ– ُت جوُجفري ر ن‬
‫ه ُورهن ر‬
‫د ُب ن ر‬
‫ل ُاَلل له ُإ ج‬
‫ت ُورأ ررناَ ُ ر‬
‫سوُ ر‬
‫قاَ ر‬
،ُ َ‫ب ُع رن نرها‬

‫ ُفر ر‬،ُ َ‫ع رن نرها‬
‫غاَئ إ ل‬
‫إ إ ل‬
‫ل ُرياَ ُرر ج‬
‫مى ُت جوُجفري ر ن‬
‫ن ُأ ر‬
‫ ُرقاَ ر‬.ُ «ُ ‫م‬
‫ه ُع رن نرهاَ ُرقاَ ر‬
‫فعجرهاَ ُ ر‬
‫ل ُفرإ إرنى‬
‫ش‬
‫أ ري رن ن ر‬
‫ت ُب إ إ‬
‫ىلء ُإ إ ن‬
‫ل ُ» ُن رعر ن‬
‫صد لقن ج‬
‫ن ُت ر ر‬
‫ن‬
‫ش هد ر ر‬
‫ج‬

َ‫ة ُع رل ري نرها‬
‫م ن‬
‫صد رقر ل‬
‫خرراَ ر‬
‫طى ُاَل ن إ‬
‫حاَئ إ إ‬
‫ن ُ ر‬
‫ك ُأ ل‬
‫أ ن إ ج‬
‫ف ُ ر‬
“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan
Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di
sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan
pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun
yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756)
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum
muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.


Ada enam hal yang bisa kita simpulkan bagaimana bentuk berbakti dengan orang tua ketika
mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:


Mendo’akan kedua orang tua.



Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.



Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.



Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah
terjalin.




Memuliakan teman dekat keduanya.



Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.

Semoga bisa diamalkan. Selama masih hidup, itulah kesempatan kita terbaik untuk berbakti
pada orang tua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga.
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ر‬
‫ر‬
‫اَل نوُاَل إد ُأ روس ج ر‬
‫ع ُذ رل إ ر‬
‫ه‬
‫ح ر‬
‫ت ُفرأ إ‬
‫ن ُ إ‬
‫جن ل إ‬
‫ب ُأإو ُاَ ن‬
‫ك ُاَل نرباَ ر‬
‫ض ن‬
‫ة ُفرإ إ ن‬
‫ب ُاَل ن ر‬
‫ر ج ن ر‬
‫فظ ن ج‬
‫شئ ن ر‬
‫وُاَ إ‬
‫ط ُأب ن ر‬
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian
bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. AlHafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi
untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan
pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha
mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling
nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui
pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9).
Kalau orang tua kita masih hidup, manfaatkanlah kesempatan berbakti padanya walau
sesibuk apa pun kita. Baca: Kapan Disebut Durhaka pada Orang Tua?
Wallahu waliyyut taufiq, hanya Allah yang memberi taufik.
Hak Orang Tua di Masa Hidup & Setelah Wafatnya (Ust. Abdurrahman
Hadi, Lc)
4ُ tahunُ laluُ olehُ Radio Suara Al-Imanُ /ُ 9ُ komentarُ
Adabُ &ُ Fikihُ Akhlakُ &ُ Pribadiُ Muslimُ Kajianُ Ust.ُ Abdurrahmanُ Hadiُ

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam. Amma ba’du,

Kewajiban anak kepada orang tua pada masa hidupnya dan
setelah matinya
Saudaraku, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa berbakti kepada orang tua
adalah amalan yang paling utama dan paling dicintai oleh Allah Ta'ala setelah kita beribadah
kepada-Nya. Berbakti kepada orang tua merupakan sebab kita mendapatkan keridhaan Allah
Ta'ala, mendapatkan surga-Nya dan merupakan sifat dan amalan mulia para Nabi. Dari sini
jelas bahwa orang tua memiliki hak agung yang wajib dipenuhi oleh sang anak sebagai
bentuk ketaatannya kepada Allah dan balas budi kepada keduanya. Berbakti kepada orang tua
tidak hanya sebatas pada saat keduanya masih hidup, melainkan harus terus dilakukan setelah
keduanya meninggal.

Berbakti kepada orang tua Pada masa hidupnya
Pertama: Mempergauli Keduanya dengan Baik di Dunia

Orang tua adalah manusia yang paling berhak mendapatkan pergaulan dengan baik. Hal itu
tidak hanya terbatas kepada orang tua yang baik dan taat saja, orang tua yang kafirpun –wal
‘iyadzu billah– juga berhak mendapatkan pergaulan yang baik, karena kekufurannya tersebut
kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan ketaatan seorang anak kepada orang tuanya
merupakan kewajiban tersendiri. Allah  berfirman:
‫( موصإلن‬14 ) ‫عاممي لصن أ مصن الشك رلر صلي مولصموالصمدي لمك صإل م يمي ال لممصصيرر‬
‫عملى مولهنن موصفمصال رره صفي م‬
‫مومو ي مصي لمنا ال لصإن لمسامن صبموالصمدي لصه محممل متلره أ ر يرمره مولهننا م‬
‫م‬
‫م‬
‫ب صإل م يمي ث ريمم‬
‫مجامهمدامك م‬
‫عملى ألن ترلشصرمك صبي مما ل مي لمس ل ممك صبصه صعل لمم مفملا ترصطلعرهمما مومصاصحبلرهمما صفي ال يردن لميا مملعررونفا مواتي مصبلع مسصبيمل مملن أمنا م‬
‫ر‬
(15) ‫صإل م يمي مملرصجرعك رلم مفأن م صبيئرك رلم صبمما ك رن لترلم تملعممرلومن‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya selama dua tahun, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah tempat kembalimu dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentangnya, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” QS. Luqman [31]: 14-15
Dan dalam hadits yang shahih diriwayatkan:
‫جمرصة موال لصجمهاصد أ مبلتمصغلي ال ملجمر صممن‬
‫عملى ال لصه ل‬
‫ مفمقامل أ رمباصيرعمك م‬j ‫علمصرو بلصن ال لمعاصص مقامل أ ملقبممل مررجمل صإملى ن مصبصيي الل ي مصه‬
‫عبلمد الل ي مصه بلمن م‬
‫أ م يمن م‬
‫ مقامل » مفالرصجلع‬.‫ مقامل ن ممعلم‬.« ‫ مقامل » مفتمبلتمصغلي ال ملجمر صممن الل ي مصه‬.‫ مقامل ن ممعلم بملل صكل مرهمما‬.« ‫ي‬
‫ مقامل » مفمهلل صملن موالصمدي لمك أ ممحمد مح ي م‬.‫الل ي مصه‬
« ‫حبمتمرهمما‬
‫صإملى موالصمدي لمك مفأ ملحصسلن رص ل‬
Dan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyalllahu'anhu berkata: ”Telah datang seseorang
kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dan mengatakan, “Aku akan membaiatmu
untuk hijrah dan jihad dalam rangka mengharapkan pahala dari Allah”, maka Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Apakah salah satu dari orang tuamu ada
yang masih hidup?” Orang tersebut menjawab, ”Ya masih hidup, bahkan keduanya masih

hidup”. Rasulullah kemudian bertanya, “Apakah kamu menginginkan pahala dari Allah?”,
maka laki-laki tadi menjawab, ”Ya, aku mengharapkan pahala”. Lalu Rasulullah berkata
kepadanya, “kalau demikian maka pulanglah kepada kedua orang tuamu dan pergaulilah
mereka dengan sebaik-baiknya.” (HR. Muslim: 2549)
Perhatikanlah ayat di atas, begitu tinggi kemuliaan orang tua, sampai-sampai orang tua yang
kafirpun tetap diperintahkan agar mempergaulinya dengan baik dan mentaatinya selama tidak
memerintahkan kemaksiatan, apabila kita diperintah untuk berbuat maksiat, maka pada saat
itu kita tidak boleh mentaatinya. Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu'alaihi wa
sallam memerintahkan seorang laki-laki agar berbakti kepada orang tua, padahal ketika itu ia
hendak
pergi
dalam
rangka
berjihad
di
jalan
Allah.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa jihad meskipun memiliki kedudukan yang tinggi
dan merupakan dzirwatu sanamil Islam (puncaknya Islam), akan tetapi berbakti kepada orang
tua harus kita dahulukan apabila jihad tersebut hukumnya bukan fardhu ‘ain.
Kedua: Mendakwahi Keduanya

Dengan selalu mendoakan keduanya serta antusias dalam menasehati, mengerahkan segala
daya dan upaya agar Allah memberikan hidayah Islam kepada keduanya apabila keduanya
masih kafir, dan memberikan hidayah kepada manhaj yang benar.
Inilah jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan generasi awal umat ini, mereka
bersemangat dan sangat berharap agar orang tua mereka mendapatkan hidayah dan
merasakan manisnya iman sebagaimana yang telah mereka rasakan. Mereka mengerahkan
segala daya dan upaya untuk mencapai harapan dan tujuan yang mulia tersebut.
Begitu banyak kisah yang dapat kita jadikan teladan di dalam masalah ini. Oleh karenanya,
untuk melengkapi pembahasan kita kali ini, kami suguhkan kepada para pembaca yang
budiman dua contoh kisah yang mudah-mudahan kita bisa menuai pelajaran darinya.
Kisah pertama, adalah Khalilu ar-Rahman Nabi Ibrahim 'alaihis salaam, beliau sangat
antusias menunjukkan ayahnya, Azar yang kafir dan berusaha mendakwahinya dengan baik,
dengan beraneka ragam cara, disertai hujjah-hujjah naqli (dalil syar’i) maupun aqli (logika),
dengan tarhib (peringatan) dan targhib (janji dan kabar gembira).
Allah Ta'ala telah memberitakan kepada kita tentang hal tersebut, di antaranya adalah dalam
firman-Nya:
‫( صإلذ مقامل لصأ مصبيصه ميا أ مبم ص‬41) ‫ب صإبلمراصهيمم صإن ي مره مكامن صصصيدينقا ن مصب ي نيا‬
‫عن لمك‬
‫موالذك رلر صفي ال لصكمتا ص‬
‫ت لصمم تملعبررد مما ملا ي ملسممرع موملا ي ربلصصرر موملا ي رلغصني م‬
‫( ميا أ مبم ص‬43 ) ‫ت صإصيني مقلد مجامءصني صممن ال لصعل لصم مما ل ملم ي مأ لصتمك مفاتي مصبلعصني أ ملهصدمك صصمرانطا مسصو ي نيا‬
‫( ميا أ مبم ص‬42) ‫مشي لنئا‬
‫ت ملا تملعبرصد ال ي مشي لمطامن صإ يمن‬
‫( ميا أ مبم ص‬44) ‫عصص ي نيا‬
‫( مقامل‬45) ‫كومن صلل ي مشي لمطاصن مولص ي نيا‬
‫ب صممن ال يمرلحممصن مفتم ر‬
‫ت صإصيني أ ممخارف أ ملن ي ممم يمسمك م‬
‫ال ي مشي لمطامن مكامن صلل يمرلحممصن م‬
‫عمذا م‬
‫م‬
‫ص‬
‫ص‬
‫ص‬
‫ص‬
‫ص‬
‫عل مي لمك مسأ ملستملغصفرر ل ممك مرصيبي صإن ي مره‬
‫م‬
‫لا‬
‫س‬
‫ل‬
‫قا‬
(
46
)
‫يا‬
‫ل‬
‫م‬
‫ني‬
‫ر‬
‫ج‬
‫ه‬
‫وا‬
‫ك‬
‫ن‬
‫م‬
‫ج‬
‫ر‬
‫أ‬
‫ل‬
‫ه‬
‫ت‬
‫ن‬
‫ت‬
‫م‬
‫ل‬
‫ن‬
‫ئ‬
‫ل‬
‫م‬
‫هي‬
‫را‬
‫ب‬
‫إ‬
‫يا‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م‬
‫م ين‬
‫م م م‬
‫ت م‬
‫ب أ من ل م‬
‫أ ممراصغ م‬
‫علن آلصمهصتي م ص ل م ر ل ل م ل م ل ر م ي م ل ر ل‬
(47) ‫مكامن صبي محصف ي نيا‬
“Ceritakanlah (wahai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur`an) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan (perkara ghaib yang datang dari
Allah) lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku,
mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan juga tidak dapat
menolong kamu sedikitpun? Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian
ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan

menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai
ayahku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan yang Maha
Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan. Ayahnya berkata, “Bencikah kamu kepada
tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam.
Ibrahim berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun
bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku dan tinggalkanlah aku
dalam waktu yang lama.” QS. Maryam [19]: 41-47
Dan jika sang anak sudah berusaha secara maksimal untuk mengajak orang tuanya ke jalan
yang benar, akan tetapi orang tuanya tidak mengindahkan dakwahnya justru malah
menentangnya, maka sang anak tidak tergolong durhaka kepada orang tua, selama cara dan
jalan yang ditempuh tersebut benar, bahkan ia tergolong anak yang cinta kepada orang
tuanya, karena mengharapkan orang tuanya mendapatkan nikmat paling agung yaitu hidayah.
Oleh karena itu, hendaknya sang anak tidak putus asa dan berhenti dalam mendakwahi orang
tuanya.
Kisah kedua, adalah sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dimana ibunya
yang dahulu masih dalam kekafiran senantiasa menyakiti serta mengganggu Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam dengan lisannya, walaupun demikian Abu Hurairah
radhiyallahu'anhu tetap mempergaulinya dengan baik dan beliau sangat semangat
mendakwahinya agar mendapatkan hidayah.
Marilah sejenak kita menyimak apa yang telah dilakukan oleh Abu Hurairah
rahiyallahu'anhu, dan bagaimanakah perjuangan beliau. Beliau menceritakan, ”Aku dahulu
mendakwahi ibuku kepada Islam karena waktu itu dia masih dalam keadaan musyrik. Pada
suatu hari aku mendakwahinya, ternyata kudengar darinya pembicaraan yang kurang baik
tentang Rasulullah, maka aku mendatangi Rasulullah dalam keadaan menangis dan aku
katakan kepada Beliau, wahai Rasulullah, aku telah mendakwahi ibuku agar masuk Islam
tapi ia enggan, bahkan berbicara tentangmu apa yang tidak aku suka, oleh karena itu
doakanlah agar Allah memberi petunjuk kepada ibuku”. Kemudian Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada ibu Abu
Hurairah”. Setelah mendengar doa tersebut aku pun keluar menuju rumahku dengan penuh
kegembiraan, tatkala sampai rumah ternyata pintu tertutup. Tatkala aku sampai rumah dan
ibuku mendengar suara sandalku, beliau mengatakan, “berhentilah di tempatmu, wahai Abu
Hurairah”. Pada saat itu aku mendengar suara air, beliau mandi, mengenakan pakaiannya
lalu membukakan pintu untukku seraya mengucapkan “Wahai Abu Hurairah, Asyhadu alla
ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh”.
Setelah mendengar perkataan ibunya tersebut, Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata,
“Maka aku segera kembali menemui Rasulullah dalam keadaan menangis karena
kebahagiaan yang aku rasakan lalu kukatakan kepada Rasulullah, “Kabar gembira wahai
Rasulullah, Allah telah mengabulkan doamu dan Allah telah memberi petunjuk kepada
ibuku”, maka Rasulullah pun memuji Allah dan menyanjungNya seraya mengucapkan
kebaikan.” (HR. Muslim: 2491)
Lihatlah Sahabat yang mulia ini, bagaimana usaha beliau yang begitu gigih dan tak kenal
lelah dalam mendakwahi ibunya. Beliau menempuh berbagai cara untuk mencapai tujuan
mulianya, dari mulai bersikap, berakhlak, dan berbicara dengan baik, melalui pendekatan
yang baik, sampai pada akhirnya ketika pintu dakwah seakan tertutup setelah mendengar

ucapan yang tidak baik dari ibunya tentang Nabi termulia, Rasulullah shallallahu'alaihi wa
sallam, beliaupun tidak lantas berputus asa, justru beliau mencari cara lain dengan
mendatangi Rasulullah agar diketukkan pintu langit, berdoa kepada Allah Ta'ala karena
Dialah tempat kembali, tempat memohon dan penentu keputusan, ditambah lagi dengan
keyakinan Abu Hurairah yang mantap bahwa doa Rasulullah shallallahu'alaihi wa
sallam apabila beliau mendoakan kebaikan kepada suatu kaum atau mendoakan kejelekan,
akan dikabulkan. Sehingga cara inipun ditempuh oleh Abu Hurairah radhiyallahu'alaihi wa
sallam, yang pada akhirnya pengharapan beliau terwujud yaitu ibunya tercinta masuk ke
dalam agama Islam.
Inilah di antara contoh praktik orang-orang mulia dalam mewujudkan birrul walidain, maka
hendaknya kita bisa meneladani mereka. Allah Ta'ala berfirman:
‫رأول مصئمك ال ي مصذيمن مهمدى الل ي مره مفصبرهمدارهرم القتمصدله‬
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk
mereka.”
QS. al-An’am [6]: 90
Seorang penyair pun telah bersenandung dalam syairnya,
‫فتممشبي مرهلوا صبلالصكمراصم مو صإلن ل ملم تمك رلون رلوا صمثلل مرهلم‬
‫صإ يمن التي ممشبيرمه صبلالصكمراصم مفملارح‬
Menirulah orang-orang mulia walaupun engkau tidak bisa seperti mereka,
Sesungguhnya meniru orang-orang mulia adalah sebuah keberuntungan.
Ketiga: Rendah hati di hadapan kedua orang tua, tidak mengangkat
suara di hadapan keduanya walaupun sekedar ucapan uf atau ah

Allah  berfirman:
‫ف موملا تمن لمهلررهمما‬
‫مومقمضى مربيرمك أ م ي ملا تملعبرردوا صإ ي ملا صإ يمياره موصبال لموالصمدي لصن صإلحمساننا صإ ي مما ي مبلل رمغ يمن صعن لمدمك ال لصكبممر أ ممحردرهمما أ ملو صكملارهمما مفملا تمرقلل ل مرهمما أ ر ي ن‬
24) ‫ب الرمحلمرهمما ك ممما مربي ممياصني مصصغينرا‬
‫( موالخصفلض ل مرهمما مجمنامح ال يرذ ي صل صممن ال يمرلحممصة مورقلل مر ص ي‬23) ‫مورقلل ل مرهمما مقلونلا ك مصرينما‬
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan“
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu aku
masih kecil.” QS. al-Isra` [17]: 23-24
Dan inilah Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, beliau apabila masuk ke suatu tempat
yang orang tuanya tinggal di dalamnya, maka beliau mengucapkan kepada ibunya,
“‘Alaikissalamu warahmatullahi wabarakatuh, wahai ibuku”. Ibunya pun menjawab:
“Wa’alaikassalam warahmatullahi wabarakatuh.” Abu Hurairah mengatakan: “mudahmudahan Allah merahmatimu, sebagaimana engkau telah mendidikku sewaktu aku masih

kecil,” dan ibunya pun menjawab, “wahai anakku mudah-mudahan Allah memberi balasan
kebaikan kepadamu serta meridhaimu karena engkau telah berbakti kepadaku di masa
tuaku.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad: 14 dengan sanad yang hasan)
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana bakti sahabat Abu Hurairah ini dan bagaimana beliau
mengungkapkan rasa syukurnya serta menunjukkan penghormatannya kepada ibunya? Di sisi
lain, engkau juga akan mendapati betapa sang ibu merasakan bakti anaknya sehingga dia
sangat menyayangi sang anak. Allahu akbar! Inilah hakikat kebahagiaan yang sesungguhnya,
yaitu tatkala sang anak dan orang tua merasakan kebaikan, maka orang tua akan mendapatkan
haknya, begitu pula anaknya juga akan mendapatkan haknya.

Berbakti kepada orang tua setelah meninggalnya
Ketika orang tua telah meninggal dunia, maka tidak ada yang diharapkan dari yang hidup
kecuali apa-apa yang bisa memberikan manfaat kepada akhiratnya, berupa pahala dan yang
dapat menyelamatkannya dari siksa.
Di antara yang dapat memberikan manfaat kepada orang tua setelah meninggalnya yang
dapat dilakukan oleh sang anak dalam mewujudkan baktinya, adalah:
1. Amalan shalih yang dilakukan anaknya

Seorang anak hendaknya bersungguh-sungguh dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah,
karena setiap amal shalih yang dikerjakan sang anak pahalanya akan sampai kepada kedua
orang tua yang beriman walaupun ia tidak mengatakan, “amal ini aku hadiahkan untuk ibu
atau ayahku”, ataupun ucapan yang semisal, karena anak merupakan bagian dari usaha orang
tuanya, dan hal itu sama sekali tidak mengurangi pahala sang anak. Sebagaimana yang Allah
 firmankan:
‫موأ ملن ل مي لمس لصل لصإن لمساصن صإ ي ملا مما مسمعى‬
“Dan bahwasanya
diusahakannya.”

seorang manusia tidak
QS. an-Najm [53]: 39

memperoleh

selain

apa

yang

telah

Dan anak merupakan bagian dari usaha orang tuanya, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam:
‫م‬
‫ب مما أ مك مل لترلم صملن ك ملسصبك رلم موإ يمن أ ملوملامدك رلم صملن ك ملسصبك رلم‬
‫إ يمن ألطي م م‬
“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian makan adalah dari usaha kalian, dan
sesungguhnya anak-anak kalian adalah termasuk bagian dari usaha )HR. at-Tirmidzi: 1358,
Ibnu Majah: 2290 dan Ahmad: 6/162 kalian.” (lihat Shahih Ibnu Majah: 1854))
Dan apabila seorang anak menjalankan ketaatan, seperti shalat, puasa, dan amalan ketaatan
lainnya, maka tidak perlu sembari mengatakan, “aku berikan pahala ibadah ini untuk kedua
orang tuaku”, karena pahala ibadah tersebut akan sampai kepada orang tua, justru
pengucapan tersebut tidak ada dasarnya dari Hadits Nabi shallallahu'alaihi wa
sallam maupun praktik para Sahabat.

2. Doa anak yang shalih kepada kedua orang tua dan memintakan
ampunan atas dosa-dosanya

Allah  berfirman:
‫ب الرمحلمرهمما ك ممما مربي ممياصني مصصغينرا‬
‫مر ص ي‬
Dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua “
telah mendidikku waktu kecil.”
QS. al-Isra` [17]: 24
Dan Rasulullah shallallahu'alaihi was sallam bersabda:
‫علو ل مره‬
‫عممل رره صإل يم صملن ث مل مث منة صإل يم صملن مصمدمقنة مجاصري منة أ ملو صعل لنم ي رن لتممفرع صبصه أ ملو مول مند مصالصنح ي ملد ر‬
‫عن لره م‬
‫ت اصلن لمسارن ان لمقمطمع م‬
‫صإمذا مما م‬
”Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalannya, kecuali tiga perkara: shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang (HR. Muslim: 1631) mendoakannya.”
3. Termasuk berbuat baik kepada orang tua setelah meninggalnya
adalah dengan cara memuliakan teman-temannya, sanak kerabat dan
saudara-saudaranya

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
‫صإ يمن أ مبم يمر ال لصبصير صصل مرة ال لمول مصد أ ملهمل روصيد أ مصبي لصه‬
”Kebaikan yang terbaik adalah jika seseorang menyambung orang yang disenangi
bapaknya.”(HR. Muslim: 2552) Dalam hadits yang lain dari Abu Burdah 
radhiyallahu'anhu, beliau mengatakan: “Aku datang ke kota Madinah lalu datanglah
kepadaku Abdullah Ibnu ‘Umar seraya berkata: ”Taukah kamu kenapa aku datang
kepadamu?”, maka aku menjawab: “Aku tidak tahu.” Maka beliau Ibnu ‘Umar mengatakan:
“Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu'alahi wa sallam bersabda:
‫ب أ ملن ي مصصمل أ ممباره صفلي مقبلصرصه مفل لي مصصلل صإلخموامن أ مصبي لصه بملعمدره‬
‫مملن أ ممح ي م‬
”Barangsiapa ingin menyambung orang tuanya setelah meninggalnya, hendaklah ia
menyambung teman-teman (saudara) orang tuanya setelahnya dan sesungguhnya antara
ayahku (Umar) dan ayahmu memiliki tali persahabatan dan saling mencintai, maka aku ingin
menyambung hal itu (setelah (HR. Ibnu Hibban: 2/175, termaktub dalam Shahih matinya,
pent).” al-Jami’: 5960)
Sungguh para Sahabat sangat memahami hal tersebut dan mereka sangat memperhatikannya.
Sebagai penguat hadits dan contoh di atas adalah apa yang dilakukan oleh Sahabat Ibnu
‘Umar radhiyallahu'anhuma juga, bahwasanya beliau memiliki seekor keledai yang biasa
beliau tunggangi dan imamah yang biasa untuk mengikat kepalanya. Tatkala beliau berada di
atas keledainya, tiba-tiba lewatlah seorang Arab badui, beliaupun berkata kepadanya,
“bukankah anda fulan anaknya fulan?” Maka si badui pun berkata: “benar”, kemudian
beliau memberikan keledainya kepada badui tersebut sambil mengatakan: “naikilah keledai
ini dan pakailah imamah ini untuk mengikat kepalamu”. Mendengar hal tersebut, berkatalah
sebagian sahabatnya, “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosamu, kamu memberikan
keledai yang senantiasa kamu tunggangi dan imamah yang senantiasa kamu pakai untuk

mengikat kepalamu”, maka Abdullah Ibnu ‘Umar radhiyallahu'anhuma mengatakan, “aku
mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
‫صإ يمن أ مبم يمر ال لصبصير صصل مرة ال لمول مصد أ ملهمل روصيد أ مصبي لصه‬
”Termasuk kebaikan yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan
keluarga orang yang dicintai orang tuanya setelah meninggalnya”. (HR. Muslim: 2552) 
Dan dahulu bapak orang badui tersebut adalah teman baik ‘Umar.
4. Termasuk berbakti kepada orang tua setelah meninggalnya adalah
dengan bersedekah berupa ilmu, membangun masjid, menggali sumur,
memberi mushaf, dll dari amal jariyah yang akan sampai pahalanya
kepada orang tuanya

‘Aisyah radhiyallahu'anha meriwayatkan, bahwasanya seseorang pernah berkata kepada
Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya ibuku meninggal secara tiba-tiba dan
tidak sempat berwasiat, dan aku mengira jika dia bisa berbicara maka dia akan bersedekah,
apakah baginya pahala jika aku bersedekah untuknya dan apakah aku juga akan
mendapatkan pahala?”, maka Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, “Ya”. Kemudian
orang tadi mengatakan, “Aku bersaksi bahwa kebun yang berbuah ini aku sedekahkan atas
namanya.” (HR. al-Bukhari: 2605 dan Muslim: 1004)
Dan dalam hadits yang lain, diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwa ada
seseorang yang mengatakan kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
orang tuaku meninggal dan telah meninggalkan harta dan tidak mewasiatkan apa-apa,
apabila aku bersedekah dengan meniatkan untuk orang tuaku, apakah hal itu akan
menghapus dosanya?,” Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menjawab, “Ya”. (HR. alBukhari: 2605)
Tentang hadits shahih ini, kita tetapkan apa adanya, akan tetapi walaupun sang anak tidak
meniatkan pahala untuk orang tuanya pun secara langsung pahala tersebut akan sampai,
karena anak merupakan bagian dari usaha orang tua, sebagaimana yang telah berlalu
penjelasannya.
5. Menunaikan wasiatnya jika tidak melanggar syar’i, membayarkan
hutangnya baik harta maupun puasa nadzar

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
‫عن لره مولصي يرره‬
‫ مصامم م‬،‫عل مي لصه صصميامم‬
‫ت مو م‬
‫مملن مما م‬
(HR. Bukhari, Muslim, dll) “Barangsiapa yang meninggal dan masih menanggung hutang
puasa, maka walinya yang menunaikannya.”

Nasehat dan kabar gembira BAGI orang-orang yang berbakti
kepada orang tua
Wahai para anak berbaktilah engkau kepada orang tua kalian, sesungguhnya doa mereka
sangat mustajab (terkabulkan), sebagaimana Rasulullah shallallahu'alaihi wa
sallam bersabda:
‫عمورة ال لرممساصفصر‬
‫عموا ن‬
‫ث مل م ر‬
‫عمورة ال ي مصاصئصم مو مد ل‬
‫عمورة ا لل مموالصصد لصمول مصدصه مو مد ل‬
‫ مد ل‬:‫ت ملا ترمر يرد‬
‫ث مد م‬
“Ada tiga doa yang tidak diragukan lagi akan pengabulannya, yaitu doanya orang terdhalimi,
doanya orang musafir, dan doanya orang tua kepada (HR. Ibnu Majah: 3862, dan tercantum
dalam Shahih al-Jami’: anaknya.” 3033)
Maka kabar gembira untukmu wahai anak yang berbakti lagi berbuat baik kepada orang
tuanya, apabila setiap hari engkau keluar rumah, sedangkan ayah dan ibumu mendoakan
kebaikan kepadamu. Dan sebaliknya, kabar kehinaan bagimu manakala engkau keluar rumah,
sedangkan kedua orang tua mendoakanmu dengan kejelekan dan laknat.

Kabar gembira bagi orang tua yang memiliki anak YANG
shAlih
1. Amalannya akan terus bertambah dan mengalir sampai hari kiamat,

sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam :
‫علو ل مره‬
‫عممل رره صإل يم صملن ث مل مث منة صإل يم صملن مصمدمقنة مجاصري منة أ ملو صعل لنم ي رن لتممفرع صبصه أ ملو مول مند مصالصنح ي ملد ر‬
‫عن لره م‬
‫ت اصلن لمسارن ان لمقمطمع م‬
‫صإمذا مما م‬
2. Akan dinaikkan derajatnya di surga, disebabkan
memintakan ampunan kepada Allah Ta'ala untuknya,

sang

anak

sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam:
‫جن يمصة مفي مرقلورل أ م ي منى مهمذا ؟ مفي رمقارل صبالسصتلغمفاصر مول مصدمك ل ممك‬
‫صإ يمن ال يمررجمل ل مترلرمفرع مدمرمجترره صفلي ال ل م‬
“Sungguh seseorang akan diangkat der ajatnya di surga, dia mengatakan: dari mana ini?
Kemudin dikatakan kepadanya, ini adalah disebabkan istighfar (HR. Ibnu Majah: 3638 dll,
lihat Shahih anakmu yang shalih.” al-Jami’:1618)
3. Akan berkumpul di akhirat bersama anak cucu yang beriman,
sebagaimana firman Allah :

‫ب مرصهيمن‬
‫حلقمنا صبصهلم رذصيري يمتمرهلم مومما أ مل متلمنارهلم صملن م‬
‫موال ي مصذيمن آممرنوا مواتي مبممعتلرهلم رذصيري يمتررهلم صبصإيممانن أ مل ل م‬
‫عمملصصهلم صملن مشلينء ك ر يرل المصرنئ صبمما ك ممس م‬
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (ditinggikan derajatnya
sebagaai derajat bapak-bapak mereka dan dikumpulkan dengan bapak-bapak mereka dalam
surga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
QS. ath-Thuur [52]:21

Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjaga kita dan kedua orang tua kita dari segala malapetaka
dunia dan akhirat serta menjadikan kita termasuk orang yang berbakti kepada kedua orang
tua dan yang memberikan haknya di masa hidupnya dan juga setelah meninggalnya. Amiin ya
Rabbal ‘alamiin.
Maraji’:
al-Qur`an al-Karim dan terjemahannya.
Tabshiratul Anam bil Huquq fil Islam, karya Syaikh Abu Islam Shalih Toha, cet. pertama
bulan Ramadhan 1427, terbitan ad-Dar al-Atsariyah, Amman, Yordania.
Al-Islam Muyassarah dalam pembahasan Birrul Walidain, karya Syaikh Ali Hasan Al-Halabi.
Kajian ini disampaikan oleh Ust. Abdurrahman Hadi,Lc ‫ حفظه الله‬di Masjid Darul
Hijrah STAI ALI BIN ABI THALIB SURABAYA dalam Daurah Hak-Hak dalam
Islam pada hari Selasa tanggal1 Muharram 1435 H/5 November 2013.
Radio Suara Al-Iman Surabaya, radio dakwah dan syiar Islam, Ahlus Sunnah wal
Jama'ah, mengudara pada frekuensi radio AM 846 kHz yang dapat dijangkau oleh radio di
Jawa Timur dan Madura (sebagian besar Jatim, pada khususnya), hingga beberapa kota di
Jawa Tengah (Rembang, Blora, dll). Radio Suara Al-Iman Surabaya juga dapat dinikmati
melalui radio streaming dan Flexi radio. Gabung juga di Facebook dan Twitter Radio Suara
Al-Iman, untuk berlangganan info kajian di Jawa Timur.

ُ

7 Cara Berbakti Kepada Orang Tua Yang
Sudah Meninggal
Berbakti kepada orang tua merupakan suatu kewajiban mutlak seorang anak terhadap orang
tuanya, tak terkecuali anak laki-laki atau perempuan. Hal ini merupakan cara seorang anak

untuk menghormati dan membalas jasa-jasa orang tua yang telah merawat serta
membesarkannya. Meskipun sebenarnya tidak akan pernah terbalaskan karena besar dan
tulusnya jasa-jasanya tersebut. Namun orang tua juga tak pernah menuntut balas akan kasih
sayang yang diberikan kepada anak-anaknya, tetapi sebagai seorang anak sudah
seyogyanyalah kita membalas itu dengan cara berbakti kepada mereka.
ads

Berbakti kepada orang tua tidak hanya ketika mereka masih hidup, tetapi walaupun mereka
sudah meninggal kita sebagai anak masih harus terus berbakti kepada orang tua sampai akhir
hayat kita. Berbakti di saat orang tua masih hidup tentu bisa dilakukan dengan jelas dan nyata
di hadapan mereka. Lantas bagaimana cara untuk berbakti kepada orang tua ketika mereka
sudah meninggal nanti?
Berikut beberapa Cara Berbakti Kepada Orang Tua Yang Sudah Meninggal :
1. Mendoakan keduanya
Hal ini senada dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim, no.
1631)
Dari hadits di atas jelas disebutkan bahwa salah satu dari tiga perkara yang tidak putus adalah
“do’a anak sholeh”. Itu artinya kita masih bisa berdo’a untuk kebaikan orang tua kita. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya kita selalu mendo’akan orang tua meskipun mereka sudah
meninggal. Tentunya do’a yang kita panjatkan adalah do’a yang baik-baik bagi mereka.
2. Memohonkan ampunan untuk keduanya
Hal ini sesuai dengan sebuah hadits qudsi, yaitu hadist Rasulullah SAW yang datangnya
langsung dari firman Allah SWT (tetapi bukan al Qur’an), yang berbunyi:
“ ….. diangkat derajat seorang yang sudah mati, kemudian berkata, “Ya Rabb, apa
(penyebab) ini?”, kemudian Allah menjawab, “anakmu memohonkan ampun untukmu”.
Dari hadits qudsi di atas dapat kita telaah bahwa derajat orang tua yang sudah meninggal
akan diangkat apabila kita memohonkan ampun baginya kepada Allah SWT. Oleh karena itu,
sebagai anak yang ingin berbakti kepada orang tua sudah sepatutnya kita untuk memohonkan
ampun bagi orang tua kita yang sudah meninggal kepada Allah SWT.
3. Melunasi semua hutang keduanya
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua, membantu melunasi hutang adalah
kewajiban bagi kita di saat orang tua masih hidup meskipun terkadang mereka menolak
bantuan kita. Namun apabila orang tua sudah meninggal, maka kewajiban tersebut berubah
menjadi sebuah tanggung jawab yang harus dipenuhi. Hal ini sesuai hadits Rasulullah SAW
yang berbunyi:

“Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Ruh seorang yang beriman tergantung dengan hutangnya, sampai dilunasi
hutangnya”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al Jami’,
no. 6779)
Dari hadits di atas dapat kita telaah bahwa ruh seseorang yang sudah meninggal tergantung
pada hutangnya sampai hutangnya lunas. Oleh karena itu, kita sebagai anak yang ingin
berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal adalah dengan cara membayar hutanghutang mereka yang belum terlunasi agar ruh mereka bisa tenang dan diterima di sisiNya. Dalam hal pembayaran hutang ini sebenarnya pihak keluarga lainnya boleh saja
membantu untuk melunasinya. Kalaupun nanti terasa berat, percayalah bahwa Allah SWT
pasti akan membantu setiap orang yang berhutang untuk melunasinya. Dengan catatan kita
tidak pernah menyerah untuk selalu berusaha dan berdo’a kepada-Nya.Sebagai tambahan
jikalau kita merupakan pihak yang dihutangi, maka sudah sepatutnya kita untuk memberikan
kelonggaran waktu dalam melunasi hutang tersebut.
4. Menuntaskan nadzar, kafarat, wasiat, dan janji yang belum terpenuhi.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAW,
lalu dia berkata, “Sesungguhnya ibu saya telah bernazar melakukan haji, dia meninggal
sebelum melaksanakan nadzar hajinya. Apakah boleh melakukan haji menggantikannya?”
Nabi menjawab, “Lakukan haji untuknya”. (HR. Bukhari)
Dari hadits di atas diketahui bahwa seorang anak memiliki kewajiban untuk melunasi atau
menuntaskan nadzar orang tuanya yang sudah meninggal. Begitu pun dengan kita, apabila
orang tua kita sudah meninggal, maka kita wajib menuntaskan nadzar yang belum
dipenuhinya sebagai tanda bakti kita kepada mereka. Meskipun dalam hadits hanya
disebutkan nadzar saja, tetapi sebenarnya bukan hanya itu saja yang harus kita tuntaskan.
Adapun beberapa hal selain nadzar yang harus kita tuntaskan untuk orang tua kita apabila
belum terpenuhi sampai mereka meninggal, yaitu kafarat (denda), wasiat, dan janji. Jadi
intinya adalah kita bisa berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal dengan cara
menuntaskan nadzar, kafarat, wasiat, dan janji mereka yang belum terpenuhi.

5. Menjaga silaturahmi serta menghormati keluarga orang tua yang sudah meninggal
Salah satu cara lain untuk berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal adalah menjaga
silaturahmi dengan keluarga, kerabat, dan sahabat (teman) keduanya serta menghormati
mereka semua. Hal ini sesuai dengan beberapa hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Sesungguhnya suatu hal yang paling berbakti ialah silaturahim seorang anak kepada
kerabat yang mencintai Ayahnya”. (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radliyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan
Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal sedangkan aku pada saat itu tidak berasa
di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?”. Nabi

shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iya, bermanfaat”. Kemudian Sa’ad mengatakan
kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa
kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya”. (HR. Bukhari)
Dari kedua hadits di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa cara berbakti kepada orang tua
yang sudah meninggal adalah menyambung silaturahmi kepada keluarga, kerabat, dan
sahabat (teman) keduanya. Tentunya kita juga harus menaruh rasa hormat kepada mereka
semua seperti kita menghormati kedua orang tua kita. Ditambah lagi, sedekah yang kita
khususnya kepada orang tua yang sudah meninggal hukumnya adalah boleh dan aku
mendatangkan manfaat juga bagi mereka.
6. Berziarah ke makam (kubur) keduanya
Salah satu cara lain lagi yang bisa dilakukan oleh kita untuk berbakti kepada orang tua yang
sudah meninggal adalah berziarah ke makam mereka. Beberapa hal yang bisa kita lakukan
ketika berziarah ke makam orang tua yang sudah meninggal selain mendo’akan dan
membacakan Al Qur’an (yasin), yaitu membersihkan dan merawat kondisi makam seperti
menyapu, mencabut rumput-rumput liar yang mengganggu, dan memperbagus makam.
Namun yang utama tentu adalah mendo’akan dan membacakan ayat-ayat Al Qur’an bagi
keduanya.
7. Menjadi anak yang sholeh
Cara terakhir inilah yang merupakan inti dari 6 poin yang telah disebutkan dan dijelaskan di
atas. Mengapa demikian? Karena apabila kita merupakan anak yang sholeh, maka sudah
dapat dipastikan bahwa kita akan melakukan semua (6 poin) yang telah disebutkan dan
dijelaskan di atas. Anak yang sholeh pasti akan mengetahui apa kewajibannya terhadap orang
tua, yaitu berbakti.

Meskipun kedua orang tuanya sudah meninggal, dia akan tetap berbakti kepada mereka
dengan cara melakukan keenam cara di atas karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang
anak. Tentu saja yang bisa menilai tingkat kesholehan kita adalah hanyalah Allah. Namun
sebagai hamba-Nya kita harus selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mencpai ridhoNya termasuk dengan cara berbakti kepada orang tua, terlepas mereka masih hidup atau
sudah meninggal.
Sebagaimana kita tahu bahwa keridhoan Allah bergantung kepada keridhoan orang tua. Oleh
karena itu, tetaplah berusaha untuk selalu berbakti sebaik mungkin kepada orang tua, terlepas
mereka masih hidup atau sudah meninggal sekalipun.
Demikian beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua yang
sudah meninggal. Sayangilah selalu orang tua kita, terlepas mereka masih hidup atau sudah
meninggal sekalipun. Lebih berbaktilah ketika orang tua kita masih hidup karena jikalau kita
yang meninggal terlebih dahulu, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk lebih banyak
berbakti kepada mereka.
Always Love Our Parents!

Dalil Tentang Kewajiban Berbakti Kepada
Orang Tua
ُ Amelُ Liyaُ ُ 3/07/2017ُ
Tagsُ
Religiُ

Dalil Al-Qur'an dan Hadits Kewajiban Berbakti Kepada Kedua Orang Tua - Wajib adalah
sesuatu yang benar-benar harus dikerjakan. Apabila tidak maka yang bersangkutan akan
menerima konsekuensinya. Misalnya, seorang pengendara motor wajib memakai helm ketika
perjalanan. Jika tidak, maka ia akan menerima beberapa konsekuensi. Pertama, ia ditilang
petugas lalu lintas. Kedua, jika sampai terjadi kecelakaan ia akan menderita lebih parah
dibanding ketika memakai helm, atau bahkan berujung kematian.
Orang beriman wajib meyakini 6 rukun iman. Salah satunya yakni meyakini bahwa Allah
SWT adalah satu-satunya Tuhan yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Namun, jika ia
meyakini ada sesuatu yang melebihi kekuasaan Allah, berarti ia telah melanggar kewajiban
sebagai seorang mukmin. Maka ia tidak lagi dianggap sebagai mukmin melainkan musyrik,
yakni orang yang menyekutukan Allah SWT.
Begitu pula dalam rukun Islam. Sebagai orang Islam maka wajib melaksanakan 5 rukun
Islam, yakni syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji bila mampu. Apabila ada orang mengaku
muslim tetapi meninggalkan salah satu dari rukun Islam, atau bahkan dengan tegas ia
menentang dan menolak rukun Islam. Berarti ia jelas melanggar kewajiban sebagai seorang
muslim. Maka ia tidak lagi disebut sebagai muslim melainkan kafir, yakni orang yang
menentang kebenaran Islam.
Musyrik dan Kafir yang menentang Allah, tentu akan mendapat ganjaran berupa siksaan api
neraka yang amat sangat pedih. Beruntunglah bagi Mukmin dan Muslim yang senantiasa
mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam ajaran Islam, berbakti kepada orang tua hukumnya adalah wajib. Kewajiban
berbakti kepada orang tua hukumnya sejajar dengan kewajiban di dalam rukun Islam. Bahkan
beberapa ulama berpendapat, bahwa derajat berbakti kepada orang tua sejajar dengan
perintah menyembah Allah SWT. Ini artinya, konsekuensi durhaka kepada orang tua
sama seperti musyrik dan kafir. Lalu apa dasarnya? Adakah dalil yang menjelaskan tentang
perintah berbakti kepada orang tua? Mana dalil yang menerangkan bahwa derajat hukum
berbakti pada orang tua sejajar dengan rukun Iman dan rukun Islam?

Dalil Naqli Tentang Kewajiban Berbakti Pada Kedua Orang Tua
Sebenarnyaُ banyakُ dalilُ yangُ menerangkanُ tentangُ kewajibanُ berbaktiُ kepadaُ
orangُ tua.ُ Baikُ diُ dalamُ al-Qur'anُ maupunُ Hadits.ُ Yangُ manaُ denganُ adanyaُ
dalilُ tersebutُ menegaskanُ kepadaُ kitaُ bahwaُ tidakُ adaُ halُ yangُ bisaُ
mematahkanُ atauُ membantahُ berbaktiُ padaُ ayahُ danُ ibuُ ituُ tidakُ wajib.
Dalil Al-Qur'an Kewajiban Berbakti kepada Orang Tua
Berikutُ beberapaُ dalilُ