Pengaruh pola asuh orang tua dan self regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTsN 3 Pondok Pinang

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN

SELF-REGULATED LEARNING

TERHADAP

PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3

PONDOK PINANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

Ana Nurul Ismi Tamami

NIM : 107070002375

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2011 M


(2)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN

SELF-REGULATED LEARNING

TERHADAP

PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3

PONDOK PINANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Ana Nurul Ismi Tamami

NIM : 107070002375

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Suryadi, Ph.D Mulia Sari Dewi, M.Si

NIP. 19700529 200312 1002 NIP. 19780502 200801 2026

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2011 M


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul“PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP PROKRASTINASI PADA SISWA MTs N 3 PONDOK PINANG” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 5 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/Sekretaris

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001

Anggota

Solicha, M.Si

NIP. 19720415 199903 2001

Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 19700529 200312 1002

Mulia Sari Dewi, M.Si NIP. 19780502 200801 2026


(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ana Nurul Ismi Tamami NIM : 107070002375

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated Learning terhadap Prokrastinasi pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang”adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 5 Desember 2011

Ana Nurul Ismi Tamami NIM : 107070002375


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti akan ada

kemudahan”

(QS. 94:6)

“Walaupun kita memiliki hari esok, tetapi kita hanya memiliki

hari ini yang bisa digunakan”

Michael Landon

-Tidak ada yang sia-sia jika kita sudah berusaha”

Ana

-PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk Mama & Appa, serta semua

pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, masukan dan

doa...


(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011

(C) Ana Nurul Ismi Tamami (D) xv + 131 halaman + lampiran

(E) Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang

(F) Siswa SMP/MTs dalam menempuh jenjang pendidikannya, sering mengalami beberapa masalah dan hambatan. Umumnya siswa sering mengeluh mengenai permasalahan seperti ketidaknyamanan dengan kondisi sekolah, cara guru mengajar, tugas yang dianggap terlalu banyak hingga adanya keengganan untuk belajar. Keengganan belajar yang terjadi pada siswa tidak jarang mengakibatkan adanya tugas-tugas sekolah yang tertunda bahkan terbengkalai dan kurangnya persiapan belajar untuk menghadapi ujian. Dalam bidang psikologi perilaku menunda-nunda tersebut dikenal dengan istilah prokrastinasi. Prokrastinasi adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu pekerjaan.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (descriptive correlational study). Populasi penelitian adalah 731 siswa MTs N 3 Pondok Pinang dengan sampel penelitian sebanyak 272 siswa yang diperoleh melalui teknik pengambilan sampelcluster random sampling.Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tuckman Procrastination Scale

yang digunakan untuk mengukur kecenderungan prokrastinasi, Parental Authority Questionnaire (PAQ) untuk mengukur pola asuh ayah dan ibu, dan Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) untuk mengukur self-regulated learning.Data yang diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi. Namun jika dilihat per-dimensi, maka ditemukan bahwa dimensi otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, strategi pengorganisasian, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha dan pencarian bantuan berpengaruh signifikan terhadap prokrastinasi. Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar meneliti pengaruh variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, selain yang ada pada independent variable

penelitian ini, seperti modelling, self-control dan tipe kepribadian. Selain itu, penelitian ini juga memberikan implikasi bagi orang tua, siswa dan guru. Bagi orang tua diharapkan memperhatikan pola asuh yang diterapkan pada


(7)

anak-anaknya khususnya dalam memperhatikan kegiatan belajar anak. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan self-regulated learning yaitu dengan cara mengatur strategi belajar. Bagi guru diharapkan dapat membantu dalam meningkatkanself-regulated learningsiswa di sekolah.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Self-Regulated LearningTerhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs N 3 Pondok Pinang”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph. D.

2. Dosen Pembimbing I, Bambang Suryadi Ph.D, terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan dan waktu yang telah diluangkan ditengah kesibukan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Dosen Pembimbing II, Mulia Sari Dewi, M.Si, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, masukan, serta waktu yang telah diberikan kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bekal ilmu bagi penulis selama kuliah.

5. Staf perpustakaan dan akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kemudahan dalam referensi buku dan administrasi.

6. Kepala sekolah MTs N 3 Pondok Pinang, Drs. H. Mushadik, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian, serta para guru khususnya guru-guru BK.

7. Seluruh responden siswa-siswi MTs N 3 Pondok Pinang yang telah membantu mengisi skala penelitian.

8. Kedua orang tua tercinta, Uus Hasbullah dan O.Jubaedah, terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang selalu tercurah, perhatian, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta doa yang tak henti-hentinya kalian panjatkan kepada Allah SWT, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Kakak penulis, Mahbub Aminudin Aziz, yang dalam sikap cuek dan diamnya ternyata selalu memberikan semangat, dukungan dan perhatian, juga seluruh keluarga yang selalu mendoakan keberhasilan penulis.

10. Sahabat-sahabat penulis, Etnao, Emao, Hayyu, Puri, Dien, dan Yuni, terima kasih untuk dukungan, semangat, bantuan, saran dan hiburan dikala penulis sedang jenuh mengerjakan skripsi. Keluarga kedua penulis di kost’an, kak Yurni, kak Ina dan Evao yang selalu memberikan semangat dan doanya.


(9)

Sahabat terbaik penulis, Cindy yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan, semangat, dan selalu mendengarkan setiap keluh kesah penulis saat mengerjakan skripsi.Teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas A yang sangat penuh warna dan cerita.

11. Kak Sarah, kak Via, dan kak Adiyo yang telah memberikan banyak arahan dalam mengerjakan pengolahan statistik pada skripsi ini.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian skripsi ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi semua.

Jakarta, Desember 2011


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……...……… Lembar Pengesahan Pembimbing ……...……….. Lembar Pengesahan Sidang Munaqosyah ...

i ii iii Lembar Pernyataan

Motto dan Persembahan .….………...………….………….. Abstrak .….……….………...….. Kata Pengantar .….……….…………... Daftar Isi .….……….…………... Daftar Tabel .….……….…………... Daftar Gambar .……….………….. Daftar Lampiran .….……….…………..

iv v vi viii x xii xiv xv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …...…………...……….. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah ...…...……. 1.2.2 Perumusan masalah …...…...……. 1.3 Tujuan Penelitian …...……...……….. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis …..………...……….. 1.4.2 Manfaat praktis …..…….…...……….. 1.5 Sistematika Penulisan …..………...………..

1 8 8 11 11 11 12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Prokrastinasi

2.1.1 Pengertian prokrastinasi ...…....…….. 2.1.2 Teori perkembangan prokrastinasi ...…….. 2.1.3 Aspek-aspek prokrastinasi ...…….. 2.1.4 Ciri-ciri prokrastinasi ...………...…….. 2.1.5 Area pada prokrastinasi akademik ...…….. 2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi

prokrastinasi ...………..….. 2.1.7 Pengukuran prokrastinasi ... 2.1.8 Penelitian-penelitian mengenai

prokrastinasi ... 2.2 Pola Asuh

2.2.1 Pengertian pola asuh ...…...…….. 2.2.2 Jenis-jenis pola asuh ...……....….. 2.2.3 Sumber sikap / pola asuh orang tua ... 2.2.4 Pengukuran pola asuh ... 2.3 Self-Regulated Learning

2.3.1 Pengertianself-regulated learning...…... 2.3.2 Karakteristik siswa yang mempunyai

self-14 16 17 19 21 22 26 27 30 30 35 37 37


(11)

regulated learning...……...….. 2.3.3 Strategiself-regulated learning... 2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhiself-regulated

learning...

2.3.5 Pengukuranself-regulated learning... 2.5 Kerangka Berpikir …....……...……….. 2.6 Hipotesis …..………...………..

39 40 47 49 50 55

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel ...…...…...…….. 3.2 Variabel Penelitian ... 3.3 Definisi Operasional Variabel ... 3.4 Instrumen Pengumpulan Data ... 3.5 Pengujian Validitas Alat Ukur ... 3.5.1 Uji validitas skala prokrastinasi ... 3.5.2 Uji validitas skala pola asuh ... 3.5.3 Uji validitas skalaself-regulated learning... 3.6 Metode Analisis Data

3.6.1 Metode analisis data pengujian

hipotesis mayor ... 3.6.1 Metode analisis data pengujian

hipotesis minor ... 3.7 Prosedur Penelitian ...

60 61 61 62 68 69 72 81 93 95 95 BAB 4 BAB 5 HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Deskriptif ... 4.2 Kategorisasi Skor Variabel ... 4.2.1 Kategorisasi skor prokrastinasi ... 4.2.2 Kategorisasi skorself-regulated learning... 4.2.3 Kategorisasi skor pola asuh ... 4.3 Uji Hipotesis

4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian ...…….. 4.3.2 Pengujian proporsi varians untuk

masing-masing IV …...……..

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan …...…...…….. 5.2 Diskusi …...…...…...….. 5.3 Saran

5.3.1 Saran metodologis ... 5.3.2 Saran praktis ...

97 98 99 99 100 104 112 117 119 125 126


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5

Blue PrintSkala Prokrastinasi ...…...………...

Blue PrintSkala Pola Asuh Orang Tua ...………. Blue Print SkalaSelf-Regulated Learning...…………..… Nilai Skor Jawaban ... Muatan Faktor Item Prokrastinasi ...…..………. Muatan Faktor Item Otoriter Ayah ...…….………… Muatan Faktor Item Otoriter Ibu ...…….…...……… Muatan Faktor Item Demokratis Ayah …….…...………. Muatan Faktor Item Demokratis Ibu ..…...………… Muatan Faktor Item Permisif Ayah ...….………… Muatan Faktor Item Permisif Ibu ……...………… Muatan Faktor Item Strategi Latihan ...… Muatan Faktor Item Strategi Elaborasi …….……...….… Muatan Faktor Item Strategi Pengorganisasian ...…… Muatan Faktor Item Strategi Berpikir Kritis …....………… Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan

Diri Metakognitif ……...….… Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan waktu dan

Lingkungan Belajar ...……..……… Muatan Faktor Item Strategi Pengaturan Usaha …... Muatan Faktor Item Strategi Belajar Dengan Teman ... Muatan Faktor Item Strategi Pencarian Bantuan ....….….... Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis kelamin dan Kelas ... Klasifikasi Skor Prokrastinasi ... Klasifikasi SkorSelf-Regulated Learning... Klasifikasi Skor Otoriter Ayah ... Klasifikasi Skor Demokratis Ayah ...

63 64 66 68 71 73 74 76 77 79 80 82 83 84 86 87 88 90 91 92 98 99 99 100 101


(13)

Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13

Klasifikasi Skor Permisif Ayah ... Klasifikasi Skor Otoriter Ibu ... Klasifikasi Skor Demokratis Ibu ... Klasifikasi Skor Permisif Ibu ... Tabel Anova IV ……... Tabel RsquareIV …... Tabel Koefisien Regresi IV ... Proporsi Varians untuk Masing-masing IV …...

101 102 103 103 104 105 107 113


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 3.1

Bagan Kerangka Berpikir ...……..……….. Analisis Faktor Konfirmatorik Dua Tingkat

Dari Variabel Prokrastinasi ...……….. 54


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ...……….. 132 Lampiran 2 : Surat Keterangan Penelitian ... Lampiran 3 : Analisis Faktor Konfirmatorik Prokrastinasi ...

Analisis Faktor Konfirmatorik Otoriter Ayah ... Analisis Faktor Konfirmatorik Demokratis Ayah ... Analisis Faktor Konfirmatorik Permisif Ayah ... Analisis Faktor Konfirmatorik Otoriter Ibu ... Analisis Faktor Konfirmatorik Demokratis Ibu ... Analisis Faktor Konfirmatorik Permisif Ibu ... Analisis Faktor Konfirmatorik Latihan ... Analisis Faktor Konfirmatorik Elaborasi ... Analisis Faktor Konfirmatorik Pengorganisasian ... Analisis Faktor Konfirmatorik Berpikir Kritis ... Analisis Faktor Konfirmatorik Pengaturan Diri

Metakognitif ... Analisis Faktor Konfirmatorik Manajemen Waktu dan Lingkungan Belajar ... Analisis Faktor Konfirmatorik Pengaturan Usaha ... Analisis Faktor Konfirmatorik Belajar dengan Teman .... Analisis Faktor Konfirmatorik Pencarian Bantuan ...

141 143 144 144 145 145 146 146 146 147 147 147 148 148 148 149 149 Lampiran 4 : SyntaxAnalisis Faktor Konfirmatorik ... 150


(16)

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Siswa SMP/MTs dalam tahap perkembangannya dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban mutlak yang harus dijalani. Namun dalam menempuh jenjang pendidikan, sering terjadi beberapa masalah dan hambatan yang dialami oleh para remaja. Umumnya para remaja sering mengeluh mengenai permasalahan seperti ketidaknyamanan dengan kondisi sekolah, cara guru mengajar, tugas yang dianggap terlalu banyak hingga adanya keengganan untuk belajar.

Keengganan belajar yang terjadi pada remaja tidak jarang meng17akibatkan adanya tugas-tugas sekolah yang tertunda bahkan terbengkalai dan kurangnya persiapan belajar untuk menghadapi ujian. Dalam bidang psikologi perilaku menunda-nunda tersebut dikenal dengan istilah prokrastinasi.

Siswa yang cenderung melakukan prokrastinasi umumnya ditandai dengan adanya penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan pekerjaan pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, serta melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan (Ferrari, dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Umumnya para siswa cenderung melakukan prokrastinasi dalam


(18)

mengerjakan tugas dan menunda belajar ketika akan dilaksanakan ujian saja. Para siswa selalu mencari alasan untuk tidak segera mengerjakan tugas, padahal mereka menyadari bahwa ada tugas penting yang harus diselesaikan namun mereka lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan dan mendatangkan hiburan.

Adapun bentuk dari prokrastinasi akademik yang dilakukan para siswa dapat berupa penundaan mengerjakan tugas mengarang, penundaan belajar menghadapi ujian, penundaan tugas membaca, penundaan kinerja tugas administratif, penundaan menghadiri pertemuan dan penundaan kinerja akademis secara keseluruhan (Solomon & Rothblum, 1984). Penelitian yang dilakukan Hariri (2010) mengenai aktivitas prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri 5 Bandung menemukan bahwa siswa melakukan prokrastinasi pada area tugas mengarang sebanyak 20%, berfikir masih ada waktu lain untuk mengerjakan tugas sebanyak 54%, mengalami keraguan jika gagal dalam belajar sebanyak 35%, menyerah ketika ada hambatan dalam belajar sebanyak 26% dan mencari kesenangan lain sebanyak 12%.

Fenomena prokrastinasi tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap siswa yang melakukannya, seperti tugas-tugas menjadi terbengkalai, menghasilkan tugas yang kurang maksimal, waktu menjadi terbuang sia-sia, bahkan berdampak pada penurunan prestasi akademik. Selain itu juga prokrastinasi akan berdampak buruk pada kondisi fisik dan psikologis siswa


(19)

seperti menimbulkan kecemasan, tingkat stres yang tinggi dan kesehatan yang buruk (Chu & Choi, 2005).

Mengingat begitu besarnya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh prokrastinasi maka hendaknya segera diatasi sejak dini sehingga tidak berdampak lebih buruk terhadap prestasi akademik siswa. Jika masa remaja saja seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, kemungkinan pada saat ia menginjak jenjang pendidikan yang lebih tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Solomon dan Rothblum (1984) yang menyatakan bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang.

Untuk mengatasi dampak negatif dari perilaku prokrastinasi, maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan seorang siswa melakukan prokrastinasi adalah kurangnya strategi dan pengaturan diri siswa dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor yang dapat meningkatkan kecenderungan melakukan prokrastinasi yaitu adanya kesulitan dalam pengaturan diri/self-regulation(Steel, 2007).

Lebih lanjut, Zimmerman (1990) menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalamself-regulation maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk, dalam hal ini siswa akan cenderung melakukan


(20)

prokrastinasi akademik.Self-regulated learningsendiri sangat penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulated learning dapat diajarkan, dipelajari dan dikontrol. Umumnya, siswa yang berhasil adalah siswa yang menggunakan strategiself-regulated learningdan sebagian besar sukses di sekolah.

Menurut Corno, Snow & Jackson (dalam Woolfolk, 2009), siswa yang mempunyai self-regulated learning yang baik tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri dari gangguan yang dapat mengganggu proses belajar. Mereka tahu bagaimana cara mengatasi bila mereka merasa cemas, mengantuk atau malas. Sehingga siswa yang memiliki self-regulated yang baik akan memiliki kecenderungan prokrastinasi yang rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Hariri (2010) yang menyatakan bahwa self-regulated learningefektif untuk mereduksi prokrastinasi akademik.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Wolters (dalam Rakes & Dunn, 2010), mengenai hubungan prokrastinasi dengan self-regulated learning, menemukan bahwa metakognitif regulasi diri adalah prediktor terkuat kedua dari perilaku prokrastinasi setelah keyakinan self-efficacy akademik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa level terendah dari regulasi diri terkait dengan level tertinggi dari prokrastinasi, dan regulasi diri adalah salah satu kunci untuk memahami prokrastinasi.

Selanjutnya, Zimmerman dan Martinez-Pons (1986) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa yang memiliki self-regulated learning akan mampu mengarahkan dirinya saat belajar (self-regulated learners), membuat perencanaan


(21)

(plan), mengorganisasikan materi (organize), mengarahkan diri sendiri ( self-instruction) dan mengevaluasi diri sendiri (self-evaluation) dalam proses pengatahuan. Langkah-langkah tersebut dapat meminimalisir terjadinya perilaku prokrastinasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi.

Selain self-regulated learning, pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi, dimana kondisi lingkungan yang rendah pengawasan membuat prokrastinasi akademik juga lebih banyak dilakukan daripada lingkungan yang penuh pengawasan (Millgram dalam Ghufron & Risnawita, 2010). Adapun Baumrind (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa terdapat tiga macam pola asuh orang tua yakni:

authoritarian/otoriter, authoritative/demokratis, dan permisif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki ciri khasnya sendiri dan masing-masing memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak.

Lebih lanjut lagi, pola asuh orang tua memiliki dampak langsung terhadap perkembangan remaja dalam berbagai aspek, salah satunya adalah aspek pendidikan/prestasi akademik. Senada dengan pernyataan tersebut, beberapa penelitian menemukan bahwa pola asuh demokratis lebih kondusif daripada pola asuh otoriter dan permisif terhadap perkembangan kognitif, keberhasilan/prestasi akademik, dan juga kemampuan psikososial (Lamborn & Steinberg, dalam Barus, 2003).

Orang tua yang selalu mendampingi anaknya ketika mengerjakan tugas sekolah yang dikerjakan di rumah akan berpengaruh terhadap kebiasaan belajar


(22)

anaknya. Hal ini akan sangat berpengaruh pula terhadap perilaku prokrastinasi yang cenderung rendah dibandingkan dengan yang tidak didampingi oleh orang tua saat mengerjakan tugas di rumah. Sehingga dengan kata lain pola asuh orang tua dapat berdampak pada tercapainya prestasi akademik pada remaja.

Hasil dari studi empiris telah memberikan bukti bahwa peran orang tua memberikan pengaruh terhadap perkembangan prokrastinasi, serta kecenderungan irasional untuk menunda suatu tugas (Vehadi, dkk, 2009). Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukanavoidance procrastinationpula.

Selain itu, terdapat penelitian Pychyl, et al (dalam Vehadi, dkk, 2009), yang menguji perbedaan gender dalam hubungan antara prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-esteem pada remaja awal. Menariknya, mereka melaporkan bahwa ada interaksi yang signifikan antara prokrastinasi dengan pola asuh orang tua, jenis kelamin dan self-esteem pada remaja. Selanjutnya, hanya pada wanita, efek dari pola asuh ibu yang demokratis dan otoriter dihubungkan dengan prokrastinasi melalui self-esteem, sedangkan pola asuh ayah memiliki hubungan langsung dengan prokrastinasi.


(23)

Orang tua bisa membantu untuk mencegah perilaku prokrastinasi dengan mengembangkan kemampuan belajar pada anak-anak mereka sehingga memungkinkan mereka untuk menghindari berbagai gangguan, misalnya dengan membuat anak belajar dengan nyaman, pengaturan ruang belajar supaya tenang, menjaga kerapihan meja belajar anak, mematikan televisi dan telepon selular dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut dapat membantu meningkatkan komitmen siswa terhadap tugas (Vehadi, dkk, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan kuliah kerja lapangan (KKL) pada bulan Februari-Mei 2011 di MTs N 3 Pondok Pinang, diketahui bahwa perilaku prokrastinasi menjadi sebuah kebiasaan yang sering dilakukan sebagian siswa dalam menghadapi tugas-tugas akademik. Para siswa biasanya melakukan prokrastinasi untuk mengerjakan pekerjaan rumah, maupun menunda untuk menghadapi ujian dengan melakukan aktivitas lain.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 Mei 2011 terhadap sebagian siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang, diketahui bahwa para siswa sering melakukan prokrastinasi dengan berbagai alasan antara lain mereka merasa malas untuk mengerjakan tugas, menganggap waktu pengumpulan tugas masih lama, mempunyai kesibukan lain selain untuk mengerjakan tugas serta melakukan aktivitas lain seperti menonton tv, bermain atau menggunakan internet.


(24)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa, yang akan diuji kebenarannya secara empirik melalui sebuah penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pola Asuh Orang tua Dan Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang”.

1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Agar masalah yang diteliti lebih terfokus dan terarah, maka peneliti membuat batasan masalah sebagai berikut:

1. Prokrastinasi yang dimaksud adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas.

2. Pola asuh orang tua yang dimaksud adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak.

3. Self-regulated learning yang dimaksud adalah proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar.


(25)

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh pola asuh orang tua (otoriter ayah, demokratis ayah, permisif ayah, otoriter ibu, demokratis ibu, dan permisif ibu), self-regulated learning (strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman dan pencarian bantuan), usia, jenis kelamin, dan kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

2. Apakah ada pengaruh pola asuh otoriter ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

3. Apakah ada pengaruh pola asuh demokratis ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

4. Apakah ada pengaruh pola asuh permisif ayah terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

5. Apakah ada pengaruh pola asuh otoriter ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

6. Apakah ada pengaruh pola asuh demokratis ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

7. Apakah ada pengaruh pola asuh permisif ibu terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?


(26)

8. Apakah ada pengaruh strategi latihan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

9. Apakah ada pengaruh strategi elaborasi terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

10. Apakah ada pengaruh strategi pengorganisasian terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

11. Apakah ada pengaruh strategi berpikir kritis terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

12. Apakah ada pengaruh strategi pengaturan diri metakognitif terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

13. Apakah ada pengaruh strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

14. Apakah ada pengaruh strategi pengaturan usaha terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

15. Apakah ada pengaruh strategi belajar dengan teman terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

16. Apakah ada pengaruh strategi pencarian bantuan terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

17. Apakah ada pengaruh usia terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

18. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?


(27)

19. Apakah ada pengaruh kelas terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dimensi-dimensi pola asuh orang tua danself-regulated learning terhadap prokrastinasi pada siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan dan perkembangan, khususnya tentang prokrastinasi, pola asuh orang tua dan self-regulated learning pada siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi pada pihak lain yang tertarik untuk meneliti permasalahan ini.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para praktisi pendidikan, orang tua, dan institusi pendidikan yang terkait untuk memahami perilaku prokrastinasi yang dilakukan oleh siswa, sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mencegah dan menanganinya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi orang tua untuk memilih pola asuh yang tepat bagi anak.


(28)

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, pembatasan masalah & perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Kajian Pustaka

Bab ini terdiri dari pengertian prokrastinasi, teori prokrastinasi, aspek-aspek prokrastinasi, ciri-ciri prokrastinasi, faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, pengukuran prokrastinasi, penelitian-penelitian mengenai prokrastinasi, pengertian pola asuh, aspek-aspek dalam pola asuh, jenis-jenis pola asuh, sumber sikap/pola asuh orang tua, pengukuran pola asuh, pengertian s elf-regulated learning, karakteristik siswa yang mempunyai self-regulated learning,

strategi self-regulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, pengukuran self-regulated learning, kerangka berpikir, dan hipotesis.

BAB III: Metodologi Penelitian

Bab ini meliputi populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, metode analisis data dan prosedur penelitian.


(29)

BAB IV: Hasil dan Analisis Penelitian

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan, yang diantaranya meliputi gambaran umum subjek dan hasil utama penelitian.

BAB V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran.

Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis penelitian, diskusi, dan saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.


(30)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Prokrastinasi

2.1.1 Pengertian prokrastinasi

Solomon & Rothblum (1984) mendefiniskan prokrastinasi sebagai suatu kecenderungan menunda untuk memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga tugas-tugas menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam mengikuti pertemuan kelas. Selanjutnya, Tuckman & Sexton (dalam Tuckman, 1990) mengemukakan prokrastinasi sebagai kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas.

Selain itu, Boice (1996) menjelaskan bahwa prokrastinasi mempunyai dua karakteristik. Pertama, prokrastinasi dapat berarti menunda sebuah tugas yang penting dan sulit daripada tugas yang lebih mudah, lebih cepat diselesaikan, dan menimbulkan kecemasan. Kedua, prokrastinasi dapat berarti juga menunggu waktu yang tepat untuk bertindak agar hasil lebih maksimal dan resiko minimal dibandingkan apabila dilakukan atau diselesaikan seperti biasa, pada waktu yang telah ditetapkan.

Burka & Yuen (2008) mengemukakan bahwa akar dari prokrastinasi meliputi perasaan dalam diri, ketakutan, harapan, memori, mimpi, keraguan dan


(31)

tekanan. Tetapi banyak prokrastinator tidak menyadari ketika mereka melakukan prokrastinasi, hal tersebut dikarenakan mereka melakukan prokrastinasi untuk menghindari perasaan yang tidak menyenangkan. Lebih lanjut lagi Burka dan Yuen (2008) menjelaskan bahwa para prokrastinator, tanpa disadari akan selalu mengulang penundaan yang dilakukan, dan pada akhirnya terjebak dalam “the cycle of procrastination” atau lingkaran prokrastinasi.

Pada akhirnya, penundaan atau penghindaran tugas yang kemudian disebut prokrastinasi tidak selalu diartikan sama dalam perspektif budaya dan bahasa manusia. Misalnya, pada bangsa Mesir kuno mengartikan prokrastinasi menjadi dua arti, yaitu menunjukan suatu kebiasaan yang berguna untuk menghindari kerja yang penting dan usaha yang impulsif, juga menunjukan suatu arti kebiasaan yang berbahaya akibat kemalasan dalam menyelesaikan suatu tugas penting untuk penghidupan, seperti mengerjakan ladang ketika waktu menanam sudah tiba. Jadi pada abad lalu prokrastinasi bermakna positif bila penundaan sebagai upaya konstruktif untuk menghindari keputusan impulsif dan tanpa pemikiran yang matang, dan bermakna negatif bila dilakukan karena malas atau tanpa tujuan yang pasti (Ferrari dkk, dalam Ghufron & Risnawita, 2010).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa prokrastinasi adalah kecenderungan menunda atau menghindari suatu tugas serta kurang atau tidak adanya regulasi diri dalam melakukan suatu tugas.


(32)

2.1.2 Teori perkembangan prokrastinasi

Dalam kajian literatur yang dilakukan oleh peneliti mengenai prokrastinasi ditinjau dari teori psikodinamik, behavioristik dan kognitif, masing-masing teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Psikodinamik

Penganut psikodinamik beranggapan bahwa masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Orang yang pernah mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika dihadapkan lagi pada suatu tugas yang sama. Dia akan teringat kepada pengalaman kegagalan dan perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami. Oleh sebab itu, orang tersebut akan menunda mengerjakan tugas yang dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu (Ferrari, dkk, dalam Ghufron & Risnawati, 2010).

b. Behavioristik

Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkanpunishment

atas perilaku tersebut. Seorang yang pernah merasakan sukses dalam melakukan suatu tugas sekolah dengan melakukan penundaan, cenderung akan mengulangi lagi perbuatannya. Sukses yang pernah dia rasakan akan dijadikan


(33)

reward untuk mengulangi perilaku yang sama pada masa yang akan datang (Bijou, dkk, dalam Ghufron & Risnawita, 2010).

c. Kognitif danBehavioral-Cognitive

Ellis dan Knaus (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) memberikan penjelasan tentang prokrastinasi akademik dari sudut pandang cognitive-behavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas sekolah.

Menurut Burka dan Yuen (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) seseorang melakukan prokrastinasi karena takut akan gagal (fear of the failure) yaitu ketakutan yang berlebihan untuk gagal. Seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas sekolahnya karena takut jika gagal menyelesaikannya akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda untuk mengerjakan tugas yang dihadapinya.

2.1.3. Aspek-aspek prokrastinasi

Milgram (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa terdapat empat aspek dalam perilaku prokrastinasi, antara lain:

a. Suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan, baik untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas.

b. Menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, misalnya keterlambatan menyelesaikan tugas maupun kegagalan dalam mengerjakan tugas.


(34)

c. Melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, misalnya tugas kantor, tugas sekolah maupun tugas rumah tangga.

d. Menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan, misalnya perasaan cemas, perasaan bersalah, marah, panik dan sebagainya.

Selanjutnya Tuckman (1991) mengemukakan aspek-aspek prokrastinasi menjadi tiga macam, yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Membuang waktu

Seorang prokrastinator biasanya memiliki kecenderungan untuk membuang-buang waktu hingga akhirnya dapat melakukan penundaan. Menurut Tuckman (1991) setiap orang mempunyai kecenderungan untuk melakukan suatu penundaan dalam melakukan suatu tugas ataupun pekerjaan.

2. Task avoidance(menghindari tugas)

Yang dimaksud dengan task avoidance yaitu keadaan dimana seseorang cenderung menghindar dalam mengerjakan tugas dikarenakan mengalami kesulitan ketika melakukan hal yang dianggap tidak menyenangkan. Kemudahan dan kesenangan seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam melakukan penundaan atau prokrastinasi.

3.Blaming others(menyalahkan orang lain)

Yang dimaksud dengan blaming others (menyalahkan orang lain) adalah kecenderungan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain untuk setiap konsekuensi dari prokrastinasi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi


(35)

biasanya cenderung akan menyalahkan kejadian eksternal atau orang lain. Hal tersebut kemungkinan akibat dari konsekuensi prokrastinasi yang dilakukan yang menyebabkan kegagalan atau keraguan diri sehingga cenderung menyalahkan orang lain atau kejadian eksternal.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, aspek-aspek dari prokrastinasi adalah membuang waktu, task avoidance (menghindari tugas), blaming others (menyalahkan orang lain), menghasilkan akibat-akibat lain yang lebih jauh, melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan penting untuk dilakukan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, dan menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan.

2.1.4 Ciri-ciri prokrastinasi

Ferrari (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan ciri-ciri prokrastinasi menjadi empat macam, yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas

Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapi harus segera diselesaikan. Akan tetapi, dia menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakannya.

2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu


(36)

tugas. Seorang prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan. Selain itu, juga melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik.

3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline

yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan sendiri. Akan tetapi, ketika saatnya sudah tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan ataupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan

Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Akan tetapi, menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan


(37)

mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, mengobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri seseorang yang melakukan prokrastinasi adalah adanya penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan.

2.1.5 Area pada prokrastinasi akademik

Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik bisa terjadi pada enam area, yaitu:

1. Menulis (tugas mengarang)

Tugas menulis atau mengarang meliputi penundaan pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya makalah dan review jurnal.

2. Belajar untuk menghadapi ujian

Belajar untuk menghadapi ujian meliputi menunda belajar sampai mendekati waktu ujian.

3. Membaca

Tugas membaca meliputi penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan pelajaran.


(38)

4. Kinerja administratif

Kinerja administratif, seperti mengembalikan buku perpustakaan dan membayar uang iuran.

5. Menghadiri pertemuan

Menghadiri pertemuan meliputi penundaaan dalam menghadiri kelas. 6. Kinerja akademik secara keseluruhan

Kinerja akademik secara keseluruhan meliputi menunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik yang berkaitan dengan pelajaran secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Ferrari, dkk (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus.

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Ghufron & Risnawita, 2010).

1. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu meliputi kondisi fisik dan kondisi psikologis dari individu.


(39)

a. Kondisi fisik individu

Menurut Bruno, faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu, misalnya kelelahan.Seseorang yang mengalami kelelahan akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak melakukan prokrastinasi. Sedangkan menurut Ferrari, tingkat intelegensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi. Walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional yang dimiliki seseorang (dalam Ghufron & Risnawita, 2010).

b. Kondisi psikologis individu

Menurut Millgram dkk, trait kepribadian individu yang turut mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait kemampuan sosial yang tercermin dalam self-regulation dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial. Besarnya motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif. Selanjutnya Briordy mengemukakan bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki individu ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik (dalam Ghufron & Risnawita, 2010).


(40)

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu berupa pola asuh orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yanglenient.

a. Pola asuh orang tua

Hasil penelitian Ferrari & Ollivete (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subjek penelitian anak perempuan, sedangkan tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance procrastination

menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukanavoidance procrastinationpula.

Selain itu hasil penelitian Pelegrina, Linares, dan Casanova (dalam Hampton, 2005) menemukan bahwa pada dewasa awal yang mempunyai orang tua yang lebih demokratis atau permisif memiliki skor yang tinggi dalam performa akademik, motivasi akademik, kompetensi akademik dan keberhasilan akademik.

b. Kondisi lingkungan

Millgram mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan yang lenient

prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Tingkat atau level sekolah, juga apakah sekolah terletak di desa ataupun di


(41)

kota tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi seseorang (dalam Ghufron & Risnawita, 2010).

Selain itu, faktor demografi dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi, yaitu:

1. Usia

Steel (2007) menemukan bahwa prokrastinasi berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Menurut O’Donoghue and Rabin (dalam Steel, 2007) dengan bertambahnya usia, seseorang akan belajar bagaimana cara untuk mengembangkan skema untuk mengatasi prokrastinasi.

2. Jenis kelamin

Pengaruh jenis kelamin terhadap prokrastinasi sedikit sulit untuk diprediksi. Penelitian sebelumnya dalam perbedaan jenis kelamin dan dihubungkan dengan konstruk self-control menemukan hasil yang beragam. Laki-laki mungkin mendapat skor tertinggi, rendah atau sama dengan perempuan tergantung pada pengukurannya (Feingold, dalam Steel, 2007). Meskipun demikian, hasil meta-analis menunjukan bahwa anak perempuan memiliki skor tinggi pada kontrol untuk berusaha daripada laki-laki (Else-Quest, Hyde, Goldsmith, & Van Hulle, dalam Steel, 2007). Kemudian secara seimbang, kecenderungan prokrastinasi akan lemah dikaitkan dengan laki-laki. Hal ini bertentangan dengan penelitian Hampton (2005) yang menemukan bahwa laki-laki lebih cenderung melakukan prokrastinasi daripada perempuan.


(42)

2. Tingkat/level sekolah (kelas)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosario dkk (1999) menemukan bahwa tingkat atau level sekolah (kelas) mempengaruhi kecenderungan prokrastinasi, dimana level prokrastinasi meningkat seiiring dengan meningkatnya level kelas yang akan terjadi selama proses pendidikannya.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi terdiri dari faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu dan faktor eksternal berupa faktor di luar individu.

2.1.7 Pengukuran prokrastinasi

Prokrastinasi merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Salah satu instrumen yang dapat mengukur kecenderungan prokrastinasi adalah

Tuckman Procrastination Scale yang dikembangkan oleh B.W. Tuckman (1991) untuk mengukur kecenderungan prokrastinasi. Skala ini terdiri atas 35 item yang dijawab dalam 4 pilihan jawaban (A = Saya yakin, B = Itu kecenderungan saya, C = Itu bukan kecenderungan saya, D = Saya tidak yakin, skor untuk pilihan jawaban A = 4, B = 3, C = 2, dan D = 1).

Tanggapan untuk setiap item dari skala prokrastinasi tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari prokrastinasi. Sebelas item dari 35 item merupakan itemunfavorable.


(43)

Penelitian ini mengukur prokrastinasi akademik melalui faktor kecenderungannya sehingga peneliti menggunakan Tuckman Procrastination Scaleyang telah diadaptasi. SkalaTuckman Procrastination Scalediadaptasi oleh peneliti dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu dan dilakukan penyesuaian dengan subyek yang akan diteliti pada penelitian ini.

2.1.8 Penelitian-penelitian prokrastinasi

Prokrastinasi akademik merupakan jenis prokrastinasi yang paling banyak mendapat perhatian, salah satunya disebabkan oleh meluasnya perilaku tersebut di kalangan pelajar. Secara historis penelitian tentang prokrastinasi ini pada awalnya memang banyak terjadi di lingkungan akademis. Ellis & Knaus (dalam Solomon & Rothblum, 1984) menemukan bahwa 95% mahasiswa Amerika melakukan prokrastinasi. Solomon & Rothblum (1984) juga meneliti hal yang sama terhadap mahasiswa Amerika dengan mendapatkan hasil yang spesifik bahwa 46% melakukan prokrastinasi ketika menulis lembar tugas, 30,1 % ketika membaca tugas mingguan, 27,6 % ketika belajar untuk ujian, 23% ketika menghadiri kelas, dan 10,2 % pada tugas-tugas administratif.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Senecal & Koestner (2001) menemukan bahwa regulasi diri berhubungan signifikan dengan prokrastinasi akademik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa cara siswa meregulasi/mengatur perilaku akademik mereka secara signifikan berhubungan dengan sejauh mana mereka melakukan prokrastinasi.


(44)

Selain itu, sebuah kajian komprehensif yang meneliti tentang prokrastinasi oleh Piers Steel (2007) mengintegrasikan hasil dari beberapa studi penelitian psikologi yang sebagian besar dilakukan pada mahasiswa perguruan tinggi. Steel (2007) mengusulkan terdapat tiga faktor yang cenderung meningkatkan kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi yaitu: rendahnya kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk berhasil, mengharapkan proses atau hasil yang menyenangkan, serta kesulitan dalam pengaturan diri/self regulation.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hendricks (2010) tentang hubungan

self-regulated learning dengan perilaku prokrastinasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta, menemukan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara self-regulated learning dengan perilaku prokrastinasi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Artinya bahwa semakin tinggi self-regulated learning

mahasiswa maka semakin rendah perilaku prokrastinasi dan sebaliknya. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa self-regulated learning memberikan sumbangan sebesar 12,6 % terhadap penurunan perilaku prokrastinasi dan selebihnya 87,4% sumbangan dari variabel yang lain yang juga memiliki peranan terhadap prokrastinasi.

Adapun penelitian yang dilakukan Hariri (2010) mengenai aktivitas prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri 5 Bandung menemukan bahwa siswa melakukan prokrastinasi tertinggi pada area tugas mengarang sebanyak 20%, berfikir masih ada waktu lain untuk mengerjakan tugas sebanyak 54%, mengalami keraguan jika gagal dalam belajar sebanyak 35%, menyerah ketika ada


(45)

hambatan dalam belajar sebanyak 26% dan faktor mencari kesenangan dengan presentase sebanyak 12%.

Dikatakan juga bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang (Solomon dan Rothblum, 1984). Jika masa remaja seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, kemungkinan saat menjadi mahasiswa tingkat prokrastinasi akademiknya semakin meningkat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik pada remaja merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian.

Meskipun sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prokrastinasi, namun ternyata belum banyak penelitian yang membahas tentang pengaruh pola asuh dan self-regulated learningterhadap prokrastinasi pada siswa SMP/MTs. Kebanyakan penelitian lebih membahas prokrastinasi dengan mengambil subjek mahasiswa perguruan tinggi dan hanya sedikit yang mengambil subjek pada siswa SMP/MTs. Seperti uraian yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang. Jika seorang remaja khususnya siswa SMP/MTs sudah melakukan prokrastinasi maka kemungkinan siswa tersebut melakukan prokrastinasi pada jenjang sekolah yang lebih tinggi akan semakin meningkat.


(46)

2.2 Pola Asuh

2.2.1 Pengertian pola asuh

Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. Adapun Steinberg (dalam Barus, 2003) mengungkapkan pola asuh sebagai kumpulan dari sikap terhadap anak yang dikomunikasikan kepada anak dan menciptakan suasana emosional dimana perilaku-perilaku orang tua diekspresikan.

Sedangkan Mccoby (dalam Barus, 2003) mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi orang tua dan anak yang di dalamnya orang tua mengekspresikan sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat, dan harapan-harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak.

2.2.2 Jenis-jenis pola asuh

Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007) membagi 3 macam pola asuh orang tua diantaranya pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Adapun masing-masing jenis pola asuh tersebut akan diuraikan sebagai berikut:


(47)

1. Pola asuhauthoritarian/otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh membatasi dan bersifat menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pola asuh otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.

2. Pola asuhauthoritative/demokratis

Pola asuh demokratis mendorong anak untuk mandiri tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pola asuh demokratis diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua demokratis berkompeten secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosial.

3. Pola asuh permisif

Orangtua tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri. Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan anak memonitor aktivitas mereka sendiri sedapat mungkin. Mereka hangat, jarang menghukum, tidak mengontrol dan tidak menuntut


(48)

(Papalia, 2009). Pola asuh orang tua permisif oleh Maccoby dan Martin (dalam Santrock, 2007) dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Pola asuhpermissive-indifferent parenting(permisif tidak peduli)

Pola asuh permisif tidak peduli adalah suatu pola dimana orang tua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anak. Orang tua akan melakukan apapun yang dibutuhkan untuk meminimalisir waktu dan energi yang diperlukan untuk berinteraksi dengan anak. Mereka kurang menunjukkan sikap menerima terhadap anak, tidak peduli pada apa yang telah, sedang, atau akan dilakukan si anak. Mereka bahkan hanya mengetahui sedikit sekali mengenai anak mereka. Hal ini berkaitan dengan perilaku sosial anak yang tidak cakap, terutama kurangnya pengendalian diri. Anak yang orang tuanya bersifat permisif tidak peduli mendapat kesan bahwa aspek lain dari kehidupan si orang tua lebih penting dari pada si anak. Selain itu mereka biasanya tidak cakap secara sosial, mereka menunjukkan pengendalian diri yang buruk dan tidak bisa menangani kebebasan dengan baik.

b. Pola asuhpermissive-indulgent parenting(permisif memanjakan)

Pola asuh permisif memanjakan adalah pola dimana orang tua sangat terlibat dengan anak tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Orang tua yang bersifat permisif memanjakan dan mengijinkan si anak melakukan apa yang mereka inginkan dan akibatnya adalah si anak tidak pernah belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu berharap mereka bisa mendapat semua keinginannya. Selain itu, orang tua tidak membuat aturan dan batasan yang jelas. Tuntutan terhadap


(49)

anak rendah. Orang tua tidak memonitor aktivitas anak. Anak bebas mengekspresikan emosi dan dorongnya sesuka hati. Jika peraturan dibuat, peraturan tersebut hanyalah formalitas. Anak tidak memiliki kewajiban untuk menaati peraturan tersebut.

Menurut Elizabet B. Hurlock (1978) ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:

1. Melindungi secara berlebihan

Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.

2. Permisivitas

Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

3. Memanjakan

Permisivitas yang berlebihan memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik.

4. Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. 5. Penerimaan

Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.


(50)

6. Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.

7. Tunduk pada anak

Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka.

8. Favoritisme

Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga. 9. Ambisi orang tua

Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status sosial.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis pola asuh orang tua yaitu Pola Asuh authoritarian/otoriter, pola asuh

Authoritative/demokratis, pola asuh permisif yang dibagi menjadi dua jenis:

permissive-indifferent parenting(permisif tidak peduli), dan pola asuh permissive-indulgent parenting(permisif memanjakan).


(51)

2.2.3 Sumber dari sikap/pola asuh orang tua

Sikap/pola asuh orang tua terhadap anak dihasilkan dari pembelajaran. Banyak faktor yang membantu dalam menentukan sikap apa yang akan dipelajari (Hurlock, 1974), diantaranya, yaitu:

1. Konsep “impian anak”, dibentuk sebelum anak lahir, berdasarkan pada keinginan orang tua untuk menjadikan anak seperti apa yang diinginkan oleh mereka.

2. Pengalaman awal orang tua dari sikap terhadap anak mereka sendiri.

3. Nilai budaya mengenai cara terbaik untuk merawat anak-anak, baik otoriter, demokratis, maupun permisif, akan mempengaruhi sikap orang tua terhadap perawatan anak mereka.

4. Orang tua yang nyaman berperan sebagai ayah dan ibu, dan bahagia serta mampu menyesuaikan diri terhadap pernikahan, menggambarkan sikap positif mereka terhadap anak-anaknya.

5. Ketika orang tua merasa mampu untuk berperan sebagai orang tua, sikap mereka terhadap anak-anak akan membuat mereka jauh lebih baik ketika mereka merasa tidak mampu dan tidak yakin bagaimana merawat anak-anaknya.

6. Orang tua yang puas dengan dengan jenis kelamin, jumlah, dan karakteristik anak yang mereka miliki akan menunjukan sikap lebih positif daripada orang tua yang tidak puas.


(52)

7. Kemampuan dan kerelaan untuk menyesuaikan diri dengan pola yang berpusat pada keluarga akan menentukan bagaimana sikap baik orang tua terhadap anak-anak.

8. Jika orang tua memiliki alasan untuk memiliki anak adalah supaya menjaga hubungan pernikahan, maka akan menunjukkan sikap terhadap anak menjadi baik daripada alasan orang tua memiliki anak untuk menambah kepuasan terhadap pernikahan mereka.

9. Bagaimana anak-anak bereaksi terhadap pengaruh sikap orang tua terhadap mereka. Jika anak menunjukan sikap perhatian dan ketergantungan pada orang tua mereka, maka reaksi orang tua terhadap mereka sangat berbeda.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber dari sikap/pola asuh orang tua adalah konsep “impian anak”, pengalaman awal dengan sikap orang tua terhadap anak mereka sendiri, nilai budaya mengenai cara terbaik untuk merawat anak-anak, orang tua yang nyaman berperan sebagai ayah dan ibu, dan bahagia serta mampu menyesuaikan diri terhadap pernikahan, ketika orang tua merasa mampu untuk berperan sebagai orang tua, sikap mereka terhadap anak-anak, orang tua yang puas dengan dengan jenis kelamin, jumlah, dan karateristik anak yang mereka miliki, kemampuan dan kerelaan untuk menyesuaikan diri dengan pola yang berpusat pada keluarga, jika orang tua memiliki alasan untuk memiliki anak adalah supaya menjaga hubungan pernikahan, serta bagaimana anak-anak bereaksi terhadap pengaruh sikap orang tua terhadap mereka.


(53)

2.2.4 Pengukuran pola asuh

Pola asuh merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Instrumen yang dapat mengukur pola asuh adalah Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (dalam Riberio, 2009). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. PAQ terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap pola asuh yang berbeda dalam lima poin format Likert mulai dari “sangat setuju sampai “setuju”.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala PAQ yang telah diadaptasi. Peneliti mengadaptasi skala dengan menerjemahkan skala yang awalnya menggunakan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan selanjutnya menyesuaikan skala dengan subjek dalam penelitian.

2.3 Self-Regulated Learning

2.3.1 Pengertianself-regulated learning

Self-Regulation pertama kali dikemukakan oleh Bandura (dalam Alwisol, 2005) dari teori belajar sosial dalam tingkah laku. Menurut Bandura self-regulation

adalah kemampuan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berpikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk


(54)

menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang, kemampuan untuk menggambarkan secara imaginatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang dan mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.

Istilah self-regulation yang digunakan dalam belajar dikenal sebagai self-regulated learning. Zimmerman (dalam Schunk, dkk, 2008) mendefinisikan self-regulation (self-regulated learning) sebagai proses dimana siswa mengaktifkan dan mengendalikan kognisi, perilaku, dan perasaan yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian tujuan.

Selanjutnya, Santrock (2007) mendefinisikan self-regulated learning

terdiri dari pengawasan diri dalam pikiran, perasaan dan perilaku agar mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Sedangkan Pintrich (dalam Schunk, 2005) mendefinisikan self-regulated learning sebagai proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar.


(55)

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

self-regulated learning adalah proses aktif dimana siswa mampu mengatur, mengawasi dan mengontrol diri mereka sendiri baik secara kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses pencapaian tujuan belajar.

2.3.2 Karakteristik siswa yang mempunyaiself-regulated learning

Menurut Wiane (dalam Santrock, 2007) karakteristik dari pelajar yang menggunakanself-regulated learningadalah:

a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.

b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya.

c. Secara periodik memonitori kemajuan ke arah tujuannya.

d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.

Sedangkan menurut Santrock (2007), siswa yang menggunakan self-regulated adalah mereka yang memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan yang ingin dicapai dapat berupa tujuan akademik (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar perkalian, mengajukan pertanyaan ataupun


(56)

tujuan sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).

Dari beberapa karakteristik mengenai siswa yang menggunakan self-regulated learning yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa harus dapat menjaga motivasi, mengelola emosi dengan baik, memiliki tujuan yang kuat, dan memiliki berbagai macam strategi dalam belajar.

2.3.3 Strategiself-regulated learning

Menurut Zimmerman (dalam Zimmerman & Pons, 1986) strategi self-regulation learningterdiri dari beberapa kategori:

1.Self-evaluation(evaluasi diri)

Evaluasi diri adalah inisiatif siswa untuk mengevaluasi kualitas dalam pekerjaan yang dikerjakannya.

2.Organizing and transforming(pengorganisasian dan perubahan)

Siswa berinisiatif baik secara overt maupun covert mengatur kembali cara belajarnya untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.

3.Goal setting and planning(penetapan tujuan dan perencanaan)

Siswa berinisiatif menentukan goal dan sub-goal juga merencanakan secara berkelanjutan, waktu dan penyelesaian kegiatan apa saja yang sesuai dengan


(57)

4.Seeking information(pencarian informasi)

Siswa berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber non-sosial seperti perpustakaan, internet, dan lainnya dalam menyelesaikan tugas sekolahnya.

5.Keeping records and monitoring(pencatatan dan mengawasi) Usaha siswa untuk merekam setiap kejadian maupun hasil belajar. 6.Environmental structuring(pengaturan lingkungan)

Siswa berinisiatif untuk memilih dan menata tempat dan lingkungan belajarnya untuk mempermudah proses belajarnya.

7. Self-consequating(konsekuensi diri)

Siswa merencanakan atau membayangkan imbalan atau hukuman yang akan ia peroleh jika mengalami keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajarnya. 8.Rehearsing and memorizing(latihan dan mengingat)

Usaha siswa untuk menghafal materi pelajaran dengan latihan dan pengulangan.

9.Seeking social assistance(pencarian bantuan sosial)

Usaha siswa untuk mencari bantuan baik dari teman, guru, maupun orang dewasa lainnya

10.Reveiwing record(pemeriksaan catatan)

Usaha siswa untuk memeriksa kembali catatan, hasil ulangan, atau buku pelajaran ketika mempersiapkan diri menghadapi ulangan atau tes.


(58)

11.Other(yang lain-lain)

Siswa belajar perilaku yang diinisiatifkan orang lain seperti pengajar dan orang tua.

Selanjutnya menurut Ormrod (dalam Suralaga & Solicha, 2010) bahwa

self-regulated learningmengandung berbagai proses: 1. Menentukan tujuan (goal setting)

Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar (self-regulation) mengetahui apa yang mereka ingin selesaikan bila mereka membaca atau belajar.

2. Perencanaan (planning)

Siswa yang memiliki regulasi dalam belajar sudah merencanakan dan menentukan jauh sebelumnya, bagaimana sebaiknya menggunakan waktu dan bagaimana sebaiknya menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.

3. Pengontrolan perhatian (attention control)

Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar mencoba untuk memusatkan perhatian mereka pada pokok persoalan yang ada dan mencoba untuk membebaskan ingatan dari pikiran dan emosi-emosi yang kemungkinan besar dapat mengganggu.

4. Mengaplikasikan strategi-strategi belajar (application of learning strategies) Siswa yang memiliki pengaturan diri dalam belajar memilih strategi-strategi yang berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.


(59)

5. Strategi-strategi memotivasi diri sendiri (self-monitored strategies)

Mengerjakan tugas dengan strategi-strategi yang bervariasi, sebagaimana mereka sedang bersaing dengan kinerja mereka yang sebelumnya, menemukan agar membuat aktivitas mereka yang membosankan lebih menarik dan lebih menantang.

6. Permintaan bantuan dari luar apabila dibutuhkan.

Tidak berusaha untuk menentukan segalanya sendiri sebaliknya mereka mengetahui kapan mereka membutuhkan pertolongan orang lain mereka lebih suka untuk meminta pertolongan yang dapat membantu mereka berdiri sendiri dalam penyelesaian pekerjaan dimasa depan.

7. Pengawasan diri (self-monitoring)

Secara terus menerus mengawasi perkembangannya terhadap tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan mengubah strategi-strategi belajar atau memodifikasi tujuan-tujuan jika diperlukan.

8. Mengevaluasi diri (self-evaluation)

Menentukan apakah betul bahwa telah belajar selama ini dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Individu juga menggunakan strategi-strategi yang bermacam-macam.


(60)

Selain itu, Pintrich, Smith, Garcia & McKeachie (dalam Somtsewu, 2008) menjelaskan strategi dalam self-regulated learning terbagi dalam aspek-aspek sebagai berikut:

1. Strategi latihan

Strategi latihan termasuk penamaan item dari daftar yang harus dipelajari, aktif membaca tugas sesuai dengan rencana, mendengarkan ceramah dan menulis catatan pelajaran (Talbot, Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008).

2. Strategi elaborasi

Strategi elaborasi membantu siswa menyimpan informasi dalam memori jangka panjang dengan membangun hubungan internal antara hal yang harus dipelajari (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008).

3. Strategi pengorganisasian

Pengorganisasian digambarkan sebagai sebuah upaya aktif yang menghasilkan siswa yang terlibat dalam tugas. Strategi pengorganisasian meliputi mengelompokan, menguraikan, memilih ide utama dari bacaan, dan memperhatikan judul, diagram, tabel, gambar dan grafik. Strategi ini membantu siswa dalam memilih informasi yang sesuai dan juga membuat hubungan dengan informasi dalam pelajaran (Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008).


(61)

4. Strategi berpikir kritis

Strategi berpikir kritis mengacu pada sejauh mana siswa melaporkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk situasi baru dalam rangka untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, atau membuat evaluasi kritis sehubungan dengan standar-standar keunggulan (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008).

5. Strategi pengaturan diri metakognitif

Metakognisi mengacu pada pengetahuan, kesadaran dan kontrol serta pengaturan dari kognisi. PadaMotivated Strategies for Learning Questionnaire

(MSLQ), aspek metakognisi fokus pada aspek kontrol dan regulasi diri dan bukan pada komponen pengetahuan. Pengaturan diri metakognitif ini, memperhatikan penggunaan strategi yang membantu siswa dalam mengontrol dan mengatur kognisi yang dimilikinya seperti perencanaan, pengawasan dan pengaturan (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008).

6. Strategi manajemen waktu dan lingkungan belajar

Skala pertama di bawah sumber strategi manajemen adalah manajemen waktu dan lingkungan belajar. Manajemen waktu termasuk jadwal waktu untuk belajar, rencana mingguan atau bulanan untuk tugas, tes dan ujian, dan secara efektif menggunakan waktu belajar untuk seting tujuan realistik (Somtsewu, 2008).


(62)

7. Strategi pengaturan usaha

Pengaturan usaha menekankan self-management dan mencerminkan komitmen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan seseorang meskipun mengalami kesulitan dan gangguan. Regulasi merupakan upaya penting untuk keberhasilan akademis karena tidak hanya menandakan komitmen tujuan, tetapi juga pengaturan terus menggunakan strategi pembelajaran (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008).

8. Strategi belajar dengan teman

Belajar dengan teman mengacu pada dialog antar teman dan pertukaran intelektual, ide dan informasi yang dapat membantu siswa menjelaskan materi pelajaran dan menemukan informasi bahwa mereka tidak akan mampu melakukan sendiri (Garcia & Pintrich, dalam Somtsewu, 2008).

9. Strategi pencarian bantuan

Pencarian bantuan mengacu pada proses dimana siswa meminta teman-teman dan guru untuk menjelaskan materi pelajaran yang membingungkan dan karenanya dapat mempercepat pencapaian (Pintrich et al, dalam Somtsewu, 2008).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategiself-regulated learning yaitu strategi latihan, elaborasi, pengorganisasian, berpikir kritis, pengaturan diri metakognitif, manajemen waktu dan lingkungan belajar, pengaturan usaha, belajar dengan teman, dan pencarian bantuan.


(63)

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhiself-regulated learning

Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2005) terdapat dua faktor yang mempengaruhi

self regulationyaitu: 1. Faktor eksternal

a. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi tingkah laku seseorang melalui orang tua dan guru, anak-anak belajar baik-buruk tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Kemudian dengan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.

b. Self-regulation dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama, ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

2. Faktor internal

Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri, Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:

a. Observasi diri (self observation) dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinilitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitori performansinya, walaupun


(64)

tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.

b. Proses penilaian tingkah laku (judgemental process) adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. c. Reaksi diri-afektif (self response) berdasarkan pengamatan dan penilaian,

orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.

Perkembangan self regulation dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya, adalah modelling dan self-efficacy (Zimmerman, Pintrich dan Schunk, dalam Santrock, 2007). Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan self regulation. Di antara keterampilan self regulation yang dapat dicontohkan oleh model perencanaan dan pengelolaan waktu secara efektif, memperhatikan dan konsentrasi, mengorganisasikan dan menyimpan informasi secara strategis, membangun lingkungan belajar atau cara kerja yang produktif, dan menggunakan sumber daya sosial. Misalnya, murid mungkin mengamati guru yang melakukan strategi manajemen waktu yang efektif dan menjelaskan prinsip


(65)

yang tepat. Dengan mengamati model itu, murid dapat percaya bahwa mereka juga merencanakan dan mengolah waktu secara efektif, yang menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasi diri akademik dan memotivasi murid untuk melakukan aktivitas itu.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning adalah faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk ke dalam faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, dan s elf-regulation dalam bentuk penguatan (reinforcement). Sedangkan faktor internal yaitu observasi diri (self-observation), proses penilaian tingkah laku (judgemental process), dan reaksi diri-afektif (self-response).

2.3.5 Pengukuranself-regulated learning

Self-regulated learning merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati secara langsung, sehingga memerlukan sebuah instrumen dalam pengukurannya. Salah satu instrumen yang dapat mengukur self-regulated learning yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ ) yang dikembangkan oleh Pintrich, Smith, Garcia & McKeachie (dalam Artino, 2009). MSLQ dikembangkan menggunakan pandangan sosial-kognitif dari motivasi dan

self-regulated learning. Dari kerangka teoritis tersebut, maka dikembangkanlah MSLQ yang terdiri atas 81 item dengan dua skala yakni Motivation scale (Intrinsic & Extrinsic Goal Orientation, Task Value, Control of Learning Beliefs, Self-Efficacy for Learning & Performance, Test Anxiety),danLearning Strategies


(1)

ITEM4 0.40 0.49 - - 4.97 0.74 0.10 ITEM12 0.21 1.49 1.30 0.02 1.63 0.34 ITEM13 0.17 - - 0.61 2.29 0.05 -ITEM14 - - 0.60 1.88 1.98 0.03 0.01 ITEM15 0.02 0.39 0.02 0.26 2.71 0.40 ITEM17 - - 0.30 0.58 1.35 0.38 1.62 ITEM21 0.07 0.17 0.47 1.05 0.29 0.02 ITEM23 1.33 0.81 1.89 - - 0.74 0.36 ITEM31 0.20 2.35 0.07 2.12 0.21 0.02 ITEM35 0.43 1.01 0.00 - - 0.21 0.01

ITEM9 1.37 - - 2.27 2.55 0.04 1.42 ITEM16 0.67 0.04 0.00 4.43 0.04 0.07 ITEM19 0.58 0.03 0.04 0.09 3.13 4.77 ITEM20 0.88 0.06 0.29 0.10 - - 0.94 ITEM27 0.75 1.17 1.01 0.26 0.12 0.15

Modification Indices for THETA-EPS

ITEM18 ITEM22 ITEM24 ITEM25 ITEM29 ITEM32

---ITEM18 -ITEM22 - -

-ITEM24 0.07 0.42

-ITEM25 0.83 0.11 0.40

-ITEM29 0.03 0.12 0.09 0.05

-ITEM32 2.74 2.82 0.11 0.04 2.15 -ITEM4 0.02 0.36 2.17 - - 0.13 0.70 ITEM12 0.14 0.15 0.06 0.01 2.02 0.03 ITEM13 0.07 - - - - 0.34 0.73 4.85 ITEM14 0.05 - - 5.22 0.27 0.30 0.06 ITEM15 0.07 - - 4.99 1.62 - - 0.33 ITEM17 0.12 1.81 1.81 0.06 0.41 1.54 ITEM21 1.62 0.01 0.02 0.05 - - 0.66 ITEM23 0.60 0.92 0.03 0.17 2.03 0.74 ITEM31 5.15 - - 0.96 2.22 1.59 -ITEM35 0.91 0.08 - - 0.63 0.66 0.58

ITEM9 2.94 0.59 0.75 0.58 - - 0.05 ITEM16 0.22 1.68 0.54 0.29 0.06 0.05 ITEM19 1.84 4.87 - - 4.24 0.24 0.41 ITEM20 0.71 2.14 - - 0.03 0.41 1.51 ITEM27 0.00 0.29 0.68 - - 0.86 0.00

Modification Indices for THETA-EPS

ITEM4 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM17


(2)

-ITEM12 0.53

-ITEM13 0.25 1.86 -ITEM14 0.58 - - 0.74

-ITEM15 0.35 0.18 0.17 - -

-ITEM17 1.44 0.70 - - 0.38 0.75 -ITEM21 1.82 0.28 0.08 0.37 1.66 0.04 ITEM23 - - 0.05 0.06 1.64 0.23 0.09 ITEM31 0.13 0.57 0.05 3.11 0.56 0.66 ITEM35 1.08 3.99 1.45 2.11 0.50 0.93

ITEM9 0.03 - - 0.06 - - 0.00 5.48 ITEM16 0.53 1.79 0.16 1.41 2.24 -ITEM19 0.54 0.32 1.39 4.34 0.13 1.64 ITEM20 0.64 0.14 0.00 0.02 2.34 5.24 ITEM27 0.01 - - 3.16 0.02 - - 1.61

Modification Indices for THETA-EPS

ITEM21 ITEM23 ITEM31 ITEM35 ITEM9 ITEM16

---ITEM21

-ITEM23 0.32 -ITEM31 0.22 - - -ITEM35 1.59 - - - -

-ITEM9 0.85 1.97 0.54 3.09 -ITEM16 - - 0.10 0.34 5.10 0.11 -ITEM19 0.55 3.75 0.38 0.01 0.24 3.64 ITEM20 0.82 0.36 0.94 0.00 - - 2.03 ITEM27 1.48 0.43 1.23 1.28 0.00 0.78

Modification Indices for THETA-EPS ITEM19 ITEM20 ITEM27

---ITEM19

-ITEM20 0.81

-ITEM27 0.00 1.72 -Expected Change for THETA-EPS

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM5 ITEM6 ITEM7

---ITEM1 -ITEM2 - -

-ITEM3 0.04 0.05 -ITEM5 - - -0.09 0.03

-ITEM6 -0.01 -0.01 - - 0.09


(3)

-ITEM18 -0.03 -0.02 0.01 0.03 -0.01 0.04 ITEM22 -0.05 - - - - 0.03 -0.01 -0.01 ITEM24 -0.03 0.00 -0.01 -0.11 0.03 0.02 ITEM25 0.04 -0.01 -0.03 -0.04 -0.01 -0.01 ITEM29 0.00 -0.06 -0.03 0.02 0.06 0.01 ITEM32 0.00 -0.04 -0.07 0.02 0.00 -0.01

ITEM4 -0.02 0.03 - - 0.12 -0.04 -0.01 ITEM12 0.01 0.04 0.04 -0.01 0.05 -0.02 ITEM13 0.02 - - 0.04 0.06 0.01 -ITEM14 - - 0.04 -0.06 0.06 -0.01 0.00 ITEM15 0.00 0.03 -0.01 -0.02 -0.07 0.03 ITEM17 - - 0.03 0.03 -0.05 0.03 -0.06 ITEM21 0.01 0.01 -0.02 -0.04 -0.02 0.00 ITEM23 -0.04 0.03 0.06 - - 0.03 0.02 ITEM31 0.01 0.06 0.01 0.07 -0.02 0.01 ITEM35 -0.02 -0.03 0.00 - - -0.02 0.00

ITEM9 -0.05 - - -0.07 0.07 -0.01 0.05 ITEM16 0.03 -0.01 0.00 -0.10 0.01 0.01 ITEM19 0.03 0.01 0.01 -0.02 -0.09 -0.10 ITEM20 0.03 0.01 -0.03 -0.01 - - -0.04 ITEM27 0.03 -0.05 0.05 -0.03 0.02 0.02

Expected Change for THETA-EPS

ITEM18 ITEM22 ITEM24 ITEM25 ITEM29 ITEM32

---ITEM18 -ITEM22 - -

-ITEM24 -0.01 -0.02

-ITEM25 -0.03 0.01 0.03

-ITEM29 0.01 -0.01 0.01 0.01

-ITEM32 -0.06 0.05 -0.02 -0.01 0.05 -ITEM4 -0.01 -0.02 -0.08 - - -0.02 0.04 ITEM12 -0.01 -0.01 -0.01 0.00 -0.05 0.01 ITEM13 -0.01 - - - - -0.02 0.03 -0.09 ITEM14 -0.01 - - 0.10 0.02 -0.02 -0.01 ITEM15 -0.01 - - -0.11 0.05 - - -0.03 ITEM17 -0.01 0.05 0.07 -0.01 0.02 0.05 ITEM21 0.03 0.00 0.01 0.01 - - -0.02 ITEM23 0.03 -0.03 0.01 -0.02 -0.05 -0.04 ITEM31 0.09 - - 0.05 -0.05 -0.04 -ITEM35 -0.03 0.01 - - 0.03 0.03 0.03

ITEM9 0.07 -0.03 -0.04 0.03 - - -0.01 ITEM16 -0.02 0.04 0.04 -0.03 0.01 0.01 ITEM19 0.06 -0.08 - - 0.09 -0.02 0.03 ITEM20 -0.03 0.05 - - -0.01 0.03 0.05 ITEM27 0.00 -0.02 -0.04 - - -0.04 0.00


(4)

Expected Change for THETA-EPS

ITEM4 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM17

---ITEM4

-ITEM12 0.03

-ITEM13 0.02 -0.05 -ITEM14 0.04 - - -0.04

-ITEM15 -0.03 -0.02 0.02 - -

-ITEM17 -0.06 0.03 - - 0.03 -0.04 -ITEM21 0.05 0.02 0.01 -0.02 -0.04 0.01 ITEM23 - - 0.01 -0.01 0.05 -0.02 -0.01 ITEM31 -0.02 0.03 0.01 -0.07 0.03 0.03 ITEM35 -0.04 -0.08 0.05 0.05 0.03 -0.04

ITEM9 -0.01 - - -0.01 - - 0.00 -0.10 ITEM16 -0.04 0.05 -0.02 -0.05 0.07 -ITEM19 0.04 0.03 -0.06 0.10 -0.02 -0.06 ITEM20 0.04 -0.02 0.00 0.01 0.07 -0.11 ITEM27 0.01 - - 0.08 0.01 - - -0.06

Expected Change for THETA-EPS

ITEM21 ITEM23 ITEM31 ITEM35 ITEM9 ITEM16

---ITEM21

-ITEM23 0.02 -ITEM31 -0.02 - - -ITEM35 0.05 - - - -

-ITEM9 -0.03 0.06 -0.03 0.06 -ITEM16 - - -0.01 0.02 -0.09 -0.02 -ITEM19 0.03 -0.09 -0.03 0.00 -0.02 0.11 ITEM20 -0.03 0.03 -0.04 0.00 - - -0.11 ITEM27 -0.04 0.03 0.05 0.05 0.00 -0.05

Expected Change for THETA-EPS ITEM19 ITEM20 ITEM27

---ITEM19

-ITEM20 0.05

-ITEM27 0.00 0.07

-Maximum Modification Index is 5.48 for Element (23,18) of THETA-EPS UJI VALIDITAS PROKRASSECOND


(5)

Standardized Solution LAMBDA-Y

pembuang avoidanc blaming

---ITEM1 0.70 - - -ITEM2 0.37 - - -ITEM3 0.04 0.31 -ITEM5 0.37 - - -ITEM6 0.69 - - -0.27 ITEM7 0.60 - - -ITEM18 0.55 - - -ITEM22 0.66 - - -ITEM24 0.65 -0.65 -ITEM25 1.53 -0.41 -0.56 ITEM29 0.69 - - -ITEM32 0.19 0.38

-ITEM4 0.13 - - -ITEM12 - - 0.63 -ITEM13 0.55 -0.39 -ITEM14 - - 0.41 -ITEM15 - - 0.36 -ITEM17 0.63 -0.25 -ITEM21 0.34 0.53 -ITEM23 - - 0.58 -ITEM31 - - 0.58 -ITEM35 -0.44 1.16

-ITEM9 0.34 - - -ITEM16 - - - - 0.60 ITEM19 - - - - 0.14 ITEM20 - - - - 0.48 ITEM27 - - - - 0.24

GAMMA PROKRASS ---pembuang 1.00 avoidanc 0.85

blaming 0.73

Correlation Matrix of ETA and KSI

pembuang avoidanc blaming PROKRASS


(6)

avoidanc 0.85 1.00

blaming 0.73 0.62 1.00

PROKRASS 1.00 0.85 0.73 1.00 PSI

Note: This matrix is diagonal. pembuang avoidanc blaming

--- --- 0.27 0.47